PENGAMATA
TAN TERHADAP PEMANFAATAN PEN AN MATEMATIKA REALISTIK INDO JARAN MATEMATIKA DI KELAS V S RJO YOGYAKARTA PADA MATERI S UNG BILANGAN BULAT TAHUN AJA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syara Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH : TITI SUSANTI NIM: 081414066
GRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMAT DIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PE AKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PEND
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
I dedicate this undergraduate thesis to :
My great parents
Ambrosius Ala and Fransisca Romana Rosmini
My Lovely Brother and Sister
Milawati Supratma,Thomas,
Leonardus, and Christo Agustian
My second family from congregation Sister of Charity, Sr. Erika,
Sdc, Sr. Valentina, Sdc and Sr. Natalia, Sdc.
And Special Thanks to My Sweetheart Martinus Mai, S.Kom
“Dream, Believe, Make it Happen
-Agnes
Susanti-v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan
dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 6 Desember 2012
Penulis,
vi
ABSTRAK
Titi Susanti, 2012.Pengamatan Terhadap Pemanfaatan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik di Kelas V SD Negeri Timbulharjo, Yogyakarta pada Materi Sifat Operasi Hitung Bilangan Bulat. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah proses pembelajaran matematika pada materi sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat di kelas V SD Timbulharjo tahun ajaran 2012/2013 sudah mengimplementasikan pendekatan pembelajaran matematika realistik dan bagaimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat.
Pelaksanaan penelitian bertempat di SD Negeri Timbulharjo Yogyakarta, dengan subjek penelitian semua siswa di kelas V. Untuk memperoleh data penelitian peneliti mengadakan 3 kali pengamatan yang terdiri dari 2 kali pengamatan (observasi) pada tanggal 30 dan 31 Juli 2012 untuk mengamati proses pembelajaran di kelas dan 8 Agustus 2012 untuk mengadakan tes kemampuan siswa. Pengumpulan data diperoleh dengan cara merekam kegiatan pembelajaran menggunakan kamera digital serta instrumen penelitian yang terdiri dari lembar pengamatan mengenai proses pembelajaran di kelas, lembar wawancara guru dan siswa, serta lembar tes kemampuan siswa, selanjutnya data yang diperoleh ditranskrip dan dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan menyimpulkan secara kualitatif seluruh hasil pengamatan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di kelas V SD Negeri Timbulharjo Yogyakarta pada materi sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat telah mengimplementasikan pembelajaran matematika realistik walaupun beberapa karakteristik dalam pembelajaran matematika realistik belum tampak secara optimal. Guru telah menggunakan masalah kontekstual dalam pembelajaran. Siswa membuat dan menggunakan model matematika dengan berbagai strategi. Terjadi interaksi aktif antara guru dan siswa maupun siswa dengan siswa selama pembelajaran. Siswa berani mengungkapkan dan menjelaskan pendapatnya di depan kelas, guru sebagai fasilitator dan mediator bagi siswa. Terdapat keterkaitan antara materi yang dipelajari dengan materi lain. Siswa sudah mampu menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat, diantaranya mampu: memahami masalah, merancang model dengan berbagai macam strategi, mengungkapkan dan menjelaskan jawabannya terhadap masalah, dan memberi kesimpulan atas penyelesaian masalah.
vii
ABSTRACT
Titi Susanti, 2012. Observation on The Use of Realistic Mathematics Learning Approach on learning mathematic in Grades V of SD Negeri Timbulharjo, Yogyakarta on The Material Properties of Integer Arithmetic Operations Academic year 2012/2013. Thesis. Mathematics Education courses, Teacher Training and Science Education Faculty, Sanata Dharma University, Yogyakarta.
This research aims to determine whether the process of learning mathematics on the material properties of integer arithmetic operations grade V SD Timbulharjo academic year 2012/2013 has been implementing a realistic approach in the learning mathematics and how students' skills in solving problems associated with the properties of integer. The implementation of this research is taken in SD Negeri Timbulharjo, Yogyakarta. The subject of the research is all of students in grades V. To obtain the research data, researchers conducted 3 times observation that consist of two times for observation on 30 and 31 July 2012 to observe the learning process in the class and one time of observation on 8 Agust 2012 for the ability test. Collection of data obtained by recording learning activities using cameras digital and the instrumens used in this research consisted of observation sheets about learning process, teacher and student interview sheets, and students ability test sheets then the data obtained and analyzed by qualitative descriptive method throughout the observation.
The results showed that the learning of mathematics in grade V SD Negeri Timbulharjo V Yogyakarta on properties of integer arithmetic operations have implemented the realistic mathematics learning although some characteristics of realistic mathematic learning seem not optimal yet. Teachers used contextual problems in learning. Students created and used mathematical models with variety strategies. Active interaction occurs between teacher and students, also between students and students. The students have courage to express and explain their opinions in front of the class, meanwhile the teacher as a facilitator and mediator for students. Students able to solved problems that related to the properties of integer arithmetic operations, such as able to: understand the problem, construct model with a variety of strategies, describe and explain the answer of the problem, and drawing conclusion toward the problem solving. This is evident from the test results that 46% of students scored above the average 73.4 and 91% of students scored above the KKM.
viii
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Titi Susanti
Nomor Induk Mahasiswa : 081414066
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :
“PENGAMATAN TERHADAPA PEMANFAATAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA DALAM
PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS V SD NEGERI
TIMBULHARJO YOGYAKARTA PADA MATERI SIFAT-SIFAT OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT TAHUN AJARAN 2012/2013 ”.
Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, untuk mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.
Demikian ini pernyataan yang saya buat dengan sebenarnya.
Dibuat di Yogyakarta
Pada tanggal : 19 Desember 2012
Yang menyatakan
ix
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa
melimpahkan kasih karunia dan rahmat-Nya sehigga penulis bisa menyelesaikan
skripsi ini dengan baik. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar sarjana pendidikan di Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan, universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Selama proses penyususnan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu,
mendukung, membimbing dan memotivasi penulis. Oleh karena itu, melalui
kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.
2. Bapak Drs. Aufridus Atmadi, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Metematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam.
3. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Matematika.
4. Ibu Veronika Fitri Rianasari, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
5. Ibu M.M. Suyatini, S.Pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri Timbulharjo
Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan izin untuk melakukan
x
6. Bapak Sumadiyono, S.Pd selaku guru matematika kelas V SD Negeri
Timbulharjo Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan bantuan yang
selama peneliti melakukan penelitian.
7. Bapak Dr. Yansen Marpaung selaku dosen yang dalam penyusunan skripsi ini telah bersedia memberikan bimbingan, arahan dan wawasan kepada penulis
tentang Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dan Realistic
Mathematic Education(RME).
8. Keuskupan Sintang Kalimantan Barat melalui yayasan SUKMA yang telah
memberikan dukungan berupa Beasiswa kepada penulis.
9. Segenap dosen dan karyawan Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing,
membantu serta memberikan ilmunya kepada penulis selama belajar di
Universitas Sanata Dharma.
10. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dan mendukung selama
penelitian: Dewi, Katrin, Martin, Nita, Puspa, Valentina
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak
kekurangan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun peneliti
selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang matematika realistik.
Yogyakarta, 19 Desember 2012
Penulis
xi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v
ABSTRAK ... vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...viii
KATA PENGANTAR ... ix
DAFTAR ISI... xi
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Rumusan Masalah ... 3
C. Tujuan Penelitian... 4
D. Pembatasan Istilah ... 4
E. Manfaat Penelitian... 6
F. Sistematika Penulisan... 7
BAB II LANDASAN TEORI ... 9
A. Pembelajaran Matematika ... 9
B. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 10
C. Teori Konstruktivisme... 11
D. Realistic Mathematic Education (RME) ... 12
E. Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ... 17
1. Landasan Filosofi Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia . 17 2. Prinsip-prinsip Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia ... 20
3. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia ... 24
4. Konsepsi Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) tentang Siswa, Guru, dan Pembelajaran Matematika ... 32
F. Sifat-sifat Operasi Hitung Pada Bilangan Bulat ... 34
xii
H. Kerangka Berpikir ... 44
BAB III METODE PENELITIAN ... 47
A. Jenis Penelitian ... 47
B. Subyek Penelitian ... 47
C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 48
D. Bentuk Data dan Metode Pengumpulan Data ... 48
1. Observasi atau Pengamatan ... 49
2. Wawancara ... 49
3. Dokumentasi ... 49
E. Instrumen Penelitian ... 50
1. Lembar Pengamatan ... 50
2. Lembar Wawancara ... 51
3. Lembar Tes Kemampuan Siswa ... 53
F. Metode Analisis Data ... 54
G. Keabsahan Data ... 56
H. Validitas dan Reliabilitas... 57
I. Rancangan Langkah Kerja Secara Keseluruhan... 61
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ... 63
A. Deskripsi SD Timbulharjo Secara Umum ... 63
B. Persiapan Penelitian... 64
C. Pelaksanaan Penelitian ... 64
D. Gambaran Proses Pembelajaran Matematika dan Hasil Pengamatan . 65 1. Gambaran Proses Pembelajaran Matematika Pada Pengamatan I. 65 2. Gambaran Proses Pembelajaran Matematika Pada Pengamatan II 80 3. Gambaran Proses Tes Pada Pengamatan III ... 91
E. Hasil Wawancara dengan Guru dan Siswa... 92
F. Gambaran Hasil Tes Kemampuan... 101
G. Analisis Pembelajaran Berdasarkan Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia ... 122
1. Penggunaan Masalah Kontekstual ... 122
2. Penggunaan Model Untuk Matematisasi Progresif ... 126
xiii
4. Interaktivitas ... 133
5. Keterkaitan... 137
6. Rangkuman Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia yang Muncul dalam Pembelajaran ... 139
7. Analisis dan Pembahasan Hasil Wawancara ... 155
8. Analisis Kemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Yang Berhubungan Dengan Sifat-sifat Operasi Hitung Bilangan Bulat 159 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 168
A. KESIMPULAN ... 168
B. SARAN... 170
DAFTAR PUSTAKA ... 172
LAMPIRAN... 176
A. Lembar Pengamatan ... 176
B. Lembar Tes Kemampuan Siswa ... 180
C. Validitas Soal Tes Kemampuan Siswa... 183
D. Transkrip Cuplikan Video Proses Pembelajaran Matematika di Kelas………..187
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 3. 1 Lembar pengamatan pembelajaran dikelas ... 50
Tabel 3. 2 Kisi-kisi wawancara dengan guru ... 51
Tabel 3. 3 Kisi-kisi wawancara dengan siswa ... 52
Tabel 3. 4 Kisi-kisi soaltest... 54
Tabel 3. 5 Pedoman Pemberian Skor ... 56
Tabel 3. 6 Kriteria Interpretasi Tingkat Validitas ... 59
Tabel 3. 7 Kriteria Interpretasi Tingkat Reliabilitas ... 60
Tabel 4. 1 Pengamatan Pembelajaran di Kelas Pada Pengamatan I ... 78
Tabel 4. 2 Pengamatan Pembelajaran di Kelas Pada Pengamatan II ... 89
Tabel 4. 3 Transkrip Wawancara dengan Guru ... 92
Tabel 4. 4 Transkrip Wawancara dengan Siswa ... 95
Tabel 4. 5 Data hasil tes kemampuan 15 siswa soal nomor 1... 102
Tabel 4. 6 Data hasil tes kemampuan 15 siswa soal nomor 2... 105
Tabel 4. 7 Data hasil tes kemampuan 15 siswa soal nomor 3... 110
Tabel 4. 8 Data hasil tes kemampuan 15 siswa soal nomor 4... 116
Tabel 4. 9 Data hasil tes kemampuan 15 siswa soal nomor 5... 119
Tabel 4. 10 Rangkuman Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia berdasarkan karakteristik PMRI ... 139
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Matematisasi konseptual ... 16
Gambar 2. 2 Tahap-tahap pembelajaran dalamRME... 17
Gambar 4. 1 Hasil pekerjaan siswa ... 67
Gambar 4. 2 Saat siswa menunjukkan jumlah dua belas dan enam... 70
Gambar 4. 3 Siswa membuat garis bilangan dengan penggaris kayu ... 71
Gambar 4. 4 Guru menunjukkan alat peraga kertas buram... 74
Gambar 4. 5 Siswa membagi kertas buram menjadi beberapa bagian... 75
Gambar 4. 6 S6 menuliskan jawabannya ... 87
Gambar 4. 7 S6 menjelaskan jawabannya... 87
Gambar 4. 8 Siswa menjelaskan jawabannya ... 127
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan pendidikan matematika yang dirumuskan dalam kurikulum
pendidikan akhir-akhir ini lebih mengarah pada terwujudnya siswa yang
mampu menemukan kembali konsep dan prinsip matematika, mampu
bernalar, dan mampu berkomunikasi matematika secara lancar. Oleh karena
itu kurikulum menetapkan suatu pembelajaran dimana siswa diberikan
kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan pola kognitifnya
dengan mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman
matematikanya. Dalam proses pembelajaran tersebut, guru hanya berperan
sebagai mediator atau fasillitator.
Marpaung (2006) mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa merupakan
tanggung jawab siswa secara langsung, bukan tanggung jawab guru secara
langsung, guru hanya bertanggung jawab mengenai pengalaman belajar siswa
di sekolah. Pengalaman belajar atau aktifitas belajar merupakan bagian yang
sangat penting dalam mengkonstruksi pengetahuan seseorang. Dengan
pengalaman atau aktifitas belajar yang baik akan memungkinkan siswa untuk
menemukan dan mengembangkan sendiri pengetahuannya. Oleh karena itu,
belajar matematika bukanlah berorientasi pada hasil akhir atau produk
melainkan pada proses. Marpaung (2004) cenderung mangakui bahwa
matematika merupakan suatu proses untuk membantu siswa dalam
mengkonstruksi pengetahuannya.
Saat ini di Indonesia telah diperkenalkan salah satu pendekatan
pembelajaran yang kiranya sejalan dengan tujuan pendidikan matematika
akhir-akhir ini, yaitu pembelajaran dengan pendekatan realistik, yang dikenal
dengan PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia). PMRI
merupakan adaptasi dari pendekatanRME(Realistic Mathematic Education). Sejak empat puluh tahun yang lalu, Belanda mengembangkan pendekatan
baru dalam pendidikan matematika yang dinamakan RME (Realistic Mathematics Education). Prinsip dari pendekatan baru dalam pendidikan matematika ialah bahwa matematika dipandang sebagai suatu kegiatan
manusia sehingga belajar matematika itu seharusnya sesuai dengan kondisi
lingkungan dan sosial siswa masing-masing. Pengertian realistik menekankan
bahwa semua persoalan yang dipelajari oleh siswa haruslah dapat
dibayangkan sepenuhnya dan dimengerti oleh siswa-siswa dilingkungan
tertentu (Ahmad Fauzan, 2001).
Selain itu dalam RME, masalah realistik dijadikan pangkal tolak pembelajaran. Siswa menjawab masalah realistik dengan menggunakan
pengetahuan informal. Bertitik tolak dari cara-cara yang digunakan siswa,
siswa dibimbing secara perlahan-lahan ke matematika formal.
Workshop PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) telah diikuti oleh sekolah-sekolah dasar di beberapa daerah di Indonesia, termasuk
di daerah Yogyakarta. Salah satu sekolah yang telah mendapatkan workshop
PMRI adalah Sekolah Dasar Negeri Timbulharjo, Sleman, Yogyakarta.
Terdorong oleh rasa ingin tahu bagaimanakah pembelajaran matematika di
Sekolah Dasar Negeri Timbulharjo berlangsung, relevansi pembelajaran
dengan pendekatan matemtika realistik terhadap kemampuan siswa
menyelesaikan masalah mengenai sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat dan
untuk menambah pengalaman mengenai pendekatan matematika realistik
maka peneliti melakukan penelitian tentang pendekatan pembelajaran
matematika realistik di kelas V SD Negeri Timbulharjo,Yogyakarta tahun
ajaran 2012/2013 melalui pengamatan.
B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti
merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Apakah proses pembelajaran matematika pada materi sifat-sifat
tahun ajaran 2012/2013 sudah memanfaatkan pendekatan
pembelajaran matematika realistik Indonesia?
2. Bagaimana kemampuan siswa kelas V SD Negeri Timbulharjo tahun
ajaran 2012/2013 dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan sifat-sifat operasi bilangan bulat?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk:
1. Mengetahui apakah proses pembelajaran matematika pada materi
sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat di kelas V SD Timbulharjo tahun ajaran
2012/2013 sudah memanfaatkan pendekatan pembelajaran matematika
realistik.
2. Mengetahui bagaimana kemampuan siswa kelas V SD Timbulharjo tahun
ajaran 2012/2013 dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan
dengan sifat-sifat operasi bilangan bulat.
D. Pembatasan Istilah
1. Pendekatan adalah cara umum memandang suatu masalah atau objek
kajian (Marpaung; 1992)
2. Kemampuan adalah kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Seseorang
dikatakan mampu apabila sanggup melakukan sesuatu yang harus
masalah, menyeselaikan masalah dengan langkah-langkah yang benar,
bisa menyimpulkan masalah bentuk informal ke bentuk formal dan
sebaliknya, bisa mengungkapkan masalah dan menjelaskan masalah dalam
bentuk yang berbeda.
3. Belajar adalah proses aktif, belajar adalah aktif menggali semua situasi
yang ada disekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada
tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses
melihat, mengamati, memahami sesuatu.
4. Pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjadi baik antara guru
dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Untuk mencapai tujuan
yang telah ditentukan.
5. Metode adalah cara kerja yang bersifat relatif umum yang sesuai untuk
mencapai tujuan tertentu (Marpaung; 1992)
6. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah suatu
pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika di beberapa
sekolah dasar di Indonesia yang di adaptasi dari RME (Realistic
Mathematics Education) yang telah dikembangkan di Belanda, dimana matematika adalah suatu aktivitas manusia (Ahmad Fauzan; 2001).
7. Sifat-sifat operasi bilangan bulat meliputi sifat komutatif, asosiatif dan
E. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :
1. Ilmu pengetahuan
Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
sumbangan kepada pembelajaran matematika. Terutama pada
peningkatan pemahaman siswa dalam mengikuti pelajaran matematika
melalui pendekatan pembelajaran matematika realistik matematika
dianggap penting dan perannya yang cukup besar dalam hal meningkatkan
pemahaman, keaktifan atau respon dan kreatifitas siswa dalam
pembelajaran matematika.
2. Guru
Hasil dari penelitian ini dapat membantu guru mengevaluasi sejauh
mana ia telah menerapkan pembelajaran matematika realistik.
3. Calon guru
Bagi calon guru, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan
kepada guru dan calon guru agar dapat digunakan untuk memperbaiki
pembelajaran matematika melalui pendekatan pembelajaran matematika
realistik.
4. Siswa
Bagi siswa, yang menjadi obyek penelitian ini, diharapkan dapat
meningkatkan pemahaman mengenai materi pelajaran melalui pendekatan
5. Bagi Universitas
Bagi Universitas, peneltian ini diharapkan dapat menambah perijinan
untuk penelitian tentang PMRI
6. Bagi Pembaca
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang
pendekatan PMRI dan dampak aplikasinya di sekolah-sekolah yang telah
melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan PMRI.
F. Sistematika Penulisan
Skripsi ini terdiri dari 5 bab yang masing-masing bab akan membahas:
Bab I. Pendahuluan. Bab ini berisi hal-hal yang melatarbelakangi penulisan,
inti permasalahan yang akan dibahas, tujuan dari penelitian, pembatasan
istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II. Landasan Teori. Bab ini berisi teori-teori yang melandasi penulisan
skripsi ini, yaitu pembelajaran matematika, pembelajaran matematika di
Sekolah Dasar, teori konstruktivisme,Realistic Mathematic Education(RME), Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia, sifat-sifat operasi hitung
bilangan bulat, dan kerangka berfikir.
Bab III. Metodologi penelitian. Bab ini berisi penjelasan tentang metodologi
penelitian untuk memperoleh data-data dari permasalahan yang akan dibahas
penelitian, instrumen-instrumen penelitian yang akan digunakan, metode yang
akan digunakan dalam proses pengumpulan data, dan teknik analisis data.
Bab IV. Hasil Penelitian dan Anlisis Data. Bab ini berisi deskripsi tentang
hasil penelitian, gambaran proses pelaksanaan pembelajaran matematika di
SD Negeri Timbulharjo Yogyakarta, dan Hasil Pengamatan selama 3
pertemuan, serta pembahasan hasil penelitian.
Bab V. Penutup. Bab ini berisi kesimpulan yang yang diperoleh penulis
selama penelitian dan beberapa kelemahan serta saran yang diungkapkan
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pembelajaran Matematika
Marpaung (2001) menyatakan bahwa proses pembelajaran selama ini terpusat
pada guru dan bersifat mekanistik, yaitu guru aktif menerangkan, siswa pasif
mengikuti apa yang disampaikan oleh guru. Pemahaman yang diperoleh siswa
hanya bersifat instrumental, yaitu siswa dapat menggunakan rumus-rumus untuk
menyelesaikan soal tetapi tidak mengerti darimana rumus itu diperoleh dan
mengapa rumus itu digunakan. Dengan strategi seperti ini siswa menerima
pelajaran matematika secara pasif dan bahkan hanya menghafal rumus-rumus
tanpa memahami makna dan manfaat dari apa yang dipelajari. Akibatnya prestasi
belajar matematika di sekolah masih relatif rendah dan tidak mengalami
peningkatan yang berarti.
Dalam pembelajaran, agar matematika mudah dimengerti oleh siswa, proses
penalaran induktif dapat dilakukan pada awal pembelajaran. Kemudian
dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif untuk menguatkan pemahaman
yang sudah dimiliki oleh siswa. Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih
dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan
konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam
Ruseffendi (1997 : 28) mengemukakan bahwa matematika itu adalah bahasa
yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, padat dan
akurat representasinya dengan symbol, lebih berupa bahasa simbol, mengenai ide
(gagasan) daripada mengenai bunyi. Kemudian Kline dalam Ruseffendi (1994 :
28) mengemukakan matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang
dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama
untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial,
ekonomi, dan alam.
B. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Dalam pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar (SD), diharapkan
terjadire-invention(penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Walaupun
penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah
mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan
sesuatu hal yang baru. Bruner (Ruseffendi; 1991) dalam metode penemuannya
mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus
menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. “Menemukan” di
Bruner dalam Ruseffendi (1994 : 109-110) mengemukakan bahwa dalam
proses belajar siswa melewati 3 tahap yaitu :
1. Tahap enaktif, yaitu tahap dimana siswa secara langsung terlibat
dalam memanipulasi objek.
2. Tahap ikonik, yaitu tahap dimana kegiatan yang dilakukan siswa
berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek
yang dimanipulasinya.
3. Tahap simbolik, yaitu tahap dimana anak sudah mampu menggunakan
notasi tanpa ketergantungan terhadap objek real.
Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman
belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan dipelajari. Dalam
matematika, setiap konsep berkaitan dengan konsep lainnya, dan suatu konsep
menjadi prasyarat bagi konsep lain. Oleh karena itu, siswa harus lebih banyak
diberi kesempatan untuk memahami keterkaitan tersebut.
C. Teori Konstruktivisme
Agus Suprijono (2009) mengatakan semua pengetahuan adalah hasil
konstruksi dari kegiatan atau tindakan seseorang. Pengetahuan ilmiah berevolusi
dari waktu ke waktu. Pemikiran ilmiah adalah sementara, tidak statis, dan
merupakan proses. Pengetahuan ilmiah adalah proses konstruksi dan reorganisasi
di dalam diri seseorang yang membentuknya. Setiap pengetahuan menandakan
suatu interaksi dengan pengalaman. Tanpa interaksi dengan objek, seseorang
tidak dapat mengkonstruksi pengetahuan.
Peran penting guru dalam pengembangan pembelajaran konstruktivisme
adalah scaffolding dan coaching. Scaffolding adalah memberikan dukungan dan bantuan kepada peserta didik yang sedang pada awal belajar kemudian sedikit
demi sedikit mengurangi dukungan atau bantuan tersebut setelah peserta didik
mampu memecahkan problem dari tugas yang di hadapi. Dukungan itu dapat
berupa isyarat-isyarat, peringatan-peringatan, memecahkan problem dalam
beberapa tahap, memberikan contoh.Coaching adalah proses memotivasi peserta didik menganalisis performanya dan memberikan feedback atau umpan balik tentang kinerja mereka. Guru memotivasi peserta didik selama mereka
menyelesaikan soal-soal secara mandiri atau di dalam kelompok.
D. Realistic Mathematic Education (RME)
Realistic Mathematic Education (RME) adalah suatu pendekatan di mana matematika dipandang sebagai suatu kegiatan manusia (Freudenthal, 1973;
Treffers, 1987; Gravemeijer, 1994; de Lange, 1998; dalam Ahmad Fauzan, 2001).
RMEadalah suatu teori belajar dan mengajar dalam pendidikan matematika yang diperkenalkan pertama dan dikembangkan oleh Freudenthal di Netherlands,
aktivitas manusia. Institut Freudenthal yaitu Institut yang didirikan pada tahun
1971, berada dibawah Utrecht University, Belanda. Nama Institut ini diambil dari
nama pendirinya yaitu Profesor Hans Freudenthal (1905-1990), seorang penulis,
pendidik dan matematikawan berkebangsaan Jerman/Belanda.
Sejak tahun 1971, Institut Freudenthal mengembangkan suatu pendekatan
teoritis terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realistic
Mathematics Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika
harus diajarkan. Menurut Freudenthal pendidikan harus mengarahkan siswa
kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali
matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari
berbagai situasi (konteks), yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber
belajar. Konsep matematika muncul dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari
penyelesaian yang terkait dengan konteks (Context-link solution), siswa secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman matematik ke tingkat yang lebih
formal. Model-model yang muncul dari aktivitas matematik siswa dapat
mendorong terjadinya interaksi di kelas, sehingga mengarah pada level berpikir
matematik yang lebih tinggi (Zulkardi;2003).
Van den Hauvel-Panhuizen, mendiskripsikan prinsip-prinsip Realistic
1. Prinsip aktivitas (activity principle) menyatakan bahwa matematika adalah aktivitas manusia, yaitu matematika paling baik dipelajari dengan
melakukannya.
2. Prinsip realitas (reality principle) berarti bahwa pembelajaran dimulai dari dunia nyata dan kembali lagi kedunia nyata.
3. Prinsip perjenjangan (level principle) menyatakan bahwa pemahaman siswa
terhadap matematika melalui berbagai jenjang : dari menemukan (to invent) penyelesaian masalah kontekstual secara informal ke skematis, ke pemerolehan insight terus ke penyelesaian secara formal masalah
matematika.
4. Prinsip jalinan (inter-twinement) menyatakan bahwa pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang mengkaitkan matematika dengan
bidang lain.
5. Prinsip interaksi (interaction principle) menyatakan bahwa belajar matematika adalah aktivitas manusia dapat dipandang sebagai aktivitas
sosial.
6. Prinsip bimbingan (guidance principle) menyatakan bahwa dalam menemukan kembali (re-invent) matematika, siswa perlu mendapat bimbingan.
Prinsip-prinsip ini berpusat pada siswa bukan guru. Guru hanya sebagai
mediator agar siswa secara perlahan dapat diajak aktif dan mengutarakan
di sekolah dasar sangat dibutuhkan suatu strategi pembelajaran aktif.
Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik
dimaksudkan agar siswa dapat menerapkan matematika secara bermakna,
maka matematika harus dipelajari melalui re-invention (penemuan kembali) atau re-construction (kontruksi). Siswa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik harus mampu menemukan kembali atau
konstruksi kembali pengetahuan dengan bantuan guru melalui situasi “dunia
nyata” dalam arti dunia yang dapat dibayangkan oleh siswa.
Proses penemuan kembali dikembangkan melalui penjelajahan sebagai
persoalan dunia nyata (Sutarto Hadi, 2005). Disini dunia nyata diartikan
sebagai segala sesuatu yang berada diluar matematika, seperti kehidupan
sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lainpun dapat dianggap
sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran
matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil,
dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu
proses mematematikakan dunia nyata. Proses ini digambarkan oleh de Lange
(dalam Sutarto Hadi, 2005) sebagai lingkaran yang tak berujung. Oleh
Gravenmeijer (dalam Sutarto Hadi, 2005) sebagai proses penemuan kembali.
Gambar 2. 1 Matematisasi konseptual
Dari gambar di atas tampak jelas bahwa terjadi dua proses matematisasi
yang berupa siklus, di mana konteks dunia nyata tidak hanya sebagai sumber
matematisasi, tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali
matematika.
Tahap-tahap pembelajaran dalam RME dapat digambarkan sebagai
Gambar 2. 2 Tahap-tahap pembelajaran dalamRME
E. Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI)
1. Landasan Filosofi Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia
Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) di adaptasi dari
institude Freudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971, berada di bawah Utrecht University Belanda. Nama institut diambil dari nama pendirinya yaitu
Profesor Hans Freudenthal (1905-1990), seorang penulis, pendidik dan
matematikawan berkebangsaan Jerman-Belanda. Sejak tahun 1971, Institut ini
mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematika
yang dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education). RME
belajar matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan (Sutarto Hadi,
2004).
Pendidikan matematika realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran
Hans Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas
insani (human activities) yang harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut, PMRI mempunyai ciri antara lain bahwa dalam proses
pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali
(to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan bahwa penemuan kembali ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan
berbagai situasi dan persoalan “dunia riil” (Sutarto Hadi, 2005). Konsep
matematika muncul dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari penyelesaian
yang berkait dengan konteks (context link solution), siswa secara perlahan
mengembangkan alat dan pemahaman metematik ke tingkat yang lebih
formal. Model-model yang muncul dari aktivitas matematik siswa akan dapat
mendorong terjadinya interaksi di kelas sehingga mengarah pada level
berpikir matematik yang lebih tinggi. Pendekatan PMRI sejalan dengan teori
belajar yang berkembang saat ini, seperti kontruktivisme dan pembelajaran
kontekstual (contextual teaching and learning, disingkat CTL). Namun, baik pendekatan konstruktivisme maupun CTL mewakili teori belajar secara
umum. PMRI merupakan suatu teori pembelajaran yang dikembangkan
khusus untuk matematika. Selanjutnya juga diakui bahwa konsep pendidikan
matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana
meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan
daya nalar ( Sutarto Hadi, 2005).
Paradigma baru pendidikan sekarang ini lebih menekankan pada peserta
didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang.
Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Melalui
paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar, aktif
berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang
lain dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi (Zamroni, 2000). Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan dalam
pembelajaran matematika yang sesuai dengan paradigma pendidikan
sekarang.
PMRI menginginkan adanya perubahan dalam paradigma pembelajaran,
yaitu dari paradigma mengajar menjadi paradigma belajar (Marpaung, 2004).
Pembelajaran matematika selama ini terlalu dipengaruhi pandangan bahwa
matematika adalah alat yang siap pakai. Pandangan ini mendorong guru
bersikap cenderung memberi tahu konsep/ sifat/ teorema dan cara
menggunakannya. Guru cenderung mentransfer pengetahuan yang dimiliki ke
pikiran anak dan anak menerimanya secara pasif dan tidak kritis. Adakalanya
siswa menjawab soal dengan benar namun mereka tidak dapat
mengungkapkan alasan atas jawaban mereka. Siswa dapat menggunakan
digunakan. Keadaan demikian mungkin terjadi karena di dalam proses
pembelajaran tersebut siswa kurang diberi kesempatan dalam mengungkapkan
ide-ide dan alasan jawaban mereka sehingga kurang terbiasa untuk
mengungkapkan ide-ide atau alasan dari jawabannya.
Perubahan cara berpikir yang perlu sejak awal diperhatikan ialah bahwa
hasil belajar siswa meruapakan tanggung jawab siswa sendiri. Artinya bahwa
hasil belajar siswa dipengaruhi secara langsung oleh karakteristik siswa
sendiri dan pengalaman belajarnya. Tanggung jawab langsung guru
sebenarnya pada penciptaan kondisi belajar yang memungkinkan siswa
memperoleh pengalaman belajar yang baik (Marpaung, 2004). PMRI juga
menekankan untuk membawa matematika pada pengajaran bermakna dengan
mengkaitkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik.
Kata realistik disini dimaksudkan sebagai suatu situasi yang dapat
dibayangkan oleh siswa atau menggambarkan situasi dalam dunia nyata
(Zulkarnain, 2002).
2. Prinsip-prinsip Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia
Ada beberapa prinsip dasar teoritis PMRI (Suryanto, dkk: 2010) berikut penjelasannya, yaitu:
a. Guided Re-invention dan Progressive Mathematization.
Prinsip Guided Re-invention (Penemuan kembali secara terbimbing) ialah penekana pada “Penemuan kembali” secara
dibayangkan atau di pahami oleh siswa), yang mengandung topk-sub
materi matematis tertentu yang disajikan, siswa di beri kesempatan
untuk membangun dan menemukan kembali ide-ide dan
konseo-konsep matematis. Setiap siswa di beri kesempatan untuk merasakan
situasi dan mengalami masalah kontekstual yang memiliki berbagai
kemungkinan solusi. Bila diperlukan dapat di berikan bimbingan
sesuai dengan keperluan siswa yang bersangkutan. Jadi, pembelajaran
tidak di awali dengan pemberitahuan tentang “Ketentuan”, atau
“Pengertian”, atau “Nama objek matematis” (definisi) atau sifat
(teorema), atau “Aturan”, yang di ikuti dengan “Contoh-contoh” serta
“Penerapannya”, tetapi justru di mulai dengan masalah kontekstual
yang realistik (dapat dipahami atau di bayangkan oleh siswa, karena di
ambil dari dunia siswa atau dari pengalaman siswa), dan selanjutnya
melalui aktivitas, sisw di harapkan dapat menemukan kembali
pengertian (“Definisi”), sifat-sifat matematis (“Teorema”), dan lainnya
meskipun, pengungkapannya masih dalam bentuk informal
(nonmatematis). Hal terakhir ini menunjukkan kesesuaiannya prinsip
PMR dengan paham konstruktivisme, yaitu keyakinan bahwa
pengetahuan tidak dapat di transfer dari seseorang kepada orang lain
tanpa aktivitas yang di lakukan sendiri oleh orang yang akan
Progressive Mathematization (Matematisasi progresif) menekankan “Matematisasi” atau “Pematematikaan”, yang dapat
diartikan sebagai upaya yang mengarah ke pemikiran matematis.
Dikatakan progresif karena terdiri atas dua langkah yang berurutan,
yaitu (i) Matematisasi horizontal (berawal dari masalah kontekstual
yang diberikan dan berakhir pada matematika yang formal), dan
kemudian (ii) Matematisasi vertikal (dari matemaika formal ke
matematika formal yang lebih luas, atau lebih tinggi, atau lebih rumit).
b. Didactical Phenomenology (Fenomenologi Didaktis)
Prinsip ini menekankan fenomena pembelajaran yang bersifat
mendidik dan menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk
memperkenalkan sub materi-sub materi matematika kepada siswa.
Masalah kontekstual di pilih dengan mempertimbangkan (1) Aspek
kecocokan aplikasi yang harus di antisipasi dalam pembelajaran dan
(2) Kecocokan dengan proses re-invention, yang berarti bahwa konsep, aturan, cara, atau sifat termasuk model matematis, tidak di
sediakan atau di beritahukan oleh guru, tetapi siswa perlu berusaha
sendiri untuk menemukan atau membangun sendiri dengan,
berpangkal pada masalah kontekstual yang di berikan oleh guru. Hal
bahwa tujuan utama PMRI bukannya diketahuinya beberapa konsep
atau rumus, atau di kerjakannya banyak soal oleh siswa, melainkan
pengalaman belajar yang bermakna atau proses belajar yang
bermakna, dan sikap positif terhadap matematika, sebagai dampak
dari matematisasi, baik horizontal maupun vertikal, kebiasaan
berdiskusi, dan merefleksi. Tidak mustahil bila lintasan belajar dari
seorang siswa berbeda dar lintasan siswa yang lain, tetapi akan
berpikir pada tujuan yang sama. Ini berarti, pembelajaran tidak lagi
terpusat pada guru, tetapi akan berpusat pada siswa, bahkan dapat juga
disebut berpusat pada masalah kontekstual yang di hadapi. Masalah
kontekstual dapat juga di gunakan untuk memantapkan pemahaman
siswa atas sesuatu yang telah didapatnya.
c. Self-developed model (Membangun sendiri model)
Prinsip ketiga ini menunjukkan adanya fungsi “Jembatan” yang
berupa model. Karena berpangkal pada masalah kontekstual dan akan
menuju ke matematika formal, serta ada kebebasan pada siswa untuk
mengembangkan model sendiri. Model itu mungkin masih sederhana
dan masih mirip dengan masalah kontekstualnya. Model ini disebut
“Model of” dan sifatnya disebut “matematika informal”. Selanjutnya melalui generalisasi atau formalisasi dapat mengembangkan model
kedua, yang memiliki sifat umum ini disebut “Model for”. Dua jenis proses demikian itu sesuai dengan dua matematisasi, yang juga
berurutan, yaitu matematika horizontal dan matematika vertikal, yang
memungkinkan siswa dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan
caranya sendiri.
3. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia
Ada beberapa karakteristik PMRI menurut para ahli diantaranya adalah:
Treffers (dalam Ariyadi Wijaya; 2011) merumuskan lima karakteristik
Pendidikan Matematika Realistik, yaitu:
a. Penggunaan masalah kontekstual
Konteks atau permasalahan realistik di gunakan sebagai titik awal
pembelajaran. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun
bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain
selama hal tersebut bermakna dan bisa di bayangkan dalam pikiran
siswa. Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif
untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi
siswa tidak hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari
permasalahan yang di berikan, tetapi juga di arahkan untuk
mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah yang bisa
adalah untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam
belajar matematik (Kaiser dalam De Lange, 1987). Pembelajaran yang
langsung di awali dengan penggunaan matematika formal cenderung
akan menimbulkan kecemasan matematika (mathematics anxiety).
b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif
Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model di gunakan dalam
melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi
sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat
konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.
Hal yang perlu di pahami dari kata “Model” tidak merujuk pada alat
peraga. “Model”merupakan suatu alat “Vertikal” dalam matematika yang
tidak bisa di pisahkan dari proses matematisasi (yaitu matematisasi
horisontal dan matematisasi vertikal) karena model merupakan tahapan
proses transisi level informasi menuju level matematika formal. Secara
umum ada dua macam dalam Pendidikan Matematika Realistik, yaitu
model of dan model for. Model yang serupa atau mirip dengan masalah nyatanya disebut model of (Suryanto, dkk:2010), sedangkan model yang
sudah lebih umum, yang mengarahkan siswa ke pemikiran abstrak atau
c. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa
Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak di
berikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap di pakai tetapi
sebagai suatu konsep yang di bangun oleh siswa, maka dalam Pendidikan
Matematika Realistik, siswa di tempatkan sebagai subjek belajar. Siswa
memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah
sehingga di harapkan akan memperoleh strategi yang bervariasi. Hasil
kerja dan konstruksi siswa selanjutnya di gunakan untuk landasan
pengembangan konsep matematika.
d. Interaktivitas
Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan
juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa
akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling
mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfatan
interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam
mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.
Kata “Pendidikan” memiliki implikasi bahwa proses yang berlangsung
tidak hanya mengajarkan pengetahuan yang bersifat kognitif, tetapi juga
mengajarkan nilai-nilai untuk mengembangkan potensi alamiah afektif
e. Keterkaitan
Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun
banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu,
konsep-konsep matematika tidak di kenalkan kepada siswa secara terpisah
atau terisolasi satu sama lain. Pendidikan Matematika Realistik
menempatkan keterkaitan (intertwinement) antar konsep matematika
sebagai yang harus di pertimbangkan dalam proses pembelajaran. melalui
keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika di harapkan bisa
mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara
bersamaan walau ada konsep yang dominan.
Sedangkan menurut Marpaung (2005), ciri-ciri Pendidikan
Matematika Realistik Indonesia (PMRI), antara lain :
a. Murid aktif, guru aktif
Menurut Freudenthal, penggagas pembelajaran
realistik,matematika itu adalah aktivitas manusia (human activity). Ini berarti, bahwa ide-ide matematika ditemukan orang (pembelajar)
melalui kegiatan/aktivitas. Aktif disini berarti aktif berbuat (kegiatan
tubuh) dan aktif berpikir (kegiatan mental).
b. Pembelajaran dimulai dengan memberikan masalah
Siswa akan memiliki motivasi untuk mempelajari matematika bila
dia melihat dengan jelas bahwa matematika bermakna/melihat manfaat
matematika bagi dirinya. Salah satu manfaat itu ialah dapat
memecahkan masalah yang dihadapi (khususnya masalah dalam
kehidupan sehari-hari). Jadi, masalah realistik atau kontekstual adalah
masalah yang berkaitan dengan situasi dunia nyata (real) atau dapat
dibayangkan oleh siswa. Pada dasarnya masalah kontekstual atau
realistik adalah suatu masalah yang kompleks, yang menuntut level
kognitif dari yang paling rendah sampai tinggi.
c. Memberi kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan masalah
dengan cara sendiri-sendiri.
Dalam menyelesaikan suatu masalah tidak hanya ada satu cara saja
tetapi ada banyak cara. Cara-cara tersebut sangat tergantung pada
struktur kognitif siswa (pengalamannya). Guru tidak perlu mengajari
siswa bagaimana cara menyelesaikan masalah. Mereka harus banyak
berlatih menemukan cara menyelesaikan masalah. Soal yang diberikan
pada siswa hendaknya tidak jauh dari skema yang sudah mereka miliki
dalam pikirannya. Dalam keadaan tertentu guru dapat membantu siswa
dengan memberikan sedikit informasi sebagai petunjuk arah yang
dapat dipilih siswa untuk dilalui. Itu dapat dilakukan dengan bertanya
atau member komentar. Itupun dapat dilakukan jika semua siswa tidak
d. Ciptakan suasana pembelajaran (kondisi belajar) yang menyenangkan.
Dengan menciptakan suasana atau kondisi belajar yang
menyenangkan dan menghargai anak-anak sebagai manusia
perlahan-lahan sikap dan motivasi siswa dapat dikembangkan dan hal ini akan
memberikan dampak meningkatkan prestasi belajar mereka. Cara-cara
untuk menciptakan kondisi atau suasana belajar yang menyenangkan
perlu dipikirkan guru.
e. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau
besar) dengan diskusi, interaksi dan negosiasi.
Belajar dengan bekerja lebih efektif daripada belajar . Memang ada
banyak tipe belajar; ada yang lebih suka belajar individual, ada yang
suka belajar dalam kelompok, ada yang cenderung visual; saling tukar
informasi penting untuk memahami sesuatu. Informasi seseorang yang
bertentangan dengan informasi orang lain dapat membuat pemahaman
orang itu bertambah menjadi lebih baik. Informasi yang baru dapat
menyebabkan informasi lama ditransformasi. Tugas guru membantu
siswa agar informasi baru dapat memperbaiki pengetahuan seseorang.
Maka interaksi dan negosiasi penting sekali dalam pembelajaran.
Selain itu interaksi dan negosiasi antara siswa dengan siswa atau siswa
dengan guru merupakan cara mendapatkan pengetahuan yang lebih
f. Pembelajaran tidak selalu atau harus di dalam kelas (bisa di luar kelas,
pergi ke luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data).
Rasa bosan mengurangi ketertarikan seseorang untuk
mendengarkan atau berbuat sesuatu termasuk untuk berpikir. Orang
memerlukan variasi untuk merangsang organ-organ tubuh melakukan
fungsinya dengan baik. Variasi ini pun dapat membuat suasana yang
menyenangkan dalam belajar. Susunan tempat duduk yang sama terus
menerus, suasana kelas yang sama terus menerus, cara belajar yang
sama terus menerus dan penampilan guru yang sama terus menerus
dapat membuat rasa bosan pada siswa. Oleh karena itu, guru perlu
berpikir untuk melakukan variasi pembelajaran; variasi susunan
tempat duduk; variasi suasana kelas; variasi metode pembelajaran; dan
sebagainya. Ini tidak berarti bahwa setiap jam pertemuan harus
berbeda situasinya. Perlu ada perencanaan yang dilakukan oleh guru,
apabila perlu meminta usul atau saran dari siswa.
g. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi.
Siswa perlu belajar untuk mengemukakan idenya kepada orang
lain (siswa lain atau gurunya), supaya mendapat masukan berupa
informasi yang melalui refleksi dapat dipakai untuk memperbaiki atau
meningkatkan kualitas pemahamannya. Untuk itu perlu diciptakan
membuat kesalahan dalam menjawab pertanyaan atau memecahkan
masalah, jangan menertawakan, tetapi menghargai pendapatnya.
h. Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur
kognitifnya sewaktu menyelesaikan masalah (penggunaan model).
Pemahaman siswa dapat diamati dari kemampuannya
menggunakan berbagai modus representatif (enaktif, ikonik, atau
simbolik) untuk membantu menyelesaikan suatu masalah. Dalam
pembelajaran matematika di SD hendaknya siswa tidak cepat-cepat
dibawa ke level formal, tetapi diberi banyak waktu bermain dengan
menggunakan benda-benda konkret atau model-model.
i. Guru bertindak sebagai fasilitator
Dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya tidak mengajari
siswa atau mengantarkannya ke tujuan, tetapi memfasilitasi siswa
dalam belajar. Guru dapat membimbing siswa jika mereka melakukan
kesalahan atau tidak mempunyai ide dengan member motivasi atau
sedikit arahan agar mereka dapat melanjutkan bekerja mencari
strateginya menyelesaikan masalah. Pembelajaran hendaknya dimulai
dengan menyodorkan masalah kontekstual atau realistik yang tidak
jauh dari skema kognitif siswa. Siswa diberi waktu menyelesaikannya
dengan cara masing-masing, lalu memberi siswa waktu menjelaskan
strateginya kepada kawankawannya, kemudian membimbing siswa
j. Apabila siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah
jangan dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan
(pemberian motivasi).
Hukuman hanya menimbulkan efek negatif dalam diri siswa, tetapi
pemberian motivasi internal dan sikap siswa yang positif dapat
membantu siswa belajar efektif. Perasaan senang dalam melakukan
sesuatu membuat otak bekerja optimal untuk memenuhi keinginan si
pembelajar.
4. Konsepsi Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) tentang Siswa, Guru, dan Pembelajaran Matematika
Dikemukakan oleh Sutarto Hadi (Makalah;2005) mengemukakan
beberapa konsepsi PMRI tentang siswa, guru dan pembelajaran yang
mempertegas bahwa PMRI sejalan dengan paradigma baru pendidikan,
sehingga PMRI pantas untuk dikembangkan di Indonesia.
a. Konsepsi PMRI tentang Siswa
1) siswa memiliki konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang
mempengaruhi belajar selanjutnya;
2) siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk
3) pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang
meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan,
penyusunan kembali dan penolakan;
4) pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri
berasal dari seperangkat ragam dan pengalaman;
5) setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin
mampu memahami dan mengerjakan matematik.
b. Konsepsi PMRI tentang Guru
1) Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran;
2) Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif;
3) Guru harus mampu memberikan kesempatan kapeda siswa untuk
secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil;
4) Guru tidak terpancang pada materi yang ada didalam kurikulum,
tetapi aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik
maupun sosial.
c. Konsepsi PMRI tentang Pembelajaran Matematika
1) Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang
“riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat
pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam
2) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan
tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut;
3) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik
secara informal terhadap persoalan/masalah yang di ajukan;
4) Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan
dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya,
memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju atau
menyatakan ketidaksetujuannya terhadap jawaban temannya,
mencari alternatif lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap
langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran.
Berdasarkan aspek-aspek pembelajaran, konsepsi siswa dan peran guru
dalam pembelajaran tersebut mempertegas bahwa Pembelajaran
Matematika Realistik Indonesia sejalan dengan paradigma baru
pendidikan sehingga pantas dikembangkan di Indonesia (Marpaung,
2004).
F. Sifat-sifat Operasi Hitung Pada Bilangan Bulat
Menurut Hongki Julie (makalah; 2008) bilanganbilangan seperti 1,
-2, -3, -4, -5, … disebut bilangan bulat negatif. Sedangkan bilangan-bilangan
di atas nol seperti +1, +2, +3, +4, +5, … disebut bilangan bulat positif.
Himpunan bilangan bulat negatif, nol, dan himpunan bilangan bulat positif
Bilangan bulat
lat dapat dinyatakan dengan garis bilangan, yai
Gambar garis bilangan
lat negatif terletak di sebelah kiri nol, dan bilan
anan nol.
Sumanto,dkk (2008) operasi hitung bilangan
fat yaitu, sifat komutatif, sifat asosiatif dan sifat
mutatif ( Pertukaran )
t Komutatif pada Penjumlahan
ra umum, sifat komutatif pada penjumlahan d
ut. a + b = b + a dengan a dan b sembarang
t Komutatif pada Perkalian
ra umum, sifat komutatif pada perkalian dapat d
= b × a dengan a dan b sembarang bilangan bu
siatif ( Pengelompokkan )
t Asosiatif pada Penjumlahan
ra umum, sifat asosiatif pada penjumlahan dapa
b) + c = a + (b + c) dengan a, b, dan c sembaran
Asosiatif pada Perkalian
ra umum, sifat asosiatif pada perkalian dapat dit
yaitu sebagai berikut:
ilangan positif terletak
gan bulat terdiri dari
(a × b) × c = a × (b × c) dengan a, b, dan c bilangan bulat.
3. Sifat Distributif ( Penyebaran )
Secara umum, sifat distributif pada penjumlahan dan pengurangan dapat
ditulis:
a × (b + c) = (a × b) + (a × c)
a × (b – c) = (a × b) – (a × c)
dengan a, b, dan c bilangan bulat.
Berikut adalah contoh dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan
masing-masing sifat operasi hitung bilangan bulat.
1. Komutatif pada penjumlahan
Andi mempunyai 5 kelereng berwarna merah dan 3 kelereng berwarna
hitam. Budi mempunyai 3 kelereng berwarna merah dan 5 kelereng
berwarna hitam. Samakah jumlah kelereng yang dimiliki Andi dan Budi?
Berikut adalah gambar yang menunjukkan kelereng Andi dan Budi.
Kelereng Andi:
Kelereng
+
5 + 3 8
=
Kelereng Budi:
Jumlah kelereng Andi sama dengan jumlah kelereng Budi.
Jadi, 5 + 3 = 3 + 5.
2. Komutatif pada Perkalian
Andi mempunyai kelereng yang dimasukkan ke dalam empat kantong
plastik. Setiap kantong berisi 2 butir. Budi mempunyai kelereng yang
dimasukkan ke dalam dua kantong plastik. Setiap kantong berisi 4 butir.
Apakah jumlah kelereng Andi dan Budi sama?
Kelereng Andi dan Budi digambarkan sebagai berikut:
Kelereng Andi:
Kelereng Budi:
+ =
3 + 5 = 8
+ +
+ 2
2 2
2
=
8
4 4
+ =
Kelereng Andi dan Budi dapat ditulis sebagai berikut.
Kelereng Andi = 2 + 2 + 2 + 2 = 4 × 2 = 8
Kelereng Budi = 4 + 4 = 2 × 4 = 8
Jumlah kelereng Andi sama dengan jumlah kelereng Budi. Jadi, 4 × 2 = 2
× 4
3. Asosiatif pada Penjumlahan
Andi mempunyai 2 kotak berisi kelereng. Kotak I berisi 3 kelereng merah
dan 2 kelereng hitam. Kotak II berisi 4 kelereng putih. Budi juga
mempunyai 2 kotak berisi kelereng. Kotak I berisi 3 kelereng merah.
Kotak II berisi 2 kelereng hitam dan 4 kelereng putih. Samakah jumlah
kelereng yang dimiliki Andi dan Budi?
Berikut adalah gambar yang menunjukkan kelereng Andi dan Budi.
Kelereng Andi:
Kelereng Budi:
+
( 3 + 2 ) + 4 = 5 + 4 = 9
+
Jumlah kelereng yang dimiliki Andi sama dengan jumlah kelereng yang dimiliki Budi. Jadi, (3 + 2) + 4 = 3 + (2 + 4).
4. Asosiatif pada Perkalian
Andi mempunyai 2 kotak mainan. Setiap kotak diisi 3 bungkus kelereng. Setiap bungkus berisi 4 butir kelereng. Berapa jumlah kelereng Andi? Berikut disajikan dua cara yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah kelereng Andi.
Cara Kedua
+ x 4
( 3 + 3 ) x 4 = (2 x 3) x 4 = 24
2 x ( 4 + 4 + 4 ) = 2 x ( 3 x 4 ) = 24
+
+
x 2
Cara Pertama
Cara pertama menghitung banyak bungkus. Kemudian, hasilnya dikalikan
banyak kelereng tiap bungkus. Banyak bungkus × banyak kelereng tiap
bungkus. Banyak kelereng Andi = (3 bungkus + 3 bungkus) × 4 butir
= (3 + 3) × 4 = (2 × 3) × 4 = 24 butir
Cara kedua menghitung banyak kelereng setiap kotaknya dahulu
kemudian hasilnya dikalikan banyak kotak. Banyak kotak × banyak
kelereng. Banyak kelereng Andi = 2 × (4 + 4 + 4) = 2 × (3 × 4) = 24 butir
Perhitungan cara I: (2 × 3) × 4.
Perhitungan cara II: 2 × (3 × 4).
Hasil perhitungan dengan kedua cara adalah sama.
Jadi, (2 × 3) × 4 = 2 × (3 × 4)
5. Distributif (Penyebaran)
Perhatikan contoh berikut.
a. (3 × 4) + (3 × 6) = 3 × (4 + 6)
Penghitungan dilakukan dengan cara menjumlah kedua angka yang
dikalikan (4 + 6). Kemudian hasilnya dikalikan dengan angka pengali (3).
3 × (4 + 6) = 3 × 10 = 30.
3 x 4 dan 3 x 6 mempunyai angka
pengali yang
sama, yaitu 3
b. 15 × (10 + 2) = (15 × 10) + (15 × 2)
Penghitungan dilakukan dengan cara kedua angka yang dijumlah (10 dan
2) masing-masing dikalikan dengan angka pengali (15), kemudian
hasilnya dijumlahkan.
15 × (10 + 2) = (15 × 10) + (15 × 2) = 150 + 30 = 180
G. Kemampuan Siswa
Penguasaan matematika siswa dapat diukur dengan menggunakan
perangkat tes matematika. Tes yang digunakan untuk mengetahui penguasaan
matematika siswa terdiri dari pemahaman konsep matematika, penerapan
konsep matematika dalam suatu model atau konteks tertentu dan juga
penerapan matematika yang terkait dengan permasalahan matematika di
dunia real (Thurber, Shinn dan Smolski, dalam makalah Heri Retnawati,
2009).
Adapun tujuan matematika sekolah, khusus di Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidiyah (MI) agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut
Depdiknas,2006).
15 x ( 10 + 2 ) mempunyai angka
pengali yang
sama, yaitu 15
1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.
2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.
Sumarmo (2002: 15) merinci karakteristik kemampuan komunikasi
matematik ke dalam beberapa indikator, sebagai berikut; (a) membuat
hubungan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika; (b)
menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan maupun tulisan
dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; (c) menyatakan peristiwa
sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (d) mendengarkan,
berdiskusi dan menulis tentang matematik, membaca dengan pemahaman
argumen, merumuskan definisi dan generalisasi dan (f) menjelaskan dan
membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari. Hal ini sesuai
dengan harapan pemerintah seperti yang tercantum pada kurikulum bahwa
dalam belajar matematika ada 4 kemampuan matematik yang diharapkan
dapat tercapai, kemampuan tersebut adalah kemampuan pemahaman konsep
matematika, komunikasi matematik, penalaran matematik, dan koneksi
matematik (Depdiknas,2003:3).
Berdasarkan beberapa pendapat dan teori diatas, peneliti menyimpulkan
bahwa kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam menyelesaikan masalah
matematika terdiri dari kemampuan membaca soal, kemampuan
menerjemahkan soal ke dalam bentuk atau model yang bermacam-macam,
kemampuan menguraikan proses dan langkah-langkah penyelesaian yang
benar serta kemampuan memberikan kesimpulan akhir dari penyelesaian
masalah.
H. Kerangka Berpikir
Saat ini di Indonesia telah diperkenalkan salah satu pendekatan pembelajaran
yang kiranya sejalan dengan tujuan pendidikan matematika, yaitu pendekatan
pembelajaran dengan pendekatan realistik, yang dikenal dengan PMRI
(Pendidikan Matematika Realistik Indonesia). PMRI merupakan adaptasi dari
Yogyakarta. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui
bagaimana implementasi PMRI dalam pembelajaran dengan melihat karakteristik
PMRI yang muncul dalam pembelajaran pada topik sifat-sifat operasi hitung
bilangan bulat tahun ajaran 2012/2013 dan kemampuan siswa melalui
pengamatan.
Terdapat lima karakteristik dalam pendekatan pembelajaran matematika
realistik seperti yang disebutkan oleh Teffer (dalam Ariyadi Wijaya; 2011),
yaitu penggunaan masalah kontekstual, penggunaan model matematisasi
progresif, pemanfaatan hasil konstruksi siswa, interaktivitas dan keterkaitan.
Pada dasarnya pendekatan realistik bukan dipandang sebagai pengetahuan
yang “siap pakai”, tetapi “matematika adalah aktivitas manusia”. Dalam
pembelajaran matematika tidak lagi hanya pemberian informasi, tetapi
berubah menjadi aktivitas manusia untuk memperoleh pengetahuan.
Pendekatan ini sesuai dengan pandangan konstruktivis yaitu memberikan
kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip
matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi.
Pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik menuntun siswa
melalui proses belajar dari masalah yang sangat konkret. Siswa diharapkan
mampu mengkonstruksi pengetahuan yang dimilikinya yang nanti akan
digunakan untuk memecahkan masalah matematika. Pada pembelajaran
realistik, aktivitas belajar berpusat pada siswa, guru hanya sebagai mediator
interaksi yang santai antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa
membuat proses berpikir siswa lebih optimal dan siswa mengkonstruksi
sendiri ilmu yang dipelajarinya menjadi pengetahuan yang akan bermakna.
Untuk meninjau sejauh mana impementasi PMRI yang nampak dalam
pembelajaran di kelas V SD Negeri Timbulharjo pada materi sifat-sifat
operasi hitung bilangan bulat tahun ajaran 2012/2013, maka pada peneliti
melakukan penelitian melalui pengamatan. Oleh karena itu pada penelitian ini
peneliti akan mengamati apakah proses pembelajaran matematika pada materi
sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat di kelas V SD Timbulharjo tahun
ajaran 2012/2013 sudah mengimplementasikan pendekatan pembelajaran
matematika realistik dan bagaimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan
47
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan karakteristik PMRI
yang muncul selama proses pembelajaran di SD Negeri Timbulharjo
Yogyakarta. Oleh karena itu, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian
deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menekankan pada keadaan yang
sebenarnya. Data dikumpulkan melalui observasi, tes kemampuan,
wawancara, dan rekaman video serta foto yang diambil saat proses
pembelajaran berlangsung seperti biasa tanpa dibuat-buat. Laporan penelitian
ini akan berisi data yang memberi gambaran terjadinya proses pembelajaran
matematika yang terjadi didalam kelas. Dalam penelitian ini, peneliti akan
mendeskripsikan implementasi karakteristik PMRI yang muncul dalam proses
pembelajaran dan kemampuan siswa akibat dari pembelajaran yang terjadi.
B. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Timbulharjo Yogyakarta.
Objek penelitian ini adalah implementasi karakteristik PMRI selama proses
C. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2012
2. Tempat penelitian
Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Timbulharjo Yogyakarta
D. Bentuk Data dan Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data tentang hal-hal penting yang dibutuhkan pada
saat akan merancang instrumen berupa soal tes kemampuan yang akan
diberikan kepada siswa, diadakan konsultasi dengan guru pengampu dan
dosen pembimbing. Sedangkan data kemampuan siswa, digunakan test
kemampuan yang berupa tes uraian serta wawancara dengan siswa. Tes ini
dilakukan sendiri oleh peneliti dan diberikan kepada siswa sesudah guru
pengampu telah menyelesaikan pembelajaran tentang sub materi sifat-sifat
operasi hitung pada bilangan bulat.
Dengan demikian, data penelitian yang dikumpulkan berupa deskripsi
kegiatan pembelajaran, foto, dan transkrip video. Rekaman video berisi