• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek kombinasi ekstrak metanol-air daun Macaranga Tanarius L. dengan glibenklamid terhadap penurunan glukosa darah pada tikus putih jantan galur wistar terbebani glukosa - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek kombinasi ekstrak metanol-air daun Macaranga Tanarius L. dengan glibenklamid terhadap penurunan glukosa darah pada tikus putih jantan galur wistar terbebani glukosa - USD Repository"

Copied!
95
0
0

Teks penuh

(1)

i

EFEK KOMBINASI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanarius L. DENGAN GLIBENKLAMID TERHADAP PENURUNAN GLUKOSA DARAH PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR

TERBEBANI GLUKOSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Farmasi

Oleh

Stephanie Irena Nugrahesti

NIM : 088114107

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)
(3)
(4)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Jalan yang mulus dan lurus tidak akan pernah menghasilkan pengemudi yang hebat.

Laut yang tenang tidak akan menghasilkan pelaut yang tangguh. Langit yang cerah tidak akan menghasilkan pilot yang handal.

Hidup yang tidak ada masalah, tidak akan membuat orang menjadi kuat

Aku berkata kepadamu apa saja yang kamu minta dan doakan percayalah

bahwa kamu telah menerimanya, maka hal itu akan diberikan kepadamu

( Markus 11:24)

Kupersembahkan karyaku ini untuk……. Bapa ku di surga Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria

yang selalu menjaga dan memberikan kekuatan kepadaku

Untuk Papa, Mamaku dan Cicikku Vina yang telah memberikan dukungan dan doa

(5)
(6)
(7)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkatnya yang

melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul Efek

Kombinasi Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. dengan

Glibenklamid terhadap Penurunan Glukosa Darah Pada Tikus Putih Jantan Galur

Wistar Terbebani Glukosadengan baik.

Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar

Sarjana Farmasi (S.Farm.) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan skripsi,

tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya selama

ini.

2. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. sebagai Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D. Apt. sebagai Dosen Pembimbing Utama

skripsi ini atas segala kesabarannya telah memberikan bimbingan,

pengarahan, tuntunan, dukungan dan motivasi selama penelitian dan

penyusunan skripsi.

4. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. sebagai Dosen Penguji skripsi atas

bantuan masukkan dan saran serta perhatian kepada penulis demi

(8)

viii

5. Ibu dr. Fenty, M.Kes, Sp.PK. sebagai Dosen Penguji skripsi bantuan

masukkan dan saran serta perhatian kepada penulis demi kemajuan skripsi

ini.

6. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt selaku Pimpinan Laboratorium Farmasi

yang telah memberikan ijin penggunaan semua fasilitas laboratorium guna

penelitian skripsi ini.

7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah membimbing dalam

determinasi tanaman Macaranga tanarius L.

8. Bapak Heru, Bapak Parjiman, Bapak Kayat, Drh. Ari N, Mas Yuwono,

Mas Yohanes R dan Pak Timbul yang telah banyak membantu

menyediakan fasilitas yang dibutuhkan untuk melakukan penelitian ini.

9. Teman-teman “Tim Macaranga 2” Martina Tri Handayani, Triana Oktavia,

Rio Bagus Permadi, Ivan Pradipta, Ana Puspita Dewi, Viviane Theresia,

atas kerja sama, bantuan, suka duka, dan perjuangan dalam menyelesaikan

penelitian ini sampai akhir.

10.Teman-teman “Tim Macaranga 1” Elisa Eka Andrianto, Aryanti Prima

Andini, Ari Widya Nugraha, Andreas Arry Mahendra, Aloysia Yossy

Kurniawaty, dan Dina Wulandari atas kerja sama, dan telah banyak

memberikan informasi dan masukan dalam menyelesaikan penelitian ini

sampai akhir.

11.Seluruh warga FKK angkatan 2008 kelas B dan semua teman farmasi USD

atas kebersamaannya selama kuliah S1 di Fakultas Farmasi Universitas

(9)
(10)

x INTISARI

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bahwa kombinasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius (EMMT) dan glibenklmida mempunyai aktivitas penurunan glukosa darah pada tikus terbebani glukosa. Penelitian ini bersifat eksperimantal murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan galur Wistar, umur 2-3 bulan. Tiga puluh lima ekor tikus dibagi secara acak dalam tujuh kelompok perlakuan. Kelompok I (kontrol negatif) diberi CMC 1%. Kelompok II (kontrol positif) diberikan Glibenklamid 0,45 mg/kg BB. Kelompok III diberikan kontrol EMMT dosis 0,43 g/kg BB. Kelompok IV diberikan glibenklamid 0,45 mg/kg BB dan EMMT 0,43g/kg BB; kelompok V diberikan glibenklamid 0,23 mg/kg BB dan EMMT 0,43g/kg BB; kelompok VI diberikan glibenklamid 0,45 mg/kg BB dan EMMT 0,22g/kg BB; kelompok VII diberikan glibenklamid 0,23 mg/kg BB dan EMMT 0,22g/kg BB.

Semua pemberian dilakukan secara per-oral. Efek hipoglikemik dari kombinasi diuji menggunakan metode uji toleransi glukosa oral (UTGO). Kadar glukosa darah ditetapkan pada menit ke-0 sebelum UTGO dan menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 180 dan 240 setelah UTGO dari hewan uji yang sebelumnya telah mendapatkan pra-perlakuan kontrol negatif, positif, EMMT dan kombinasi EMMT dengan glibenklamid. LDDK 0-240 diuji dengan one way ANOVA dan dilanjutkan dengan uji Scheffe bertaraf kepercayaan 95%.

Kombinasi EMMT dan Glibenklamida memberikan efek penurunan kadar glukosa darah tikus terbebani glukosa.

(11)

xi ABSTRCT

The purpose of this research was to find out that the combination of

M.tanarius L. leaf methanol-water extract (MTME) and glibenklmida has effect to decrease blood glucose levels on burdened glucose rats. The research was pure experimental with direct sampling design. The research used Wistar male rats, age 2-3 months.Thirty five rats can be divided into seven treatment groups. First group (negative control) given CMC 1%. Second group (positive control) given glibenclamide 0.45 mg/kg BW. Third group given MEMT 0.43 g/kg BW. Fourth group given glibenclamide 0.45 mg/kg BW and MTME 0.43g/kg BW; fifth group given glibenclamide 0.23 mg/kg BW and MTME 0.43g/kg BW; sixth group given glibenclamide 0.45 mg/kg BW and MTME 0.22g/kg BW; seventh group given glibenclamide 0.23 mg/kg BW and MTME 0.22g/kg BW.

All of the processes were given through the oral method. The hypoglycemic effect of combination was tested by following the Oral Glucose Tolerance Test (OGTT) method. The blood-glucose contents were taken, at the 0 minutes before the OGTT and also taken at minutes of 15, 30, 45, 60, 90, 180 and 240 after the OGTT, from the tested animal that had been gotten the pre-treatment of the negative control, positive, MTME control and combination of MTME with glibenclmide. The AUC 0-240 was statistically analyzed using the one way ANOVA test and then continued by using Scheffe test with 95 % level of confidence.

The combination of MTME and Glibenklamida giving effect to decresase blood glucose levels on burdened glucose rats.

(12)

xii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR SINGKATAN, ARTI LAMBANG DAN ISTILAH ... xviii

(13)

xiii

5. Diagnosis penyakit ... 8

6. Terapi farmakologi ... 10

B. Transport Glukosa ... 11

C. Glibenklamida ... 14

D. Penghambat Enzim -glukosidase ... 16

E. Interaksi Antar Obat ... 17

F. Tanaman Macaranga tanarius L. ... 19

1. Keterangan botani... 19

2. Morfologi ... 20

3. Kandungan kimia ... 20

4. Khasiat ... 22

5. Ekologi penyebaran dan budaya ... 23

G. Metode Penyarian... 23

H. Teknik Uji Diabetik dan Metode Penetapan Kadar Glukosa Darah ... 24

1. Teknik uji diabetik ... 24

2. Metode penetapan kadar glukosa darah ... 26

I. Landasan Teori ... 28

J. Hipotesis ... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29

B. Variabel dan Definisi Operasional ... 29

1. Variabel ... 29

2. Definisi operasional ... 30

C. Bahan Penelitian ... 31

D. Alat dan Instrumen Penelitian ... 32

E. Tata Cara Penelitian ... 33

1. Determinasi tanaman M. tanarius ... 33

2. Pengumpulan bahan... 33

3. Pembuatan serbuk... 33

(14)

xiv

5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak ... 34

6. Penetapan dosis efektif ekstrak daun M. tanarius ... 34

7. Preparasi bahan ... 34

8. Percobaan pendahuluan ... 36

9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji ... 38

10. Penetapan kadar glukosa darah ... 39

F. Tata Cara Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN... 41

A. Determinasi Tanaman... 41

B. Hasil Maserasi Daun M. tanarius L. ... 41

C. Percobaan pendahuluan ... 43

1. Penetapan waktu pemberian larutan glibenklamid ... 43

2. Penetapan waktu pemberian larutan ekstrak metanol-air M. tanarius 45 D. Efek kombinasi Ekstrak Metanol-Air M. tanarius dan Glibenklamida ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 58

A. Kesimpulan ... 58

B. Saran ... 58

DAFTAR PUSTAKA ... 59

LAMPIRAN ... 62

(15)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Nilai Normal Kadar Gula Darah ... 9

Tabel II. Isi pereaksi enzim Glucose GOD-PAP ... 31

Tabel III. Keseragaman bobot tablet ... 35

Tabel IV. Volume pengukuran kadar glukosa darah ... 39

Tabel V. Nilai LDDK0-240 larutan glibenklamida sebelum UTGO ... 44

Tabel VI. Hasil uji Scheffe LDDK0-240 glukosa darah tikus putih jantan terbebani glukosa pada waktu pemberian 15, 30, 45 menit sebelum UTGO ... 45

Tabel VII. LDDK0-240 ekstrak metanol-air M. tanarius ... 45

Tabel VIII. Rerata kadar glukosa darah rata-rata dan LDDK 0-240 setiap kelompok perlakuan ... 48

Tabel IX. Hasil uji Scheffe LDDK0-240 glukosa darah tikus putih jantan terbebani glukosa ... 53

(16)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Sekresi insulin akibat peningkatan glukosa dalam darah ... 12

Gambar 2. Insulin memperantarai transport glukosa ke dalam sel... 13

Gambar 3. Struktur glibenklamida ... 14

Gambar 4. Penggolongan antaraksi obat berdasarkan perubahan efek... 18

Gambar 5. Struktur kandungan senyawa daun M.tanarius ... 21

Gambar 6. Ellagitannins diisolasi dari daun M.tanarius asam mailotinik(1), corilagin(2), macatannins A (3), asam chebulagic (4) dan macatannins B(5) ... 22

Gambar 7. Struktur aloksan ... 25

Gambar 8. Struktur streptozotosin ... 26

Gambar 9. Diagram penentuan selang waktu pemberian glibenklamida terhadap % selisih LDDK ... 44

Gambar 10. Diagram penentuan selang waktu pemberian ekstrak metanol-air M. tanarius terhadap LDDK... 46

Gambar 11. Reaksi enzimatik antara glukosa dan reagen GOD-PAP ... 47

Gambar 12. Kurva hubungan antara waktu sampling dan kadar rata-rata glukosa darah akibat pemberian CMC, glibenklamida, dan ekstrak metanol-air M.tanarius ... 49

Gambar 13. Hasil analisis normalitas variansi menggunakan uji Kolmogorov Smirnov ... 52

Gambar 14. Test mean LDDK0฀ 240 ketujuh kelompok perlakuan dengan uji Anova one way... 52

(17)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Determinasi daun M.tanarius ... 62

Lampiran 2. Tanaman M. tanarius ... 63

Lampiran 3. Foto ekstrak metanol air M. tanarius ... 63

Lampiran 4. Foto hewan uji ( tikus putih jantan galur Wistar) ... 63

Lampiran 5. Alat penelitian ... 64

Lampiran 6. Preparasi bahan ... 66

Lampiran 7. Perhitungan volume pemberian ... 68

Lampiran 8. Uji normalitas orientasi waktu pemberian glibenklamid ... 69

Lampiran 9. Uji scheffe orientasi waktu pemberian glibenklamid ... 69

Lampran 10. Uji normalitas waktu pemberianEMMT ... 70

Lampiran 11. Uji normalitas Kolmogorov- Smirnov ... 70

Lampiran 12. Uji one way Anova dan uji deskripsi ... 71

Lampiran 13. Uji scheffe kelompok kontrol negatif, positif dan kombinasi ... 72

Lampiran 14. Rendemen ekstrak ... 73

(18)

xviii

DAFTAR SINGKATAN, ARTI LAMBANG, DAN ISTILAH

CMC : Carboxy Methyl Cellulosa

GOD–PAP : Glucose Oxydase - Phenol Antipirin

Hipoglikemi(k): penurunan kadar glukosa dalam darah secara abnormal

LDDK : Luas Daerah di Bawah Kurva, kadar glukosa dalam darah vs

waktu

LDDK0-240 : Luas Daerah di Bawah Kurva dari menit 0 sampai menit

ke-240

(19)

1 BAB I PENGANTAR

A.Latar Belakang

Dewasa ini semakin banyak masyarakat yang menderita penyakit

degeneratif. Penyakit degeneratif merupakan penyakit yang tidak menular akan

tetapi struktur dari jaringan atau organ akan mengalami penurunan fungsinya dari

waktu ke waktu (Subroto, 2006). Diabetes merupakan contoh dari penyakit

degeneratif. Indonesia adalah negara yang menduduki peringkat empat teratas

pada 2010 yang penduduknya mengidap diabetes. Menurut “Diabetes Health

Center” pada tahun 2030 kemungkinan pengidap diabetes akan bertambah dua

kali lipatnya atau seratus persen. Pada tahun 2010 ada sekitar 8,4 juta jiwa

penderita diabetes dan kemungkinan di tahun 2030 bisa mencapai 21,3 juta jiwa

(Setiwan, 2010). Diabetes mellitus merupakan gangguan metabolisme pada karbohidrat, protein dan lemak yang ditunjukan dengan hiperglikemia (kadar gula

dalam darah tinggi), hal ini disebabkan karena penurunan sekresi insulin ataupun

sensitivitas dari reseptor insulin (Sukandar, Andrajati, Sigit, Adya, Setiadi,

Kusnandar, 2009).

Sampai saat ini pengobatan untuk penyakit diabetes mellitus adalah

dengan menggunakan obat hipoglikemik oral (OHO), suntikan insulin maupun

dengan diet. Glibenklamida merupakan obat hipoglikemik oral yang sering

digunakan. Penggunaan obat-obat oral maupun suntikan insulin jelas memakan

(20)

dilakukan seumur hidup penderitanya. Penggunaan tanaman obat merupakan salah

satu solusi dari permasalahan tersebut.

Tanaman Macaranga tanarius L. merupakan tanaman tropis yang banyak

ditemukan di Asia Selatan hingga Australia bagian utara (Lim, Lim, dan Yule,

2009). Kulit kayunya diketahui memiliki banyak kandungan tanin sehingga dapat

digunakan sebagai antidiare dan antiseptik (Lim, dkk., 2009). Di Thailand

biasanya digunakan sebagai antipiretik dan antitusif (Phommart, Sutthivaiyakit,

Chimnoi, Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit, 2005).

Daun M. tanarius diketahui memiliki aktivitas daya antioksidan pada uji

DPPH oleh penelitian Lim dkk. (2009). Hasil penelitian Puteri dan Kawabata

(2010) menunjukkan bahwa isolasi ekstrak metanol dari M. tanarius (EMMT)

memiliki daya hambat α-glikosidase. Penelitian in vivo pada EMMT juga penah

dilakukan diantaranya yaitu sebagai analgesik (Andini dan Hendra, 2011)

antiinflamasi dan sebagai hepatoprotektif (Kurniawaty, Andrianto, dan Hendra,

2011). Bentuk sediaan yang digunakan pada penelitian ini menggunakan ekstrak

metanol-air. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Puteri dan Kawabata (2010)

bahwa senyawa hasil isolasi EMMT menghasilkan senyawa inhibitor α

-glikosidase. Handayani (2011) melaporkan bahwa EMMT 0,43 g/kg BB dapat

menurunkan glukosa darah tikus jantan.

Di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, penggunaan pengobatan

komplementer dan alternatif (complementary and alternative medicine, CAM)

dalam 20 tahun terakhir semakin meningkat tajam. Pada dasarnya obat herbal dan

(21)

herbal digunakan untuk melengkapi atau komplementer dari obat konvensional.

Akan tetapi pada kenyataanya, masyarakat seringkali bereksperimen dalam

penggunaan herbal dan konvensional untuk mengobati penyakitnya. Mereka

beranggapan bahwa alami berarti aman. Namun faktanya adalah walaupun herbal

bersifat alami, namun banyak jenis herbal yang dalam penggunaannya perlu

pengawasan ketat dari tenaga medis profesional karena cukup berbahaya. Selain

itu, penggunaan herbal seringkali memiliki interaksi negatif bila dikonsumsi

bersamaan dengan obat konvensional (Harmanto dan Subroto, 2006)

Oleh sebab itu peneliti melakukan penelitian apakah kombinasi ekstrak

metanol-air daun M. tanarius dan glibenklamida mempunyai efek menurunkan

kadar glukosa darah pada tikus jantan galur Wistar yang terbebani glukosa oral.

1. Permasalahan

Apakah kombiansi EMMT dan Glibenklamida mempunyai aktivitas

penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan galur Wistar ?

2. Keaslian penelitian

Beberapa penelitian mengenai daun M. tanarius yang pernah dilakukan

adalah uji efektivitas antioksidan melalui uji DPPH oleh Phommart, dkk (2005).

Penelitian Puteri dan Kawabata (2010) menunjukkan bahwa isolasi EMMT

memiliki daya hambat α-glikosidase. Penelitian in vivo pada EMMT juga penah

dilakukan diantaranya, yaitu penelitian efek analgesik oleh Andini dan Hendra

(2011), penelitian efek antiinflamsi dan efek hepatoprotektif oleh Kurniawaty, dkk

(2011), dan penelitian efek penurunan kadar glukosa darah pada tikus terbebani

(22)

potensiasi efek menurunkan kadar glukosa darah dari EMMT dengan

Glibenklamid pada tikus jantan galur Wistar terbebani glukosa belum pernah

dilakukan.

3. Manfaat penelitian

a) Manfaat teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat

tentang penggunaan tanaman alternatif yang digunakan secara bersamaan

dengan obat dokter sebagai penurun kadar glukosa darah.

b) Manfaat praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

tentang kegunaan daun M. tanarius yang digunakan bersama

Glibenklamida sebagai penurun kadar glukosa darah.

B. Tujuan

Untuk mengetahui bahwa kombinasi EMMT dan glibenklamida

mempunyai aktivitas penurunan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan galur

(23)

5 BAB II

PENELAHAN PUSTAKA

A.Diabetes Mellitus

1. Definisi

Diabetes mellitus adalah gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein yang disebabkan karena penurunan sekresi insulin atau

penurunan sensitifitas insulin, atau keduanya menyebabkan komplikasi kronis

mikrovaskular, makrovaskular dan neuropati (Sukandar, dkk., 2009). Diabetes

ditandai dengan poliuria, polidipsi, polifagia dan peningkatan kadar gula dara atau

hiperglikemia, yaitu glukosa puasa ≥ 126 ml/dL atau postprandial ≥ 200mg/dL

atau glukosa sewaktu ≥ 200mg/dL (Suherman, 2008).

2. Gejala

Gejala klasik penyakit diabetes mellitus, dikenal dengan istilah trio-P,

yaitu poliuria (banyak kencing), polidipsi (banyak minum), dan polifagia (banyak

makan). Dengan kadar glukosa darah 180 mg/dl, ginjal sudah tidak bisa

mereabsorpsi glukosa dari filtrat glomerulus sehingga timbul glikosuria. Karena

glukosa menarik air, osmotik diuretik akan terjadi yang mengakibatkan poliuria.

Poliuria akan mengakibatkan hilangnya banyak air dan elektrolit lewat urine,

(24)

mengakibatkan sering merasa haus dan peningkatan asupan air (polidipsia).

Karena sel tubuh juga mengalami kekurangan bahan bakar (cell starvation),

pasien merasa sering lapar dan ada peningkatan asupan makanan (polifagia). Pada

IDDM, lingkaran setan dengan hilangya banyak glukosa (lewat urine) dan glukosa

yang tidak dapat dipakai (dalam darah) akan mengakibatkan banyak kalori yang

hilang dan berat badan pasien menurun walaupun ia banyak makan (Baradero,

Dayrit, Siswadi, 2005).

Gejala lain yang mungkin dikeluhkan pasien adalah kesemutan, gatal,

mata kabur, dan impotensi pada pria, serta pruritus vulva pada wanita (Mansjoer,

Triyanti, Savitri, Wardhani, Setiowulan, 2001)

3. Klasifikasi

Diabetes mellitus dibedakan menjadi 2 yaitu:

a. Diabetes mellitus tipe 1. Terjadi karena adanya gangguan produksi

insulin akibat autoimun atau idiopatik. Tipe ini sering disebut juga insulin

dependent diabetes mellitus atau IDDM karena pasien mutlak membutuhkan

insulin (Suherman, 2008). IDDM umumnya muncul sebelum usia dewasa,

walaupun seringkali juga terjadi pada orang-orang dewasa non-obese dan pasien

yang sudah lanjut usia pada waktu diabetes mulai muncul. Diabetes tipe ini

disebabkan oleh gangguan katabolisme, dimana insulin tidak ada sama sekali

dalam sirkulasi, glukagon plasma meningkat dan sel-sel B pankreas tidak

responsif terhadap semua stimuli insulinogen. Oleh sebab itu, pasien-pasien ini

mutlak memerlukan pengobatan insulin eksogen untuk memperbaiki katabolisme,

(25)

dalam darat dapat turun (Insulin dependent) (Direktoral Jendral Pengawasan Obat

dan Makanan, 1991).

b. Diabetes mellitus tipe 2. Terjadi akibat resistensi insulin atau

gangguan sekresi insulin. Pada tipe ini tidak selalu dibutuhkan insulin,

kadang-kadang cukup dengan diet atau antidiabetik oral. Karena tipe ini sering disebut

juga nondependent insulin diabetes mellitus atau NIDDM (Suherman, 2008).

NIDDM biasanya muncul pada usia dewasa, walaupun dapat muncul pada

anak-anak. Pada diabetes tipe ini, insulin endogen dalam sirkulasi sebenarnya masih

cukup tinggi untuk mencegah ketoasidosis, tetapi sering kali sub-normal atau

relatif tidak cukup karena kebutuhan yang meningkat yang disebabkan oleh tidak

sensitifnya jaringan. Dengan demikian, pasien-pasien diabetes tipe ini tidak

mutlak memerlukan insulin untuk mempertahankan hidup. NIDDM dibagi

menjadi dua yaitu berhubungan dengan kegemukan dan tidak berhubungan

dengan kegemukan (obesitas). NIDDM yang berhubungan dengan kegemukan

inilah yang paling sering dijumpai (Direktoral Jendral Pengawasan Obat dan

Makanan, 1991).

c. Diabetes mellitus tipe lain. Tipe ini disebabkan oleh berbagai kelainan

genetik spesifik (kerusakan genetik sel ß pankreas dan kerja insulin), penyakit

pada pankreas, obat-obatan, bahan kimia, infeksi, dan lain- lain (Wijayakusuma,

2006).

d. Diabetes mellitus saat kehamilan. Diabetes mellitus saat kehamilan

merupakan istilah yang digunakan untuk wanita yang menderita diabetes selama

(26)

diabetes kehamilan kembali normal saat postpartum (setelah kelahiran), tetapi

pada beberapa wanita tidak demikian (Wijayakusuma, 2006).

4. Prevalensi

Di Indonesia berdasarkan penelitian epidemiologis didapatkan

prevalensi. Diabetes mellitus sebesar 1,5 – 2,3% pada penduduk yang usia lebih

15 tahun, bahkan di daerah urban prevalensi DM sebesar 14,7% dan daerah rural

sebesar 7,2%. Prevalensi tersebut meningkat 2-3 kali dibandingkan dengan negara

maju, sehingga diabetes mellitus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang

serius. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik Indonesia tahun 2003 penduduk

Indonesia yang berusia di atas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, maka pada tahun

2003 diperkirakan terdapat penderita DM di daerah urban sejumlah 8,2 juta dan di

daerah rural sejumlah 5,5 juta. Selanjutnya, berdasarkan pola pertambahan

penduduk diperkirakan pada tahun 2030 akan terdapat 194 juta penduduk yang

berusia di atas 20 tahun maka diperkirakan terdapat penderita sejumlah 12 juta di

daerah urban dan 8,1 juta di daerah rural (Perkeni, 2006).

5. Diagnosis penyakit

a. Pemeriksaan Gula Darah. Pemeriksaan terhadap kadar gula dalam

darah vena pada saat pasien puasa 12 jam sebelum pemeriksaan atau 2 jam setelah

(27)

Tabel I. Nilai Normal Kadar Gula Darah (Sutedjo, 2006)

No Jenis pemeriksaan Nilai Normal Keterangan

1 Kadar Glukosa

Hasil pemeriksaan berulang diatas nilai normal kemungkinan menderita

diabetes Mellitus. Pemeriksaan glukosa darah toleransi adalah pemeriksaan kadar

gula dalam darah puasa (sebelum diberi glukosa 75 gram oral), 1 jam setelah

diberi glukosa dan 2 jam setelah diberi glukosa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk

melihat toleransi tubuh terutama insulin terhadap pemberian glukosa dari waktu

ke waktu (Sutedjo, 2006).

b. Hb A1C. Pemeriksaan dengan menggunakan bahan darah, untuk

memperoleh informasi kadar gula darah yang sesungguhnya, karena pasien tidak

dapat mengkontrol hasil tes dalam waktu 2-3 bulan. Glikosiliasi adalah masuknya

gula ke dalam sel darah merah dan terikat. Maka tes ini berguna untuk mengukur

tingkat ikatan gula pada hemoglobin A (AIC) sepanjang umur sel darah merah

(120 hari). AIC menunjukkan kadar hemoglobin terglikosilasi yang pada orang

normal antara 4-6%. Semakin tinggi nilai AIC pada penderita DM semakin

potensial beresiko terkena komplikasi (Sutedjo, 2006).

c. Glukosa Sewaktu. Pemeriksaan glukosa darah tanpa persiapan

bertujuan untuk melihat kadar gula darah sesaat tanpa puasa dan tanpa

(28)

penderita yang diduga DM sebelum dilalukan pemeriksaan yang sesungguhnya

dipersiapkan misalnya puasa, setelah makan dan toleransi (Sutedjo, 2006).

d. Fruktosamin. Peningkatan kadar fruktosamin menggambarkan

adanya defisensi enzim yang juga berpengaruh pada berkurangnya kemampuan

tubuh mensintesis glukosa dari jenis lain sehingga terjadi hipoglikemi.

Pemeriksaan fruktosamin menggunakan metode enzimatik seperti pada

pemeriksaan glukosa (Sutedjo, 2006).

6. Terapi farmakologi

a. Insulin. Digunakan untuk menurunkan kadar guka darah dengan

menstimulasi pengambilan glukosa perifer dan menghambat produksi glukosa

hepatik.

b. Sulfonilurea. Bekerja dengan cara merangsang sekresi insulin pada

pankreas sehingga hanya efektif bila sel beta masih dapat berproduksi. Golongan

ini tidak boleh diberikan pasien dengan gangguan hepar dan ginjal.

c. Biguanid. Digunakan untuk NIDDM yang gagal dikendalikan

dengan diet dan sulfonilurea terutama untuk pasien yang gemuk. Golongan ini

tidak menyebabkan hipoglikemik. Mekanismenya dengan cara menurunkan

produksi gula dihepar dan meningkatkan sensitivitas jaringan otot dan adipose

dalam insulin.

d. Meglitinid. Mekanisme kerjanya sama seperti sulfonilurea yaitu

cara merangsang sekresi insulin pada pankreas. Pasien dengan gangguan fungsi

hepar dan ginjal harus diberikan hati-hati. Golongan ini dapat menyebabkan

(29)

e. Tiazolidindion. Digunakan untuk meningkatkan sensitivitas insulin

pada otot dan jaringan adiposa dan menghambat glukogenesis hepatik.

f. Penghambat α-glukosidase. Obat golongan penghambat enzim α

-glikosidase ini dapat memperlambat absorbsi polisakarida, dektrin, dan disakarida

di intestin. Dengan menghambat kerja enzim α-glikosidase di intestin, dapat

mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan diabetes. Karena

tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak akan menyebabkan hipoglikemia

(Sukandar, dkk.2009 dan Suherman, 2008).

B. Transport Glukosa

Glukosa merupakan karbohidrat yang paling penting. Glukosa

merupakan karbohidrat dalam makanan yang diserap dalam jumlah besar kedalam

darah (Mayes, Murray, dan Granner, 2000). Glukosa merupakan bahan bakar

utama jaringan tubuh yang pada akhirnya digunakan oleh sel tubuh untuk

membentuk ATP. Glukosa merupakan jenis monosakarida yang paling banyak

diabsorbsi oleh usus biasanya mencakup 80% dari kalori karbohidrat yang

diabsobsi. Alasanya adalah bahwa glukosa merupakan produk cerna terakhir dari

makanan (Guyton dan Hall 2006). Glukosa diserap usus melalui dua tahap, yaitu

masuknya glukosa melewati membran apikal usus dan kemudian dari sel masuk

melewati membrane basal. Absobsi glukosa melewati membrane apikal difasilitasi

oleh Sodium-dependent glucose transporter (SGLT1), sedangkan pada membran

basalis difasilitasi oleh transporter glukosa (GLUT2) (Boron dan Boulpaep, 2005).

(30)

tranpost aktif, sebab masuknya glukosa ke dalam sel epitel usus, terjadi melawan

gradient kadar konsentrasi glukosa. Glukosa masuk melewati membran basalis

diberi energi oleh gradient elektrokimia Na+, yang mana pada gilirannya dijaga

oleh tekanan Na+ yang melewati membran basolateral dengan pompa Na-K.

Sistem transport glukosa dengan Na+ ini adalah salah satu contoh proses transport

aktif sekunder, sedangkan masuknya melewati membran basalis terjadi secara

difusi fasilitatif melalui GLUT2 (Boron, 2005). Sekresi insulin akibat peningkatan

kadar glukosa dalam darah dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. Sekresi insulin akibat peningkatan kadar glukosa dalam darah (Cartailler, 2004)

Sekresi insulin oleh sel ß (beta) tergantung oleh 3 faktor utama, yaitu

kadar glukosa darah, ATP-sensitive K+ channels dan Voltage-sensitive Calsium

Channels sel ß pankreas. Mekanisme kerja faktor- faktor tersebut adalah sebagai

(31)

channels pada membran sel ß akan terbuka sehingga ion kalium akan

meninggalkan sel ß, dan Ca-channels tertutup, akibatnya kalsium tidak dapat

masuk ke dalam sel ß, dan perangsangan sel ß untuk mensekresi insulin menurun

(Merentek, 2006).

Pada saat keadaan setelah makan, kadar glukosa darah akan meningkat

dan akan ditangkap oleh sel ß melalui glucose transporter 2 (GLUT2) dan dibawa

ke dalam sel ß. Di dalam sel, glukosa akan mengalami fosforilase menjadi

glukosa-6-fosfat (G6P) dengan bantuan enzim glukokinase. Glukosa-6-fosfat akan

mengalami glikolisis menjadi asam piruvat. Proses glikolisis juga menghasilkan

produk 6-8 ATP. Penambahan ATP ini akan meningkatkan rasio ATP/ADP dan

menutup kanal kalium. Penumpukan kalium dalam sel mengakibatkan

depolarisasi membran sel sehingga membuka kanal kalsium dan kalsium akan

masuk kedalam sel dan insulin akan dilepaskan ke dalam sel (Merentek, 2006).

Cara kerja insulin memperantarai transport glukosa ke dalam sel dapat dilihat

pada gambar 2.

(32)

Sekresi insulin pada orang non diabetes meliputi 2 fase, yaitu early peak

(fase 1) yang terjadi dalam 3–10 menit pertama setelah makan. Insulin yang

disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai).

Fase 2 atau disebut juga fase lanjut adalah sekresi insulin yang dimulai 20 menit

setelah stimulasi glukosa. Pada fase 1 pemberian glukosa meningkatkan sekresi

insulin untuk mencegah kenaikan kadar glukosa darah, dan kenaikan glukosa

darah selanjutnya akan merangsang fase 2 untuk meningkatkan produksi insulin.

Pada diabetes mellitus tipe-2, sekresi insulin pada fase 1 tidak mampu

menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2 untuk menghasilkan

insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin

sebagaimana pada orang non diabetes (Merentek, 2006).

C. Glibenklamida

Glibenklamida (gambar 3.) merupakan obat hipoglikemik oral yang

digunakan secara luas di dalam pengobatan diabetes mellitus tidak tergantung

insulin (tipe-2). Glibenklamida merupakan sulfonilurea paling poten dan dikenal

sebagai sulfonilurea ”generasi kedua” (Dollery, 1999). Mekanisme kerjanya

sering disebut insulin secretagogues, yaitu merangsang sekresi insulin dari

(33)

Aksi farmakologi glibenklamida adalah mentimulasi pelepasan insulin

dengan meningkatkan fungsi sel-sel  pankreas. Pada terapi jangka pendek, hal

ini signifikan dengan peningkatan sirkulasi konsentrasi insulin, tetapi dengan

penggunaan berkelanjutan biasanya terjadi penurunan kadar insulin tanpa

merusak kontrol glikemik. Sulfonilurea menunjukkan peningkatan sintesis

glikogen dan penghambatan glikogenolisisi dan glukoneogenesis pada hati. Pada

subyek normal puasa, peningkatan konsentrasi insulin dalam plasma dan

penurunan glukosa plasma terjadi 15-60 menit setelah pemberian glibenklamida

oral dan mencapai maksimum setelah 1-2 jam sebelum kembali ke nilai dasar

setelah 3 jam (Dollery, 1999).

Glibenklamida dimetabolisme dalam hati menjadi produk dengan

aktivitas hipoglikemik yang sangat rendah. Meskipun analisis spesifik untuk

senyawa yang tidak dimetabolisme menimbulkan dugaan terdapatnya suatu

waktu-paruh plasma yang singkat, tetapi efek biologis glibenklamida jelas

bertahan selama 24 jam setelah pemberian satu dosis tunggal yang diberikan

pada pagi hari pada pasien diabetes. Awal dosis pemberian yang biasa adalah 2,5

mg/hari atau kurang, dan rata-rata dosis pemeliharaan adalah 5-10 mg/hari yang

diberikan sebagai dosis tunggal pada pagi hari. Tidak dianjurkan untuk

memberikan dosis pemeliharaan lebih dari 20 mg/hari (Nolte dan Karam, 2002).

Obat golongan tiazid dan beta bloker dapat menurunkan efektifitas

glibenklamida, sedangkan penggunaan yang bersamaan dengan golongan obat

(34)

meningkatkan risiko terjadinya hipoglikemia (Lacy, Armstrong, Goldman,

Lance, 2006).

D. Penghambat Enzim -Glikosidase

Obat golongan penghambat enzim α-glukosidase ini dapat

memperlambat absorpsi polisakarida (starch), dektrin, dan disakarida di intestin.

Dengan menghambat kerja enzim α-glukosidase di brush border intestin, dapat

mencegah peningkatan glukosa plasma pada orang normal dan pasien DM

(Suherman, 2008).

Karena kerjanya tidak mempengaruhi sekresi insulin, maka tidak

menyebabkan efek samping hipoglikmia. Akarbose dapat digunakan sebagai

monoterapi pada DM usia lanjut atau DM yang glukosa postprandialnya sangat

tinggi. Diklinik sering digunakan bersamaan antidiabetik oral lain dan atau insulin

(Suherman, 2008).

Obat golongan ini diberikan pada waktu mulai makan. Akarbose,

merupakan oligosakarida yang berasal dari mikroba, dan miglitol, yang secara

kompetitif juga menghambat glukoamilase dan sukrase, tetapi efeknya pada α

-amilase pankreas lemah. Kedua preparat dapat menurunkan glukosa plasma

postprandial pada DM tipe 1 dan 2, dan pada DM tipe 2 dengan hiperglikemia

yang hebat dapat menurunkan HbA1C secara bermakna. Pada pasien DM dengan

hiperglikemia ringan sampai sedang, hanya dapat mengatasi hiperglikemia sekitar

30%-50% dibandingkan antidiabetik oral lainnya (dinilai dengan pemeriksaan

(35)

Efek samping yang bersifat dose-dependent antara lain malabsorpsi,

flatulen, diare, dan abdominal bloating. Untuk mengurangi efek samping

sebaiknya dosis dititrasi, mulai dosis awal 25 mg pada saat mulai makan untuk

selama 4-8 minggu sampai dosis maksimal 75 mg setiap tepat sebelum makan.

Dosis yang lebih kecil dapat diberikan dengan makanan kesil (snack) (Suherman,

2008).

Penghambat enzim α-glukosidase paling efektif bila diberikan bersama

makanan yang berserat, mengandung polisakarida, dengan sedikit kandungan

glukosa dan sukrosa. Bila akarbose diberikan bersama insulin atau golongan

sulfonilurea, dan menimbulkan hipoglikemia, pemberian glukosa akan lebih baik

daripada pemberian sukrose, polisakarida atau maltosa (Suherman, 2008).

E. Interaksi Antar Obat

Antaraksi obat didefinisikan sebagai peristiwa manakala efek obat

tertentu (obat-obyek) diubah oleh obat lain (antaraktan) yang diberikan sebelum

atau bersama-sama dengannya. Kedua berdasarkan perantara (mekanisme kerja),

antaraksi obat didefinisikan sebagai peristiwa yang terjadi manakala dua obat

diberikan bersama-sama, saling mempengaruhi proses farmakokinetika dan / atau

farmakodinamika masing-masing obat (Donatus, 1995). Rangkuman

penggolongan antaraksi obat berdasarkan perubahan efek dapat dilihat pada

(36)

Gambar 4. Penggolongan antaraksi obat berdasarkan perubahan efek (Donatus,1995)

Dua obat yang digunakan pada waktu bersamaan dapat saling

mempengaruhi khasiatnya masing-masing, yakni dapat memperlihatkan kerja

berlawanan (antagonis) atau kerja sama (sinergisme). Antagonis terjadi jika

kegiatan obat pertama dikurangi / ditiadakan sama sekali oleh obat kedua yang

memiliki khasiat farmakologi berlawanan misalnya barbital dan strychin,

adrenalin dan histamin. Pada antagonis kompetitif, 2 obat bersaing secara

reversible untuk resepetor sama. Ada pula obat-obat yang bersaing secara tak

(37)

Sinergisme adalah kerja sama antar dua obat dan dikenal dalam 2 jenis :

1. Adisi (penambahan)

Efek kombinasi adalah sama dengan jumlah kegiatan dari masing-masing

obat misalnya kombinasi asetosal dan paracetamol juga trisulfa

2. Potensiasi (peningkatan potensi)

Kedua obat saling memperkuat khasiatnya, sehingga terjadi efek yang

melebihi jumlah matematis dari a+b. Kedua obat kombinasi dapat memiliki

kekuatan yang sama seperti esterogen dan progesteron, sulfametoksazol dan

trimetroprim, asetosal dan kodein atau satu obat dari kombinasi memiliki efek

berlainan misalnya analgetika dan klorporamazin, benzodiazepin dan

meprobamat/ alkohol, perintang MAO dan amfetamin, juga tiamin/piridoksi dan

diklofenak (NSAIDs) (Tjay dan Raharja, 2007).

F. Tanaman Macaranga tanarius L. 1. Keterangan botani

Kingdom : Plantae (tumbuhan)

Subkingdom : Tracheobionta (tumbuhan berpembuluh)

Super Divisi : Spermatophyta (menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliphyta (tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua/dikotil)

Sub Kelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

(38)

Genus : Macaranga

Spesies : Macaranga tanarius L. (Plantamor, 2008)

Tanaman M. tanarius termasuk dalam famili euphorbiaceae. Tanaman ini

dikenal di beberapa daerah dengan nama Tutup ancur (Jawa), Mapu (Batak) dan

Mara (Sunda) (Prosea, 2010).

2. Morfologi

M. tanarius merupakan pohon kecil sampai sedang, dengan dahan agak

besar. Daun berseling, agak membundar, dengan stipula besar yang luruh.

Perbungaan malai di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah kapsul

berkokus 2, ada kelenjar kekuningan di luarnya. Biji membulat dan

menggelembur. Jenis ini juga mengandung tanin yang cukup untuk menyamak

jala dan kulit (Prosea, 2010).

3. Kandungan kimia

Hasil penelitian Lim dkk. (2009) ditemukan bahwa ekstrak aseton daun

M. tanarius mengandung tujuh hidrolyzable tanin baru yang sebelumnya telah

ditemukan sebanyak 21 komponen didalamnya.pada penelitian Phommart dkk.

(2005) diketahui bahwa ekstrak n-heksana dan kloroform dari daun M. tanarius

mempunyai aktivitas daya antioksidan pada uji 2,2-diphenyl-1 picryhydrazyl

(DPPH) serta diketemukannya tiga komponen baru, yaitu flavononol, tanari

flavonon C, tanari flavonon D bersama tujuh komponen sebelumnya, yaitu

Nymphaeol A,B,C ,tanari flavononeB, Blumenol A,B ,annuionone E. Hasil

penelitian selanjutnya oleh Matsunami dkk. (2006) dari ekstrak daun M. tanarius

(39)

Macarangloside B, Macarangloside C, mallophenol B bersamaan dengan lima

komponen sebelunya yang pernah diketemukan yaitu mallophenol B, Lauroside E,

methyl brevitolin carboxylate, Hyperin dan isoquercitrin. Sedangkan pada tahun

2009 diketemukan glikosida, (+)-pinoresinol 4-O-[6”-O-galloly]-β -D-glucopyranosida dan dua megastigman glukosida yang diberi nama

Macarangiosida E dan F bersama 15 komponen lain yang pernah diketemukan.

Nymphaeol A Nymphaeol B Nymphaeol C

Malofenol B Macarangiosida A Macarangiosida B

Macarangiosida C Macarangiosida D

tanariflavanon C tanariflavanon D

(40)

Hasil penelitian Puteri dan Kawabata (2010) menunjukkan bahwa isolasi

EMMT terdiri dari asam mailotinik, corilagin, asam chebulagic dan dua

komponen baru macatannins A dan macatannins B memiliki daya hambat α

-glikosidase sehingga bisa dimanfaatkan sebagai obat diabetes dan obesitas.

Gambar struktur senyawa hasil isolasi ekstrak metanol air dapat dilihat pada

gambar 6. Karena senyawa inhibitor α-glikosidase mampu menghambat α

-glikosidase seperti maltosa dan sukrosa di usus dan mampu menunda absorpsi

gula di usus sehingga mampu menurunkan kadar glukosa dalam darah

postprandial.

Gambar 6. Ellagitannins diisolasi dari daun M.tanarius: asam mailotinik(1), corilagin(2), macatannins A (3), asam chebulagic (4) dan macatannins B(5)(Puteri dan Kawabata, 2010)

4. Khasiat

Kulit kayu dan daun dari M. tanarius diketahui mengandung banyak

tanin sehingga dimanfaatkan sebagai obat diare, luka dan juga antiseptik (Lin,

dkk., 1990), sedangkan di Thailand dimafaatkan sebagai obat tradisional untuk

antipiretik dan antitusif, sementara akar dan daun segarnya dimanfaatkan sebagai

(41)

tanarius digunakan sebagai pakan ternak ataupun sebagai pembungkus tempe

(Puteri dan Kawabata, 2010).

5. Ekologi penyebaran dan budaya

M. tanarius tersebar luas, dari Kepulauan Andaman dan Nicobar,

Indo-Cina, Cina Selatan, Taiwan dan Kepulauan Ryukyu, seluruh Malesia, sampai ke

Australia Utara dan Timur dan Melanesia. Jenis ini umum dijumpai di daratan

Asia Tenggara (Thailand Selatan, Semenanjung Malaya), dan pada banyak pulau

di Malesia (yaitu Sumatra, Borneo, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, Nugini,

seluruh Kepulauan Filipina) (Prosea, 2010). Tumbuhan ini dapat ditemukan

disepanjang Asia Timur dan Selatan, khususnya Cina Selatan, Korea dan Jepang

(Matsunami, dkk., 2006).

G. Metode Penyarian

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati ataupun simplisia hewani menggunakan pelarut yang

sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelaut diuapkan dan massa atau

serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Direktoral Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1995).

Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana. Maserasi dilakukan

dengan merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan

menembus dinding sel dan masuk ke rongga sel yang mengandung zat aktif, zat

aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif

(42)

tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di

luar dan di dalam sel (Direktoral Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1986).

H. Teknik Uji Diabetik dan Metode Penetapan Kadar Glukosa Darah 1. Teknik uji diabetik

a. Uji Toleransi Glukosa Oral. Kemampuan tubuh untuk mentolelir

gula yang dikonsumsi diukur dengan uji toleransi glukosa sesuai pedoman WHO

(WHO, 1985), yang dilakukan sebelum dan sesudah menjalani pengobatan.

Semalam sebelum dilakukan GTT, hewan uji dipuasakan terlebih dahulu (10-16

jam). Kemudian di pagi hari, hewan uji diberi larutan gula. Sampel darah diambil

sesaat sebelum meminum glukosa, dan 2 jam setelah pemberiaan. Bila perlu

sampel-sampel darah juga bisa diambil tiap 0,5 jam stelah pembebanan glukosa

(jam ke 0; 0,5 ; 1; 1,5; dan 2 jam). Kemudian sampel –sampel tersebut segera

dianalisis untuk menentukan kadar glukosa. Apabila analisis tidak dapat segera

dilakukan, maka sampel dapat disimpan dalam bentuk plasmanya (Direktoral

Jendral Pengawasan Obat dan Makanan, 1991).

b. Induksi Aloksan. Aloksan (2,4,5,6-tetraoksipirimidin;

5,6-dioksiurasil) merupakan senyawa hidrofilik dan tidak stabil (gambar 7). Waktu

paro pada suhu 37°C dan pH netral adalah 1,5 menit dan bisa lebih lama pada

(43)

Gambar 7. Struktur aloksan

Sebagai diabetogenik, aloksan dapat digunakan secara intravena,

intraperitoneal dan subkutan. Dosis intravena yang digunakan biasanya 65 mg/kg

BB, sedangkan intraperitoneal dan subkutan adalah 2-3 kalinya. Aloksan secara

cepat dapat mencapai pankreas. Pembentukan oksigen reaktif merupakan faktor

utama pada kerusakan sel β Langerhans. Salah satu target dari oksigen reaktif

adalah DNA pulau Langerhans pankreas. Pada kondisi tersebut, konsentrasi

insulin meningkat sangat cepat, dan secara signifikan mengakibatkan gangguan

pada sensitivitas insulin perifer dalam waktu singkat. Selain itu aloksan juga

diduga berperan dalam penghambatan glukokinase dalam proses metabolisme

energi (Nugroho, 2006).

c. Streptozotosin. Streptozotosin (STZ) atau

2-deoksi-2-[3-(metil-3-nitrosoureido)-D-gluko piranose] diperoleh dari Streptomyces achromogenes

dapat digunakan untuk menginduksi baik DM tipe 1 maupun tipe 2 pada hewan

(44)

Gambar 8. Struktur streptozotosin

Dosis yang digunakan untuk menginduksi DM tipe 1 untuk intravena

adalah 40-60 mg/kg, sedangkan dosis intraperitoneal adalah lebih dari 40 mg/kg

BB. STZ juga dapat diberikan secara berulang, untuk menginduksi DM tipe 1

yang diperantarai aktivasi sistem imun. Untuk menginduksi DM tipe 2, STZ

diberikan intravena atau intraperitoneal dengan dosis 100 mg/kg BB pada tikus

yang berumur 2 hari kelahiran, pada 8-10 minggu tikus tersebut mengalami

gangguan respon terhadap glukosa dan sensitivitas sel β terhadap glukosa.

Patofisiologis tersebut identik pada DM tipe II. Selain itu, STZ juga mampu

membangkitkan oksigen reaktif yang mempunyai peran tinggi dalam kerusakan

sel β pankreas (Nugroho, 2006).

2. Metode penetapan kadar glukosa darah

Secara umum metode penentuan glukosa darah menurut Widowati,

Dzulkarnain, dan Sa’roni (1997) dapat ditentukan dengan beberapa cara :

a. Metode kondensasi gugus amin. Prinsip :aldosa dikondensasi

dengan orto toludin dalam suasana asam dan menghasilkan larutan berwarna hijau

setelah dipanaskan. Kadar glukosa darah dapat ditentungkan sesuai dengan

(45)

b. Metode enzimatik. Glukosa dapat ditentukaan secara enzimatik,

misalnya dengan penambahan enzim glukosa oksidase (GOD). Dengan adanya

oksigen atau udara , glukosa dioksidasi oleh enzim menjadi asam glukoronat

disertai pembentukan H2O2 akan membebaskan O2 yang mengoksidasi akseptor

kromogen yang sesuai serta memberikan warna yang sesuai pula. Kadar glukosa

darah ditentukan berdasarkan intensitas warna yang terjadi, diukur secara

spektrofotometri.

c. Metode reduksi. Prinsip : kadar glukosa darah ditentukan secara

reduksi dengan menggunakan suatu oksidan ferisianida yang direduksi menjadi

ferosianida oleh glukosa dalam suasana basa dengan pemanasan. Kemudian

kelebihan garam feri dititrasi secara iodometri.

d. Metode pemisahan glukosa. Glukosa dipisahkan dalam keadaan

panas dengan antron atau timol dalam suasana asam sulfat pekat. Glukosa juga

dapat dipisahkan secara kromatografi, tetapi pemisahan glukosa ini jarang

(46)

I. Landasan Teori

Diabetes merupakan gangguan metabolisme yang ditandai dengan

hiperglikemia yang berhubungan dengan abnormalitas metabolisme karbohidrat,

lemak dan protein yang disebabkan karena penurunan sekresi insulin atau

penurunan sensitifitas insulin (Sukandar,dkk., 2009). Dari hasil penelitian Puteri

dan Kawabata (2010) yang menyatakan bahwa senyawa hasil isolasi EMMT

menghasilkan senyawa inhibitor α-glikosidase. Hasil penelitian Handayani (2011)

menyatakan bahwa EMMT dosis 0,43g/kgBB mempunyai efek menurunkan

kadar glukosa darah pada tikus jantan terbebani glukosa.

Tjay dan Raharja (2007) melaporkan bahwa pada dasarnya kedua obat

yang dikombinasi dapat saling memperkuat khasiatnya, sehingga terjadi efek yang

melebihi kemampuan sebelumnya. Kedua obat kombinasi dapat memiliki

kekuatan yang sama efeknya maupun berlainan efek. Oleh karena itu uji

pontensiasi juga perlu dilakukan untuk perkembangan obat baru.

Glibenklamida merupakan obat hipoglikemik oral yang digunakan secara

luas di dalam pengobatan diabetes mellitus tidak tergantung insulin (tipe-2).

Mekanisme kerja glibenklamida adalah mentimulasi pelepasan insulin dengan

meningkatkan fungsi sel-sel  pankreas. Pada penelitian ini akan melihat efek

kombinasi dari glibenklamid dosis 0,45 mg/kg BB dan EMMT dosis 0,43g/kg BB.

J. Hipotesis

Kombinasi EMMT dan Glibenklamida memiliki efek menurunkan kadar

(47)

29 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Jenis dan rancangan penelitian ini adalah eksperimental murni dengan

penelitian rancangan acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional

1. Variabel

a. Variabel bebas

Variabel bebas penelitian ini adalah kombinasi dosis EMMT dengan

Glibenklamida.

b. Variabel tergantung

Variabel tergantung penelitian ini adalah kadar glukosa darah

c. Variabel pengacau terkendali

i)Galur hewan uji adalah tikus dengan galur Wistar

ii) Jenis kelamin hewan uji adalah tikus jantan

iii)Umur hewan uji adalah 2-3 bulan

iv)Berat hewan uji adalah 200-300 gram

v) Waktu pengamatan antara 08.00-15.00

(48)

d. Variabel pengacau tak terkendali

i) Kemampun absorbsi, distribusi dan eleminasi dari tikus terhadap

kombinasi EMMT dan glibenklamida

ii) Kondisi patologis dari tikus

2. Definisi operasional

a. Daun M. tanarius adalah daun yang diambil dari tanaman M. tanarius,

memiliki daun yang berwarna hijau, tidak berlubang, segar, tidak terlalu tua dan

muda (diambil daun yang berada tidak dipangkal dan diujung batang).

b. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius berupa ekstrak kental yang

diperoleh dengan mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 10,0

gram yang dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 50% secara maserasi selama

72 jam, dengan putaran 140 rpm. Kemudian disaring dengan kertas saring dan

diuapkan di oven pada suhu 50oC, hingga diperoleh bobot ekstrak tetap dengan

susut pengeringan sebesar 0%.

c. Dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius adalah sejumlah berat

ekstrak metanol-air daun M. tanarius tiap satuan berat badan hewan uji dengan

satuan g/KgBB.

d. Daya antidiabetik adalah penurunan kadar glukosa dalam darah yang

(49)

C. Bahan Penelitian

1. Hewan uji tikus jantan galur Wistar dengan berat 200-300 gram dengan

umur 2-3 bulan yang diperoleh dari Laboratorium Hayati Imono Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Drama Yogyakarta.

2. Bahan uji daun M. Tanarius diperoleh dari kebun obat Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta yang dipanen pada bulan April

3. Senyawa pembanding adalah kaplet Glibenklamida yang diproduksi oleh

PT. IndoFarma.

4. Pereaksi untuk pengukuran kadar glukosa darah

Pereaksi yang digunakan adalah enzim Glukose GOD FS * (DiaSys,

Germany) yang terdiri atas

Tabel II. Isi perekasi enzim Glucose GOD-PAP

Reagen

Buffer fosfat pH 7,5 250 mmol/l

Fenol 5 mmol/l

4-aminoantipyrine 0,5 mmol/l

Glukosa oksidase GOD ≥10 kU/I

Phenol Aminoantipirin Peroksidase PAP ≤1 kU/I

Glukosa standart 100 mg/dl 5,5 mmol/dl

5. Glukosa monohidrat p.a (Merck) dengan dosis 1,75 g/kg BB sebagai

larutan untuk pembuatan kurva baku dan untuk uji toleransi glukosa oral

yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi Toksikologi Fakultas

(50)

6. Paraffin cair sebagai pelancar aliran darah dalam pengambilan sampel

darah dari hewan uji yang didapat dari Laboratorium Biofarmasetika dan

Bioanalisis Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

7. Metanol yang diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

8. Aquadest diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan Toksikologi

Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

D. Alat atau Instrumen Penelitian

1. Seperangkat alat gelas (beaker glass, labu takar, gelas pengaduk, gelas

ukur) merk Pyrex

2. Mortir dan stamper

3. Jarum suntik (injeksi peroral) yaitu jarum suntik yang ujungnya diberi

bulatan kecil dengan lubang ditengahnya agar tidak melukai hawan uji.

4. Mikropipet, yellow tipe, blue tipe

5. Sentrifuge (Centurion Scientific C2 Series) dan microtube

6. Surgical blade no 10 dan 11

7. Vitalab mikro (Microlab 200, Merck)

8. Alat timbang elektrik (Mettler Tolendo AB 204, Switzerland)

9. Vortex

10.Holder

11.Tabung Efendrof

(51)

E. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman M.tanarius

Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan dengan mencocokan kunci

determinasi tanaman M. tanarius dengan buku acuan (Backer dan Van Den

Brink, 1963). Determinasi dilakukan oleh Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si.,

dosen Fakultas Farmasi, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Pengumpulan bahan

Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih segar dan

berwarna hijau, dipetik dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta

3. Pembuatan serbuk

Daun M. tanarius dicuci bersih di bawah air mengalir. Setelah bersih

daun diangin-anginkan hingga daun tidak tampak basah lagi kemudian untuk

mengoptimalkan pengeringan, pengeringan dilakukan dengan menggunakan oven

pada suhu 50°C selama 24 jam. Setelah kering daun dibuat serbuk dan diayak

dengan ayakan nomor 50.

4. Pembuatan ekstrak metanol air daun M.tanarius

Sebelum pembuatan ekstrak, daun M. tanarius dibuat serbuk terlebih

dahulu supaya kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun M. tanarius

lebih mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan pelarut

makin besar. Sebanyak 10 g serbuk kering daun M. tanarius diekstraksi secara

maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 100 ml pelarut metanol 50% pada suhu

(52)

pelarut metanol adalah agar senyawa kimia yang terkandung dalam daun M.

tanarius dapat larut dalam pelarut. Setelah dilakukan perendaman, hasil maserasi

disaring dengan kertas saring. Larutan hasil saringan dipindahkan dalam cawan

porselen yang telah ditimbang sebelumnya, agar mempermudah perhitungan

randemen ekstrak yang akan diperoleh. Selanjutnya, beaker glass yang berisi

larutan hasil maserasi tersebut dimasukkan dalam oven untuk diuapkan dengan

suhu 50°C agar mendapatkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang kental

dengan bobot pengeringan ekstrak yang tetap.

5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak

Menghitung rata-rata randemen ke-5 replikasi ekstrak metanol-air daun

M. tanarius kental yang telah dibuat.

Randemen ekstrak = Berat cawan ekstrak kental – berat cawan kosong

Konsentrasi ekstrak didapat dari hasil rata-rata randemen ekstrak. Konsentrasi

yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat dimana pada

konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta dikeluarkan dari spuit oral.

6. Penetapan dosis efektif ekstrak daun M.tanarius

Dosis efektif didapatkan dari hasil penelitian Handayani (2011).

7. Preparasi bahan

a. Pembuatan larutan stok glukosa p.a. 15% b/v. Glukosa monohidrat

p.a. ditimbang sebanyak 3,75 gram dan dilarutkan dengan aquades dalam labu

(53)

b. Pembuatan CMC 1 % b/v. Timbang CMC sebanyak 0,25 gram

kemudian diencerkan dengan menggunakan air panas dengan menggunakan labu

takar 25 mL hingga tanda.

c. Pembuatan larutan ekstrak 38,4 % b/v. Ekstrak ditimbang sebanyak

1,92 gram dan dilarutkan dengan CMC 1% dalam labu takar 5 mL sampai tanda.

d. Penentuan keseragaman bobot kaplet Glibenklamida. Penentuan

keseragaman bobot kaplet glibenklamida mengacu pada Direktoral Jendral

Pengawasan Obat dan Makanan 1979. Timbang 20 tablet, hitung bobot tablet. Jika

ditimbang satu satu, tidak boleh lebih dari 2 tablet yang masing-masing bobotnya

menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan kolom

A, dan tidak satu tabletpun menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih dari harga

yang ditetapkan kolom B. Nilai penyimpangan bobot rata-rata kolom A dan B

dapat dilihat pada tabel III.

Tabel III. Keseragaman bobot tablet

Bobot rata-rata Penyimpangan bobot dalam %

A B

25 mg atau kurang 15 % 30%

26 mg samapi dengan 150 mg 10 % 20%

151 mg sampai dengan 300 mg 7,5 % 15 %

Lebih dari 300 mg 5 % 10%

e. Penentuan dosis Glibenklamida. Dosis glibenklamida yaitu 5 mg

pada manusia dengan berat badan 70 kg dikonversikan ke tikus 200 mg dengan

faktor konversi 0,018.

5 mg Glibenklamida x 0,018 = 0,09 mg Glibenklamida / 200 mg

(54)

Berdasarkan perhitungan maka besarnya dosis Glibenklamida pada hewan uji

tikus yaitu 0,45 mg/kg BB

f. Pembuatan larutan Glibenklamida 0,1125 mg/ml. Timbang serbuk

glibenklamida setara dengan 25 mg glibenklamida murni, larutkan dengan CMC

1% dalam labu takar 10 ml sampai tanda sebagai larutan induk glibenklamida.

Buat dengan konsentrasi 0,1125 mg/ml dalam labu ukur 10 ml dari larutan induk

glibenklamida tersebut. Caranya dengan mengambil 0,45 ml larutan baku induk

Glibenklamida kemudian diencerkan dalam labu takar 10 ml.

8. Percobaan pendahuluan

a. Penetapan pemberian glibenklamida. Tujuan dari penetapan

pemberian glibenklamida adalah untuk melihat pengaruh waktu pemberian

terhadap efek hipoglikemik glibenklamida, agar pada saat uji toleransi glikosa oral

(UTGO) glibenklamida sudah memberikan efek penurunan kadar glukosa darah.

Orientasi ini menggunakan 12 ekor tikus yang terbagi dalam 4 kelompok dimana

masing-masing kelompok diberi perlakuan kontrol positif dan kontrol negatif.

Perlakuan tersebut dilakukan terhadap masing-masing kelompok yaitu pada menit

ke-15 sebelum UTGO untuk kelompok kesatu, menit ke-30 sebelum UTGO untuk

kelompok kedua, dan menit ke-45 sebelum UTGO untuk kelompok ketiga dan

pada kelompok keempat sebagai kontrol negatifnya yaitu dengan diberikan larutan

CMC 1%. Semua pemberian dilakukan secara peroral, selanjutnya dilakukan

UTGO dengan diberikan larutan glukosa monohidrat 15% b/v; 1,75 g/kgBB.

Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat sebelum perlakuan sebagai menit

(55)

Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan metode

GOD-PAP. Selanjutnya dibuat kurva UTGO dan perhitungan harga LDKK0-240.

Penentuan waktu pemberian Glibenklamida didasarkan pada harga selisih

LDKK0-240 kontrol positif dan negatif tertinggi.

b. Penetapan pemberian ekstrak metanol-air M.tanarius. Tujuan dari

penetapan pemberian ekstrak metanol-air M.tanarius adalah untuk melihat

pengaruh waktu pemberian terhadap efek hipoglikemik ekstrak metanol-air

M.tanarius, agar pada saat uji toleransi glikosa oral (UTGO) ekstrak sudah

memberikan efek penurunan kadar glukosa darah. Orientasi ini menggunakan 6

ekor tikus yang terbagi dalam 2 kelompok dimana masing-masing kelompok

diberi perlakuan ekstrak metanol-air M.tanarius. Perlakuan tersebut dilakukan

terhadap masing-masing kelompok yaitu pada menit bersamaan dengan UTGO

untuk kelompok kesatu, dan menit ke-15 sebelum UTGO untuk kelompok kedua.

Semua pemberian dilakukan secara peroral, selanjutnya dilakukan UTGO dengan

diberikan larutan glukosa monohidrat 15% b/v; 1,75 g/kgBB. Pengambilan

cuplikan darah dilakukan sesaat sebelum perlakuan sebagai menit ke-0 dan pada

menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 180, dan 240 setelah UTGO. Pengukuran kadar

glukosa darah dilakukan dengan menggunakan metode GOD-PAP. Selanjutnya

dibuat kurva UTGO dan perhitungan harga LDKK0-240. Penentuan waktu

pemberian ekstrak metanol-air M.tanarius didasarkan pada harga LDKK0-240

(56)

9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Penelitian ini mengikuti rancangan acak lengkap pola searah, sehingga

nantinya 35 ekor tikus dibagi acak menjadi 7 kelompok yang tiap ekornya

terdiri dari 5 ekor. Tiap hewan uji diadaptasi dengan kondisi yang sama, jauh

dari kebisingan dan dihindarkan dari stress. Sebelum mendapatkan perlakuan,

masing-masing kelompok dipuasakan selama 18 jam dengan diberi minum, dan

kemudian diberi perlakuan sebagai berikut.

Kelompok I adalah aquades 5 ml/ kg BB (kontrol negatif untuk perlakuan

EMMT).

Kelompok II adalah larutan glibenklamida 0,45 mg/kgBB (kontrol positif).

Kelompok III adalah EMMT 0,43 g/kg BB.

Kelompok IV adalah kombinasi Glibenklamida 0,45 mg/kg BB dan EMMT

0,43 g/kg BB.

Kelompok V adalah kombinasi Glibenklamida 0,23 mg/kg BB dan EMMT

0,43 g/kg BB.

Kelompok VI adalah kombinasi Glibenklamida 0,45 mg/kg BB dan EMMT

0,22 g/kg BB.

Kelompok VII adalah kombinasi Glibenklamida 0,23 mg/kg BB dan EMMT

0,22 g/kg BB.

Semua pemberian dilakukan secara peroral, selanjutnya dilakukan UTGO

(57)

10. Penetapan kadar glukosa darah

Kadar glukosa darah ditetapkan dengan metode GOD-PAP. Pada

tiap kelompok dilakukan pengambilan cuplikan darah sebanyak 0,5 ml melalui

vena lateralis ekor dan ditampung dalam efendrof. Pengambilan cuplikan

darah dilakukan sesaat sebelum perlakuan sebagai menit ke-0 dan pada menit

ke-15, 30, 45, 60, 90, 180, dan 240 setelah UTGO. Kemudian darah

dipusingkan 3000 rpm selama 10 menit. Selanjutnya diambil 10 l serum

darah, kemudian dilakukan pengukuran seperti dalam tabel IV.

Tabel IV. Volume pengukuran kadar glukosa darah

Bahan Sampel Standart Blangko

Supernatan 10 l - -

Larutan baku glukosa - 10 l -

Aquabidest - - 10 l

Pereaksi GOD-PAP 1000 l 1000 l 1000 l

Bahan-bahan tersebut dicampur dan diinkubasi selama operating time yaitu

selama 20 menit. Kemudian divorteks. Lalu kadar glukosa darah ditetapkan

dengan menggunakan alat Micro VitaLab.

Selanjutnya dibuat kurva dengan mem-plot-kan nilai kadar glukosa darah

lawan waktu ke-0 sampai menit ke 240 dengan metode trapezoid (LDDK0-240)

dan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

LDDKto-tn = x (Co+C1) + x (C2+C1) + x (C3+C2) +

x (Cn+Cn-1)

Keterangan:

t = waktu (jam-1/menit-1)

C = konsentrasi zat dalam darah (mg/ml)

(58)

F. Tata Cara Analisis Data

Dari harga LDDK0-240 glukosa darah dilakukan uji distribusi

menggunakan uji Kolmogorov Smirnov kemudian jika distribusinya normal

dilanjutkan dengan analisis Anova One Way dan post hoc tests Scheffe dengan

tingkat kepercayaan 95%. Jika nilai LDDK0-240 glukosa darah mempunyai variansi

yang berbeda maka dilakukan uji Kruskal Wallis dan dilanjutkan uji Mann

Whitney dengan tingkat kepercayaan 95% untuk mengetahui perbedaan

(59)

41 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman

Determinasi tanaman dilakukan untuk memastikan bahwa tanaman yang

digunakan telah sesuai dan tidak terjadi kesalahan dalam pengambilan sampel.

Determinasi tanaman dilakukan di laboratorium Farmakognosi–Fitokimia fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dengan menggunakan pustaka

acuan (Backer dan Van Den Brink, 1963).

Hasil determinasi sebagai berikut:

1b, 2b, 3b, 4b, 12b, 13b, 14b, 17b, 18b, 19b, 20b, 21b, 22b, 23b, 24b, 25a famili:

Euphorbiaceae.

1b, 3b, 4b, 6a, 7b, 8b, 10b, 13a, 14b Genus: Macaranga.

1a, 2a, 3b, 5b Species : Macaranga tanarius (L.) M. A.

Hasil determinasi menyatakan bahwa tanaman yang dipergunakan dalam

penelitian ini adalah benar tanaman Macaranga tanarius L..

B. Hasil Maserasi Daun M. tanarius L.

Daun M. tanarius L. yang diambil merupakan daun yang masih segar dan

berwarna hijau kemudian dicuci dengan air mengalir lalu dikeringkan untuk

menghilangkan air. Simplisia kering kemudian diserbuk/ diblender untuk

memperluas permukaan, sehingga zat-zat yang terkandung di dalam daun lebih

Gambar

Tabel I. Nilai Normal Kadar Gula Darah (Sutedjo, 2006)
Gambar 1. Sekresi insulin akibat peningkatan kadar glukosa dalam darah
Gambar 2. Insulin memperantarai transport glukosa ke dalam sel  (Cartailler, 2004)
Gambar 3. Struktur glibenklamida (Dollery,1999)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Uji Efek Ekstrak Etanol 70% Daging Buah Asam Jawa (Tamarindus indica L.) Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Pada Tikus Jantan Galur Wistar (Rattus norvegicus L.) Yang

Tamarindus indica L terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus putih yang.

Aenah, F., 2004, Pengaruh Pemberian Fraksi Etanol Ekstrak Etanolik Pisang Kapas ( Musa paradisiaca L) terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Putih jantan Galur Wistar ( Rattus

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia daun pepaya dan efek ekstrak etanol daun pepaya (EEDP) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia daun pepaya dan efek ekstrak etanol daun pepaya (EEDP) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui karakteristik simplisia daun pepaya dan efek ekstrak etanol daun pepaya (EEDP) terhadap penurunan kadar glukosa darah tikus

L.) terhadap Kadar Glukosa Darah Tikus Putih jantan Galur Wistar ( Rattus norvegicus ) yang Dibebani Glukosa menunjukkan bahwa Pemberian Fraksi Larut Air dan Fraksi

Dosis jus buah pisang kepok (Musa paradisiaca forma typica) yang paling efektif dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus jantan galur Wistar yang terbebani glukosa