• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS POTENSI PAJAK NEGARA DI INDONESIA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS POTENSI PAJAK NEGARA DI INDONESIA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS POTENSI PAJAK NEGARA DI INDONESIA AMRIL ARIFIN

STIE-YPUP MAKASSAR ABSTRAK

Pajak merupakan sumber pemasukan utama yang potensinya dipertimbangkan dalam setiap penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) yang digunakan untuk membelanjai pengeluaran negara, baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi Pajak di Indonesia melalui variabel-variabel tingkat efisiensi, tingkat pertumbuhan, tingkat kontribusi, dan matriks potensi pajak negara di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Realisasi Penerimaan Pajak Negara, sedangkan periodesasi data penelitian mencakup dari tahun 2003 hingga tahun 2008. Jenis-jenis pajak tersebut adalah Pajak Non Migas, Pajak Migas, PPN, PBB, Pajak BPHTB, Cukai, Pajak Lainya, Bea Masuk dan Pajak Ekspor.

Kata Kunci: Pajak Negara, efisinsi, tingkat pertumbuhan, tingkat kontribusi, potensi pajak

PENDAHULUAN

Setiap tahun pemerintah menyiapkan anggaran keuangan yang disebut Anggaran Pendapatan dan Belanja yang mempunyai fungsi sebagai kebijakan keuangan pemerintahan dalam memperoleh dan mengeluarkan uang yang digunakan untuk menjalankan pemerintahan. Anggaran ini memperlihatkan jumlah pendapatan dan belanja yang diantisipasikan dalam tahun berikut. Dalam unsur pendapatan yang paling utama dan penting adalah pendapatan yang berasal dari pajak, selain dari pada itu berasal dari sumber lain yang dinamakan “Pendapatan Negara Bukan Pajak” (PNBP) dan hibah. PNBP merupakan pendapatan negara yang paling banyak jenisnya termasuk yang dinamakan “retribusi.”

Pendapatan negara yang disebutkan dalam anggaran keuangan tediri dari berbagai penerimaan yang bermacam-macam yang dikategorikan di anggaran pendapatan dalam tiga jenis jaitu Pajak, Penerimaan Negara bukan Pajak (PNBP) dan Hibah. Yang terakhir jumlahnya sangat kecil dan hampir tidak berperan. Pajak yang paling penting terdiri dari Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai. Di banyak negara kedua jenis pajak ini juga merupakan yang paling besar. PNBP merupakan penerimaan yang tidak termasuk pajak, tetapi dalam banyak hal beberapa diantaranya tidak banyak berbeda dengan pajak seperti Penerimaan dari sumber daya alam terutama dari hasil minyak. Hasil minyak dan gas bumi merupakan hasil dari “bagi hasil” (product sharing) yang banyak persamaannya dengan pajak; di beberapa negara penerimaan yang seperti ini terkadang digolongkan sebagai pajak.

Dari uraian di atas, maka penulis tertarik utuk meneliti bagaimana potensi efisiensi, pertumbuhan, kontribusi dan matriks potensi dari berbagai jenis pajak di Indonesia.

(2)

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi Pajak di Indonesia melalui variabel-variabel tingkat efisiensi, tingkat pertumbuhan, tingkat kontribusi, dan matriks potensi pajak di Indonesia.

LANDASAN TEORI Pengertian Pajak

Seperti disebutkan sebelumnya pajak merupakan bagian yang terbesar dari pendapatan Negara. Pajak menurut Pasal 1 UU No.28 Tahun 2007 tentang Ketentuan umum dan tata cara perpajakan adalah "kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang Undang, dengan tidak mendapat timbal balik secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Pajak adalah pungutan yang dilakukan oleh pemerintah untuk kepentingan rakyat yang beragam., termasuk keamanan, pelayanan kesehatan, pendidikan, pengaturan lalu lintas, penggunaan jalan dan jembatan, berbagai jenis perizinan dan sebagainya. Peran dari anggaran pendapatan belanja sangat penting demi untuk menentukan “harga” jasa pemerintah yang harus dibayar rakyat, dan menertibkan pengenaan pajak, retribusi ataupun pungutan lain.

Ciri-Ciri Pajak

Adadpun Ciri-ciri pajak antara lain:

 Pajak dipungut berdasarkan undang-undang. Asas ini sesuai dengan perubahan ketiga UUD 1945 pasal 23A yang menyatakan "pajak dan pungutan lain yang bersifat memaksa untuk keperluan negara diatur dalam undang-undang."

 Tidak mendapatkan jasa timbal balik (kontraprestasi perseorangan) yang dapat ditunjukkan secara langsung.

 Pemungutan pajak diperuntukkan bagi keperluan pembiayaan umum pemerintah dalam rangka menjalankan fungsi pemerintahan, baik rutin maupun pembangunan.

 Pemungutan pajak dapat dipaksakan. Pajak dapat dipaksakan apabila wajib pajak tidak memenuhi kewajiban perpajakan dan dapat dikenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan.

Indonesia, masalah pajak secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat (2) UUD 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu UU perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak. Asas utama yang paling sering digunakan oleh negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:

 Asas domisili, negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang bersangkutan berkedudukan di negara itu.

 Asas sumber, negara akan mengenakan pajak atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak

(3)

itu diperoleh atau diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-sumber yang berada di negara itu.

 Asas kebangsaan, landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari orang atau badan yang memperoleh penghasilan.

Lembaga Pemungut Pajak

Di tinjau dari segi Lembaga Pemungut Pajak dapat di bagi menjadi dua jenis yaitu: 1. Pajak Negara

Pajak Negara yang berlaku sampai saat ini adalah: 1). Pajak Dalam Negeri:

1.a.Pajak Penghasilan (PPh):  Non Migas

 Migas

1.b.Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 1.c.Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

1.d.Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) 1.e.Cukai

1.f. Pajak Lainnya

2). Pajak Perdagangan Internasional: a. Bea Masuk

b. Pajak Ekspor 2. Pajak Daerah

Pajak daerah dibagi menjadi 2 bagian, yaitu: 2.a.1) Pajak propinsi, terdiri dari:

1.a.Pajak kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air.

1.b. Bea balik nama kendaraan bermotor dan kendaraan di atas air. 1.c.Pajak bahan bakar kendaraan bermotor.

1.d. Pajak pengambilan dan pemanfaatan air bawah tanah dan air permukaan. 2). Pajak kabupaten/kota; terdiri dari:

a. Pajak hotel. b. Pajak restoran. c. Pajak hiburan d. Pajak reklame

e. Pajak penerangan jalan.

f. Pajak pengambilan bahan galian golongan C g. Pajak parkir

h. Pajak lain-lain.

METODE RISET Data Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Realisasi Penerimaan Pajak Negara yang dikelola oleh Kantor Badan Pusat Statistik yang diterbitkan dari Laporan Bank Indonesia. Periodesasi data penelitian mencakup dari tahun 2003 sampai dengan tahun

(4)

2008. Jenis-jenis pajak tersebut adalah Pajak Non Migas, Pajak Migas, PPN, PBB, Pajak BPHTB, Cukai, Pajak Lainya, Bea Masuk dan Pajak Ekspor.

Perumusan Variabel

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel yang digunakan oleh Muyanto (2002) dan Riyardi dkk (2002) dalam menganalisis potensi pajak. Adapun variabel-variabel tersebut adalah:

a. Collection Ratio, dengan rumus:

Realisasi x 100% CR = Collection Ratio CR = anggaran/target

Realisasi: Anggaran yang benar-benar terjadi Anggaran/target: Anggaran yang direncanakan b. Tingkat Pertumbuhan, dengan rumus:

x – (x – 1) Growth =

x – 1

Growth: Rerata perubahan realisasi pajak dari tahun ke tahun x : Rerata tingkat pertumbuhan sesudah

x – 1: Rerata tingkat pertumbuhan sebelum

c. Tingkat Kontribusi / Pajak terhadap total pajak, dengan rumus: Rerata Pajak X x 100%

Kontribusi =

Rerata Total Pajak

Kontribusi : Rerata perubahan realisasi pajak dari tahun ke tahun dibandingkan dengan rerata total pajak.

Rerata pajak x : Rerata pajak x dari tahun ke tahun Rerata total pajak : Rerata total pajak dari tahun ke tahun

d. Matriks Potensial Pajak yang ditentukan dari tingkat pertumbuhan dan kontribusi pajak. Teknik Analisis Data

Teknik yang dilakukan dalam melakukan analisis data adalah sebagai berikut:

a. Melakukan perhitungan terhadap tingkat efisiensi pajak dengan menggunakan Collection Ratio. Apabila rasio CR kurang dari 100 persen maka berarti pemerintah tidak mampu memenuhi target, tetapi apabila rasio CR suatu jenis pajak di atas atau sama dengan 100 persen maka berarti pemerintah mampu memenuhi target anggaran yang direncanakan. Semakin tinggi realisasi dibandingkan potensinya, berarti semakin terlihat adanya kemampuan pada negara untuk melaksanakan pemungutan pajak. Dalam penelitian ini digunakan patokan rasio CR lebih besar 100 persen, yaitu untuk disebut memiliki potensi untuk melaksanakan target anggaran pajak, berarti realisasi penerimaan pajak minimal 100 persen dari target anggarannya (Mulyanto, 2002).

(5)

b. Melakukan perhitungan tehadap tingkat pertumbuhan pajak. Apabila tingkat pertumbuhan pajak negatif maka dikatakan tidak potensial, tetapi apabila tingkat pertumbuhan positif maka dikatakan potensial. Suatu pajak harus menunjukkan pertumbuhan positif atau mengalami kenaikan penerimaan dari tahun ke tahun (Mulyanto, 2002).

c. Perhitungan tingkat kontribusi dari setiap jenis pajak terhadap total pajak. Potensi kontribusi dilihat dari tingkat kontribusi pajak yang cukup besar. Dalam penelitian ini diambil rata-rata tingkat kontribusi dari sembilan pajak sebagai tolok ukur. Jika pajak lebih kecil dari rata-rata kontribusi maka dikategorikan tidak potensial, tetapi jika tingkat kontribusi lebih besar dari rata-rata tingkat kontribusi maka dikatakan potensial. Perhitungan ini dilakukan dengan mengembangkan penelitian Mulyanto (2002).

d. Menentukan apakah objek pajak tersebut masuk dalam kategori prima, potensial, berkembang, atau terbelakang. Metode perhitungan ini dikembangkan dari yang sudah dilakukan oleh Mulyanto (2002). Kriteria dilakukan sesuai dengan hasil pengukuran yang dilakukan dengan matriks potensi pajak sebagai berkiut:

1). Pajak Prima, jika tingkat pertumbuhan positif dan kontribusinya potensial.

Pajak Prima artinya pemerintah mempunyai struktur perpajakan perpajakan yang cukup matang dalam mengelola jenis pajak tersebut dan merupakan sektor andalan negara bersangkutan sehingga memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan Negara dan tingkat pertumbuhannya semakin meningkat atau cenderung stabil.

2). Pajak Potensial, jika tingkat pertumbuhan negatif, dan kontribusinya potensial

Pajak Potensial yaitu pajak tersebut berpeluang menjadi andalan bagi pemerintah karena memberikan kontribusi yang besar namun karena pengelolaan yang belum baik menyebabkan pertumbuhannya tidak stabil.

3). Pajak Berkembang, jika tingkat pertumbuhan positif, dan kontribusinya tidak potensial. Pajak Berkembang yaitu tingkat pertumbuhan jenis pajak tersebut semakin meningkat atau cenderung stabil namun karena bukan sektor andalan sehingga memberikan kontribusi yang sedikit bagi penerimaan Negara.

4). Pajak Terbelakang, jika tingkat pertumbuhan negatif dan kontribusinya tidak potensial. Pajak Terbelakang artinya pajak tersebut tidak bisa dilaksanakan oleh pemerintah, sehingga sebaiknya tidak dipungut karena bila dilihat dari segi nominalnya tidak memadai dan diperlukan perbaikan sedikian rupa.

Analisis Data dan Pembahasan

Banyaknya jenis pajak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 9 (Sembilan) pajak negara. Pajak-pajak tersebut adalah: Pajak Non Migas, Pajak Migas, PPN, PBB, Pajak BPHTB, Cukai, Pajak Lainya, Bea Masuk dan Pajak Ekspor.

Perhitungan Nilai Collection Ratio (CR)

Tingkat efisiensi / CR adalah keterkaitan antara potensi, target dan realisasi dalam pencapaian pos-pos pajak dengan membandingkan antara target dan realisasi anggaran dari tahun anggaran 2003 hingga 2008 terhadap pajak Negara di Indonesia.

Tabel 1

(6)

TAHUN MIGAS MIGASNON PPN PBB BPHTB CUKAI LAINNYAPAJAK MASUKBEA EksporPajak 2003 92.09 104.51 101.6 1 111.27 0.01 100.51 94.35 96.05 97.458 2004 85.63 99.40 117.2 2 116.55 91.70 102.57 101.85 105.12 88.43 2005 98.17 94.38 98.66 52.83 93.74 103.11 93.27 89.93 32.45 2006 94.65 111.64 92.59 114.90 72.59 98.05 88.30 89.38 87.70 2007 90.65 118.07 101.6 2 107.71 150.10 106.29 100.66 115.82 139.28 2008 99.65 143.56 107.2 6 100.35 93.62 112.10 90.46 127.74 121.69 Rata-Rata 93.47 111.93 103.1 6 100.60 83.63 103.77 94.82 104.01 94.50

Sumber: data sekunder diolah

Dari hasil perhitungan CR terhadap pajak yang disajikan pada tabel 1, dapat dilihat bahwa jenis pajak negara di Indonesia yang mempunyai nilai CR kurang dari 100 persen adalah pajak non migas ( tahun 2003 hingga tahun 2008), pajak migas (tahun 2004 dan tahun 2005), pajak PPN (tahun 2005 dan tahun 2006), PBB (tahun 2005), BPHTB (tahun 2003 hingga tahun 2006, dan tahun 2008), cukai (tahun 2006), pajak lainnya (tahun 2003, 2005, 2006 dan 2008), bea masuk (tahun 2003, 2005 dan 2006) dan pajak ekspor (tahun 2003 hingga tahun 2006).

Dari tabel tersebut dapat diketahui bahwa yang mempunyai niali CR minimal 100 persen adalah pajak migas (tahun 2003, 2006 hinnga 2008), PPN (tahun 2003, 2004, 2007 dan 2008), PBB (tahun 2003, 2004, 2006 hingga 2008), BPHTB (tahun 2007), cukai (tahun 2003 hingga 2005, 2007 dan 2008), pajak lainnya (tahun 2004 dan 2007), bea masuk (tahun 2004, 2007 dan 2008) dan pajak ekspor (tahun 2007 dan 2008).

Rata-rata pajak non migas, BPHTB, pajak lainnya dan pajak ekspor berada di bawah 100 persen, sehingga pemerintah tidak mampu memenuhi target pajak non migas, BPHTB, pajak lainnya dan pajak ekspor. Rata-rata pajak migas, PPN, PBB, cukai dan bea masuk melebihi 100 persen, sehingga pemerintah mampu memenuhi target pajak migas, PPN, PBB, cukai dan bea masuk.

Perhitungan Nilai Pertumbuhan

Tingkat pertumbuhan jenis pajak yang merupakan rerata realisasi jenis pajak dapat dilihat pada tabel 2 di bawah ini:

Tabel 2

(7)

TAHUN MIGAS MIGASNON PPN PBB BPHTB CUKAI PAJAKLAINX MASUKBEA EksporPajak 2003 0.14 0.09 0.18 0.59 0.34 0.13 0.13 0.05 (0.004) 2004 0.01 0.21 0.33 0.03 0.27 0.11 0.13 0.14 0.30 2005 0.45 0.53 (0.01 ) (0.39) 10.46 0.14 0.10 0.20 0.07 2006 0.18 0.23 0.21 2.36 (0.07) 0.14 0.12 (0.19) 2.43 2007 0.17 0.02 0.26 0.14 0.87 0.18 0.20 0.38 2.88 2008 0.29 0.75 0.36 0.07 (0.06) 0.15 0.11 0.36 2.20 0.21 0.30 0.22 0.46 1.97 0.14 0.13 0.16 1.31

Sumber: data sekunder diolah

Berdasarkan hasil perhitungan pertumbuhan didapatkan :

a. Pertumbuhan pajak non migas pada tabel 2 dapat diketahui bahwa hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan positif sebesar 0.21 persen.

b. Pertumbuhan pajak migas berdasarkan hasil perhitungan rata-ratanya positif sebesar 0.30 persen.

c. Pertumbuhan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) diketahui bahwa hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan positif sebesar 0.22 persen.

d. Pertumbuhan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) diketahui bahwa hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan positif sebesar 0.46 persen.

e. Pertumbuhan Pajak BPHTB diketahui bahwa hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan positif sebesar 1.97 persen.

f. Pertumbuhan Pajak Cukai diketahui bahwa hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan positif sebesar 0.14 persen.

g. Pertumbuhan Pajak lainnya diketahui bahwa hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan positif sebesar 0.13 persen.

h. Pertumbuhan bea masuk diketahui bahwa hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan positif sebesar 0.16 persen.

i. Pertumbuhan Pajak Ekspor diketahui bahwa hasil perhitungan rata-rata pertumbuhan positif sebesar 1.31 persen.

Berdasarkan hasil perhitungan terhadap rata-rata pertumbuhan jenis pajak, maka diketahui bahwa semua jenis pajak mengalami tingkat pertumbuhan positif.

Perhitungan Nilai Kontribusi

Tingkat kontribusi adalah proporsi jenis pajak terhadap total penerimaan pajak dapat dilihat pada tabel 3 dibawah ini:

(8)

Tabel 3

PENGHITUNGAN TINGKAT KONTRIBUSI

Jenis Pajak

NON

MIGAS MIGAS PPN PBB BPHTB CUKAI PAJAKLAINX MASUKBEA EKSPORPAJAK

3.50 0.93 2.74 0.40 0.08 0.78 0.05 0.42 0.09

Sumber: data sekunder diolah

Berdasarkan perhitungan atas kontribusi jenis pajak terhadap total penerimaan pajak maka diketahui bahwa baik pajak non migas, migas, PPN, cukai dan bea masuk merupakan pajak yang potensial. Sedangkan PBB, BPHTB, pajak lainnya dan pajak ekspor merupakan pajak yang tidak potensial.

Penentuan Matriks Potensi

Matriks potensi merupakan skala penilaian terhadap potensi pajak negara, digunakan untuk mengukur perbedaan potensi jenis pajak.

Tabel 4

MATRIKS POTENSI MATRIKS POTENSI 1. Non Migas PRIMA

2. Migas PRIMA

3. PPN PRIMA

3.PBB BERKEMBANG 4. BPHTB BERKEMBANG

5. Cukai PRIMA

6. Pajak Lainnya BERKEMBANG 7. Bea Masuk PRIMA 8. Pajak Ekspor BERKEMBANG Sumber: data sekunder di olah

Berdasarkan matriks potensi pada tabel 4 diketahui bahwa pajak non migas, migas, PPN, cukai dan bea masuk termasuk kategori pajak prima, yang artinya negara mempunyai struktur perpajakan yang cukup matang dalam mengelola jenis pajak tersebut dan merupakan sektor andalan negara sehingga memberikan kontribusi yang besar bagi penerimaan negara dan tingkat pertumbuhannya semakin meningkat atau cenderung stabil.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), BPHTB, pajak lainnya dan pajak ekspor termasuk kategori pajak berkembang, yang artinya tingkat pertumbuhan jenis pajak tersebut semakin meningkat atau cenderung stabil namun karena bukan sektor andalan sehingga memberikan kontribusi yang sedikit bagi penerimaan negara.

(9)

Hasil analisis potensi pajak negara di Indonesia memberikan beberapa kesimpulan: 1. Potensi efisiensi pajak negara di Indonesia yang mengalami kenaikan yaitu pajak non migas, migas, PPN, cukai, bea masuk dan pajak ekspor. Sedangkan yang mengalami penurunan potensi efisiensi pajak yaitu PBB, BPHTB dan pajak lainnya.

2. Potensi pertumbuhan pajak negara rata-rata mengalami peningkatan. Kondisi ini dimungkinkan karena perekonomian negara sudah mulai membaik.

3. Potensi kontribusi pajak negara di Indonesia sebagian besar mengalami penurunan, tetapi kontribusinya untuk penerimaan negara ternyata mengalami perubahan, hal ini dimungkinkan karena pos-pos penerimaan negara lain selain pajak meningkat baik dalam jumlah jenis penerimaan dan jumlah rupiah penerimaan lainnya.

4. Tingkat matriks potensi pajak negara di Indonesia sebagian besar stabil. Sebagian besar potensi pajak negara di Indonesia menunjukkan pertumbuhan positif dan berpotensi memberikan kontribusi kepada penerimaan Negara.

DAFTAR PUSTAKA

Dedy Haning,Wirawan EndroDwi Radianto,2005, Potensi Pajak Daerah Di Kota Yogyakarta, Jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan,Vol.1 No.1 Februari 2005, Fak.Ekonomi Univ.Kristen Duta Wacana,Yogyakarta.

Mulyanto, 2002, Potensi Pajak Daerah di Kawasan Subosuka Wonostraten Propinsi Jawa Tengah-Regional University Research on Decentralization in Indonesia, The IRIS Center of The University Research Corporation International University of Maryland. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan

antara Pemerintah Pusat dan Daerah.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.

Riyardi,Agung, 2002, Potensi Pajak dan Retribusi Daerah di Kabupaten Sukoharjo-Regional University Research on Decentralization in Indonesia, The IRIS Center of The University Research Corporation International University of Maryland.

(10)

Referensi

Dokumen terkait

Efisiensi kultur antera yang terkait dengan produksi tanaman hijau dinyatakan dalam rasio tanaman hijau (TH) terhadap jumlah kalus menghasilkan tanaman (KMT) dan

Setelah diuji dengan memberikan pukulan untuk mematahkan benda uji (cara yang sering digunakan oleh QC PT. Benda uji getas, mudah patah. Hasil patahan menunjukkan

Bahwa benar dengan demikian Terdakwa telah bertindak seolah-olah sebagai pemilik dengan menggadaikan 1 (satu) unit mobil Toyota Kijang LGX wama biru metalik Nopol B

IPA adalah salah satu alat analisis yang digunakan untuk mengetahui atribut-atribut dengan kinerja yang baik, maupun atribut-atribut yang perlu peningkatan dan penanganan

Sebagai tambahan, konstruk laten tidak dapat diukur secara langsung (bersifat laten) dan membutuhkan indikator-indikator untuk mengukurnya. Indikator-indikator tersebut

Berdasarkan uraian di atas, menarik untuk dikaji melalui suatu studi mikro, bagaimanakah pengambilan keputusan suami-istri keluarga petani dalam menentukan jumlah keluarga

(berpengaruh terhadap masyarakat luas). Tujuan dari konseling feminis adalah untuk merubah tatanan sosial yang bias gender. Sehingga proses konseling berarti tidak hanya

• Pengirisan merupakan fitur canggih dalam Python, dan menjadi semakin lebih baik karena kita dapat menetapkan sebuah karakter atau nilai di pada irisan..