• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
39
0
0

Teks penuh

(1)

12 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. HUBUNGAN MASYARAKAT (PUBLIC RELATIONS) 1. Konsep Tentang Humas (Public Relations)

Public Relations atau dalam Bahasa Indonesia ialah Hubungan Masyarakat (HUMAS) adalah seni menciptakan pengertian publik yang lebih baik sehingga dapat memperdalam kepercayaan publik terhadap suatu individu/organisasi. Pakar Public Relations dari salah satu Negara maju mengeluarkan defenisi Public Relations yang berbunyi sebagai berikut : Public Relations adalah seni dan ilmu pengetahuan sosial untuk menganalisis kecenderungan, memprediksi konsekuensi-konsekuensinya, menasehati para pemimpin organisasi, melaksanakan program-program yang terencana mengenai kegiatan-kegiatan yang melayani, baik kepentingan organisasi maupun kepentingan publik (Ruslan, 1998:15). Secara etimologis Public Relations terdiri dari dua kata yaitu : public dan relations. Dalam bahasa Indonesia, kata Public berarti public atau masyarakat dan relations adalah hubungan-hubungan. Jadi arti dari Public Relations adalah hubungan-hubungan dengan public/masyarakat.

Definisi humas menurut Dr. Rex Harlow yang diterbitkan IPRA (Internasional Public Relations Association) 1978 adalah fungsi manajemen yang khas dan mendukung pembinaan, pemeliharaan jalur bersama antara organisasi dengan publiknya, menyangkut aktivitas komunikasi, pengertian, penerimaan dan kerjasama, melibatkan manajemen dalam menghadapi persoalan/permasalahan, membantu manajemen untuk mampu menanggapi opini public, mendukung manajemen dalam mengikuti dan memanfaatkan perubahan secara efektif, bertindak sebagai system peringatan dini dalam mengantisipasi kecenderungan penggunaan penelitian serta teknik komunikasi yang sehat dan etis sebagai sarana utama (Ruslan, 1998). Pemahaman konsep dan pengertian humas itu seperti apa, bisa juga kita lihat pendapat dari ; (British) Institude of Public Relations (IPR) : Humas adalah keseluruhan upaya yang dilakukan secara terencana dan

(2)

13

berkesinambungan dalam rangka menciptakan dan memelihara niat baik (good- will) dan saling pengertian antara suatu organisasi dengan segenap khalayaknya”

(Jefkins-Daniel Yadin 2002 : 9)

Humas dibentuk di lembaga pemerintah diantaranya sebagai juru bicara pemerintah, melakukan hubungan timbal balik antara pemerintah daerah dengan masyarakat umum dan organisasi kemasyarakatan untuk memperjelas kebijakan dan kegiatan pemerintah daerah, melakukan hubungan intern dengan satuan dan unit kerja di lingkungan pemerintah, melaksanakan usaha untuk peningkatan peliputan kegiatankegiatan yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat dan melaksanakan koordinasi/ kerja sama dengan organisasi kewartawanan (Moore, 2004). Dengan pelaksanaan peran humas pemerintah, tujuan akhirnya adalah untuk membentuk citra yang positif tentang pemerintah di mata masyarakatnya.

Orang tidak harus mengingat definisi yang manapun. kata-kata kunci yang perlu diingat untuk mendefinisikan Public Relations adalah sebagai berikut :

a) Sengaja. Kegiatan Public Relations adalah sesuatu yang disengaja, dirancang, untuk mempengaruhi, mendapatkan pengertian, memberikan informasi, dan memperoleh umpan balik (reaksi dari mereka yang terkena dampak kegiatan).

b) Terencana. Kegiatan Public Relations adalah sesuatu yang terorganisasi. Solusi masalah diketahui dan logistik dipikirkan, dengan kegiatan yang memerlukan jangka waktu. Kegiatan ini sistematis, membutuhkan riset dan analisis.

c) Kinerja Public Relations yang efektif didasarkan pada kebijakan dan penampilan nyata dari seseorang atau sebuah organisasi. Tidak ada Publik Relations yang dapat menciptakan simpati serta dukungan jika organisasi bersangkutan merupakan “pemilik usaha yang payah atau tidak tanggap terhadap kepentingan masyarakat. Pepatah kuno mengatakan, “ anda tidak dapat membuat dompet sutera dari kuping induk babi.”

d) Kepentingan Masyarakat. Dasar dari setiap kegiatan Public Relations adalah melayani kepentingan masyarakat, dan bukan sekedar

(3)

14

memperoleh keuntungan bagi organisasi. Idealnya, kegiatan Publik Relations saling menguntungkan bagi organisasi dalam masyarakat. Ini adalah benang yang menjalin kepentingan diri organisasi dengan kepentingan dan urusan masyarakat.

e) Komunikasi Dua Arah. Kamu sering kali memberikan kesan bahwa Publik Relations terdiri hanya dari penyebaran materi dan informasi.

Namun penting juga bahwa definisi itu termasuk umpan balik dari khalayak. Kemampuan mendengarkan adalah bagian dari keahlian komunikasi yang pokok.

f) Fungsi Manajemen. Public Relations berfungsi paling efektif apabila menjadi bagian dari pengambilan keputusan oleh manajemen puncak.

Public Relations melibatkan konsultasi dan pengatasan masalah tingkat tinggi, tidak hanya mengeluarkan informasi setelah keputusan dibuat.

Publik Relations didefinisikan oleh Denny Griswold, pendiri dan pemilik PR News sebagai “ fungsi manajemen yang mengevaluasi sikap masyarakat, mengidentifikasi kebijakan dan prosedur sebuah organisasi dengan kepentingan masyarakat, dan melaksanakan suatu program tindakan (dan komunikasi) untuk mendapatkan pengertiam masyarakat dan dapat diterima oleh masyarakat (Wilox, dkk, 2006 :17).

Aktivitas Publik relations adalah menyelenggarakan komunikasi timbal balik antara lembaga dengan public yang bertujuan untuk menciptakan saling pengertian dan dukungan bagi tercapainya suatu tujuan tertentu, kebijakkan demi kemajuan lembaga atau citra positif lembaga bersangkutan. Kegiatan public relations sangat erat kaitannya dengan pembentukan opini public dan perubahan sikap dari masyarakat (Firsan, 2011).

2. Strategi Humas / PR Dalam Berkomunikasi

Definisi Strategi menurut J L Thompson (Oliver, 2001:2) adalah cara untuk mencapai sebuah hasil akhir: „hasil akhir menyangkut tujuan dan sasaran organisasi, ada strategi yang luas untuk keseluruhan organisasi dan strategi kompetitif untuk masing-masing aktivitas. Sementara itu strategi fungsional mendorong secara langsung strategi kompetitif.‟ Bennett menggambarkan strategi

(4)

15

sebagai arah yang dipilih organisasi untuk diikuti dalam mencapai misinya.

Sedangkan Mintzberg menawarkan lima kegunaan dari kata strategi, yaitu:

1. Sebuah rencana. Suatu arah tindakan yang diinginkan secara sadar.

2. Sebuah cara. Suatu maneuver spesifik yang dimaksudkan untuk mengecoh lawan atau competitor.

3. Sebuah pola. Dalam suatu rangkaian tindakan.

4. Sebuah posisi. Suatu cara menempatkan organisasi dalam sebuah lingkungan.

5. Sebuah perspektif. Suatu cara yang terintrgrasi dalam memandang dunia.

Menurut Cutlip, Center dan Broom (2000) pelaksanaan strategi PR dalam berkomunikasi dikenal dengan istilah 7-Cs PR Communications‟ yakni sebagai berikut:

1. Credibility (Kredibilitas). Komunikasi dimulai dari suasana saling percaya yang diciptakan oleh pihak komunikator secara sungguh- sungguh untuk melayani publiknya yang memiliki keyakinan dan respect.

2. Context (Konteks). Menyangkut sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan kehidupan sosial, pesan harus disampaikan dengan jelas serta sikap partisipatif. Komunikasi efektif sangat diperlukan untuk mendukung lingkungan sosial melalui pemberitaan diberbagai media massa.

3. Content (Isi). Isi pesan dalam strategi ini haruslah menyangkut kepentingan orang banyak sehingga informasi dapat diterima sebagai sesuatu yang bermanfaat secara umum bagi masyarakat.

4. Clarity (Kejelasan). Pesan disusun dengan kata-kata yang jelas, mudah dimengerti serta memiliki pemahaman yang sama (maksud, tema dan tujuan) antara komunikator dan komunikan.

5. Continuity and Consistency (Kontinuitas dan Konsistensi). Komunikasi merupakan proses yang tidak pernah berakhir, oleh karena itu dilakukan secara berulang-ulang dengan berbagai variasi pesan serta pesan-pesan

(5)

16

tersebut harus konsisten. Dengan cara demikian, akan mudah melakukan proses komunikasi untuk membujuk publiknya.

6. Channels (Saluran). Menggunakan saluran media yang tepat dan terpercaya serta dipilih oleh khalayak sebagai target sasaran. Pemakaian saluran media yang berbeda, akan berbeda pula efeknya. Dalam hal ini seorang PR harus memahami perbedaan dan proses penyebaran informasi secara efektif.

7. Capability of The Audience (Kapabilitas Khalayak). Memperhitungkan kemampuan yang dimiliki oleh khalayak. Komunikasi akan efektif bila berkaitan dengan faktor-faktor seperti kebiasaan dan peningkatan kemampuan membaca dan pengembangan pengetahuan khalayak.

Selain strategi public relations yang dikemukan oleh Cultip, Center dan Broom diatas, maka Firzan (2011) juga mengemukakan bahwa strategi public relations terdiri dari 8 aspek, yaitu: publikasi, event, news (pesan/berita), corporate identity, hubungan dengan khalayak, teknik lobi dan negosiasi, social responbility, adapun penjabaran dari kedelapan aspek tersebut sebagai berikut:

a. Publikasi : Cara public relations untuk menyebarkan informasi, gagasan atau ide kepada khalayak.

b. Event : kegiatan yang dilakukan PR dalam rangka penyebaran informasi, calendar event, special event dan moment events.

c. News (pesan/berita) : bertujuan agar informasi yang disampaikan diterima oleh khalayak dan mendapatkan respon yang positif.

d. Corporate Identity : cara pandang khalayak kepada suatu lembaga terhadap segala aktivitas usaha yang dilakukan.

e. Hubungan dengan Khalayak : sebuah relasi yang dibangun dengan khalayak.

f. Teknik Lobi dan Negosiasi : perencanaan yang matang akan membuat kegiatan yang sudah direncanakan berjalan dengan baik dan dapat meminimalisasi kegagalan.

g. Social Responbility : wacan yang digunakan oleh perusahaan dalam rangka mengambil peran untuk secara bersma melaksanakan aktivitasnya dalam rangka mensejahterakan masyarakat disekitarnya.

(6)

17 3. Peran Humas / Public Relations

Peran humas secara umum adalah : sebagai communicator atau penghubung antara organisasi atau lembaga yang diwakili oleh publiknya. Membina Relationship, yaitu berupaya membina hubungan yang positif dan saling menguntungkan dengan pihak publiknya. Peranan Back Up Management, yakni sebagai pendukung dalam fungsi manajemen organisasi atau perusahaan.

Membentuk corporate image, artinya Public Relations berperan untuk berupaya menciptakan citra bagi organisasi atau lembaganya.

Peran Humas mencakup internal public relations dan external public relations. Ruang lingkup yang terdapat pada external public relations adalah (Rudy May, 2005:86-88) :

a. Hubungan dengan pelanggan (customer relation), dimana hal ini mencakup kegiatan-kegiatan seperti memberi informasi kepada pelanggan atau nasabah, menjelaskan prosedur, tata cara, waktu penyelenggaraan acara.

b. Hubungan dengan penduduk atau dengan masyarakat (community relations), hal ini mencakup kegiatan membina hubungan baik dengan penduduk atau masyarakat sekurang-kurangnya meliputi penduduk disekitar organisasi atau lembaga yang bersangkutan.

c. Hubungan dengan pers/media massa (press relation), hal ini mencakup kegiatan membuat kliping serta menganalisa opinion public (opini publik) atau aspirasi kelompok-kelompok tertentu.

d. Hubungan dengan instansi-instansi pemerintah (government relation), merupakan salah satu peran humas yang mencakup penyelenggaraan hubungan komunikasi dua arah dengan instansi-instansi pemerintah (pemerintah daerah propinsi/kabupaten/kota/kepolisian/perusahaan dan lembaga.

Dalam sebuah organisasi, khususnya di lingkup pemerintahan, humas memegang peranan yang sangat penting dan strategis. Selain itu, sebagai sebuah kegiatan komunikasi, humas juga berfungsi sebagai jembatan untuk membangun suasana yang kondusif dalam kerangka „winwin solutions‟, antar berbagai stakeholders organisasi, baik internal maupun eksternal dalam rangka membangun

(7)

18

citra dari instutusi pemerintah itu sendiri. Oleh karena itu paraktik humas yang paling ideal di dunia pemerintahan adalah berdasarkan model simetris dua arah.

Peranan Humas pemerintah adalah untuk memberikan sanggahan mengenai pemberitaan yang salah dan merugikan pemerintah, dan mengkomunikasikan atau menginformasikan berbagai kebijakan pemerintah kepada masyarakat. Hal ini bertujuan untuk membentuk citra positif pemerintah daerah tersebut dimata publiknya. Pentingnya peran Humas instansi dan lembaga perintah dalam masyarakat modern yaitu dalam melakukan kegiatan-kegiatan dan operasinya di berbagai tempat berbagai bidang. Teknik yang digunakan dalam humas di perintah tidak ada bedanya dengan teknik yang digunakan humas di bidang lain yaitu penyampaian informasi dan komunikasi (Moore, 2004).

Peran humas dalam sebuah organisasi sangatlah penting. Dalam riset tentang kegiatan humas (public relations), ada dua peran besar yang secara konsisten muncul dalam kegiatan humas yaitu peran sebagai teknisi dan manajemen. Peran sebagai teknisi mewakili seni dari humas seperti menulis, mengedit, mengambil foto, menangani produksi komunikasi, membuat event spesial, dan melakukan kontak telepon dengan media. Peran sebagai manajer berfokus pada kegiatan yang membantu organisasi dalam mengidentifikasi dan memecahkan masalah terkait humas.

Adapun Peranan humas/ public relations menurut Dozier dan Broom (Mukarom, Laksana, 2015) adalah sebagai berikut:

a. Penasehat ahli (Expert Prescriber), sebagai pemberi penjelasan, yaitu orang yang bekerja sebagai konsultan untuk mendefinisikan masalah, menyarankan pilihan, dan memantau implementasi kebijakan dan mencarikan solusi dalam penyelesaian maslah hubungan dengan publiknya.

b. Fasilitator komunikasi (Communication Facilitator), praktisi PR dapat bertindak sebagai komunikator atau mediator untuk membantu pihak manajemen dalam hal untuk mendengar apa yang diinginkan dan diharapkan oleh publiknya.

c. Fasilitator proses pemecahan masalah (Problem Solving Process Facilitator), peranan praktisi PR dalam proses untuk mengidentifikasi dan memecahkan masalah merupakan bagian dari tim manajemen.

(8)

19

d. Teknisi Komunikasi (Communication Technician), Praktisi PR sebagai journalist in resident yang hanya menyediakan layanan teknis komunikasi atau dikenal dengan method of communication.

4. Pemahaman Humas Tentang Media

Untuk lebih memudahkan seorang Humas dalam menjalankan tugasnya terkait dengan media yang digunakan, maka hal yang perlu dilakukan adalah memahami bagaimana cara kerja media tersebut. Dalam hal ini, Frank Jefkins dalam bukunya Public Relations (1998 : 115-116) mengemukakan bahwa ada beberapa hal penting pada media yang perlu diketahui oleh pejabat Humas Pemerintah:

1. Kebijakan redaksi. Hal ini merupakan padangan dasar dari suatu media yang dengan sendirinya akan melandasi pemilihan subjek-subjek yang akan dicetak atau yang akan diterbitkannya.

2. Frekuensi penerbitan. Setiap terbitan punya frekuensi penerbitan yang berbeda-beda, bisa harian, dua kali seminggu, mingguan, dua mingguan, bulanan, tiga bulanan, atau bahkan tahunan. Jumlah edisi yang diterbitkan dalam satu kali penerbitan juga perlu diketahui oleh para praktisi Humas.

3. Tanggal terbit. Kapan tanggal dan saat terakhir sebuah naskah harus diserahkan ke redaksi untuk penerbitan yang akan datang. Hal ini ditentukan oleh frekuensi dan proses percetakannya.

4. Proses percetakan. Apakah suatu media dicetak secara biasa (letterpress) ataua dengan teknik lainnya.

5. Daerah sirkulasi. Apakah jangkauan sirkulasi dari suatu media tersebut berskala lokal, khusus di daerah pedesaan, perkotaan, berskala nasional ataukah berskala internasional. Untuk koran berskala provinsi, daerah bagian manakah yang terjangkau, teknologi satelit memungkinkan dilakukanya sirkulasiatau distribusi media secara internasional.

(9)

20 B. KRISIS

1. KONSEP KRISIS

Sebuah organisasi atau lembaga dimungkinkan mengalami sebuah krisis dalam operasional sehari-hari. Krisis tersebut harus di manage dengan baik jika organisasi berkeinginan untuk dapat bertahan dalam pertarungan yang ketat di era global saat ini. Setiap krisis mempunyai potensi mempengaruhi citra organisasi, khususnya jika krisis tersebut berkembang menjadi bencana yang mempunyai dampak luas bagi masyarakat. Dalam hal ini, reputasi organisasi dapat menurun drastic dan membuat organisasi menjadi objek kritikan dan cemooh masyarakat. B Fearn-Banks (Kriyantoro, 2012:174) mendefinisikan krisis sebagai “a major occurrence with a potentially negative outcome affecting an organization, company or industry, as well as its publics, products, services or good name”.

Biasanya sebuah krisis mengganggu transaksi normal dan kadang mengancam kelangsungan hidup atau keberadaan organisasi. Krisis pada dasarnya adalah sebuah situasi yang tidak terduga, artinya organisasi umumnya tidak dapat menduga bahwa akan muncul krisis yang dapat mengancam keberadaanya.

Sebagai ancaman ia harus ditangani secara cepat agar organisasi dapat berjalan normal kembali setelah itu. Penjelasan lainnya tentang definisi krisis diberikan oleh G. Harrison ketika melakukan riset tentang strategi komunikasi sebagai dasar melakukan manajemen krisis, yaitu: “A crisis is a critical period following an event that might negatively affect an organization in which decisions have to be made that will affect the bottom line of an organization. It is time of exploration requiring rapid processing of information and decisive action to attempt to minimize harm to the organization and to make the most of a potentially damaging situation”artinya krisis merupakan suatu masa yang kritis berkaitan dengan suatu peristiwa yang kemungkinan pengaruhnya negative terhadap organisasi, karena itu keputusan cepat dan tepat perlu dilakukan agar tidak mempengaruhi operasional organisasi (Kriyantoro, 2012:173). Krisis membawa keterkejutan dan sekaligus mengancam nilai-nilai penting organisasi serta hanya ada waktu yang singkat untuk mengambil keputusan.

Kasali (1994 : 222) berpendapat bahwa krisis adalah “Suatu waktu yang krusial, atau momen yang menentukan (decisive moment). Krisis merupakan suatu

(10)

21

turning point yang diselesaikan dengan baik akan melahirkan kemenagan (for better). Dan bila gagal akan menimbulkan korban (for worse). Oleh karena itu perlu diketahui bahwa krisis tidak timbul begitu saja, sebelum ia mencapai suatu turning point, ia pasti akan memberi tanda-tanda.”

Linke (Putra, 1999:92), menjelaskan bahwa krisis merupakan suatu ketidak normalan dari konsekuensi negative yang mengganggu operasi sehari-hari sebuah organisasi yang mungkin berakibat adanya kematian, menurunnya kualitas kehidupan, berkurangnya tingkat kesejahteraan dan menurunnya reputasi organisasi.

Dalam hal ini, Linke mengkategorikan krisis dengan melihat proses atau waktu kejadian sebuah krisis. Menurut Linke, krisis terbagi ke dalam empat jenis, yaitu :

1. The exploding crisis, krisis yang terjadi karena sesuatu yang diluar kebiasaan, misalnya kebakaran, kecelakaan kerja atau peristiwa yang dengan mudah dapat dikategorikan dann terkenali yang punya dampak langsung.

2. The immediate crisis, yakni sebuah kejadian yang membuat manajemen terkejut, namun masih ada waktu untuk mempersiapkan respon terhadap krisis tersebut, misalnya laporan media massa tentang sebuah perusahaan, pengumuman pemerintah tentang ambang batas pencemaran dan sebagainya.

3. The a building crisis, yakni sebuah krisis yang sedang berproses dan dapat diantisipasi, misalnya negosiasi dengan buruh.

4. The continuing crisis, yakni problem kronis yang memerlukan waktu panjang untuk muncul. Ia biadsanya sangat kompleks dan kemunculannya tidak mudah, bahkan mungkin tidak dikenali sama sekali, misalnya krisis industri asbestos di Amerika Serikat Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyebab krisis dapat berasal dari luar organisasi maupun dari dalam organisasi, dan dapat dikategorikan menjadi: (1) Krisis yang disebabkan karena kesalahan manusia, (2).

Karena kegagalan teknologi, (3). Karena alasan sosial (kerusuhan,

(11)

22

perang, sabotase maupun teroris), (4). Karena berkaitan dengan bencana alam (natural disaster) dan (5). Karena ketidakbecusan manajemen.

Upaya yang cukup serius mengenai tipe-tipe krisis dikemukakan Claudia Reinhardt (How to Handle a Crisis, 1987 dalam Cutlip-Center: 389) yang membuat kategori krisis berdasarkan waktu yaitu:

1. Krisis yang bersifat segera (immediate crises)

Tipe krisis yang paling ditakuti karena terjadi tiba-tiba, tidak terduga dan tidak diharapkan. Tidak ada waktu untuk melakukan riset dan perencanaan. Krisis jenis ini membutuhkan konsensus terlebih dahulu pada level manajemen puncak untuk mempersiapkan rencana umum (general plan) mengenai bagaimana bereaksi jika terjadi krisis yang bersifat segera agar tidak menimbulkan kebingungan, konflik, dan penundaan dalam menangani krisis yang muncul.

2. Krisis baru muncul (emerging crises)

Tipe krisis ini masih memungkinkan praktisi public relations untuk melakukan penelitian dan perencanaan terlebih dahulu, namun krisis dapat meledak jika terlalu lama tidak ditangani. Tantangan bagi public relations jika terjadi krisis jenis ini adalah meyakinkan manajemen puncak untuk mengambil tindakan perbaikan sebelum krisis mencapai tahapan krisis.

3. Krisis bertahan (sustained crises)

Tipe krisis ini adalah krisis yang tetap muncul selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun walaupun telah dilakukan upaya terbaik oleh pihak manajemen perusahaan atau organisasi untuk mengatasinya.

2. MANAJEMEN KRISIS

Iriantara (2004: 116), mengatakan “manajemen krisis ialah salah satu bentuk saja dari ketiga bentuk respon manajemen terhadap perubahan yang terjadi di lingkungan eksternal organisasi”. Respon tersebut antara lain dilakukan dalam konteks mengelola perubahan. Pada sisi lain, perubahan lingkungan yang tidak terduga memang sering terjadi di dunia ini, siapa yang membayangkan bahwa desas-desus bisa menghancurkan nama baik suatu organisasi sedemikian besar.

(12)

23

Dalam hal kegiatan Public Relations, manajemen krisis merupakan salah satu aspek yang mendapatkan perhatian. Manajemen krisis ini boleh dikatakan sebagai

“bantalan” yang dipersiapkan oleh organisasi untuk menghadapi krisis yang sifatnya tidak terduga dan mendadak. (Iriantara, 2004: 116)

Dalam mengelola krisis ada dua pendapat ahli yang penulis tulis, yaitu : Yosal Iriantara (2004: 124), langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengelola krisis antara lain : Identifikasi krisis, Analisis krisis, Isolasi krisis, Pilihan strategi, Program pengendalian. Sedangkan menurut, IFAS (2001: 63), Langkah-langkah dalam menghadapi krisis tersebut antara lain : Mengidentifikasi krisis, Fact-finding selama masa tidak krisis, Membentuk tim, Fine-tune jaringan komunikasi. Berikut penjelasan dari kedua pendapat ahli dalam mengelola krisis tersebut : langkah-langkah yang perlu dilakukan dalam mengelola krisis, menurut Iriantara (2004: 124) sebagai berikut :

1. Identifikasi krisis. Dalam mengidentifikasi krisis, praktisi public relations melakukan penelitian, yang penelitiannya bisa saja bersifat informal dan kilat, bila krisisnya terjadi sedemikian cepat. Katakanlah di sini praktisi public relations mendiagnosis krisis tersebut. Diagnosis itu merupakan langkah awal yang penting untuk mendapatkan data dan informasi yang akan digunakan untuk melakukan tindakan pada tahap berikutnya.

2. Analisis krisis. Data dan informasi yang dikumpulkan tersebut untuk selanjutnya diurai, baik bagian per bagian, artinya melakukan analisis parsial atau analisis menyeluruh. Analisis ini dilakukan sebagai dasar untuk menentukan pengambilan tindakan yang tepat.

3. Isolasi krisis. Krisis adalah penyakit. Kadang bisa juga berarti lebih dari sekadar penyakit biasa, ia adalah penyakit menular. Untuk mencegah krisis menyebar luas ia harus diisolasi, dikarantinakan sebelum tindakan serius dilakukan.

4. Pilihan Strategi. Sebelum langkah berkomunikasi dilakukan, setelah melakukan analisis dan mengisolasi krisis, penting untuk menentukan strategi mana yang akan dipergunakan. Strategi generic dalam menangani krisis ini ada tiga bentuk.

(13)

24 a. Strategi Defensif

Langkah-langkah yang diambil untuk strategi ini adalah : - Mengulur waktu

- Tidak melakukan apa-apa

- Membentengi diri sekuat-kuatnya b. Strategi Adaptif

Langkah yang diambil untuk strategi ini mencakup hal-hal yang lebih luas, yakni :

- Mengubah kebijakan - Memodifikasi operasional - Kompromi

- Meluruskan citra c. Strategi Dinamis

Langkah yang diambil untuk strategi ini bersifat makro dan dapat mengubah karakter organisasi. Pilihan dalam strategi ini mencakup:

- Merger dan akuisisi - Investasi baru - Menjual saham

- Meluncurkan produk baru/menarik peredaran produk lama - Menggandeng kekuasaan

- Melempar isu baru untuk mengalihkan perhatian

5. Program Pengendalian. Program pengendalian adalah langkah penerapan yang dilakukan menuju strategi generic yang dirumuskan.

Umumnya strategi generic dapat dirumuskan jauh-jauh hari sebelum krisis timbul, yakni sebagai guidance agar para eksekutif bisa mengambil langkah yang pasti. Berbeda dari strategi generic, program pengendalian biasanya disusun di lapangan ketika krisis muncul.

Implementasi pengendalian diterapkan pada : - Perusahaan (beserta cabang)

- Industri (gabungan usaha sejenis) - Komunitas

- Divisi-divisi perusahaan (Iriantara, 2004: 124)

(14)

25

IFAS (2001: 63), langkah-langkah dalam menangani krisis tersebut adalah:

Mengidentifikasi krisis, disini dilakukan identifikasi atas krisis yang terjadi, mencari penyebabnya, dan mempersiapkan scenario masa depan organisasi. Fact- finding selama masa tidak krisis, pada masa organisasi dalam keadaan tenang, tim manajemen krisis menganalisa berbagai informasi, bahkan termasuk desas-desus.

Kemudian diklasifikasi, mana fakta dan mana desas-desus. Fakta harus selalu diperbaharui sesuai dengan perkembangan, sedangkan untuk desas-desus harus diberi penjelasan yang sebenarnya. Membentuk tim, tim secara berkala mendapatkan pelatihan untuk mengelola krisis. Tim inilah yang menganalisa fakta dan desas-desua serta penanganan yang harus dilakukan. Fine-tune jaringan komunikasi, menjaga jaringan komunikasi dengan pihak internal dan eksternal, terutama untuk menjaga integritas organisasi. Integritas organisasi ini akan penting saat organisasi diterpa krisis, karena merupakan salah satu asset penting untuk kegiatan komunikasi yang dijalankan.

C. KOMUNIKASI MASSA

Komunikasi massa secara sederhana didefinisikan sebagai pesan yang dikomunikasikan melalui media massa (Bittner dalam Rakhmat, 2011:186). Istilah massa menggambarkan sesuatu (orang atau barang) dalam jumlah besar, sementara komunikasi mengacu pada pemberian dan penerimaan pesan. Definisi komunikasi massa menurut Littlejhon (Pawito, 2007:16-17) menyatakan bahwa

“…the process where by media organization produce and transmit message are sought, used, understood, and influenced by audiences” dengan maksud proses dimana organisasi-organisasi media memproduksi dan menyampaikan pesan- pesan kepada khalayak luas dan proses dimana pesan-pesan dicari, digunakan, dipahami dan dipengaruhi oleh khalayak. Yang perlu diingat bahwa organisasi media massa bekerja sebagai suatu lembaga masyarakat (social institution), yang hidup di tengah masyarakat dengan segala nilai, norma dan dinamikanya dan berinteraksi dengan intitusi-institusi lain yang ada di dalam masyarakat.

Pandangan lain mengenai bidang kajian komunikasi massa cenderung bervariasi.

Littlejhon (2002:303-330) menwarkan lima sub-bidang: (a) media (isi dan struktur), (b) hubungan-hubungan institusional media dengan struktur-struktur

(15)

26

kemasyarakatan dan kebudayaan, (c) hubungan-hubungan personal individu khalayak dengan media, (d) dampak (impact) media terhadap masyarakat (pengaruh media secara makro) dan (e) pengaruh (effect) media terhadap individu- individu (pengaruh media secara mikro).

Secara teknis, komunikasi massa memiliki empat tanda pokok, yaitu (1) bersifat tidak langsung, artinya harus melewati media teknis, (2) bersifat satu arah, artinya tidak ada interaksi antara peserta-peserta komunikasi (para komunikan), (3) bersifat terbuka, artinya ditujukan pada publik yang tidak terbatas dan anonim, (4) mempunyai publik yang secara geografis tersebar (Ellizabeth-Noelle Nouman dalam Rakhmat, 2011:187). Ciri yang paling mendasar dari komunikasi massa yaitu distribusi pesan. Komunikasi massa adalah salah satu jenis komnuikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen dan anonim melalui media cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat.

D. MEDIA RELATIONS

1. Media Relations Sebagai Media Massa

Media massa pada awalnya dikenal dengan istilah pers berasal dari bahasa Belanda yang dalam bahasa Inggris berarti press. Secara harfiah pers berarti cetak dan secara maknawiah berarti penyiaran secara tercetak atau publikasi secara tercetak (print publications). Dalam perkembangannya pers mempunyai dua pengertian, yakni pers dalam pengertian sempit dan pers dalam pengertian luas.

Pers dalam arti sempit hanya terbatas pada media massa cetak, yakni surat kabar, majalah dan buletin kantor berita, sedangkan pers dalam arti luas meliputi segala penerbitan, termasuk media massa elektronika, radio siaran dan televisi siaran.

(Effendy, 2002:145).

Bagi organisasi, media massa mempunyai peranan penting dalam penyebaran informasi atau berita kepada masyarakat juga kepada pemerintah (pejabat-pejabat pemerintah) dan dalam pembentukan pendapat umum. Menurut Rachmadi yang dikutip oleh Diah (2008:7) Pemahaman tentang fungsi media, akan memudahkan organisasi untuk memilah klasifikasi informasi yang seperti

(16)

27

apakah yang layak menggunakan media massa. Fungsi media massa secara umum adalah :

1. Fungsi menyiarkan informasi (to inform): penyampai informasi yang berkaitan dengan peristiwa, gagasan, atau pikiran orang lain, apa yang dilakukan orang lain, apa yang dikatakan orang lain atau special event.

Pesan yang informatif adalah pesan yang bersifat baru (aktual) berupa data, gambar, fakta, opini dan komentar yang memberikan pemahaman baru/penambahan wawasan terhadap sesuatu.

2. Fungsi mendidik (to educate): berfungsi mendidik dengan menyampaikan pengetahuan dalam bentuk tajuk, artikel, laporan khusus atau cerita yang memiliki misi pendidikan. Berfungsi mendidik apabila pesannya dapat menambah pengembangan intelektual, pembentukan watak, penambahan ketrampilan/kemahiran bagi khalayaknya serta mampu memecahkan permasalahan yang dihadapi masyarakat.

3. Fungsi menghibur (to entertain): memberikan pesan yang bisa menghilangkan ketegangan pikiran masyarakat dalam bentuk berita, cerita pendek, cerita bersambung, cerita bergambar, sinetron, drama, musik, tari dan lainnya. Berfungsi menghibur apabila khalayak bisa terhibur atau dapat mengurangi ketegangan, kelelahan dan bisa lebih santai.

4. Fungsi mempengaruhi (to influence): fungsi mempengaruhi pendapat, pikiran, dan bahkan perilaku masyarakat inilah yang merupakan hal paling penting dalam kehidupan masyarakat. Karena itulah, media yang memiliki kemandirian (independent) akan mampu bersuara atau berpendapat, dan bebas melakukan pengawasan sosial (social control).

Beberapa pakar komunikasi media massa juga menambahkan fungsi lain seperti sosialisasi yaitu pewarisan suatu nilai-nilai, norma, budaya, juga membentuk khalayak memahami fungsi sosialnya sehingga mampu bertindak dan berperilaku sebagai anggota masyarakat yang efektif. Masih ada pula penambahan lain seperti berfungsi integrasi, motivasi, diskusi dan sebagainya. Namun pada intinya dirangkum menjadi empat sebagaimana disebutkan sebelumnya.

(17)

28 2. Konsep Media Relations

Upaya untuk mempublikasikan informasi organisasi tidaklah mudah, bila tidak mempunyai nilai berita dan bermanfaat bagi masyarakat luas. Dibutuhkan suatu strategi tertentu, dan juga upaya-upaya konkrit dalam menjalin hubungan baik antara organisasi dan media massa dalam hubungan media atau media relations. Pengertian media relations menurut Frank Jefkins adalah usaha untuk mencapai publikasi atau penyiaran yang maksimum atas suatu pesan atau informasi humas dalam rangka menciptakan pengetahuan dan pemahaman bagi khalayak dari organisasi atau perusahaan yang bersangkutan (Jefkins, 2000:98).

Jefkins menjelaskan mengenai target media relations adalah pencapaian publikasi atau penyiaran maksimal atas informasi organisasi. Publikasi yang maksimal tidak hanya dari sisi jumlah media yang memuat, melainkan juga penyampaian informasi yang lengkap, serta berada di posisi yang strategis atau mudah dibaca, didengar atau ditonton oleh pemirsa.

Amberg (2002:173) mengatakan bahwa: The art of public relations is being perceptive enough to understand how to drive the right messages to the right audiences, using a variety of different communications techniques, the most prominent of which is media relations. Pernyataan tersebut secara jelas menjelaskan bagaimana relasi kegiatan PR dengan media relations. Disebutkan bahwa seni dari kegiatan PR adalah bagaimana mengarahkan pesan secara tepat kepada target yang tepat dengan menggunakan berbagai teknik komunikasi dan yang paling menonjol adalah relasi media (media relations). Media relations menurut konsep dari Wilcox dkk (2005:hal 445), dikatakan bahwa media relations can be defined as “working with mass media in seeking publicity or responding to their interests in the organization”.

Terjadi kerjasama saling membutuhkan antara PR dan Media. Media membutuhkan sudut pandang pemberitaan yang khas, idealnya praktisi PR menyediakan kebutuhan tersebut. Media membantu masyarakat untuk dapat memahami konteks dari sebuah pemberitaan atau konflik, sejalan dengan itu media relations bertujuan untuk menyediakan informasi bagi media dan memastikan media mendapatkan berita yang berimbang, dikatakan demikian oleh Heath (2005: hal 184) It also overlaps into a newer trend in journalism of public

(18)

29

or civic journalism, where reporters have a responsibility to help the public understand the context of the news or conflict. This is very similar to the goal of media relations within public relations, to provide information to the media to ensure balanced coverage.

Berdasarkan konsep Hunt and Grunig dalam Baines (2004: hal 130) terhadap Media relations disebutkan bahwa Media relations atau hubungan media merupakan posisi sentral bagi departemen PR karena media merupakan alat untuk menjangkau publik dan sebagai alat/agent signifikan untuk dapat mengukur keberhasilan PR.

Sam Black dan Melvin L. Sharpe (Diah Wardhani, 2008: 9), menjelaskan media relations lebih kepada hubungan antara organisasi dengan media.

Definisinya adalah hubungan antara suatu organisasi dengan pers, radio dan televisi secara dua arah atau dua pihak. Hal ini berarti bahwa media relations tidak hanya terkait dengan kepentingan sepihak, organisasi atau media massa saja, melainkan kedua pihak memiliki kepentingan yang sama. Dengan demikian akan membuat hubungan kerjasama menjadi hubungan yang sama-sama menguntungkan bagi kedua belah pihak. Berdasarkan pemahaman tersebut, maka pengertian media relations adalah : Aktivitas Komunikasi untuk menjalin pengertian dan hubungan baik dengan media massa dalam rangka pencapaian publikasi organisasi yang maksimal serta berimbang (balance).

Menurut Lesly (1991 : 7) menjelaskan media relations sebagai hubungan dengan media komunikasi untuk melakukan publisitas atau merespons kepentingan media terhadap organisasi. Uraian tentang media relations itu bisa dilihat keterkaitannya untuk membentuk pengertian media relations. Pertama, media relations itu berkenaan dengan media komunikasi. Media komunikasi itu diperlukan karena menjadi sarana yang sangat penting dan efisien dalam berkomunikasi dengan publik. Agar komunikasi dengan publik tersebut bisa terpelihara, maka segala kepentingan media massa terhadap organisasi mesti direspon organisasi. Tujuannya adalah untuk keberhasilan program.

Kedua, media relations itu merupakan fungsi khusus dalam suatu kegiatan atau program PR. Letak kekhususannya adalah pada pelibatan media massa yang berada diluar kendali organisasi. Media relations selain menggunakan media

(19)

30

massa, juga digunakan untuk menunjang kegiatan lain yang diselenggarakan dalam kegiatan community relations, customer relations atau investor relations.

Komunikasi yang dikembangkan dalam praktik.

3. Tujuan Media Relations Sebagai Humas Eksternal Pemerintah

Menurut Iriantara (2005 : 29-30) mendefinisikan media relations sebagai bagian dari Humas Eksternal yang membina dan mengembangkan hubungan baik dengan media massa sebagai sarana komunikasi antara organisasi dan publik- publiknya untuk mencapai tujuan organisasi, dalam hal ini bidang pemerintahan.

Menurut Barbara Averill (1997), Media Relations hanyalah salah satu bagian dari public relations, namun ini bisa menjadi perangkat yang sangat penting dan efisien. Begitu kita bisa menyusun pesan yang bukan saja diterima tetapi juga dipandang penting oleh media lokal, maka kita sudah membuat langkah besar menuju keberhasilan program kita.” Dalam hal ini Barbara Averill sudah menyamakan antara media relations dengan publisitas. Media relations merupakan salah satu bagian dari PR yang merupakan sarana yang sangat penting dan efisien. Penting karena akan menopang keberhasilan program, dan efisien karena tak memerlukan banyak daya dan dana untuk menginformasikan program yang hendak dijalankan dengan menggunakan teknik publisitas.

Organisasi yang menajalankan program media relations, pada umumnya adalah organisasi yang sangat membutuhkan media massa dalam pencapaian tujuan organisasi. Secara rinci tujuan media relations bagi organisasi adalah :

1. Untuk memperoleh publisitas seluas mungkin mengenai kegiatan serta langkah lembaga/organisasi yang baik untuk diketahui umum.

2. Untuk memperoleh tempat dalam pemberitaan media (liputan, laporan, ulasan, tajuk yang wajar, obyektif dan seimbang (balance) mengenai hal-hal yang menguntungkan lembaga/organisasi.

3. Untuk memperoleh umpan balik dari masyarakat mengenai upaya dan kegiatan lembaga/organisasi.

4. Untuk melengkapi data/informasi bagi pimpinan lembaga/organisasi bagi keperluan pembuatan penialaian (assesment) secara tepat mengenai

(20)

31

situasi atau permasalahan yang mempengaruhi keberhasilan kegiatan lembaga/perusahaan.

5. Mewujudkan hubungan yang stabil dan berkelanjutan yang dilandasi oleh rasa saling percaya dan menghormati. (Rachmadi,yang dikutip oleh Diah, 2008:13).

Aktivitas media relations pada umumnya dijalankan oleh Departemen Public Relations dalam suatu organisasi, dan bentuk-bentuk kegiatannya adalah :

1. Pengiriman siaran pers/pers release 2. Menyelenggarakan konferensi pers 3. Menyelenggarakan media gathering 4. Menyelenggarakan perjalanan pers 5. Menyelenggarakan special event 6. Menyelenggarakan wawancara khusus 7. Menjadi nara sumber media

4. Cara Membina Hubungan Dengan Media

Pemahaman tentang media perlu dilakukan dalam membina hubungan baik dengan media, terutama pemahaman terhadap karakteristik media, mekanisme dan cara kerja wartawan masing-masing media, serta sistem media yang berlaku. Ada 5 prinsip utama dalam membina hubungan baik dengan media menurut Diah Wardhani yakni :

1. Kejujuran dan kredibiltas, sehingga wartawan akan percaya sepenuhnya kepada petugas public relations dalam sebuah organisasi. Selain itu, praktisi PR dapat memberikan informasi untuk memberikan ide kepada wartawan dalam mengembangkan pemberitaannya.

2. Memberikan pelayanan informasi atau data lain (foto, gambar dan lain- lain) dengan cepat, paling pasti, dengan data yang palling benar, kapan pun juga tanpa batas waktu dan tempat.

3. Jangan memohon atau melakukan tekanan kepada pihak media agar mereka mau memuat tulisan mengenai perusahaan. Pihak media memiliki ketentuan mengenai kualitas informasi yang akan mereka muat atau tayangkan di media mereka.

(21)

32

4. Jangan menyembunyikan atau mencoba menghilangkan suatu cerita yang merugikan perusahaan. Hal itu merupakan pelanggaran terhadap kebebasan media dan dianggap suatu kejahatan.

5. Jangan banjiri media dengan informasi. (Diah, 2008:15)

Secara teknis, terdapat hal-hal yang harus diperhatikan dalam membangun media relations menurut Frank Jefkins adalah :

1. Memahami media: yaitu dengan menngetahui karakteristik masing- masing media, kekuatan dan kelemahannya, bagaimana memproduksi berita, program di radio dan televisi. Caranya dengan pengamatan, melakukan kunjungan ke meddia, melakukan wawancara melalui telepon mengenai hal-hal yang terkait dengan upaya untuk lebih mengenali media.

2. Memahami hal penting tentang media sebagai berikut: a) Kebijakan editorial, b) frekuensi penerbitan, c) tanggal terbit, d) proses percetakan/produksi, e) daerah sirkulasi/siaran, f) jangkauan pembaca/pendengar/pemirsa, g) metode distribusi untuk media cetak (langganan/eceran), metode kerjasama dengan radio/tlevisi dalam pembuatan program acara.

3. Memahami dan melaksanakan prinsip-prinsip hubungan baik yaitu: a) memahami dan melayani media, b) membangun reputasi sebagai orang yang bisa dipercaya, c) menyediakan salinan naskah berita (press release), foto, rekaman suara (untuk radio), dan rekaman gambar (untuk televisi), d) bekerjasama dalam penyajian materi (wawancara, konferensi pers, program siaran langsung untuk radio, talkshow untuk televisi, dan lain-lain), e) menyediakan fasilitas verifikasi atau pembuktian akan kebenaran materi yang mereka terima misalnya dengan kunjungan ke perusahaan (open house), kunjungan ke pabrik, lapangan, pusat-pusat industri/aktifitas organisasi lainnya, f) membangun hubungan personal yang kokoh dan positif.

4. Memahami tanggung jawab dan loyalitas yang saling bertentangan antara praktisi humas yang mewakili kepentingan organisasi dan

(22)

33

wartawan yang mewakili perusahaan/industri media. (Jefkins: 2000 : hal.100-102).

5. Praktik Media Relations

Praktik media relations dapat saja dijalankan sebagai salah satu strategi komunikasi yang dijalankan organisasi. Artinya, setelah kita merumuskan permasalahan, menganilisis kemungkinan penyelesaiannya, dan merumuskan kebijakan yang akan diambil, di dalamnya sudah diperhitungkan dimensi media relations. Dalam merencanakan program atau kegiatan PR secara keseluruhan, media relations termasuk salah satu bentuk kegiatan yang hendak dijalankan.

Lebih dari sekedar menunjukkan menunjang kegiatan PR lainnya, media relations yang menopang atau membantu kegiatan penjalinan hubungan dengan publik – publik organisasi itu, merupakan wujud dari keterpaduan program atau kegiatan PR / Humas.

Media relations sebagai bahan dari PR tentu saja mengikuti langkah – langkah standar dalam PR. Proses PR yang standar itu yaitu :

1. Pengumpulan fakta.

Pengumpulan fakta dapat dilakukan dengan penelitian, menganalisis, pemberitaan media atau membaca kecenderungan (trend analysis).

2. Merumuskan permasalahan

Berdasarkan hasil kajian atau penelitian tersebut kemudian dirumuskan permasalahan yang dihadapi organisasi.

3. Perencanaan dan penyusunan program

Berdasarkan permasalahan yang sudah dirumuskan tersebut lalu dibuat perencanaan untuk memperbaiki. Misalnya, setelah diketahui citra yng memburuk direncanakan dan disusun program pemulihan citra.

4. Menjalankan rencana itu melalui tindakan dan komunikasi.

Tindakan tersebut misalnya meluncurkan iklan yang baru atau menyelengarakan konferensi pers.

(23)

34 5. Evaluasi

Pada umumnya evaluasi tersebut untuk melihat pengaruh jangka pendek (keluaran program / output) dan pengaruh jangka panjang (dampak program / outcome).

Secara sederhana, bila digambarkan arus komunikasi dalam praktik media relations itu akan muncul sebagai berikut:

Bagan 1

Arus Komunikasi Media Relations

Yosal Iriantara (2005), Media Relations: Konsep, Pendekatan dan Praktek

Gambaran tersebut di atas menunjukkan bahwa organisasi menyampaikan informasi, gagasan atau citra melalui media massa kepada publik. Sedangkan publik, bisa menyampaikan aspirasi, harapan, keinginan atau informasi melalui media massa pada organisasi.

6. Strategi Media Relations Dalam Menangani Krisis

Strategi media relations dalam menangani krisis di organisasi yaitu:

a. Mengelola relasi : (1) mengelola relasi dengan media massa sebagai perusahaan dan wartawan sebagai media massa, (2) Melakukan komunikasi yang intens diantara kedua belah pihak yang berkenan dengan tugas-tugas pokok masing-masing, (3) membentuk tim media, (4) seluruh anggota menjalankan tugas menjalin hubungan baik dengan pihak media dan (5) menjalin relasi yang dibangun berdasarkan antar manusia.

b. Mengembangkan strategi : (1) terus mengembangkan materi Humas untuk media massa, (2) menggunakan berbagai media yang ada untuk

Media Massa

Organisasi Publik

(24)

35

menyampaikan pesan kepada public, (3) membangun dan memelihara kontak dengan media massa, (4) memposisikan organisasi sebagai sumber informasi handal untuk media massa, (5) memposisikan pimpinan organisasi sebagai juru bicara dan (6) selalu berkoordinasi dengan bagian-bagian lain dalam organisasi sehingga selalu mendapatkan informasi terakhir.

c. Mengembangkan jaringan : (1) merekrut tenaga wartawan untuk menjadi Public Relations Officer (PRO) di organisasi, (2) berhubungan baik dengan organisasi kewartawanan, (3) berhubungan baik dengan orang dari profesi yang berasal dari luar organisasi yang berkenaan mempelruas jaringan dengan duni media massa (Iriantara, 2005:7)

E. Teori Agenda Setting

Asumsi dasar dari teori agenda setting adalah bahwa jika media memberi tekanan pada suatu peristiwa maka media itu akan mempengaruhi khalayak yang menganggap penting. Jadi, apa yang dianggap penting bagi media maka penting juga bagi masyarakat. Apabila media massa memberi perhatian pada isu tertentu dan mengabaikan yang lainnya, akan memiliki pengaruh terhadap pendapat umum. Asumsi ini berasal dari asumsi lain bahwa media massa memiliki efek yang sangat kuat, terutama karena asumsi ini berkaitan dengan proses belajar dan bukan dengan perubahan sikap dan pendapat.

Teori Agenda Setting ditemukan oleh Mc.Comb dan Donald L.Shaw sekitar tahun 1968. Teori ini berasumsi bahwa media mempunyai kemampuan mentransfer isu untuk memengaruhi agenda publik. Khalayak akan menganggap suatu isu penting karena media menganggap isu itu penting juga (Kriyantoro, 2006:224). Teori agenda setting mempunyai kesamaan dengan teori peluru yang menganggap media mempunyai kekuatan memengaruhi khalayak, bedanya teori peluru memfokuskan pada sikap (afektif) sedangkan agenda setting memfokuskan pada kesadaran dan pengetahuan (kognitif).

Sementara itu, Stephen W. Littlejhon dan Karen Foss (2011:342) mengutip Rogers dan Dearing (1988) mengemukakan bahwa fungsi agenda setting merupakan proses linear yang terdiri dari tiga bagian sebagai berikut:

(25)

36

a) Agenda media itu sendiri harus diformat. Proses ini akan memunculkan masalah bagaimana agenda setting media itu terjadi pada waktu pertama kali.

b) Agenda publik dalam banyak hal mempengaruhi atau berinteraksi dengan agenda publik atau kepentingan isu tertentu bagi publik.

Pernyataan ini memunculkan pertanyaan, seberapa besar kekuatan media mampu mempengaruhi agenda publik dan bagaimana publik itu melakukannya.

c) Agenda kebijakkan (policy) mempengaruhi atau berinteraksi ke dalam agenda kebijakan. Agenda kebijakan adalah pembuatan kebijakan publik yang dinggap penting bagi individu.

Katherine Miller dalam Communication Theories menjelaskan McCombs, Shaw, dan Weaver (1997) membuat perbedaan antara tingkat pertama dan tingkat kedua penetapan agenda. Tingkat pertama penetapan agenda berhubungan dengan obyek di media dan agenda publik. Ini adalah domain tradisional penyusunan agenda penelitian di mana media mempengaruhi apa yang dilihat sebagai isu-isu tersebut tersedia pada agenda publik. Sebaliknya tingkat kedua penetapan agenda atribut menganggap objek-objek ini. Pada tingkat ini, media tidak hanya menyarankan apa yang publik pikirkan, tetapi juga mempengaruhi harus berpikir tentang masalah ini. Sebagai contoh, pemeriksaan tingkat pertama penetapan agenda mungkin menyimpulkan bahwa kesejahteraan liputan media reformasi telah menetapkan topik sebagai agenda untuk umum. Tingkat kedua penetapan agenda akan berpendapat bahwa media juga ada masalah ini dalam cara-cara tertentu yang mungkin kesejahteraan reformasi atau anti-reformasi kesejahteraan.

Ini pindah ke tingkat kedua penetapan agenda bertentangan klasik agenda setting kutipan Cohen. Yaitu, tingkat kedua menunjukkan bahwa penetapan agenda media memang berpengaruh dalam menceritakan apa yang dipikirkan publik.

Bagan 2. Model Agenda Setting

Agenda Media Agenda Publik Agenda Policy

(26)

37

Penelitian Iyengar, Peters dan Kinder telah berhasil melakukan serangkaian eksperimen dengan menemukan metode khusus untuk mengetahui sejauh mana tayangan berita televisi memiliki dampak bagi penentuan agen da khalayak dalam pemilihan Presiden Amerika Serikat. Terdapat perbedaan dengan penelitian awal agenda-setting oleh McCombs dan Shaw yang mendapatkan hubungan korelasional pada suratkabar. Bagaimanapun itu menunjukkan adanya pengaruh media dalam penentuan agenda. Namun penelitian Iyengar dan kawan-kawan sedikit lebih maju karena berhasil menemukan bagaimana media melakukan priming. Adapun priming sendiri menurut Severin dan Tankard Jr, Priming adalah proses dimana media berfokus pada sebagian isu dan tidak pada isu lainnya dan dengan demikian mengubah standar yang digunakan orang untuk mengevaluasi para calon pemilihan. (Severin dan Tankard Jr, 2010: 271)

Priming dalam Agenda-setting dilihat dalam perspektif situasional dan kontekstual. Situasional maksudnya, teori agenda setting dapat berlaku dalam situasi-situasi tertentu yang membutuhkan perhatian publik secara besar sedangkan secara kontekstual berlaku pada isu isu atau konteks masalah tertentu saja. Untuk itu Iyengar dan Kinder menemukan metode priming (penonjolan isu tertentu). Rangkaian eksperiman mereka membahas seputar agenda setting, kekuatan pemberitaan, penempatan berita, dan priming. Priming merupakan bagian penting dari agenda setting yang memuat pernyataan bahwa media menarik perhatian kepada aspek politik tertentu dari aspek lainnya.

F. Framing Media

Menurut Littlejhon, framing merujuk pada proses peletakkan sebuah berita bersama-sama, termasuk cara-cara bagaimana sebuah cerita diorganisasi dan distrukturkan. Pengorganisasi cerita/berita ini menyiratkan tentang bagaimana memahami isi yang ditutup-tutupi. Apabila agenda setting mengidentifikasi mana isu-isu penting, framing memberitahukan cara bagaimana isu-isu itu dipahami.

“….framing refers to process of putting a news story together, including the way in which a story is organized and structured. The organizations of a story sends out cues about how to understand the content being covered.

Agenda setting indentifies which issues are important, framing tell us how to understand those issues” (Littejhon, 2011:344).

(27)

38

Apabila melihat kerja-kerja keseharian awak media (day to day works), proses framing yang dilakukan adalah bagian dari fungsi gatekeeping media.

Dalam proses gatekeeping, media akan memilah, menyeleksi informasi-informasi mana yang akan ditonjolkan, kutipan dari sumber mana yang akan dijadikan headline, aspek-aspek yang akan diberi ruang lebih, sementara itu informasi- informasi juga dipilih mana yang akan dibuang atau disembunyikan.

Kesamaan proses ini juga dirujuk dari definisi framing yang dikemukakan Tod Gittlin (Eriyanto, 2012:78). Gittlin memaknai framing sebagai sebuah strategi bagaimana realitas atau dunia dibentuk dan disederhanakan sedemikian rupa untuk ditampilkan kepada khlayak pembaca. Peristiwa-peristiwa ditampilkan dalam pemberitaan agar tampak menonjol dan menarik perhatian khalayak pembaca. Itu dilakukan dengan seleksi, pengulangan, penekanan dan presentasi aspek tertentu dari realitas. Secara lebih detail, teknis, penonjolan isu dijelaskan dalam pendapat Snow dan Sanford (Eriyanto, 2012:78) mengenai pengertian framing, yakni, “Pemberian makna untuk menafsirkan peristiwa dan kondisi yang relevan”. Frame mengorganisasikan system kepercayaan dan diwujudkan dalam kata kunci tertentu, anak kalimat, citra tertentu, sumber informasi dan kalimat tertentu.

Meskipun ada perbedaan penekanan dalam definisi mengenai framing yang diajukan para ahli, namun menurut Eriyanto, ada titik singgung utama yang menyatukan. Eriyanto (2012:76) memperjelasnya dengan menyimpulkan bahwa framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Disini terlihat bahwa sesungguhnya berita bukanlahh cermin realitas, karena realitas yang diangkat media adalah realitas media yang telah melalui campur tangan media yang dengan strategi tertentu mengkonstruksikannya menjadi seolah-olah realitas sejati. Konstruksi realitas lewat media menjadi isu utama dalam pendekatan kritis (Eriyanto, 2002: 29).

Pembingkaian yang dilakukan media memiliki kepentingan atau tujuan tertentu baik tujuan ekonomi, politik maupun pembentukan opini publik. Di awal telah disebutkan bahwa media sebagai institusi merupakan dua lembaga yang

(28)

39

memiliki fungsi yang berbeda, satu sisi sebagai lembaga yang menjalankan fungsi social disisi lain sebagai lembaga industry yang mengejar profit atau keuntungan.

Idealnya keduanya berjalan seimbang, namun pada kenyataannya unsur ekonomi terkadang lebih mendominasi. Dalam rangka mewujudkan tujuan utama tersebut (kepentingan ekonomi) tersebut perlu adanya dukungan prose-proses kerja jurnalistik yang professional. Sebagaimana diungkapakan Shoemaker dan Reese (1996: 145), “Press scholars have been particularly interested in how these economic goals affect the journalistic product”. Dalam pandangan kritis , profesionalisme ditegakkan adalah dalam rangka control oleh elit-elit media (kelas dominan) (Eriyanto, 2002: 33).

Selanjutnya bagaimana teknis proses framing dijelaskkan oleh Schuefele (Eriyanto, 2002), yang mengembangkan empat model proses framing. Keempat proses tersebut adalah:

1. Frame Building/ Membangun Kerangka

Tahap awal proses framing adalah menentukan jenis-jenis yang mempengaruhi framing isi berita, baik dari dalam system media seperti factor struktur organisasi, karakteristik wartawan maupun pengaruh dari luar organisasi media seperti kelompok kepentingan maupun actor-aktor politik.

2. Frame Setting

Proses kedua framing adalah proses penonjolan isu. Terminology ini menurut Schuefele memiliki ide yang sama dengan Mc Comb dan Shaw mengenai agenda setting. Agenda Setting dan frame setting adalah proses yang identic. Sementara agenda setting berfokus pada isu-isu yang menonjol, frame setting atau istilahnya agenda setting level kedua menurut McComb, berfokus pada atribut-atribut isu-isu yang menonjol. Seorang ahli lain, Nelson meskipun tidak sepenuhnya menolak ide McComb, namun menyarankan pentingnya frame yang dirasa specific. “In other word, frames influence opinions by stressing specific value, fact and other considerations, endowing thwm with alternative frame”. (Nelson et.al., 1997, p.569 dalam Schuefele, 1999: 116).

(29)

40 3. Individual level effects of framing

Pada tahap ini, diasumsikan terdapat hubungan langsung antara frame media dan hasil di level individu (pembaca/pemirsa). Media memantau atau mendorong agar terdapat tanggung jawab social individu berupa perilaku, sikap atau hasil penyadaran atas isu yang dilempar.

4. A link between individual frames and media frames/ journalists as audiences.

Pada level terakhir, feedback yang diterima media dari audiens ditangkap oleh jurnalis atau wartawan yang berada di garda terdepan atau di lapangan. Feedback ini akan menjadi inspirasi atau masukan untuk dipakai kembali sehingga pola framing akan berulang.

 Analisis Framing Model Robert N. Entman

Pada penelitian ini menggunakan analisis framing model Robert N.

Entman. Robert N. Entman adalah salah seorang ahli yang meletakan dasar-dasar bagi analisis framing untuk studi isi media. Konsep framing oleh Entman digunakan untuk menggambarkan proses seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas yang dibangun oleh media massa (Eriyanto 2002: 219). Menggunakan analisis model Robert N. Entman karena dasar metode penelitian framing bukan sebuah analisis yang menggunakan perhitungan objektif, melainkan tergantung pada kemampuan peneliti dalam mengartikan sebuah penelitian. Framing dapat dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang khas, sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar daripada isu yang lain.

Selain itu, framing juga memberi tekanan lebih pada bagaimana teks komunikasi ditampilkan dan bagian mana yang ditonjolkan atau dianggap penting oleh pembuat teks. Dengan bentuk seperti itu, sebuah gagasan atau informasi lebih mudah terlihat, lebih mudah diperhatikan, diingat, dan ditafsirkan karena berhubungan dengan skema pandangan khalayak. Pembahasan Framing penelitian ini untuk menunjukkan bahwa media memberitakan kasus Cokrosuman antara pihak TNI AU dan Warga Cokrosuman tidak terlepas dari proses framing yang dijalankan. Dengan memahami bahwa surat kabar menerapkan proses framing, maka keberadaan berita tidaklah dimaknai secara denotative sebagaimana tertulis

(30)

41

secara fisik, namun harus dipahami bahwa ada sesuatu dibalik berita, ada penojolan terhadap aspek-aspek tertentu, namun juga ada kemungkinan pengabaian terhadap unsur-unsur lain.

PENELITIAN TERDAHULU

Dustin W. Supa, Ph.D. and Lynn M. Zoch, Ph.D. (2009)

Maximizing Media Relations Through a Better Understanding of the Public Relations-Journalist Relationship: A Quantitative Analysis of Changes Over the Past 23 years. Penelitian ini dilaksanakan di negara Florida. Tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat bagaimana hubungan seorang Humas dan Wartawan di sebuah media yang juga disebut sebagai media relations. Dalam metodenya penelitian ini menggunakan pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan survei. Studi ini juga menemukan yang mengelola ekspektasi adalah konsep yang sangat penting bagi praktisi public relations, baik ketika berhadapan dengan klien dan juga ketika berkomunikasi dengan wartawan dan yang hubungan yang efektif antara dua profesi dapat dicapai jika ada ekspektasi yang wajar. Yang paling penting, penelitian ini akan berusaha untuk mengidentifikasi apakah hubungan masyarakat praktisi sebenarnya berlatih elemen membangun hubungan yang lazim diliteratur akademik sebagai aspek yang paling penting dari hubungan masyarakat. Menggunakan sebuah Triangulasi pendekatan dalam metodologi, studi ini akan menguntungkan kedua praktisi dan akademisi dalam public relations dan jurnalisme dalam memahami keadaan saat hubungan. Tujuan utama adalah untuk lebih memahami praktek hubungan media dari kedua jurnalistik dan public relations sudut pandang, dan mempromosikan tidak hanya diperbarui, tetapi juga pemahaman yang lebih dalam bagaimana media hubungan dapat dikembangkan. Kesimpulan mengejutkan pada penelitian ini, diberikan kemajuan pendidikan dan teknologi.

Ehsan Khodarahmi (2009).

“Strategic public relations”. Tujuan dari makalah ini adalah untuk menarik garis antara public relations dan public strategis hubungan dalam bahasa yang

(31)

42

sederhana dan mudah dipahami. Metodologi / pendekatan dari berbagai definisi dari kedua public relations dan public strategis hubungan yang dikutip di koran dan istilah yang umum digunakan dalam semua definisi yang digariskan.

Kemudian didiskusikan berdasarkan kesamaan tersebut untuk membangun perbedaan antara kedua hal tersebut. Hal ini dilakukan dengan mempelajari penelitian lain dan mendiskusikan temuan mereka dalam bahasa yang sederhana untuk menyajikan tinjauan literatur diandalkan untuk pembaca dan memfasilitasi penelitian masa depan dengan memberikan referensi yang kredibel.

Hasil temuan terdapat garis abu-abu antara PR dan public relations strategis namun ada juga perbedaan antara keduanya. Makalah ini menjelaskan perbedaan dengan mengacu pada definisi asli dari dua istilah oleh para ahli dan analisis mereka dari istilah ketika datang untuk berlatih, yang menyerukan integrasi.

Keterbatasan penelitian / implikasi ada penelitian terbatas yang dilakukan di bidang strategis hubungan masyarakat dan masih banyak memiliki keraguan tentang efektivitas. Makalah ini terkumpul relevan dari teori dan contoh-contoh dari dunia bisnis yang nyata untuk menunjukkan integrasi public relations dengan alat pemasaran dengan manajemen strategis. Implikasi komunikasi simetris dan menyadari waktu yang tepat adalah penting untuk mencapai tujuan dari hubungan yang strategis. Orisinalitas / nilai studi singkat dari public relations strategis dan memperkenalkan SPR serta menekankan integrasi teknik dan alat yang tepat untuk mencapai hasil yang optimal. Model yang digunakan adalah model negosiasi dan dialog. Komunikasi terpadu, sebagai masukan strategis, adalah kunci sukses untuk SPR, karena memungkinkan organisasi untuk memenuhi keluaran yang diinginkan. Menurut mereka kata "komunikasi" bukan hanya sebuah kata dalam dunia PR. Komunikasi, pemikiran strategis, rencana proaktif dan tindakan yang hal penting yang menjadi perhatian dalam setiap kampanye SPR dan manajemen. Penelitian ini menggunakan PR pesan komunikasi Menurut Wells dan Spinks (1999) yang meliputi:

. pengembangan ide dalam pikiran pengirim;

. pengkodean ide melalui metode yang tepat;

. pemilihan media;

. tahap decoding; dan

(32)

43 . pengembangan ide dalam pikiran penerima.

Drew Wilson, MA & Dustin W. Supa, Ph. D. (2013)

Examining Modern Media Relations: An Exploratory Study of the Effect of Twitter on the Public Relations – Tujuan penelitian ini yaitu untuk melihat dampak munculnya teknologi baru dalam media komunikasi yaitu Twitter. Dalam hal ini, Twitter dijadikan sebagai media sosial yang digunakan oleh praktisi Humas (PR) dan wartawan dalam menjalin kerjasama. Selain itu, dengan adanya Twitter dapat dijadikan sebagai media oleh Humas dan wartawan untuk berkomunikasi dengan cepat tanpa harus bertemu langsung. Inilah bentuk moderenisasi hubungan yang dijalin Humas dan wartawan dengan melalui media sosial Twitter.

Allan Siangu Wekesa, (2013).

“An Analysis of Team Effectiveness in Crisis Communication” penelitian ini tentang kemampuan secara efektif merespon dalam hal krisis relevan dengan kelangsungan hidup organisasi. Perusahaan dengan tim krisis komunikasi mampu berkomunikasi secara efektif dan menanggapi dalam hal krisis. Makalah ini menetapkan untuk menganalisis beberapa faktor yang berhubungan dengan tim yang dapat mempengaruhi respon krisis komunikasi organisasi. Teori yang digunakan Teori Krisis Komunikasi Situasional adalah salah satu teori yang paling dominan dan diakui dalam bidang krisis komunikasi. Teori ini

"menyediakan kerangka kerja berbasis bukti untuk memahami bagaimana untuk memaksimalkan perlindungan reputasi yang diberikan oleh komunikasi pasca- krisis" (Coombs, 2007, hal. 163). Ini berkembang di sekitar pemeriksaan situasi krisis dan bagaimana faktor-faktor tertentu menentukan tingkat ancaman reputasi yang ada dalam krisis organisasi. Ada tiga faktor yang membentuk tingkat ancaman: tanggung jawab krisis awal, sejarah krisis dan reputasi relasional sebelumnya. Tanggung jawab krisis awal adalah salah satu konsep sentral dalam penelitian krisis komunikasi. Berbagai jenis asal krisis mempengaruhi atribusi tanggung jawab dan, dengan demikian, strategi komunikasi krisis yang tersedia (Jin et al, 2011). Variabel lain adalah aktor dalam krisis. Tergantung pada apakah

Referensi

Dokumen terkait

Motor servo adalah sebuah perangkat atau aktuator putar (motor) yang dirancang dengan sistem kontrol umpan balik loop tertutup (servo), sehingga dapat di set-up

4) Mengulang ucapan klien dengan menggunakan kata-kata sendiri. Dengan mengulang kembali ucapan klien, perawat memberikan umpan balik sehingga klien mengetahui bahwa

Rex Harlow dalam bukunya : A Model for Public Relations Education for Professional Practices, yang diterbitkan oleh International Public Relations Association (IPRA) 1978,

Dengan memperbaiki kekurangan pada Implementasi Kebijakan Perda Nomor 05 Tahun 2004 diharapkan dapat memberikan umpan balik atau masukan terhadap efektivitas

Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi masalah serta sebagai sumber validator identitas anggota keluarga, diantaranya

Steinberg juga menyatakan tujuan dari public relations, seperti yang dikutip oleh Neni Yulianita dalam bukunya Dasar-Dasar Public Relations, : “Menciptakan opini

Bila ternyata hasil yang diperoleh tidak sesuai hipotesa ada beberapa alternatif yang dapat diambil seperti menjadikannya umpan balik untuk memperbaiki proses data

Umpan balik pelanggan, Program Magister Statistika akan melakukan peninjauan proses pembelajaran melalui umpan balik dari dosen, mahasiswa, alumni, dan pengguna lulusan.. Umpan balik