SKRIP KARYA SENI
KAMA CORAH
OLEH :
NI MADE SRI LANTINI RAHAYU NIM : 201001004
PROGRAM STUDI S-1 SENI TARI JURUSAN SENI TARI
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA
SKRIP KARYA SENI
KAMA CORAH
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar Sarjana Seni (S-1)
OLEH:
NI MADE SRI LANTINI RAHAYU NIM:201001004
PROGRAM STUDI S-1 SENI TARI JURUSAN SENI TARI
FAKULTAS SENI PERTUNJUKAN
INSTITUT SENI INDONESIA
SKRIP KARYA SENI
KAMA CORAH
Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Seni (S-1)
MENYETUJUI :
PEMBIMBING I PEMBIMBING II
Dr. I Kt. Suteja, SST.,M.Sn Kompiang Gede Widnyana, SST.,M.Hum
Skrip Karya Seni ini telah digelarkan dan diuji oleh Dewan Penguji, Fakultas Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar, pada :
Hari/tanggal : Senin, 05 Mei 2014
Ketua : I Wayan Suharta, S.Skar., M. Si (………)
NIP. 19630730 199002 1 001
Sekretaris : I Dewa Ketut Wicaksana, SSP., M.Hum (………)
NIP. 19641231 199002 1 040
Dosen Penguji :
1. A.A.A Mayun Artati., SST.,M.Sn (………)
NIP. 19641227 199003 2 001
2. Prof. Dr. I Wayan Dibia, SST.,MA (………)
NIP. 19480412 197403 1 001
3. I Wayan Sudana, SST.,M.Hum (….………..)
NIP. 19541001 197803 1 003
4. Dr. I Kt. Suteja, SST.,M.Sn (………)
NIP. 19610611 199002 1 001
5. Kompiang Gede Widnyana, SST.,M.Hum (………)
NIP. 19630201 199103 1 002
Disahkan pada tanggal :……….
Mengesahkan: Mengetahui:
Fakultas Seni Pertunjukan Jurusan Seni Tari
Institut Seni Indonesia Denpasar Ketua,
Dekan,
KATA PENGANTAR
Om Swastiastu,
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Ida Sang Hyang Widhi
Wasa/Tuhan Yang Maha Esa, karena atas asung kerta wara nugraha_Nya skrip
karya tari yang berjudul “Kama Corah” ini dapat diselesaikan tepat pada
waktunya. Skrip karya tari diajukan untuk memenuhi salah satu syarat
mencapai gelar Sarjana Seni (S1) Penciptaan Seni Tari, Jurusan Seni Tari,
Fakultas Seni Pertunjukan, Institut Seni Indonesia. Skrip karya tari ini dapat
diselesaikan berkat adanya dukungan dari berbagai pihak, oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. I Gede Arya Sugiartha, S.SKar., M.Hum, Rektor Insitut Seni
Indonesia Denpasar.
2. Bapak Dr. I Kt. Suteja, SST.,M.Sn selaku pembimbing I dan Bapak
Kompiang Gede Widnyana, SST.,M.Hum selaku pembimbing II yang telah
memberikan masukan dan bimbingan sehingga karya tari dan skrip karya
dapat diselesaikan.
3. Bapak Biro Akademik Institut Seni Indonesia Denpasar beserta jajarannya
atas pelayanan akademik dan bantuan beasiswa yang diberikan sehingga
4. Bapak/Ibu Dosen seni tari yang telah membimbing dari sejak awal
perkuliahan sampai dapat menyelesaikan karya tari dan skrip karya tari ini.
Terima kasih pula penulis ucapkan kepada seluruh staf tata usaha Fakultas
Seni Pertunjukan Institut Seni Indonesia Denpasar yang telah membantu
registrasi perkuliahan selama ini.
5. Keluarga besar “Hare Krsna” yakni I Wayan Balik Maharsa, Ni Made
Sriani, I Ketut Turun, Ni Wayan Juliastini, Ni Komang Ari Sevina
Darmayanti, I Wayan Putra Widia Sukma, yang selalu memberikan
semangat dan doa serta memberikan bantuan moral maupun material
sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tari dan skrip karya tari
“Kama Corah”.
6. I Wayan Gede Arsana, S.Sn yang telah membantu penulis dalam membuat
iringan tari, serta memberikan semangat dan masukan dan saran-saran yang
sifatnya membangun dari awal proses penciptaan karya tari ini.
7. Semua pendukung tari dan karawitan yang telah meluangkan waktu, tenaga
dan pikiran dalam proses penciptaan karya tari ini sehingga dapat
terselesaikan tepat pada waktunya.
8. I Wayan Turun selaku narasumber yang sudah memberikan pencerahan
tentang ceritera yang penulis angkat serta memberikan referensi tentang
ceritera pada karya tari “Kama Corah”.
9. Teman-teman angkatan 2010 yang telah memberikan semangat dan
yaitu Tuntun, Dian, Arik, Tari, Dedik, Anet, Anggra yang selalu
menyediakan waktu dan memberikan kritikan yang membangun.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan-kekurangan
dalam tulisan ini, oleh sebab itu penulis mengharapkan adanya kritik dan saran
dari pembaca. Akhir kata penulis ucapkan terima kasih dan skrip karya ini
menjadi awal yang baik untuk menuju penulisan yang lebih baik.
Denpasar, April 2014
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR GAMBAR ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Ide Garapan ... 3
1.3 Tujuan Garapan ... 3
1.4 Manfaat Garapan ... 4
1.5 Ruang Lingkup ... 5
BAB II KAJIAN SUMBER ... 8
2.1 Sumber Tertulis ... 10
2.2 Sumber Audio-Visual ... 10
BAB III PROSES KREATIVITAS ... 11
3.1 Ngarencana ... 12
3.2 Nuasen ... 13
3.3 Makalin ... 14
3.4 Nelesin ... 19
3.5 Ngebah ... 20
BAB IV WUJUD GARAPAN ... 24
4.2 Analisa Pola Struktur ... 26
4.3 Analisa Simbol ... 27
4.4 Analisa Materi ... 28
4.4.1 Desain Koreografi ... 28
4.4.2 Ragam Gerak ... 29
4.5 Analisa Penyajian ... 35
4.5.1 Tempat Pertunjukan ... 36
4.5.2 Kostum/Busana ... 39
4.5.3 Tata Rias Wajah ... 44
.4.5.4 Pola Lantai atau Desain Lantai ... 46
4.5.5 Musik Iringan Tari ... 59
BAB V PENUTUP ... 60
5.1 Kesimpulan ... 60
5.2 Saran ……….. . 61
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Sinopsis dan Daftar Pendukung Tari
Lampiran 2 : Notasi Iringan Tari
Lampiran 3 : Susunan Kepanitiaan
DAFTAR TABEL
1 Tabel Nama-nama Pendukung Tari ………... 15
2 Tabel Nama-nama Pendukung penabuh ……… 16
3 Tabel Pola Lantai, Layar, Suasana, Tata Lampu, dan Rangkaian Gerak Tari Kreasi Kama Corah ……….
DAFTAR GAMBAR
1. Foto Nuasen... 14
2. Foto Nelesin bagian I... 20
3. Foto Ngebah... 22
4. Foto Busana Durga nampak depan... 41
5. Foto Busana Durga nampak belakang... 42
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Awalnya penulis menonton Calonarang yang berjudul Ngeseng
Waringin di Pura Dalem Gede Sukawati pada tanggal 24 Mei tahun 2013.
Dengan melihat pertunjukan tersebut, ada beberapa bagian yang menjadi
ketertarikan penulis untuk mengadopsi ke dalam sebuah karya tari yang
bernuansa mistis. Bagian tersebut adalah ketika melihat para sisya yang
berguru mencari ilmu kepada Walunateng Dirah. Dari sana penulis terinspirasi
untuk mengungkapkan pola-pola gerak, suasana mistis, aktifitas Walunateng
Dirah seolah-olah rindu terhadap sosok laki-laki yang mampu mendampingi
hidupnya.
Berkaitan dengan menonton pertunjukan calonarang di atas, penulis
berusaha mencari tema yang berkaitan dengan nuansa mistis tersebut. Di dalam
buku “Kajian Naskah Lontar Siwagama” diceritakan Bhatari Uma dikutuk oleh
Bhatara Siwa menjadi Bhatari Durga menghuni setra dengan para pengikutnya
dan melakukan aktivitasnya di setra. Pada akhirnya Bhatara Siwa merubah
dirinya menjadi Sang Kala Rudra berwajah siluman karena kerinduannya untuk
ketemu memadukasih dengan Bhatari Durga di setra Kaliasem (Sura,
2002:231). Percintaan Bhatari Durga dengan Sang Kala Rudra sangat indah
dituangkan ke dalam karya tari kreasi.
Penciptaan suatu karya seni sangat didorong oleh adanya
proses perwujudan karya. Selain dari pengalaman pribadi, aspek yang
mendorong penciptaan sebuah karya seni yaitu aspek budaya dan pelestarian
warisan budaya leluhur, serta keinginan untuk mengembangkan pola-pola
tradisi yang memungkinkan untuk menemukan pola baru lainnya yang
dituangkan dari pengalaman pribadi tersebut (Dibia,2003:57).
Dalam seni pertunjukan Bali, tari kreasi baru bukan merupakan hal
yang asing, karena penggarapan tari kreasi baru di Bali selalu mengalami
kemajuan dari tahun ke tahun, sehingga semakin banyak jumlahnya, baik untuk
festival-festival maupun acara yang lainnya. Tari Kreasi baru adalah jenis
tarian yang telah diberi pola gaparan baru, tidak lagi terikat kepada pola-pola
yang telah ada, lebih menginginkan suatu kebebasan dalam hal ungkapan
sekalipun sering rasa gerak-gerakannya berbau tradisi (Dibia, 1979:4).
Berorientasi dari penjelasan tersebut di atas, penulis ingin
mentransformasikan cerita tersebut ke dalam sebuah karya tari kreasi yang
berjudul Kama Corah dengan tema percintaan yang mistis. Kama berarti
kecintaan atau percintaan dan Corah berarti jahat, jadi Kama Corah berarti
percintaan dalam suasana yang tidak baik (Sri, 1986:38-80). Alasan memilih
judul ini karena garapan tari yang akan digarap menggambarkan percintaan
Bhatari Durga dengan Sang Kala Rudra, dimana percintaan tersebut dianggap
tidak wajar karena memberikan efek yang tidak baik. Disamping itu penulis
ingin menyesuaikan karya dengan fisik si penulis, maka dari itu penulis
memilih pendukung tari yang sesuai dengan fostur tubuh penulis agar
1.2 IDE GARAPAN
Ide merupakan rancangan atau bayangan yang ada di dalam
pikiran, dan menjadi pondasi terwujudnya suatu karya tari. adanya ide sangat
memudahkan dalam proses mewujudankan karya, dari ide inilah mampu
memberikan pernyataan-pernyataan tertentu kepada penonton yang tersirat
dalam garapan tari.
Menciptakan suatu karya tari, diperlukan kematangan dan kejelasan
terhadap ide untuk mempermudah dalam berkreativitas. Ide karya tari Kama
Corah lebih menekankan pada pengungkapan percintaan secara mistis yaitu
hal-hal gaib yang tidak terjangkau oleh akal sehat (Tim penyusun,1990;588).
Percintaan mistis yang identik dengan rasa marah ketika terjadinya percintaan
itu bumi terasa bergoncang, hancur. Apabila percintaan itu didasari dengan
sifat yang jelek maka lahirlah sesuatu yang jelek pula. Maka dari itu, karya tari
Kama Corah ini bertemakan percintaan mistis yang didasari dengan sifat
marah.
1.3 TUJUAN GARAPAN
Apapun yang dilakukan oleh seorang dapat dipastikan memiliki
maksud dan tujuan yang diinginkan. Tujuan dari garapan tari kreasi dengan
judul Kama Corah adalah:
Tujuan Umum
2. Menambah koleksi tari kreasi yang memancing kreativitas seniman
untuk melahirkan garapan tari kreasi baru.
3. Memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi strata 1 di Institut Seni
Indonesia Denpasar.
Tujuan Khusus
1. Mewujudkan ide ke dalam karya tari kreasi baru yang berjudul
Kama Corah.
2. Mengangkat nilai-nilai filosofi yang terkandung dalam cerita Kajian
Naskah Lontar Siwagama.
3. Mendapatkan pengalaman koreografi dengan menuangkan ide – ide
ke dalam karya tari Kama Corah.
1.4 MANFAAT GARAPAN
Manfaat yang diperoleh dari garapan tari kreasi Kama Corah ini adalah:
1. Dapat meningkatkan diri dalam bidang penciptaan dan penataan
karya seni tari.
2. Mendapatkan pemahaman yang lebih dalam konsep nilai-nilai
filosofi yang terkandung dalam cerita Siwagama.
3. Dapat mengolah imajinasi dan mengasah daya kreativitas dalam
penciptaan karya seni khususnya seni tari.
4. Dapat memperoleh sebuah karya seni tari kreasi sebagai sebuah
hasil olah kretivitas.
1.5 RUANG LINGKUP GARAPAN
Melalui ide tersebut penulis menuangkannya kedalam sebuah
garapan tari kreasi baru yang berjudul Kama Corah, berdurasi 12 menit yang
didukung oleh tiga orang penari putra dan tiga orang penari putri termasuk
penggarap. Garapan ini berwujud tari kreasi putri keras, yang gerak tarinya
menggunakan pola – pola gerak tradisi. Pada stage yang berbentuk proscenium
penonton hanya bisa menyaksikan atau menonton pagelaran dari satu arah
yaitu arah depan stage, sehingga penataan pola lantai yang digunakan
disesuaikan dengan keadaan stage yang ada. Penonjolan suasana dalam
garapan didukung oleh tata cahaya (lighting) yang ada.
Garapan ini diiringi oleh gamelan semar pegulingan karena
gamelan ini tidak hanya bisa memberi kesan manis namun juga bisa memberi
kesan mistis. Dilihat dari segi kostum yang akan digunakan oleh penata adalah
memilih warna-warna yang mencerminkan keangkeran dan keagungan seperti
warna hitan, merah dan putih yang akan dipadukan, dengan kata lain
menggunakan konsep tridatu.
Ceritera yang diangkat oleh penulis dalam garapan tari Kreasi ini yaitu
cerita Siwa Gama diceritakan Bhatari Uma sudah dikutuk oleh Bhatara Siwa
menjadi Bhatari Durga menghuni setra dengan para pengikutnya dan
melakukan aktivitasnya di setra, pada akhirnya Bhatara Siwa sadar tidak
mengutuk Bhatari Uma menjadi Bhatari Durga. Beliau sadar akan
perbuatannya, seperti tidak memahami hakikat dunia dan raga selain itu Beliau
juga kangen ingin bertemu semara dengan istrinya yang sudah dikutuk olehnya
menjadi Bhatari Durga. Seketika Bhatara Siwa mengutuk dirinya menjadi Sang
Kala Rudra berwajah siluman. Akhirnya Bhatari Durga dengan Sang Kala
Rudra bertemu dan tinggal bersama di setra Kaliasem. Setiap mereka
bercumbu mesra dunia terasa bergoncang, akhirnya Sang Hyang Trisamaya
mencari cara untuk mereda hal tersebut dan mengembalikan wujud Bhatara
Siwa dan Bhatari Uma yang lemah lembut.
Struktur garapan tari ini dibagi menjadi 5 bagian yaitu:
- Bagian I
Menggambarkan kesedihan Bhatari Uma yang sudah dikutuk oleh
Bhatara Siwa menjadi Bhatari Durga untuk menghuni Setra.
- Bagian II
Menggambarkan karakter Bhatari Durga. Menekankan aspek ruang
yang lebih jelas.
- Bagian III
Menggambarkan aktivitas Bhatari Durga dengan para pengikutnya.
- Bagian IV
Menggambarkan datangnya Sang Kala Rudra dan pertemuan antara
percintaan yang sangat hebat, karena kerinduannya yang telah lama
berpisah dari percintaan ini mengundang ketakutan seisi bumi ini.
- Bagian V
Menggambarkan simbul kemarahan dari hasil percintaan yang
BAB II
KAJIAN SUMBER
Kajian sumber merupakan sumber yang harus diselidiki, ditelaah,
untuk mendapatkan kepastian sumber yang akan dijadikan sebagai acuan
penggarapan karya. Dalam proses penggarapan suatu karya seni tentu
mempergunakan sumber-sumber untuk refrensi, sebagai bahan pertimbangan
yang berkaitan dengan originalitas sebuah karya. Sumber – sumber yang
dipergunakan sebagai acuan yaitu sumber literatur, sumber audio visual. Adapun
sumber acuan yang dimaksud adalah:
a. Sumber tertulis
Kajian Naskah Lontar Siwagama. I Gede Sura (Tim penulis),
diterbitkan oleh Dinas Kebudayaan Provinsi Bali Jl. IR. Juanda No.1
Denpasar, tahun 2002, hal : 116. Buku ini menceritakan tentang Dewi Uma
dikutuk menjadi Durga dan Dewa Siwa menjadi Kala Rudra, sehingga
terjadi percintaan yang berdasarkan atas rasa marah.
Alih Aksara dan Terjemahan Tutur Rare Angon Tutur Siwa Guru
Tantu Pagelaran, I Gede Sura (Tim penulis), diterbitkan oleh Dinas
Kebudayaan Provinsi Bali Jl. IR. Juanda No.1 Denpasar, tahun 2003, hal :
28. Buku ini menceritakan tentang bagaimana perjalanan Dewa Siwa
dengan Dewi Uma dan perjalanannya bertapa sampai akhirnya mereka
bertemu kembali menjadi seorang Durga dan Kala Rudra hingga mereka
Lontar Tutur Anda Bhuwana Tatwa Kala Aji Swamandala, I Gusti
Ayu Astuti, diterbitkan oleh kantor dokumentasi Budaya Bali, tahun 2000,
hal : 16. Dalam buku ini berisi tentang perjalan Dewa Siwa dan Dewi Uma
sampai beliau melahirkan anak yaitu sangkala.
Filsafat Seni Sakral dalam Kebudayaan Bali. I Made Yudabakti
dan I Wayan Watra, Paramita Surabaya, tahun 2007, hal : 38. Dalam buku
ini terdapat pengertian filsafat, seni sakral dan cerita tenang Dewi Uma
dikutuk menjadi Durga dan Dewa Siwa menjadi Kala Rudra.
Kamus Jawa Kuna Indonesia. P. J. Zoetmulder dan S. O. Robson,
diterbitkan oleh PT Gramedia Pustaka Utama Jakarta, cetakan ke empat,
bulan Agustus, tahun 2004 hal : 449. Dalam kamus ini berisi tentang arti
kata Durgãstuti yang dijadikan judul dalam garapan ini.
Disertasi Catur Asmara Perjalanan Spiritual oleh Dr. I Kt Suteja,
SST.,M.Sn, Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta, tahun
2012, hal : 102. Dalam disertasi ini mendapatkan tentang metodelogi
penciptaan tari yaitu ngarencana, Nuasen, makalin, nelesin, ngebah. Dalam
disertasi ini ada beberapa cara yang bisa dipakai sebagai acuan untuk
menciptakan sebuah karya seni khususnya bidang seni tari.
Bergerak Menurut Kata Hati oleh I Wayan Dibia, terjemahan Alma
M. Hawkins, Moving From Within, Jakarta, 2003 hal : 17. Dalam buku ini,
didapatkan pengetahuan tentang proses berkreativitas atau tahapan-tahapan
proses pembuatan gerak tari, penataan dan penggarapan tari. Dalam
merasakan, menghayati, mengkhayalkan, mengejawantahkan, dan memberi
bentuk. Buku ini sangat mendorong dalam penciptaan suatu karya seni.
Sinopsis Tari Bali. I Wayan Dibia, diterbitkan oleh Sanggar Tari
Bali Waturenggong Denpasar, tahun 1979, hal: 4. Buku ini menjelaskan
tentang pengertian tari Kreasi baru yaitu jenis tarian yang telah diberi pola
gaparan baru, tidak lagi terikat kepada pola-pola yang telah ada, lebih
menginginkan suatu kebebasan dalam hal ungkapan sekalipun sering rasa
gerak-gerakannya berbau tradisi.
Bheri Jurnal Ilmiah Musik Nusantara Volume 10 No. 1 September
2011 oleh Jurusan Seni Karawitan Fakultas Seni Pertunjukan Insitut Seni
Indonesia Denpasar 2011, hal : 35. Jurnal ini mengulas tentang Gamelan
Semara Pegulingan.
b. Sumber audio visual
Menonton calonarang di Pura Dalem Gede Sukawati pada saat
nyimpen odalan. Dari menonton calonarang itu, penggarap terinspirasi
untuk menggarap tari yang bertemakan percintaan yang mistis.
Menonton garapan tari “Nyari” yang digarap oleh Sri Desy
Ekayanti, dipentaskan di museum topeng Ubud. Dari menonton video itu
BAB III
PROSES KREATIVITAS
Mewujudkan sebuah karya tari sangat ditentukan oleh proses.
Proses merupakan suatu sistem yang mampu menghasilkan karya yang kreatif
dan inovatif apabila proses itu berjalan sesuai dengan sistem maka hasilnya
pun memuaskan. Terwujudnya suatu karya yang kreatif dan inovatif lahir dari
proses berdasarkan pemikiran yang membutuhkan waktu cukup lama. Proses
ini merupakan langkah-langkah yang ditempuh mulai dari mendapatkan ide
sampai terwujudnya garapan tari kreasi Kama Corah.
Proses penggarapan karya tari ini mengalami waktu kurang lebih
selama tujuh bulan, terhitung dari bulan Oktober 2013 mengawali dari kelas
koreografi VI, penggalian ide-ide, eksplorasi ide, dan sampai terwujudnya
gambaran karya untuk Tugas Akhir sampai bulan April 2014. Tersedianya
waktu yang relatif panjang, senantiasa dapat memberikan peluang untuk lebih
mendalami konsep serta gagasan yang tertuang dalam garapan ini.
Untuk penggarapan karya tari kreasi ini diperlukan metode yang
dijadikan landasan dasar dalam berkarya. Sehubungan dengan proses
penggarapan tari kreasi ini, dalam Disertasi yang berjudul Catur Asrama
Perjalanana Spiritual Suteja mengemukakan lima pola dalam proses
penggarapan karya seni yaitu. Adapun kelima proses penggarapan tersebut
3.1Ngerencana
Berarti merencanakan, menyediakan atau mempersiapkan suatu
tindakan untuk melakukan sebuah proses penciptaan suatu karya seni tari.
Dalam tahap ini dilakukan perenungan dan pencarian ide yang diangkat ke
dalam sebuah garapan. Ide ini nantinya yang akan diimplementasikan ke dalam
sebuah karya tari.
Setelah pencarian ide, tahap selanjutnya yaitu pencarian ceritera
yang akan digunakan dalam garapan. Berbekal Ide yang telah dimiliki, penulis
kemudian melakukan wawancara dengan salah satu budayawan yaitu bapak I
Wayan Turun di rumahnya jalan Wr. Supratman tepatnya di depan puri
Kesiman. Penulis diberikan buku Kajian Naskah Lontar Siwagama yang terkait
dengan ide dan keinginan penulis.
Penulis mendapatkan ceritera di buku Kajian Naskah Lontar
Siwagama yang masuk kedalam ide penulis, setelah mendapatkan ceritera ini
penulis mengalami kesulitan mencari judul yang akan di pergunakan dalam
garapan tari ini, namun karena penulis mengambil tema percintaan mistis, jadi
judul yang dipergunakan berpijak pada tema yang telah ada yaitu percintaan
mistis. Penulis berkonsultasi tentang judul dengan pembimbing akhirnya
pembimbing membantu mencarikan solusi untuk judul yang akan
dipergunakan. Setelah dicari-cari akhirnya pembimbing memberikan judul
Kama Corah, penulis mencari arti dari Kama Corah dan arti yang didapatkan
tema yang dipergunakan karena dirasa sangat nyambung maka penulis
memutuskan untuk memilih judul Kama Corah ini diperguakan dalam garapan
tarinya.
3.2 Nuasen
Proses penciptaan karya yang kedua yaitu nuasen. Nuasen
merupakan suatu persembahan atau upacara ritual yang dilakukan sebelum
proses improvisasi gerak, musik dan lain-lainnya yang berkaitan dengan proses
penciptaan karya tari Kama Corah Upacara nuasen ini dilaksanakan pada
Redite Kliwon, Wuku Pujut, bertepatan pada Purnama Sasih Kelima (minggu
17 november 2013) salah satu hari baik menurut Ajaran Agama Hindu untuk
memulai suatu pekerjaan (nuasen). Nuasen ini diikuti oleh seluruh pendukung
karya tari Kama Corah dengan mengadakan persembahyangan bersama
menggunakan banten pejati (sesajen) sebagai perwujudan sembah bakti kepada
Tuhan di Pura Ardenareswari Kampus ISI Denpasar. Tujuan diadakannya
upacara nuasen ini untuk memohon kepada Tuhan semoga penciptaan karya
tari Kama Corah tidak ada halangan yang menghambat agar sesuai dengan
rencana.
Makna nuasen memberi nilai spiritual kepada pendukung karya dan
bermanfaat bagi ekspresi karya tari, bahkan nilai itu hadir dalam penampilan
karya. Kehadiran nilai ekspresi spiritual dalam karya merupakan pengalaman
Foto: 1 Nuasen di Pura Ardenare Swari Kampus Institut Seni Indonesia.
foto oleh: Gus Bintang, 2014
3.3Makalin
Proses selanjutnya yaitu makalin. Makalin merupakan proses
pemilihan pendukung yang akan mendukung terciptanya karya tari Kama
Corah. Untuk menghadirkan karya tari Kama Corah didukung oleh beberapa
1. Pemilihan Penari
Proses makalin adalah suatu proses hasil eksplorasi yang
dituangkan kedalam konsep karya. Menerjemahkan ide ke dalam suatu
garapan memerlukan dukungan penari yang sesuai dengan konsep karya.
Pemilihan pendukung tari yang sesuai dengan konsep dan ide garapan
sangat penting agar nantinya melahirkan suatu karya tari yang berkualitas,
selain itu penulis juga memilih pendukung penari yang sesuai dengan
postur tubuh penulis agar seimbang antara penulis dengan pendukung
tarinya.
Tabel III.1
Nama-nama penari pendukung karya tari kreasi Kama Corah.
No. Nama Peran Jenis
Kelamin
Umur
1. Ni Made Sri Lantini Rahayu Penari Wanita 21 Tahun
2. Ni Luh Gede Mira Ernita Penari Wanita 19 Tahun
3. A.A Istri Kusumawati Penari Wanita 19 Tahun
4. I Made Paramartha Penari Laki-laki 20 Tahun
5. I Nyoman Swandana Putra Penari Laki-laki 19 Tahun
2. Pemilihan penabuh
Penabuh musik iringan tari karya tari Kama Corah berjumlah 25
orang. Pemilihan para penabuh disesuaikan dengan keahlian
masing-masing. Musik iringan dalam sebuah garapan tari memang menjadi salah
satu hal yang sangat penting, karena selain sebagai musik pengiring, juga
berfungsi mempertegas suasana yang ingin disampaikan.
Tabel III.2
Nama-nama pendukung musik iringan karya tari kreasi Kama Corah:
No. Nama Peran Jenis
kelamin
1. Patra Guna Raditya Penabuh Laki-laki
2. Pasek Dendra Penabuh Laki-laki
3. Eka Ariana Penabuh Laki-laki
4. Yoga Penabuh Laki-laki
5. Mondana Penabuh Laki-laki
6. Medha Penabuh Laki-laki
7. Aditya Prayoga Penabuh Laki-laki
8. Eka Surya Penabuh Laki-laki
9. Arik Penabuh Laki-laki
10. Agus Suteja Penabuh Laki-laki
12. Gus Adi Penabuh Laki-laki
13. Gus Jaya Penabuh Laki-laki
14. Dede Penabuh Laki-laki
15. Agung Tabanan Penabuh Laki-laki
16. Wayan Adi Penabuh Laki-laki
17. Ajung Penabuh Laki-laki
18. Wahyu Permadi Penabuh Laki-laki
19. Pande Wijaya Penabuh Laki-laki
20. Putra Ariana Penabuh Laki-laki
21. Yogi Wigunantara Penabuh Laki-laki
22. Yogi Kembar Penabuh Laki-laki
23. Agung Yoga Penabuh Laki-laki
24. Meiga Penabuh Laki-laki
25. I Wayan Gede Arsana S.Sn Komposer Laki-laki
3. Pemilihan tempat latihan
Pemilihan tempat latihan perlu dipikirkan, tempat latihan yang
aman, nyaman mudah dijangkau oleh para pendukung karya sangat
memudahkan dalam proses penggarapan karya ini. Tempat latian tari Kama
Corah ini dipilih di studio tari ISI Denpasar. Studio tari ISI Denpasar
sangat representatif sebagai tempat latihan karena sesuai dengan keinginan
penulis yang disesuaikan dengan panggung yang akan dipergunakan pentas
dan suasana lingkungan kampus juga mendukung diadakan latihan sampai
larut malam.
4. Improvisasi gerak
Improvisasi merupakan tahap percobaan pada setiap penggarapan
suatu karya tari. Tahap percobaan ini merupakan penuangan ide karya ke
dalam wujud karya tari, maka dalam tahap ini dilakukan percobaan
motif-motif gerak yang sesuai dengan ide garapan. Setelah ada motif-motif-motif-motif gerak
kemudian dirangkai menjadi motif gerak agar mudah dituangkan kepada
para pendukung. Ketika iringan sudah rampung maka gerak yang sudah
ada disesuaikan dengan musik iringannya. Namun, penulis mengalami
kesulitan pada saat awal memadukan gerak dengan iringan serta
pendukung tari yang tidak lengkap membuat penulis susah untuk
menuangkan gerak dan pola lantai. Akhirnya penulis mempunyai inisiatif
untuk merekam Sedikit demi sedikit bagian gerakan yang didapat, agar
lebih mudah dalam merangkai gerak sesuai dengan konsep garapan.
Untuk mendukung dan memperkuat karya tari Kama Corah
bersumber dari pakem tari Bali yaitu: Agem, Tangkep, Tandang, Tangkis
(Tim Penyusun, 1983:14-60). Agem adalah posisi diam atau pose, dengan
istilah dapat diartikan non lokomotif. Pose yang terpaku atau yang
dominan dalam suatu gerak tari Bali. Tangkep secara harfiah arti kata
“Tangkep” tidak berbeda dengan “Tangkep” yang berarti tahan atau
kurung. Dalam tari Bali “Tangkep” lebih banyak merupakan gerak atau
Tandang adalah gaya berjalan meliputi semua gerak langkah yang
menyebabkan terjadinya perpindahan tempat dengan kualitas gerak,
tempo, dan lintasan garis yang berbeda-beda. Tangkis adalah persiapan
atau variasi (matangkis) merupakan gerak-gerak yang bersifat elaborasi
untuk memperkaya frase-frase atau sequen-sequen gerak yang ada.
3.4Nelesin
Nelesin adalah suatu proses pembentukan, proses nelesin ini
merupakan proses terakhir, hasil dari proses impovisasi gerak yang telah
dipastikan mendapatkan motif gerak yang menyatukan konsep, tema dan
1. Proses Nelesin (bagian I)
Foto: 3 Nelesin bagian I Tari Kama Corah, diawali dengan latihan sendiri karena pada bagian I penari tunggal.
(Foto oleh: Gus Bintang, 2014)
3.5Ngebah
Ngebah adalah pementasan pertama dari sebuah hasil karya tari,
bertujuan untuk mengevaluasi atau mengadakan perubahan-perubahan yang
maksimal atau ketegasan gerak yang masih perlu diperjelas agar dapat
memaknai simbol.
Karya tari Kama Corah ini dipentaskan pertama kali di Br. Bedil
Sukawati, Gianyar. Evaluasi yang diberikan oleh pembimbing I yaitu: pada
saat opening karena musiknya baru masuk sudah keras harus digerkan jang
mati, ekspresi harus ditingkatkan karena tari ini ditarikan berkelompok ekspresi
yang dibawakan harus sama, pada saat adanya perubahan yang menjadi Kala
Rudra jangan dibuat diam harus digerakkan, pada saat datangnya Kala Rudra
yang menjadi Bhatari Durga buat gerakan seolah-olah hormat pada Kala Rudra
karena dia adalah suaminya. Sedangakan evaluasi yang diberikan oleh
pembimbing II yaitu: identitas Bharati Durga bisa ditonjolkan lagi melalui
rambut panjang, kuku panjang, rurub, dan riasan wajah perlu ditingkatkan
keseramannya. Adapun tanggapan dari masyarakat yang datang untuk
menyaksikan yaitu: pada saat menonton serasa ingin menangis, nanti pada saat
pentas di ISI Denpasar harus menghaturkan sesajen yang lengkap, dan cocok
mengambil tokoh ini namun harus hati-hati dan harus selalu berdoa agar selalu
Foto: 4 Pada saat ngebah di banjar bedil sukawati, gambar ini terdapat pada bagian II.
Foto Oleh: Gus Bintang, 2014
Foto: 5 Pada saat ngebah di banjar bedil sukawati, gambar ini terdapat pada bagian III.
Foto: 6 Pada saat ngebah di banjar bedil sukawati, gambar ini terdapat pada bagian IV.
BAB IV
WUJUD GARAPAN
Wujud merupakan salah satu aspek dasar yang terkandung dalam
sebuah kesenian. Wujud adalah suatu kenyataan yang nampak secara kongkrit
dihadapan kita yang dapat dinikmati oleh mata dan telinga, sedangkan
kenyataan yang tidak terlihat secara kongkrit dihadapan kita yakni sesuatu
yang abstrak yang bisa dibayangkan seperti sebuah cerita yang disampaikan
atau dibaca dalam buku (Djelantik, 1999:17). Berdasarkan ilmu estetika, dalam
semua jenis kesenian baik yang kongkrit maupun yang abstrak. Wujud dari apa
yang ditampilkan dan dapat dinikmati mengandung dua unsur yang mendasar
yakni bentuk dan struktur (Djelantik, 1999:19).
4.1 Deskripsi Garapan
Tari Kama Corah merupakan sebuah garapan karya seni tari kreasi
dengan koreografi kelompok yang ditarikan oleh 6 orang penari: 3 penari putri
dan 3 penari putra. Pada dasarnya garapan tari Kama Corah masih berpijak
pada pola tradisi, akan tetapi telah dikembangkan sesuai dengan kebutuhan
garapan sehingga bisa diupayakan gerak-gerak baru sebagai identitas garapan
tari ini.
Garapan tari kreasi dengan tema percintaan mistis yang diangkat
dari ceritera Siwagama dengan mengambil dua tokoh yaitu tokoh Bhatari
Bhatari Uma sudah dikutuk oleh Bhatara Siwa menjadi Bhatari Durga
menghuni setra dengan para pengikutnya dan melakukan aktivitasnya di setra,
pada akhirnya Bhatara Siwa sadar tidak seperti dulu-dulu kebajikan beliau,
hingga beliau menjadi pemarah, menghina mengutuk Bhatari Uma menjadi
Bhatari Durga. Beliau sadar akan perbuatannya, seperti tidak memahami
hakikat dunia dan raga selain itu Beliau juga kangen ingin bertemu semara
dengan istrinya yang sudah dikutuk olehnya menjadi Bhatari Durga. Seketika
Bhatara Siwa mengutuk dirinya menjadi Sang Kala Rudra berwajah siluman.
Akhirnya Bhatari Durga dengan Sang Kala Rudra bertemu dan tinggal bersama
di setra Kaliasem. Setiap mereka bercumbu mesra, dunia terasa bergoncang,
akhirnya menimbulkan akibat dari hasil percintaan yang marah.
Bentuk garapan tari kreasi Kama Corah meliputi elemen-elemen
dasar seperti gerak tari, pola lantai, tata cahaya, tata rias dan busana, tempat
pertunjukkan, serta iringan tari. Adapun karya tari ini akan divisualisasikan
melalui gerak tari, pola lantai, tata rias dan busana.
Garapan tari Kama Corah ini disajikan selama 12 menit dengan
durasi tersebut diharapakan karya ini mampu mencerminkan keseluruhan isi
dan pesan yang ingin disampaikan kepada penonton. Dengan mengangkat yang
mistis, maka tata rias dan busana yang dipergunakan mengambil ciri khas dari
kedua tokoh, namun dikembangkan dan dikreasikan sesuai dengan kebutuhan
garapan. Secara umum warna yang dipergunakan dalam kostum tari kreasi
dan putih. Pemilihan warna ini berdasarkan karakter yang keras, agung dan
seram menakutkan.
4.2 Analisa pola Struktur
Struktur atau susunana dari suatu karya seni adalah aspek yang
menyangkut keseluruhan dari karya tersebut dan meliputi peranan dari
masing-masing bagian dalam keseluruhan itu. Kata struktur mengandung arti bahwa di
dalam karya seni itu terdapat suatu penorganisasian atau penataan ada
hubungan tertentu antara bagian-bagian yang tersusun.
Berdasarkan konsep garapan dan ide ceritera yang diangkat,
garapan tari kreasi Kama Corah ini dibagi menjadi beberapa bagian yang
disusun menjadi lima bagian, bagian satu dengan bagian selanjutnya saling
berkaitan. Penggarapannya, ide ceritera yang diangkat, diungkapkan secara
struktural yang terdiri dari:
- Bagian I
Menggambarkan penyesalan Bhatari Uma yang sudah dikutuk oleh
Bhatara Siwa menjadi Bhatari Durga untuk menghuni Setra.
- Bagian II
Menggambarkan karakter Bhatari Durga.
- Bagian III
- Bagian IV
Menggambarkan datangnya Sang Kala Rudra dan pertemuan antara
Bhatari Durga dengan Sang Kala Rudra. Akhirnya terjadilah percintaan
yang sangat hebat, karena kerinduannya yang telah lama berpisah dari
percintaan ini mengundang ketakutan seisi bumi ini.
- Bagian V
Menggambarkan simbul kemarahan dari hasil percintaan yang marah.
4.3 Analisa Simbol
Simbol dalam karya seni tari adalah untuk menyampaikan atau
menggambarkan karakter dan jenis tari serta muatan yang terkandung
didalamnya, terkadang simbol juga dipergunakan sebagai sarana untuk
menyampaikan maksud tertentu kedalam sebuah garapan tari. Maka dari itu,
simbol atau lambang banyak dipergunakan dalam kesenian untuk memberikan
arti yang lebih mendalam kepada apa yang disajikan (Djelantik, 1992:90).
Simbol adalah suatu hal atau keadaan yang merupakan pengantaran
pemahaman terhadap objek. Manifestasi serta karakteristik simbol tidak
terbatas pada isyarat fisik, tetapi dapat juga berwujud penggunaan kata-kata,
yakni simbol suara yang mengandung arti bersama serta bersifat standar.
Secara singkat, simbol berfungsi memimpin pemahaman subjek kepada objek
(Yudha, 2000:7) biasanya terdapat beberapa simbol yang dipergunakan untuk
menyampaikan maksud yang diinginkan oleh penulis kepada penonton simbol
Simbol memiliki arti tertentu yang lebih luas daripada apa yang ditampilkan
secara nyata, simbul ini dapat dilihat maupun didengar (Djelantik, 1992:62).
4.4 Analisa Materi
Materi merupakan bahan yang dipergunakan dalam penggarapan
karya tari yakni berupa desain koreografi dan materi gerak yang didasari oleh
gerak-gerak tradisi. Dalam garapan karya tari kreasi Kama Corah ini
perbendaharaan geraknya masih berpijak pada pola-pola tradisi, dengan
pengembangan-pengembangan sesuai kebutuhan karya sesuai dengan
kreativitas penulis.
4.4.1 Desain Koreografi
Suatu karya tari yang berkualitas sangat memerlukan pemikiran
yang matang mengenai komposisi kelompok dengan motif desainnya.
Motif-motif desain yang dipergunakan yaitu:
a. Desain Unison (kompak)
Pada desain ini lebih mengutamakan kekompakan dari gerak secara
keseluruhan yang dilakukan oleh para penari, untuk memberi kesan teratur
pada garapan.dengan demikian keseragaman pada desain ini sangat
diharapkan dan harus diusahakan. Desain ini banyak terdapat pada bagian
b. Desain Canon (bergantian)
Pada desain ini penari melakukan gerakan secara bergantian antara
satu penari dengan penari yang lainnya. Desain ini dilakukan pada hampir
seluruh bagian.
c. Desain Balance (berimbang)
Merupakan desain yang posisi penarinya dibagi menjadi 2 bagian
atau kelompok yang simetris dan biasanya pada desain ini juga ditampilkan
gerak-gerak yang berimbang. Desain ini lebih banyak terdapat pada bagian
II.
d. Desain Broken (terpecah)
Merupakan desain yang penarinya melakukan gerakan yang tidak
sama dan arah yang berbeda pula. Desain ini memberikan kesan
ketidakberaturan, banyak dilakukan pada bagian IV.
e. Desain Alternate (selang-seling)
Merupakan desain yang menggunakan pola selang-seling pada
desain lantai, desain atas atau desain musik, setiap desain lantai baik yang
lurus, lengkung, lingkaran maupun zig-zag dapat digarap menjadi desain
kelompok alternate dengan membuat selang-seling pada desain atasnya.
4.4.2 Ragam Gerak
Penggarapan sebuah karya tari tidak pernah lepas dari gerak,
karena gerak merupakan unsur pokok dari sebuah tarian. Melalui rangkaian
yang dikembangkan. Adapun ragam gerak dan gerak-gerak yang digunakan
dalam garapan ini:
a. Bagian I
Pada bagian pertama, menceritakan tentang penyesalan Dewi
Uma yang telah dikutuk oleh Bhatara Siwa menjadi Bhatari Durga (sebagai
penguni setra). Adapun ragam geraknya adalah sebagai berikut:
1. Penari dengan posisi agem kanan, tangan kanan didepan sirang mata
dengan tangan ngebat, tangan kiri sirang susu dengan posisi tangan
ngebat, level medium.
2. Berputar, gerak mekesiab diulang 3 kali.
3. Posisi duduk menggunakan level rendah dengan posisi jengkeng,
ngoyog, kedua tangan ngebat di depan mulut (tangan kanan di atas,
tangan kiri dibawah).
4. Rebah kanan, rebah kiri, berputar ke kiri dengan level rendah dan posisi
tangan kiri lurus ngebat ke atas, tangan kanan lurus pojok kanan depan
dengan posisi jari ngebat.
5. Rebah kanan, rebah kiri, bangun, ngelayak, agem dengan kedua tangan
ngebat sirang susu, mata nyureng, jalan meangkaban turun dari trap,
loncat, nyalud dengan posisi rendah, putar ke kanan, nyogroh ke kiri 2
kali, nyogroh ke kanan 1 kali, putar ke kiri.
6. Nyogroh 2 kali ke kanan, nyogroh 1 kali ke kiri, putar ke kanan.
b. Bagian II
1. Penari masuk ke panggung dari arah kanan dan kiri wing. Penari dari
arah kanan panggung, dengan posisi tangan kiri di atas kepala, posisi
kiri ngebat, tangan kanan sirang susu dengan posisi tangan ngebat,
berjalan nyeregseg.
2. Penari dari arah kiri panggung, posisi tangan di atas kepala dengan
posisi tangan ngebat, tangan kiri sirang susu dengan posisi tangan
ngebat, berjalan nyeregseg.
3. Tukar posisi (penari dari kanan ke kiri dan sebaliknya).
4. Agem kanan arah belakang, nyogroh dua kali, agem kanan, ngelier,
ngengsog, putar ke arah depan.
5. Agem kanan, nelik, ngelier, kipek pojok kiri, mudur kaki kiri, angkat
kanan, posisi agem kanan, kaki kiri diangkat, posisi agem kanan seklo
dengan posisi jari ngebat.
6. Njot-njot, putar ke kanan dengan posisi tangan kanan lurus ke atas
ngebat, tangan kiri sirang susu ngebat.
7. Putar, ambil rurub putar ke kiri, gerak alternit.
8. Putar ke kiri, hadap pojok kanan dan kiri, jalan silang diulang 3 kali
tanjek, seledet tengah, ceguk, ngoyod, rebah kanan, rebah kiri, putar ke
dalam.
9. Jalan dengan posisi agem kanan, agem kiri diulang 2 kali, permainan
10.Posisi penari pojok depan dan belakang saling berhadapan memnbentuk
segi tiga, nyeregseg, agem kanan, agem kiri, agem kanan, nyogroh 2
kali, agem kanan, tangan ngebat di depan dada, ngelier, ngengsog,
hadap depan bergantian.
11.Agem kiri, nelik, ngelier, kipek pojok kanan, agem kiri dengan kaki
kanan diangkat, agem kiri seklo, njot-njot, putar ke kanan.
12.Putar kiri, ambil rurub, gerak alternit, putar dengan level berbeda, jadi
satu hadap belakang, pecah, langsung membentuk lingkaran dengan 1
orang penari di tengah lingkaran.
13.Pecah, cross, posisi diagonal dua, dua, dua, rebah kanan, rebah kiri,
putar hadap belakang.
c. Bagian III
1. Hadap belakang, piles kanan, putar setengah, hadap depan, agem kanan,
angsel, agem kanan, bergantian, nyeregseg, cegut, ngelayak dengan
posisi agem kanan, sledet pojok, cegut atas bawah.
2. Gerak rampak dengan level yang berbeda, ambil rurub, rebah kanan,
rebah kiri, ngelayak, putar setengah.
3. Penari putra melakukan gerak perubahan
4. Penari putri melakukan gerak seperti berguru jalan meangkaban,
loncat-loncat, rebah kanan, rebah kiri, tengah, ambil rurub, nyeregseg, putar
hadap belakang.
1. Penari putra turun dari trap, bertemu dengan penari putri, hadap-hadapan,
nyogroh kiri, angkat kaki kiri, nyogroh kanan, angkat kaki kanan, putar.
2. Satu penari putra dan satu penari putri (tokoh Bhatari Durga dengan Kala
Rudra) melakukan gerakan berkejar-kejaran dan melakukan percintaan
yang keras. Empat penari lainnya menggambarkan bumi bergoncang
dengan melakukan gerakan bhuta-bhuti (kala-kali).
e. Bagian V
Akibat dari percintaan yang dilakukan oleh Bhatari Durga
dengan Kala Rudra, menimbulkan suatu simbol yaitu simbol Bhuta Nawa
Sari dengan gerak tangan kanan berada di atas kepala, tangan kiri berada di
lutut kiri dan kaki kiri diangkat.
Penjelasan Gerak
a. Agem : Merupakan cara pokok berdiri pada tari putri yang dapat
dibedakan menjadi agem kanan dan agem kiri. Agem kanan
dilakukan dengan berat badan ada pada kaki kanan dan kaki
kiri maju serong satu atau dua telapak kaki serta badan
condong ke kanan sehingga kelihatan tangan kanan lebih
tinggi dari tangan kiri dan begitu pula dengan agem kiri
merupakan kebalikannya. Pengembangan terdapat pada
posisi tangan yang lebih dibuka ke luar jari-jarinya, agem ini
dapat dilakukan dengan level rendah, sedang dan tinggi.
Pengembangan lainnya pada agem keras atau agem raksasi
jari-jarinya lebih dibuka sehingga memberikan kesan lebih
besar.
b. Angsel : merupakan suatu gerakan tari yang bersumber pada gerakan
kaki dan tangan yang kemudian juga mengakibatkan badan
dan kepala ikut bergerak.
c. Piles : gerakan sebelah kaki yang diputar ke arah tengah dengan
merendahkan badan.
d. Nelik : gerakan mata yang dibuat membesar.
e. Sogok : gerakan badan yang didominasi oleh diagfragma yang
mendorong ke kiri dan kanan sehingga terjadi perubahan
berat badan.
f. Nengkleng : gerakan melompat di atas tumpuan satu kaki.
g. Nyregseg : gerakan kaki yang dilakukan dengan cepat ke samping
kanan dan kiri dalam posisi agem. Pengembangannya
terdapat pada posisi badan yang condong ke kanan dan kiri
saat berpindah tempat.
h. Nyogroh : gerakan seperti akan menerkan sesuatu yang dilakukan
dengan garang.
i. Gegirahan : gerakan seperti akan menerkam dengan gerakan jari tangan
j. Nyelier : gerakan kepala yang agak berputar ke samping kanan dan
kiri disertai gerakan mata yang sedikit terpejam dan diikuti
pula gerakan leher dan dagu sedikit melingkar berlawanan
dengan putaran kepala.
k. Seledet : gerakan bola mata ke arah samping kanan dan kiri yang
diikuti dengan gerakan dagu.
l. Nyegut : gerakn mata dan dagu ke arah bawah seperti mengangguk.
m. Ngileg : gerakan kepala ke samping kiri dan kanan secara pelan.
n. Ngegol : gerakan pinggul yang digoyangkan ke kanan dan kiri secara
bergantian dan berulang-ulang diikuti gerakan kepala ke
kanan dan kiri searah dengan gerakan ayunan pinggul.
o. Buta ngawa sari : merupakan suatu pose gerak tari Bali yang menirukan
patung raksasa. Adapun posenya terdiri dari sikap tangan kiri
di atas lutut kaki kiri yang sedang “kedengkleng” (kaki
diangkat) dan tangan kanan ngeluk di atas.
4.5 Analisa Penyajian
Garapan tari kreasi Kama Corah ini disajikan dalam bentuk tari
kelompok dengan 6 orang penari, dengan tema percintaan yang mistis. Tari
kreasi ini mengambil karakter Bhatari Durga dengan Sang Kala Rudra dalam
penyajiannya berdurasi 12 menit dengan bagian cerita yang telah penulis atur
ingin penulis sampaikan kedalam garapan tarinya. Secara struktural, garapan
ini dibagi menjadi 5 bagian yaitu Bagian I, Bagian II, Bagian III, Bagian IV,
dan Bagian V.
4.5.1 Tempat Pertunjukan
Pementasan tari kreasi Kama Corah ini dipertunjukan dalam
rangka ujian Tugas Akhir S1 ISI denpasar yang bertempat di panggung
Procenium Gedung Natya Mandala ISI Denpasar. Yang mana dalam panggung
Procenium ini penonton hanya dapat menyaksikan pertunjukan dari satu arah
yaitu dari arah depan, sehingga penataan pola lantai pada garapan ini
disesuaikan dengan keadaan panggung tersebut. Penonjolan suasana didukung
oleh tata cahaya (lighting) yang ada. Berikut ini adalah gambar panggung
Procenium gedung Natya Mandala ISI Denpasar.
Gambar 1
Denah Panggung Natya Mandala
Institut Seni Indonesia Denpasar
Oleh: I Gde Sukraka
Keterangan :
C = Centre Stage (pusat panggung)
L = Left Stage (kiri panggung)
R = Right Stage (kanan panggung)
UR = Up Right Stage (pojok kanan belakang panggung)
UC = Up Centre Stage (bagian belakang pusat panggung)
UL = Up Left Stage (pojok kiri belakang panggung)
Sisi panggung bagian kanan
Sisi panggung bagian kiri
13,70 m
Pit
Tempat Orchestra
Pit
Tempat Orchestra
Auditorium (Penonton) 20,89 m DR
R
UR UL
DL L UC
C
DC
DR = Down Right Stage (pojok kanan depan panggung)
DC = Down Centre Stage (bagian depan pusat panggung)
DL = Down Left Stage (pojok kiri depan panggung)
Gambar 2
Arah Hadap Penari
Oleh: Soedarsono dalam buku notasi laban.
Keterangan :
1 : Penari menghadap ke depan stage
2 : Penari menghadap ke diagonal kanan depan
3 : Penari menghadap ke kanan stage
4 : Penari menghadap ke diagonal kanan belakang stage
5 : Penari menghadap ke belakang stage
6 : Penari menghadap ke diagonal kiri belakang stage
7 : Penari menghadap ke kiri stage
8 : Penari menghadap ke diagonal kiri depan stage
1 2 3
4 5
6
7
Lintasan Perpindahan :
: Lintasan penari ke segala arah
: Arah putaran
4.5.2 Busana /Kostum
Busana merupakan faktor penting dalam sebuah karya tari, bukan
sekedar berguna sebagai penutup tubuh penari namun sebagai pendukung
desain ruang pada tubuh penari. Kostum tari ini mengandung elemen-elemen
wujud, garis, warna, kualitas, tekstur, dan dekorasi (Dibia, 2003:109).
Busana modern dewasa ini banyak membantu pembentukan tubuh
dengan mengkorsifkan atau mempertebal pakaian penari. Busana ini dapat
membantu dalam pembentukan karakter perwatakan dari seorang pembawa
peran yang dibawakan. Busana bertujuan untuk membantu agar mendapat
suatu ciri atas pribadi peranan yang dibawakan oleh para pelaku. Fungsi busana
yang paling penting ialah membantu menghidupkan perwatakan pelaku, selain
itu juga berfungsi untuk menunjukkan ciri individu peranan, melalui warna dan
stayl busana dapat membedakan peran satu dengan yang lainnya (Mardana
dkk, 1985/1986:7-18).
Dilihat dari tema tarian yang diangkat yaitu tema mistis penulis
memilih warna-warna yang mencerminkan kesersman dan keagungan seperti
warna hitan, merah dan putih yang akan dipadukan, dengan kata lain
merah itu merupakan lambang nafsu angkara murka selain dari pada itu warna
putih dan hitam (Poleng) merupakan lambang dua keburukan.
Karya tari Kama Corah menggunakan kostum yang terdiri dari:
1. Rok warna merah dengan hiasan prada api-apian yang dikombinasikan
dengan kain warna poleng.
2. Ankin warna hitam yang dipadukan dengan warna merah dan poleng
dihiasi dengan prada api-apian.
3. Tutup dada yang dominan warna hitam dan dikombinasikan dengan warna
poleng.
4. Simping dengan warna merah menggunakan kain cepuk yang diberi strip
hitam.
5. Rurub warna putih yang digambar tokoh Bhatari Durga dengan Sang Kala
Rudra di hiasi tepi poleng.
6. Badong kulit yang dihiasi dengan mute dan pis bolong.
7. Gelang kana kulit dengan motif api-apian.
Gambar: 7 Foto kostum tampak depan
Foto Oleh: Gus Bintang, 2014
Rambut dari hairpis
Gelungan
Badong Simping
Gelang kana atas Tutup dada
Angkin
Rurub Ampok-ampok
Gelang kana bawah
Gambar: 8 Foto kostum tampak belakang
Foto Oleh: Gus Bintang, 2014
Gelungan
Geruda mungkur
Rambut
Simping
Tutup dada
Gelang kana atas
Gelang kana bawah Angkin
Ampok-ampok
Bentuk U
Gambar: 9 Foto perubahan kostum menjadi Kala Rudra
Foto Oleh: Gus Bintang, 2014
Rambut
Gelungan
Simping Badong
Rurub
Gelang kana atas
Tutup dada
Ampok-ampok
Gelang kana bawah Angkin
Kamen kancut
4.5.3 Tata Rias Wajah
Tata rias adalah bagian terpenting didalam seni pertunjukan di Bali.
Sebagai kebutuhan esensial karena melalui tata rias ini dapat menunjukan
penokohan tertentu di dalam suatu tarian dan melalui tata rias pula dapat
merubah wajah seseorang dari wajah natural menjadi karakter-karakter tertentu
di dalam seni pertunjukan (Cerita dan Istri, 2009:21).
Tata rias wajah yang dipergunakan pada tari kreasi Kama Corah ini
yakni riasan wajah yang karakternya seram menakutkan agar nantinya tema
dengan kostum dan tata rias nyambung. Adapun perlengkapan yang digunakan
dalam tata rias karya tari kreasi Kama Corah adalah sebagai berikut :
Milk Cleansing Viva : Untuk membersihkan wajah.
Face Tonic Viva : Untuk menyegarkan wajah.
Alas bedak padat Kryolan no.5 : Sebagai foundation wajah untuk
menghaluskan wajah, menutupi
pori=pori, dan bedak tabur dapat
melekat.
Bedak tabur Viva no 5 : Untuk menutupi
kekurangan-kekurangan pada wajah, digunakan
setelah alas bedak.
Pensil alis Viva warna hitam : Untuk mempertegas bentuk alis.
Eye shadow Ranee dan Rivera : Digunakan pada kelopak mata
sehingga terlihat lebih hidup,
digunakan pada hidung (berwarna
cokelat dan putih) untuk mempertegas
garis hidung.
Eye Liner cair Ranee : Untuk mempertegas alis, dan
digunakan pada garis mata atas dan
bawah agar mata terlihat tajam.
Merah pipi Daisy warna merah : Untuk mempertegas garis tulang pipi.
Bulu mata palsu : Agar bulu mata terlihat lebih jelas.
Maskara : Untuk menebalkan dan melentikan
bulu mata.
Lipstick Purbasari : Untuk mempertegas garis bibir,
sebagai pemerah bibir, dan
4.5.4 Pola Lantai, Lighting Suasana dan Deskripsi Gerak Tari
Pola lantai merupakan sebuah penataan dan pembagian tata ruang
yang dibentuk oleh penari dalam sebuah komposisi tari.
No. Pola Lantai Suasana/Adegan,
50
4. I Nyoman Swandana Putra
5. I Made Paramartha
4.5.5 Musik Iringan Tari
Musik (tabuh) adalah salah satu elemen terpenting dalam tari Bali.
Selain memberikan landasan bagi struktur koreografi, serta memperkuat
identitas suatu tarian, musik memberikan kehidupan bagi tari secara
keseluruhan. Musik adalah juga pegangan sekaligus pedoman bagi penari. Para
penonton di Bali seringkali bisa mengenali suatu tarian berdasarkan musik
pengiring (Dibia, 2013:116).
Gamelan semara pegulingan adalah perangkat gamelan yang
berlaras pelog sapta nada (pelog tujuh nada) terdiri dari lima nada pokok dan
dua nada pemero (Partha, 2011:35). Penulis menggunakan gamelan semara
pegulingan dalam garapan tari kreasinya karena gamelan ini pada umumnya
hanya dikenal dengan kesannya yang manis, namun penulis ingin menunjukan
bahwa gamelan semara pegulingan ini tidak hanya bisa memberi kesan manis
melainkan bisa memberi kesan mistis ini merupakan tantangan sebuah bagi
BAB V
PENUTUP
5.1Kesimpulan
Tari Kreasi Kama Corah ini adalah sebuah garapan tari yang
berwujud tari kreasi putri keras, yang gerak tarinya menggunakan pola – pola
gerak tradisi dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan penggarapan. Tari
kreasi Kama Corah ini bertemakan percintaan yang mistis mengangkat
percintaan Bhatari Durga dengan Sang Kala Rudra. Garapan tari ini
berbentuk kelompok yang ditarikan oleh 3 orang penari putri dan 3 orang
penari putra. Secara strukturalisme garapan tari ini dibagi menjadi 5 (lima)
bagian yaitu bagian I, bagian II, bagian III, bagian IV, bagian V.
Iringan yang dipergunakan dalam garapan tari kreasi Kama
Corah ini adalah gamelan Semare pegulingan dengan durasi waktu 12 menit.
Kostum yang dipergunakan disesuaikan dengan konsep dan tema yang
diangkat yaitu percintaa mistis, maka warna-warna yang dipilih untuk
mendukung yaitu warna merah, putih dan hitam.
Untuk mewujudkan karya tari kreasi Kama Corah ini
menggunakan proses sesuai dengan budaya adat Bali yaitu ngerncana,
nuasen, makalin, nelesin, ngebah.
5.2Saran
1. Para koreografer muda hendaknya melakukan apresiasi terhadap
karya-karya yang ada untuk meningkatkan sikap kreatif, dari sanalah akan
mendapatkan suatu pengetahuan serta perbandingan agar nantinya dapat
melahirkan karya-karya yang lebih inovatif
2. Kepada lembaga diharapkan hasil karya tugas akhir dapat dipublikasikan
DAFTAR REFRENSI
Bandem, I Made. (1983). Ensiklopedi Tari Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari Indonesia (ASTI) Denpasar.
.(1996). Etnologi Tari Bali. Denpasar: Forum Apresiasi Kebudayaan.
Dibia, I Wayan. (1979). Sinopsis Tari Bali. Denpasar: Sanggar Tari Bali Waturenggong.
. (2003). Bergerak Menurut Kata Hati (terjemahan dari Moving From Within oleh Alma M. Hawkins). Jakarta: Ford Foundation.
. (2012). Ilen-ilen Seni Pertunjukan Bali. Denpasar: Bali Mangsi.
. (2013). Puspasari Seni Tari Bali. Denpasar: UPT. Penerbit ISI Denpasar.
Djelantik, A.A.M. (1999). Estetika Sebuah Pengantar. Bandung: Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia.
Parta, I Ketut (2011). Bheri: “Konsep Musikal dan Nilai-nilai Gamelan Semara Pagulingan Banjar Teges Kanginan.” Jurnal Ilmiah Musik Nusantara., volume 10:halaman 35.
Rai, I Wayan., dkk. (1978). Mengenal Beberapa Sikap atau Gerak dalam Tari Bali. Denpasar: Akademi Seni Tari Indonesia Denpasar.
Soedarsono. (1975). Komposisi Tari Elemen-elemen Dasar (terjemahan dari Dances Compotition oleh La Meri). Yogyakarta: Akademi Seni Tari Indonesia.
Sukraka, Gde. (2010). “Tata Teknik Pentas”. Denpasar: Institut Seni Indonesia Denpasar.
Suteja, I Kt. (2013). “Catur Asrama Perjalanan Spiritual.” Disertasi, Program Pascasarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Tim penyusun. (2002). “Kajian Naskah Lontar Siwagama”. Denpasar: Dinas Kebudayaan Provinsi Bali.
Triguna, Ida Bagus Gede Yudha. (2000). “Teori Tentang Simbol”. Denpasar Timur: Widya Dharma.