LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI TANAH
MENENTUKAN TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN INDEKS WARNA HARDEN
DOSEN PENGAMPU : ARIF ASHARI, M. Sc
DISUSUN OLEH :
NAMA : AISYAH NURUL LATHIFAH
NIM : 15405241014
KELAS/KELOMPOK : A/01
ASISTEN PRAKTIKUM : DEWI RAHMAWATI
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016
Menentukan Tingkat Perkembangan Tanah Dengan Indeks Warna Harden. II. TUJUAN
Menentukan Tingkat Perkembangan Tanah Dengan Indeks Warna Harden. III. DASAR TEORI
Warna tanah dalam Sugiharyanto, dkk (2009:53) ditentukan dengan membandingkan warna tanah tersebut dengan warna standar pada buku Munsell Soil Color Chart. Diagram warna baku ini disusun tiga variabel, yaitu: (1) hue, (2) value, dan (3) chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefinisikan juga sebagai gradasi kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral (0) ke warna lainnya (19).
Hue dalam Sugiharyanto, dkk (2009:53) dibedakan menjadi 10 warna, yaitu: (1) Y (yellow = kuning), (2) YR (yellow-red), (3) R (red = merah), (4) RP (red-purple), (5) P (purple = ungu), (6) PB (purple-brown), (7) B (brown = coklat), (8) BG (grown-gray), (9) G (gray = kelabu), dan (10) GY (gray-yellow). Selanjutnya setiap warna ini dibagi menjadi kisaran hue sebagai berikut: (1) hue = 0 – 2,5; (2) hue = 2,5 –5,0; (3) hue = 5,0 – 7,5; (4) hue = 7,5 – 10. Nilai hue ini dalam buku hanya ditulis: 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; dan 10.
Berdasarkan buku Munsell Soil Color Chart dalam Sugiharyanto, dkk (2009:54) nilai Hue dibedakan menjadi: (1) 5 R; (2) 7,5 R; (3) 10 R; (4) 2,5 YR; (5) 5 YR; (6) 7,5 YR; (7) 10 YR; (8) 2,5 Y; dan (9) 5 Y, yaitu mulai dari spektrum dominan paling merah (5 R) sampai spektrum dominan paling kuning (5 Y), selain itu juga sering ditambah untuk warna-warna tanah tereduksi (gley) yaitu: (10) 5 G; (11) 5 GY; (12) 5 BG; dan (13) N (netral).
terbentang secara vertikal dari bawah ke atas dengan urutan nilai 2; 3; 4; 5; 6; 7; dan 8. Angka 2 paling gelap dan angka 8 paling terang.
Chroma dalam Sugiharyanto, dkk (2009:54) juga dibagi dari 0 sampai 8, dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Nilai chroma pada lembar buku Munsell Soil Color Chart dengan rentang horizontal dari kiri ke kanan dengan urutan nilai chroma: 1; 2; 3; 4; 6; 8. Angka 1 warna tidak murni dan angka 8 warna spektrum paling murni.
Proses perkembangan tanah adalah berkembangnya fase pembentukan tanah setelah masa pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan organik. Berdasarkan pada kondisi tanah tersebut maka proses perkembangannya dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu proses perkembangan tanah asasi dan proses perkembangan tanah khas (Sugiharyanto, dkk, 2009:30).
Tingkat perkembangan tanah dapat ditentukan berdasarkan indeks warna Westin,Hurts, dan Harden serta indeks profil. Indeks warna Buntley-Westin mengkonversi nilai hue dengan angka (10YR = 1, 7,5YR=2, 5YR=3, 2,5YR=4). Kemudian angka konversi hue tersebut dikalikan dengan chromanya. Dari hasil perolehan nilai kemudian dibuat skor untuk dijumlah dan dikelompokan ke dalam tingkat perkembangan tanah dengan 3 tingkat. Berdasarkan indeks warna Buntley-Westin maka diketahui tingkat perkembangan tanahnya bahwa semakin besar nilai indeks warna Buntley-Westin profil tanah semakin berkembang (Sartohadi, dkk, 2004:17-19).
Karena proses perkembangan tanah yang terus berjalan, maka bahan induk tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Menurut Hardjowigeno (1993) dalam Anonim (2011), ciri dari tingkat perkembangan tanah adalah sebagai berikut :
bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
b. Tanah dewasa (perkembangan sedang). Dimana pada proses lebih lanjut terbentuk horison B akibat penimbunan liat (iluviasi) dari lapisan atas ke lapisan bawah, atau terbentuknya struktur pada lapisan bawah, atau perubahan warna yang menjadi lebih cerah dari pada horison C di bawahnya. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi tinggi karena unsur hara dalam tanah cukup tersedia sebagai hasil dari pelapukan mineral, sedangkan pencucian hara lebih lanjut.
c. Tanah tua (perkembangan lanjut), dengan meningkatnya unsur hara maka proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi perubahan yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat masam, sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada tanah dewasa.
Taksonomi tanah menurut Marpaung (2008) dalam Anonim (2011) adalah cabang dari klasifikasi tanah. Dalam taksonomi tanah 2010 disajikan secara lengkap tentang prosedur pengelompokan tanah mulai dari kategori tinggi sampai kategori rendah. Prosedur taksonomi tanah adalah mengikuti :
1. Deskripsi profil tanah.
2. Penentuan horison penciri (epipedon dan horizon bawah penciri). 3. Penentuan sifat-sifat lain.
4. Pemakaian kunci taksonomi dengan urutan : ordo (ada 12 ordo), sub ordo, kelompok besar (great group), anak kelompok (sub group), keluarga (family) dan seri.
horison bawah penciri yaitu : horison agrik, albik, argilik, duripan, fragipan, glosik, gipsik, kalsik, kandik, kambik, natrik, orstein, oksik, petrokalsik, petrogipsik, placik, salik, sombrik dan spodik. Berdasarkan Keys to Soil Taxonomy 2010, ordo tanah terdiri atas 12 ordo, yaitu :
A. Gelisol
Tanah yang mempunyai permafrost (lapisan tanah beku) dan bahan-bahan gelik yang berada didalam 100 cm dari permukaan tanah.
B. Histosol
Tanah yang tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada 60% atau lebih ketebalan diantara permukaan tanah dan kedalaman 60 cm.
C. Spodosol
Tanah lain yang memiliki horison spodik, albik pada 50% atau lebih dari setiap pedon, dan regim suhu cryik.
D. Andisol
Ordo tanah yang mempunyai sifat-sifat andik pada 60% atau lebih dari ketebalannya.
E. Oksisol
Tanah lain yang memiliki horison oksik (tanpa horison kandik) yang mempunyai batas atas didalam 150 cm dari permukaan tanah mineral dan kandungan liat sebesar 40% atau lebih dalam fraksi tanah.
F. Vertisol
Tanah yang memiliki satu lapisan setebal 35 cm atau lebih, dengan batas atas didalam 100 cm dari permukaan tanah mineral, yang memiliki bidang kilir atau ped berbentuk baji dan rata-rata kandungan liat dalam fraksi tanah halus sebesar 30% atau lebih.
G. Aridisol
Tanah yang mempunyai regim kelembaban tanah aridik dan epipedon okrik dan antropik atau horison salik dan jenuh air pada satu lapisan atau lebih di dalam 100 cm dari permukaan tanah selama satu bulan atau lebih.
H. Ultisol
Tanah lain yang memiliki horison argilik atau kandik, tetapi tanpa fragipan dan kejenuhan basa sebesar kurang dari 35% pada kedalaman 180 cm. I. Mollisol
J. Alfisol
Tanah yang tidak memiliki epipedon plagen dan memiliki horison argilik, kandik, natrik atau fragipan yang mempunyai lapisan liat tipis setebal 1 mm atau lebih di beberapa bagian.
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
a. Data Munsell Soil Color Chart yang telah diketahui ketebalan horison dan konversinya untuk dihitung kelas intervalnya.
b. Alat tulis untuk mencatat.
V. LANGKAH KERJA
Dalam praktikum pada kesempatan kali ini, langkah kerja yang digunakan adalah antara lain sebagai berikut :
a. Memperhatikan nilai yang terdapat pada setiap warna tanah dari sampel yang diamati.
b. Mencatat nilai yang diperoleh.
c. Mengkonversikan nilai hue ke dalam nilai konversi Harden. 2,5 YR = 40
5 YR = 30 7,5 YR = 20 10 YR = 10
d. Mengalikan nilai konversi dengan tebal masing-masing horison sehingga diperoleh ZA dan ZB.
e. Memasukkan hasil perkalian di langkah sebelumnya, dibagi dengan ketebalan masing-masing horison tanah dengan rumus
f. Memasukkan ke dalam rumus Harden untuk menentukan indeks warna Harden :
Harden=(Z A)+(Z B) (Tebal A B)
g. Menentukan kelas interval untuk mengetahui tngkat perkembangan tanah. Kelas Interval=Skor tertinggi−Skor terendah
Jumlah kelas(3)
VI. HASIL PRAKTIKUM
Nama
Tabel 2.2 Hasil perhitungan konversi dan indeks warna Harden. Nama
Profil III 600 1.200 1.200 1.000 800 25,26
Profil IV 500 800 900 45 - 17,01
Profil V 600 700 700 1000 1.950 23,02
Kelas Interval=Skor tertinggi−Skorterendah
3 Kelas Interval=25,26−10
3 Kelas Interval=5,09
Tingkat Perkembangan Tanah
Indeks Warna Harden Belum berkembang 10 – 15,09 Sedang berkembang 15,1 – 20,19
Berkembang lanjut 20,20 – 25,26
Tabel 2.4 Pembagian tingkat perkembangan tanah menggunakan indeks warna Harden.
Lokasi Profil Tanah Indeks Warna Harden Tingkat Perkembangan Tanah
Profil I 10 BB
Profil II 10 BB
Profil III 25,26 BL
Profil IV 17,01 SB
Profil V 5,09 BL
VII. PEMBAHASAN PRAKTIKUM 1. Profil I
0 cm
20 cm 80 cm
Horison A :
Konversi 10 = 10 Tebal Horison = 20
= 10 x 20 = 200
Horison B
Konversi 10 = 10 Tebal Horison = 60
= 10 x 600 = 600 Harden=(Z A)+(Z B)
(Tebal A B)
Harden=200+600
80 Harden=10
Tanah pada profil I memiliki indeks tanah yang belum berkembang dengan indeks warna Harden 10. Pada dasar teori di atas, menyatakan Lapisan I
10 YR2/1 Lapisan II
bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral. Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C. Tanah ini memiliki hue 10, value 2 dan 4, dan chroma 1. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya rendah sampai dengan sedang, yaitu 2 dan 4 dari 0 sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang baik pada lapisan I dan kandungan organik yang cukup pada lapisan II. Namun dalam lapisan I dan II dapat dikatakan tidak subur karena pada lapisan I memiliki tekstur pasir yang memiliki rasa kasar jelas, tidak membentuk bola dan gulungan, serta tidak melekat. Struktur tanah pada lapisan I berbutir tunggal dan lemah yaitu tipe struktur yang khas pada tanah bertekstur pasir. Rendahnya kadar lempung dan organik di dalam tanah bertekstur pasir menyebabkan tidak adanya gaya ikat antarpartikel pair sehingga tidak membentuk agrerat tanah. Sedangkan konsistensinya yaitu lepas atau tidak ada ikatan butir-butir tanah yang menunjukkan kurangnya kadar air dalam tanah yang mengikat. Sedangkan pada lapisan II teksturnya pasir kasar, struktur tanah di lapisan ini berbutir tunggal dan sangat lemah, serta lepas dan tidak lekat atau tanah tidak melekat pada jari tangan, langsung jatuh ketika pijitan dibuka.
2. Profil II 0 cm
20 cm
124 Lapisan I
10 YR3/1 Lapisan II
70 cm 100 cm
Horison A :
Konversi 10 = 10 Tebal Horison = 20
= 10 x 20 = 200
Horison B
Konversi 10 = 10 Tebal Horison = 50
= 10 x 50 = 600 Horison C :
Konversi 10 = 10 Tebal Horison = 30
= 10 x 30 = 300
Harden=(Z A)+(Z B)+(ZC) (Tebal A B C)
Harden=200+500+300
100 Harden=1 0
konsistensinya sangat gembur atau Bila dipijit mudah hancur. Pada lapisan II teksturnya pasir sedang, struktur tanah di lapisan ini berbutir tunggal dan lemah yaitu tipe struktur yang khas pada tanah bertekstur pasir. Rendahnya kadar lempung dan organik di dalam tanah bertekstur pasir menyebabkan tidak adanya gaya ikat antarpartikel pair sehingga tidak membentuk agrerat tanah, serta sangat gembur dan tidak lekat atau tanah tidak melekat pada jari tangan, langsung jatuh ketika pijitan dibuka. Sedangkan tanah pada lapisan ke-3 memiliki tekstur pasir kasar, struktur tanah di lapisan ini berbutir tunggal dan sangat lemah, serta konsitensinya lepas dan tidak lekat.
3. Profil III 0 cm
20 cm 60 cm
100 cm
150 cm 190 cm
Horison A :
Konversi 5 = 30 Tebal Horison = 20
= 30 x 20
Horison B
Konversi 5 = 30 Tebal Horison = 40
= 30 x 40 Lapisan I
5 YR4/2 Lapisan II
5 YR4/2 Lapisan III
5 YR5/3 Lapisan IV
7,5 YR5/3 Lapisan V
= 600 = 1.200 Horison C :
Konversi 5 = 30 Tebal Horison = 40
= 30 x 40 = 1.200
Horison D :
Konversi 7,5 = 20 Tebal Horison = 50
= 20 x 50 = 1.000 Horison E :
Konversi 7,5 = 20 Tebal Horison = 40
= 20 x 40 = 800
Harden=(Z A)+(Z B)+(ZC)+(ZC)+(ZD)+(ZE) (Tebal A B C DE)
Harden=600+1.200+1.200+1.0 00+800
19 0 Harden=25,26
4. Profil IV
Harden=2 3,02
Sedangkan tanah pada lapisan ke-3 memiliki tekstur geluh berlempung Struktur tanah di lapisan ini gumpal dan kuat dengan ciri vertikal lebih panjang dari sumbu horizontal dan sisi atas membulat, serta konsitensinya teguh dan lekat. Pada lapisan ke-4 memiliki tekstur geluh berlempung Struktur tanah di lapisan ini prismatik dan kuat dengan ciri vertikal lebih panjang dari sumbu horizontal dan sisi atas membulat, serta konsitensinya teguh dan lekat. Sedangkan lapisan ke-5 memiliki tekstur geluh berdebu yang mempunyai rasa licin, membentuk bola agak teguh dan gulungan, permukaan mengkilat, serta agak melekat. Struktur tanah di lapisan ini prismatik dan sedang, serta konsitensinya teguh dan lekat.
VIII. KESIMPULAN
1. Profil pertama dan kedua memiliki tingkat perkembangan belum berkembang.
2. Profil ketiga dan kelima memiliki tingkat perkembangan lanjut.
3. Profil keempat memiliki tingkat perkembangan yang sedang berkembang. 4. Profil pertama sampai dengan profil terakhir memiliki kandungan bahan
organik yang cukup baik apabila dilihat dari nilai valuenya.
5. Profil pertama dan kedua dapat dikatakan kurang subur dilihat dari tekstur, struktur, dan konsistensi tanahnya.
6. Profil ketiga sampai dengan kelima memiliki tekstur, struktur, dan konsistensi yang mendukung kesuburan tanah.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2011. Taksonomi Tanah 2010. Universitas Sumatera Utara. Diakses pada tanggal 14 April 2016 di www.repository.usu.ac.id
Anonim. 2011. Tingkat Perkembangan Tanah. Universitas Sumatera Utara. Diakses pada tanggal 10 April 2016 di www.repository.usu.ac.id
Sartohadi, Junun, dkk. 2004. Korelasi Spasial antara Tingkat Perkembangan Tanah dengan Tingkat Kerawanan Gerakan Massa di DAS Kayangan Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Forum Geografi vol. 18 no.1.