LAPORAN PRAKTIKUM GEOGRAFI TANAH
MENENTUKAN TINGKAT PERKEMBANGAN TANAH DENGAN INDEKS WARNA BUNTLEY WESTIN
DOSEN PENGAMPU : ARIF ASHARI, M. Sc
DISUSUN OLEH :
NAMA : AISYAH NURUL LATHIFAH
NIM : 15405241014
KELAS/KELOMPOK : A/01
ASISTEN PRAKTIKUM : DEWI RAHMAWATI
JURUSAN PENDIDIKAN GEOGRAFI FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA 2016
Menentukan Tingkat Perkembangan Tanah Dengan Indeks Warna Buntley Westin.
II. TUJUAN
1. Menentukan Tingkat Perkembangan Tanah Dengan Indeks Warna Buntley Westin..
III. DASAR TEORI
Warna tanah dalam Sugiharyanto, dkk (2009:53) ditentukan dengan membandingkan warna tanah tersebut dengan warna standar pada buku Munsell Soil Color Chart. Diagram warna baku ini disusun tiga variabel, yaitu: (1) hue, (2) value, dan (3) chroma. Hue adalah warna spektrum yang dominan sesuai dengan panjang gelombangnya. Value menunjukkan gelap terangnya warna, sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan. Chroma menunjukkan kemurnian atau kekuatan dari warna spektrum. Chroma didefinisikan juga sebagai gradasi kemurnian dari warna atau derajat pembeda adanya perubahan warna dari kelabu atau putih netral (0) ke warna lainnya (19).
Hue dalam Sugiharyanto, dkk (2009:53) dibedakan menjadi 10 warna, yaitu: (1) Y (yellow = kuning), (2) YR (yellow-red), (3) R (red = merah), (4) RP (red-purple), (5) P (purple = ungu), (6) PB (purple-brown), (7) B (brown = coklat), (8) BG (grown-gray), (9) G (gray = kelabu), dan (10) GY (gray-yellow). Selanjutnya setiap warna ini dibagi menjadi kisaran hue sebagai berikut: (1) hue = 0 – 2,5; (2) hue = 2,5 –5,0; (3) hue = 5,0 – 7,5; (4) hue = 7,5 – 10. Nilai hue ini dalam buku hanya ditulis: 2,5 ; 5,0 ; 7,5 ; dan 10.
Berdasarkan buku Munsell Soil Color Chart dalam Sugiharyanto, dkk (2009:54) nilai Hue dibedakan menjadi: (1) 5 R; (2) 7,5 R; (3) 10 R; (4) 2,5 YR; (5) 5 YR; (6) 7,5 YR; (7) 10 YR; (8) 2,5 Y; dan (9) 5 Y, yaitu mulai dari spektrum dominan paling merah (5 R) sampai spektrum dominan paling kuning (5 Y), selain itu juga sering ditambah untuk warna-warna tanah tereduksi (gley) yaitu: (10) 5 G; (11) 5 GY; (12) 5 BG; dan (13) N (netral).
dipantulkan). Nilai value pada lembar buku Munsell Soil Color Chart terbentang secara vertikal dari bawah ke atas dengan urutan nilai 2; 3; 4; 5; 6; 7; dan 8. Angka 2 paling gelap dan angka 8 paling terang.
Chroma dalam Sugiharyanto, dkk (2009:54) juga dibagi dari 0 sampai 8, dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Nilai chroma pada lembar buku Munsell Soil Color Chart dengan rentang horizontal dari kiri ke kanan dengan urutan nilai chroma: 1; 2; 3; 4; 6; 8. Angka 1 warna tidak murni dan angka 8 warna spektrum paling murni.
Proses perkembangan tanah adalah berkembangnya fase pembentukan tanah setelah masa pelapukan batuan dan atau dekomposisi bahan organik. Berdasarkan pada kondisi tanah tersebut maka proses perkembangannya dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu proses perkembangan tanah asasi dan proses perkembangan tanah khas (Sugiharyanto, dkk, 2009:30).
Tingkat perkembangan tanah dapat ditentukan berdasarkan indeks warna Westin, Hurts, dan Harden serta indeks profil. Indeks warna Buntley-Westin mengkonversi nilai hue dengan angka (10YR = 1, 7,5YR=2, 5YR=3, 2,5YR=4). Kemudian angka konversi hue tersebut dikalikan dengan chromanya. Dari hasil perolehan nilai kemudian dibuat skor untuk dijumlah dan dikelompokan ke dalam tingkat perkembangan tanah dengan 3 tingkat. Berdasarkan indeks warna Buntley-Westin maka diketahui tingkat perkembangan tanahnya bahwa semakin besar nilai indeks warna Buntley-Westin profil tanah semakin berkembang (Sartohadi, dkk, 2004:17-19).
Karena proses perkembangan tanah yang terus berjalan, maka bahan induk tanah berubah berturut-turut menjadi tanah muda, tanah dewasa, dan tanah tua. Menurut Hardjowigeno (1993) dalam Anonim (2011), ciri dari tingkat perkembangan tanah adalah sebagai berikut :
struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C.
b. Tanah dewasa (perkembangan sedang). Dimana pada proses lebih lanjut terbentuk horison B akibat penimbunan liat (iluviasi) dari lapisan atas ke lapisan bawah, atau terbentuknya struktur pada lapisan bawah, atau perubahan warna (Bw) yang menjadi lebih cerah dari pada horison C di bawahnya. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi tinggi karena unsur hara dalam tanah cukup tersedia sebagai hasil dari pelapukan mineral, sedangkan pencucian hara lebih lanjut.
c. Tanah tua (perkembangan lanjut), dengan meningkatnya unsur hara maka proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi perubahan yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat masam, sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada tanah dewasa.
IV. ALAT DAN BAHAN
Alat dan bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain :
a. Data sampel tanah Munsell Soil Color Chart yang telah diketahui ketebalan horison dan konversinya untuk dihitung kelas intervalnya.
b. Alat tulis untuk mencatat.
V. LANGKAH KERJA
Dalam praktikum pada kesempatan kali ini, langkah kerja yang digunakan adalah antara lain sebagai berikut :
a. Memperhatikan nilai yang terdapat pada setiap warna tanah dari sampel yang diamati, catat nilai yang diperoleh.
b. Mengkonversikan nilai hue yang diperoleh ke dalam nilai konversi Buntley Westin :
10 YR = 1 7,5 YR = 2 5 YR = 3 2,5 YR = 4
d. Mengalikan hasil pada langkah ketiga dengan tebal masing-masing horison.
e. Memasukkan hasil perhitungan ke dalam rumus Buntley Westin. Bw=(XA x Tebal horison A)+(XB x Tebal horison B)
(Tebal horison A+Tebal horison B)
f. Menentukan kelas interval untuk mengetahui tngkat perkembangan tanah. Kelas Interval=Skor tertinggi−Skor terendah
Jumlah kelas(3)
Nama Sampel Konversi
Lereng Tengah II 110 - 2
Lereng Tengah III 120 - 8
Lereng Tengah IV 48 - 6
Dataran Koluvial I 210 90 3
Dataran Koluvial II 140 60 2
Dataran Koluvial
Tabel 2.3 Pembagian perkembangan tanah Perbukitan Baturagung. Tingkat Perkembangan
Tabel 2.4 Pembagian tingkat perkembangan tanah menggunakan indeks warna Buntley Westin.
Dataran Koluvial I 3 BB
Dataran Koluvial II 2 BB
Dataran Koluvial III 2,4 BB
Lereng Kaki I 2 BB
Lereng Kaki II 8 BL
Lereng Kaki III 6 SB
Lereng Bawah I 2 BB
Lereng Bawah II 6 SB
Lereng Bawah III 3 BB
VII. PEMBAHASAN PRAKTIKUM 1. Puncak
tempat maka suhunya semakin rendah. Pada suhu yang dingin, tanaman sulit untuk bertahan hidup khususnya di Indonesia sendiri yang memiliki iklim tropis.
2. Lereng Atas
Tanah pada lereng atas dan tengah memiliki indeks tanah yang belum berkembang dengan nilai indeks warna Bw 4. Pada dasar teori di atas, menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral. Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C. Tanah di lereng atas dan tengah memiliki horison A. Hal ini sesuai dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada horizon A sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi teguh hingga sangat teguh. Tanah ini memiliki tingkat perkembangan tanah yang belum berkembang karena masil dalam ketinggian tertentu dimana tanaman dipengaruhi suhu suatu tempat.
3. Lereng Tengah I
pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C. Tanah pada sampel I memiliki horison A. Hal ini sesuai dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada horizon A sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi teguh hingga sangat teguh. Sampel ini berada di lereng tengah. Walaupun masih berada di ketinggian yang cukup tinggi, tumbuhan pada lereng ini lebih banyak dibandingkan tumbuhan bagian puncak dan lereng atas. 4. Sampel II
sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi teguh hingga sangat teguh. Sampel ini berada di lereng tengah. Walaupun masih berada di ketinggian yang cukup tinggi, tumbuhan pada lereng ini lebih banyak dibandingkan tumbuhan bagian puncak dan lereng atas. 5. Sampel III
Tanah pada lereng bawah III memiliki indeks tanah yang berkembang lanjut dengan nilai indeks warna Bw 8. Pada dasar teori di atas mengatakan bahwa tanah mengalami peningkatan unsur hara sehingga proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi perubahan yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat masam, sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada tanah dewasa. Tanah pada sampel III memiliki horison A. Hal ini sesuai dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada horizon A sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi teguh hingga sangat teguh. Sampel ini berada di lereng tengah. Walaupun masih berada di ketinggian yang cukup tinggi, tumbuhan pada lereng ini lebih banyak dibandingkan tumbuhan bagian puncak dan lereng atas. 6. Lereng Tengah IV
menyatakan bahwa tanah tersebut melalui proses lebih lanjut dimana terbentuk horison B akibat penimbunan liat (iluviasi) dari lapisan atas ke lapisan bawah, atau terbentuknya struktur pada lapisan bawah, atau perubahan warna (Bw) yang menjadi lebih cerah dari pada horison C di bawahnya. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi tinggi karena unsur hara dalam tanah cukup tersedia sebagai hasil dari pelapukan mineral, sedangkan pencucian hara lebih lanjut. Tanah pada sampel IV memiliki horison A. Hal ini sesuai dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada horizon A sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi teguh hingga sangat teguh. Sampel ini berada di lereng tengah. Walaupun masih berada di ketinggian yang cukup tinggi, tumbuhan pada lereng ini lebih banyak dibandingkan tumbuhan bagian puncak dan lereng atas.
7. Dataran Koluvial I 70 cm
30 cm
Horison A :
Konversi 10 = 1
Horison B
Konversi 10 = 1 Horison A
10 YR4/3 Horison B
= 1 x chroma = 1 x 3
= 3 x tebal horison = 3 x 70
= 210
= 1 x chroma = 1 x 3
= 3 x tebal horison = 3 x 30
= 90 Bw=(XA x Tebal horison A)+(XB x Tebal horison B)
(Tebal horison A+Tebal horison B)
Bw=(210)+ (90) (70+30)
Bw=3
chroma 3. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya sedang, yaitu 4 dari 0 sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang cukup baik. berkembang dengan nilai indeks warna Bw 2. Pada dasar teori di atas, menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral. Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut Horison A
10 YR2/2 Horison B
(sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C. Tanah di dataran koluvial II memiliki dua horison, yaitu A dan B. Hal ini sesuai dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran. Sedangkan horizon B adalah sub horizon tanah yang terbentuk dari adanya pencucian (elluviasi) koloid liat dan atau koloid organik pada horizon A sehingga terbentuk horizon Albik, kemudian ditimbun pada horizon yang ada dibawahnya (illuviasi) atau horizon B. Dengan demikian Horizon B ialah horizon tanah di bawah permukaan, bertekstur gumpal atau prismatik atau tiang berwarna lebih kelam dari horizon lainnya, dan berkonsistensi teguh hingga sangat teguh. Berdasarkan topografi yang ada, dataran koluvial mengalami proses deposisi dan erosi sehingga mineral pada tanah menghilang sehingga tanah dikatakan belum berkembang. Tanah ini memiliki hue 10, value 2 pada horison A dan 3 pada horison B, dan chroma 2. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya rendah, yaitu 2 dan 3 dari 0 sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang baik.
9. Dataran Koluvial III 70 cm
30 cm Horison A
10 YR2/3 Horison B
Horison A :
penyusun mengalami pelapukan yang dipindahkan melalui gerakan massa. Fragmen-fragmen di daerah ini kemudian diendapkan baik di atas ataupun di bawah kerucut tersebut sehingga mineral pada tanah menghilang sehingga tanah dikatakan belum berkembang. Tanah ini memiliki hue 10, value 2 pada horison A dan 3 pada horison B, dan chroma 3 pada horison A serta 1 pada horison A. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya rendah, yaitu 2 dan 3 dari 0 sapai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang baik.
10. Lereng kaki I 15 cm
Horison A :
Konversi 10 = 1
= 1 x chroma = 1 x 2
= 2 x tebal horison = 2 x 15
= 30
Bw=(XA x Tebal horison A)+(XB x Tebal horison B) (Tebal horison A+Tebal horison B)
Bw=30
15 Bw=2
Tanah pada lereng kaki I memiliki indeks tanah yang belum berkembang dengan nilai indeks warna Bw 2. Pada dasar teori di atas, Horison A
menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral. Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C. Tanah di lereng kaki I memiliki dua horison, yaitu A. Hal ini sesuai dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran. Tanah ini memiliki hue 10, value 3, dan chroma 2. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya rendah, yaitu 3 dari 0 sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang baik. Pada lereng kaki memiliki cukup tanaman karena tempat ini lebih rendah ketinggiannya dibanding lereng tengah.
11. Lereng kaki II 15 cm
Horison A :
Konversi 7,5 = 2
= 2 x chroma = 2 x 4
= 8 x tebal horison = 8 x 15
= 120 Horison A
Bw=(XA x Tebal horison A)+(XB x Tebal horison B) (Tebal horison A+Tebal horison B)
Bw=120
15 Bw=8
Tanah pada lereng kaki II memiliki indeks tanah yang berkembang lanjut dengan nilai indeks warna Bw 8. Pada dasar teori di atas mengatakan bahwa tanah mengalami peningkatan unsur hara sehingga proses pembentukan profil tanah berjalan lebih lanjut sehingga terjadi perubahan yang nyata pada horison A dan horison B. Tanah menjadi sangat masam, sangat lapuk, dan kandungan bahan organik lebih rendah daripada tanah dewasa. Tanah di lereng kaki II memiliki horison A. Hal ini sesuai dengan proses pembentukan horizon A permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran. Tanah ini memiliki hue 7,5, value 2, dan chroma 3. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya rendah, yaitu 2 dari 0 sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang baik. Pada lereng kaki memiliki cukup tanaman karena tempat ini lebih rendah ketinggiannya dibanding lereng tengah.
12. Lereng kaki III 25 cm
Horison A :
Konversi 7,5 = 2
= 2 x chroma = 2 x 3
= 6 x tebal horison = 6 x 25
= 150
Bw=(XA x Tebal horison A)+(XB x Tebal horison B) (Tebal horison A+Tebal horison B)
Bw=150
25 Bw=6
cukup baik. Pada lereng kaki memiliki cukup tanaman karena tempat ini lebih rendah ketinggiannya dibanding lereng tengah.
13. Lereng bawah I 25 cm
Horison A :
Konversi 10 = 1
= 1 x chroma = 1 x 2
= 2 x tebal horison = 2 x 25
= 50
Bw=(XA x Tebal horison A)+(XB x Tebal horison B) (Tebal horison A+Tebal horison B)
Bw=50
25 Bw=2
Tanah pada lereng bawah I memiliki indeks tanah yang belum berkembang dengan nilai indeks warna Bw 2. Pada dasar teori di atas menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral. Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C. Tanah di lereng bawah I memiliki horison A dimana proses pembentukan permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran. Tanah ini memiliki hue 10, value 4, dan chroma 2. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana Horison A
makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya sedang, yaitu 4 dari 0 sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang cukup baik. Pada lereng bawah, memiliki banyak tanaman karena semakin rendah ketinggian tempat, suhunya normal dan tanaman tumbuh dengan baik.
14. Lereng bawah II 25 cm
Horison A :
Konversi 7,5 = 2
= 2 x chroma = 2 x 3
= 6 x tebal horison = 6 x 25
= 150
Bw=(XA x Tebal horison A)+(XB x Tebal horison B) (Tebal horison A+Tebal horison B)
Bw=150
25 Bw=6
Tanah pada lereng bawah II memiliki indeks tanah yang sedang berkembang dengan nilai indeks warna Bw 6. Pada dasar teori di atas menyatakan bahwa tanah tersebut melalui proses lebih lanjut dimana terbentuk horison B akibat penimbunan liat (iluviasi) dari lapisan atas ke lapisan bawah, atau terbentuknya struktur pada lapisan bawah, atau perubahan warna (Bw) yang menjadi lebih cerah dari pada horison C di bawahnya. Pada tingkat ini tanah mempunyai kemampuan berproduksi tinggi karena unsur hara dalam tanah cukup tersedia sebagai hasil dari pelapukan mineral, sedangkan pencucian hara lebih lanjut. Tanah di lereng Horison A
bawah II memiliki horison A dimana proses pembentukan permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran. Tanah ini memiliki hue 7,5, value 2, dan chroma 3. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya rendah, yaitu 2 dari 0 sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang baik. Pada lereng bawah, memiliki banyak tanaman karena semakin rendah ketinggian tempat, suhunya normal dan tanaman tumbuh dengan baik.
15. Lereng bawah III 15 cm
Horison A :
Konversi 10 = 1
= 1 x chroma = 1 x 3
= 3 x tebal horison = 3 x 15
= 45
Bw=(XA x Tebal horison A)+(XB x Tebal horison B) (Tebal horison A+Tebal horison B)
Bw=45
15 Bw=3
Tanah pada lereng bawah III memiliki indeks tanah yang belum berkembang dengan nilai indeks warna Bw 3. Pada dasar teori di atas menyatakan bahwa tanah tersebut terjadi melalui proses pembentukan Horison A
tanah terutama proses pelapukan bahan organik dan bahan mineral. Pencampuran bahan organik dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan struktur tanah karena pengaruh dari bahan organik tersebut (sebagai perekat). Hasilnya adalah pembentukan horison A dan horison C. Tanah di lereng bawah III memiliki horison A dimana proses pembentukan permukaan tanahnya memiliki mineral yang berwarna gelap, berstruktur gembur, bertekstur sedang hingga kasar, konsistensinya lepas hingga agak teguh, dan memiliki banyak perakaran. Tanah ini memiliki hue 10, value 3, dan chroma 3. Berdasarkan dasar teori di atas, YR menunjukan bahwa tanah tersebut berwarna yellow-red, makin tinggi value menunjukkan warna makin terang (makin banyak sinar yang dipantulkan), dan dimana makin tinggi chroma menunjukkan kemurnian spektrum atau kekuatan warna spektrum makin meningkat. Tanah ini memiliki warna yang memiliki tingkat kecerahannya rendah, yaitu 3 dari 0 sampai dengan 8 sehingga dapat dikatakan bahwa tanah ini memiliki kandungan bahan organik yang baik. Pada lereng bawah, memiliki banyak tanaman karena semakin rendah ketinggian tempat, suhunya normal dan tanaman tumbuh dengan baik.
VIII. KESIMPULAN
1. Pada puncak, lereng atas, lereng tengah I, lereng tengah II, dataran koluvial I, dataran koluvial II, dataran koluvial III, lereng kaki I, lereng bawah I, dan lereng bawah III termasuk kategori tanah yang tingkatannya masih belum berkembang.
2. Lereng tengah III dan lereng kaki II merupakan tanah yang memiliki tingkat perkembangan tanah yang berkembang lanjut.
3. Lereng tengah IV, lereng kaki III, dan lereng bawah II merupakan daerah yang memiliki tingkat perkembangan tanah yang sedang berkembang. 4. Secara umum, tanah pada daerah-daerah tersebut ada atau tidaknya
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. (-). Tingkat Perkembangan Tanah. Universitas Sumatera Utara. Diakses pada tanggal 10 April 2016 di www.repository.usu.ac.id
Sartohadi, Junun, dkk. 2004. Korelasi Spasial antara Tingkat Perkembangan Tanah dengan Tingkat Kerawanan Gerakan Massa di DAS Kayangan Kabupaten Kulon Progo Daerah Istimewa Yogyakarta. Forum Geografi vol. 18 no.1.