BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri
melainkan membutuhkan orang lain dalam kehidupannya. Dalam kehidupan
seseorang melakukan interaksi antara satu dengan yang lainnya, tanpa adanya
interaksi sosial seseorang tidak dapat mencapai tujuan hidup dengan baik
sehingga ketika berinteraksi sosial setiap orang membutuhkan kemampuan
penyesuaian diri dengan lingkungannya.
Penyesuaian diri ini merupakan suatu syarat penting untuk mencapai
kesehatan jiwa atau mental individu. Didapat dari sebuah teori yang
dikemukakan oleh Fadillah (2016) yang menyatakan bahwa penyesuaian diri
pada lanjut usia adalah kemampuan orang yang berusia lanjut untuk
menghadapi tekanan atau konflik akibat perubahan-perubahan fisik, maupun
sosial-psikologis yang dialaminya dan kemampuan untuk mencapai
keselarasan antara tuntutan dari dalam diri dengan tuntutan dari lingkungan,
yang disertai dengan kemampuan mengembangkan mekanisme psikologis yang
tepat sehingga dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dirinya tanpa
menimbulkan masalah baru.Terdapat 4 aspek kepribadian dalam penyesuaian
diri yang sehat antara lain: kematangan emosional, kematangan intelektual,
kematangan sosial dan tanggung jawab (Desmita, 2009).
individu yang tidak mampu menyesuaikan diri akan tersingkir atau tidak dapat
melanjutkan eksistensinya dan berakibat penderitaan dan tidak mampu
mencapai kebahagiaan secara maksimal dalam kehidupannya. Orang-orang
yang mengalami stress atau depresi bisa saja disebabkan oleh kegagalan
mereka dalammenyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan yang penuh
dengan tekanan. Keberhasilan individu dalam menghadapi tekanan
berbeda-beda hal ini dapat dipengaruhi oleh pengalaman yang dimiliki individu,
kepribadian, kondisi mental, dan kondisi lingkungan hidupnya (Lailiya, 2008).
Penyesuaian diri individu tidak berhenti dalam satu kondisi saja tetapi
akan berlangsung secara terus menerus selama seumur hidup untuk
memuaskan kebutuhan diri sendiri dengan tuntutan lingkungan, termasuk
tuntutan orang lain secara kelompok maupun masyarakat. Seseorang individu
tidak dilahirkan dalam keadaan sudah mampu menyesuaikan diri atau tidak
mampu menyesuaikan diri (Hartono & Sunarto, 2006).
Menurut WHO usia lanjut (elderly) antara 60-74 tahun pada umumnya
seseorang akan mengalami perubahan akibat proses penuaan salah satunya
perubahan kondisi mental, perubahan mental dan emosional sering muncul
perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman, dan cemas (Mubarak, 2009).
Perubahan mental dan emosional pada lansia yang ditinggal mati oleh
pasangan hidupnya dapat menyebabkan penyesuaian diri yang tidak baik.Pada
saat lanjut usia terdapat berbagai permasalahan yang dihadapi oleh lansia
seperti terjadinya berbagai kemunduran fisik, psikologi, kognitif dan
peran baru tersebut. Proses penyesuaian diri pada setiap lansiapun juga
berlangsung secara berbeda-beda dalam menghadapi berbagai kemunduran diri
serta masalah yang muncul dalam sehari-hari. Salah satu masalah yang cukup
penting yang harus dihadapi lansia adalah kehilangan pasangan hidup.
Kehilangan seseorang yang berharga dalam hidup lansia memerlukan
suatu kesiapan dan penyesuaian diri guna menjalani kehidupan kedepan tanpa
pasangan yang selama ini selalu menemani dan hidup bersama. Pengalaman
akan kematian orang lain terutama orang terdekat atau keluarga mampu
menimbulkan trauma dan akan mempengaruhi perspektif individu terhadap
kematian. Individu sangat mungkin mengalami ketakutan terhadap kematian
baik ketakutan dirinya yang akan mati maupun ketakutan akan kematian orang
lain. Oleh karena itu, kematian pasangan hidup merupakan peristiwa yang
paling sulit untuk dihadapi sehingga sulit juga untuk melakukan penyesuaian
diri.
Pérez, H. C. S., Ikram, M. A., Direk, N., & Tiemeier, H. (2018) pada
penelitian yang dilakukan di Amerika menunjukkan bahwa responden dengan
PGD (Prolong Grief Disorder) menunjukkan penurunan kognitif yang lebih
kuat dibanding kelompok yang mngalami duka cita selama kurang dati 7 tahun.
Ini menunjukkan bahwa PGD merupakan faktor risiko untuk penurunan
kognitif.
Penelitian selanjutnya oleh Bratt, A. S., Stenström, U., & Rennemark, M.
atau keduanya memiliki hubungan negatif dengan Life Satisfaction (LS).
lansialaki-laki memiliki LS lebih rendah di banding lansia perempuan.
Penelitian lain oleh Ekowati (2008) tentang penyesuaian diri terhadap
hilangnya pasangan hidup pada lansia menunjukkan hasil bahwa secara umum
subjek penelitian tersebut memiliki penyesuaian diri yang positif terhadap
hilangnya pasangan hidup. Penyesuaian diri terhadap hilangnya pasangan
hidup pada lansia pria lebih tinggi dibanding lansia wanita.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hidayanti (2015) yang meneliti
tentang mekanisme koping pada lansia yang ditinggal mati pasangan hidupnya
menunjukkan bahwa hampir setengahnya reponden ditinggal pasangan selama
1 tahun sebanyak 15 responden (46,9%). Lamanya proses berduka yang
dialami seseorang sangat individual dan dapat sampai beberapa tahun lamanya.
Reaksi kesedihan terus menerus biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka
yang mendalam mungkin berlanjut 3-5 tahun setelah pengalaman kehilangan
orang terdekat.
Data dari hasil studi pendahuluan yang dilakukan di Desa Wanakarsa
Kabupaten Banjarnegara tercatat jumlah lansia yang ditinggal mati oleh
pasangan hidupnya berjumlah 58 orang baik laki-laki maupun
perempuan.Jumlah yang cukup banyak sehingga tidak menutup kemungkinan
bahwa terjadi permasalahan yang umumnya dialami oleh lansia yang ditinggal
mati oleh pasangan hidup pada umumnya.Berdasarkan data-data serta hasil dari
penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa dampak psikis yang dirasakan
mengganggukehidupan selanjutnya maka peneliti terdorong untuk melakukan
penelitian tentang bagaimana penyesuaian diri lansia terhadap kematian
pasangan hidup diDesa Wanakarsa Kabupaten Banjarnegara.
B.Rumusan masalah
Setiap individu pasti akan mengalami kehilangan, salah satunya adalah
kehilangan pasangan hidup yang dalam hal ini adalah kematian pasangan
hidup. Kehilangan pasangan hidup merupakan permasalahan yang selalu akan
dialami oleh semua orang terutama lansia dimana pada usia lansia umumnya
telah terjadi banyak kemunduran baik fisik maupun biologi.
Dampak yang ditimbulkan setelah ditinggal mati pasangan hidup adalah
stress ataupun depresi yang adaptif apabila terjadi dalam rentan waktu yang
sebentar namun akan adaptif apabila terjadi dalam kurun waktu yang lama.
oleh karena itu perumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Bagaimana
penyesuaian diri lansia terhadap kematian pasangan hidup di Desa Wanakarsa
Kabupaten Banjarnegara?”
C.Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui penyesuaian diri lansia terhadap kematian pasangan
hidup di Desa Wanakarsa Kabupaten Banjarnegara.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui karakteristik responden seperti
b. Untuk mengetahui penyesuaian diri lansia terhadap kematian pasangan
c. Untuk mengetahui penyesuaian diri aspek kematangan emosional pada
lansia di Desa Wanakrsa Kabupaten Banjarnegara,
d. Untuk mengetahui penyesuaian diri lansia aspek kematangan intelektual
di Desa Wanakarsa Kabupaten Banjarnegara.
e. Untuk mengetahui penyesuaian diri aspek kematangan social pada lansia
di Desa Wanakarsa Kabupaten Banjarnegara.
f. Untuk mengetahui penyesuaian diri aspek tanggung jawab pada lansia di
Desa Wanakarsa Kabupaten Banjarnegara.
g. Untuk mengetahui penyesuaian diri lansia dari faktor-faktor yang
mempengaruhi penyesuaian diri terhadap kematian pasangna hidup di
Desa Wanakarsa Kabupaten Banjarnegara.
D.Manfaat Penelitian
1. Bagi penulis
Dapat menambah wawasan peneliti mengenai cara dan metode dalam
melakukan penelitian, dan membangun jiwa peneliti untuk terus
mengembangan berbagai penelitian dibidang keperawatan.
2. Bagi perawat
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai sarana dalam memberikan dan
meningkatkan pelayanan keperawatan bagi pasien dalam penyesuaiannya
terhadap ligkungan rumah sakit, sehingga dapat mempercepat kesembuhan
3. Bagi masyarakat
Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan introspeksi pada
keluarga lansia yang ditinggal mati pasangan hidupnya untu dapat lebih
memberikan perhatian dan kasih sayang kepada lansia yang ditinggal mati
pasangan hidupnya.
E.Keaslian Penelitian
Penelitian dengan judul “Penyesuaian Diri Lansia Dengan Kematian
Pasangan Hidup Di Desa Wanakarsa Kabupaten Banjarnegara” belum pernah
dilakukan sebelumnya. Akan tetapi, ada penelitian sejenis yang relevan dengan
penelitian ini, yaitu:
1. Pérez, H. C. S., Ikram, M. A., Direk, N., & Tiemeier, H. (2018)
Dengan judul penelitian “Prolonged Grief and Cognitive Decline: A
Prospective Population-Based Study in Middle-Aged and Older Persons”
sampel penelitian terdiri dari 3126 orang yang tidak menderita, usia
rata-rata: 64 tahun, dari studi Rotterdam. Peserta diklasifikasikan menjadi tiga
kelompok: tidak ada kesedihan (kelompok referensi, N = 2.582), kesedihan
yang normal (N = 418), dan gangguan kesedihan berkepanjangan (N = 126).
Peserta dinilai dengan Inventarisasi Duka Rumit dan menjalani tes kognitif
(Ujian Mental Negara Bagian Mini [MMSE], tes Pengganti Huruf Digit, tes
Stroop, tugas kelancaran Kata, tes pembelajaran Word). Analisis
disesuaikan untuk kognisi dasar dan gejala depresi; orang dengan gangguan
depresi mayor dikeluarkan.Dengan hasil menunjukkan bahwa Peserta
kelompok referensi selama 7 tahun masa tindak lanjut.Hal ini menunjukkan
bahwa PGD merupakan faktor risiko untuk penurunan kognitif, tetapi
penelitian ini tidak dapat mendeteksi mekanisme psikobiologis yang
mendasari asosiasi longitudinal ini.
2. Bratt, A. S., Stenström, U., & Rennemark, M. (2017)
Dengan judul penelitian yang berjudul “Effects on life satisfaction of older
adults after child and spouse bereavement”. Didapat dari hasil Sampel acak
dari 1402 individu, 817 wanita dan 585 pria, berusia 60-96 tahun dari
bagian Blekinge dari Studi Nasional Penuaan dan Perawatan Swedia
(SNAC-B) berpartisipasi dalam penelitian cross-sectional. Menunjukkan
hasil bahwa kehilangan anak, pasangan atau anak dan pasangan memiliki
hubungan negatif dengan LS, meskipun efek ini kecil.Setelah mengalami
banyak kerugian tidak memprediksi lebih banyak varians daripada anak
tunggal atau pasangan yang hilang. Perbedaan gender ditemukan dalam
semua kelompok yang berduka dengan laki-laki yang berduka memiliki LS
lebih rendah daripada perempuan yang berduka. Waktu yang lebih lama
karena kerugian dikaitkan dengan LS yang lebih tinggi.
3. Widyowati (2013)
Dengan judul “Resiliensi pada lansia yang di tinggal mati pasangan
hidupnya” Resiliensi adalah kemampuan atau kapasitas yang dimiliki
individu dalam menghadapi masalah atau situasi yang menekan dalam hidup
sehingga dapat bangkit kembali serta memandang masalah dan penderitaan
pasangan bagi lansia membuat lansia memerlukan penyesuaian diri guna
menjalani masa depan setelah kematian pasangan. Pada umumnya setelah
kematian pasangan lansia akan merasa kesepian, tidak lagi memiliki teman
untuk bertukar pikiran, hilangnya sosok yang dapat dipercaya dan
sebagainya sehingga membuat lansia merasa terasing dari kehidupan
keluarga.
4. Rahmawan (2013)
Dengan judul “Hubungan penyesuaian diri dengan tingkat kecemasan lanjut
usia di karang werda semeru jaya dan jember permai kecamatan sumbersari
kabupaten jember” Tugas perkembangan lanjut usia membutuhkan
penyesuaian terhadap penurunan fisik, sosial, dan masalah mental seperti
kecemasan. Kecemasan merupakan gangguan perasaan takut yang tidak
diketahui penyebabnya.Penyesuaian diri merupakan respon mental dan
tingkah laku yang terjadi pada seseorang untuk mengatasi kebutuhan,
ketegangan, konflik, dan frustasi yang dialami di dalam dirinya. Tujuan
penelitian ini adalah mengetahui hubungan penyesuaian diri dengan tingkat
kecemasan lanjut usia di Karang Werda Semeru Jaya dan Jember Permai
Kecamatan Sumbersari Kabupaten Jember. Jenis penelitian adalah deskriptif
analitik dengan pendekatan cross sectional. Penelitian dilaksanakan di
Karang Werda Semeru Jaya dan Jember Permai dengan jumlah populasi
sebanyak 86 responden.Teknik pengambilan sampel menggunakan
purposive sampling, jumlah sampel sebanyak 46 responden. Hasil penelitian
(52,2%) mengalami kecemasan ringan. Analisis data menggunakan uji chi
square, dengan hasil uji nilai p value 0.001 < (α 0.05). Hasil analisis statistik
didapatkan bahwa ada hubungan penyesuaian diri dengan tingkat
kecemasan lanjut usia. Kesimpulanya semakin baik penyesuaian diri yang
dilakukan oleh lanjut usia maka semakin kecil resiko terjadinya tingkat
kecemasan yang dialami lanjut usia.
5. Aleydrus (2017)
Dengan judul “Perbedaan Penyesuaian Diri Pada Lansia Yang Tinggal di
Panti Werdha “Pangesti” Lawang Dengan Lansia yang Tinggal Bersama
Keluarga di Kecamatan Lawang Kabupaten Malang”.Lansia memiliki
beragam kondisi, ada yang tinggal bersama keluarga ada pula yang tinggal
di Panti Wreda.Penyesuaian para lansia juga berbeda-beda pula karena
tempat tinggal mereka juga berbeda.Oleh karena itu peneliti tertarik untuk
mengetahui perbedaan penyesuaian diri pada lansia yang tinggal di
PantiWerdha “Pangesti” Lawang dengan lansia yang tinggal bersama
keluarga.Subyek sebanyak 210 orang dibagi menjadi dua kelompok yaitu
110 orang lansia yang tinggal di Panti Werdha Pangesti Lawang, dan 100
orang lansia yang tinggal bersama dengan keluarganya di Kecamatan
Lawang.Hasil tabulasi penelitian dihitung dengan menggunakan program
SPSS seri 16.0 for Windows dengan teknik analisa Compare Means Paired
Sampel T-test. Dengan hasil signifikansi sebesar 0,000 bisa diambil
keputusan untuk menerima Ha (Hipotesa Alternatif) karena level
nilai t hitung sebesar 3,817 yang berarti lebih besar dari pada t tabel yang
ada dengan nilai 2,708.
6. Apriska (2016)
Dengan judul penelitian “Hubungan antara Tingkat Kesepian dengan
Mekanisme Koping pada Lansia di Unit Pelayanan Lanjut Usia “Wening
Wardoyo” Ungaran” Masalah psikologis yang sering timbul pada lansia
adalah kesepian.Lansia yang tinggal di panti memiliki tingkat kesepian lebih
tinggi dibandingkan lansia yang tinggal bersama keluarga.Penyesuaian diri
lansia terhadap stressor yang didapatkan berbeda-beda setiap individu,
sehingga mekanisme koping setiap individu akan berbeda-beda. Penelitian
ini bertujuan mengetahui hubungan antara tingkat kesepian dengan
mekanisme koping pada lansia di Unit Pelayanan Lanjut Usia “Wening
Wardoyo” Ungaran.Jenis penelitian ini kuantitatif non eksperimen dengan
pendekatancross sectional, menggunakan kuesioner UCLA Loneliness Scale
Version 3 dan Brief Cope. Penelitian ini menggunakan teknik total
sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 66 lansia yang tinggal di Unit
Pelayanan Lanjut Usia “Wening Wardoyo” Ungaran.Analisa bivariat
dilakukan dengan uji Rank Spearman. Hasil penelitian menunjukkan 26
responden (39,4%) memiliki tingkat kesepian ringan. 46 responden (69,7%)
menggunakan jenis koping berfokus pada emosi. Tidak terdapat hubungan
antara tingkat kesepian dengan mekanisme koping pada lansia, p-value