• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGAMATAN TERHADAP PEMANFAATAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS V SD NEGERI TIMBULHARJO YOGYAKARTA PADA MATERI SIFAT OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT TAHUN AJARAN 20122013 Diajukan untuk Memenuhi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "PENGAMATAN TERHADAP PEMANFAATAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA DALAM PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS V SD NEGERI TIMBULHARJO YOGYAKARTA PADA MATERI SIFAT OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT TAHUN AJARAN 20122013 Diajukan untuk Memenuhi "

Copied!
233
0
0

Teks penuh

(1)

PENGAMATA

TAN TERHADAP PEMANFAATAN PEN AN MATEMATIKA REALISTIK INDO JARAN MATEMATIKA DI KELAS V S RJO YOGYAKARTA PADA MATERI S UNG BILANGAN BULAT TAHUN AJA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syara Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Matematika

OLEH : TITI SUSANTI NIM: 081414066

GRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMAT DIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PE AKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PEND

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

I dedicate this undergraduate thesis to :

My great parents

Ambrosius Ala and Fransisca Romana Rosmini

My Lovely Brother and Sister

Milawati Supratma,Thomas,

Leonardus, and Christo Agustian

My second family from congregation Sister of Charity, Sr. Erika,

Sdc, Sr. Valentina, Sdc and Sr. Natalia, Sdc.

And Special Thanks to My Sweetheart Martinus Mai, S.Kom

“Dream, Believe, Make it Happen

-Agnes

(5)

Susanti-v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 6 Desember 2012

Penulis,

(6)

vi

ABSTRAK

Titi Susanti, 2012.Pengamatan Terhadap Pemanfaatan Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik di Kelas V SD Negeri Timbulharjo, Yogyakarta pada Materi Sifat Operasi Hitung Bilangan Bulat. Skripsi. Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah proses pembelajaran matematika pada materi sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat di kelas V SD Timbulharjo tahun ajaran 2012/2013 sudah mengimplementasikan pendekatan pembelajaran matematika realistik dan bagaimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat.

Pelaksanaan penelitian bertempat di SD Negeri Timbulharjo Yogyakarta, dengan subjek penelitian semua siswa di kelas V. Untuk memperoleh data penelitian peneliti mengadakan 3 kali pengamatan yang terdiri dari 2 kali pengamatan (observasi) pada tanggal 30 dan 31 Juli 2012 untuk mengamati proses pembelajaran di kelas dan 8 Agustus 2012 untuk mengadakan tes kemampuan siswa. Pengumpulan data diperoleh dengan cara merekam kegiatan pembelajaran menggunakan kamera digital serta instrumen penelitian yang terdiri dari lembar pengamatan mengenai proses pembelajaran di kelas, lembar wawancara guru dan siswa, serta lembar tes kemampuan siswa, selanjutnya data yang diperoleh ditranskrip dan dianalisis dengan metode deskriptif kualitatif yaitu dengan menyimpulkan secara kualitatif seluruh hasil pengamatan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pembelajaran matematika di kelas V SD Negeri Timbulharjo Yogyakarta pada materi sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat telah mengimplementasikan pembelajaran matematika realistik walaupun beberapa karakteristik dalam pembelajaran matematika realistik belum tampak secara optimal. Guru telah menggunakan masalah kontekstual dalam pembelajaran. Siswa membuat dan menggunakan model matematika dengan berbagai strategi. Terjadi interaksi aktif antara guru dan siswa maupun siswa dengan siswa selama pembelajaran. Siswa berani mengungkapkan dan menjelaskan pendapatnya di depan kelas, guru sebagai fasilitator dan mediator bagi siswa. Terdapat keterkaitan antara materi yang dipelajari dengan materi lain. Siswa sudah mampu menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat, diantaranya mampu: memahami masalah, merancang model dengan berbagai macam strategi, mengungkapkan dan menjelaskan jawabannya terhadap masalah, dan memberi kesimpulan atas penyelesaian masalah.

(7)

vii

ABSTRACT

Titi Susanti, 2012. Observation on The Use of Realistic Mathematics Learning Approach on learning mathematic in Grades V of SD Negeri Timbulharjo, Yogyakarta on The Material Properties of Integer Arithmetic Operations Academic year 2012/2013. Thesis. Mathematics Education courses, Teacher Training and Science Education Faculty, Sanata Dharma University, Yogyakarta.

This research aims to determine whether the process of learning mathematics on the material properties of integer arithmetic operations grade V SD Timbulharjo academic year 2012/2013 has been implementing a realistic approach in the learning mathematics and how students' skills in solving problems associated with the properties of integer. The implementation of this research is taken in SD Negeri Timbulharjo, Yogyakarta. The subject of the research is all of students in grades V. To obtain the research data, researchers conducted 3 times observation that consist of two times for observation on 30 and 31 July 2012 to observe the learning process in the class and one time of observation on 8 Agust 2012 for the ability test. Collection of data obtained by recording learning activities using cameras digital and the instrumens used in this research consisted of observation sheets about learning process, teacher and student interview sheets, and students ability test sheets then the data obtained and analyzed by qualitative descriptive method throughout the observation.

The results showed that the learning of mathematics in grade V SD Negeri Timbulharjo V Yogyakarta on properties of integer arithmetic operations have implemented the realistic mathematics learning although some characteristics of realistic mathematic learning seem not optimal yet. Teachers used contextual problems in learning. Students created and used mathematical models with variety strategies. Active interaction occurs between teacher and students, also between students and students. The students have courage to express and explain their opinions in front of the class, meanwhile the teacher as a facilitator and mediator for students. Students able to solved problems that related to the properties of integer arithmetic operations, such as able to: understand the problem, construct model with a variety of strategies, describe and explain the answer of the problem, and drawing conclusion toward the problem solving. This is evident from the test results that 46% of students scored above the average 73.4 and 91% of students scored above the KKM.

(8)

viii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN

AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :

Nama : Titi Susanti

Nomor Induk Mahasiswa : 081414066

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul :

“PENGAMATAN TERHADAPA PEMANFAATAN PENDEKATAN PEMBELAJARAN MATEMATIKA REALISTIK INDONESIA DALAM

PEMBELAJARAN MATEMATIKA DI KELAS V SD NEGERI

TIMBULHARJO YOGYAKARTA PADA MATERI SIFAT-SIFAT OPERASI HITUNG BILANGAN BULAT TAHUN AJARAN 2012/2013 ”.

Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, untuk mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta izin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian ini pernyataan yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal : 19 Desember 2012

Yang menyatakan

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis haturkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa

melimpahkan kasih karunia dan rahmat-Nya sehigga penulis bisa menyelesaikan

skripsi ini dengan baik. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh

gelar sarjana pendidikan di Program Studi Pendidikan Matematika, Fakultas

Keguruan dan Ilmu Pendidikan, universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Selama proses penyususnan skripsi ini, banyak pihak yang telah membantu,

mendukung, membimbing dan memotivasi penulis. Oleh karena itu, melalui

kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Rohandi, Ph.D. selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan.

2. Bapak Drs. Aufridus Atmadi, M.Si. selaku Ketua Jurusan Pendidikan Metematika

dan Ilmu Pengetahuan Alam.

3. Bapak Dr. M. Andy Rudhito, S.Pd. selaku Ketua Program Studi Pendidikan

Matematika.

4. Ibu Veronika Fitri Rianasari, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah

meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing dan mengarahkan

penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

5. Ibu M.M. Suyatini, S.Pd selaku Kepala Sekolah SD Negeri Timbulharjo

Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan izin untuk melakukan

(10)

x

6. Bapak Sumadiyono, S.Pd selaku guru matematika kelas V SD Negeri

Timbulharjo Yogyakarta yang telah memberikan kesempatan dan bantuan yang

selama peneliti melakukan penelitian.

7. Bapak Dr. Yansen Marpaung selaku dosen yang dalam penyusunan skripsi ini telah bersedia memberikan bimbingan, arahan dan wawasan kepada penulis

tentang Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) dan Realistic

Mathematic Education(RME).

8. Keuskupan Sintang Kalimantan Barat melalui yayasan SUKMA yang telah

memberikan dukungan berupa Beasiswa kepada penulis.

9. Segenap dosen dan karyawan Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam Universitas Sanata Dharma yang telah membimbing,

membantu serta memberikan ilmunya kepada penulis selama belajar di

Universitas Sanata Dharma.

10. Teman-teman seperjuangan yang telah membantu dan mendukung selama

penelitian: Dewi, Katrin, Martin, Nita, Puspa, Valentina

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari sempurna dan masih banyak

kekurangan, semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca maupun peneliti

selanjutnya yang tertarik untuk meneliti tentang matematika realistik.

Yogyakarta, 19 Desember 2012

Penulis

(11)

xi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

ABSTRAK ... vi

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ...viii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Rumusan Masalah ... 3

C. Tujuan Penelitian... 4

D. Pembatasan Istilah ... 4

E. Manfaat Penelitian... 6

F. Sistematika Penulisan... 7

BAB II LANDASAN TEORI ... 9

A. Pembelajaran Matematika ... 9

B. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar ... 10

C. Teori Konstruktivisme... 11

D. Realistic Mathematic Education (RME) ... 12

E. Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) ... 17

1. Landasan Filosofi Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia . 17 2. Prinsip-prinsip Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia ... 20

3. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia ... 24

4. Konsepsi Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) tentang Siswa, Guru, dan Pembelajaran Matematika ... 32

F. Sifat-sifat Operasi Hitung Pada Bilangan Bulat ... 34

(12)

xii

H. Kerangka Berpikir ... 44

BAB III METODE PENELITIAN ... 47

A. Jenis Penelitian ... 47

B. Subyek Penelitian ... 47

C. Waktu dan Tempat Penelitian ... 48

D. Bentuk Data dan Metode Pengumpulan Data ... 48

1. Observasi atau Pengamatan ... 49

2. Wawancara ... 49

3. Dokumentasi ... 49

E. Instrumen Penelitian ... 50

1. Lembar Pengamatan ... 50

2. Lembar Wawancara ... 51

3. Lembar Tes Kemampuan Siswa ... 53

F. Metode Analisis Data ... 54

G. Keabsahan Data ... 56

H. Validitas dan Reliabilitas... 57

I. Rancangan Langkah Kerja Secara Keseluruhan... 61

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS DATA ... 63

A. Deskripsi SD Timbulharjo Secara Umum ... 63

B. Persiapan Penelitian... 64

C. Pelaksanaan Penelitian ... 64

D. Gambaran Proses Pembelajaran Matematika dan Hasil Pengamatan . 65 1. Gambaran Proses Pembelajaran Matematika Pada Pengamatan I. 65 2. Gambaran Proses Pembelajaran Matematika Pada Pengamatan II 80 3. Gambaran Proses Tes Pada Pengamatan III ... 91

E. Hasil Wawancara dengan Guru dan Siswa... 92

F. Gambaran Hasil Tes Kemampuan... 101

G. Analisis Pembelajaran Berdasarkan Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia ... 122

1. Penggunaan Masalah Kontekstual ... 122

2. Penggunaan Model Untuk Matematisasi Progresif ... 126

(13)

xiii

4. Interaktivitas ... 133

5. Keterkaitan... 137

6. Rangkuman Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia yang Muncul dalam Pembelajaran ... 139

7. Analisis dan Pembahasan Hasil Wawancara ... 155

8. Analisis Kemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal Yang Berhubungan Dengan Sifat-sifat Operasi Hitung Bilangan Bulat 159 BAB V KESIMPULAN DAN SARAN... 168

A. KESIMPULAN ... 168

B. SARAN... 170

DAFTAR PUSTAKA ... 172

LAMPIRAN... 176

A. Lembar Pengamatan ... 176

B. Lembar Tes Kemampuan Siswa ... 180

C. Validitas Soal Tes Kemampuan Siswa... 183

D. Transkrip Cuplikan Video Proses Pembelajaran Matematika di Kelas………..187

(14)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 3. 1 Lembar pengamatan pembelajaran dikelas ... 50

Tabel 3. 2 Kisi-kisi wawancara dengan guru ... 51

Tabel 3. 3 Kisi-kisi wawancara dengan siswa ... 52

Tabel 3. 4 Kisi-kisi soaltest... 54

Tabel 3. 5 Pedoman Pemberian Skor ... 56

Tabel 3. 6 Kriteria Interpretasi Tingkat Validitas ... 59

Tabel 3. 7 Kriteria Interpretasi Tingkat Reliabilitas ... 60

Tabel 4. 1 Pengamatan Pembelajaran di Kelas Pada Pengamatan I ... 78

Tabel 4. 2 Pengamatan Pembelajaran di Kelas Pada Pengamatan II ... 89

Tabel 4. 3 Transkrip Wawancara dengan Guru ... 92

Tabel 4. 4 Transkrip Wawancara dengan Siswa ... 95

Tabel 4. 5 Data hasil tes kemampuan 15 siswa soal nomor 1... 102

Tabel 4. 6 Data hasil tes kemampuan 15 siswa soal nomor 2... 105

Tabel 4. 7 Data hasil tes kemampuan 15 siswa soal nomor 3... 110

Tabel 4. 8 Data hasil tes kemampuan 15 siswa soal nomor 4... 116

Tabel 4. 9 Data hasil tes kemampuan 15 siswa soal nomor 5... 119

Tabel 4. 10 Rangkuman Pendekatan Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia berdasarkan karakteristik PMRI ... 139

(15)

xv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2. 1 Matematisasi konseptual ... 16

Gambar 2. 2 Tahap-tahap pembelajaran dalamRME... 17

Gambar 4. 1 Hasil pekerjaan siswa ... 67

Gambar 4. 2 Saat siswa menunjukkan jumlah dua belas dan enam... 70

Gambar 4. 3 Siswa membuat garis bilangan dengan penggaris kayu ... 71

Gambar 4. 4 Guru menunjukkan alat peraga kertas buram... 74

Gambar 4. 5 Siswa membagi kertas buram menjadi beberapa bagian... 75

Gambar 4. 6 S6 menuliskan jawabannya ... 87

Gambar 4. 7 S6 menjelaskan jawabannya... 87

Gambar 4. 8 Siswa menjelaskan jawabannya ... 127

(16)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan matematika yang dirumuskan dalam kurikulum

pendidikan akhir-akhir ini lebih mengarah pada terwujudnya siswa yang

mampu menemukan kembali konsep dan prinsip matematika, mampu

bernalar, dan mampu berkomunikasi matematika secara lancar. Oleh karena

itu kurikulum menetapkan suatu pembelajaran dimana siswa diberikan

kebebasan yang seluas-luasnya untuk mengembangkan pola kognitifnya

dengan mengkonstruksi pengetahuan berdasarkan pengalaman

matematikanya. Dalam proses pembelajaran tersebut, guru hanya berperan

sebagai mediator atau fasillitator.

Marpaung (2006) mengungkapkan bahwa hasil belajar siswa merupakan

tanggung jawab siswa secara langsung, bukan tanggung jawab guru secara

langsung, guru hanya bertanggung jawab mengenai pengalaman belajar siswa

di sekolah. Pengalaman belajar atau aktifitas belajar merupakan bagian yang

sangat penting dalam mengkonstruksi pengetahuan seseorang. Dengan

pengalaman atau aktifitas belajar yang baik akan memungkinkan siswa untuk

(17)

menemukan dan mengembangkan sendiri pengetahuannya. Oleh karena itu,

belajar matematika bukanlah berorientasi pada hasil akhir atau produk

melainkan pada proses. Marpaung (2004) cenderung mangakui bahwa

matematika merupakan suatu proses untuk membantu siswa dalam

mengkonstruksi pengetahuannya.

Saat ini di Indonesia telah diperkenalkan salah satu pendekatan

pembelajaran yang kiranya sejalan dengan tujuan pendidikan matematika

akhir-akhir ini, yaitu pembelajaran dengan pendekatan realistik, yang dikenal

dengan PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia). PMRI

merupakan adaptasi dari pendekatanRME(Realistic Mathematic Education). Sejak empat puluh tahun yang lalu, Belanda mengembangkan pendekatan

baru dalam pendidikan matematika yang dinamakan RME (Realistic Mathematics Education). Prinsip dari pendekatan baru dalam pendidikan matematika ialah bahwa matematika dipandang sebagai suatu kegiatan

manusia sehingga belajar matematika itu seharusnya sesuai dengan kondisi

lingkungan dan sosial siswa masing-masing. Pengertian realistik menekankan

bahwa semua persoalan yang dipelajari oleh siswa haruslah dapat

dibayangkan sepenuhnya dan dimengerti oleh siswa-siswa dilingkungan

tertentu (Ahmad Fauzan, 2001).

(18)

Selain itu dalam RME, masalah realistik dijadikan pangkal tolak pembelajaran. Siswa menjawab masalah realistik dengan menggunakan

pengetahuan informal. Bertitik tolak dari cara-cara yang digunakan siswa,

siswa dibimbing secara perlahan-lahan ke matematika formal.

Workshop PMRI (Pendidikan Matematika Realistik Indonesia) telah diikuti oleh sekolah-sekolah dasar di beberapa daerah di Indonesia, termasuk

di daerah Yogyakarta. Salah satu sekolah yang telah mendapatkan workshop

PMRI adalah Sekolah Dasar Negeri Timbulharjo, Sleman, Yogyakarta.

Terdorong oleh rasa ingin tahu bagaimanakah pembelajaran matematika di

Sekolah Dasar Negeri Timbulharjo berlangsung, relevansi pembelajaran

dengan pendekatan matemtika realistik terhadap kemampuan siswa

menyelesaikan masalah mengenai sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat dan

untuk menambah pengalaman mengenai pendekatan matematika realistik

maka peneliti melakukan penelitian tentang pendekatan pembelajaran

matematika realistik di kelas V SD Negeri Timbulharjo,Yogyakarta tahun

ajaran 2012/2013 melalui pengamatan.

B. Rumusan Masalah

Sesuai dengan latar belakang yang telah diuraikan di atas, peneliti

merumuskan masalah sebagai berikut:

1. Apakah proses pembelajaran matematika pada materi sifat-sifat

(19)

tahun ajaran 2012/2013 sudah memanfaatkan pendekatan

pembelajaran matematika realistik Indonesia?

2. Bagaimana kemampuan siswa kelas V SD Negeri Timbulharjo tahun

ajaran 2012/2013 dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan

dengan sifat-sifat operasi bilangan bulat?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan diadakan penelitian ini adalah untuk:

1. Mengetahui apakah proses pembelajaran matematika pada materi

sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat di kelas V SD Timbulharjo tahun ajaran

2012/2013 sudah memanfaatkan pendekatan pembelajaran matematika

realistik.

2. Mengetahui bagaimana kemampuan siswa kelas V SD Timbulharjo tahun

ajaran 2012/2013 dalam menyelesaikan masalah yang berhubungan

dengan sifat-sifat operasi bilangan bulat.

D. Pembatasan Istilah

1. Pendekatan adalah cara umum memandang suatu masalah atau objek

kajian (Marpaung; 1992)

2. Kemampuan adalah kesanggupan dalam melakukan sesuatu. Seseorang

dikatakan mampu apabila sanggup melakukan sesuatu yang harus

(20)

masalah, menyeselaikan masalah dengan langkah-langkah yang benar,

bisa menyimpulkan masalah bentuk informal ke bentuk formal dan

sebaliknya, bisa mengungkapkan masalah dan menjelaskan masalah dalam

bentuk yang berbeda.

3. Belajar adalah proses aktif, belajar adalah aktif menggali semua situasi

yang ada disekitar individu. Belajar adalah proses yang diarahkan kepada

tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman. Belajar adalah proses

melihat, mengamati, memahami sesuatu.

4. Pembelajaran merupakan proses interaksi yang terjadi baik antara guru

dengan siswa maupun antara siswa dengan siswa. Untuk mencapai tujuan

yang telah ditentukan.

5. Metode adalah cara kerja yang bersifat relatif umum yang sesuai untuk

mencapai tujuan tertentu (Marpaung; 1992)

6. Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) adalah suatu

pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran matematika di beberapa

sekolah dasar di Indonesia yang di adaptasi dari RME (Realistic

Mathematics Education) yang telah dikembangkan di Belanda, dimana matematika adalah suatu aktivitas manusia (Ahmad Fauzan; 2001).

7. Sifat-sifat operasi bilangan bulat meliputi sifat komutatif, asosiatif dan

(21)

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi :

1. Ilmu pengetahuan

Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan kepada pembelajaran matematika. Terutama pada

peningkatan pemahaman siswa dalam mengikuti pelajaran matematika

melalui pendekatan pembelajaran matematika realistik matematika

dianggap penting dan perannya yang cukup besar dalam hal meningkatkan

pemahaman, keaktifan atau respon dan kreatifitas siswa dalam

pembelajaran matematika.

2. Guru

Hasil dari penelitian ini dapat membantu guru mengevaluasi sejauh

mana ia telah menerapkan pembelajaran matematika realistik.

3. Calon guru

Bagi calon guru, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan

kepada guru dan calon guru agar dapat digunakan untuk memperbaiki

pembelajaran matematika melalui pendekatan pembelajaran matematika

realistik.

4. Siswa

Bagi siswa, yang menjadi obyek penelitian ini, diharapkan dapat

meningkatkan pemahaman mengenai materi pelajaran melalui pendekatan

(22)

5. Bagi Universitas

Bagi Universitas, peneltian ini diharapkan dapat menambah perijinan

untuk penelitian tentang PMRI

6. Bagi Pembaca

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan tentang

pendekatan PMRI dan dampak aplikasinya di sekolah-sekolah yang telah

melaksanakan pembelajaran dengan pendekatan PMRI.

F. Sistematika Penulisan

Skripsi ini terdiri dari 5 bab yang masing-masing bab akan membahas:

Bab I. Pendahuluan. Bab ini berisi hal-hal yang melatarbelakangi penulisan,

inti permasalahan yang akan dibahas, tujuan dari penelitian, pembatasan

istilah-istilah yang digunakan dalam penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II. Landasan Teori. Bab ini berisi teori-teori yang melandasi penulisan

skripsi ini, yaitu pembelajaran matematika, pembelajaran matematika di

Sekolah Dasar, teori konstruktivisme,Realistic Mathematic Education(RME), Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia, sifat-sifat operasi hitung

bilangan bulat, dan kerangka berfikir.

Bab III. Metodologi penelitian. Bab ini berisi penjelasan tentang metodologi

penelitian untuk memperoleh data-data dari permasalahan yang akan dibahas

(23)

penelitian, instrumen-instrumen penelitian yang akan digunakan, metode yang

akan digunakan dalam proses pengumpulan data, dan teknik analisis data.

Bab IV. Hasil Penelitian dan Anlisis Data. Bab ini berisi deskripsi tentang

hasil penelitian, gambaran proses pelaksanaan pembelajaran matematika di

SD Negeri Timbulharjo Yogyakarta, dan Hasil Pengamatan selama 3

pertemuan, serta pembahasan hasil penelitian.

Bab V. Penutup. Bab ini berisi kesimpulan yang yang diperoleh penulis

selama penelitian dan beberapa kelemahan serta saran yang diungkapkan

(24)

9

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pembelajaran Matematika

Marpaung (2001) menyatakan bahwa proses pembelajaran selama ini terpusat

pada guru dan bersifat mekanistik, yaitu guru aktif menerangkan, siswa pasif

mengikuti apa yang disampaikan oleh guru. Pemahaman yang diperoleh siswa

hanya bersifat instrumental, yaitu siswa dapat menggunakan rumus-rumus untuk

menyelesaikan soal tetapi tidak mengerti darimana rumus itu diperoleh dan

mengapa rumus itu digunakan. Dengan strategi seperti ini siswa menerima

pelajaran matematika secara pasif dan bahkan hanya menghafal rumus-rumus

tanpa memahami makna dan manfaat dari apa yang dipelajari. Akibatnya prestasi

belajar matematika di sekolah masih relatif rendah dan tidak mengalami

peningkatan yang berarti.

Dalam pembelajaran, agar matematika mudah dimengerti oleh siswa, proses

penalaran induktif dapat dilakukan pada awal pembelajaran. Kemudian

dilanjutkan dengan proses penalaran deduktif untuk menguatkan pemahaman

yang sudah dimiliki oleh siswa. Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih

dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan

konsisten serta mengembangkan sikap gigih dan percaya diri sesuai dalam

(25)

Ruseffendi (1997 : 28) mengemukakan bahwa matematika itu adalah bahasa

yang menggunakan istilah yang didefinisikan dengan cermat, jelas, padat dan

akurat representasinya dengan symbol, lebih berupa bahasa simbol, mengenai ide

(gagasan) daripada mengenai bunyi. Kemudian Kline dalam Ruseffendi (1994 :

28) mengemukakan matematika itu bukanlah pengetahuan menyendiri yang

dapat sempurna karena dirinya sendiri, tetapi adanya matematika itu terutama

untuk membantu manusia dalam memahami dan menguasai permasalahan sosial,

ekonomi, dan alam.

B. Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar

Dalam pembelajaran matematika di tingkat sekolah dasar (SD), diharapkan

terjadire-invention(penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Walaupun

penemuan tersebut sederhana dan bukan hal baru bagi orang yang telah

mengetahui sebelumnya, tetapi bagi siswa SD penemuan tersebut merupakan

sesuatu hal yang baru. Bruner (Ruseffendi; 1991) dalam metode penemuannya

mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus

menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya. “Menemukan” di

(26)

Bruner dalam Ruseffendi (1994 : 109-110) mengemukakan bahwa dalam

proses belajar siswa melewati 3 tahap yaitu :

1. Tahap enaktif, yaitu tahap dimana siswa secara langsung terlibat

dalam memanipulasi objek.

2. Tahap ikonik, yaitu tahap dimana kegiatan yang dilakukan siswa

berhubungan dengan mental, yang merupakan gambaran dari objek-objek

yang dimanipulasinya.

3. Tahap simbolik, yaitu tahap dimana anak sudah mampu menggunakan

notasi tanpa ketergantungan terhadap objek real.

Pada pembelajaran matematika harus terdapat keterkaitan antara pengalaman

belajar siswa sebelumnya dengan konsep yang akan dipelajari. Dalam

matematika, setiap konsep berkaitan dengan konsep lainnya, dan suatu konsep

menjadi prasyarat bagi konsep lain. Oleh karena itu, siswa harus lebih banyak

diberi kesempatan untuk memahami keterkaitan tersebut.

C. Teori Konstruktivisme

Agus Suprijono (2009) mengatakan semua pengetahuan adalah hasil

konstruksi dari kegiatan atau tindakan seseorang. Pengetahuan ilmiah berevolusi

dari waktu ke waktu. Pemikiran ilmiah adalah sementara, tidak statis, dan

merupakan proses. Pengetahuan ilmiah adalah proses konstruksi dan reorganisasi

(27)

di dalam diri seseorang yang membentuknya. Setiap pengetahuan menandakan

suatu interaksi dengan pengalaman. Tanpa interaksi dengan objek, seseorang

tidak dapat mengkonstruksi pengetahuan.

Peran penting guru dalam pengembangan pembelajaran konstruktivisme

adalah scaffolding dan coaching. Scaffolding adalah memberikan dukungan dan bantuan kepada peserta didik yang sedang pada awal belajar kemudian sedikit

demi sedikit mengurangi dukungan atau bantuan tersebut setelah peserta didik

mampu memecahkan problem dari tugas yang di hadapi. Dukungan itu dapat

berupa isyarat-isyarat, peringatan-peringatan, memecahkan problem dalam

beberapa tahap, memberikan contoh.Coaching adalah proses memotivasi peserta didik menganalisis performanya dan memberikan feedback atau umpan balik tentang kinerja mereka. Guru memotivasi peserta didik selama mereka

menyelesaikan soal-soal secara mandiri atau di dalam kelompok.

D. Realistic Mathematic Education (RME)

Realistic Mathematic Education (RME) adalah suatu pendekatan di mana matematika dipandang sebagai suatu kegiatan manusia (Freudenthal, 1973;

Treffers, 1987; Gravemeijer, 1994; de Lange, 1998; dalam Ahmad Fauzan, 2001).

RMEadalah suatu teori belajar dan mengajar dalam pendidikan matematika yang diperkenalkan pertama dan dikembangkan oleh Freudenthal di Netherlands,

(28)

aktivitas manusia. Institut Freudenthal yaitu Institut yang didirikan pada tahun

1971, berada dibawah Utrecht University, Belanda. Nama Institut ini diambil dari

nama pendirinya yaitu Profesor Hans Freudenthal (1905-1990), seorang penulis,

pendidik dan matematikawan berkebangsaan Jerman/Belanda.

Sejak tahun 1971, Institut Freudenthal mengembangkan suatu pendekatan

teoritis terhadap pembelajaran matematika yang dikenal dengan RME (Realistic

Mathematics Education). RME menggabungkan pandangan tentang apa itu matematika, bagaimana siswa belajar matematika, dan bagaimana matematika

harus diajarkan. Menurut Freudenthal pendidikan harus mengarahkan siswa

kepada penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali

matematika dengan cara mereka sendiri. Banyak soal yang dapat diangkat dari

berbagai situasi (konteks), yang dirasakan bermakna sehingga menjadi sumber

belajar. Konsep matematika muncul dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari

penyelesaian yang terkait dengan konteks (Context-link solution), siswa secara perlahan mengembangkan alat dan pemahaman matematik ke tingkat yang lebih

formal. Model-model yang muncul dari aktivitas matematik siswa dapat

mendorong terjadinya interaksi di kelas, sehingga mengarah pada level berpikir

matematik yang lebih tinggi (Zulkardi;2003).

Van den Hauvel-Panhuizen, mendiskripsikan prinsip-prinsip Realistic

(29)

1. Prinsip aktivitas (activity principle) menyatakan bahwa matematika adalah aktivitas manusia, yaitu matematika paling baik dipelajari dengan

melakukannya.

2. Prinsip realitas (reality principle) berarti bahwa pembelajaran dimulai dari dunia nyata dan kembali lagi kedunia nyata.

3. Prinsip perjenjangan (level principle) menyatakan bahwa pemahaman siswa

terhadap matematika melalui berbagai jenjang : dari menemukan (to invent) penyelesaian masalah kontekstual secara informal ke skematis, ke pemerolehan insight terus ke penyelesaian secara formal masalah

matematika.

4. Prinsip jalinan (inter-twinement) menyatakan bahwa pembelajaran matematika adalah pembelajaran yang mengkaitkan matematika dengan

bidang lain.

5. Prinsip interaksi (interaction principle) menyatakan bahwa belajar matematika adalah aktivitas manusia dapat dipandang sebagai aktivitas

sosial.

6. Prinsip bimbingan (guidance principle) menyatakan bahwa dalam menemukan kembali (re-invent) matematika, siswa perlu mendapat bimbingan.

Prinsip-prinsip ini berpusat pada siswa bukan guru. Guru hanya sebagai

mediator agar siswa secara perlahan dapat diajak aktif dan mengutarakan

(30)

di sekolah dasar sangat dibutuhkan suatu strategi pembelajaran aktif.

Pembelajaran matematika dengan menggunakan pendekatan realistik

dimaksudkan agar siswa dapat menerapkan matematika secara bermakna,

maka matematika harus dipelajari melalui re-invention (penemuan kembali) atau re-construction (kontruksi). Siswa dalam pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik harus mampu menemukan kembali atau

konstruksi kembali pengetahuan dengan bantuan guru melalui situasi “dunia

nyata” dalam arti dunia yang dapat dibayangkan oleh siswa.

Proses penemuan kembali dikembangkan melalui penjelajahan sebagai

persoalan dunia nyata (Sutarto Hadi, 2005). Disini dunia nyata diartikan

sebagai segala sesuatu yang berada diluar matematika, seperti kehidupan

sehari-hari, lingkungan sekitar, bahkan mata pelajaran lainpun dapat dianggap

sebagai dunia nyata. Dunia nyata digunakan sebagai titik awal pembelajaran

matematika. Untuk menekankan bahwa proses lebih penting daripada hasil,

dalam pendekatan matematika realistik digunakan istilah matematisasi, yaitu

proses mematematikakan dunia nyata. Proses ini digambarkan oleh de Lange

(dalam Sutarto Hadi, 2005) sebagai lingkaran yang tak berujung. Oleh

Gravenmeijer (dalam Sutarto Hadi, 2005) sebagai proses penemuan kembali.

(31)

Gambar 2. 1 Matematisasi konseptual

Dari gambar di atas tampak jelas bahwa terjadi dua proses matematisasi

yang berupa siklus, di mana konteks dunia nyata tidak hanya sebagai sumber

matematisasi, tetapi juga sebagai tempat untuk mengaplikasikan kembali

matematika.

Tahap-tahap pembelajaran dalam RME dapat digambarkan sebagai

(32)

Gambar 2. 2 Tahap-tahap pembelajaran dalamRME

E. Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI)

1. Landasan Filosofi Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia

Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI) di adaptasi dari

institude Freudenthal. Institut ini didirikan pada tahun 1971, berada di bawah Utrecht University Belanda. Nama institut diambil dari nama pendirinya yaitu

Profesor Hans Freudenthal (1905-1990), seorang penulis, pendidik dan

matematikawan berkebangsaan Jerman-Belanda. Sejak tahun 1971, Institut ini

mengembangkan suatu pendekatan teoritis terhadap pembelajaran matematika

yang dikenal dengan RME (Realistic Mathematics Education). RME

(33)

belajar matematika dan bagaimana matematika harus diajarkan (Sutarto Hadi,

2004).

Pendidikan matematika realistik dikembangkan berdasarkan pemikiran

Hans Freudenthal yang berpendapat bahwa matematika merupakan aktivitas

insani (human activities) yang harus dikaitkan dengan realitas. Berdasarkan pemikiran tersebut, PMRI mempunyai ciri antara lain bahwa dalam proses

pembelajaran siswa harus diberikan kesempatan untuk menemukan kembali

(to reinvent) matematika melalui bimbingan guru, dan bahwa penemuan kembali ide dan konsep matematika tersebut harus dimulai dari penjelajahan

berbagai situasi dan persoalan “dunia riil” (Sutarto Hadi, 2005). Konsep

matematika muncul dari proses matematisasi, yaitu dimulai dari penyelesaian

yang berkait dengan konteks (context link solution), siswa secara perlahan

mengembangkan alat dan pemahaman metematik ke tingkat yang lebih

formal. Model-model yang muncul dari aktivitas matematik siswa akan dapat

mendorong terjadinya interaksi di kelas sehingga mengarah pada level

berpikir matematik yang lebih tinggi. Pendekatan PMRI sejalan dengan teori

belajar yang berkembang saat ini, seperti kontruktivisme dan pembelajaran

kontekstual (contextual teaching and learning, disingkat CTL). Namun, baik pendekatan konstruktivisme maupun CTL mewakili teori belajar secara

umum. PMRI merupakan suatu teori pembelajaran yang dikembangkan

khusus untuk matematika. Selanjutnya juga diakui bahwa konsep pendidikan

(34)

matematika di Indonesia yang didominasi oleh persoalan bagaimana

meningkatkan pemahaman siswa tentang matematika dan mengembangkan

daya nalar ( Sutarto Hadi, 2005).

Paradigma baru pendidikan sekarang ini lebih menekankan pada peserta

didik sebagai manusia yang memiliki potensi untuk belajar dan berkembang.

Siswa harus aktif dalam pencarian dan pengembangan pengetahuan. Melalui

paradigma baru tersebut diharapkan di kelas siswa aktif dalam belajar, aktif

berdiskusi, berani menyampaikan gagasan dan menerima gagasan dari orang

lain dan memiliki kepercayaan diri yang tinggi (Zamroni, 2000). Pendidikan

Matematika Realistik Indonesia (PMRI) merupakan pendekatan dalam

pembelajaran matematika yang sesuai dengan paradigma pendidikan

sekarang.

PMRI menginginkan adanya perubahan dalam paradigma pembelajaran,

yaitu dari paradigma mengajar menjadi paradigma belajar (Marpaung, 2004).

Pembelajaran matematika selama ini terlalu dipengaruhi pandangan bahwa

matematika adalah alat yang siap pakai. Pandangan ini mendorong guru

bersikap cenderung memberi tahu konsep/ sifat/ teorema dan cara

menggunakannya. Guru cenderung mentransfer pengetahuan yang dimiliki ke

pikiran anak dan anak menerimanya secara pasif dan tidak kritis. Adakalanya

siswa menjawab soal dengan benar namun mereka tidak dapat

mengungkapkan alasan atas jawaban mereka. Siswa dapat menggunakan

(35)

digunakan. Keadaan demikian mungkin terjadi karena di dalam proses

pembelajaran tersebut siswa kurang diberi kesempatan dalam mengungkapkan

ide-ide dan alasan jawaban mereka sehingga kurang terbiasa untuk

mengungkapkan ide-ide atau alasan dari jawabannya.

Perubahan cara berpikir yang perlu sejak awal diperhatikan ialah bahwa

hasil belajar siswa meruapakan tanggung jawab siswa sendiri. Artinya bahwa

hasil belajar siswa dipengaruhi secara langsung oleh karakteristik siswa

sendiri dan pengalaman belajarnya. Tanggung jawab langsung guru

sebenarnya pada penciptaan kondisi belajar yang memungkinkan siswa

memperoleh pengalaman belajar yang baik (Marpaung, 2004). PMRI juga

menekankan untuk membawa matematika pada pengajaran bermakna dengan

mengkaitkannya dalam kehidupan nyata sehari-hari yang bersifat realistik.

Kata realistik disini dimaksudkan sebagai suatu situasi yang dapat

dibayangkan oleh siswa atau menggambarkan situasi dalam dunia nyata

(Zulkarnain, 2002).

2. Prinsip-prinsip Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia

Ada beberapa prinsip dasar teoritis PMRI (Suryanto, dkk: 2010) berikut penjelasannya, yaitu:

a. Guided Re-invention dan Progressive Mathematization.

Prinsip Guided Re-invention (Penemuan kembali secara terbimbing) ialah penekana pada “Penemuan kembali” secara

(36)

dibayangkan atau di pahami oleh siswa), yang mengandung topk-sub

materi matematis tertentu yang disajikan, siswa di beri kesempatan

untuk membangun dan menemukan kembali ide-ide dan

konseo-konsep matematis. Setiap siswa di beri kesempatan untuk merasakan

situasi dan mengalami masalah kontekstual yang memiliki berbagai

kemungkinan solusi. Bila diperlukan dapat di berikan bimbingan

sesuai dengan keperluan siswa yang bersangkutan. Jadi, pembelajaran

tidak di awali dengan pemberitahuan tentang “Ketentuan”, atau

“Pengertian”, atau “Nama objek matematis” (definisi) atau sifat

(teorema), atau “Aturan”, yang di ikuti dengan “Contoh-contoh” serta

“Penerapannya”, tetapi justru di mulai dengan masalah kontekstual

yang realistik (dapat dipahami atau di bayangkan oleh siswa, karena di

ambil dari dunia siswa atau dari pengalaman siswa), dan selanjutnya

melalui aktivitas, sisw di harapkan dapat menemukan kembali

pengertian (“Definisi”), sifat-sifat matematis (“Teorema”), dan lainnya

meskipun, pengungkapannya masih dalam bentuk informal

(nonmatematis). Hal terakhir ini menunjukkan kesesuaiannya prinsip

PMR dengan paham konstruktivisme, yaitu keyakinan bahwa

pengetahuan tidak dapat di transfer dari seseorang kepada orang lain

tanpa aktivitas yang di lakukan sendiri oleh orang yang akan

(37)

Progressive Mathematization (Matematisasi progresif) menekankan “Matematisasi” atau “Pematematikaan”, yang dapat

diartikan sebagai upaya yang mengarah ke pemikiran matematis.

Dikatakan progresif karena terdiri atas dua langkah yang berurutan,

yaitu (i) Matematisasi horizontal (berawal dari masalah kontekstual

yang diberikan dan berakhir pada matematika yang formal), dan

kemudian (ii) Matematisasi vertikal (dari matemaika formal ke

matematika formal yang lebih luas, atau lebih tinggi, atau lebih rumit).

b. Didactical Phenomenology (Fenomenologi Didaktis)

Prinsip ini menekankan fenomena pembelajaran yang bersifat

mendidik dan menekankan pentingnya masalah kontekstual untuk

memperkenalkan sub materi-sub materi matematika kepada siswa.

Masalah kontekstual di pilih dengan mempertimbangkan (1) Aspek

kecocokan aplikasi yang harus di antisipasi dalam pembelajaran dan

(2) Kecocokan dengan proses re-invention, yang berarti bahwa konsep, aturan, cara, atau sifat termasuk model matematis, tidak di

sediakan atau di beritahukan oleh guru, tetapi siswa perlu berusaha

sendiri untuk menemukan atau membangun sendiri dengan,

berpangkal pada masalah kontekstual yang di berikan oleh guru. Hal

(38)

bahwa tujuan utama PMRI bukannya diketahuinya beberapa konsep

atau rumus, atau di kerjakannya banyak soal oleh siswa, melainkan

pengalaman belajar yang bermakna atau proses belajar yang

bermakna, dan sikap positif terhadap matematika, sebagai dampak

dari matematisasi, baik horizontal maupun vertikal, kebiasaan

berdiskusi, dan merefleksi. Tidak mustahil bila lintasan belajar dari

seorang siswa berbeda dar lintasan siswa yang lain, tetapi akan

berpikir pada tujuan yang sama. Ini berarti, pembelajaran tidak lagi

terpusat pada guru, tetapi akan berpusat pada siswa, bahkan dapat juga

disebut berpusat pada masalah kontekstual yang di hadapi. Masalah

kontekstual dapat juga di gunakan untuk memantapkan pemahaman

siswa atas sesuatu yang telah didapatnya.

c. Self-developed model (Membangun sendiri model)

Prinsip ketiga ini menunjukkan adanya fungsi “Jembatan” yang

berupa model. Karena berpangkal pada masalah kontekstual dan akan

menuju ke matematika formal, serta ada kebebasan pada siswa untuk

mengembangkan model sendiri. Model itu mungkin masih sederhana

dan masih mirip dengan masalah kontekstualnya. Model ini disebut

Model of” dan sifatnya disebut “matematika informal”. Selanjutnya melalui generalisasi atau formalisasi dapat mengembangkan model

(39)

kedua, yang memiliki sifat umum ini disebut “Model for”. Dua jenis proses demikian itu sesuai dengan dua matematisasi, yang juga

berurutan, yaitu matematika horizontal dan matematika vertikal, yang

memungkinkan siswa dapat menyelesaikan masalah tersebut dengan

caranya sendiri.

3. Karakteristik Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia

Ada beberapa karakteristik PMRI menurut para ahli diantaranya adalah:

Treffers (dalam Ariyadi Wijaya; 2011) merumuskan lima karakteristik

Pendidikan Matematika Realistik, yaitu:

a. Penggunaan masalah kontekstual

Konteks atau permasalahan realistik di gunakan sebagai titik awal

pembelajaran. Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun

bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain

selama hal tersebut bermakna dan bisa di bayangkan dalam pikiran

siswa. Melalui penggunaan konteks, siswa dilibatkan secara aktif

untuk melakukan kegiatan eksplorasi permasalahan. Hasil eksplorasi

siswa tidak hanya bertujuan untuk menemukan jawaban akhir dari

permasalahan yang di berikan, tetapi juga di arahkan untuk

mengembangkan berbagai strategi penyelesaian masalah yang bisa

(40)

adalah untuk meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam

belajar matematik (Kaiser dalam De Lange, 1987). Pembelajaran yang

langsung di awali dengan penggunaan matematika formal cenderung

akan menimbulkan kecemasan matematika (mathematics anxiety).

b. Penggunaan model untuk matematisasi progresif

Dalam Pendidikan Matematika Realistik, model di gunakan dalam

melakukan matematisasi secara progresif. Penggunaan model berfungsi

sebagai jembatan (bridge) dari pengetahuan dan matematika tingkat

konkrit menuju pengetahuan matematika tingkat formal.

Hal yang perlu di pahami dari kata “Model” tidak merujuk pada alat

peraga. “Model”merupakan suatu alat “Vertikal” dalam matematika yang

tidak bisa di pisahkan dari proses matematisasi (yaitu matematisasi

horisontal dan matematisasi vertikal) karena model merupakan tahapan

proses transisi level informasi menuju level matematika formal. Secara

umum ada dua macam dalam Pendidikan Matematika Realistik, yaitu

model of dan model for. Model yang serupa atau mirip dengan masalah nyatanya disebut model of (Suryanto, dkk:2010), sedangkan model yang

sudah lebih umum, yang mengarahkan siswa ke pemikiran abstrak atau

(41)

c. Pemanfaatan hasil konstruksi siswa

Mengacu pada pendapat Freudenthal bahwa matematika tidak di

berikan kepada siswa sebagai suatu produk yang siap di pakai tetapi

sebagai suatu konsep yang di bangun oleh siswa, maka dalam Pendidikan

Matematika Realistik, siswa di tempatkan sebagai subjek belajar. Siswa

memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah

sehingga di harapkan akan memperoleh strategi yang bervariasi. Hasil

kerja dan konstruksi siswa selanjutnya di gunakan untuk landasan

pengembangan konsep matematika.

d. Interaktivitas

Proses belajar seseorang bukan hanya suatu proses individu melainkan

juga secara bersamaan merupakan suatu proses sosial. Proses belajar siswa

akan menjadi lebih singkat dan bermakna ketika siswa saling

mengkomunikasikan hasil kerja dan gagasan mereka. Pemanfatan

interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam

mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.

Kata “Pendidikan” memiliki implikasi bahwa proses yang berlangsung

tidak hanya mengajarkan pengetahuan yang bersifat kognitif, tetapi juga

mengajarkan nilai-nilai untuk mengembangkan potensi alamiah afektif

(42)

e. Keterkaitan

Konsep-konsep dalam matematika tidak bersifat parsial, namun

banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan. Oleh karena itu,

konsep-konsep matematika tidak di kenalkan kepada siswa secara terpisah

atau terisolasi satu sama lain. Pendidikan Matematika Realistik

menempatkan keterkaitan (intertwinement) antar konsep matematika

sebagai yang harus di pertimbangkan dalam proses pembelajaran. melalui

keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika di harapkan bisa

mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara

bersamaan walau ada konsep yang dominan.

Sedangkan menurut Marpaung (2005), ciri-ciri Pendidikan

Matematika Realistik Indonesia (PMRI), antara lain :

a. Murid aktif, guru aktif

Menurut Freudenthal, penggagas pembelajaran

realistik,matematika itu adalah aktivitas manusia (human activity). Ini berarti, bahwa ide-ide matematika ditemukan orang (pembelajar)

melalui kegiatan/aktivitas. Aktif disini berarti aktif berbuat (kegiatan

tubuh) dan aktif berpikir (kegiatan mental).

b. Pembelajaran dimulai dengan memberikan masalah

(43)

Siswa akan memiliki motivasi untuk mempelajari matematika bila

dia melihat dengan jelas bahwa matematika bermakna/melihat manfaat

matematika bagi dirinya. Salah satu manfaat itu ialah dapat

memecahkan masalah yang dihadapi (khususnya masalah dalam

kehidupan sehari-hari). Jadi, masalah realistik atau kontekstual adalah

masalah yang berkaitan dengan situasi dunia nyata (real) atau dapat

dibayangkan oleh siswa. Pada dasarnya masalah kontekstual atau

realistik adalah suatu masalah yang kompleks, yang menuntut level

kognitif dari yang paling rendah sampai tinggi.

c. Memberi kesempatan pada siswa untuk menyelesaikan masalah

dengan cara sendiri-sendiri.

Dalam menyelesaikan suatu masalah tidak hanya ada satu cara saja

tetapi ada banyak cara. Cara-cara tersebut sangat tergantung pada

struktur kognitif siswa (pengalamannya). Guru tidak perlu mengajari

siswa bagaimana cara menyelesaikan masalah. Mereka harus banyak

berlatih menemukan cara menyelesaikan masalah. Soal yang diberikan

pada siswa hendaknya tidak jauh dari skema yang sudah mereka miliki

dalam pikirannya. Dalam keadaan tertentu guru dapat membantu siswa

dengan memberikan sedikit informasi sebagai petunjuk arah yang

dapat dipilih siswa untuk dilalui. Itu dapat dilakukan dengan bertanya

atau member komentar. Itupun dapat dilakukan jika semua siswa tidak

(44)

d. Ciptakan suasana pembelajaran (kondisi belajar) yang menyenangkan.

Dengan menciptakan suasana atau kondisi belajar yang

menyenangkan dan menghargai anak-anak sebagai manusia

perlahan-lahan sikap dan motivasi siswa dapat dikembangkan dan hal ini akan

memberikan dampak meningkatkan prestasi belajar mereka. Cara-cara

untuk menciptakan kondisi atau suasana belajar yang menyenangkan

perlu dipikirkan guru.

e. Siswa dapat menyelesaikan masalah dalam kelompok (kecil atau

besar) dengan diskusi, interaksi dan negosiasi.

Belajar dengan bekerja lebih efektif daripada belajar . Memang ada

banyak tipe belajar; ada yang lebih suka belajar individual, ada yang

suka belajar dalam kelompok, ada yang cenderung visual; saling tukar

informasi penting untuk memahami sesuatu. Informasi seseorang yang

bertentangan dengan informasi orang lain dapat membuat pemahaman

orang itu bertambah menjadi lebih baik. Informasi yang baru dapat

menyebabkan informasi lama ditransformasi. Tugas guru membantu

siswa agar informasi baru dapat memperbaiki pengetahuan seseorang.

Maka interaksi dan negosiasi penting sekali dalam pembelajaran.

Selain itu interaksi dan negosiasi antara siswa dengan siswa atau siswa

dengan guru merupakan cara mendapatkan pengetahuan yang lebih

(45)

f. Pembelajaran tidak selalu atau harus di dalam kelas (bisa di luar kelas,

pergi ke luar sekolah untuk mengamati atau mengumpulkan data).

Rasa bosan mengurangi ketertarikan seseorang untuk

mendengarkan atau berbuat sesuatu termasuk untuk berpikir. Orang

memerlukan variasi untuk merangsang organ-organ tubuh melakukan

fungsinya dengan baik. Variasi ini pun dapat membuat suasana yang

menyenangkan dalam belajar. Susunan tempat duduk yang sama terus

menerus, suasana kelas yang sama terus menerus, cara belajar yang

sama terus menerus dan penampilan guru yang sama terus menerus

dapat membuat rasa bosan pada siswa. Oleh karena itu, guru perlu

berpikir untuk melakukan variasi pembelajaran; variasi susunan

tempat duduk; variasi suasana kelas; variasi metode pembelajaran; dan

sebagainya. Ini tidak berarti bahwa setiap jam pertemuan harus

berbeda situasinya. Perlu ada perencanaan yang dilakukan oleh guru,

apabila perlu meminta usul atau saran dari siswa.

g. Guru mendorong terjadinya interaksi dan negosiasi.

Siswa perlu belajar untuk mengemukakan idenya kepada orang

lain (siswa lain atau gurunya), supaya mendapat masukan berupa

informasi yang melalui refleksi dapat dipakai untuk memperbaiki atau

meningkatkan kualitas pemahamannya. Untuk itu perlu diciptakan

(46)

membuat kesalahan dalam menjawab pertanyaan atau memecahkan

masalah, jangan menertawakan, tetapi menghargai pendapatnya.

h. Siswa bebas memilih modus representasi yang sesuai dengan struktur

kognitifnya sewaktu menyelesaikan masalah (penggunaan model).

Pemahaman siswa dapat diamati dari kemampuannya

menggunakan berbagai modus representatif (enaktif, ikonik, atau

simbolik) untuk membantu menyelesaikan suatu masalah. Dalam

pembelajaran matematika di SD hendaknya siswa tidak cepat-cepat

dibawa ke level formal, tetapi diberi banyak waktu bermain dengan

menggunakan benda-benda konkret atau model-model.

i. Guru bertindak sebagai fasilitator

Dalam pembelajaran matematika, guru hendaknya tidak mengajari

siswa atau mengantarkannya ke tujuan, tetapi memfasilitasi siswa

dalam belajar. Guru dapat membimbing siswa jika mereka melakukan

kesalahan atau tidak mempunyai ide dengan member motivasi atau

sedikit arahan agar mereka dapat melanjutkan bekerja mencari

strateginya menyelesaikan masalah. Pembelajaran hendaknya dimulai

dengan menyodorkan masalah kontekstual atau realistik yang tidak

jauh dari skema kognitif siswa. Siswa diberi waktu menyelesaikannya

dengan cara masing-masing, lalu memberi siswa waktu menjelaskan

strateginya kepada kawankawannya, kemudian membimbing siswa

(47)

j. Apabila siswa membuat kesalahan dalam menyelesaikan masalah

jangan dimarahi tetapi dibantu melalui pertanyaan-pertanyaan

(pemberian motivasi).

Hukuman hanya menimbulkan efek negatif dalam diri siswa, tetapi

pemberian motivasi internal dan sikap siswa yang positif dapat

membantu siswa belajar efektif. Perasaan senang dalam melakukan

sesuatu membuat otak bekerja optimal untuk memenuhi keinginan si

pembelajar.

4. Konsepsi Pembelajaran Matematika Realistik Indonesia (PMRI) tentang Siswa, Guru, dan Pembelajaran Matematika

Dikemukakan oleh Sutarto Hadi (Makalah;2005) mengemukakan

beberapa konsepsi PMRI tentang siswa, guru dan pembelajaran yang

mempertegas bahwa PMRI sejalan dengan paradigma baru pendidikan,

sehingga PMRI pantas untuk dikembangkan di Indonesia.

a. Konsepsi PMRI tentang Siswa

1) siswa memiliki konsep alternatif tentang ide-ide matematika yang

mempengaruhi belajar selanjutnya;

2) siswa memperoleh pengetahuan baru dengan membentuk

(48)

3) pembentukan pengetahuan merupakan proses perubahan yang

meliputi penambahan, kreasi, modifikasi, penghalusan,

penyusunan kembali dan penolakan;

4) pengetahuan baru yang dibangun oleh siswa untuk dirinya sendiri

berasal dari seperangkat ragam dan pengalaman;

5) setiap siswa tanpa memandang ras, budaya dan jenis kelamin

mampu memahami dan mengerjakan matematik.

b. Konsepsi PMRI tentang Guru

1) Guru hanya sebagai fasilitator dalam pembelajaran;

2) Guru harus mampu membangun pembelajaran yang interaktif;

3) Guru harus mampu memberikan kesempatan kapeda siswa untuk

secara aktif membantu siswa dalam menafsirkan persoalan riil;

4) Guru tidak terpancang pada materi yang ada didalam kurikulum,

tetapi aktif mengaitkan kurikulum dengan dunia riil, baik fisik

maupun sosial.

c. Konsepsi PMRI tentang Pembelajaran Matematika

1) Memulai pembelajaran dengan mengajukan masalah (soal) yang

“riil” bagi siswa sesuai dengan pengalaman dan tingkat

pengetahuannya, sehingga siswa segera terlibat dalam

(49)

2) Permasalahan yang diberikan tentu harus diarahkan sesuai dengan

tujuan yang ingin dicapai dalam pembelajaran tersebut;

3) Siswa mengembangkan atau menciptakan model-model simbolik

secara informal terhadap persoalan/masalah yang di ajukan;

4) Pembelajaran berlangsung secara interaktif, siswa menjelaskan

dan memberikan alasan terhadap jawaban yang diberikannya,

memahami jawaban temannya (siswa lain), setuju atau

menyatakan ketidaksetujuannya terhadap jawaban temannya,

mencari alternatif lain, dan melakukan refleksi terhadap setiap

langkah yang ditempuh atau terhadap hasil pembelajaran.

Berdasarkan aspek-aspek pembelajaran, konsepsi siswa dan peran guru

dalam pembelajaran tersebut mempertegas bahwa Pembelajaran

Matematika Realistik Indonesia sejalan dengan paradigma baru

pendidikan sehingga pantas dikembangkan di Indonesia (Marpaung,

2004).

F. Sifat-sifat Operasi Hitung Pada Bilangan Bulat

Menurut Hongki Julie (makalah; 2008) bilanganbilangan seperti 1,

-2, -3, -4, -5, … disebut bilangan bulat negatif. Sedangkan bilangan-bilangan

di atas nol seperti +1, +2, +3, +4, +5, … disebut bilangan bulat positif.

Himpunan bilangan bulat negatif, nol, dan himpunan bilangan bulat positif

(50)

Bilangan bulat

lat dapat dinyatakan dengan garis bilangan, yai

Gambar garis bilangan

lat negatif terletak di sebelah kiri nol, dan bilan

anan nol.

Sumanto,dkk (2008) operasi hitung bilangan

fat yaitu, sifat komutatif, sifat asosiatif dan sifat

mutatif ( Pertukaran )

t Komutatif pada Penjumlahan

ra umum, sifat komutatif pada penjumlahan d

ut. a + b = b + a dengan a dan b sembarang

t Komutatif pada Perkalian

ra umum, sifat komutatif pada perkalian dapat d

= b × a dengan a dan b sembarang bilangan bu

siatif ( Pengelompokkan )

t Asosiatif pada Penjumlahan

ra umum, sifat asosiatif pada penjumlahan dapa

b) + c = a + (b + c) dengan a, b, dan c sembaran

Asosiatif pada Perkalian

ra umum, sifat asosiatif pada perkalian dapat dit

yaitu sebagai berikut:

ilangan positif terletak

gan bulat terdiri dari

(51)

(a × b) × c = a × (b × c) dengan a, b, dan c bilangan bulat.

3. Sifat Distributif ( Penyebaran )

Secara umum, sifat distributif pada penjumlahan dan pengurangan dapat

ditulis:

a × (b + c) = (a × b) + (a × c)

a × (b – c) = (a × b) – (a × c)

dengan a, b, dan c bilangan bulat.

Berikut adalah contoh dalam kehidupan sehari-hari yang menunjukkan

masing-masing sifat operasi hitung bilangan bulat.

1. Komutatif pada penjumlahan

Andi mempunyai 5 kelereng berwarna merah dan 3 kelereng berwarna

hitam. Budi mempunyai 3 kelereng berwarna merah dan 5 kelereng

berwarna hitam. Samakah jumlah kelereng yang dimiliki Andi dan Budi?

Berikut adalah gambar yang menunjukkan kelereng Andi dan Budi.

Kelereng Andi:

Kelereng

+

5 + 3 8

=

(52)

Kelereng Budi:

Jumlah kelereng Andi sama dengan jumlah kelereng Budi.

Jadi, 5 + 3 = 3 + 5.

2. Komutatif pada Perkalian

Andi mempunyai kelereng yang dimasukkan ke dalam empat kantong

plastik. Setiap kantong berisi 2 butir. Budi mempunyai kelereng yang

dimasukkan ke dalam dua kantong plastik. Setiap kantong berisi 4 butir.

Apakah jumlah kelereng Andi dan Budi sama?

Kelereng Andi dan Budi digambarkan sebagai berikut:

Kelereng Andi:

Kelereng Budi:

+ =

3 + 5 = 8

+ +

+ 2

2 2

2

=

8

4 4

+ =

(53)

Kelereng Andi dan Budi dapat ditulis sebagai berikut.

Kelereng Andi = 2 + 2 + 2 + 2 = 4 × 2 = 8

Kelereng Budi = 4 + 4 = 2 × 4 = 8

Jumlah kelereng Andi sama dengan jumlah kelereng Budi. Jadi, 4 × 2 = 2

× 4

3. Asosiatif pada Penjumlahan

Andi mempunyai 2 kotak berisi kelereng. Kotak I berisi 3 kelereng merah

dan 2 kelereng hitam. Kotak II berisi 4 kelereng putih. Budi juga

mempunyai 2 kotak berisi kelereng. Kotak I berisi 3 kelereng merah.

Kotak II berisi 2 kelereng hitam dan 4 kelereng putih. Samakah jumlah

kelereng yang dimiliki Andi dan Budi?

Berikut adalah gambar yang menunjukkan kelereng Andi dan Budi.

Kelereng Andi:

Kelereng Budi:

+

( 3 + 2 ) + 4 = 5 + 4 = 9

+

(54)

Jumlah kelereng yang dimiliki Andi sama dengan jumlah kelereng yang dimiliki Budi. Jadi, (3 + 2) + 4 = 3 + (2 + 4).

4. Asosiatif pada Perkalian

Andi mempunyai 2 kotak mainan. Setiap kotak diisi 3 bungkus kelereng. Setiap bungkus berisi 4 butir kelereng. Berapa jumlah kelereng Andi? Berikut disajikan dua cara yang dapat digunakan untuk menghitung jumlah kelereng Andi.

Cara Kedua

(55)

+ x 4

( 3 + 3 ) x 4 = (2 x 3) x 4 = 24

2 x ( 4 + 4 + 4 ) = 2 x ( 3 x 4 ) = 24

+

+

x 2

Cara Pertama

(56)

Cara pertama menghitung banyak bungkus. Kemudian, hasilnya dikalikan

banyak kelereng tiap bungkus. Banyak bungkus × banyak kelereng tiap

bungkus. Banyak kelereng Andi = (3 bungkus + 3 bungkus) × 4 butir

= (3 + 3) × 4 = (2 × 3) × 4 = 24 butir

Cara kedua menghitung banyak kelereng setiap kotaknya dahulu

kemudian hasilnya dikalikan banyak kotak. Banyak kotak × banyak

kelereng. Banyak kelereng Andi = 2 × (4 + 4 + 4) = 2 × (3 × 4) = 24 butir

Perhitungan cara I: (2 × 3) × 4.

Perhitungan cara II: 2 × (3 × 4).

Hasil perhitungan dengan kedua cara adalah sama.

Jadi, (2 × 3) × 4 = 2 × (3 × 4)

5. Distributif (Penyebaran)

Perhatikan contoh berikut.

a. (3 × 4) + (3 × 6) = 3 × (4 + 6)

Penghitungan dilakukan dengan cara menjumlah kedua angka yang

dikalikan (4 + 6). Kemudian hasilnya dikalikan dengan angka pengali (3).

3 × (4 + 6) = 3 × 10 = 30.

3 x 4 dan 3 x 6 mempunyai angka

pengali yang

sama, yaitu 3

(57)

b. 15 × (10 + 2) = (15 × 10) + (15 × 2)

Penghitungan dilakukan dengan cara kedua angka yang dijumlah (10 dan

2) masing-masing dikalikan dengan angka pengali (15), kemudian

hasilnya dijumlahkan.

15 × (10 + 2) = (15 × 10) + (15 × 2) = 150 + 30 = 180

G. Kemampuan Siswa

Penguasaan matematika siswa dapat diukur dengan menggunakan

perangkat tes matematika. Tes yang digunakan untuk mengetahui penguasaan

matematika siswa terdiri dari pemahaman konsep matematika, penerapan

konsep matematika dalam suatu model atau konteks tertentu dan juga

penerapan matematika yang terkait dengan permasalahan matematika di

dunia real (Thurber, Shinn dan Smolski, dalam makalah Heri Retnawati,

2009).

Adapun tujuan matematika sekolah, khusus di Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidiyah (MI) agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut

Depdiknas,2006).

15 x ( 10 + 2 ) mempunyai angka

pengali yang

sama, yaitu 15

(58)

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah.

Sumarmo (2002: 15) merinci karakteristik kemampuan komunikasi

matematik ke dalam beberapa indikator, sebagai berikut; (a) membuat

hubungan benda nyata, gambar dan diagram ke dalam ide matematika; (b)

menjelaskan ide, situasi dan relasi matematik secara lisan maupun tulisan

dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; (c) menyatakan peristiwa

sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (d) mendengarkan,

berdiskusi dan menulis tentang matematik, membaca dengan pemahaman

(59)

argumen, merumuskan definisi dan generalisasi dan (f) menjelaskan dan

membuat pertanyaan tentang matematika yang telah dipelajari. Hal ini sesuai

dengan harapan pemerintah seperti yang tercantum pada kurikulum bahwa

dalam belajar matematika ada 4 kemampuan matematik yang diharapkan

dapat tercapai, kemampuan tersebut adalah kemampuan pemahaman konsep

matematika, komunikasi matematik, penalaran matematik, dan koneksi

matematik (Depdiknas,2003:3).

Berdasarkan beberapa pendapat dan teori diatas, peneliti menyimpulkan

bahwa kemampuan yang harus dimiliki siswa dalam menyelesaikan masalah

matematika terdiri dari kemampuan membaca soal, kemampuan

menerjemahkan soal ke dalam bentuk atau model yang bermacam-macam,

kemampuan menguraikan proses dan langkah-langkah penyelesaian yang

benar serta kemampuan memberikan kesimpulan akhir dari penyelesaian

masalah.

H. Kerangka Berpikir

Saat ini di Indonesia telah diperkenalkan salah satu pendekatan pembelajaran

yang kiranya sejalan dengan tujuan pendidikan matematika, yaitu pendekatan

pembelajaran dengan pendekatan realistik, yang dikenal dengan PMRI

(Pendidikan Matematika Realistik Indonesia). PMRI merupakan adaptasi dari

(60)

Yogyakarta. Oleh karena itu, dalam penelitian ini peneliti ingin mengetahui

bagaimana implementasi PMRI dalam pembelajaran dengan melihat karakteristik

PMRI yang muncul dalam pembelajaran pada topik sifat-sifat operasi hitung

bilangan bulat tahun ajaran 2012/2013 dan kemampuan siswa melalui

pengamatan.

Terdapat lima karakteristik dalam pendekatan pembelajaran matematika

realistik seperti yang disebutkan oleh Teffer (dalam Ariyadi Wijaya; 2011),

yaitu penggunaan masalah kontekstual, penggunaan model matematisasi

progresif, pemanfaatan hasil konstruksi siswa, interaktivitas dan keterkaitan.

Pada dasarnya pendekatan realistik bukan dipandang sebagai pengetahuan

yang “siap pakai”, tetapi “matematika adalah aktivitas manusia”. Dalam

pembelajaran matematika tidak lagi hanya pemberian informasi, tetapi

berubah menjadi aktivitas manusia untuk memperoleh pengetahuan.

Pendekatan ini sesuai dengan pandangan konstruktivis yaitu memberikan

kepada siswa untuk mengkonstruksi konsep-konsep atau prinsip-prinsip

matematika dengan kemampuan sendiri melalui proses internalisasi.

Pembelajaran matematika dengan pendekatan realistik menuntun siswa

melalui proses belajar dari masalah yang sangat konkret. Siswa diharapkan

mampu mengkonstruksi pengetahuan yang dimilikinya yang nanti akan

digunakan untuk memecahkan masalah matematika. Pada pembelajaran

realistik, aktivitas belajar berpusat pada siswa, guru hanya sebagai mediator

(61)

interaksi yang santai antara siswa dengan guru maupun siswa dengan siswa

membuat proses berpikir siswa lebih optimal dan siswa mengkonstruksi

sendiri ilmu yang dipelajarinya menjadi pengetahuan yang akan bermakna.

Untuk meninjau sejauh mana impementasi PMRI yang nampak dalam

pembelajaran di kelas V SD Negeri Timbulharjo pada materi sifat-sifat

operasi hitung bilangan bulat tahun ajaran 2012/2013, maka pada peneliti

melakukan penelitian melalui pengamatan. Oleh karena itu pada penelitian ini

peneliti akan mengamati apakah proses pembelajaran matematika pada materi

sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat di kelas V SD Timbulharjo tahun

ajaran 2012/2013 sudah mengimplementasikan pendekatan pembelajaran

matematika realistik dan bagaimana kemampuan siswa dalam menyelesaikan

(62)

47

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkapkan karakteristik PMRI

yang muncul selama proses pembelajaran di SD Negeri Timbulharjo

Yogyakarta. Oleh karena itu, penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian

deskriptif kualitatif, yaitu penelitian yang menekankan pada keadaan yang

sebenarnya. Data dikumpulkan melalui observasi, tes kemampuan,

wawancara, dan rekaman video serta foto yang diambil saat proses

pembelajaran berlangsung seperti biasa tanpa dibuat-buat. Laporan penelitian

ini akan berisi data yang memberi gambaran terjadinya proses pembelajaran

matematika yang terjadi didalam kelas. Dalam penelitian ini, peneliti akan

mendeskripsikan implementasi karakteristik PMRI yang muncul dalam proses

pembelajaran dan kemampuan siswa akibat dari pembelajaran yang terjadi.

B. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V SD Timbulharjo Yogyakarta.

Objek penelitian ini adalah implementasi karakteristik PMRI selama proses

(63)

C. Waktu dan Tempat Penelitian 1. Waktu penelitian

Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Agustus 2012

2. Tempat penelitian

Penelitian dilaksanakan di SD Negeri Timbulharjo Yogyakarta

D. Bentuk Data dan Metode Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data tentang hal-hal penting yang dibutuhkan pada

saat akan merancang instrumen berupa soal tes kemampuan yang akan

diberikan kepada siswa, diadakan konsultasi dengan guru pengampu dan

dosen pembimbing. Sedangkan data kemampuan siswa, digunakan test

kemampuan yang berupa tes uraian serta wawancara dengan siswa. Tes ini

dilakukan sendiri oleh peneliti dan diberikan kepada siswa sesudah guru

pengampu telah menyelesaikan pembelajaran tentang sub materi sifat-sifat

operasi hitung pada bilangan bulat.

Dengan demikian, data penelitian yang dikumpulkan berupa deskripsi

kegiatan pembelajaran, foto, dan transkrip video. Rekaman video berisi

Gambar

Gambar 2. 1 Matematisasi konseptual
Gambar 2. 2 Tahap-tahap pembelajaran dalam RME
Gambar garis bilangan
Tabel 3. 1 Lembar pengamatan pembelajaran dikelas
+7

Referensi

Dokumen terkait

media papan hitung pada materi operasi hitung bilangan bulat. Melalui media yang dibuat diharapkan siswa lebih termotivasi dan aktif dalam proses pembelajaran di

operasi hitung bilangan bulat.. 4) Meningkatnya prestasi belajar siswa khususnya mata pelajaran. matematika materi operasi hitung

Tujuan Penelitian ini Untuk mendeskripsikan Peningkatan Keaktifan Belajar Siswa dalam Operasi Hitung Bilangan Bulat melalui Media Konkret pada siswa kelas 1 SD

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan prestasi belajar Matematika materi operasi hitung bilangan bulat melalui media flash card bagi siswa kelas V C1

Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai pendekatan Latihan Keterampilan (Drill Method) pada mata pelajaran Matematika materi pokok Operasi Hitung Bilangan Bulat di

Untuk memperoleh data tentang kesalahan konsep, kesalahan operasi hitung, dan kesalahan acak yang dilakukan siswa pada materi Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat

Untuk memperoleh data tentang kesalahan konsep, kesalahan operasi hitung, dan kesalahan acak yang dilakukan siswa pada materi Operasi Hitung Campuran Bilangan Bulat

Pembagian Bilangan Bulat Operasi pemabagian adalah operasi hitungan yang dilambangkan oleh tanda titik dua