• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Kajian Teori 2.1.1 Hasil Belajar

Hasil belajar mengacu pada segala sesuatu yang menjadi milik peserta didik sebagai akibat dari kegiatan pembelajaran yang dilakukan. Oleh karena itu setiap mata pelajaran mempunyai tugas tersendiri dalam membentuk pribadi peserta didik , hasil belajar untuk suatu mata pelajaran berbeda dari tiap pelajaran. (Hermawan, 2008:10.20).

Hasil belajar adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui suatu

kegiatan belajar. Menurut Benjamin S. Bloom ( Abdurrahman, Tri Yulianto, 2011 ) ada tiga ranah ( domain ) hasil belajar, yaitu : kognitif, afektif, dan psikomotor.

Dalam kegiatan pembelajaran, hasil belajar ini dinyatakan dalam rumusan tujuan. Oleh karena itu setiap pelajaran menuntut hasil belajar yang berbeda dari mata pelajaran. Gagne menemukan 5 kategori hasil belajar yaitu:

1. Informasi Verbal

Informasi Verbal adalah kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memberikan tanggapan khusus terhadap stimulus yang relatif khusus (Dick dan Corey, 1990). Dalam kemampuan ini tidak ada tuntutan untuk menggunakan simbol, memecahkan masalah atau menerapkan aturan. Untuk menguasai kemampuan ini peserta didik hanya dituntut untuk menyimpan informasi dalam sistem ingatannya. Kemampuan menyebutkan nama-nama gunung suatu contoh kemampuan yang termasuk dalam kategori informasi verbal.

2. Keterampilan Intelektual

Menurut Dick dan Carey (1990) keterampilan intelektual adalah kemampuan yang menuntut peserta didik untuk melakukan kognitif yang unik. Unik disini artinya bahwa peserta didik harus mampu memecahkan suatu permasalahan dengan menerapkan informasi yang belum pernah dipelajari. Seorang peserta didik dianggap telah menguasai kemampuan ini apabila peserta didik tersebut menunjukkan kemampuan dalam membedakan karakteristik fisik yang dimiliki obyek.

(2)

Dengan demikian segala kemampuan yang menuntut peserta didik menggunakan informasi simbolik merupakan kemampuan intelektual.

3. Strategi Kognitif

Strategi Kognitif ini mengacu pada kemampuan mengontrol proses internal yang dilakukan oleh individu dalam memilih dan memodifikasi, cara berkonsentrasi, belajar mengingat dan berpikir (Gagne, Briggs dan Wager; 1992) peserta didik telah menguasai kemampuan strategi kognitif. Apabila peserta didik tersebut mampu menerapkan teknik membaca yang memudahkannya untuk mengingat dan memahami apa yang dibacanya, serta mampu memilih teknik khusus untuk berpikir cara menganalisa masalah.

4. Sikap

Sikap ini mengacu pada kecenderungan untuk membuat pilihan atau keputusan untuk bertindak di bawah kondisi tertentu atau dikaitkan dengan hasil belajar sikap adalah kemampuan peserta didik dalam menentukan pilihan atau bertindak sesuai dengan sistem nilai yang diyakininya.

5. Ketrampilan Motorik

Ketrampilan Motorik ini mengacu pada kemampuan melakukan gerakan atau tindakan terorganisasi yang direfleksikan melalui kecepatan, ketepatan, ketakutan, kehalusan gerakan. (Gagne, Briggs dan Wager; 1992).

Romiszowski (Abdurrahman, Tri Yulianto, 2011 ) hasil belajar merupakan keluaran ( outputs ) suatu sistem pemrosesan masukan (inputs ). Masukan dari sistem tersebut berupa bermacam-macam informasi, sedangkan keluarannya adalah perbuatan / kinerja (performence). Perbuatan merupakan petunjuk bahwa proses belajar telah terjadi. Hasil belajar dapat dikelompokkan dalam dua macam : pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan terdiri dari empat kategori, yaitu : (1) pengetahuan tentang fakta, (2) pengetahuan tentang prosedur, (3) pengetahuan tentang konsep, (4) pengetahuan prinsip. Keterampilan juga terdiri dari empat kategori, yaitu : (1) keterampilan untuk berpikir atau keterampilan kognitif, (2) keterampilan untuk bertindak atau keterampilan motorik, (3) keterampilan bereaksi atau bersikap, (4) keterampilan berinteraksi.

(3)

John M. Keller ( Abdurrahman, Tri Yulianto, 2011 ) memandang hasil belajar sebagai keluaran dari suatu sistem pemrosesan berbagai masukan yang berupa informasi. Masukan dapat dikelompokkan menjadi dua macam yaitu masukan yang berasal dari pribadi ( personal inputs ) dan masukan yang bersal dari lingkungan ( environmental inputs ). Masukan pribadi terdiri dari empat macam, yaitu : (1) motivasi, (2) harapan untuk berhasil, (3) inteligensi dan penguatan awal, (4) evaluasi kognitif. Masukan yang berasal dari lingkungan terdiri dari tiga macam, yaitu : (1) rancangan dan pengelolaan motivasional, (2) rancangan dan pengelolaan kegiatan belajar, (3) rancangan dan pengelolaan ulangan penguatan. Kualitas masukan yang diperoleh anak akan mempengaruhi keluaran yang bisa ditunjukkan peserta didik .

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tentang hasil belajar dapat diambil beberapa kunci, yaitu : keluaran, masukan, pemrosesan, dan ranah. Jadi dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah keluaran yang dapat ditunjukkan peserta didik setelah melakukan kegiatan memproses masukan yang diterima dalam ranah kognitif, afektif, maupun psikomotor yang bersifat relatif menetap / bertahan dan dapat diamati.

Hasil belajar peserta didik dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: (1) Motivasi dan nilai, (2) Harapan untuk hasil, (3) Inteligensi dan penguasaan awal, (4) evaluasi kognitif, (5) kegiatan pembelajaran yang diikuti, (6) ulangan / penguatan.

2.1.2 Hakikat Ilmu Pengetahuan alam

Mata pelajaran IPA berfungsi untuk memberikan pengetahuan tentang lingkungan alam, mengembangkan ketrampilan, wawasan dan kesadaran teknologi dalam kaitan dengan pemanfaatannya bagi kehidupan sehari-hari. (Hermawan, 207:818). Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam di sekolah dasar mulai diajarkan di kelas I dengan lebih bersifat memberi pengetahuan melalui pengamatan terhadap berbagai jenis dan perangai lingkungan alam serta lingkungan buatan.

Belajar IPA bagi peserta didik berarti cara mencari tahu tentang alam secara sistematis. Belajar IPA akan membuat peserta didik bukan hanya menguasai pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip. Tetapi juga proses penemuannya. IPA merupakan ilmu yang bersifat empirik dan membahas tentang fakta serta gejala alam menjadikan pembelajaran IPA tidak hanya verbal tetapi

(4)

juga faktual. Hakekat IPA sebagai proses diwujudkan dengan melaksanakan pembelajaran yang melatih ketrampilan proses bagaimana cara produk sains ditemukan.

Keterampilan proses yang perlu dilatih dalam pembelajaran IPA meliputi ketrampilan proses dasar, misalnya: mengamati, mengukur, mengklasifikasikan, mengkomunikasikan, mengenal hubungan ruang dan waktu, serta ketrampilan proses terintegrasi misalnya merancang dan melakukan eksperiman yang meliputi menyusun hipotesis, menentukan variabel, menyusun dolifinisi operasional, menafsirkan data, menganalisa dan mensintesis data.

Hasil belajar IPA dikelompokkan berdasarkan hakekat sains yang meliputi IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah. Dalam segi produk, peserta didik diharapkan dapat memahami konsep-konsep IPA dan keterkaitannya dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi proses peserta didik diharapkan memiliki kemampuan untuk mengembangkan pengetahuan, gagasan dan menerapkan konsep yang diperolehnya untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi dalam kehidupan sehari-hari. Dari segi ilmiah peserta didik diharapkan mempunyai minat untuk mempelajari benda-benda di sekitarnya, bersikap ingin tahu, tekun kritis, mawas diri, bertanggung jawab, dapat bekerja sama dan mandiri, serta mengenal dan mengembangkan rasa cinta terhadap alam sekitar dan Tuhan Yang Maha Esa. Dengan demikian hasil yang dikembangkan di SD adalah hasil belajar yang mencakup penguasaan produk proses, dan sikap ilmiah.

Pembelajaran IPA di SD meniscaya akan terjadi interaksi peserta didik dengan lingkungan sekitarnya. Sentral pembelajaran ini adalah peserta didik dan guru sebagai fasilitator. Guru berkewajiban untuk meningkatkan pengalaman belajar peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran IPA. Tujuan ini tidak terlepas dari hakikat IPA sebagai produk, proses dan sikap ilmiah.

Ciri umum dari Ilmu Pengetahuan Alam adalah himpunan fakta serta aturan yang menyatakan hubungan antara satu dengan yang lainnya. Fakta-fakta tersebut disusun secara sistematis serta dinyatakan dengan bahasa yang tepat dan pasti sehingga mudah dicari kembali dan dimengerti untuk komunikasi. Karakteristik mata pelajaran IPA tercantum antara lain:

(5)

IPA mempunyai karakter menjunjung tinggi nilai-nilai kebenaran ilmiah. Setiap teori dalam ruang lingkup IPA melalui metode dan prosedur yang dapat dibuktikan dan dipertanggung jawabkan kebenarannya, sehingga kebenaran ilmiah dari sebuah teori yang diusung dapat dipergunakan kembali bahkan dapat disempurnakan oleh penemu-penemu berikutnya.

2. IPA tersusun secara sistematis

IPA merupakan suatu kumpulan pengetahuan yang tersusun mulai dari unsur terdapatnya sebuah masalah, kemudian dilakukan analisis awal serta pengkajian lebih lanjut untuk mendapatkan kesimpulan akhir yang bermanfaat dalam setiap aspek kehidupan manusia.

3. IPA merupakan Pengetahuan Analitis Teoritis

Ilmu Pembelajaran IPA merupakan sebuah cara pandang ilmiah terhadap alam yang tersusun dengan cara berpikir secara kritis dan berkesinambungan (analitis).

2.1.3 Pendekatan SAVI

2.1.3.1 Pengertian Pendekatan SAVI

Pendekatan SAVI itu akronim dari, Somatis, Auditori, Visual, Intelektual. Maksudnya cara belajar yang mengoptimalkan aspek somatis (gerak), auditori (pendengaran), visual (penglihatan) dan intelektual (pikiran). Keempat aspek tersebut digabung, dipadukan dan yang terpenting dioptimalkan ketika seseorang melakukan proses belajar. Lalu siapa yang mengoptimalkan? Tentu saja si pembelajar sendiri, atau fasilitator belajar misalnya guru, tutor, instruktur dan yang sejenisnya.

Pendekatan belajar ini didasari oleh fakta bahwa setiap orang memiliki gaya berfikir dan gaya belajar yang berbeda-beda. Sebagian kita dapat belajar dengan baik hanya dengan melihat orang lain melakukannya. Biasanya orang-orang seperti ini menyukai penyajian informasi yang runtut. Mereka lebih suka menuliskan apa yang dikatakan fasilitator dan tidak terganggu oleh kebisingan. Pola belajar demikian disebut gaya belajar visual. Disisi lain banyak pula pelajar yang mengandalkan kemampuan mendengar untuk mengingat dan tidak sedikit peserta didik yang memiliki cara belajar paling efektif dengan terlibat langsung dengan kegiatan.

(6)

Menurut Silberman (2006:28) hanya sedikit peserta didik yang memiliki satu jenis cara belajar. Berdasarkan hasil penelitian dari setiap 30 peserta didik 22 diantaranya dapat belajar dengan sangat efektif selama gurunya menghadirkan kegiatan belajar yang berupa kombinasi antara visual-auditorial-kinestetik. Namun 8 peserta didik lainnya hanya menyukai satu bentuk cara pembelajaran sehingga mereka kesulitan memahami pelajaran jika metode penyampainnya tidak sesuai dengan gaya belajar mereka. Guna memenuhi kebutuhan ini pembelajaran harus bersifat multisensori dan penuh dengan variasi.

Sementara itu John Dewey menegaskan bahwa sekolah harus dijadikan tempat kerja. Ia menganjurkan metode proyek dan problem solving harus banyak

diterapkan dalam sistem pembelajaran. Ia mempopulerkan istilah Learning By Doing.

Deporter (2005:117) menjelaskan bahwa belajar berdasarkan aktivitas secara umum jauh lebih efektif daripada didasarkan presentasi, materi dan alat peraga . Alasannya adalah cara belajar berdasar aktivitas mengajak peserta didik terlibat sepenuhnya. Telah terbukti di banyak penelitian bahwa orang belajar dengan lebih baik dari berbagai aktivitas dan pengalaman yang dipilih dengan tepat daripada mereka belajar dengan duduk didepan penceramah, buku panduan, televisi atau komputer.

Pembelajaran tidak akan meningkat secara otomatis dengan menyuruh peserta didik berdiri dan bergerak kesana kemari. Pembelajaran yang baik adalah dengan menggabungkan gerakan fisik, dengan aktivitas berfikir (intelektual) dan penggunaan semua inder (pendengaran) dan penglihatan (visual). Pendekatan belajar demikian menurut Meier disebut pendekatan SAVI (Somatik, Auditori, Visual, Intelektual). Keempat unsur tersebut harus berjalan sinergis, terpadu dan simultan.

Pendekatan SAVI diperkenalkan pertama kali oleh Dave Meler (Sidjobat, 2008) mengemukakan bahwa manusia memiliki empat dimensi yakni tubuh atau somatic (S), pendengaran atau auditori (A), penglihatan atau visual (V) dan pemikiran atau intelektual (I). Bertolak dari pandangan ini ia mengajukan pendekatan aktif yang disingkat SAVI yaitu somatic yang bermakna belajar dengan berbuat; auditori yang bermakna belajar dengan berbicara dan mendengarkan, visual yang bermakna belajar dengan mengamati dan menggambarkan serta intelektual yang bermakna belajar dengan berpikir dan merenung.

(7)

Pendekatan SAVI merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan bahwa belajar haruslah memanfaatkan semua alat indera yang dimiliki peserta didik . (Warta, 2010:40). Dari pengertian ini jelas bahwa pendekatan SAVI merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua inderanya dalam proses pembelajaran, jadi belajar haruslah menggunakan kemampuan berpikir (minds-0n), bernalar, menyelidiki, mengidentifikasi, menemukan, mencipta, mengkonstruksi, memecahkan masalah dan menerapkan.

2.1.3.2 Prinsip Dasar dan Karakteristik Pendekatan SAVI

Pendekatan SAVI sejalan dengan gerakan Accelerated Learning (AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan Accelerated Learning yaitu:

1) pembelajaran melibatkan seluruh pikiran dan tubuh

2) pembelajaran berarti berkreasi bukan mengkonsumsi.

3) kerjasama membantu proses pembelajaran

4) pembelajaran berlangsung pada benyak tingkatan secara simultan

5) belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri dengan umpan balik.

6) emosi positif sangat membantu pembelajaran.

7) otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.

Karakteristik pendekatan SAVI adalah:“Somatic” berasal dari Bahasa Yunani “soma” yang berarti tubuh. Jadi belajar somatic berarti belajar dengan indera peraba, kinestetis, praktis melibatkan fisik dan menggunakan serta menggerakkan tubuh ketika belajar. Penelitian neurologis telah membongkar keyakinan kebudayaan barat yang keliru bahwa pikiran dan tubuh adalah entitas yang terpisah. Temuan penelitian menyimpulkan bahwa pikiran tersebar di seluruh tubuh. Intinya tubuh adalah pikiran dan pikiran adalah tubuh. Keduanya merupakan sistem kimiawi-biologis yang terpadu. Jadi dengan menghalangi pembelajar somatic menggunakan tubuh mereka sepenuhnya dalam belajar maka kita menghalangi fungsi pikiran mereka sepenuhnya. Untuk merangsang hubungan pikiran-tubuh guru perlu menciptakan suasana belajar yang dapat membuat orang bangkit dan berdiri dari tempat duduk dan aktif secara fisik dari waktu ke waktu. Tidak semua pembelajaran memerlukan aktivitas fisik, tetapi dengan

(8)

berganti-ganti menjalankan aktivitas belajar aktif dan pasif secara fisik kita dapat membantu pembelajaran peserta didik dengan baik.

Auditori, artinya, pikiran auditori kita lebih kuat daripada yang kita sadari. Telinga kita menangkap dan menyimpan informasi auditori bahkan tanpa kita sadari. Dalam merancang pembelajaran yang menarik bagi saluran auditori yang kuat dalam diri peserta didik carilah cara untuk mengajak mereka membicarakan apa yang sedang mereka pelajari. Minta mereka menterjemahkan pengalaman mereka dengan suara. Mintalah mereka membaca keras-keras, ajaklah mereka berbicara saat mereka memecahkan masalah, membuat model, mengumpulkan informasi, membuat rencana kerja, menguasai keteramipilan, membuat tinjauan pengalaman belajar atau memperhatikan penjelasan dari sumber-sumber belajar.

Visual, artinya, belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Dalam otak

kita terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual daripada semua indera yang lain. Setiap peserta didik yang menggunakan visualnya lebih mudah belajar jika dapat melihat apa yang sedang dibicarakan seorang penceramah atau sebuah buku atau program computer. Secara khususnya pembelajar visual yang baik jika mereka dapat melihat contoh dari dunia nyata, diagram, peta gagasan, ikon dan sebagainya ketika belajar.

Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untuk berfikir, menyatukan pengalaman, menciptakan hubungan, makna, rencana dan nilai-nilai dari hubungan tersebut. Intelektual adalah bagian diri yang merenung, mencipta, memecahkan masalah dan membangun makna. Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran, sarana yang digunakan manusia untuk berfikir, menyatukan pengalaman, menciptakan jaringan syaraf baru dan belajar. Intelektual menghubungan pengalaman mental, fisik, emosional, dan intuitif tubuh untuk membuat makna baru bagi dirinya sendiri.

2.1.3.4 Langkah-Langkah Pendekatan SAVI.

Pendekatan SAVI dapat direncanakan dalam empat tahap: 1) Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan)

(9)

Pada tahap ini guru membangkitkan minat peserta didik , memberikan perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang, dan menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Secara spesifik meliputi hal-hal sebagai berikut:

a) memberikan sugesi positif

b) memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada peserta didik

c) memberikan tujuan yang jelas dan bermakna

d) membangkitkan rasa ingin tahu

e) menciptakan lingkungan fisik yang positif.

f) menciptakan lingkungan emosional yang positif

g) menciptakan lingkungan sosial yang positif

h) menenangkan rasa takut

i) menyingkirkan hambatan-hambatan belajar

j) banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah

k) merangsang rasa ingin tahu peserta didik

l) mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.

2) Tahap Penyampaian (kegiatan inti)

Pada tahap ini guru hendaknya membantu peserta didik menemukan materi belajar yang baru dengan cara menarik, menyenangkan, relevan, melibatkan pancaindera, dan cocok untuk semua gaya belajar. Hal- hal yang dapat dilakukan guru adalah sebagai berikut:

a) uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan

b) pengamatan fenomena dunia nyata

c) pelibatan seluruh otak, seluruh tubuh

d) presentasi interaktif

e) grafik dan sarana yang presentasi brwarna-warni

f) aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar

g) proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim

h) latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok)

i) pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual

(10)

3) Tahap Pelatihan (kegiatan inti)

Pada tahap ini guru hendaknya membantu peserta didik mengintegrasikan dan menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara. Secara spesifik, yang dilakukan guru yaitu:

a) aktivitas pemrosesan peserta didik

b) usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali

c) simulasi dunia-nyata

d) permainan dalam belajar

e) pelatihan aksi pembelajaran

f) aktivitas pemecahan masalah

g) refleksi dan artikulasi individu

h) dialog berpasangan atau berkelompok

i) pengajaran dan tinjauan kolaboratif

j) aktivitas praktis membangun keterampilan

k) mengajar balik

4) Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup)

Pada tahap ini guru hendaknya membantu peserta didik menerapkan dan memperluas pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan sehingga hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Hal –hal yang dapat dilakukan adalah:

a) penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera

b) penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi

c) aktivitas penguatan penerapan

d) materi penguatan prsesi

e) pelatihan terus menerus

f) umpan balik dan evaluasi kinerja

g) aktivitas dukungan kawan

(11)

2.1.4. Penggunaan Alat Peraga Torso 2.1.4.1 Pengertian alat peraga

Alat peraga sangat membantu memudahkan peserta didik menguasai sejumlah materi pembelajaran maupun untuk mengembangkan kemampuan kognitif, afektif dan psikomotor. Jika di dalam menyampaikan materi guru tidak menggunakan alat peraga maka tentu pemahaman peserta didik terhadap materi bersifat verbalistik

dan abstrak. Alat peraga disiapkan atau disediakan guru untuk mempresentasikan

dan atau menjelaskan bahan pelajaran serta digunakan peserta didik untuk dapat terlibat langsung dengan pembelajaran (Gatot Muhsetyo, 2007: 2.3).

Alat peraga dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu alat peraga sederhana dan alat peraga tidak sederhana, alat peraga cetak dan alat peraga elektronik. Beberapa kriteria dalam memilih alat peraga adalah kecocokan dengan materi pelajaran, ketersediaan alat dan pendukungnya, kemmapuan finansial untuk pengadaan dan operasional dan kemampuan/keterampilan menggunakan alat peraga dengan tepat dan benar.

Menurut Bruner (dalam Udin S Winataputra 2008), tahapan kognitif usia sekolah dasar secara berurutan adalah tahap enaktiv, ikonik dan simbolik. Oleh karena itu alat peraga sebaiknya alat peraga konkret, baru semi konkret (misalnya model atau bahan manipulatif) dan abstrak (misalnya gambar).

2.1.4.2.Alat Peraga Torso

Model Torso adalah alat peraga yang didesain sebagai pengganti tubuh atau jasad manusia tanpa lengan dan kaki dan lebih menonjolkan penampakkan organ-organ dalam seperti jandung, paru-paru, hati, lambung, usus halus, usus besar, ginjal dan penampakan berbagai organel lain yang mendukung gambaran lengkap dari fungsi dan proses-proses yang terjadi mendukung gambaran lengkap dari segi pandang Model Torso mempunyai tiga permukaan yaitu panjang, lebar dan tinggi. Oleh sebab itu Model Torso termasuk kategori alat peraga tiga dimensi. Alat peraga dengan bentuk tiga dimensi akan banyak mengandung pemahaman dibandingkan dengan yang lain serta memberi pengalaman yang lengkap dan mendalam (Hamalik, 1994).

(12)

Jika dikaitkan dengan pengalaman yang diperoleh peserta didik yang belajar dengan menggunakan alat peraga Model Torso memperoleh pengalaman yang riil. Proses penerimaan peserta didik terhadap pelajaran akan lebih berkesan secara mendalam, sehingga membentuk pengertian yang baik dan sempurna. Belajar dengan alat peraga tiga dimensi merupakan alat bantu yang efektif dalam mengikutsertakan berbagai indera dalam belajar mengajar (Nurbatni, 2005).

Kelebihan lain dari Model Torso ialah memberi kesempatan peserta didik dalam tugas yang nyata memperlihatkan rangsangan yang relevan, memperbesar motivas dan minat belajar. Namun demikian Hamalik (1994) menyatakan bahwa sekalipun model sudah bisa dianggap mewakili benda yang asli, namun karena ia adalah benda tiruan tentu saja memiliki kekurangan dalam aspek-aspek tertentu disebabkan aspek besarnya benda, perubahan karena pengaruh luar, pada suatu saat sudah tak canggih (up to date) lagi dan sebagainya.

Menurut Hadziq Sholeh (2008), pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan alat peraga konkret memiliki manfaat dan nilai praktis sebagai berikut: 1) Memberikan fasilitas pembelajaran peserta didik sehingga dapat merangsan

peserta didik untuk berfikir, mengaktifkan dan memotivasi peserta didik

2) Memberi peluang peserta didik mengembangkan kemampuan mengamati,

menghitung, mengukur, mengklasifikaiskan, meneliti, menafsirkan

mengumpulkan, menerapkan dan mengkomunikasikan kemampuannya.

3) Dapat memberikan pengalaman belajar yang konkret dan langsung, dapat mengembangkan pola-pola instruksional bagi guru

4) Dapat memberi informasi akurat dan terbaru mengatasi keterbatasan pengalaman dan kemampuan guru.

Torso merupakan salah satu jenis alat peraga tiga dimensi yang dapat dilihat dari atas, bawah, dan samping. Torso merupakan model kerangka tubuh manusia secara lengkap. Melalui alat peraga torso peserta didik dapat mengamati secara cermat bagian-bagian tubuh manusia, meraba dan menggerakkannya seolah menggerakkan tubuh sendiri. Setidaknya ada dua aspek keuntungan yang bisa didapatkan dengan penggunaan alat praktek IPA torso yaitu dari sisi kinerja kualitatif cukup baik karena menggambarkan suatu bentuk benda menyerupai bentuk aslinya

(13)

dan di lain sisi sangat efesien, karena hampir setiap di sekolah telah tersedia alat peraga tersebut.

Menurut peneliti penggunaan alat peraga torso dalam pembahasan kompetensi mendeskripsikan hubungan antara struktur kerangka tubuh manusia dan fungsinya sangat membantu peserta didik dalam belajar. Alat peraga ini sangat menarik perhatian peserta didik sehingga minat belajar sangat tinggi. Peserta didik secara keseluruhan terlibat aktif dalam pebelajaran secara kooperatif bersama teman dalam kelompok sehingga tercipta Learning community (masyarakat belajar) dalam kelas. Inilah pembelajaran PAKEM (pembelajaran aktif, kreatif, efektif, dan menyenangkan).

2.2. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

2.2.1 Penelitian Ketut Ngurah Artawan S.Pd.M.Pd. berjudul “Penerapan Pendekatan Somatis, Auditori, Visual, dan Intelektual (SAVI) untuk Meningkatkan Prestasi Belajar Teknologi Informasi dan Komunikasi Peserta didik Kelas VIIIB SMP Negeri I Sidemen Karangasem Bali”.. Hasil penelitian tindakan kelas ini menunjukkan bahwa prestasi belajar peserta didik pada siklus I dengan rata-rata 6,50, standar deviasi 1,7 , ketuntasan klasikal 68,4 % dan dalam kategori cukup. Siklus II dengan rata-rata 7,80 , standar deviasi 1,43 , ketuntasan klasikal 82,05 % dan dalam kategori baik. Dengan penerapan SAVI di kelas VIIB dalam pembelajaran TIK dapat meningkatkan aktivitas peserta didik . Ini menunjukkan bahwa penerapan pendekatan SAVI efektif untuk

menciptakan suasana belajar yang menyenangkan.

2.2.2. Hasil penelitian dari Siti Aisyah (2004) berjudul “Peningkatan penalaran Matematika

melalui pendekatan SAVI peserta didik Kelas 1 SMPN 2 Surakarta”, menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara kemampuan penalaran dan prestasi belajar matematika. Rata-rata nilai pada kondisi awal 56, pada kondisi akhir siklus II mencapai 87. Aktivitas peserta didik pada kondisi awal hanya 56%, pada kondisi akhir mencapai 86%.

(14)

2.3. Kerangka Pikir

Kerangka pikir peneliti gambarkan dalam diagram 2.1 berikut:

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir

Berdasarkan diagram di atas dapat peneliti jelaskan bahwa pada kondisi awal peneliti belum menerapkan pendekatan SAVI sehingga hasil belajar peserta didik rendah. Peneliti melakukan upaya perbaikan siklus I dengan menerapkan pendekatan SAVI dan menggunakan alat peraga torso serta memberi bimbingan kepada peserta didik secara klasikal. Upaya perbaikan pada siklus II peneliti melakukan tindakan dengan menerapkan pendekatan SAVI dan alat peraga torso serta memberikan bimbingan kepada peserta didik dalam kelompok kecil. Hasil evaluasi menunjukkan peningkatan yang luar biasa. Diduga dengan menerapkan pendekatan SAVI berbantuan alat peraga torso maka hasil belajar IPA tentang ubungan struktur kerangka tubuh manusia dan fungsinya dapat ditingkatkan.

Guru/peneliti belum menerapkan pendekatan SAVI Guru/peneliti sudah menerapkan menerapkan pendekatan

SAVI dan alat peraga torso

Diduga melalui penerapan pendekatan

SAVI dan alat peraga torso hasil belajar

meningkat Siklus I Penerapan pendekatan SAVI dengan bimbingan klasikal Siklus II Penerapan pendekatan SAVIan

alat peraga torso dengan bimbingan pada kelompok kecil

Hasil Belajar peserta didik rendah Kondisi awal Tindakan Kondisi akhir

(15)

2.4. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka teoritik di atas maka hipotesis penelitian adalah pendekatan SAVI dapat meningkatkan hasil belajar IPA kompetensi dasar mendeskripsikan hubungan antara struktur kerangka tubuh manusia dengan fungsinya peserta didik Kelas IV SD Negeri 3 Karangbener Kecamatan Bae Kabupaten Kudus pada semester I tahun pelajaran 2012/2013.”

Gambar

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini membuat kebanyakan lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger 1982). Lipid secara umum dapat dibagi kedalam dua kelas besar,

Hubungan tersebut bertanda positif yang menunjukan hubungan yang terjadi keduanya adalah searah, artinya semakin baik due professional care yang dimiliki auditor

Pada gambar di atas dapat dilihat bahwa sebagian besar responden (65%) memiliki tingkat loyalitas yang sangat tinggi terhadap susu cair karena mereka tidak pernah mengganti

Pengenalan konsep adalah fase dalam siklus belajar yang analog dengan akomodasi ketika struktur baru dibangun untuk mengintegrasikan informasi baru. Renner menyebut

Bogor: Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan Fakultas Perikanan dan llmu Kelautan IPB.. Sinopsis Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir dan

Berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang pemerintahan desa, dari 1945 sampai 2005 memberikan posisi eksistensi Desa Pakraman, mengalami pasang surut, hal

Permasalahan yang terjadi di Dusun Giring-Giring adalah kurangnya pengetahuan masyarakat mengenai pemahaman dan kesadaran kebutuhan sistem utilitas/prasarana lingkungan

Retribusi Pasar semula diatur dengan Peraturan Daerah Kotamadya Daerah Tingkta II Solok Nomor 13 Tahun 1992 tentang Retribusi atas Transaksi Balik Nama, Kontrak