• Tidak ada hasil yang ditemukan

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017 PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA RISALAH SIDANG PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017 PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

rtin

MAHKAMAH KONSTITUSI

REPUBLIK INDONESIA

---

RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017

PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017

PERIHAL

PENGUJIAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2014

TENTANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT,

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT,

DEWAN PERWAKILAN DAERAH, DAN

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH

TERHADAP UNDANG-UNDANG DASAR NEGARA

REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

ACARA

PERBAIKAN PERMOHONAN

(II)

J A K A R T A

SELASA, 15 AGUSTUS 2017

i

(2)

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA

--- RISALAH SIDANG

PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017 PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017 PERIHAL

Pengujian Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah [Pasal 79 ayat (3), Pasal 199 ayat (3), dan Pasal 201 ayat (2)] terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

PEMOHON

1. Harun Al Rasyid, Hotman Tambunan, dkk. (Perkara Nomor 40/PUU-XV/2017)

2. Busyro Muqoddas, YLBHI, KPBI, dkk. (Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017)

ACARA

Perbaikan Permohonan (II)

Selasa, 15 Agustus 2017, Pukul 11.00 – 11.31 WIB Ruang Sidang Gedung Mahkamah Konstitusi RI, Jl. Medan Merdeka Barat No. 6, Jakarta Pusat

SUSUNAN PERSIDANGAN

1) I Dewa Gede Palguna (Ketua)

2) Manahan MP Sitompul (Anggota)

3) Suhartoyo (Anggota)

Yunita Ramadhani Panitera Pengganti

Mardian Wibowo Panitera Pengganti

(3)

Pihak yang Hadir:

A.Pemohon Perkara Nomor 40/PUU-XV/2017:

1. Harun Al Rasyid 2. Hotman Tambunan 3. Lakso Anindito 4. Novariza

B.Kuasa Hukum Pemohon Perkara Nomor 47/PUU-XV/2017:

1. Muhamad Isnur

2. Nelson Ferdinand Saragih 3. Donald Faris

(4)

1. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Sidang untuk Perkara Nomor 40 dan Nomor 47/PUU-XV/2017 dalam rangka Perbaikan Permohonan masih dalam rangkaian Pemeriksaan Pendahuluan, saya nyatakan dibuka dan terbuka untuk umum.

Silakan, Saudara Pemohon, memperkenalkan diri dulu, siapa saja yang hadir pada kesempatan ini?

2. PEMOHON PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017: LAKSO

ANINDITO

Yang Mulia Prof. Suhartoyo, Dr. I Dewa Gede Palguna, dan Dr. Manahan MP. Sitompul yang kami Hormati. Perkenalkan pada sidang kali ini Para Pemohon langsung hadir dari pegawai KPK. Yang pertama, ada Dr. Harun Al Rasyid. Yang kedua, ada Bapak Hotman Tambunan. Ketiga, ada Ibu Novariza. Dan saya sendiri, Yang Mulia, ada Lakso Anindito. Sekian, Yang Mulia.

3. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Satu lagi, Nomor 47?

4. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017:

MUHAMMAD ISNUR

Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim konstitusi. Perkenalkan saya Muhammad Isnur, Kuasa Hukum. Sebelah kiri saya Donald Faris, Yunita, dan Nelson F. Saragih. Semua Kuasa Hukum dan ada prinsipal mungkin akan menyusul. Terima kasih, Yang Mulia.

5. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oh, prinsipalnya mau datang juga? Ya, nanti diberitahukan saja kalau hadir, tapi ini perbaikan permohonan.

Sebagaimana pada pemeriksaan pendahuluan yang pertama, kami sudah memberikan saran untuk melakukan perbaikan permohonan dan permoho ... perbaikan sudah dibuat. Maka oleh karena itu, saya berikan kesempatan pada persidangan ini kepada masing-masing Pemohon, mulai dari Pemohon Nomor 40 untuk

SIDANG DIBUKA PUKUL 11.00 WIB

KETUK PALU 3X

(5)

menyampaikan, apa saja perbaikan yang sudah dilakukan. Barangkali tidak perlu semua, mungkin poin penting yang ... yang perlu ditekankan atau mungkin perlu mendapatkan perhatian dari Mahkamah sesuai dengan saran yang pada persidangan sebelumnya. Silakan.

6. PEMOHON PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017: LAKSO

ANINDITO

Terima kasih, Yang Mulia Hakim konstitusi yang kami Hormati. Pertama-tama, kami ucapkan apresiasi yang setinggi-tingginya kepada Yang Mulia, yang telah memberikan masukan pada sidang sebelumnya. Hal tersebut menjadi masukan yang sangat berharga Yang Mulia, sehingga dapat menyempurnakan permohonan yang kami ajukan. Oleh karena itu, pada kesempatan ini, izinkan kami sampaikan secara ringkas, Yang Mulia, ringkasan dari masukan-masukan yang sudah kami perbaiki didasarkan pada masukan-masukan Yang Mulia Hakim Konstitusi Dr. Gede ... I Dewa Gede Palguna, Yang Mulia Konstitusi Dr. Wahiddudin Adams, dan Yang Mulia Konstitusi Dr. Manahan MP. Sitompul.

Pertama mengenai legal standing, Yang Mulia. Kami sampaikan bahwa sudah ada penegasan yang mengajukan judicial review adalah Para Pemohon dalam kedudukannya sebagai individu-individu warga negara sekaligus pembayar pajak dan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi. Sedangkan untuk kedudukan wadah pegawai, sesuai masukan Yang Mulia agar tidak membingungkan, maka kami hapuskan hal tersebut sesuai dengan masukan dari ... apa ... Dr. Yang Mulia I Dewa Gede Palguna dan Dr. Manahan MP. Sitompul. Hal tersebut bisa dilihat di halaman kedua, Yang Mulia.

Pada kesempatan ini juga, kami sampaikan bahwa beberapa hal untuk menguatkan legal standing kami sebagaimana masukan Yang Mulia, sudah kami masukkan, seperti penjelasan secara ringkas. Jadi, hal-hal yang cukup detail kita pindahkan ke bagian posita, Yang Mulia. Atas kerugian kami sebagai pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi, itu bisa dilihat di halaman 10 sampai dengan 11.

Untuk semakin menegaskan posisi sebagai warga negara yang membayar pajak, Yang Mulia. Kami memasukkan selain NPWP sesuai dengan masukan Yang Mulia, yaitu bukti surat pemotongan pajak tahun terakhir yang dipotong oleh Kantor Pratama Pajak Jakarta Setiabudi 1, di halaman 8, Yang Mulia. Di situ kami sertakan juga nomor-nomor potongan pajaknya.

Selain itu, sebagaimana tadi saya ungkapkan, Yang Mulia, untuk hal-hal detail yang sebelumnya ada di legal standing, terima kasih banyak atas masukannya kami pindahkan ke ... masuk dalam alasan permohonan dalam pokok-pokok perkara.

(6)

Masuk yang kedua, Yang Mulia, izinkan kami melanjutkan pada alasan permohonan dalam pokok-pokok perkara. Alasan pertama, Yang Mulia. Kami mendalilkan bahwa hak angket terhadap KPK dapat mencederai setidaknya 2 ciri dari negara hukum, yaitu supremasi hukum dan pemisahan atau pembatasan kekuasaan. Pada konteks supremasi hukum sesuai dengan masukan Majelis, kami perkuat argumentasi menunjukkan pentingnya menjaga independensi KPK dari segala upaya intervensi berdasarkan kerangka legislasi nasional, yaitu Pasal 3 serta Pasal 6 Undang-Undang KPK, Pasal 3 terkait dengan kedudukan independennya, Pasal 3 ... Pasal 6 terkait dengan masalah kewenangan. Serta legislasi yang menjadi standar internasional, Yang Mulia, yaitu Pasal 6 dan Pasal 36 UNCIC yang sudah diratifikasi di Indonesia ... oleh Indonesia.

Selain itu, juga dipaparkan bagaimana keadaan faktual, upaya intervensi terhadap supremasi hukum tersebut, serta kaitan dengan angket terhadap KPK yang dikaitkan dengan kasus e-KTP, Yang Mulia, yang saat ini sedang ditangani oleh KPK. Termasuk bagaimana upaya penegakan hukum sebenarnya sudah terdapat alat ujinya dalam konsep sistem peradilan pidana yang terintegrasi atau yang bahasa populernya kita kenal sebagai integrated criminal justice system dalam KUHAP dan beberapa hukum acara yang lebih detaill dalam Undang-Undang mengenai Pengadilan Tipikor dan juga Undang-Undang KPK. Silakan, dilihat di halaman 15 dan 20, Yang Mulia.

Pada soal pemisahan atau pembatasan kekuasaan yang menjadi isu, sesuai masukan Majelis, kami ingin menegaskan kedudukan KPK dalam sistem ketatanegaraan sebagai lembaga independent, independent agency. Ini sebagi penegasan, Yang Mulia. Karena kemarin juga kita masukkan dalam fungsi kuasa yudisial, jadi kita hapus. Di luar lembaga eksekutif, legislatif, maupun yudikatif, baik melalui cara pandang praktik berbagai negara, maupun pemaknaan dari Pasal 3 Undang-Undang KPK yang mendudukkan posisi KPK sebagai lembaga independent.

Sejalan pula dengan putusan Mahkamah Konstitusi, Yang Mulia, Nomor 012-016-019/PUU-IV/2006 yang menegaskan bahwa pada perkembangannya, posisi … terdapat lembaga-lembaga seperti KPK di luar lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif seiring dengan perkembangan hukum ketatanegaraan pada tingkat internasional.

Serta kami masukkan juga peranan lembaga yudikatif dalam menguji hasil kerja KPK sesuai dengan Undang-Undang Peradilan Tipikor serta KUHAP. Undang-undang telah mengatur sedemikian … karena undang-undang telah mengatur sedemikian rupa mekanisme dan pola kerja struktur-struktur dalam sistem hukum, khususnya dalam sistem hukum pidana untuk tujuan dan kepentingan hukum tertentu, termasuk mengajukan kewenangan lembaga yudikatif yang kami tegaskan dalam permohonan.

(7)

Hal tersebut untuk semakin menegaskan secara logis bahwa kedudukan yudikatif … lembaga yudikatif mempunyai fungsi yang sangat penting untuk menguji, bukan lembaga legislatif. Karena dapat dibayangkan, jika penegak hukum seperti KPK, Mahkamah Agung, bahkan Mahkamah Konstitusi memaksa perkasa yang berkaitan dengan kepentingan DPR dan/atau anggotanya, maka dengan mudah instrumen kekuasaan legislatif digunakan untuk menekan, bahkan mendeligitimasi kedudukan lembaga-lembaga penegakan hukum tersebut. Kalau kita argumentasikan bahwa lembaga administratif mempunyai kewenangan untuk menjadi alat uji.

Lebih lanjut, Yang Mulia. Sesuai dengan masukan Majelis, dikaitkan dengan penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang MD3, subjek dapat dikenakan hak angket oleh DPR adalah pimpinan lembaga, Yang Mulia, setelah kita baca, bukan lembaganya. Hal tersebut dikuatkan dengan disebutkan bahwa subjek pimpinan lembaga yang dapat dikenakan dalam penjelasan adalah terbatas yaitu presiden, wakil presiden, menteri negara, Panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian. Jadi di sana tidak disebutkan lembaganya, Yang Mulia, tetapi pimpinan dari lembaga-lembaga tersebut.

Selain itu, dalam kaitannya sesuai dengan masukan dari Dr. Manahan, terkait dengan apa sih fungsi perbedaan antara KPK dengan kepolisian, serta kejaksaan?

Kami memasukkan argumentasi, meskipun Kapolri dan Jaksa Agung notabene merupakan penegak hukum sebagaimana pimpinan KPK, namun terdapat perbedaan … berapa perbedaan mendasar, Yang Mulia.

Yang pertama, Undang-Undang KPK dibentuk karena amanat reformasi yang dituangkan dalam TAP MPR, dan dalam konteks itu, di Pasal 3 ditegaskan dalam Undang-Undang 30 Tahun 2002, KPK adalah lembaga independent, sehingga pimpinan KPK harus bebas dari kekuasaan mana pun. Sedangkan, terhadap Kapolri dan Jaksa Agung tidak ditegaskan mengenai hal tersebut. Sehingga dalam banyak kesempatan, presiden dapat saja memberikan arahan dan perintah kepada Kapolri dan Jaksa Agung sebagai bawahannya.

Yang kedua, Yang Mulia. Pimpinan KPK dipilih melalui mekanisme khusus. Itu sesuai juga dengan amanat reformasi, bukan dipilih oleh presiden, sehingga pimpinan KPK tidak berada di bawah struktur presiden dalam konteks sebagai kepala pemerintahan. Sedangkan Kapolri dan Jaksa Agung dipilih oleh presiden dan berada di bawah presiden.

Yang ketiga, tugas dan kewenangan pimpinan KPK hanya terbatas pada tindak pidana korupsi, sehingga jika pimpinan KPK melakukan pelanggaran hukum atau penyelewenangan, maka dengan mudah dapat dilaporkan atau dituntut pidana yang ditangani oleh kepolisian

(8)

atau kejaksaan. Sedangkan Kapolri dan Jaksa Agung berwenang penuh atas penanganan semua tindak pidana. Artinya dalam hal Kapolri melakukan pelanggaran atau penyelewengan, maka sebagai pemegang kekuasaan dalam penyidikan seluruh tindak pidana, tentu akan timbul banyak hambatan jika penyidikan dilakukan oleh institusi yang berada di bawahnya. Demikian pula dengan Jaksa Agung.

Maka untuk itu, sangat logis ketika dalam Undang-Undang MD3, Jaksa Agung dan Kapolri masuk sebagai hak angket sebagai upaya untuk check and balances. Lagipula mengingat Kapolri dan Jaksa Agung secara struktur berada di bawah presiden, maka apabila presiden melakukan pelanggaran pidana, terdapat kemungkinan Kapolri dan Jaksa Agung akan mengalami kesulitan untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan.

Dalam konteks inilah, hak angket DPR menjadi mekanisme politik yang relevan digunakan untuk mendorong Kapolri maupun Jaksa Agung untuk tetap melaksanakan penegakan hukum.

Sebagai tambahan, Yang Mulia. Perlu diingat bahwa tugas dan fungsi kepolisian, kejaksaan, tidak hanya melakukan penyidikan dan penuntutan, namun juga fungsi lain yang juga strategis, yaitu fungsi keamanan dan ketertiban masyarakat, sehingga masuk sebagai objek hak angket dalam penjelasan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang MD3.

Untuk alasan kedua, terkait argumentasi asas kejelasan rumusan, asas kepastian tidak ada perubahan sesuai dengan masukan Majelis karena untuk yang argumentasi kedua tidak ada masukan, jadi tidak perlu kita ulang.

Untuk yang ketiga, permohonan provisi pun kami mohon, Yang Mulia, agar sangat dipertimbangkan. Tidak ada perubahan karena kemarin tidak ada komentar terkait dengan permohonan provisi. Kami berharap karena takutnya kami mengalami kerugian konstitusional yang lebih lanjut.

Dan yang keempat dan penutup, Yang Mulia. kami sampaikan bahwa sesuai masukan Majelis Hakim Pak Dr. I Dewa Palguna bahwa permohonan penafsiran telah kami ubah dari unconditional constitutional menjadi conditional constitutional, sehingga permohonan kami menjadi menyatakan ketentuan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang MD3 tetap sah dan mengikat sepanjang dimaknai bahwa hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang oleh presiden, wakil presiden, menteri negara, panglima TNI, Kapolri, Jaksa Agung, atau pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.

Sekian kami sampaikan perbaikan permohonan, Yang Mulia. Semoga judicial review ini menjadi salah satu upaya kita bersama, Yang

(9)

Mulia, untuk mendorong Indonesia yang bebas dari korupsi sebagaimana cita-cita kemerdekaan dan founding fathers kita, serta amanat reformasi sebagaimana yang kita ketahui tercantum dalam TAP MPR untuk menjadikan Indonesia bebas dari KKN.

Terima kasih banyak, Yang Mulia, dan mohon pertimbangan seadil-adilnya. Salam hormat dari kami Para Pemohon, Yang Mulia, Dr. Harun Al Rasyid, Bapak Hotman Tambunan, Ibu Novariza, dan saya sendiri Lakso Anindito, Yang Mulia. Terima kasih.

7. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, terima kasih. Sudah cukup komprehensif anunya, hanya saja di ... yang perlu diperhatikan itu adalah perbaikan pada petitumnya, ya. Jadi Anda minta itu ... apa namanya ... adalah tetap sah atau tetap sah dan mengikat kalau dimaknai seperti yang Anda tulis di halaman 39 itu, gitu ya.

Baik, jadi dengan demikian, maka sudah jelas permohonan ini. Saya lanjutkan dulu ke ... apa, ada ... kalau begitu, saya kira karena sudah jelas dan sudah ditegaskan perbaikan-perbaikannya dan saya melihat juga ada tambahan argumentasi yang cukup signifikan. Ya, saya lanjutkan dulu ke perbaikan untuk Pemohon Nomor 47, silakan.

8. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017:

MUHAMMAD ISNUR

Terima kasih, Yang Mulia Majelis Hakim Konstitusi. Yang pertama, kami ucapakan terima kasih atas masukan yang sangat berharga dan itu kemudian kami elaborasi banyak dalam perbaikan yang kami ajukan.

Yang pertama terkait dengan legal standing, ini di halaman 1, 2, 3, dan 4 kami elaborasi di sini lembaga-lembaga, terutama siapa yang bisa mewakili dan dasarnya apa dan mengapa orang ini bisa mewakili. Jadi sudah sangat jelas di sini sesuai saran Yang Mulia.

Yang kedua, terkait kerugian konstitusional atau kepentingan Pemohon. Kami juga di sini elaborasi dari tiap-tiap Pemohon, apa kepentingan Pemohonnya, kemudian apa kerugian konstitusionalnya, termasuk causal verband antara kerugian dengan berlakunya undang-undang yang dimohonkan, dan juga termasuk jika kalau keputusan ini dikabulkan, bagaimana kemungkinan kerugian tidak akan terjadi lagi, itu kami jelaskan di setiap Pemohon dengan cukup elaboratif sesuai dengan saran Yang Mulia.

Kemudian di bagian pokok permohonan, sesuai saran Yang Mulia secara global, kami juga memasukkan tidak hanya KPK, jadi pasal-pasal yang ... ini juga berlaku buat lembaga-lembaga lain. Nanti akan saya jelaskan di berbagai sisi.

(10)

Yang pertama, pokok permohonan kami ini ada tambahan batu sandungan, batu ujinya. Jadi yang kami uji Pasal 109 ayat (3) ... Pasal 199 ayat (3), Pasal 201 ayat (2), dan batu ujinya ada beberapa pasal, yaitu Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 28C ayat (2), dan Pasal 28D ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945. Jadi ada 24 ayat (1) dan ayat (3) berkenaan dengan kekuasaan kehakiman, itu tambahan batu ujinya.

Menurut kami yang pertama, di pokok permohonan dan ini juga berkenaan dengan petitum kami di ujung. Bahwa Pasal 79 ayat (3) ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai tidak termasuk di dalamnya lembaga-lembaga independent dan atau lembaga-lembaga dalam ruang lingkup, tugas, dan wewenang yang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman seperti KPK, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan lembaga-lembaga independent atau/dan atau lembaga dalam ruang lingkup tugas dan wewenang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman lainnya.

Di sini kami memasukkan tambahan-tambahan. Pertama, penjelasan mengenai apa yang dimaksud dengan frasa pemerintah. Jadi frasa pemerintah di Pasal 79 ini sangat jelas penjelasannya dan kami juga menambahkan dari Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara dan bagaimana sejarah serta perubahan-perubahan Keppres dan Perpres tentang pemerintahan nonkementerian. Sekarang menurut Kemenpan ada 30 lembaga nonkementerian dan tidak ada satu pun lembaga independent seperti KPK, Komisi Yudisial, dan lain-lain. Ini untuk membatasi apakah KPK dan lembaga-lembaga lain dimaknai sebagai lembaga pemerintah nonkementerian.

Nah, kalau kemudian KPK dan lembaga independent lainnya dimaknai sebagai dalam frasa pemerintah, ini sangat bertentangan dengan prinsip konstitusi yang mengatur negara hukum, kepastian hukum yang adil, dan independensi kekuasaan kehakiman.

Yang kedua, ini analisa tentang kelembagaan KPK dan lembaga independent mandiri lainnya, kami memulai dengan pertimbangan MK di tahun 2006 di putusan Nomor 12, 16, dan 19 tentang bagaimana perkembangan sistem ketatanegaraan mengakui komisi-komisi negara semacam KPK. Dan ini kami juga elaborasi bagaimana teori-teori dan perkembangan yang ada di dunia, termasuk juga Indonesia tentang lembaga state auxiliary organ atau state auxiliary institution. Di sini kami jelaskan, jadi tidak hanya ada eksekutif, legislatif, dan yudikatif, ada komisi-komisi yang lain.

Kemudian, juga kami cantumkan lebih dalam, kami fokuskan di KPK sebagai lembaga mandiri atau independent. Ini terkait dengan fungsi-fungsinya, terkait dengan ... apa namanya … relasi check and balances dan juga beberapa ahli yang kami masukkan

(11)

pendapatnya di sini, Pak Zainal Arifin Mochtar, Pak Jimly. Dan termasuk juga kami kutip putusan MK di perkara untuk komisi lain, Komisi Yudisial, dimana MK di 2006, di Putusan Nomor 5 ini menggunakan istilah mandiri terhadap lembaga Komisi Yudisial. Dan itu sesuai dengan Pasal 24B ayat (1) Undang-Undang Dasar Tahun 1945.

Kemudian juga kami memasukkan di halaman 20, poin 3.25.2.5, tentang tugas dan fungsi KPK dengan hubungan dengan eksekutif dan pemerintah. Di sini kami jelaskan bagaimana tugas dan wewenangnya terkait KPK, dimana dia hubungannya dengan Pasal 24 ayat (1) dan ayat (3). Dan MK pun sudah memberikan beberapa pertimbangan yang sangat banyak di beberapa putusan 133/2009, 31, 38/2009 juga. Dan … tapi ada juga kami mengakui bahwa KPK memiliki hubungan dengan eksekutif. Dalam hal apa? Dalam hal pengangkatan dan pemberhentian pimpinan komisi karena ini menyangkut hukum administrasi. Dalam hal ini menurut kami bisa, pengangkatan dan pemberhentian pimpinan KPK itu di angket karena menyangkut administrasi mengenai pansel dan lain-lain.

Yang ketiga, ini kami juga menambahkan, memperkuat beberapa pertimbangan dari MK terkait fungsi dan wewenang atau tugas wewenang KPK terkait dengan fungsi kehakiman. Di beberapa putusan, MK sangat konsisten mengenai independency KPK, yaitu dimana tugas dan wewenangnya terkait fungsi kehakiman tidak bisa diintervensi, bahkan oleh DPR dalam kasus hak angket.

Dan yang terakhir di poin … Pasal 179, kami menjelaskan dampak tafsir kerja KPK serta lembaga independent atau lembaga yang ruang lingkup tugas wewenangnya berkaitan dengan kekuasaan kehakiman jika ditafsirkan sebagai pelaksana undang-undang. Kami jelaskan di sini ada MK, MK menjalankan amanat undang-undang. Mahkamah Agung menjalankan amanat undang, kami lampirkan undang-undangnya, Komnas HAM, Ombudsman. Kalau kemudian makna pelaksanaan undang-undang dimaknai KPK termasuk di dalamnya, maka lembaga-lembaga ini juga kemungkinan akan bisa dihak angket oleh KPK dalam proses … oleh DPR dalam proses kekuasaan kehakimannya.

Nah, ini bertentangan dengan prinsip-prinsip negara hukum, prinsip-prinsip jaminan kepastian hukum yang adil. Kemudian juga, kami tetap memasukkan Pasal 199 ayat (3) sebagai pasal yang kami mohon untuk diuji. Dan kami elaborasi lebih lanjut sesuai saran Yang Mulia penjelasan dan argumentasinya, termasuk juga Pasal 201 kami juga elaborasi penjelasannya, tidak seperti yang kemarin, walaupun mungkin porsinya tidak sebanyak yang Pasal 79.

Terkait provisi, kami di sini mengelaborasi lebih banyak urgensi permohonan provisi. Kami menjelaskan bahwa dari kronologi-kronologi yang ada, dari beberapa peristiwa yang kita lihat, baik di media maupun laporan-laporan resmi, ini kami menunjukkan, kami melihat

(12)

beberapa poin. Pertama, ada conflict of interest dari anggota DPR terhadap KPK. Kemudian juga ada tumpang tindih kewenangan yang dilakukan DPR dalam beberapa tindakan mereka dalam kasus hak angket ini. Juga kami menilai terjadi obstruction of justice, DPR misalnya membuka beberapa hal yang harusnya rahasia dalam tindakan hukum ke publik.

Kemudian juga, meminta dibukanya saksi-saksi dan diketahui bahwa saksi-saksi, yaitu terutama dalam kasus kejahatan yang terorganisir secara serius, ya, itu bahaya buat mereka ketika dibuka ke muka publik. Termasuk juga mencari-cari kesalahan penyidikan dengan hanya mendatangi satu pihak, yaitu terpidana di Lapas Sukamiskin. Metode ini jelas tidak bisa dipertanggungjawabkan karena meminta keterangan dari orang yang memiliki konflik kepentingan sebagai terpidana.

Menurut kami, jika dibiarkan gambaran di atas, menunjukkan terus bergulirnya angket di DPR terhadap KPK membuat KPK dalam kerja-kerjanya akan terganggu. Dan implikasinya tentu ini akan terus berdampak buruk pada preseden (suara tidak terdengar jelas) hak angket oleh DPR. Di depan … ke depannya DPR bisa menggunakan hak angket untuk menyelidiki lembaga negara yang tidak termasuk bagian dari eksekutif, dan bahkan mengintervensi proses hukum yang sedang berjalan. Maka kami memohon di sini, di provisi dengan sangat kepada Majelis Hakim Konstitusi untuk mengabulkan permohonan kami. Yaitu untuk di dalam petitum di halaman 30, sebelum menjatuhkan putusan akhir, menyatakan menunda pelaksanaan berlakunya Pasal 79 ayat (1) poin b dan 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3, khususnya hak angket yang dilakukan DPR RI terhadap lembaga KPK sebagaimana yang dimaksud Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Di pokok perkara, kami memohon seperti kami tadi sampaikan di poin 3-nya di sini, kami mohon kepada Yang Mulia agar mengadili dan memutuskan, mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya, mengabulkan permohonan provisi Pemohon, menyatakan Pasal 79 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 secara besyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai tidak termasuk di dalamnya lembaga-lembaga independent dan/atau lembaga-lembaga dalam ruang lingkup tugas dan wewenang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman seperti KPK, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Komisi Yudisial, dan lembaga independent dan/atau badan lembaga dalam ruang lingkup tugas dan wewenang berkaitan dengan kekuasaan kehakiman lainnya.

Kemudian, di Pasal ... di poin 4-nya, menyatakan Pasal 199 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak

(13)

mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai harus terdapat mekanisme penghitungan yang jelas terhadap anggota yang setuju dan tidak terhadap pemberlakuan hak angket sebagai bagian dari mekanisme voting.

Di poin 5-nya. Menyatakan Pasal 201 ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang MD3 bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Tahun 1945 secara bersyarat dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai keberadaan semua unsur fraksi dalam panitia angket harus dibuktikan melalui surat resmi sebagai perwakilan unsur partai. Apabila tidak terdapat surat resmi sebagai bukan unsur partai, maka panitia khusus dianggap batal demi hukum pembentukannya.

Atau jika Yang Mulia Majelis Hakim Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia mempunyai pendapat lain atau keputusan lain, mohon keputusan yang seadil-adilnya.

Terima kasih, Yang Mulia.

9. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Baik. Ya, sudah diuraikan secara rinci. Saya hanya ingin menegaskan sekali lagi yang di halaman 21, khususnya petitum Anda angka 5 itu. Itu memang ... kalimat terakhir, ya. “Apabila terdapat ... apabila tidak terdapat surat resmi sebagai perwakilan unsur partai, maka panitia khusus dianggap batal demi hukum pembentukannya.”

Jadi, memang ... memang Anda me ... mau menghendaki ini dinyatakan batal demi hukum, ya? Bukan dapat dibatalkan, ya? Ya? Jadi, ba ... batal demi hukum?

10. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017:

MUHAMMAD ISNUR

Itu pendapat kami, Yang Mulia. Tapi, jika ada (...)

11. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, artinya ... artinya, itu memang, ya?

12. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017:

MUHAMMAD ISNUR

(14)

13. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, ndak. Artinya kan, nanti kan ada argumentasi yang ber ... yang berbeda. Karena memang kalau Anda ... kalau dilihat dari posita di depannya, memang tampaknya Anda memang mengarahkan ke ... itu ke batal demi hukum. Ya, kan secara akibat hukum, nanti kan berbeda-beda itu, ya.

Baiklah, satu hal yang ingin saya tegaskan, walaupun sudah dikatakan di depan bahwa masing-masing ... apa namanya ... lawyer ini adalah bisa bertindak bersama-sama maupun sendiri-sendiri untuk dan atas nama Prinsipal. Ini kalau Lalola Easter masih ... masih tetap, ya? Sebagai Kuasa, ya?

14. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017:

MUHAMMAD ISNUR

Masih, Yang Mulia. Cuma, hari ini tanda tangan (...)

15. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Cuma tidak sempat (...)

16. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017:

MUHAMMAD ISNUR

Dia masih di luar kota.

17. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oke.

18. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017:

MUHAMMAD ISNUR

Mohon maaf.

19. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, artinya itu ... ndak, ndak, masalah. Kan itu ada di ini. Yang penting, pernyataan di depan itu, klop dengan yang di belakang itu maksudnya saya mengecek pertanyaan.

Ada, Yang Mulia? Oke, tidak ada pertanyaan dari ... ya, ini sebelum saya mengesahkan alat bukti, yang khusus untuk Pemohon Nomor 40, setelah diverifikasi, P-21 nya itu bagaimana itu

(15)

kedudukannya? Yang posisi KPK yang fungsinya terkait dengan kekuasaan kehakiman itu?

20. PEMOHON PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017: LAKSO

ANINDITO

Ya, Yang Mulia, mohon izin. Sesuai dengan komunikasi kami dengan pihak register yang (suara tidak terdengar jelas) hapuskan, Yang Mulia.

21. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oh, itu dihapuskan?

22. PEMOHON PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017: LAKSO

ANINDITO

Ya.

23. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Baik.

24. PEMOHON PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017: LAKSO

ANINDITO

Jadi, sesuai dengan arahan Yang Mulia untuk (...)

25. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oke.

26. PEMOHON PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017: LAKSO

ANINDITO

Jadi, alat bukti yang P-21, kita hapuskan. Sehingga total alat bukti hanya sampai P-23.

27. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

(16)

28. PEMOHON PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017: LAKSO ANINDITO

Ya. Kita juga (...)

29. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Tetapi peno ... penomorannya, tetap masih (...)

30. PEMOHON PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017: LAKSO

ANINDITO

Nomornya sudah kita ganti, Yang Mulia. Jadi, di permohonan sudah kita sesuaikan semua dan kita lampirkan (...)

31. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oh, ya.

32. PEMOHON PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017: LAKSO

ANINDITO

Apa ... list alat bukti baru. Terima kasih, Yang Mulia.

33. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, yang semula kan sampai P-24?

34. PEMOHON PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017: LAKSO

ANINDITO

Ya.

35. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, jadi sekarang dengan di ... tidak digunakannya P-21 yang lama, berarti P-23. Berarti ini sudah sesuai dengan hasil dari verifikasi kami.

Dengan demikian, bukti dari Pemohon Nomor 40, P-1 sampai dengan P-24 dulu ketika dimohonkan. Tapi sekarang, P-1 sampai dengan P-23 karena sudah dicoret P-21 nya, kami nyatakan sah.

KETUK PALU 1X

(17)

36. PEMOHON PERKARA NOMOR 40/PUU-XV/2017: LAKSO ANINDITO

Terima kasih, Yang Mulia.

37. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Ya, kemudian untuk Nomor 47, apakah ada penambahan bukti karena yang sudah terverifikasi oleh Panitera dan oleh Mahkamah, P-1 sampai dengan P-28 itu, ya?

38. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017:

MUHAMMAD ISNUR

Sementara itu, Yang Mulia.

39. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Baik.

40. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017:

MUHAMMAD ISNUR

Tapi, hari ini mau dimasukkan karena tadi ada masalah soal ... apa namanya ... di kantor Pos.

41. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Oh, itu nanti bisa belakangan.

42. KUASA HUKUM PEMOHON PERKARA NOMOR 47/PUU-XV/2017:

MUHAMMAD ISNUR

Ya.

43. KETUA: I DEWA GEDE PALGUNA

Nanti kalau ini kan, nanti bisa ... yang ada ... ada sekarang dulu yang sudah diverifikasi, kami sahkan dulu, ya.

Dengan demikian, untuk Pemohon Nomor 4 ... permohonan Nomor 47, P-1 sampai P-28, disahkan.

(18)

Baik. Dengan demikian, maka persidangan untuk perbaikan ini sudah selesai, nanti kalau memang ada tambahan alat bukti yang mau diajukan, baik untuk Pemohon 40/PUU-XV/2017 maupun Pemohon Nomor 47/PUU-XV/2017, mohon disampaikan langsung kepada Panitera.

Selanjutnya, kami akan menyampaikan ini segera sesuai dengan permintaan Anda ke Rapat Permusyawaratan Hakim, tapi kan karena sekarang agenda ketatanegaraannya sampai dengan 17 Agustus mungkin, ya, yang jelas pasti setelah 17 Agustus mungkin Anda akan mendengar kabar tentang kelanjutan dari permohonan ini dari Panitera. Yang pasti kami akan segera melaporkan ini kepada Rapat Permusyawaratan Hakim 9 Hakim Konstitusi, kalau bahasa Proklamasinya, “Dalam waktu yang sesingkat-singkatnya,” begitu. Demikian, ya.

Maka dengan demikian, maka persidangan hari ini selesai dan sidang saya nyatakan ditutup.

Jakarta, 15 Agustus 2017 Kepala Sub Bagian Risalah, t.t.d.

Yohana Citra Permatasari

NIP. 19820529 200604 2 004

SIDANG DITUTUP PUKUL 11.31WIB

KETUK PALU 3X

Risalah persidangan ini adalah bentuk tertulis dari rekaman suara pada persidangan di Mahkamah Konstitusi, sehingga memungkinkan adanya kesalahan penulisan dari rekaman suara aslinya.

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini, yaitu perbedaan kelas sosial yang ada pada cerpen “Perkawinan Mustaqimah” karya Zulfaisal Putera yang terbagi menjadi dua, yaitu golongan sangat

Dengan adanya modul pengembangan bimbingan kelompok untuk mencegah perilaku seks bebas pada peserta didik, diharapkan dapat membantu guru dalam memberikan

Kotoran kambing dapat digunakan sebagai bahan organik pada pembuatan pupuk kandang karena kandungan unsur haranya relatif tinggi dimana kotoran kambing bercampur dengan air

Untuk kegiatan sholat wajib dhuhur dan ashar berjamaah siswa berada di tanggung jawab pihak sekolah karena setiap waktunya sholat dhuhur dan sholat ashar siswa di

zingiberi asal Temanggung dan Boyolali yang telah disimpan dalam medium tanah steril selama enam tahun masih tumbuh dengan baik pada medium PDA dan memenuhi cawan Petri setelah

Pengkajian transtivitas terhadap pidato kampanye Ahok pada pemilihan Gubernur DKI Jakarta periode 2017-2022 menghasilkan tiga simpulan, yakni 1) seluruh tipe transitivitas

Sedangkan pada pemeriksaan rinoskopi anterior tampak kedua cavum nasi sempit, sekret bening, konka inferior berwarna livide , terdapat massa lunak, bertangkai, bulat,

Mahasiswa juga belum terbiasa melakukan pembelajaran dengan metode penugasan kelompok sehingga masih banyak mahasiswa yang berdiskusi dengan teman dari kelompok