A.Latar Belakang Masalah
Lalu lintas merupakan salah satu sarana penting bagi masyarakat untuk
memperlancar berbagai aktivitas yang dilakukan, tetapi pentingnya kesadaran
hukum oleh masyarakat faktor utama dalam penanganan problematika
kecelakaan lalu lintas. Dalm hal ini transportasi juga dibutuhkan dalam hal
memenuhi kebutuhan masyarakat dan memudahkan setiap pekerjaan dari
masyarakat, Dalam kompleksitas kehidupan manusia sehari – hari, tidak
terlepas dari yang namanya alat transportasi. Transportasi merupakan sarana
yang sangat penting dan strategis dalam mempelancar perekonomian,
memperkukuh persatuan bangsa dan kesatuan serta mempengaruhi aspek
kehidupan bangsa dan negara.1
Mengatur masalah lalu lintas bukanlah hal yang mudah, karena
didalamnya terdapat beberapa faktor yang turut menentukan dan harus
diperhatikan faktor-faktor tersebut yaitu :
1. Faktor manusia.
2. Faktor jalan.
3. Faktor kendaraan bermotor.
4. Faktor alam lingkungan.2
Dalam hal itu terdapat peraturan dan pengaturan yang mendukung yaitu,
Undang-undang Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
1 Rahayu, Hartini, Hukum Pengangkutan di Indonesia, Citra Mentari, Malang, 2012,
h. 53
Raya merupakan produk hukum yang menjadi acuan utama yang mengatur
aspek-aspek mengenai lalu lintas dan angkutan jalan di Indonesia.
Undang-undang ini merupakan penyempurnaan dari Undang-undang-Undang-undang sebelumnya yaitu
Undang-undang Nomor 14 tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan
Raya yang sudah sudah tidak sesuai lagi dengan kondisi, perubahan lingkungan
strategis, dan kebutuhan penyelenggaraan lalu lintas dan angkutan jalan saat ini
sehingga perlu diganti dengan undang-undang yang baru.
Setelah undang-undang mengenai lalu lintas dan angkutan jalan yang
lama diterbitkan kemudian diterbitkan 4 (empat) Peraturan Pemerintah (PP),
yaitu: PP No. 41/1993 tentang Transportasi Jalan Raya, PP No. 42/1993
tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor, PP No. 43/1993 tentang Prasarana
Jalan Raya dan Lalu Lintas, PP No. 44/1993 tentang Kendaraan dan
Pengemudi. Lalu dibuatlah pedoman teknis untuk mendukung penerapan
Peraturan Pemerintah (PP) diatas yang diterbitkan dalam bentuk Keputusan
Menteri (KepMen). Beberapa contohnya KepMen tersebut, yaitu: KepMen No.
60/1993 tentang Marka Jalan, KepMen No. 61/1993 tentang Rambu-rambu
Jalan, KepMen No. 62/1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas, KepMen
No. 65/1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, lalu lintas adalah gerakan kendaraan
dan orang di ruang lalu lintas jalan. Dengan adanya lalu lintas, aktivitas
masyarakat di jalan akan lebih tertib dan teratur. Selain berguna untuk
mengakibatkan kerugian yang sangat besar bagi kita seperti kecelakaan bahkan
kematian. Dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dijelaskan bahwa
kecelakaan lalu lintas adalah suatu peristiwa dijalan yang tidak diduga dan
tidak disengaja melibatkan kendaraan dengan atau tanpa pengguna jalan yang
mengakibatkan korban manusia dan atau kerugian harta benda. Banyak faktor
yang menyebabkan terjadinya kecelakaan, antara lain adalah faktor pengendara
sendiri, faktor pengendara lain, dan faktor rusaknya sarana dan prasarana lalu
lintas.
Kecelakaan yang disebabkan oleh faktor pengendara sendiri biasanya
terjadi karena perilaku pengendara yang tidak disiplin. Ruas jalan yang sempit
dan dipadati kendaraan seringkali menjadi situasi yang memicu besarnya
potensi kecelakaan karena pengendara yang mendahului satu sama lain agar
mereka cepat sampai ditujuan masing-masing. Hal lain yang menjadi penyebab
kecelakaan akibat faktor pengendara sendiri juga karena adanya pengendara
yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM) terutama pengendara yang
berusia dibawah 17 (tujuh belas) tahun. Biasanya pengendara yang tidak
memiliki SIM ini tidak memiliki keahlian atau kemahiran dalam mengendarai.
Pengendara yang berusia dibawah 17 (tujuh belas) tahun tersebut juga biasanya
mengendarai kendaraan dijalan tanpa memperhatikan lalu lintas dan
keselamatan orang lain, sehingga pengendara berusia dibawah umur dan tidak
memiliki surat-surat berkendara yang sah berupa surat izin mengemudi (SIM)
hal demikian harus mendapat perhatian yang lebih dari pihak yang berwajib.
Dalam hal ini juga terkait dengan tingkat kecelakan lalu lintas yang
pada Pasal 1 Undang-Undang No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam peraturan ini menyebutkan bahwa “Kepolisian
adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.3
Sesuai dengan pengertian kepolisian diatas sangat jelas bahwa Kepolisian
mempunyai kewajiban yang sangat penting dalam mengatasi penegakan
hukum, penanganan, keamanan, merujuk dalam Pasal 4 UU No. 2 Tahun 2002
tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia menyebutkan tujuan dari
Kepolisian yaitu: “Kepolisian Negara Republik Indonesia bertujuan untuk
mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan
dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya
ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.”4
Tugas, Fungsi, kewenangan dari Polisi dijalankan atas kewajiban untuk
mengadakan pengawasan dan bila perlu dengan paksaan yang dilakukan
dengan cara melaksanakan kewajiban umum dengan perantara pengadilan, dan
memaksa yang diperintah untuk melaksanakan kewajiban umum tanpa
perantara pengadilan.5
3 Pasal 1 UU No. 2 Tahun 2002 tentangKepolisian Negara Republik Indonesia, Bhuana
Ilmu Populer, Jakarta 2017, h. 2.
4 Pasal 4 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia Bhuana
Ilmu Populer, Jakarta 2017, h. 5.
5 Momo Kelana, Hukum Kepolisian. Perkembangan di Indonesia Suatu studi Histories
Dalam Pasal 12 Undang-Undang 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan, menjelaskan bahwa tugas Kepolisian dalam melayani
masyarakat, khususnya dalam hal berlalu lintas semakin berat. Dibawah ini
adalah beberapa tugas dan fungsi Polri antara lain: Pasal 12 UU No. 22 tahun
2009, tugas dan fungsi Polri bagian satuan lalu lintas meliputi 9 hal, antara
lain:6
a. Pengujian dan Penerbitan Surat Izin Mengemudi kendaraan bermotor.
b. Pelaksanaan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor.
c. Pengumpulan, pemantauan, pengolahan dan penyajian data lalu lintas dan
jalan raya.
d. Pengelolaan pusat pengendalian sistem infomasi dan komunikasi lalu lintas
dan angkutan jalan.
e. Pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli lalu lintas.
f. Penegakan hukum meliputi penindakan pelanggaran dan penanganan
kecelakaan lalu lintas.
g. Pendidikan berlalu lintas.
h. Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas.
i. Pelaksanaan manajemen operasional lalu lintas
Berdasar uraian tersebut jelas bahwa salah satu tugas dan fungsi polri
adalah pelaksana manajemen dan rekayasa lalu lintas. Manajemen lalu lintas
adalah suatu pengaturan dan penggunaan sistem jalan raya yang sudah ada
dengan tujuan untuk memenuhi suatu tujuan tertentu tanpa perlu penambahan /
pembuatan infrastruktur baru. Manajemen lalu lintas diterapkan untuk
6Pasal 12 Undang-Undang No 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
memecahkan masalah lalu lintas jangka pendek (sebelum pembuatan
infrastruktur baru dilaksanakan), atau diterapkan untuk mengantisipasi masalah
lalu lintas yang berkaitan.Tujuan pokok manajemen lalu lintas adalah
memaksimumkan pemakaian sistem jalan yang ada dan meningkatkan
keamanan jalan, tanpa merusak kualitas lingkungan.7
Undang – Undang Nomor 22 tahun 2009 Pasal 1 ayat 29 bahwa
“manajemen dan rekayasa lalu lintas adalah serangkaian usaha dan kegiatan
yang meliputi perencanaan, pengadaan, pemasangan, pengaturan dan
pemeliharaan fasilitas perlengkapan jalan dalam rangka mewujudkan,
mendukung dan memelihara keamanan, keselamatan, ketertiban, dan
kelancaran lalu lintas”.8 Pelaksanaan manajemen dan rekayasa lalu lintas juga
dilakukan apabila terjadi perubahan kinerja lalu lintas yang tiba – tiba. Seperti
yang ditegaskan pada Pasal 97 UU No 22 tahun 2012 ayat (1) bahwa “dalam
hal terjadi perubahan arus lalu lintas secara tiba – tiba atau situasional,
kepolisian negara Republik Indonesia dapat melaksanakan manajemen dan
rekayasa lalulintas kepolisian”.9 Sedangkan pelaksanaan manajemen dan
rekayasa lalu lintas disebutkan dalam ayat (2) bahwa “manajemen dan rekayasa
lalu lintas kepolisian sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) dilakukan
7Alik Ansyori Alamsyah, Rekayasa Lalu Lintas, UMM Press, Malang, 2005, h. 237.
8Pasal 1 ayat 29 UU No 22 tahun 2012 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
dengan menggunakan rambu lalulintas, alat pemberi isyarat lalu lintas, serta
alat pengendali dan pengaman pengguna jalan yang bersifat sementara”.10
Dalam pengaturan mengenai lalu lintas diatur dalam Undang–Undang
Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Pada dasarnya
polisi lalu lintas bertugas mengawasi, membantu, menjaga agar sistem
transportasi jalan raya berfungsi secara lancar dan efisien.11 Menurut Satjipto
Rahardjo penegakan hukum ialah suatu usaha untuk mewujudkan ide-ide dan
konsep-konsep menjadi kenyataan.12 Penegakan hukum diartikan juga sebagai
suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum menjadi
kenyataan. Adapun keinginan hukum disini tidak lain adalah pikiran-pikiran
pembuat undang-undang yang dirumuskan dalam peraturan-peraturan hukum
itu. Pembicaraan mengenai proses penegakan hukum ini menjangkau sampai
kepada pembuatan hukum. Perumusan pikiran pembuat undang-undang
(hukum) yang dituangkan dalam peraturan hukum akan turut menentukan
bagaimana penegakan hukum itu dijalankan atau diberlakukan.13
Dalam penegakan hukum unsur-unsur yang terlibat yaitu, unsur-unsur
yang mempunyai tingkat keterlibatan yang agak jauh dan yang dekat. Dengan
mengambil badan-badan pembuat undang-undang dan polisi sebagai wakil.
Penegakan hukum adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan
hukum menjadi kenyataan. Yang disebut sebagai keinginan-keinginan hukum
10 Pasal 97 ayat 2 UU No 22 tahun 2012 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
Pustaka Mahrdika, Yogyakarta. 2015, h. 74.
11 Andrew R, Penegakan Hukum Lalu Lintas, Nuansa, Bandung, 2011, h. 27.
12 Satjipta Rahardjo, Masalah Penegakan Hukum ,Suatu Tinjauan Sosiologis, Rajawali
press, Jakarta, 1983, h. 24.
disini tidak lain adalah pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang
dirumuskan dalam peraturan-peraturan, Sehingga dalam rangka mewujudkan
penegakan hukum sebaiknya tidak membedakan-bedakan asal-usul bahkan
sampai terjadi diskriminasi.
Ketika menyelesaikan perkara kecelakaan lalu lintas, setiap anggota
kepolisian memiliki keterikatan terhadap norma atau kaidah untuk
melaksanakan kewajibannya sebagai penegak hukum. Seperti das sollen yang
merupakan suatu kenyataan normatif (apa yang seyogyanya), yakni suatu
keharusan yang wajib dijalankan, bukan menyatakan sesuatu yang terjadi
secara nyata, melainkan apa yang seharusnya atau seyogyanya terjadi.14
Dengan begitu setiap anggota dari lembaga kepolisian wajib untuk menyatakan
sesuatu yang benar adalah benar dan yang salah adalah salah, tanpa
memutarbalikan fakta sebagai suatu kepentingan dan tanpa melihat akhir dari
apa yang timbul dari setiap kewajibannya sebagai aparat penegak hukum dan
pelaksana undang-undang. Namun seorang polisi juga seorang manusia, yang
terkadang tidak hanya menggunakan akal logika dalam menjalankan tugasnya
demi tercapai tujuan penegakan hukum tetapi juga menggunakan hati
nuraninya. Das sein adalah suatu kenyataan perilaku ketika dorongan nurani
terlahirkan.15
Penegakkan hukum yang dilakukan tidak membedakan status sosial,
tingkat pendidikan, warna kulit, suku bangsa dan perbedaan agam. Hal ini
14 Mertokusumo, Sudikno. Mengenal Hukum Suatu Pengantar. Liberty, Yogyakarta,
1999, h. 16.
ditegaskan dalam UUD 1945 pasal 27 ayat (1) yang menegaskan : 16 Segala
warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan
wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya.
Sehingga dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, seorang polisi
hendaknya tidak melakukan pendiskriminasian terhadap masyarakat.
Untuk itu dalam hal penegakan hukum harus juga sesuai dengan
penanganan yang menjadi kewajiban dari pihak yang berwajib. Sebagai salah
satu contoh disini adalah kecelakaan lalu lintas dan penindakan pelanggaran di
jalan raya merupakan tugas dan kewenangan polisi yang merupakan wujud dari
upaya penegakan hukum. Polisi lalu lintas selalu melakukan kegiatan
sosialisasi UU No. 22 Tahun 2009 kepada pengguna jalan baik roda dua
maupun roda empat agar para pengguna kendaraan selalu mematuhi peraturan
dan rambu-rambu lalu lintas sehingga dapat menekan kecelakaan dan
pelanggaran lalu lintas. Akan tetapi, jika tidak ada sinergitas antara petugas
dengan masyarakat, tidak akan tercapai keamanan dalam berkendara.
Karakteristik tugas dan fungsi lalu lintas yang bersentuhan langsung dengan
masyarakat, menimbulkan konsekuensi dijadikannya fungsi lalu lintas ini
sebagai sasaran dari berbagai kontrol eksternal.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia definisi penanganan adalah
proses, cara, perbuatan menangani; penggarapan: penanganan kasus itu
terkesan lambat.17 Pengertian tersebut juga dijelaskan oleh WJS
Poerwodarminto yang mendeskripsikan penanganan sebagai proses, cara,
perbuatan menangani, penggarapan. Dalam hal ini penulis sangat tertarik
mengkaji mengenai Tindakan Kepolisian Dalam Penanganan Lalu Lintas
Satuan Lantas Polres Temanggung dikaitkan dengan Problematika Kecelakaan
Lalu Lintas. Karena yang terjadi masih dibutuhkan kewenangan dari kepolisian
untuk menjalankan tugas juga fungsinya. Dapat terlihat dari kinerja Kepolisian
Dalam Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas yaitu, Pelaporan Kecelakaan Lalu
lintas, Mendatangi tempat kejadian perkara, Menolong Korban Kecelakaan,
dan Penyidikan Kecelakaan Lalu Lintas.
Adapun pengertian kecelakaan adalah kejadian yang sulit diprediksi
dimana dan kapan terjadi, kecelakaan bukan hanya mengakibatkan trauma,
cidera, kelalaian, bahakn bisa mengakibatkan kematian. Kasus kecelakaan sulit
untuk diminimalisasi dan cenderung meningkat seiring pertambahan jalan dan
banyaknya pergerakan dari kendaraan.18
Adapun karateristik dari kecelakaan dibedakan dua macama yaitu :19
1. Kecelakaan tunggal ialah kecelakaan yang melibatkan satu kendaraan
bermotor saja dan tidak melibatkan pemakai jalan lain. Seperti, menabrak
pohon, kendaraan tergelincir akibat ban pecah dan akibat yang lain.
2. Kecelakaan ganda yaitu kecelakaan yang melibatkan lebih dari satu
kendaraan atau kendaraan dengan pejalan kaki yang mengalami di waktu
dan tempat yang bersamaan.
Dibawah ini adalah jumlah kecelakaan yang terjadi di kota Temanggung,
korban tersebut mengalami luka berat, luka ringan, dan meninggal dunia.
18Hobbs, F., D., Perencanaan dan Teknik Lalu-lintas, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. 995.
19 Khisty, C., J., & Lall, B., K., Dasar-dasar Rekayasa Transportasi Jilid 1, Erlangga,
Kemudian kerugian dari segi matreriiil berbeda-beda tergantung tingkat
kecelakaan yang dialami.
Adapun dibawah ini merupakan penjelasan selanjutnya mengenai tingkat
kecelakaan lalu lintas yang terjadi dari Tahun 2015 sampai dengan tahun
2017.
Berdasar data yang ada diketahui bahwa angka kecelakaan lalu lintas
tahun 2015 yang berangkat dari jumlah yang cukup besar terjadi penurunan
pada tahun 2016 dan selanjutnya pada tahun 2017 juga mengalami penurunan
jumlah angka kecelakaan jika dibandingkan dengan kejadian pada tahun
2016. Hal demikian menunjukkan dalam menanggani tingkat kecelakaan lalu
lintas di Temanggung memiliki dampak yang baik dan peran dari polisi juga
ikut serta dalam rangka manajemen rekayasa lalu lintas.
B.Rumusan Masalah
Berdasar uraian latar belakang tersebut di atas penulis mengajukan
rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk tindakan kepolisian dalam hal mengurangi tingkat
kecelakaan di Temanggung melalui manajemen dan rekayasa lalu lintas?
2. Apa yang menjadi hambatan kepolisian dalam mengurangi kecelakaan lalu
lintas?
C.Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui bentuk tindakan kepolisian dalam hal mengurangi angka
2. Untuk mengetahui apa saja yang menjadi hambatan kepolisian dalam
mengurangi angka kecelakaan.
D.Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memberi
pengetahuan khususnya tentang Tindakan Kepolisian dalam penanganan
kecelakaan lalu lintas.
2. Manfaat Praktis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran yuridis
empiris yang berkaitan dengan Tindakan Kepolisian dalam penanganan
kecelakaan lalu lintas pelaksanaan.
E.Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan ini yaitu:
1. Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis empiris. Pendekatan ini dilakukan dengan menganalisis peraturan
dan pengaturan yang mengenai lalu lintas dikaitkan dengan kasus-kasus
yang terjadi di Temanggung.
2. Jenis Penelitian
Jenis peneltian yang digunakan adalah penelitian korespondensi, karena
penelitian ini merupakan awal yang mengarah pada penanganan kecelakaan
3. Jenis dan Pengambilan data
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, seperti
norma-norma, peraturan dasar, dan peraturan undang-undang yang terdiri dari,
UU No. 22 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia, UU No.
22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan, PP No. 41/1993
tentang Transportasi Jalan Raya, PP No. 42/1993 tentang Pemeriksaan
Kendaraan Bermotor, PP No. 43/1993 tentang Prasarana Jalan Raya dan
Lalu Lintas, PP No. 44/1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi,
KepMen No. 60/1993 tentang Marka Jalan, KepMen No. 61/1993
tentang Rambu-rambu Jalan, KepMen No. 62/1993 tentang Alat Pemberi
Isyarat Lalu Lintas, KepMen No. 65/1993 tentang Fasilitas Pendukung
Kegiatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
b. Bahan Hukum Sekunder terutama adalah buku teks karena buku teks
berisi mengenai prinsip-prinsip dasar ilmu hukum dan
pandangan-pandangan klasik para sarjana yang mempunyai klasifikasi tinggi,
jurnal-jurnal.20
F.Unit Amatan dan Unit Analisis
Unit Amatan dalam penelitian ini adalah :
1. Undang- Undang No. 22 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia.
2. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.
3. Peraturan Pemerintah No. 41/1993 tentang Transportasi Jalan Raya.
4. Peraturan Pemerintah No. 42/1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan
Bermotor.
5. Peraturan Pemerintah No. 43/1993 tentang Prasarana Jalan Raya dan Lalu
Lintas.
6. Peraturan Pemerintah No. 44/1993 tentang Kendaraan dan Pengemudi.
7. Keputusan Menteri No. 60/1993 tentang Marka Jalan.
8. Keputusan Menteri No. 61/1993 tentang Rambu-rambu Jalan.
9. Keputusan MenteriNo. 62/1993 tentang Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas.
10.Keputusan Menteri No. 65/1993 tentang Fasilitas Pendukung Kegiatan
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Sedangkan Unit Analisis peneliti, yaitu wawancara dengan satuan unit
lalu lintas Temanggung, dengan menganalisis beberapa kasus kecelakaan lalu