BAB II DASAR TEORI
2.1 Pompa
Pompa adalah suatu mesin konversi energi yang berfungsi memindahkan zat cair dari suatu tempat ke tempat yang diinginkan. Agar supaya bisa bekerja, pompa membutuhkan gaya putar (daya poros) dari mesin penggerak (motor, engine). Pada dasarnya, pompa mengubah energi mekanik (dalam bentuk kerja poros) menjadi energi fluida. Ketika daya dari luar diberikan kepada poros pompa, untuk memutarkan impeller di dalam fluida. Maka fluida yang ada di dalam impeller, oleh dorongan sudu-sudu ikut berputar. Karena timbul gaya sentrifugal maka fluida mengalir dari tengah impeller keluar melalui saluran diantara sudu-sudu, sehingga bagian tengah impeller menjadi vacuum.
Bagian tengah impeller vacuum, maka fluida dari sumbernya akan diisap melalui sisi isap pompa yang akan mengalir menuju bagian tengah impeller. Fluida di bagian tengah impeller ini kembali mengalami gaya sentrifugal, sehingga akan terdorong keluar dan mengalir menuju sisi buang pompa untuk kemudian disalurkan ke tempat-tempat yang diinginkan. Demikian pula head kecepatannya bertambah besar karena fluida mengalami percepatan. Fluida yang keluar dari impeller ditampung oleh saluran berbentuk volut (spiral) di keliling impeller dan disalurkan ke luar pompa melalui nosel. Di dalam nosel ini sebagian head kecepatan aliran diubah menjadi head tekanan. Jadi impeller pompa berfungsi memberikan kerja kepada fluida sehingga energi yang dikandungnya menjadi bertambah besar. Selisih energi persatuan berat atau head total fluida antara flens isap dan flens luar pompa disebut head total pompa.
Dari uraian tersebut bahwa pompa sentrifugal dapat mengubah energi mekanik dalam bentuk kerja poros menjadi energi fluida. Energi inilah yang mengakibatkan pertambahan head tekanan, head kecepatan, dan head potensial pada fluida yang mengalir secara kontinyu. Secara teoritis, tinggi air maksimum yang dapat diisap oleh pompa adalah 10,33 meter (1 atm = 10,33 meter air). Prinsip pengaliran/discharge pada pompa juga terjadi akibat phenomena yang sama. Saat
impeller pompa berputar, sudu-sudu pompa membangkitkan gaya sentrifugal, dan seperti butiran-butiran air yang terlempar keluar paying, fluida disekeliling sudu-sudu pompa akan terlempar kearah sisi luar impeller (discharge-port) akibat gaya sentrifugal. Arah gaya senrifugal adalah tegak lurus (normal) terhadap arah putaran impeller.
Impeller Putaran Impeller
Gambar 2.1 Pompa Sentrifugal Sumber : Anis, S. dan Karnowo (2008).
2.1.1 Komponen-Komponen Pompa Sentrifugal
Komponen-komponen penting dari pompa sentrifugal adalah komponen yang berputar dan komponen tetap. Komponen berputar terdiri dari poros dan impeller sedangkan komponen yang tetap adalah rumah pompa (casing), bantalan (bearing).
Gambar 2.2 Komponen Pompa Sumber : Sularso, (1987).
2.2 Karakteristik Pompa
Performansi pompa yang utama adalah kapasitas discharge atau laju aliran (Q), dan head pompa (H). Kedua parameter tersebut harus diketahui dalam pemilihan pompa, disamping karakteristik lainnya seperti efisiensi, daya, putaran dan lain sebagainya.
2.2.1 Kapasitas Pompa
Kapasitas adalah jumlah fluida yang dialirkan oleh pompa dalam satu satuan waktu (m3/det atau m3/menit, dsb).
Berdasarkan persamaan kontinyuitas, maka kapasitas pompa sentrifugal adalah:
p = (
-
)
(2.1)Dimana:
Q = kapasitas pompa (m3/det) = diameter luar impeller (m) = diameter hub impeller (m) = kecepatan fluida (m/det) Beberapa istilah kapasitas yang umum digunakan adalah: a) Kapasitas Teoristis (Qth)
Adalah laju aliran ideal pompa tanpa adanya kebocoran internal dan eksternal (QL). Kebocoran ini terjadi dalam celah antara silinder dan
piston/plunyer (pada pompa reciprocating), kebocoran di dalam gap antara impeler dan ‘shroud’ (pada pompa sentrifugal).
b) Kapasitas Optimum (Qopt)
Adalah kapasitas pompa jika pompa bekerja pada efisiensi-total maksimum pompa (Qop)
c) Kapasitas Aktual (Qact)
Adalah laju aliran pompa yang dialirkan melalui pipa tekan dalam satu satuan waktu.
d) Kapasitas Internal/Indikatif (Qt)
Adalah laju aliran di dalam pompa. Oleh karena itu:
Q
1= Q
act+ Q
(2.2)
2.3 Head Pompa (HP)
Head merupakan tekanan yang dihasilkan oleh pompa. Head pada umumnya dinyatakan dalam tinggi kolom air dan umumnya dalam satuan meter.
Gambar 2.3 Head Pompa Sumber : Sularso, (2000).
Persamaan energi per satuan berat fluida untuk sistem pompa Gambar 2.3 adalah: L 2 d d d p 2 s s s
H
g
2
v
p
z
H
g
2
v
p
z
(2.3)Dimana: Zs = head statis elevasi isap/suction pompa (m)
Zd = head statis elevasi buang/dischage pompa (m)
Ps = head statis tekanan isap/suction pompa (N/m2)
Pd = head statis tekanan buang/discharge pompa (N/m2)
Vd = head dinamis kecepatan fluida pada ujung isap/suction pompa
(m/det)
Vd = head dinamis kecepatan fluida pada ujung buang/discharge
pompa (m/det) Hp = head pompa (m)
Hp = head losses total instalasi perpipaan sistem pompa (m)
Oleh karena itu head total pompa adalah:
L 2 s 2 d s d s d p ) H g 2 v v ( ) p p ( ) z z ( H
(2.4) Unjuk kerja pompa pada umumnya digambarkan dalam kurva Q-H, seperti pada gambar 2.4.Gambar 2.4 Kurva ujung pompa Sumber : Sularso, (2000).
2.3.1 Head Losses (HL)
Head Losses adalah kerugian-kerugian head pada aliran yang disebabkan oleh adanya faktor gesek fluida pada dinding dalam pipa, adanya katup-katup, belokan, dan lain-lainnya. Head Losses ada dua macam yaitu Mayor Losses dan Minor Losses.
a. Mayor Losses (Head kerugian gesek dalam pipa)
Mayor Losses adalah kerugian head yang disebabkan oleh terjadinya gesekan antara fluida yang mengalir dengan dinding pipa. Mayor Losses dipengaruh oleh kekasaran permukaan dinding pipa bagian dalam, kecepatan aliran fluida serta panjang pipa. Besarnya Mayor Losses dapat dihitung dengan rumus Darcy Weisbach sebagai berikut :
H
LM= f .
.
(2.5)
Dimana:
HLM = Mayor Losses (m)
f = faktor gesekan L = panjang pipa (m)
D = diameter pipa bagian dalam (m) V = kecepatan aliran fluida (m/s) g = percepatan gravitasi (m/s2)
b. Minor Losses (kerugian head dalam jalur pipa)
Minor Losses adalah kerugian-kerugian yang disebabkan oleh adanya belokan-belokan, katup-katup, percabangan dan juga karena terjadinya perubahan luas penampang pipa saluran. Besarnya minor losses dapat dihitung dengan rumus:
H
LM= k .
(2.6)
Dimana:
HLM = Minor Losses (m)
k = koefisien kerugian pada asesories pipa v = kecepatan rata-rata aliran fluida (m/s) g = percepatan gravitasi (m/s)
Ada beberapa istilah tentang head, yaitu: a. Head Geometris
Head geometris isap pompa adalah:
Ls 2 i 2 s i s gs ) h g 2 v v ( ) p p ( h (2.7)
Head geometris buang pompa adalah:
Ld 2 o 2 d o d gd ) h g 2 v v ( ) p p ( h (2.8)
Head geometris total pompa adalah:
hz hgs hg hgd zs zd (2.9) Dimana: hg = adalah jarak lubang-lubang tap pressure-gauge pi dan po.
b. Head Manometris
Head manometris pompa adalah kenaikan energi tekan (pressure energy) per unit berat jenis fluida yang mengalir melalui pompa tersebut. g i o mp ) h p p ( h (2.10)
Head manometris instalasi pompa adalah jumlah dari head geometris total, perbedaan head tekanan antara manometer isap dan buang, head-loss pipa isap dan buang (tidak termasuk head-loss dalam pipa itu sendiri, hLp),
perbedaan head kecepatan di pipa isap dan buang, dikurangi head kecepatan yang dihasilkan pompa.
) g 2 v v ( ) g 2 v v ( h h h h 2 i 2 o 2 s 2 d Ld Ls z mi (2.11)
c. Head Efektif (Head Total)
Adalah kenaikan energi daripada fluida antara flens-inlet dan flens-outlet pompa per unit berat fluida yang dipompa.
) g 2 v v ( h ) p p ( H 2 i 2 o g i o e (2.12) Head statis: z s d st ) h p p ( H (2.13) Head dynamis: Ld Ls 2 s 2 d dyn ) h h g 2 v v ( H (2.14)
Bila kedua reservoir terbuka, berarti ps = pd = pa, maka:
Ld Ls z 2 s 2 d dyn ) h h h g 2 v v ( H (2.15)
d. Head Indikatif (Internal/Theoritis)
Adalah jumlah head efektif (He) dengan seluruh head-losses hidrolis
di dalam pompa (hp) yang disebabkan gesekan fluida di dalam
pompa.
Hi Hth hLe hp (2.16)
2.4 Faktor Gesek pada Pipa
Faktor gesekan dalam pipa merupakan fungsi dari bilangan Reynold (Re) dan kekerasan relatif permukaan (e/D). Kekerasan relatif permukaan merupakan perbandingan antara kekerasan absolut dinding pipa bagian dalam dengan diameter pipa. Dengan mengetahui angka kekerasan absolut pipa, maka faktor gesekan dapat dilihat pada diagram Moody, dengan cara menghubungkan (e/D) dengan bilangan Reynold (Re). Bilangan Reynold di dapat dengan rumus:
R
e=
. .Dimana:
= massa jenis zat cair (kg/m3) V = kecepatan aliran (m/s) D = diameter pipa (m)
= adalah viskositas dinamik (kg/m.s) Pada Re < 2300, aliran bersifat laminar.
Pada Re > 4000, aliran bersifat turbulen.
Pada Re = 2300-4000, terdapat daerah transisi.
Aliran dapat bersifat laminar atau turbulen tergantung pada kondisi pipa dan aliran. a. Aliran laminar
Dalam aliran laminer, koefisien kerugian gesek untuk pipa dapat dinyatakan dengan persamaan:
ƒ = e R 64 (2.18) b. Aliran turbulen
Untuk menghitung koefisien kerugian gesek dalam pipa pada aliran turbulen dapat dinyatakan dengan persamaan Darcy, yaitu:
ƒ = 0.020 + D 0005 . 0 (2.19) Dimana:
D = Diameter dalam pipa (m)
2.5 Persamaan-persamaan dasar 2.5.1 Persamaan kontinyuitas
Persamaan kontinyuitas dihasilkan dari prinsip kekekalan massa. Untuk aliran steady melalui pipa persamaan kontinyuitas dapat dilihat dari persamaan sebagai berikut :
Persamaan dapat ditulis dalam bentuk debit menjadi :
∙
=
∙
(2.21)
Dan untuk aliran tak termampatkan (incompressible) :
=
∙
=
∙
(2.22)
Dimana :
Q = debit air (m3 /dt) A = luas penampang (m3) V = kecepatan aliran air (m/dt)
2.5.2 Persamaan bernoulli
Persamaan bernoulli dapat dinyatakan sebagai berikut :
+
∙
+
=
(2.23)
Dalam praktek, sebagian energi biasanya berubah kedalam energi panas, baik karena gesekan maupun pembentukan ulakan dalam aliran terbuka. Energi dari fluida yang hilang dinyatakan dengan HL, dan persamaan
Bernoulli dapat dinyatakan sebagai berikut :
+
∙
+
∙=
+
∙+
∙+
∑
(2.24) Dimana :
P = tekanan statis (N/m2) V = kecepatan aliran air (m/dt) Z = ketinggian (m)
2.5.3 Persamaan momentum
Kuantitas gerak atau momentum diukur dari perkalian massa benda dengan kecepatannya.
M = m
v
(2.25) Dimana : M = momentum (Kgm/dt) m = massa (Kg) v = kecepatan (m/dt) 2.5.4 Persamaan energiUntuk aliran yang konstan perhitungan dapat menggunakan persamaan energi. Persamaan energi untuk aliran konstan dari titik 1 ke titik 2 yang ditambah dengan kerugian-kerugian head.
+
∙
+
∙+
=
+
∙+
∙+
∑
(2.26)
Dimana :
p1 = Tekanan di titik 1 (N/m2) p2 = Tekanan di titik 2 (N/m2)
Z1 = Tinggi air di titik 1 dari pompa (m) Z2 = Tinggi air di titik 2 dari pompa (m) g = Percepatan gravitasi ( m/m2)
= Berat jenis (N/m3) HP = Head pompa (m)
2.6. Fluida
2.6.1 Sifat-sifat Fluida
o Fluida memperlihatkan fenomena sebagai zat yang terus menerus berubah bentuk apabila mengalami tegangan geser, dengan kata lain yang dikatagorikan sebagai fluida adalah suatu zat yang tidak mampu menahan tekanan geser tanpa berubah bentuk.
o Fluida secara umum bila dibedakan dari sudut kemampatannya (compresibiliti), maka bentuk fluida terbagi dua jenis, yaitu; compressible fluid dan incompressible fluid.
o Compressible fluid adalah fluida yang tingkat kerapatannya dapat berubah-ubah ( ≠ konstan), contohnya; zat berbentuk gas.
o Incomoressible fluid adalah fluida yang tingkat kerapatannya tidak berubah atau perubahannya kecil sekali dan dianggap tidak ada (=
konstan), contohnya; zat bentuk cair.
2.6.2 Definisi Fluida
Semua fluida sejati mempunyai sifat-sifat atau karakteristik yang penting, diantaranya :
A. Kerapatan (density)
o Kerapatan (density) adalah merupakan jumlah atau kuantitas dari suatu zat. Nilai kerapatan (density) dapat dipengaruhi oleh temperatur.
o Semakin tinggi temperatur maka kerapatan suatu fluida semakin berkurang karena disebabkan gaya kohesi dari molekul-molekul fluida semakin berkurang.
o Kerapatan (density) dapat dinyatakan dalam tiga bentuk yaitu :
1. Mass density ( ) satuan dalam SI adalah kg/m3. Mass density adalah ukuran untuk konsentrasi zat tersebut. Sifat ini ditentukan dengan cara menghitung ratio massa zat yang terkandung dalam suatu bagian tertentu terhadap volume bagian tersebut. Hubungannya dapat dinyatakan seagai berikut :
=
Dengan:
= adalah kerapatan massa (kg/m3) m = adalah massa fluida (kg).
∀ = adalah volume fluida (m3). 2. Berat spesifik / berat jenis (specific weight)
Berat spesifik adalah massa jenis dari suatu zat yang dipengaaruhi gaya tarik bumi atau gravitasi, satuan dalam SI adalah N/m3. Jadi hubungannya dapat dinyatakan sebagai berikut :
=
.
(2.28)
Dengan :
= adalah kerapatan massa (kg/m3) g = adalah percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
3. Spesifik Gravity (SG)
Spesifik gravity adalah perbandingan antara kerapatan suatu zat dengan kerapatan air. Spesifik gravity tidak mempunyai satuan.
SG =
(2.29)
Dengan :
SG = adalah spesifik grafity.
= adalah kerapatan suatu zat (kg/m3) = adalah kerapatam air (kg/m3).
B. Laju Aliran Massa
Laju aliran massa fluida yang mengalir dapat diketahui dengan persamaan dibawah ini :
̇ = adalah laju aliran massa (kg/s) V = adalah kecepatan aliran fluida (m/s) A = luas penampang fluida (m2)
C. Viskositas
o Viskositas adalah ukuran ketahanan sebuah fluida terhadap deformasi atau perubahan bentuk
o Viskositas zat cair cenderung menurun dengan seiring dengan bertambahnya kenaikan temperatur, hal ini disebabkan gaya-gaya kohesi pada zat cair bila dipanaskan akan mengalami penurunan dengan semakin bertambahnya temperatur pada zat cair yang menyebabkan berturunnya viskositas dari zat cair tersebut.
Viskositas dibagi menjadi dua macam yaitu :
1. Viskositas dinamik atau viskositas mutlak atau absolute viscosity
- Viskositas dinamik adalah sifat fluida yang menghubungkan tegangan geser dengan gerakan fluida.
- Viskositas dinamik tampaknya sama dengan ratio tegangan geser terhadap gradient kecepatan
=
(2.30) Dengan :
= adalah viskositas dinamik (kg/m.s). = adalah tegangan geser (N/m2). du/dy = adalah gradient kecepatan ((m/s)/m). 2. Viskositas kinematik
- Viskositas kinematik adalah perbandingan antara viskositas dinamik dengan kerapatan fluida.
Dengan :
v = adalah viskositas kinematik (m2/s). = adalah viskositas dinamik (kg/m.s). = adalah kerapatan fluida (kg/m3).
2.7 Efisiensi
a) Efisiensi Hidrolik
Adalah efisiensi yang disebabkan oleh adanya kerugian head akkibat gesekan antar partikel fluida dan dengan dinding rumah pompa.
ƞ
= =
△△
=
(2.32)b) Efisiensi Volumetris
Adalah efisiensi yang dsebabkan oleh adalah kebocoran (sejumlah QL) fluida dari dalam rumah pompa keluar, misalnya lewat seal-seal pompa.
ƞ
=
=
(2.33)c) Efisiensi Internal / Indikatif
Akibat kerugian head dan kapasitas yang terjadi pada pompa maka akan menyebabkan kerugian daya.
ƞ
= =
ƞ
.
ƞ
(2.34)Dimana :
ƞ = efisiensi internal
= daya efektif pompa (Watt) = daya indikatif pompa (Watt)
d) Efisiensi Mekanis
Adalah efisiensi akibat kerugian gesekan antara bantalan dan poros pompa.
ƞ
=
=
(2.35)Dimana :
= efisiensi mekanis Pi = daya indikatif (Watt)
Psh = daya poros (Watt)
e) Efisiensi Total atau Operasional
Adalah perbandingan antara daya air dengan daya yang masuk ke poros pompa. Kurva efisiensi pompa dapat dilihat pada gambar 2.3.
ƞ
=
=
=
ƞ
.
ƞ
.
ƞ
(2.36)Maka daya poros dari mesin penggerak pompa yang dibutuhkan adalah :
=
.ƞ
(2.37)
Gambar 2.5. Efisiensi Pompa Sumber : Sularso, (2000).
2.8 Daya Pompa
Besarnya energi atau daya yang dibutuhkan untuk memutar poros pompa mempengaruhi oleh kapasitas pompa, tinggi tekan total pompa, berat jenis fluida yang dipompakan, serta efisiensi total pompa tersebut. Daya yang dibutuhkan untuk memutar poros pompa (Psh) dirumuskan dengan persamaan:
P
sh=
. .
.ƞ
(2.38)
Dimana: Psh = daya yang dibutuhkan pompa (HP)
Q = kapasitas pompa (m3/det) H = tinggi tekan total pompa (m)
= berat jenis fluida yang dipompa (kg/m3) ƞ = efisiensi total pompa
2.9 Diameter Poros Pompa (dsh)
Dalam hal ini diameter poros dapat dihitung dari gaya momen T, sedangkan T-nya sendiri bisa didapat dari hasil perhitungan besar daya penggerak pompa, dengan tidak memperlihatkan besarnya beban lengkung (beban yang menimbulkan beban bengkok) yang ada, besarnya diameter poros pompa dapat dihitung dengan menempatkan harga tegangan torsi (τt) yang paling kecil yang diijinkan.
Untuk poros pejal :
τt
=
(2.39)Wt = 0,2.d3 momen tahanan dari diameter poros minimum yang dibutuhkan
w
P
2. .60 n , kecepatan angular, 1/dt op H Q g P . . .
, daya penggerak pompa, watt (SHP)
Maka diameter poros minimum yang dibutuhkan :
3 . 2 , 0 min . ijin T dsh (m) (2.40) dsh = ...(diambil ± 50% lebih besar)
Dimana:
τijin = 20 N/mm2 untuk pompa 1 tingkat
τijin = 15 N/mm2 untuk pompa bertingkat banyak
2.9.1 Diameter Hub Impeller (dh)
Diameter hub ditentukan lebih besar 40% dari pada diameter poros, dengan perkiraan kekuatan hub telah mencukupi.
Biasanya diambil sebesar:
d
hub=
(1,2 ~1,4).d
sh (m atau mm)2.9.2 Diameter Mulut Isap Impeller (Inlet Chamber)
Kecepatan aliran pada saat akan memasuki impeller (do)
Dari persamaan Qt = A.C0, maka didapat :
2 0 0 . . 4 hub t d C Q D
,
t v Q Q (2.41)
Dimana :
Qt = (1,02 ~ 1,05).Q, Kapasitas theoritis pompa.
Kecepatan Absolute fluida masuk impeller dapat ditentukan dari grafik dibawah, atau
C0 kC0. 2.g.H (2.42)
kco
= (0,058 ~ 0,06).ns2/3= faktor kecepatan masuk impeller
Gambar 2.6. Harga-harga inforamatif untuk kecepatan pada mulut isap yang diijinkan Sumber : Fritz Dietsel, (1980).
2.9.3 Diameter Dalam Impeller
D1 besarnya dikira-kira atau ditaksir. Ujung permulaan sudu biasanya
dibuat paralel arah alirannya sehingga : D1 ~ D0
2.9.4 Segitiga Kecepatan Sisi Masuk Impeller
Kecepatan keliling pada diameter dalam impeller
U1 .D1.n/60
(m/dt)
ku1. 2.g.H
k
u1= 0,0244.ns
2/3
(2.43)
Kecepatan absolute fluida masuk impeller
= .
(2.44)
=
(2.45)
faktor penyempitan (crowding f) = 1,1 ~ 1,15
Untuk t dan σ lihat pada tabel sudu.
Bila jumlah sudu z sudah tertentu, maka harga-harga , dan harus diperiksa dan diperbaiki, dimana ukuran-ukuran disisi bagian masuk kemudian bisa ditentukan.
Gambar 2.7. Notasi pada segitiga kecepatan masuk Sumber : Fritz Dietsel, (1980).
Kecepatan relatif fluida terhadap sudu :
W
1=
+
(2.46)
1
= tg
-1=
sin
-1(2.47)
=
.
2. g.
.(m/dt)
(2.48)Tabel 2.1 Segitiga Kecepatan sisi masuk impeller
ns 20 30 40 50 60
2.9.5 Lebar Impeller Pada Sisi Masuk
Untuk menghitung lebar impeller pada sisi masik (b1) harus
menenukan jumlah sudu impeller z, karena itu untuk sementara dimisalkan impeller mempunyai sejumlah sudu tertentu. Setelah menghitung diameter luar impeller, jumlah sudu itu akan diperiksa lagi kebenarannya.
1 1 1 . .D c Q b t (2.49)
1 1 1 1 sin c cm (2.50)
2 1 1 1 2 1 1 c u c .cos W m (2.51) 1 1 1 1 sin W cm (2.52)
2.9.6 Diameter Luar Impeller
n U D . . 60 2 2
(2.53) Dimana :
U2 ku2. 2.g.h
(m/dt)
k
u2= 1 + 0,1 (ns/2,5 – 1)
Atau bisa juga dari :
) ( 1 2 s n f D D
(2.54)
Dimana :
n
s=
≤ 20
2,5 1 2 D D
= 20 ~ 40 = 2
= 40 ~ 80 = 1,8 ~ 1,4
= 80 ~ 160 (fixed flow) = 1,2 ~ 1,1 = 160 ~ 320 (axial) = 0,8 Kecepatan keliling yang diinjinkan :
Hingga 35 m/detik untuk roda-roda yang dibuat dari besi tuang kelabu Hingga 60 m/detik untuk roda yang dibuat dari perunggu tuang
Hingga 70 m/detik untuk roda yang dibuat dari logam-logam ringan Hingga 80 m/detik untuk roda yang dibuat dari baja tuang
2.9.7 Segitiga Kecepatan Sisi Keluar Impeller
Sudut relatif β2 sedapat mungkin tidak melampaui 300 keluar, atau sin (1800 –
β2)
=
Tabel 2.2 Sisi Keluar Impeller
Kecepatan Absolute pada arah u2 = ?
H =
ƞ
h.U
2.k.
(2.55)
=
.. .
(2.56)
Dimana : k = faktor penyusutran kerja (lihat nomogram gambar 2.8) Agar segitiga kecepatan bisa digambar, maka dipilih besarnya
c
2m≈ c
1ns 10 25 40 50 60 70
Gambar 2.8. Kontruksi segitiga kecepatan Sumber : Fritz Dietsel, (1980).
2 2 2 2 2 2 Cm (U C u) W
(2.57)
2 2 1 2 sin C C m
u m C C tg 2 2 1
(2.58)
Tabel 2.3 Segitiga Kecepatan
ns 10 25 40 50 60 70 ηh 0,86 0,91 0,94 0,96 0,97 0,98 Biasanya :
α
2= 5
0~ 12
0α
2= 10
0~ 2
2.9.8 Lebar Sudu Pada Sisi Keluar
Dari monogram pada Gambar 2.8 dapat dibaca harganya k. Besarnya harga k tergantung pada jumlah sudu, bentuk sudu, sudut sudu, lebar roda, kecepatan putar, perbandingan diameter D2/D1 dari roda jalan, dan harganya
adalah sekitar k = 0,65 sampai 0,90.
Gambar 2.9. Nomogram untuk menentukan harga k Sumber : Fritz Dietsel, (1980).
Gambar 2.10. Jumlah sudu jalan untuk roda pompa sentrifugal, informatif Sumber : Fritz Dietsel, (1980).
Gambar 2.11. Randemen efektif ƞe untuk 1 tingkat pompa sentrifugal, 1 aliran radial dan pompa sentrifugal setengah aksial, harga pegangan (refrensi) untuk perencanaan
pompa
Sumber : Fritz Dietsel, (1980).
m t C D f Q b 2 . 2 2 . . 2 (2.59) Dimana : f2 = 1,05 ~ 1,10 = faktor penyempitan
2.9.9 Tebal dan jumlah sudu impeller
Karena ada ketebalan sudu s yang besarnya 2 mm sampai 6 mm tergantung kepada besarnya sudu impeller, maka besarnya saluran yang dilalui fluida adalah sisa dari t – .
Gambar 2.12. Penyempitan penampang di permulaan sudu Sumber : Fritz Dietsel, (1980).
S = 2 ~ 10 mm, besi tuang kelabu
S = 3 ~ 6 mm, perunggu, baja tuang, logam ringan Proyeksi sisi sudu pada arah keliling roda:
=
(2.60)
Faktor penyempitan (crowding factor):
=
( )(2.61)
f1 = 1,1 ~ 1,15 f2 = 1,05 ~ 1,10 c1 = f1.c0
Jarak antar sudu:
t1 =
.
(2.62)
Koreksi terhadap jumlah sudu:
Z = 6.5 sin m
(2.63)
Dimana:
d1 = diameter ujung sisi masuk impeller (mm)
d2 = diameter ujung sisi keluar impeller (mm)
m = Jadi, Z = 6.5 sin .
(2.64)
= 8.35
Dengan demikian asumsi bahwa jumlah sudu sebanyak 8 buah dapat diterima Berdasarkan kecepatan spesifik impeller:
ns = 40 ~ 60, z = 9 ns = ≤ 20
ns = 60 ~ 180, z = 8 ns = 20 45 ns = 180 ~ 350, z = 6 ns = 45 75 ns = 350 ~ 580, z = 5 ns = 75 150