BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak merupakan amanah dan anugerah dari Tuhan Yang Maha Esa
yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia seutuhnya.
Setiap anak mempunyai harkat dan martabat yang patut dijunjung tinggi dan
setiap anak yang lahir harus mendapatkan hak-haknya tanpa anak tersebut
meminta. Upaya perlindungan anak perlu dilaksanakan sedini mungkin, yaitu
dari sejak janin kandungan sampai anak berusia delapan belas tahun. Bertitik
tolak pada konsep perlindungan anak maka Undang-undang Nomor 35 Tahun
2014 tentang Perlindungan Anak meletakan kewajiban memberikan
perlindungan kepada anak berdasarkan asas-asas :
1. Nondiskriminasi
Asas yang tidak membedakan, membatasi, atau mengucilkan anak, baik
secara langsung maupun tidak langsung berdasarkan agama, suku, ras,
status sosial, status ekonomi, budaya, ataupun jenis kelamin yang dapat
mempengaruhi pemenuhan dan perlindungan hak-hak anak.
2. Kepentingan terbaik
Asas yang menekankan bahwa dalam semua tindakan yang terkait dengan
anak yang dilakukan oleh pemerintah, masyarakat, ataupun badan legislatif
dan yudikatif, kepentingan yang terbaik bagi anak harus menjadi
3. Kelangsungan hidup dan tumbuh kembang
Asas yang menekankan bahwa setiap anak mempunyai hak untuk hidup
dengan aman, tentram, damai, bahagia, sejahtera lahir batin.
4. Menghargai partisipasi anak
Asas yang memberikan hak kepada anak untuk menyatakan pendapat
dalam segala hal yang mempengaruhi anak, meliputi :
a. Hak untuk berpendapat dan memperoleh pertimbangan atas
pendapatnya
b. Hak untuk mendapat dan mengetahui informasi serta untuk
mengeskpresikan
c. Hak untuk berserikat menjalin hubungan untuk bergabung dan
d. Hak untuk memperoleh informasi yang layak dan terlindungi dari
informasi yang tidak sehat (Saraswati, 2015: 25).
Batasan tentang anak sangat penting dilakukan untuk melaksanakan
kegiatan perlindungan anak dengan benar dan semata-mata untuk
mempersiapkan generasi mendatang yang tangguh dan dapat menghadapi
segala tantangan dunia. Batasan usia pada anak menurut perundang-undangan
di Indonesia masih beragam, tetapi ada beberapa undang-undang yang
menyatakan batas usia anak adalah 18 tahun. Undang-undang tersebut yaitu
Undang-undang Nomor 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan,
undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dan
Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 Pasal 1 “Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang
masih dalam kandungan”. Pasal 2 menjelaskan “perlindungan anak adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar
dapat hidup, tumbuh, berkembang, dan berpartisipasi secara optimal sesuai
dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi” (Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014).
Pada tahun 2014 pemerintah telah mengadakan perubahan dan
penambahan terhadap Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak melalui Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 yang telah
berlaku sejak diundangkannya, yaitu pada tanggal 17 Oktober 2014.
Penambahan substansi di antaranya penambahan definisi kekerasan,
perlindungan hak-hak anak dari segala bentuk kekerasan di satuan pendidikan,
pemenuhan hak anak untuk tetep bertemu dan berhubungan pribadi dengan
kedua orang tuanya setelah terjadi perceraian, larangan memperlakukan anak
secara diskriminatif dan segala bentuk kekerasan (Saraswati, 2015: 15).
Pembukaan UUD 1945 telah diamanatkan kepada bangsa Indonesia
yang termuat dalam salah satu tujuan Negara Republik Indonesia yaitu untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia, mencerdaskan kehidupan bangsa serta
menjamin setiap anak atas kelangsungan hidupnya, tumbuh dan berkembang
serta berhak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi (Pasal 28B
Anak dalam usia remaja merupakan usia yang sangat produktif dan
cepat tanggap dalam menerima hal-hal baru, karena pada usia-usia ini
perkembangan otak anak sangatlah cepat. Hal-hal baru yang diterima oleh
anak, terkadang tidak mampu dipahami secara baik oleh anak dan hal tersebut
dapat menjadi masalah bagi anak-anak itu sendiri dan menyebabkan anak
melakukan kejahatan (Kartini, 1986: 48).
Faktor penyebab penelantaran atau kekerasan terhadap anak tidak
semata-mata disebabkan oleh anak secara perorangan, tetapi juga dipengaruhi
oleh faktor lingkungan tempat di mana anak itu berada seperti lingkungan
terdekatnya yaitu keluarga. Selanjutnya juga lingkungan masyarakat beserta
nilai sosial budaya yang hidup dan dianut serta pemerintah dengan segala
aparat pelaksana kebijakannya (Blesky, 1980: 35).
Kriminalitas yang dilakukan oleh anak di bawah umur di Indonesia
merupakan masalah sosial yang sangat mengkhawatirkan. Sepanjang tahun
2016 tercatat dalam data statistik kriminal kepolisian kurang lebih terdapat
6300 anak yang di sangka menjadi pelaku tindak pidana dan ada 4.200
tahanan dan narapidana anak di temukan di rumah tahanan dan lembaga
pemasyarakatan dewasa. Karena keterbatasan lembaga pembinaan khusus
anak, hanya ada sekitar 2000 anak yang penempatannya di lembaga
pembinaan khusus anak. Data tersebut belum termasuk anak-anak yang di
tahan di kantor kepolisian
(http://ariodhanang30.wordpress.com/kriminalitas-yang-dilakukan-oleh-anak-anak-dibawah-umur/tanggal 7 desember jam
Sistem pemenjaraan sangat menekankan pada unsur balas dendam dan
penjeraan sehingga institusi yang dipergunakan sebagai tempat pembinaan
adalah rumah penjara bagi narapidana dan rumah pendidikan negara bagi anak
yang bersalah. Sistem pemenjaraan yang sangat menekankan pada unsur balas
dendam dan penjeraan yang disertai dengan lembaga "rumah penjara" secara
berangsur-angsur dipandang sebagai suatu sistem dan sarana yang tidak
sejalan dengan konsep rehabilitasi, agar narapidana menyadari kesalahannya,
tidak lagi berkehendak untuk melakukan tindak pidana dan kembali menjadi
warga masyarakat yang bertanggung jawab bagi diri, keluarga dan
lingkungannya (Dwidja, 2009: 200).
Kehidupan didalam lembaga penahanan atau penjara memberi peluang
besar bagi anak untuk belajar banyak hal, tak terkecuali pembelajaran yang
negatif. Pola perilaku dan kebiasaan yang sudah melembaga menjadi sub
kultur tersendiri. Kebiasaan tercipta dari perlahan-lahan dibangun dari
interaksi sesama narapidana dengan narapidana lainnya atau narapidana
dengan petugas. Wujudnya ada yang negatif seperti berkata kotor, kekerasan,
bulling, atau kebiasaan yang positif seperti solidaritas, menghormati yang
lebih tua (sasmita, 2015).
Pidana penjara yang diberikan kepada anak-anak bukanlah solusi yang
tepat guna mengurangi jumlah kejahatan atau pembinaan bagi anak untuk
tidak mengulangi perbuatannya kembali. Pemberian pidana tersebut justru
memberikan dampak yang sangat besar terhadap seorang anak, sejak tahun
mendasar yaitu dari sistem kepenjaraan menjadi sistem pemasyarakatan
(Sumiarni, 2003: 61).
Anak yang dinyatakan bersalah pembinaannya di Lembaga Pembinaan
Khusus Anak. Saat ini tidak semua anak yang bersalah ditempatkan di
Lembaga Pembinaan Khusus Anak, mereka ada yang di tempatkan di Lapas
orang dewasa dan ada yang di tempatkan di RUMAH TAHANAN. Di
tempatkannya anak yang bersalah kedalam LAPAS dan RUMAH TAHANAN
karena jumlah Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Indonesia masih terbatas.
Jumlah Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Indonesia hanya ada 18
(delapan belas). Lembaga Pembinaan anak di Jawa Tengah hanya ada 1 (satu)
yaitu Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Kutoarjo (KANWIL JAWA
TENGAH)
Tabel I
Nama Lembaga Pembinaan Khusus Anak di Indonesia
No Lembaga Pembinaan Khusus Anak
1. Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas IIB Gianyar (KANWIL BALI)
2. Lapas Anak Pria Kelas IIA Tangerang (KANWIL BANTEN)
3. Lapas Anak Wanita Kelas IIB Tangerang (KANWIL BANTEN)
4. Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas IIB Muara Bulian (KANWIL JAMBI)
5. Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas IIB Bandung (KANWIL JAWA BARAT)
6. Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Kutoarjo (KANWIL JAWA TENGAH)
8. Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Martapura (KANWIL KALIMANTAN SELATAN)
9. Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Batam (KANWIL KEPULAUAN RIAU)
10. Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Bandar LAMPUNG (KANWIL LAMPUNG)
11. Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Mataram (KANWIL NUSA TENGGARA BARAT)
12. Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Kupang (KANWIL NUSA TENGGARA TIMUR)
13. Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Pekanbaru (KANWIL RIAU)
14. Lembaga Pembinaan Anak Kelas II Pare-Pare (KANWIL SULAWESI SELATAN)
15. Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas II Tomohon (KANWIL SULAWESI UTARA
16. Lembaga Pembinaan Anak Kelas II Tanjung Pati (KANWIL SUMATERA BARAT)
17. Lembaga Pembinaan Khusus Anaka Kelas I Palembang (KANWIL SUMATERA SELATAN)
18. Lembaga Pembinaan Khusus Anak Kelas I Medan (KANWIL SUMATERA UTARA)
Sumber: www.mantannapi.com/2016/02/alamat-nama-penjara-di-
indonesia.html?m=1
Tabel II
Jumlah Narapidana Anak di Seluruh Lembaga Pembinaan Khusus Anak
Desember 2016
Narapidana Anak Laki-laki Narapidana Anak Perempuan
2266 Anak 47 Anak
Rumah Tahanan Kelas IIB Purbalingga merupakan tempat untuk
Tahanan Negara bukan merupakan Lembaga Pembinaan Khusus anak tetapi di
Tabel III
Data Penghuni RUTAN Kelas IIB Purbalingga Desember 2016
TAHANAN
Tahanan Dewasa Laki-Laki Tahanan Anak Laki-Laki Tahanan Dewasa Perempuan Tahanan Anak Perempuan
27 0 8 0
NARAPIDANA
Narapidana Dewasa Laki-Laki Narapidana Anak Laki-Laki Narapidana Dewasa Perempuan Narapidana Anak Perempuan
115 2 8 0
Jumlah
Tahanan Narapidana
35 125
Sumber : Rumah Tahanan Kelas IIB Purbalingga
Tabel IV
Narapidana anak di Rumah Tahanan Kelas II B Purbalingga
(Data Desember 2016)
No No.Reg Nama Pasal Yang
di Langgar Lama Pidana Umur Ketika Divonis 1 BIIA.06/A/
2016
Andi Supriyanto Bin Jamali
363KUHP 3Bulan 16Tahun
2 BIIA.O5/A/ 2016
Faiz Fathurrohmah Bin Muhanto
363KUHP 2Bulan
15Hari
18Tahun
Terkait data di atas, bahwa RUMAH TAHANAN Kelas IIB
Purbalingga bukan merupakan Lembaga Pembinaan Khusus Anak kiranya
perlu dikaji mengenai perlindungan hukum terhadap anak di Rutan Kelas IIB
Purbalingga apakah sudah sesuai dengan aturan hukum yang ada sebagaimana
tercantum dalam Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan
anak. Hal ini menarik minat penulis untuk meneliti dan menuliskan hasilnya
dalam skripsi yang berjudul "Perlindungan Hukum Terhadap Narapidana Anak di Rumah Tahanan Kelas IIB Purbalingga”
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan
permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap narapidana anak di Rumah
Tahanan Kelas IIB Purbalingga?
2. Apa saja hambatan yang dihadapi Rumah Tahanan Kelas II B Purbalingga
dalam perlindungan hukum terhadap narapidana anak?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap narapidana anak di
Rumah Tahanan Kelas II B Purbalingga.
2. Untuk mengetahui hambatan yang dihadapi Rumah Tahanan Kelas II B
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan konstribusi dari 2 (dua) aspek,
yaitu:
1. Manfaat teoritis:
a. Mengembangkan ilmu hukum khususnya hukum pidana
b. Menjadi pedoman dalam penelitian yang lain yang sesuai dengan
bidang penelitian yang penulis teliti.
2. Manfaat praktis:
a. Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa mengenai ilmu
hukum khususnya di bidang hukum pidana.
b. Menambah wawasan serta pemahaman penulis selama menempuh
kuliah guna mengatasi masalah hukum yang terjadi dalam masyarakat.
c. Memberi masukan bagi petugas Rumah Tahanan khususnya di