• Tidak ada hasil yang ditemukan

VII-1 RPIJM KOTA BANJARBARU 2016-2021

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "VII-1 RPIJM KOTA BANJARBARU 2016-2021"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

7.1. Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

7.1.1. Arahan Kebijakan Sektor Pengembangan Kawasan Permukiman

Arahan kebijakan sector pengembangan permukiman merupakan amanat yang telah ditetapkan dalam kebijakan nasional untuk penyediaan dan pemenuhan permukiman penduduk yang layak dan sehat, sebagaimana yang tertuang didalam peraturan perundangan yang telah ditetapkan, yaitu :

1) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional

Misi pembangunan nasional yang terkait dengan pembangunan dan pengembangan permukiman dalam RPJMN Tahun 2007 adalah Terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan, ditandai oleh hal-hal sebagai berikut :

a) Terpenuhi kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukungnya bagi seluruh masyarakat yang didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka panjang yang berkelanjutan, efisien, dan akuntabel untuk mewujudkan kota tanpa permukiman kumuh.

b) Terwujudnya lingkungan perkotaan dan perdesaan yang sesuai dengan kehidupan yang baik, berkelanjutan, serta mampu memberikan nilai tambah bagi masyarakat.

Sementara itu arahan pembangunan nasional sesuai dengan misi pembangunan nasional Terwujudnya pembangunan yang lebih merata dan berkeadilan adalah :

a) Pengembangan wilayah diselenggarakan dengan memerhatikan potensi dan peluang keunggulan sumberdaya darat dan/atau laut di setiap wilayah, serta memerhatikan prinsip pembangunan berkelanjutan dan daya dukung lingkungan. Tujuan utama pengembangan wilayah adalah peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat serta pemerataannya.

(2)

Rencana pembangunan dijabarkan dan disinkronisasikan ke dalam rencana tata ruang yang konsisten, baik materi maupun jangka waktunya.

c) Percepatan pembangunan dan pertumbuhan wilayah-wilayah strategis dan cepat tumbuh didorong sehingga dapat mengembangkan wilayah-wilayah tertinggal di sekitarnya dalam suatu sistem wilayah pengembangan ekonomi yang sinergis, tanpa mempertimbangkan batas wilayah administrasi, tetapi lebih ditekankan pada pertimbangan keterkaitan mata rantai proses industri dan distribusi. Upaya itu dapat dilakukan melalui pengembangan produk unggulan daerah, serta mendorong terwujudnya koordinasi, sinkronisasi, keterpaduan dan kerja sama antar sektor, antar pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam mendukung peluang berusaha dan investasi di daerah.

d) Keberpihakan pemerintah ditingkatkan untuk mengembangkan wilayah wilayah tertinggal dan terpencil sehingga wilayah-wilayah tersebut dapat tumbuh dan berkembang secara lebih cepat dan dapat mengurangi ketertinggalan pembangunannya dengan daerah lain. Pendekatan pembangunan yang perlu dilakukan, selain dengan pemberdayaan masyarakat secara langsung melalui skema pemberian dana alokasi khusus, termasuk jaminan pelayanan publik dan keperintisan, perlu pula dilakukan dilakukan penguatan keterkaitan kegiatan ekonomi dengan wilayah-wilayah cepat tumbuh dan strategis dalam satu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’.

e) Wilayah-wilayah perbatasan dikembangkan dengan mengubah arah kebijakan pembangunan yang selama ini cenderung berorientasi inward looking menjadi outward looking sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan perdagangan dengan negara tetangga. Pendekatan pembangunan yang dilakukan, selain menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan, juga diperlukan pendekatan kesejahteraan. Perhatian khusus diarahkan bagi pengembangan pulau pulau kecil di perbatasan yang selama ini luput dari perhatian.

(3)

dalam pengelolaan, serta mempertimbangkan pembangunan yang berkelanjutan melalui :

1) Penerapan manajemen perkotaan yang meliputi optimasi dan pengendalian pemanfaatan ruang serta pengamanan zona penyangga di sekitar kota inti dengan penegakan hukum yang tegas dan adil, serta peningkatan peran dan fungsi kota-kota menengah dan kecil di sekitar kota inti agar kota-kota tersebut tidak hanya berfungsi sebagai kota tempat tinggal (dormitory town) saja, tetapi juga menjadi kota mandiri; 2) Pengembangan kegiatan ekonomi kota yang ramah lingkungan seperti

industri jasa keuangan, perbankan, asuransi, dan industri telematika serta peningkatan kemampuan keuangan daerah perkotaan; dan

3) Revitalisasi kawasan kota yang meliputi pengembalian fungsi kawasan melalui pembangunan kembali kawasan; peningkatan kualitas lingkungan fisik, sosial, budaya; serta penataan kembali pelayanan fasilitas publik, terutama pengembangan sistem transportasi masal yang terintegrasi antarmoda.

h) Peningkatan keterkaitan kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan dengan kegiatan ekonomi di wilayah perdesaan didorong secara sinergis (hasil produksi wilayah perdesaan merupakan backward linkages dari kegiatan ekonomi di wilayah perkotaan) dalam suatu ‘sistem wilayah pengembangan ekonomi’. Peningkatan keterkaitan tersebut memerlukan adanya perluasan dan diversifikasi aktivitas ekonomi dan perdagangan (nonpertanian) dipedesaan yang terkait dengan pasar di perkotaan.

(4)

dan human capital yang belum tergali potensinya sehingga kawasan perdesaan tidak semata-mata mengandalkan sumber daya alam saja; intervensi harga dan kebijakan perdagangan yang berpihak ke produk pertanian, terutama terhadap harga dan upah.

j) Rencana tata ruang digunakan sebagai acuan kebijakan spasial bagi pembangunan di setiap sektor, lintas sektor, maupun wilayah agar pemanfaatan ruang dapat sinergis, serasi, dan berkelanjutan. Rencana Tata Ruang Wilayah disusun secara hierarki. Dalam rangka mengoptimalkan penataan ruang perlu ditingkatkan (a) kompetensi sumber daya manusia dan kelembagaan di bidang penataan ruang, (b) kualitas rencana tata ruang, dan (c) efektivitas penerapan dan penegakan hukum dalam perencanaan, pemanfaatan, maupun pengendalian pemanfaatan ruang.

k) Peningkatan kerja sama antardaerah akan terus ditingkatkan dalam rangka memanfaatkan keunggulan komparatif maupun kompetitif setiap daerah; menghilangkan ego pemerintah daerah yang berlebihan; serta menghindari timbulnya inefisiensi dalam pelayanan publik. Pembangunan kerja sama antardaerah melalui sistem jejaring antardaerah akan sangat bermanfaat sebagai sarana berbagi pengalaman, berbagi keuntungan dari kerja sama, maupun berbagi tanggung jawab pembiayaan secara proporsional, baik dalam pembangunan dan pemeliharaan sarana dan prasarana maupun dalam pembangunan lainnya.

l) Sistem ketahanan pangan diarahkan untuk menjaga ketahanan dan kemandirian pangan nasional dengan mengembangkan kemampuan produksi dalam negeri yang didukung kelembagaan ketahanan pangan yang mampu menjamin pemenuhan kebutuhan pangan yang cukup di tingkat rumah tangga, baik dalam jumlah, mutu, keamanan, maupun harga yang terjangkau, yang didukung oleh sumber-sumber pangan yang beragam sesuai dengan keragaman lokal.

(5)

dan masyarakat yang tinggal di wilayah terpencil, tertinggal, dan wilayah bencana.

o) Pemenuhan perumahan beserta prasarana dan sarana pendukungnya diarahkan pada :

• Penyelenggaraan pembangunan perumahan yang berkelanjutan,

memadai, layak, dan terjangkau oleh daya beli masyarakat serta didukung oleh prasarana dan sarana permukiman yang mencukupi dan berkualitas yang dikelola secara profesional, kredibel, mandiri, dan efisien;

• Penyelenggaraan pembangunan perumahan beserta prasarana dan

sarana pendukungnya yang mandiri mampu membangkitkan potensi pembiayaan yang berasal dari masyarakat dan pasar modal, menciptakan lapangan kerja, serta meningkatkan pemerataan dan penyebaran pembangunan; dan

• Pembangunan pembangunan perumahan beserta prasarana dan sarana

pendukungnya yang memperhatikan fungsi dan keseimbangan lingkungan hidup.

p) Pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat yang berupa air minum dan sanitasi diarahkan pada :

• Peningkatan kualitas pengelolaan aset (asset management) dalam

penyediaan air minum dan sanitasi;

• Pemenuhan kebutuhan minimal air minum dan sanitasi dasar bagi

masyarakat;

• Penyelenggaraan pelayanan air minum dan sanitasi yang kredibel dan

profesional;

• Penyediaan sumber-sumber pembiayaan murah dalam pelayanan air

minum dan sanitasi bagi masyarakat miskin.

(6)

peningkatan pemahaman tentang pentingnya mewujudkan hak-hak dasar rakyat. Kebijakan penanggulangan kemiskinan juga diarahkan pada peningkatan mutu penyelenggaraan otonomi daerah sebagai bagian dari upaya pemenuhan hak-hak dasar masyarakat miskin.

Berdasarkan RPJMN Tahap 3 (2015-2019) menyatakan bahwa pemenuhan kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan sarana pendukung bagi seluruh masyarakat terus meningkat, sehingga kondisi tersebut mendorong terwujudnya kota tanpa permukiman kumuh pada awal tahapan RPJMN berikutnya.

2) Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Pasal 3 UU UU No. 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman menyatakan bahwa tujuan diselenggarkannya Perumahan dan kawasan permukiman untuk :

a) Memberikan kepastian hukum dalam penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman;

b) Mendukung penataan dan pengembangan wilayah serta penyebaran penduduk yang proporsional melalui pertumbuhan lingkungan hunian dan kawasan permukiman sesuai dengan tata ruang untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan, terutama bagi MBR;

c) Meningkatkan daya guna dan hasil guna sumber daya alam bagi pembangunan perumahan dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan, baik di kawasan perkotaan maupun kawasan perdesaan;

d) Memberdayakan para pemangku kepentingan bidang pembangunan perumahan dan kawasan permukiman;

e) Menunjang pembangunan di bidang ekonomi, sosial, dan budaya; dan

f) Menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, teratur, terencana, terpadu, dan berkelanjutan.

Sementara itu pada pasal 4 mengamanatkan bahwa ruang lingkup penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman juga mencakup penyelenggaraan perumahan (butir c), penyelenggaraan kawasan permukiman (butir d), pemeliharaan dan perbaikan (butir e), serta pencegahan dan peningkatan kualitas terhadap perumahan kumuh dan permukiman kumuh (butir f).

3) Undang-Undang No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun

Pada pasal 15 UU No. 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun mengamanatkan bahwa pembangunan rumah susun umum, rumah susun khusus, dan rumah susun negara merupakan tanggung jawab pemerintah. Pembangunan rumah susun bertujuan untuk :

(7)

4. Peraturan Presiden No. 15 Tahun 2010 tentang Percepatan Penanggulangan Kemiskinan

Peraturan ini menetapkan salah satunya terkait dengan penanggulangan kemiskinan yang diimplementasikan dengan penanggulangan kawasan kumuh.Arah kebijakan penanggulangan kemiskinan nasional berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang, demikian juga untuk arah kebijakan penanggulangan kemiskinan daerah berpedoman pada Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah.

Strategi percepatan penanggulangan kemiskinan dilakukan dengan : a. mengurangi beban pengeluaran masyarakat miskin;

b. meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin; c. mengembangkan dan menjamin keberlanjutan Usaha Mikro dan Kecil; d. mensinergikan kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menetapkan target yang harus dicapai dalam bidang pekerjaan umum dan tata ruang, sementara itu untuk bidang permukiman target yang harus dicapai adalah :

1. Tersedianya jalan yang memudahkan masyarakat perindividu melakukan perjalanan sebesar 100 % pada tahun 2014

2. Berkurangnya luasan permukiman kumuh di kawasan perkotaan sebesar 10 % pada tahun 2014

7.1.2. Kondisi Eksisting

A. Kawasan Permukiman Kumuh Kemuning

(8)

B. Kawasan Permukiman Loktabat Utara

(9)

D. Kawasan Pendukung Pusat Pemerintahan Provinsi

(10)

E. Kawasan Permukiman Cempaka

(11)

Banjarbaru dan Tim Konsultan RPKPP Kota Banjarbaru dapat dilihat pada gambar berikut.

G. Kawasan Permukiman Landasan Ulin

(12)

7.1.3. Potensi, Permasalahan dan Tantangan

Beberapa hal tersebut yang merupakan potensi, permasalahan dan tantangan dalam pembangunan permukiman dan infrastruktur perkotaan di wilayah Kota Banjarbaru.

(13)
(14)

7.1.5. Usulan Kebutuhan Program

! "!###$%&

' ( )

) * + ,

-) ./

!

0 $

1 $

0 + /

0 0

+ 1

! " #$

% & "$ '("

(15)

%%

" '#"

! " #$ +,

%%

" '#"

! " #$ +,

%%% !

! " #$

- ('

%%% &#!#. +, - ('

- ('

%%%

&#!# / $ ,'" ' 0 1 ! " #$

- ('

- ('

%%%

! '" & * " ! " #$

(16)

! "!###$%&

' ( )

) * + ,

-) ./

- ('

%2

# ! " #$ "$('

%2

$ ' # * ' ! " #$ # #3

$ ' # * ' ! ! " #$ # #3 !

# /#' ) / " "#

, * ' #

$ ' # * ' ! ! " #$ # #3 !

4 . $ 4 . $ 4 . $

$ ' # * ' ! ! " #$ # #3 !

(17)

# * ' ! ! " #$ # #3

! 4 . $ 4 . $ 4 . $

,#. "5 ! $ ' # * ' ! !

" #$ # #3

! # .# 4 . $ ,# #

$ ' # * ' ! ! " #$ # #3 !

# /#'

3 . %%%

) / " "#

, * ' #

,#. "5 ! $ ' # * ' ! !

" #$ # #3

! #

/#' 3 . %%%

) / " "#

, * ' #

676 $ '

# * ' ! ! " #$ # #3

! #

3 . %%%

) / " "#

(18)
(19)

" #$ ! # #3

9

* ) " '

,#. "5 ! $ ' # * ' ! " #$

! # #3 9

! * ) " '

%2 $#

" #$ "$('

%2

# ! " #$ + * &

2

# ! " #$ " !

2

(20)

7.2. Sektor Penataan Bangunan Dan Lingkungan

7.2.1. Arahan Kebijakan Sektor Penataan Bangunan dan Lingkungan

Penataan bangunan dan lingkungan adalah serangkaian kegiatan yang diperlukan sebagai bagian dari upaya pengendalian pemanfaatan ruang, terutama untuk mewujudkan lingkungan binaan, baik di perkotaan maupun di perdesaan, khususnya wujud fisik bangunan gedung dan lingkungannya. Kebijakan penataan bangunan dan lingkungan mengacu pada Undangundang dan peraturan antara lain:

1) UU No.1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman

UU No. 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman memberikan amanat bahwa penyelenggaraan penyelenggaraan perumahan dan kawasan permukiman adalah kegiatan perencanaan, pembangunan, pemanfaatan, dan pengendalian, termasuk di dalamnya pengembangan kelembagaan, pendanaan dan sistem pembiayaan, serta peran masyarakat yang terkoordinasi dan terpadu. Pada UU No. 1 tahun 2011 juga diamanatkan pembangunan kaveling tanah yang telah dipersiapkan harus sesuai dengan persyaratan dalam penggunaan, penguasaan, pemilikan yang tercantum pada rencana rinci tata ruang dan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL).

2) UU No. 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

UU No. 28 tahun 2002 memberikan amanat bangunan gedung harus diselenggarakan secara tertib hukum dan diwujudkan sesuai dengan fungsinya, serta dipenuhinya persyaratan administratif dan teknis bangunan gedung. Persyaratan administratif yang harus dipenuhi adalah:

a. Status hak atas tanah, dan/atau izin pemanfaatan dari pemegang hak atas tanah; b. Status kepemilikan bangunan gedung; dan

c. Izin mendirikan bangunan gedung.

Persyaratan teknis bangunan gedung melingkupi persyaratan tata bangunan dan persyaratan keandalan bangunan. Persyaratan tata bangunan ditentukan pada RTBL yang ditetapkan oleh Pemda, mencakup peruntukan dan intensitas bangunan gedung, arsitektur bangunan gedung, dan pengendalian dampak lingkungan. Sedangkan, persyaratan keandalan bangunan gedung mencakup keselamatan, kesehatan, keamanan, dan kemudahan. UU No. 28 tahun 2002 juga mengamatkan bahwa dalam penyelenggaraan bangunan gedung yang meliputi kegiatan pembangunan, pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran, juga diperlukan peran masyarakat dan pembinaan oleh pemerintah.

3) PP 36/2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

(21)

dan Lingkungan

Sebagai panduan bagi semua pihak dalam penyusunan dan pelaksanaan dokumen RTBL, maka telah ditetapkan Permen PU No. 06/PRT/M/2007 tentang Pedoman Umum Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan. Dalam peraturan tersebut, dijelaskan bahwa RTBL disusun pada skala kawasan baik di perkotaan maupun perdesaan yang meliputi kawasan baru berkembang cepat, kawasan terbangun, kawasan dilestarikan, kawasan rawan bencana, serta kawasan gabungan dari jenis-jenis kawasan tersebut. Dokumen RTBL yang disusun kemudian ditetapkan melalui peraturan walikota/bupati.

5) Permen PU No.14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang

Permen PU No: 14 /PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang mengamanatkan jenis dan mutu pelayanan dasar Bidang Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. Pada Permen tersebut dilampirkan indikator pencapaian SPM pada setiap Direktorat Jenderal di lingkungan Kementerian PU beserta sektor-sektornya.

7.2.2. Kondisi Eksisting

Kondisi sektor penataan bangunan dan lingkungan di Kota Banjarbaru yang meliputi 3 kegiatan yaitu kegiatan pembinaan teknis bangunan dan gedung, kegiatan penataan bangunan dan lingkungan serta kegiatan pemberdayaan masyarakat di perkotaan, yang sudah tertangani dan dilaksanakan adalah kegiatan penataan lingkungan permukiman, dengan kondisi sebagai berikut:

A. Kegiatan Bangunan Gedung dan Fasilitasnya

(22)

B. Kegiatan Penataan Bangunan Dan Lingkungan

Kegiatan penataan bangunan dan lingkungan yang telah dilaksanakan dengan baik, yaitu berupa kegiatan penataan Ruang Terbuka Hijau dan penyusunan RTBL.

Kondisi dan prosentase ruang terbuka hijau di Kota Banjarbaru sangat baik. Hal tersebut karena Pemerintah Kota Banjarbaru melalui dinas terkait cukup memberikan perhatian baik terhadap kebutuhan ruang terbuka hijau untuk skala kota, lingkungan dan kawasan.

Pembangunan ruang terbuka hijau di Kota Banjarbaru melalui RPI2JM Bidang Cipta Karya pada tahun 2010 sampai dengan 2015 telah memberikan kontribusi yang cukup baik diantaranya pembangunan RTH Makam Hasan Basry. Dengan penataan lingkungan yang baik serta pusat Kota Banjarbaru yang asri maka Kota Banjarbaru mendapatkan penghargaan Adipura.

(23)

I Bangunan Gedung

…. m

II

Penataan Bangunan dan Lingkungan Strategis

…. m2

III

Revitalisasi Kawasan Tematik Perkotaan

…. Kawasan

IV Pengembangan

RTH …. m

2

V

Fasilitasi Ruang terbuka Publik/ Edukasi dan Partisipasi Masy.

…. Kecamatan

(24)

7.2.4. Usulan Kebutuhan Program

! "!###$%&

' ( )

) * +

,

-) ./

2 / .

3#"4 5#$6##$###

!

0 $

1 $

0 + /

0 0

0 /1 0 0

2 / .

3#"7 35$"##$### 2 / .

3#"8 "5$4##$### 2 / .

3#3# 7$8##$### 2 / .

3#3" "5$"##$### /

67$7##$###

) '

(25)

1! / 9 ) ) / 9

11!

) ) : /

+,

%%

&#!# 0 -0 . "

) ' ) #

+,

%%

&#!#

,' "-. ( )

' ) # +,

111 !

( :

;

9 )

0 :

(26)

! "!###$%&

' ( )

) * +

,

-) ./

%%%

,' " ! !

* )

' ) # - ('

%%% : ! * ' ! # '

. ! ' ! - ('

%%%

: ! * ' ! '" )

' ) # - ('

%%%

! 75 *# ! "/ ) '

) # - ('

%%% *(*

0# 3 + " - ('

%%% ) # $#'

(27)

%%% " 1 * !

$ ! - ('

%%%

!'" !

' #! 3 '

) # - ('

1 !

9 )

0 : 3

%2 # ) #

8 # #! $

%2 # ) #

8 # / #

%2

# ) #

8 # ' ! ) 1

%2

# ) #

(28)
(29)

,#. "5 ! ' , $ ' " ! ,'" ' ! ) "

" ,& !# +((" ! *

! *

#"

' ! ($' '

' " ) / " "# ' " ($' ' ' "

,#. "5 ! ' !

($' ' ' " ) / " "# ' " ($' ' ' "

' ! ($' '

' " /#' ) / " "# ' " ($' ' ' "

,#. "5 ! ' !

($' ' ' " /#' ) / " "# ' " ($' ' ' "

0 ) ! 6 !' !

; ! ' % '

,# #

4 . $

,# #

&#!# 676 ! 6 !' ! ; ! '

% ' ,# #

4 . $

(30)

! "!###$%&

' ( )

) * +

,

-) ./

' ! 6 !' !

; ! ' % '

,# #

4 . $

,# #

,#. "5 ! ' ! 6 !' ! ; ! '

% ' ,# #

4 . $

,# #

0 ) ! 4 . ' ) "$ !

*

4 . $ *

&#!# 676 ! 4 . ' ) "$ *

4 . $

(31)

' ! 4 . ' ) "$ *

4 . $

*

,#. "5 ! ' ! 4 . ' ) "$ *

4 . $

*

2

' ) #

! 0 ) 1

2 ' ) #

! " ' !

1!

* :

( ;

( )

(32)
(33)
(34)
(35)

2%

' !

6 !' !

; ! ' !

&#!# 6 ! 676 ! " ! ( *

% ' ,

# < .# )+%= 4 . $ ,# # !

' !

" ! ( *

% ' , # < .#

)+%= 4 . $ ,# # !

,#. "5 ! ' ! " ! ( *

% ' , # < .#

)+%= 4 . $ ,# # !

1 1!

< : :

(

) 9 )

:

(36)

! "!###$%&

' ( )

) * +

,

-) ./

2%% ' & "*# ! >(" ! % )

1 '

2%% : ! * ' ! > ' 0# " #$ # * $

(37)

SPAM adalah badan usaha milik negara (BUMN)/ badan usaha milik daerah (BUMD), koperasi, badan usaha swasta, dan/atau kelompok masyarakat yang melakukan penyelenggaraan pengembangan sistem penyediaan air minum. Penyelenggaraan SPAM dapat melibatkan peran serta masyarakat dalam pengelolaan SPAM berupa pemeliharaan, perlindungan sumber air baku, penertiban sambungan liar, dan sosialisasi dalam penyelenggaraan SPAM. Beberapa peraturan perundangan yang menjadi dasar dalam pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM) antara lain:

1) Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air

Pada pasal 40 mengamanatan bahwa pemenuhan kebutuhan air baku untuk air minum rumah tangga dilakukan dengan pengembangan sistem penyediaan air minum (SPAM). Untuk pengembangan sistem penyediaan air minum menjadi tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah.

2) Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Program Jangka Panjang (RPJP) Tahun 2005-2025

Perundangan ini mengamanatkan bahwa kondisi sarana dan prasarana masih rendah aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan.

3) Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

Bahwa Pengembangan SPAM adalah kegiatan yang bertujuan membangun, memperluas dan/atau meningkatkan sistem fisik (teknik) dan non fisik (kelembagaan, manajemen, keuangan, peran masyarakat, dan hukum) dalam kesatuan yang utuh untuk melaksanakan penyediaan air minum kepada masyarakat menuju keadaan yang lebih baik. Peraturan tersebut juga menyebutkan asas penyelenggaraan pengembangan SPAM, yaitu asas kelestarian, keseimbangan, kemanfaatan umum, keterpaduan dan keserasian, keberlanjutan, keadilan, kemandirian, serta transparansi dan akuntabilitas.

4) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 20/PRT/M/2006 tentang Kebijakan dan Strategi Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum

(38)

5) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang

Peraturan ini menjelaskan bahwa tersedianya akses air minum yang aman melalui Sistem Penyediaan Air Minum dengan jaringan perpipaan dan bukan jaringan perpipaan terlindungi dengan kebutuhan pokok minimal 60 liter/orang/hari. SPAM dapat dilakukan melalui sistem jaringan perpipaan dan/atau bukan jaringan perpipaan. SPAM dengan jaringan perpipaan dapat meliputi unit air baku, unit produksi, unit distribusi, unit pelayanan, dan unit pengelolaan. Sedangkan SPAM bukan jaringan perpipaan dapat meliputi sumur dangkal, sumur pompa tangan, bak penampungan air hujan, terminal air, mobil tangki air, instalasi air kemasan, atau bangunan perlindungan mata air. Pengembangan SPAM menjadi kewenangan/ tanggung jawab Pemerintah dan Pemerintah Daerah untuk menjamin hak setiap orang dalam mendapatkan air minum bagi kebutuhan pokok minimal sehari-hari guna memenuhi kehidupan yang sehat, bersih, dan produktif sesuai dengan peraturan perundangundangan, seperti yang diamanatkan dalam PP No. 16 Tahun 2005. Pemerintah dalam hal ini adalah Direktorat Pengembangan Air Minum, Ditjen Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang perumusan dan pelaksanaan kebijakan, penyusunan produk pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta fasilitasi di bidang pengembangan sistem penyediaan air minum. Adapun fungsinya antara lain mencakup:

• Menyusun kebijakan teknis dan strategi pengembangan sistem penyediaan air minum; • Pembinaan teknik, pengawasan teknik dan fasilitasi pengembangan sistem penyediaan air

minum termasuk

penanggulangan bencana alam dan kerusuhan sosial;

• Pengembangan investasi untuk sistem penyediaan air minum;

• Penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan

peran serta masyarakat di bidang air minum.

7.3.2. Isu Strategis Sektor Air Minum

Isu strategis pada sektor Pengembangan Air Minum di Kota Banjarbaru adalah: 1. Penyediaan air bersih non perpipaan di perkotaan

2. Tingkat pelayanan air bersih non perpipaan

(39)
(40)

SPAM Ibu Kota

Wilayah Ibukota Kota Banjarbaru, pelayanan air minum berasal dari 1 sistem pelayanan, yaitu pelayanan PDAM (perpipaan) Kondisi masing – masing pelayanan akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Jaringan Perpipaan

(41)
(42)

SPAM IKK

Di wilayah Kota Banjarbaru, pelayanan air minum berasal dari 1 sistem pelayanan, yaitu pelayanan PDAM (perpipaan) Kondisi masing – masing pelayanan akan dijelaskan sebagai berikut :

a. Jaringan Perpipaan

(43)

b. Jaringan Non Perpipaan

Untuk pelayanan air minum non perpipaan di wilayah Kota Banjarbaru, berdasarkan data dari Dinas Pekerjaan Umum Kota Banjarbaru dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

7.3.4. Permasalahan dan Tantangan Sektor Air Minum

Seperti yang tergambar pada paparan diatas, PDAM Intan Banjar secara umum mempunyai beban permasalahan sebagain berikut :

1. Masih rendahnya kualitas air yang dihasilkan oleh PDAM Intan Banjar

Rendahnya kualitas air yang dihasilkan tidak signifikan, hal ini dikarenakan WTP/Pengolahan air masih belum memilki atap sehingga waktu matahari terik, tidak bisa terbentuk flok-flok maka dari itu waktu pengendapan menjadi lambat dan air yang dihasilkan masih keruh.

2. Penurunan Kapasitas Intake

Air baku yang digunakan pada PDAM Intan Banjar di IPA II Pinus menggunakan air irigasi riam kanan, sehingga pada saat perawatan/pembersihan saluran irigasi, terjadi penurunan kapasitas hingga 70%, dan ketika air pertama keluar setelah perawatan sangat kotor, maka dari itu mempengaruhi operasional pengolahan air.

3. Perubahan Kualitas Air

Pada saat musim kemarau terjadi perubahan pada kualitas air sehingga kualitas air baku sebagai sumber olahan PDAM Intan Banjar kualitas nya masih belum memadai salah satunya dikarenakan tingkat kekeruhan yang masih tinggi. Hal ini menyebabkan besarnya beban biaya operasional serta kapasitas pengolahan tidak dapat maksimal dioperasionalkan.

4. Kebocoran yang Masih Tinggi

(44)

7.3.5. Sasaran Program

NO. URAIAN SASARAN

PROGRAM

Kapasitas Terpasang …..

Lt/Detik

Kapasitas Terpasang …..

(45)

' ( )

) * + ,

-) ./

2 / .

3#"4 "$###$###

!

0 $

1 $

0 + /

0 0

1 1 , 1

1 1

2 / .

3#"7 "#$7##$###

2 / .

3#"8 "#$=##$###

2 / .

3#3#

2 / .

3#3"

/

3"$3##$###

% & "$ '("

(46)
(47)

# ' % !' * ! (* 3 - ' < 3 . %%%= % #! %2

) / " "#

' " ' (! - ' $

,#. "5 ! # ' % !' * ! (* 3

- ' < 3 . %%%= % #! %2

) / " "#

(48)

7.4. Sektor Pengembangan Plp 7.4.1. Sub Sektor Air Limbah A. Arahan Kebijakan

Beberapa peraturan perundangan yang mengatur pengelolaan air limbah, antara lain: 1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Pedoman Penyusunan RPI2-JM Bidang Cipta Karya Pembangunan dan penyediaan air minum dan sanitasi diarahkan untuk mewujudkan terpenuhinya kebutuhan dasar masyarakat serta kebutuhan sektor-sektor terkait lainnya, seperti industri, perdagangan, transportasi, pariwisata, dan jasa sebagai upaya mendorong pertumbuhan ekonomi.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

3. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum.

Peraturan ini mengatur penyelenggaraan prasarana dan sarana air limbah permukiman secara terpadu dengan penyelenggaraan sistem penyediaan air minum.

4. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan. 5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Mensyaratkan tersedianya sistem air limbah setempat yang memadai dan tersedianya sistem air limbah skala komunitas/kawasan/kota.

6. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup No. 02/MENKLH/I/1998 tentang Pedoman Penetapan Baku Mutu Lingkungan

Mengamanatkan bahwa Pengolahan yang dilakukan terhadap air buangan dimaksudkan agar air buangan tersebut dapat dibuang ke badan air penerima menurutstandar yang diterapkan, yaitu standar aliran (stream standard) dan standar efluen (effluent standard). Mengacu pada Permen PU Nomor. 08/PRT/M/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum maka Direktorat Pengembangan Penyehatan Lingkungan Permukiman mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas pokok Direktorat Jenderal Cipta Karya di bidang kebijakan, pengaturan, perencanaan, pembinaan, pengawasan, pengembangan dan standardisasi teknis di bidang air limbah, drainase dan persampahan permukiman.

(49)

c. pembinaan investasi di bidang air limbah dan persampahan;

d. penyusunan norma, standar, prosedur dan kriteria serta pembinaan kelembagaan dan peran serta masyarakat di bidang air limbah, drainase dan persampahan; dan e. pelaksanaan tata usaha direktorat.

Mengacu pada kebijakan tersebut, sektor penyehatan lingkungan permukiman Kota Banjarbaru sub sektor air limbah mengarahkan pada:

1. Pembangunan IPAL kawasan

2. Pembangunan IPLT TPA Hutan Panjang 3. Pembangunan Sanimas

4. Pembangunan Prasarana Sarana Air Limbah kawasan RSH 5. Sistem Setempat dan Sistem Komunal

B. Isu Strategis

Pengelolaan limbah cair sangat tergantung pada kebiasaan/perilaku dan cara berpikir masyarakat, yang tidak lepas dari masalah kesejahteraan. Kebiasaan turun temurun dan masih kurangnya informasi mengenai kesehatan lingkungan menjadi sebab penduduk masih membuang limbah cair rumah tangganya ke saluran drainase yang pada ujungnya masuk/mengalir ke sungai. Sementara itu, sebagian besar septic tank yang dimilki masyarakat belum memenuhi standar kesehatan lingkungan sehingga secara teknis fungsinya hampir tidak berbeda dengan jamban cubluk biasa.

Penurunan kualitas badan air pada Kota Banjarbaru semakin menjadi ancaman serius oleh kontribusi dari kegiatan-kegiatan usaha yang berkembang dengan pesat seiring dengan kemajuan pembangunan daerah. Isu atau permasalahan strategis yang dihadapi dalam pengelolaan limbah cair di Kota Banjarbaru, baik dari aspek teknis maupun aspek non teknis dapat diurutkan sebagai berikut :

1) Masih banyak masyarakat menggunakan WC Helikopter atau WC cemplung (khususnya masyarakat yang hidup di tepian sungai);

2) Masih minimnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya pengurasan lumpur tinja secara berkala agar tidak mencemari lingkungan sekitarnya;

(50)

4) Alokasi anggaran pembangunan sektor air limbah masih sangat terbatas, belum menjadi prioritas utama dalam perencanaan pembangunan daerah.

5) Belum memadainya instrumen Perda untuk memastikan dukungan bagi penegakan pengelolaan air limbah yang ramah lingkungan,

6) Koordinasi pembangunan antar SKPD terkait masih kurang bersinergi satu dengan yang lainnya, terutama dalam penentuan lokasi dan waktu dan pelaksanaan kegiatan

7) Belum ada standarisasi tempat penampungan limbah (septic tank) yang memenuhi standar teknis dan berwawasan lingkungan.

8) Belum ada kerjasama dengan dunia usaha untuk penyediaan sarana / infrastruktur pengelolaan air limbah

9) Saluran pembuangan air limbah rumah tangga masih menyatu dengan saluran drainase dan akhirnya masuk ke badan air seperti sungai.

C. Kondisi Eksisting

Kondisi umum sistem pengelolaan air limbah domestik di Kota Banjarbaru secara teknis dilakukan dengan 2 cara yaitu :

a. Sistem Setempat (on site system)

merupakan sistem pengolahan limbah dimana fasilitas instalasi pengolahan berada didalam pensil atau batas tanah yang dimiliki. Sistem pengolahan setempat yang umum dijumpai di Kota Banjarbaru adalah mempergunakan tangki septik. Namun tidak seluruh jamban yang dimiliki masyarakat Kota Banjarbaru telah memenuhi standar tangki septik yang benar. Di beberapa lokasi, dijumpai masyarakat yang masih mempergunakan cubluk untuk pembuangan limbah tinja, atau bahkan dibuang ke sungai, baik secara langsung atau melalui pipa (plengsengan).

Dari tempat penampungan tersebut (tangki septik), limbah tinja disedot dan diangkut dengan mobil tangki tinja untuk dibuang ke instalasi pengolahan lumpur tinja (IPLT) milik Pemerintah Kota Banjarbaru yang berada di Kelurahan Cempaka Kecamatan Cempaka. Namun pengelolaan tempat pembuangan lumpur tinja ini belum memenuhi atau sesuai dengan prosedur operasional IPLT yang diharapkan, kondisi ini terjadi karena proses pengeolaan lumpur tinja hanya dibiarkan secara alami tanpa ada penanganan. Minimnya peralatan dan tidak tersedianya biaya operasional menjadi kendala utama dalam pengelolaan IPLT tersebut.

(51)

Selatan, tetapi belum menjangkau seluruh permukiman padat sehingga perlu juga kita lakukan pengadaannya di lokasi-lokasi lain.

b. Sistem Terpusat ( off site system )

adalah sistem suatu pengelolaan air limbah dengan mempergunakan suatu jaringan perpipaan untuk menampung dan mengalirkan air limbah ke suatu tempat instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) untuk selanjutnya diolah. Pengolahan dimaksudkan untuk mengkondisikan air limbah agar siap untuk diolah pada pengolahan tahap selanjutnya sebagaiamana dapat dilihat pada gambar 3.3 (DSS off site system), yaitu :

Pengolahan primer, dimaksudkan untuk memisahkan secara fisik partikel tersuspensi (SS) sehingga beban pada unit pengolahan selanjutnya dapat dikurangi, prosesnya menggunakan system pengendapan dan pengapungan.

Pengolahan sekunder, pada tahap ini akan terjadi proses penguraian (secara biologis atau biokimia dengan bantuan mikroorganisma) dan menguraikan zat-zat organik, prosesnya menggunakan lumpur aktif, cakram biologis, trikling filter, extended aeration, dan oxidation pond.

Di Kota Banjarbaru, sistem ini sudah mulai dibangun terutama pada kawasan padat penduduk, diantaranya melalui kegiatan yang dibiayai oleh APBN melalui Satker Penyehatan Lingkungan Pemukiman Provinsi Kalimantan Selatan. Pada tahun 2011 yang lalu telah dibangun 1 unit IPAL komunal di Kelurahan Guntung Paikat Kecamatan Banjarbaru Selatan, namun belum termanfaatkan secara optimal karena belum selesainya penyambungan pipa dari rumah-rumah penduduk menuju ke lokasi IPAL. Pembuangan limbah cair rumah tangga selain tinja, yaitu yang berasal dari dapur dan kamar mandi serta air hujan disalurkan umumnya langsung disalurkan ke tanah atau ke saluran air (drainase) maupun ke badan air.

Sebagian besar rumah tangga di Kota Banjarbaru sudah menggunakan WC sentor, baik berupa Kloset jongkok maupun kloset duduk leher angsa, hanya saja tidak semuanya tersambung dengan tangki septic. Masih ada sebagian warga yang menyalurkan limbahnya langsung ke badan air seperti sungai atau rawa. Sementara itu di beberapa pemukiman yang berorientasi pada alur sungai, sebagian besar masyarakatnya masih menggunakan WC cemplung atau WC helikopter.

(52)

termanfaatkan secara optimal karena jarangnya permintaan dari masyarakat untuk melakukan penyedotan tinja dari septic tank yang ada di rumah mereka, rata-rata hanya 10 kali dalam sebulan. Dampaknya, Instalasi Pengelolaan Lumpur Tinja (IPLT) yang ada saat ini belum dioperasikan secara optimal karena penerimaan dari retribusi jasa penyedotan tinja tidak mampu menutupi biaya operasional pengelolaan IPLT. Minimnya peralatan penunjang menyebabkan lumpur tinja yang mengendap di kolam-kolam pengendapan tidak dapat diangkat dan dibiarkan menumpuk di dalam kolam-kolam tersebut.

D. Sasaran Program

(53)

(TPA)

Drainase Permukiman

Luas genangan di permukiman

E. Permasalahan dan Tantangan

1. Permasalahan

Pengeololaan limbah cair sangat tergantung pada kebiasaan/perilaku masyarakat. Kebiasaan turun temurun dan masih kurangnya informasi mengenai kesehatan lingkungan. Sebagian besar septic tank yang dimiliki masyarakat belum memenuhi standar kesehatan lingkungan sehingga secara teknis fungsinya hamper tidak berbeda dengan jamban cubluk biasa. Beberapa permasalahan umum yang kita temui di masyarakat umumnya dan masyarakat Kota Banjarbaru pada umumnya adalah.

1) Masyarakat disekitar bantaran sungai masih menggunakan WC cemplung dan kalaupun menggunakan mck di dalam rumah tetapi saluran pembuangan langsung menuju sungai.

2) IPLT yang ada tidak berfungsi optimal dan tidak terawat dengan baik.

3) Minimnya kuantitas pengurasan lumpur tinja, merupakan indikasi adanya penggunaan tangki septik yang tidak sesuai standar. Karena limbah langsung ke

tanah dan badan air sehingga tidak ada sedimen yang harus dibersihkan didalam tangki septic.

(54)

5) IPAL di kawasan industri perumahan terutama pabrik tahu maupun ipal yang lain tidak termonitor kualitasnya, masih belum pernah dianalisa hasil outputnya. Secara kasat mata masih terlihat keruh sehingga harus diambil sample air untuk analisa selanjutnya.

6) Untuk Ipal kawasan di perumahan yang seharusnya menjadi percontohan justru kondisinya sangat buruk. Karena fisik sudah tertutup tumbuhan semak belukar, bahkan penghuni di perumahan tersebut tidak mengetahui apakah ada IPAL. Tetapi untuk saluran dan manhole di jalur utama jalan besar masuk perumahan masih terlihat terpakai. Tetapi berapa SR yang tersambung belum diketahui data secara pasti.

7) Saluran pembuangan air limbah rumah tangga masih menyatu dengan saluran drainase dan akhirnya masuk ke badan air seperti sungai.

B. Tantangan

(55)

) * +

) ./

2 / .

3#"4 ">$5##$###

-!

0 $

1 $

0 + /

0 0

1 1 , .

/1 0 0

2 / .

3#"7 =3$=6#$###

2 / .

3#"8 6$8##$###

2 / .

3#3# 54$>6#$###

2 / .

3#3" =$7##$###

/

8#$7##$###

%

& "$ '(" )#*

&

(56)
(57)

2

# , !' (* 3 " 3 ,$ * ('

2 , !' 3 , ' (* 3. ' "

"#1$ /

"( " 4 . $ 4 . $

2%

# , !' (* 3 " 3 ,$ * ! - $#

2%

, !' (* 3 " 3 " ! ! !' '#!

# %

! (' ) / " "# ) / " "#

, * ' #

,#. "5 ! # % ! (' ) / " "#

) / " "#

(58)

! "!###$%&

' ( )

) * + ,

-) ./

# ' 676 % ! (' ) / " "#

4 . $ 4 . $

# %

! (' ) / " "#

4 . $ 4 . $

# ' 676 % ! (' ) / " "#

!

(59)

,#. "5 ! # % ! (' ) / " "#

4 . $ 4 . $

# %

! (' ) / " "# ! *

! * #"

,#. "5 ! # % ! (' ) / " "#

! *

! * #"

2%

, !' (* 3 " 3 " ! ! !& " $ '

# , ' ! ) " ! ! !& " $ '

!

(60)

! "!###$%&

' ( )

) * + ,

-) ./

# , ' !

) " ! ! !& " $ ' 4 . $ 4 . $

# , ' !

) " ! ! !& " $ ' 4 . $ ) $ *

2%%

, !' (* 3 " 3 3#!#!

2%%

(61)
(62)
(63)

4( ' "

;3 * ( "

,#. "5 ! # 0 ( * ) / " $#* < 3 . %=

# 0 ( * 3 . %%

) 1$3(* ( " 3 . %%

)#* (@ " 3 . %%%

7A1 5 '(" 3 . %%

! 4( ' "

?

# , !' "! . 3 ,$ * ('

?

, !'

"! . 3 ,$ * ('

?

, !'

(64)

! "!###$%&

' ( )

) * + ,

-) ./

# ) $ , . 3 % #$ ($' ' , * '

) / " "# , * '

($' ' , * '

# , 0

8# '# $ ' ) / " "# , * '

8# '# $ '

# , 0 ($' ' ' "

) / " "# ' "

(65)

1. Undang-Undang No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional.

Berdasarkan undang-undang No. 17 tahun 2007, aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah, yaitu baru mencapai 18,41 persen atau mencapai 40 juta jiwa.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Pasal 21 ayat (2) butir d mengamanatkan akan pentingnya pengaturan prasarana dan sarana sanitasi (air limbah dan persampahan) dalam upaya perlindungan dan pelestarian sumber air.

3. Undang-Undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Peraturan ini mengatur penyelenggaraan pengelolaan sampah yang mencakup pembagian kewenangan pengelolaan sampah, pengurangan dan penanganan sampah, maupun sanksi terhadap pelanggaran pengelolaan sampah. Pasal 20 disebutkan bahwa pemerintah dan pemerintah daerah wajib melakukan kegiatan penyelenggaraan pengelolaan sampah sebagai berikut:

- Menetapkan target pengurangan sampah secara bertahap dalam jangka waktu tertentu; - Memfasilitasi penerapan teknologi yang ramah lingkungan;

- Memfasilitasi penerapan label produk yang ramah lingkungan; - Memfasilitasi kegiatan mengguna ulang dan mendaur ulang; dan - Memfasilitasi pemasaran produk-produk daur ulang.

Pasal 44 disebutkan bahwa pemerintah daerah harus menutup tempat pemrosesan akhir sampah (TPA) yang dioperasikan dengan sistem pembuangan terbuka (open dumping) paling lama 5 (lima) tahun terhitung sejak diberlakukannya Undang-Undang 18 tahun 2008 ini

4. Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem Pengolahan Persampahan.

Peraturan ini menyebutkan bahwa PS Persampahan meliputi proses pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengolahan dan pembuangan akhir, yang dilakukan secara terpadu.

(66)

Peraturan Pemerintah ini merupakan pengaturan tentang pengelolaan sampah rumah tangga dan sampah sejenis sampah rumah tangga yang meliputi:

a. kebijakan dan strategi pengelolaan sampah; b. penyelenggaraan pengelolaan sampah; c. kompensasi;

d. pengembangan dan penerapan teknologi; e. sistem informasi;

f. peran masyarakat; dan g. pembinaan.

6. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Peraturan ini mensyaratkan tersedianya fasilitas pengurangan sampah di perkotaan dan sistem penanganan sampah di perkotaan sebagai persyaratan minimal yang harus dipenuhi oleh Pemerintah/Pemda.

7. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Ruang lingkup Peraturan menteri ini meliputi Perencanaan Umum, Penanganan Sampah, Penyediaan Fasilitas Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah, dan Penutupan/Rehabilitasi TPA.

B. Ruang Lingkup Pengelolaan Persampahan

Sampah dapat didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Sampah yang dikelola dibedakan menjadi 3 jenis berdasarkan UU 18 tahun 2008 yaitu:

a) Sampah rumah tangga yang berasal dari kegiatan sehari-hari dalam rumah tangga (tidak termasuk tinja);

b) Sampah sejenis sampah rumah tangga berasal dari kawasan komersial, kawasan industri, kawasan khusus, fasilitas sosial, fasilitas umum, dll;

(67)

Seperti halnya pengelolaan limbah cair, persoalan pengelolaan sampah sangat tergantung pada kebiasaan/perilaku dan cara berpikir masyarakat, yang tidak lepas dari masalah kesejahteraan. Ketersediaan sarana prasarana pengelolaan sampah tidak akan berdampak signifikan bagi upaya perbaikan pengelolaan sampah di daerah jika tidak didukung oleh perbaikan perilaku masyarakat. Kebiasaan turun temurun dan masih kurangnya informasi mengenai kesehatan lingkungan menjadi sebab penduduk masih membuang sampahnya ke sungai atau menumpuk dan kemudian membakar sampah tersebut.

Disisi lain, pemerintah daerah juga masih menghadapi kendala kurangnya sarana prasarana untuk dapat melayani seluruh kawasan di Kota Banjarbaru. Terbatasnya kemampuan keuangan daerah, serta belum adanya perencanaan pengelolaan sampah yang komprehensif menjadikan upaya peningkatan pengelolaan sampah ini masih berjalan lambat.

D. Kondisi Eksisting 1. Aspek Teknis

Sampah dihasilkan dari kegiatan manusia, dan biasanya dikelola untuk mengurangi dampaknya terhadap kesehatan, lingkungan atau keindahan. Pengelolaan sampah meliputi kegiatan pengumpulan, pengangkutan, pemrosesan, pendaur-ulangan,atau pembuangan dari material sampah. Sampah yang dihasilkan di Kota Banjarbaru terdiri dari sampah yang berasal dari domestik dan non domestik. Sampah yang berasal dari domestik ditampung di tempat penampungan sementara yang berupa bak-bak sampah yang selanjutnya diangkut oleh truk sampah (dump truck) menuju ke tempat pembuangan akhir.

Di dalam struktur organisasi Pemerintah Kota Banjarbaru, Satuan Kerja Pemerintah Daerah (SKPD) yang dilimpahi kewenangan pengelolaan sampah adalah Dinas Kebersihan dan Pertamanan. Unit kerja ini juga mendapat tugas untuk mengelola penyedotan dan pengangkutan tinja dari septic tank milik masyarakat ke tempat pengolahan atau pembuangan akhir.

(68)

diangkut menuju TPS sepenuhnya didasarkan pada swadaya masyarakat, yang menyebabkan pola pembuangan/pengangkutan cukup beragam.

Rute operasional pengelolaan angkutan persampahan sudah ditetapkan oleh Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Banjarbaru yaitu mencakup : Lokasi TPS – Container, Rute Pengangkutan dan Jadwal pengangkutan. Pelaksanaan pengelolaan kebersihan Kota Banjarbaru ditetapkan dengan sistem operasional sebagai berikut :

1. So1 : Sumber sampah – langsung dengan Dump Truck diangkut ke TPA. 2. So2 : Sumber sampah – Gerobak sampah/Tossa – TPS – Dump Truck 3. So3 : Sumber sampah – gerobak sampah/tossa – Container – Arm Roo truck 4. So4 : Sumber sampah – TPS – Dump truck

5. So5 : Sumber sampah – Container – Arm Rool Truck

Bila di kawasan-kawasan perumahan umumnya menggunakan jasa tenaga pengumpul, maka rumah tangga yang berada di kawasan permukiman, terutama yang didominasi golongan menegah ke bawah lebih memilih untuk membuang sendiri sampahnya ke TPS terdekat atau melakukan penanganan dengan cara lainnya seperti dibakar atau membuangnya ke dalam lubang galian yang telah disiapkan sebelumnya. Pola pewadahan sampah pada tingkat rumah tangga di Kota Banjarbaru saat ini sepenuhnya didasarkan pada swadaya masyarakat, yang menyebabkan pola pewadahan cukup beragam, ada yang menggunakan kantong plastik, tong plastik atau tong/ember dari karet.

Pelayanan pengelolaan persampahan sampai saat ini mencakup wilayah 4 Kecamatan dari 5 kecamatan yang ada di Kota Banjarbaru, sedangkan jumlah penduduk yang terlayani (service coverage area) adalah sekitar 86 % atau sekitar 49.458 jiwa. Wilayah yang belum terlayani adalah Kecamatan Cempaka. Dari jumlah timbulan sampah yang diperkirakan mencapai 300 m3/hari, yang mampu diangkut oleh petugas dan armada milik pemerintah baru mencapai 57,5%, sementara sisanya ada yang dikubur atau dibakar oleh masyarakat atau bahkan tertimbun dan membusuk di tempat penampungan sementara.

Peran serta swasta dalam pengelolaan persampahan di Kota Banjarbaru masih sangat terbatas pada pelayanan pengumpulan sampah di kawasan-kawasan perumahan oleh perorangan, baik untuk dipilah dan diolah atau langsung diangkut dan dibuang ke TPS terdekat. Sedangkan pada tahapan selanjutnya sampai ke TPA, belum ada pihak swasta yang tertarik untuk berinvestasi di bidang pengelolaan persampahan ini.

(69)

Pembebasan Tanah Pemerintah Kota Banjarbaru. 2. Pendanaan

kemampuan masyarakat/Pemda/Swasta dalam membiayai penyediaan serta operasi dan pemeliharaan prasarana dan sarana persampahan seperti pembiayaan pembangunan sarana individual, retribusi persampahan serta anggaran pemerintah kota/kabupaten untuk pengelolaan persampahan. Dalam aspek pendanaan perlu juga diuraikan tentang;

1) Sumber Pendapatan (Pemda, Retribusi); 2) Struktur biaya operasional;

o Pengumpulan dan penyampuran; o Penampungan sementara; o Pengangkutan;

o Pembuangan akhir. 3) Struktur tarif retribusi;

o Kondisi dan kemampuan daerah; o Kemampuan masyarakat;

o Institusi yang mengelola retribusi. 3. Kelembagaan

organisasi pengelolaan persampahan yang mencakup bentuk organisasi (lampirkan struktur organisasi), uraian tugas, tata laksana kerja, serta kualitas dan kuantitas sumber daya manusia yang dimiliki. Uraian tersebut harus mencerminkan kemampuan organisasi pengelola persampahan saat ini. Termasuk juga informasi tentang:

1) Pelaksanaan penanganan sampah skala sumber, kawasan, kota/kabupaten dan regional; 2) pemisahan fungsi regulator dan operator pengelolaan persampahan Kabupaten/Kota. 4. Peraturan Perundangan

Peraturan-peraturan yang sudah ada saat ini yang terkait dengan pengelolaan persampahan (tingkat propinsi dan kabupaten/kota), diantaranya:

1) Peraturan perundangan tentang kebersihan;

2) Peraturan perundangan tentang Pembentukan badan pengelola persampahan skala kota/kabupaten;

(70)

4) Peraturan perundangan tentang kerjasama pengelolaan persampahan skala regional dengan pemerintah kota/kabupaten lain;

5) Peraturan perundangan tentang kerjasama pengelolaan persampahan skala kawasan dengan badan usaha swasta;

6) Peraturan perundangan tentang peran serta masyarakat.

Dalam aspek peraturan perundangan perlu juga diuraikan tentang Kesesuaian peraturan dan kondisi lapangan serta pelaksanaan peraturan yang ada

5. Peran serta Masyarakat

Peran serta masyarakat dan swasta dalam pengelolaan persampahan serta kondisi perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) di dalam masyarakat Kota/Kabupaten yang meliputi kesediaan masyarakat membayar retribusi, penerimaan masyarakat terhadap aturan terkait pengelolaan persampahan, perilaku masyarakat dalam pengelolaan sampah (apakah sudah melakukan 3R), kegiatan-kegiatan apa yang telah dilakukan dalam mendorong peran serta masyarakat misalnya saja kegiatan kampanye dan edukasi terkait pengelolaan persampahan baik yang diselenggarakan oleh pemerintah setempat/swasta, maupun peran masyarakat dan swasta dalam pengelolaan sampah serta operasi dan pemeliharaan sarana dan prasarana yang ada.

E. Sasaran Program

(71)

2 / .

3#"4 ">$5##$###

-!

0 $

1 $

0 + /

0 0

1 1 , .

/1 0 0

2 / .

3#"7 =3$=6#$###

2 / .

3#"8 6$8##$###

2 / .

3#3# 54$>6#$###

2 / .

3#3" =$7##$###

/

8#$7##$###

%

& "$ '(" )#*

&

(72)
(73)

2

# , !' (* 3 " 3 ,$ * ('

2 , !' 3 , ' (* 3. ' "

"#1$ /

"( " 4 . $ 4 . $

2%

# , !' (* 3 " 3 ,$ * ! - $#

2%

, !' (* 3 " 3 " ! ! !' '#!

# %

! (' ) / " "# ) / " "#

, * ' #

,#. "5 ! # % ! (' ) / " "#

) / " "#

(74)

! "!###$%&

' ( )

) * + ,

-) ./

# ' 676 % ! (' ) / " "#

4 . $ 4 . $

# %

! (' ) / " "#

4 . $ 4 . $

# ' 676 % ! (' ) / " "#

!

(75)

,#. "5 ! # % ! (' ) / " "#

4 . $ 4 . $

# %

! (' ) / " "# ! *

! * #"

,#. "5 ! # % ! (' ) / " "#

! *

! * #"

2%

, !' (* 3 " 3 " ! ! !& " $ '

# , ' ! ) " ! ! !& " $ '

!

(76)

! "!###$%&

' ( )

) * + ,

-) ./

# , ' !

) " ! ! !& " $ ' 4 . $ 4 . $

# , ' !

) " ! ! !& " $ ' 4 . $ ) $ *

2%%

, !' (* 3 " 3 3#!#!

2%%

(77)
(78)
(79)

4( ' "

;3 * ( "

,#. "5 ! # 0 ( * ) / " $#* < 3 . %=

# 0 ( * 3 . %%

) 1$3(* ( " 3 . %%

)#* (@ " 3 . %%%

7A1 5 '(" 3 . %%

! 4( ' "

?

# , !' "! . 3 ,$ * ('

?

, !'

"! . 3 ,$ * ('

?

, !'

(80)

! "!###$%&

' ( )

) * + ,

-) ./

# ) $ , . 3 % #$ ($' ' , * '

) / " "# , * '

($' ' , * '

# , 0

8# '# $ ' ) / " "# , * '

8# '# $ '

# , 0 ($' ' ' "

) / " "# ' "

(81)

Panjang Nasional.

Aksesibilitas, kualitas, maupun cakupan pelayanan sarana dan prasarana masih rendah berdasarkan UU No.17 tahun 2007. Untuk sektor drainase, cakupan pelayanan drainase baru melayani 124 juta jiwa.

2. Undang-Undang No. 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.

Mengatur Pembagian wewenang dan tanggungjawab Pemerintah, Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kab./Kota dan Pemerintah Desa dalam pengelolaan sumber daya air

3. Peraturan Pemerintah No. 42 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sumber Daya Air Pengaturan Sarana dan Prasarana Sanitasi dilakukan salah satunya melalui pemisahan antara jaringan drainase dan jaringan pengumpul air limbah pada kawasan perkotaan. 4. Peraturan Presiden No.5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2010 – 2014

Sasaran pembangunan Nasional bidang AMPL telah ditetapkan dalam RPJMN tahun 2010-2014 khususnya drainase adalah menurunnya luas genangan sebesar 22.500 ha di 100 kawasan strategis perkotaan.

5. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 14/PRT/M/2010 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Pekerjaan Umum dan Tata Ruang.

Dalam upaya pengelolaan sistem drainase perkotaan guna memenuhi SPM perlu tersedianya sistem jaringan drainase skala kawasan dan skala kota sehingga tidak terjadi genangan (lebih dari 30 cm, selama 2 jam) dan tidak lebih dari 2 kali setahun.

B. Ruang Lingkup Pengelolaan Drainase

(82)

sistem drainase di banyak kota di Indonesia pada umumnya masih bersifat parsial, sehingga tidak menyelesaikan permasalahan banjir dan genangan secara tuntas. Pengelolaan drainase perkotaan harus dilaksanakan secara menyeluruh, mengacu kepada SIDLACOM dimulai dari tahap Survey, Investigation (investigasi), Design (perencanaan), Operation

(Operasi) dan Maintanance (Pemeliharaan), serta ditunjang dengan peningkatan kelembagaan, pembiayaan serta partisipasi masyarakat.

C. Isu Strategis

Pengelolaan drainase sebagaimana halnya di sektor-sektor yang lain, harus dilakukan secara komprehensif dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan (pemerintah, dunia usaha dan masyarakat).

1. Masalah koneksitas dari drainase tersier ke sekunder, kemudian ke saluran primer, belum semuanya terkoneksi sehingga aliran air menjadi terhambat dan menimbulkan luapan air ketika turun hujan dengan intensitas yang tinggi. 2. Masterplan Drainase yang ada hanya terfokus pada aliran sungai dan guntung, belum ada perencanaan untuk jaringan drainase yang berbasis jaringan jalan.

3. Alur sungai yang menyempit karena adanya bangunan yang berdiri di tepian sungai

4. Drainase kurang berfungsi karena tertimbun oleh sampah

5. Pemeliharaan drainase terhambat karena tertutup menjadi jembatan beton 6. Kurang mengertinya masyarakat akan arti pentingnya Drainase sehingga

belum menjadikannya salah satu prioritas dalam pembangunan rumah 7. Drainase cenderung mengikuti tofografi jalan yang bergelombang, sehingga

memberi beban berat pada titik-titik terendah, memerlukan kolam kolam retensi.

8. Belum adanya landasan hukum yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan saluran drainase pada setiap pembangunan rumah atau kawasan perumahan.

9. Terbatasnya kemampuan keuangan daerah.

Drainase yang dimaksud disini adalah drainase perkotaan yang didefinisikan sebagai drainase di wilayah kota yang berfungsi untuk mengelola dan mengendalikan air permukaan sehingga tidak mengganggu dan/atau merugikan masyarakat.

D. Kondisi Eksisting

(83)

Perencanaan drainase makro ini umumnya dipakai dengan periode ulang antara 5 sampai 10 tahun dan pengukuran topografi yang detail mutlak diperlukan dalam perencanaan sistem drainase ini.

b. Sistem Drainase Mikro, Sistem drainase mikro yaitu sistem saluran dan bangunan pelengkap drainase yang menampung dan mengalirkan air dari daerah tangkapan hujan. Secara keseluruhan yang termasuk dalam sistem drainase mikro adalah saluran di sepanjang sisi jalan, saluran/selokan air hujan di sekitar bangunan, gorong-gorong, saluran drainase kota dan lain sebagainya dimana debit air yang dapat ditampungnya tidak terlalu besar. Pada umumnya drainase mikro ini direncanakan untuk hujan dengan masa ulang 2, 5 atau 10 tahun tergantung pada tata guna lahan yang ada. Sistem drainase untuk lingkungan permukiman lebih cenderung sebagai sistem drainase mikro.

Beberapa saluran darinase yang ada di Kota Banjarbaru saat ini belum berfungsi secara optimal, kondisi ini yang menyebabkan terjadinya genangan air bila hujan turun dalam intensitas yang tinggi. Penyempitan badan sungai yang diakibatkan oleh berdirinya rumah-rumah penduduk di sepanjang bantaran sungai, yang diperparah dengan perilaku membuang sampah ke sungai, yang menyebabkan pendangkalan dan penyumbatan aliran air menyebabkan badan sungai tidak mampu menampung air dalam volume yang tinggi. Sedangkan untuk jaringan drainase sekunder dan primer, di beberapa lokasi terputus oleh timbunan tanah atau gorong-gorong yang sempit yang kemudian tersumbat oleh tumpukan sampah yang menyebabkan terhambatnya aliran air hingga meluap ke badan jalan. Kondisi ini diperparah dengan tofografi jalan-jalan yang bergelombang, sehingga volume air menumpuk dan meluber di daerah yang relatif lebih rendah.

Kondisi

(84)

Penyempitan

Sistem drainase primer di Kota Banjarbaru dibagi ke dalam tiga zona prioritas, meliputi : (1) Zona prioritas I, meliputi; Jalan A. Yani (SPBU) – Guntung Simpang Bandara Kiri 2 – Gang SMP, Jalan A. Yani – Pertigaan Traffict Light Bandara, Sungai Kemuning, dan Sungai Basung,

(85)

Ampuya Kiri 2, Sungai Ampuya Kanan, Sungai Harapan Kiri, Sungai Salak Kanan 1, Sungai Kemuning Kiri 3.

(3) Zona prioritas III, meliputi : Sungai Ulin Kiri, Sungai Ulin Kanan 2, Sungai Ulin Kanan 1, Sungai Lurus Kiri 3, Sungai Lurus Kanan 3, Sungai Lurus Kanan 1, Sungai Payung Kanan, Sungai Payung Hulu Kiri 3, Sungai Lurus Kiri 2, Sungai Lurus Kanan 2.

Sedangkan sistem drainase sekunder terintegrasi dengan jalan-jalan utama yang ada di Kota Banjarbaru seperti Jalan A. Yani, Jl. Mistar Cokrokusumo, Jl. RO. Ulin, Jl. Panglima Batur, Jalan Karang Anyar, Jalan Garuda dan jalan utama lainnya.

Umumnya rumah tangga di Kota Banjarbaru menggunakan sistem drainase sebagai saluran pembuangan dari sisa-sisa air yang dipergunakan dalam aktivitas sehari-hari seperti air bekas mandi, bekas cucian dapur atau bekas cucian pakaian. Demikian juga dengan pengaliran air hujan, hampir semuanya (kecuali sedikit yang terserap ke dalam tanah dan sumur-sumur gali) masuk ke dalam sistem drainase, mulai dari drainase lingkungan (tersier) kemudian masuk ke drainase sekunder sampai akhirnya terkumpul di badan-badan sungai atau saluran irigasi.

E. Permasalahan dan Tantangan Sub Sektor Drainase

Permasalahan Sub Sektor Drainase di Kota Banjarbaru, meliputi:

1. Belum adanya Landasan Hukum yang mengatur mengenai kewajiban penyediaan saluran drainase pada setiap pembangunan rumah atau kawasan perumahan. 2. Terbatasnya kemampuan keuangan daerah

3. Masih terbatasnya kegiatan sosialisasi kepada masyarakat, untuk merubah paradigma bahwa sungai bukan tempat buangan limbah dan sampah

4. Belum ada dunia usaha yang tertarik untuk melakukan usaha pelayanan pengelolaan drainase

5. Kurang mengertinya masyarakat akan arti pentingnya Drainase sehingga belum menjadikannya salah satu prioritas dalam pembangunan rumah

6. Master plan Drainase yang ada hanya terfokus pada aliran sungai dan guntung, belum ada perencanaan untuk jaringan drainase yang berbasis jaringan jalan.

(86)

- Pemeliharaan drainase terhambat karena tertutup menjadi jembatan beton - Drainase kurang berfungsi karena tertimbun oleh sampah

- Alur sungai yang menyempit karena adanya bangunan yang berdiri di tepian sungai

(87)

Drainase Permukiman

(88)

G. Usulan Kebutuhan Program

! "!###$%&

' ( )

) * + ,

-) ./

2 / .

3#"4 ">$5##$###

-!

0 $

1 $

0 + /

0 0

1 1 , .

/1 0 0

2 / .

3#"7 =3$=6#$###

2 / .

3#"8 6$8##$###

2 / .

3#3# 54$>6#$###

2 / .

3#3" =$7##$###

/

8#$7##$###

%

& "$ '(" )#*

&

(89)
(90)

! "!###$%&

' ( )

) * + ,

-) ./

2

# , !' (* 3 " 3 ,$ * ('

2 , !' 3 , ' (* 3. ' "

"#1$ /

"( " 4 . $ 4 . $

2%

# , !' (* 3 " 3 ,$ * ! - $#

2%

, !' (* 3 " 3 " ! ! !' '#!

# %

! (' ) / " "# ) / " "#

, * ' #

,#. "5 ! # % ! (' ) / " "#

) / " "#

, * ' #

# ' 676 % ! (' ) / " "#

(91)

# %

! (' ) / " "#

4 . $ 4 . $

# ' 676 % ! (' ) / " "#

!

* 3

,#. "5 ! # % ! ('

) / " "# 4 . $ 4 . $

# %

! (' ) / " "# ! *

! * #"

,#. "5 ! # % ! (' ) / " "#

! *

! * #"

2%

, !' (* 3 " 3 " ! ! !& " $ '

# , ' ! ) " ! ! !& " $ '

!

(92)
(93)
(94)

Gambar

Tabel 7.1.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil yang diperoleh tentang hambatan siswa dalam pelaksanaan praktikum PME menunjukkan bahwa untuk kategori cukup terhambat pada sub variabel ketersediaan alat

Diperoleh komponen kimia minyak atsiri yang berbeda baik jenis maupun jumah dari rimpang tanaman jahe yang diintroduksi dengan FMA disbanding tanaman tanpa

3.2.1 Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan dengan cara survey pengumpulan data primer yaitu suatu cara mengumpulkan data yang langsung

Konsep cekungan airtanah sebagai kesatuan wilayah pengelolaan airtanah didasarkan pada prinsip terbentuknya airtanah yang utuh dalam satu neraca air sejak dari daerah

Judul ditulis tegak ( reguler ) dengan huruf kapital hamya pada awal kalimat, bila judul gambar lebih dari satu baris, maka jarak antara baris dalam judul gambar diketik satu

mengembangkan dua bidang ilmu, yaitu ilmu pengetahuan yang meliputi teknologi, dan seni, dengan ilmu agama yang meliputi keimanan, ketaqwaan dan akhlak. Hal ini

Dengan anggapan bahwa profesor dan anda akan bermain optimal dan anda akan diberikan kesempatan giliran terlebih dahulu, jika pada awalnya terdapat 10 buah

dibawah ini : Lihat Kendaraan Lihat daftar kendaraan Lihat datar tarif Lihat daftar booking Mengelola daftar sopir Mengelola data transaksi Home Pelanggan Lihat Tarif