• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efek hipoglikemik kombinasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dengan insulin pada tikus wistar jantan terbebani glukosa - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Efek hipoglikemik kombinasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L. dengan insulin pada tikus wistar jantan terbebani glukosa - USD Repository"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

EFEK HIPOGLIKEMIK KOMBINASI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanariusL. DENGAN INSULIN PADA TIKUS WISTAR

JANTAN TERBEBANI GLUKOSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan Oleh:

Rio Bagus Permadi

NIM : 088114106

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

EFEK HIPOGLIKEMIK KOMBINASI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanariusL. DENGAN INSULIN PADA TIKUS WISTAR

JANTAN TERBEBANI GLUKOSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)

Program Studi Farmasi

Diajukan Oleh:

Rio Bagus Permadi

NIM : 088114106

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

Tak ‘ku tahu akan hari esok, namun langkahku tegap Bukan surya kuharapkan, kar’na surya ‘kan lenyap

Oh tiada ‘ku gelisah, akan masa menjelang

‘ku berjalan serta Yesus, maka hatiku tenang (PKJ 241)

hasil karya ini aku persembahkan kepada :

Yesus Kristus, Juruselamatku

Papa, Mama, keluargaku yang tercinta atas segala dukungan, doa, nasehat dan motivasi

Sahabat-sahabatku yang telah hadir dalam hidupku

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas

berkat dan rahmat-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi dengan judul “Efek Hipoglikemik Kombinasi Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. dengan Insulin pada Tikus Wistar Jantan Terbebani

Glukosa” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat

memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tentunya tidak

lepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak, baik secara langsung

maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan

terimakasih kepada:

1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi

Universitas Sanata Dharma Yogyakarta

2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan

Dosen Penguji pada skripsi ini atas segala kesabaran, bantuan, bimbingan,

serta motivasi dan masukan kepada penulis dalam pengerjaaan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang

telah banyak memberi perhatian, masukkan dan saran kepada penulis.

4. Ibu dr. Fenty, M.Kes, Sp. PK selaku Dosen Penguji skripsi yang telah

(9)

viii

5. Ibu C. M. Ratna Rini Nastiti., selaku Dosen Pembimbing Akademik

penulis atas bantuan, masukan, pendampingan, dan dukungan kepada

penulis demi kemajuan skripsi ini.

6. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt selaku Kepala Penanggungjawab

Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam

penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian

skripsi ini

7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam

determinasi tanamanM. tanarius

8. Mas Kayat, Mas Parjiman, Mas Heru, Mas Ratijo, Mas Wagiran selaku

laboran laboratorium Fakultas Farmasi dan drh. Ari selaku dokter hewan

laboratorium yang telah banyak memberikan bantuan selama proses

pelaksanaan penelitian.

9. Rekan-rekan tim Macaranga, Triana Oktavia, Ivan Pradipta Putra

Setiawan, Stephanie Irena Nugraesti, Martina Tri Handayani, Ana Puspita

Dewi, dan Viviane Theresia atas segala kerjasama, bantuan dan dukungan

dalam pengerjaan skripsi.

10. Teman-teman seperjuangan Aldo Sahala, Citra Dewi Aryani, Eddie

Hindrianto, Rolando atas persahabatan, suka duka dan kebersamaan kita.

11. Sahabat-sahabatku K. Aninditya, Gabby Pradipta, Deasy Noviani, Myta

Yuninda, Tri Widyatmoko, Henry Liang dan Haryo Santigi, atas motivasi,

(10)

ix

12. Seluruh dosen dan teman-teman FSM B 08, FST A dan B, FKK A dan B

angkatan 2008 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu

persatu.

Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh

karena itu, penulis membuka dan mengharapkan kritik, saran dan masukan yang

dapat membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi, serta semua pihak,

baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.

Yogyakarta, 10 Mei 2012

(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii

HALAMAN PENGESAHAN iii

HALAMAN PERSEMBAHAN iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA v

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA

ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vi

PRAKATA vii

DAFTAR ISI x

DAFTAR TABEL xv

DARTAR GAMBAR xvi

DAFTAR LAMPIRAN xvii

DAFTAR SINGKATAN, ARTI LAMBANG, DAN ISTILAH xviii

INTISARI xix

ABSTRACT xx

BAB I. PENGANTAR 1

A. Latar Belakang Penelitian 1

1. Permasalahan 5

2. Keaslian penelitian 5

(12)

xi

B. Tujuan Penelitian 6

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA 7

A. TanamanMacaranga tanariusL. 7

1. Sinonim 7

2. Nama daerah 7

3. Taksonomi 7

4. Penyebaran 7

5. Morfologi 8

6. Kandungan 8

7. Khasiat dan kegunaan 9

B. Karbohidrat 10

1. Klasifikasi 10

2. Konsentrasi dan sumber glukosa darah 11

C. Diabetes Melitus 12

1. Definisi 12

2. Klasifikasi diabetes melitus 12

3. Prevalensi 14

4. Gejala klinik diabetes melitus 14

5. Diagnosis diabetes melitus 15

D. Insulin 16

1. Sekresi insulin 16

2. Kerja insulin di sel 18

(13)

xii

4. Sediaan analog insulin 19

5. Insulin Glargine (LantusR/) 20

E. Ekstraksi 22

F. Metode Penentuan Kadar Glukosa Darah 23

1. Metode kondensasi gugus amin 23

2. Metode enzimatik 23

3. Metode reduksi 23

4. Metode pemanasan glukosa 24

G. Teknik Induksi Diabetes 24

1. Uji toleransi glukosa oral (UTGO) 24

2. Induksi aloksan 25

3. Induksistreptozotocin 25

H. Interaksi Obat 26

1. Interaksi farmakokinetika 27

2. Interaksi farmakodinamika 28

I. Landasan Teori 28

J. Hipotesis 30

BAB III. METODE PENELITIAN 31

A. Jenis dan Rancangan Penelitian 31

B. Variabel dan Definisi Operasional 31

1. Variabel utama 31

2. Variabel pengacau 31

(14)

xiii

C. Bahan Penelitian 33

1. Bahan utama 33

2. Bahan kimia 33

D. Alat dan Instrument Penelitian 34

1. Alat pembuat simplisia 34

2. Alat ekstraksi 35

3. Alat uji pengukuran kadar glukosa 35

4. Lain-lain 35

E. Tata Cara Penelitian 36

1. Determinasi tanaman 36

2. Pengumpulan bahan 36

3. Pembuatan simplisia 36

4. Pembuatan EMMT 36

5. Penetapan konsentrasi ekstrak pekat dan dosis EMMT 37

6. Penetapan dosis kombinasi EMMT dan insulin 37

7. Preparasi bahan 37

8. Uji pendahuluan 38

9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji 39

10. Pengukuran kadar glukosa dalam darah 40

F. Tata Cara Analisis Hasil 41

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 42

A. Hasil Determinasi Tanaman 42

(15)

xiv

C. Pembuatan Ekstrak Metanol-air DaunM. tanarius 43

D. Percobaan Pendahuluan 44

1. Uji reliabilitas 47

2. Penetapan waktu pemberian EMMT 47

3. Penetapan waktu pemberian insulin 48

E. Efek Hipoglikemik Kombinasi EMMT dan insulin 50

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 61

A. Kesimpulan 61

B. Saran 61

DAFTAR PUSTAKA 60

LAMPIRAN 66

(16)

xv

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Volume bahan untuk pengukuran kadar glukosa 40

Tabel 2. Nilai LDDK0-240EMMT 47

Tabel 3. Nilai LDDK0-240 hasil UTGO dan perhitungan prosentase selisih

LDDK0-240 insulin dan CMC 1% 49

Tabel 4. Kadar glukosa rata-rata dan nilai LDDK0-240 rata-rata dari setiap

perlakuan 51

Tabel 5. Presentase perbedaan rerata nilai LDDK0-240 tiap kelompok

terhadap kontrol positif dan kontrol negatif 55

(17)

xvi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Kandungan senyawa yang diisolasi dari M. tanarius 8

Gambar 2. Perubahan proinsulin menjadi insulin dan C-peptida 16

Gambar 3. Mekanisme sekresi insulin di sel β 17

Gambar 4. Mekanisme kerja insulin 19

Gambar 5. Mekanisme aksi insulin glargine® 21

Gambar 6. Struktur aloksan 25

Gambar 7. Strukturstreptozotocin 26

Gambar 8. Reaksi enzimatik antara glukosa dan reagen GOD-PAP 46

Gambar 9. Diagram penentuan selang waktu pemberian EMMT 48

Gambar 10. Diagram prosentase selisih nilai LDDK0-240 insulin dan CMC

1% 50

Gambar 11. Diagram nilai LDDK0-240rata-rata dari setiap perlakuan 52

(18)

xvii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. DaunMacaranga tanarius 66

Lampiran 2. Ekstrak metanol-air daunMacaranga tanariusL. 66

Lampiran 3. Tikus Wistar jantan 66

Lampiran 4. Alat penelitian 67

Lampiran 5. Hasil determinasiMacaranga tanariusL. 68

Lampiran 6. Leaflet GOD-PAP 69

Lampiran 7. Hasil uji reliabilitas pengukuran 71

Lampiran 8. Rendemen ekstrak 71

Lampiran 9. Hasil uji normalitas data LDDK0-240 dengan

Kolmogorov-Smirnov 72

Lampiran 10. Hasil uji LDDK0-240 semua kelompok perlakuan dengan uji

one wayANOVA 72

(19)

xviii

DAFTAR SINGKATAN, ARTI LAMBANG, DAN ISTILAH

CMC :Carboxy Methyl Cellulosa

CV :Coefficient of Variation

EMMT / MTME : Ekstrak Metanol-Air daun Macaranga tanarius L./

Macaranga tanariusL.leaf Methanol-water Extract

GOD–PAP :Glucose Oxydase - Phenol Antipirin

LDDK / AUC : Luas Daerah di Bawah Kurva /Area Under Curve

LDDK0-240/ AUC 0-240 : Luas Daerah di Bawah Kurva dari menit ke-0 sampai

menit ke-240 / Area Under Curve from 0 minutes till

240th minutes

UTGO / OGTT : Uji Toleransi Glukosa Oral / Oral Glucose Tolerance

(20)

xix INTISARI

Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek hipoglikemi kombinasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (EMMT) dengan insulin ketika

digunakan secara bersamaan pada tikus Wistar jantan terbebani glukosa. Penelitian ini termasuk eksperimental murni rancangan acak lengkap pola searah menggunakan 30 ekor tikus, yang kemudian dibagi sama banyak ke dalam enam kelompok. Kelompok I diberi CMC 1% sebagai kontrol negatif secara p.o, kelompok II diberi insulin glargine Lantus® dosis 1U sebagai kontrol positif secara s.c, kelompok III diberi EMMT dosis 0,44 g/Kg BB sebagai kontrol 1 bagian dosis EMMT secara p.o, kelompok IV diberi EMMT dosis 0,22 g/Kg BB sebagai kontrol dosis 0,5 bagian EMMT secara p.o, kelompok V secara bersamaan diberi kombinasi EMMT dosis 0,44 g/Kg BB secara p.o dengan insulin glargine Lantus® dosis 1U BB secara s.c dan kelompok VI secara bersamaan diberi kombinasi EMMT dosis 0,44 g/Kg BB secara p.o dengan insulin glargine Lantus® dosis 1U secara s.c.

Efek hipoglikemik dari kombinasi EMMT dengan insulin diuji menggunakan metode uji toleransi glukosa oral (UTGO). Kadar glukosa darah pada semua hewan uji ini ditetapkan pada menit ke-0 sebelum UTGO dan menit ke 15, 30, 45, 60, 90, 180, dan 240 setelah UTGO dengan metode GOD-PAP. Nilai LDDK0-240 diuji dengan menggunakan one way ANOVA dan dilanjutkan

dengan ujiScheffedengan tingkat kepercayaan 95%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa EMMT memiliki kemampuan meningkatkan efek penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemik) dari insulin pada hewan uji ketika digunakan secara bersamaan, namun efek penurunan kadar glukosa tersebut tidak bermakna secara statistik.

(21)

xx ABSTRACT

The aim of this study is to investigate hypoglycaemic effect of

Macaranga tanarius L. leaf metanol-water extract (MTME) combinated with

insulin when used simultaneously on burdened glucose male Wistar rats. This study is pure experimental with direct sampling design using 30 rats, devided into six groups. First group was given CMC 1% p.o as negative control, second group was given 1 U glargine insulin Lantus® s.c as positive control, third group was given MTME 0,44 g/Kg BW p.o as 1 part MTME control, fourth group was given MTME 0,22 g/Kg BW p.o as 0,5 part MTME control, fifth group was given combination of MTME 0,44 g/Kg BB p.o and 1 U glargine insulin Lantus® s.c simultaneously and sixth group was given combination of MTME 0,22 g/Kg BB p.o and 1 U glargine insulin Lantus® s.c simultaneously.

The hypoglycaemic effect of MTME and insulin was tested by oral glucose tolerance test (OGTT). Blood glucose level of all sampels are measured at 0 minute before OGTT and at 15, 30, 45, 60, 90, 180, and 240 minutes after OGTT by GOD-PAP method. AUC0-240 values were tested by one way ANOVA and continued by Scheffe test with 95% level of confidence.

(22)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang Penelitian

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat

pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau ketika

tubuh sudah tidak mampu lagi memberikan respon yang tepat terhadap insulin

yang dihasilkan yang ditunjukkan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam

darah (hiperglikemi) (WHO, 2011). Secara umum, penyakit diabetes melitus

(DM) ini diklasifikasikan menjadi 2, yakni DM tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 atau

Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) merupakan jenis diabetes yang

terjadi karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang

cukup. Gangguan produksi insulin pada diabetes tipe 1 pada umumnya terjadi

karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi

otoimun. DM tipe 2 atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI)

merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibanding

dengan DM tipe 1. Diabetes ini bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,

tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin

secara normal atau resistensi insulin (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan

Alat Kesehatan, 2005).

Penyakit diabetes melitus atau yang biasa disebut dengan kencing manis,

merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diidap seluruh orang di dunia

(23)

2000, jumlah penderita diabetes di Indonesia sebanyak 8,4 juta. Pada tahun 2003,

jumlahnya meningkat menjadi 13,8 juta. Diperkirakan, pada tahun 2030, jumlah

penderita mencapai lebih dari 21 juta orang. World Disease Federation juga

menyebutkan saat ini setiap 10 detik satu orang meninggal akibat diabetes. Setiap

30 detik terjadi amputasi kaki pada penderita diabetes. Penyakit yang sering

disebut sakit gula ini merupakan penyakit yang menimbulkan banyak komplikasi

yang bisa berujung pada kematian dan kecacatan (Kartinah, 2008). DM bukan

100% penyakit turunan (genetik). Diabetes melitus bisa disebabkan riwayat

keturunan maupun disebabkan oleh gaya hidup yang buruk. Setiap orang bisa

terkena penyakit kencing manis baik tua maupun muda (Kusdinar dan Mitri,

2004).

Semakin meningkatnya angka kejadian dan resiko peningkatan penyakit

diabetes merupakan salah satu masalah yang serius dan harus dicegah. Walaupun

DM merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara

langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan

DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat

(non farmakologis) dan terapi obat (farmakologis). Dalam penanganan DM,

langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa

pengaturan diet dan olahraga. Apabila langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan

belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi

insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya (Direktorat

(24)

Insulin merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM

tipe 2. Salah satu sediaan insulin adalah Glargine (Lantus R/) yang merupakan

long acting insulin analog yang diproduksi melalui teknik rekombinan DNA

dengan melakukan modifikasi human insulin. Menurut American Diabetes

Association (ADA) (2009), terapi insulin sudah boleh dimulai dan diberikan bila

terapi intervensi gaya hidup dan metformin telah gagal dan bila nilai A1C > 9%

(Murtiwi, 2009).

Penyakit diabetes merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan

secara total, namun dapat dikendalikan, dan pengobatannya butuh waktu yang

lama dan dalam jangka panjang, sehingga biaya pengobatan yang dibutuhkan juga

akan semakin besar dan mahal. Selain itu penggunaan obat-obatan dalam jangka

panjang juga akan menimbulkan efek samping yang besar. Sehingga penggunaan

obatan modern dalam jangka panjang perlu diperhatikan, dan beralih ke

obat-obatan tradisional. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman

daripada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional

memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Oktora,

2006). WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam

pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit,

terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker (WHO, 2003).

Saat ini, masyarakat sering mengkombinasikan obat antidiabetik dengan

obat tradisional yang memiliki efek antidiabetik sebagai obat komplementer atau

alternatif. Namun, masyarakat tidak menyadari bahwa ada kemungkinan timbul

(25)

obat tersebut dikonsumsi secara bersamaan. Menurut Masharani dan Karam

(2002), penggunaan acarbose (golongan senyawa α-glucose inhibitors (AGI))

dalam dosis tunggal tidak mengakibatkan terjadinya resiko hipoglikemia. Namun,

kombinasi acarbose (AGI) dengan insulin atau sulfonilurea dapat mengakibatkan

hipoglikemi.

Salah satu tumbuhan yang dapat berpotensi sebagai obat hipoglikemik

ialah Macaranga tanarius, yang dikenal juga sebagai tumbuhan mara, tutup

merah, sapat. Puteri dan Kawabata (2010), melaporkan terdapat 5 senyawa baru

yang diisolasi dan diidentifikasi dari ekstrak metanol-air daun M. tanarius

(EMMT), yaitu asam mallotinic, corilagin, asam chebulagic, macatannin A dan

macatanninB. Senyawa-senyawa tersebut diidentifikasi dapat menghambat enzim

α-glucosidase (α-glucosidase inhibitors, AGI). Enzim α-glucosidase berperan

dalam dalam peruraian karbohidrat menjadi glukosa, sehingga glukosa dapat

diabsorbsi ke dalam sel. Penelitian menggunakan EMMT yang dilakukan oleh

Handayani dan Nugrahesti (2011), melaporkan bahwa EMMT memiliki aktivitas

hipoglikemik dan mampu meningkatkan efek hipoglikemik pada pemberian

kombinasi glibenklamide dan EMMT pada tikus Wistar jantan yang terbebani

glukosa. Penelitian Setiawan (2012), juga melaporkan bahwa EMMT memiliki

potensi penurunan kadar glukosa terhadap metformin pada tikus putih jantan.

Selain itu, penelitian Oktavia (2012), melaporkan bahwa EMMT dapat

menurunkan potensi penurunan kadar glukosa dari metformin jika digunakan

secara bersamaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh

(26)

1. Permasalahan

Apakah EMMT memiliki kemampuan meningkatkan efek hipoglikemik

dari insulin pada tikus jantan Wistar yang terbebani glukosa ketika digunakan

secara bersamaan?

2. Keaslian penelitian

Penelitian yang menggunakan ektrak daunM. tanarius pernah dilakukan

oleh Puteri dan Kawabata (2010). Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa

kandungan tanamanM. tanarius yaitumallotinic acid,corilagin,chebulagic acid,

macatannin A dan macatannin B yang memiliki aktivitas penghambat enzim α

-glucosidaseyang dapat berfungsi sebagai obat antidiabetik.

Penelitian in vivo yang pernah dilaporkan adalah mengenai efek

hepatoprotektif dan anti inflamasi EMMT oleh Kurniawaty, Andrianto, dan

Hendra (2011) dan mengenai efek analgesik EMMT oleh Andini dan Hendra

(2011) pada hewan uji mencit. Penelitian lain yang menggunakan EMMT juga

dilakukan oleh Handayani dan Nugrahesti (2011), yang melaporkan bahwa

EMMT memiliki aktivitas hipoglikemik dan mampu meningkatkan efek

hipoglikemik pada pemberian kombinasi glibenklamide dan EMMT pada tikus

Wistar jantan yang terbebani glukosa. Selain itu, Setiawan (2012) yang

melaporkan bahwa EMMT memiliki potensi penurunan kadar glukosa terhadap

metformin pada tikus putih jantan dan penelitian Oktavia (2012), yang

melaporkan bahwa EMMT dapat menurunkan potensi penurunan kadar glukosa

(27)

Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian ini berbeda dengan penelitian

sebelumnya karena penelitian ini melihat aspek lain yakni pengaruh EMMT

terhadap insulin dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah tikus yang

terbebani glukosa.

3. Manfaat penelitian

a. Manfaat teoritis. Dengan penelitian ini, diharapkan dapat

memberikan informasi dan pengembangan bagi ilmu pengetahuan khususnya

dibidang ilmu kefarmasian tentang manfaat ekstrak daunM. tanariussebagai obat

hipoglikemi.

b. Manfaat praktis. Dengan penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat ekstrak daun M.

tanariussebagai obat hipoglikemi.

B. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui kemampuan EMMT dalam meningkatkan efek

hipoglikemik dari insulin pada tikus jantan Wistar yang terbebani glukosa ketika

(28)

7 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. TanamanMacaranga tanariusL. 1. Sinonim

Ricinus tanariusL.

2. Nama Daerah

Mara, Tutup merah, Sapat (World Agroforesty Centre, 2011).

3. Taksonomi

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)

Superdevisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)

Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)

Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)

Subkelas : Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Famili : Euphorbiaceae

Genus : Macaranga

Spesies :Macaranga tanariusL.

4. Penyebaran

Tanaman ini tersebar di hampir semua daerah tropis, antara lain

(29)

5. Morfologi

Macaranga tanarius merupakan merupakan pohon kecil sampai sedang,

dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar. Perbungaan berada

di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar

kekuningan di luarnya, biji membulat, menggelembung. Jenis ini juga

mengandung tanin yang cukup untuk menyamak jala dan kulit (Prosea, 2011).

6. Kandungan

Berdasarkan penelitian Puteri dan Kawabata (2010), dilaporkan bahwa

ditemukan kandungan mallotinic acid, chebulagic acid, corilagin,dan 2 senyawa

baru, yaitu macatanninA dan B pada fraksi etil asetat daun M. tanarius. Kelima zat

ini (Gambar 1) dilaporkan mempunyai aktivitas menghambat α-glucosidase yang berpotensi sebagai antidiabetik.

(30)

Menurut penelitian Matsunami dkk. (2009), dilaporkan bahwa dalam daun

M. tanarius terdapat macarangiosida A, macarangiosida B, macarangiosida C,

macarangiosida D, dan malofenol B, laurosida E, metil brevifolin karboksilat, dan

larutan hiperin dan isokuercitin. Adanya senyawa macarangiosida A-D, dan

malofenol B dari ekstrak metanol daun M. tanarius menunjukan aktivitas

antioksidan dengan yang ditunjukan dengan aktivitas penangkapan radikal

terhadap DPPH.

Menurut penelitian Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat,

Sutthivaiyakit (2005) dilaporkan bahwa dalam daun M. tanarius ditemukan tiga

kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan

tanariflavanon D bersama dengan tujuh kandungan yang telah diketahui, yaitu

nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone B, blumenol A

(vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol, dan annuionone. Pada uji kimia

tanin dalam daunM. tanarius dilaporkan mengandung 7 kandungan tanin baru, yaitu

7 hydrolyzable tannin, bersama dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya

(Lin, Nonaka dan Nishioka, 1990).

7. Khasiat dan kegunaan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lin, dkk. (1990), tanaman M.

tanariussudah digunakan di Asia Tenggara dan Australia sebagai obat tradisional,

dimana batang dan daun M. tanarius yang mengandung banyak tanin digunakan

untuk mengobati diare, luka, dan sebagai antiseptik. Di China, akar tanaman M.

(31)

dilakukan Phommart dkk (2005), akar tanaman M. tanarius digunakan sebagai

antipiretik dan antitusif, dan daunM. tanariusdigunakan sebagai antiinflamasi.

B. Karbohidrat 1. Klasifikasi

Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon

(C), hidrogen (H) dan oksigen (O) (Irawan, 2007). Karbohidrat diklasifikasikan

sebagai berikut.

a. Monosakarida. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat

dihidrolisis menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Monosakarida merupakan

jenis karbohidrat sederhana yang terdiri dari 1 gugus cincin. Contoh dari

monosakarida yang paling banyak terdapat dalam sel tubuh manusia adalah

glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Glukosa, galaktosa, fruktosa, dan manosa adalah

heksosa terpenting secara fisiologis (Murray, Granner, Rodwell, 2009).

b. Disakarida. Disakarida adalah produk kondensasi dua residu

monosakarida yang dihubungkan oleh suatu ikatan glikosida. Disakarida yang

penting secara fisiologis adala maltosa, sukrosa, dan laktosa (Murray dkk., 2009).

Contoh disakarida yang umum digunakan dalam konsumsi sehari-hari adalah

sukrosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa dan fruktosa dan juga

laktosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa & galaktosa (Irawan,

(32)

c. Oligosakarida. Oligosakarida adalah produk kondensasi tiga sampai

sepuluh monosakarida. Sebagian besar oligosakarida tidak dicerna oleh enzim

dalam tubuh manusia (Murray dkk., 2009).

d. Polisakarida. Polisakarida adalah produk kondensasi lebih dari

sepuluh unit monosakarida, contohnya pati dan dekstrin yang mungkin merupakan

polimer linier atau bercabang. Polisakarida kadang-kadang diklasifikasikan

sebagai heksosan atau pentosan, bergantung pada identitas monosakarida

pembentuknya (Murray dkk., 2009).

2. Konsentrasi dan sumber glukosa darah

Karbohidrat dalam makanan yang dapat dicerna akan menghasilkan

glukosa, galaktosa, dan fruktosa yang kemudian diangkut ke hati melalui vena

porta hepatika. Galaktosa dan fruktosa cepat diubah menjadi glukosa di hati

(Murray dkk., 2009).

Glukosa terbentuk dari dua kelompok senyawa yang menjalani

glukoneogenesis, yakni kelompok yang terlibat dalam perubahan netto langsung

menjadi glukosa, termasuk sebagian besar asam amino dan propionat dan

kelompok yang merupakan produk metabolisme glukosa di jaringan. Oleh karena

itu, laktat yang dibentuk melalui glikolisis di otot rangka dan eritosit, diangkut ke

hati dan ginjal tempat zat ini diubah kembali menjadi glukosa, yang kembali

tersedia melalui sirkulasi untuk oksidasi di jaringan. Proses ini dikenal sebagai

siklus Cori atau siklus asam laktat (Murray dkk., 2009).

Pada keadaan puasa, terjadi pengeluaran alanin yang cukup banyak dari

(33)

dikatabolisme. Alanin dibentuk melalui transaminasi piruvat yang dihasilkan oleh

glikolisis, glikogen otot, dan diekspor ke hati tempat zat ini menjadi substrat bagi

glukoneogenesis setelah transaminasi kembali menjadi piruvat. Siklus

glukosa-alanin ini merupakan cara tidak langsung pemanfaatan glikogen otot untuk

mempertahankan glukosa darah dalam keadaan puasa. ATP yang dibutuhkan

untuk sintesis glukosa dari piruvat di hati berasal dari oksidasi asam lemak.

Glukosa juga dibentuk dari glikogen hati melalui glikogenolisis (Murray dkk.,

2009).

C. Diabetes Melitus 1. Definisi

Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat

pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh sudah

tidak mampu lagi memberikan respon yang tepat terhadap insulin yang dihasilkan

yang ditunjukkan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah

(hiperglikemia) (WHO, 2011). Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa

ke dalam sel terhambat serta metabolismenya terganggu. Dalam keadaan normal,

kira-kira 50% glukosa yang di makan mengalami metabolisme sempurna menjadi

CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi

lemak (Handoko dan Suharto, 1995).

2. Klasifikasi diabetes melitus

American Diabetes Association baru-baru ini merevisikan klasifikasi dan

(34)

melitus (IDDM) dan non-insulin-dependent diabetes melitus (NIDDM) telah

diganti dengan tatanama masing-masing mejadi diabetes tipe 1, tipe 2 (Katzung,

2004).

a. Diabetes tipe 1 atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI).

Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan

terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes tipe 1 ini sangat lazim terjadi

pada anak remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa,

khususnya yang non-obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia

tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme

yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon

plasma meningkat dan sel-sel β pankreas gagal merespon semua stimulus

insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk

memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan

hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Katzung, 2004).

b. Diabetes tipe 2 (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin

(DMTTI). Diabetes tipe 2 merupakan sutau kelompok heteroatom yang terdiri

dari bentuk diabetes yang lebih ringan yang terutama terjadi pada orang dewasa

tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Sirkulasi insulin endogen cukup

untuk mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin sering dalam kadar kurang

dari normal atau secara relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan.

Obesitas, yang umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin, merupakan

(35)

3. Prevalensi

WHO memperkirakan, pada 2000, jumlah penderita diabetes di Indonesia

sebanyak 8,4 juta. Pada 2003, jumlahnya meningkat menjadi 13,8 juta.

Diperkirakan, pada 2030, jumlah penderita mencapai lebih dari 21 juta orang.

WDF juga menyebutkan saat ini setiap 10 detik satu orang meninggal akibat

diabetes. Setiap 30 detik terjadi amputasi kaki pada penderita diabetes. Penyakit

yang sering disebut sakit gula itu merupakan penyakit yang menimbulkan banyak

komplikasi yang bisa berujung pada kematian dan kecacatan (Kartinah, 2008).

Diabetes melitus tipe-2 merupakan jenis diabetes melitus yang paling sering

ditemukan dalam praktek dan diperkirakan mencakup sekitar 90% dari semua

penderita diabetes melitus di Indonesia (Kusdinar dan Mitri, 2004).

4. Gejala klinik diabetes melitus

a. Diabetes tipe 1

1) Individu dengan DM tipe 1 dapat membuat penderita kurus dan

cenderung terjadi ketoasidosis diabetes.

2) Antara 20 – 40% pasien mengalami ketoasidosis setelah beberapa

hari mengalami poliuri, polidipsi, polifagi, dam kehilangan berat

badan.

3) Gejala klinik dari sedang sampai berat yang berkembang dengan

cepat (hari–minggu).

4) Relatif tidak ada kaitannya dengan genetika, dan terjadi pada usia

(36)

b. Diabetes tipe 2

1) Pasien dengan DM tipe 2 sering tanpa gejala.

2) Diagnosis DM tipe 2 harus dipertimbangkan pada pasien yang

obes, mempunyai faktor keturunan DM, wanita yang melahirkan

anak yang besar, mempunyai riwayat gestasional DM, hipertensi

atau pasien yang mempunyai kadar trigliserida ≥ 250 mg/dl, dan

HDL kolesterol≤35 mg/dl (Priyanto, 2009).

5. Diagnosis diabetes melitus

a. Normal jika glukosa darah puasa<110 mg/dl.

b. Gangguan glukosa darah puasa, jika glukosa darah puasa≥110 mg/dl

tetapi<126 mg/dl.

c. Gangguan toleransi glukosa, jika setelah 2 jam dari tes toleransi

glukosa kadarnya≥140 mg/dl tetapi<200 mg/dl

d. Dikatakan DM jika:

1) Ada gejala DM + random plasma glukosa≥200 mg/dl

2) Kadar glukosa puasa≥126 mg/dl

3) Kadar glukosa 2 jam setelah tes toleransi glukosa≥200 mg/dl

(37)

D. Insulin

Insulin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino

yang tersusun dalam 2 rantai; rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B

mempunyai 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 gugus disulfida

yaitu antara A7 dengan B7 dan A20 dengan B19 (Suherman, 2007).

Insulin disintesis oleh sel β pulau Langerhans dari proinsulin. Proinsulin

merupakan polipeptida rantai tunggal dengan 86 asam amino. Proinsulin berubah

menjadi insulin dengan kehilangan 4 asam amino (31, 32, 64, 65) dan lepasnya

rantai asam amino dari ke 33 sampai ke 63 yang menjadi peptida penghubung (

C-peptide, connecting peptide) seperti yang dijelaskan pada gambar 2 (Suherman,

2007).

Gambar 2. Perubahan proinsulin menjadi insulin dan C-peptida (Suherman, 2007)

1. Sekresi insulin

Insulin dirilis dari sel β pankreas, pada keadaan basal dengan kecepatan

(38)

khususnya glukosa dengan suatu kecepatan yang jauh lebih tinggi. Stimulan lain

seperti gula lain (misal mannosa ), asam amino tertentu (misal leucine, arginine)

dan juga dikenal aktivitas vagal (Katzung, 2004). Produksi insulin pada orang

normal, sehat yang kurus, antara 18 – 40 U per hari tau 0,2-0,5 U/kg berat badan

per hari dan hampir 50% disekresi pada keadaan basal, 50% yang lain karena

adanya asupan makanan (Suherman, 2007).

Mekanisme yang dapat merilis insulin ialah keadaan hiperglikemia

menyebabkan peningkatan kadar ATP intraseluler, sehingga menutup kanal

kalium yang tergantung pada ATP. Penurunan arus ke luar dari kalium yang

melalui kanal tersebut menyebabkan depolarisasi sel β dan terbukanya kanal

kalsium yang tergantung voltase (voltage-gated). Hasil dari peningkatan kalsium

intraseluler memicu sekresi hormon tersebut (Katzung, 2004). Hal tersebut dapat

dijelaskan pada gambar 3.

(39)

2. Kerja insulin di sel

Target organ utama insulin dalam mengatur kadar glukosa adalah hepar,

otot, dan adiposa. Peran utamanya antara lain uptake, utilisasi, dan penyimpanan

nutrien di sel. Efek anabolik insulin meliputi stimulasi, utilisasi dan penyimpanan

glukosa, asam amino, asam lemak intrasel, sedangkan proses katabolisme

(pemecahan glikogen, lemak dan protein) dihambat. Semua efek ini dilakukan

dengan stimulasi transport substrat dan ion ke dalam sel, menginduksi translokasi

protein, mengaktifkan dan menonaktifkan enzim spesifik, merubah jumlah protein

dengan mempengaruhi kecepatan transkripsi gen dan translasi mRNA spesifik

(Suherman, 2007).

3. Regulasi transport glukosa

Stimulasi transport glukosa ke otot dan jaringan adiposa merupakan hal

yang krusial dari respons fisiologik terhadap insulin. Glukosa masuk ke dalam sel

melalui salah satu jenisglucose-transporter(GLUT), dan 5 dari GLUT ini (GLUT

1 sampai GLUT 5) berperan pada difusi glukosa ke dalam sel yang bersifat Na+

-independent. Insulin merangsang transport glukosa dengan menginduksi energi

untuk mentranslokasi GLUT 4 dan GLUT 1 dari vesikel intrasel ke membran

plasma. Insulin mempercepat masuknya glukosa ke sel otot rangka dan adiposa.

Insulin masuk ke reseptor α di luar sel kemudian ke reseptor β di dalam sel.

Selanjutnya merangsang fosforilase intrasel yang kompleks, berakhir dengan

pembentukan transporter glukosa (GLUT 4). Kemudian GLUT 4 ditranslokasi ke

(40)

digunakan untuk metabolisme atau disimpan sebagai glikogen atau trigliserida.

Hal ini dapat dijelaskan pada gambar 4.

Gambar 4. Mekanisme kerja insulin (Suherman, 2007)

Efek ini bersifat reversibel, GLUT kembali ke pool intrasel saat insulin

tidak bekerja lagi. Gangguan proses regulasi ini dapat menjadi salah satu sebab

DM tipe 2 (Suherman, 2007)

4. Sediaan analog insulin

Insulin merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM

tipe 2. Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain

intravena, intramuskuler, dan umumnya dalam penggunaan jangka panjang lebih

disukai pemberian sub kutan (Suherman, 2007). Secara normal insulin disekresi

masuk ke vena porta dan selanjutnya mencapai hepar dalam beberapa detik. Bila

insulin diberikan secara subkutan, sebelum diabsorbsi dan kemudian masuk ke

peredaran darah membutuhkan waktu untuk melakukan perubahan bentuk

(41)

Insulin analog merupakan upaya untuk membuat insulin yang menyerupai

profile insulin yang fisiologis ditubuh kita. Molekul human insulin terdiri dari

rangkaian asam amino dalam bentuk dua rantai yaitu rantai A yang terdiri dari 21

asam amino dan rantai B yang terdiri dari 30 asam amino. Dengan merubah

bentuk molekul asli dengan mengganti salah satu asam amino dalam rantainya

akan memberikan perubahan kerja insulin. Perubahan molekul insulin ini akan

menghasilkan insulin analog yang mempunyai sifat absorbsi dari tempat injeksi

lebih cepat, sehingga akan masuk ke dalam aliran darah bersamaan dengan

keadaan hiperglikemi prandial (Murtiwi, 2011).

Berdasarkan cara kerjanya, insulin analog diklasifikasikan sebagai:

a. Kerja cepat (rapid acting), sebagai contoh insulin aspart

(Novorapid R/), insulin lispro (Humalog R/), insulin glulisine (Apidra R/)

b. Insulin kerja panjang (long acting), sebagai contoh glargine

(Lantus R/) dan detemir (Levemir R/)

c. Insulin bifasik (premixed) merupakan campuran rapid acting dan

intermediet acting : Novomix R/ (biphasic insulin aspart 30), Humalog Mix R/

(biphasicinsulin lispro 25) (Murtiwi, 2011).

5. Insuline Glargine (Lantus R/)

Glargine (Lantus R/) merupakan long acting insulin analog yang

diproduksi melalui teknik rekombinan DNA dengan melakukan modifikasi human

insulin yaitu dengan cara menambahkan dua molekul arginine pada C-terminus

rantai cabang B yang akan menggeser titik isoelektrik dari pH 5,4 ke 6,7, kondisi

(42)

pH fisiologis jaringan subkutan. Dengan mengganti asam amino aspargine pada

posisi rantai A21 dengan glycine akan membuat larutan menjadi lebih stabil

(Murtiwi, 2011).

Bila insulin glargine berupa larutan yang jernih tidak berwarna, bersifat

asam setelah diinjeksikan secara subkutan akan membentuk mikroprespitat pada

pH netral pada ruang subkutan. Oleh karena larutan ini stabil maka absorbsi pada

tempat injeksi subkutan akan menjadi lambat dan berakhir dalam waktu lama,

insulin dilepas konstan selama 24 jam, tanpa puncak sehingga menyerupai profil

sekresi insulin pada orang non DM pada kondisi post absorbsi (Murtiwi, 2011).

Hal tersebut dapat dijelaskan pada gambar 5.

(43)

E. Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang

tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah

ditetapkan (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).

Metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan

dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa

hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi

digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang

mudah larut dalam cairan penyari (Sudjadi, 1986).

Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk

simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur

kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati

dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan

di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak

keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi).

Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara

larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan

dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan

(44)

F. Metode Penentuan Kadar Glukosa Darah

Secara umum, metode penentuan glukosa darah dapat ditentukan dengan

beberapa cara, yaitu :

1. Metode kondensasi gugus amin

Prinsipnya aldosa dikondensasi dengan orto toluidin dalam suasana asam

dan menghasilkan larutan berwarna hijau setelah dipanaskan. Kadar glukosa darah

dapat ditentukan sesuai dengan intensitas warna yang terjadi, diukur secara

spektrofotometri (Widowati, Dzulkarnain, Sa’roni, 1997). 2. Metode enzimatik

Glukosa dapat ditentukan secara enzimatik, misalnya dengan

penambahan enzim glukosa oksidase (GOD). Dengan adanya oksigen atau udara,

glukosa dioksidasi oleh enzim menjadi asam glukoronat disertai pembentukan

H2O2. Dengan adanya enzim peroksidase (POD), H2O2 akan membebaskan O2

yang mengoksidasi akseptor kromogen yang sesuai serta memberikan warna yang

sesuai pula. Kadar glukosa darah ditentukan berdasarkan intensitas warna terjadi,

diukur secara spektrofotometri (Widowati, dkk, 1997).

3. Metode reduksi

Prinsipnya kadar glukosa darah ditentukan secara reduksi dengan

menggunakan suatu oksidan ferisianida yang direduksi menjadi ferosianida oleh

glukosa dalam suasana basa dengan pemanasan. Kemudian kelebihan garam feri

(45)

4. Metode pemanasan glukosa

Glukosa dipisahkan dalam keadaan panas dengan antron atau timol dalam

suasana asam sulfat pekat. Glukosa juga dapat dipisahkan secara kromatografi,

tetapi pemisahan glukosa ini jarang dilakukan (Widowati, dkk, 1997).

G. Teknik Induksi Diabetes

Pada uji farmakologi atau bioaktivitas pada hewan percobaan, keadaan

diabetes melitus dapat diinduksi dengan cara pankreaktomi dan pemberian zat

kimia. Zat kimia sebagai induktor (diabetogen) bisa digunakan aloksan,

streptozotozin, diaksosida, adrenalin, glukagon, EDTA yang diberikan secara

parenteral.

1. Uji toleransi glukosa oral (UTGO)

Kadar glukosa darah pada individu normal meningkat dalam satu jam

setelah pemberian glukosa oral. Absorpsi glukosa menjadi normal kembali setelah

dua sampai tiga jam setelah pemberian glukosa (Mayes, Murray, Granner, 1990).

Kemampuan tubuh dalam memanfaatkan glukosa dapat ditentukan

dengan mengukur toleransi glukosa yang dapat ditunjukkan dengan sifat kurva

glukosa darah setelah pemberian glukosa. Diabetes melitus ditandai dengan

berkurangnya toleransi tubuh terhadap glukosa yang disebabkan berkurangnya

sekresi insulin. Hal ini dimanifestasikan dengan kadar glukosa darah yang makin

meningkat (hiperglikemik) disertai glikosuria dan perubahan pada metabolisme

(46)

2. Induksi aloksan

Aloksan (Gambar 6) merupakan bahan kimia yang digunakan untuk

menginduksi diabetes pada binatang percobaan. Efek diabetogeniknya bersifat

antagonis dengan glutathion yang bereaksi dengan gugus SH nya (Suharmiati,

2003).

Mekanisme aksi dalam menimbulkan perusakan yang selektif belum

diketahui dengan jelas. Beberapa hipotesis tentang mekanisme aksi yang telah

diajukan antara lain: pembentukan khelat terhadap Zn, interferensi dengan

enzim-enzim sel β serta deaminasi dan dekarboksilasi asam amino. Perusakan sel β

pankreas secara selektif oleh aloksan belum banyak diketahui. Penelitian terhadap

mekanisme kerja aloksan secara invitro menunjukkan bahwa aloksan menginduksi

pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel

terganggu. Keluarnya ion kalsium dari mitokondria ini mengakibatkan gangguan

homeostasis yang merupakan awal dari matinya sel (Suharmiati, 2003).

Gambar 6. Struktur aloksan (Anonim b, 2011) 3. Induksistreptozotocin

Streptozotocin (STZ, 2 deoxy 2 (3 (methyl 3 nitrosoureido) D

-glucopyranose) (Gambar 7) adalah hasil sintesis dari Streptomycetes

achromogenes dan digunakan untuk menginduksi baik diabetes tipe 1 maupun

(47)

diberi suntikan streptozotocin secara intraperitonial. Untuk menstimulasi Insulin

Dependen Diabetes Melitus (IDDM) digunakan dosis 65 mg/kg berat badan,

dengan binatang percobaan tikus (umur 3-4 bulan). Sedangkan untuk Non Insulin

Diabetes Melitus digunakan dosis 90 mg/kg berat badan, dengan binatang

percobaan anak anjing (umur 48 jam) (Suharmiati, 2003).

Gambar 7. Strukturstreptozotocin(Szkudelski, 2001)

Streptozotocin masuk ke dalam sel β melalui GLUT2 dan menyebabkan

alkilasi DNA. Kerusakan DNA ini akan menginduksi pengaktifan poly

ADP-ribosylation, yang menyebabkan pengurangan NAD+ dan ATP dalam sel.

Peningkatan defosforilasi ATP setelah pemberian streptozotocin memasok

substrat xantine oksidase yang menyebabkan pembentukan radikal superoksid.

Oleh karena itu, radikal hidrogen peroksida dan hidroksil juga terbentuk.

Lebih-lebih, streptozotocin membebaskan sejumlah nitrit oksid yang menghalangi

aktivitas acotinase dan berperan dalam perusakan DNA. Sebagai hasilnya, sel β

mengalami kerusakan oleh nekrosis (Szkudelski, 2001).

H. Interaksi Obat

Pada penulisan resep, sering beberapa obat diberikan secara bersamaan,

maka mungkin terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Dalam hal ini obat

(48)

memperpendek kerja obat kedua. Menurut jenis mekanisme kerja dibedakan

menjadi interaksi farmakodinamika dan interaksi farmakokinetika (Mustschler,

1991).

1. Interaksi farmakokinetika

Interaksi farmakokinetika dapat terjadi selama fase farmakokinetika obat

secara menyeluruh, juga pada absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan eliminasi.

a. Interaksi pada proses absorpsi. Interaksi pada proses absorpsi dapat

terjadi akibat perubahan harga pH obat pertama. Selanjutnya pengaruh absorpsi

suatu obat kedua mungkin terjadi akibat perpanjangan atau pengurangan waktu

huni dalam saluran cerna atau akibat pembentukan kompleks (Mustschler, 1991).

b. Interaksi pada proses distribusi. Jika dalam darah pada saat yang

sama terdapat beberapa obat, terdapat kemungkinan persaingan terhadap tempat

ikatan pada protein plasma. Persaingan terhadap ikatan protein merupakan proses

yang sering yang sesungguhnya hanya baru relevan jika obat mempunyai ikatan

protein yang tinggi, lebar terapi rendah, dan volume distribusi relatif kecil

(Mustschler, 1991).

c. Interaksi pada proses biotransformasi. Dengan cara yang sama

seperti pada albumin plasma, mungkin terjadi persaingan terhadap enzim yang

berfungsi untuk biotransformasi obat, khususnya sitokrom P-450 dan dengan

demikian, mungkin terjadi metabolisme yang diperlambat. Biotransformasi suatu

obat kedua selanjutnya dapat diperlambat atau dipercepat berdasarkan

penghambatan enzim atau induksi enzim yang ditimbulkan oleh obat pertama

(49)

d. Interaksi pada proses eliminasi. Interaksi pada eliminasi melalui

ginjal juga dapat terjadi akibat perubahan harga pH dalam urin atau karena

persaingan tempat ikatan pada sistem transpor yang berfungsi untuk sekresi atau

reabsorbsi aktif (Mustschler, 1991).

2. Interaksi farmakodinamika

Interaksi farmakodinamika hanya diharapkan jika zat berkhasiat yang

saling mempengaruhi bekerja sinergis atau antagonis pada suatu reseptor, pada

suatu organ sasaran atau pada suatu rangkaian pengaturan. Jika sifat-sifat

farmakodinamika, yang kebanyakan dikenal baik, dari obat-obat yang diberikan

secara bersamaan diperhatikan, interaksi demikian dapat berguna secara terapeutik

apabila menguntungkan dan dapat dicegah apabila tidak diinginkan (Mustschler,

1991).

I. Landasan Teori

Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi akibat

pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau ketika

tubuh sudah tidak mampu lagi memberikan respon yang tepat terhadap insulin

yang dihasilkan yang ditunjukkan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam

darah (hiperglikemi).

Glukosa yang terdapat dalam darah berasal dari pemecahan karbohidrat

atau polisakarida yang bersumber dari makanan, menjadi bentuk

monosakaridanya seperti glukosa, yang diperantarai oleh enzim α glucosidase.

(50)

glukosa pada saat setelah asupan karbohidrat, sehingga kadar glukosa dalam darah

tinggi. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengurangi kadar glukosa dalam

darah adalah menghambat proses pemecahan karbohidrat atau polisakarida

menjadi bentuk monosakarida, yaitu dengan menghambat enzim α glucosidase.

Menurut penelitian Putri dan Kawabata (2010), dalam EMMT terdapat senyawa

yang berpotensi untuk menghambat enzimα glucosidase(α glucosidaseinhibitor)

sehingga dapat digunakan sebagai obat hipoglikemik. Penelitian lain yang

menggunakan EMMT juga dilakukan oleh Handayani dan Nugrahesti (2011),

yang melaporkan bahwa EMMT memiliki aktivitas hipoglikemik dan mampu

meningkatkan efek hipoglikemik pada pemberian kombinasi glibenklamida dan

EMMT pada tikus Wistar jantan yang terbebani glukosa. Penelitian Setiawan

(2012) menunjukkan bahwa EMMT pada dosis 0,44 g/Kg BB memiliki potensi

penurunan kadar glukosa dalam darah terhadap metformin pada tikus putih jantan

yang terbebani glukosa. Selain itu, menurut penelitian Oktavia (2012),

penggunaan EMMT bersamaan dengan metformin dapat menurunkan potensi

penurunan kadar glukosa dari metformin.

Insulin merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM

tipe 2. Salah satunya adalah insulin Glargine (Lantus R/) yang merupakan long

acting insulin analog yang diproduksi melalui teknik rekombinan DNA dengan

melakukan modifikasi human insulin. Hipoglikemia merupakan efek samping

yang sering terjadi dan terjadi akibat dosis insulin yang terlalu besar, tidak

(51)

karena adanya faktor yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin dan

interaksi dengan beberapa obat antidiabetik lain.

Menurut Masharani dan Karam (2002), penggunaan acarbose (AGI)

dalam secara dosis tunggal tidak mengakibatkan terjadinya resiko hipoglikemia.

Namun, kombinasi acarbose (AGI) dengan insulin atau sulfonilurea dapat

mengakibatkan hipoglikemi.

J. Hipotesis

EMMT dapat meningkatkan efek hipoglikemik dari insulin pada tikus

(52)

31 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang efek hipoglikemik kombinasi ekstrak metanol air daun

M. tanarius dengan insulin pada tikus jantan Wistar merupakan jenis penelitian

eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia dan

Laboratorium Farmakologi Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata

Dharma.

B. Variabel dan Definisi Operasional

Variabel-variabel yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut.

1. Variabel utama

a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

kombinasi dosis EMMT dan insulin.

b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah

efek hipoglikemik dari kombinasi pemberian EMMT dan insulin.

2. Variabel pengacau

a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam

penelitian ini adalah jenis kelamin, galur, berat badan, dan umur dari hewan uji.

(53)

200-300 g dan umurnya 2-3 bulan, jalur pemberian EMMT dilakukan secara peroral

(p.o), jalur pemberian insulin secara subkutan (s.c).

b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali

dalam penelitian ini adalah keadaan patologis dari hewan uji yang digunakan,

kemampuan tubuh hewan uji untuk mengabsorbsi EMMT

3. Definisi operasional

a. DaunM. tanariusadalah daun yang diambil dari tanamanM. tanarius,

yang berwarna hijau, tidak cacat dan segar.

b. EMMT (EMMT) berupa ekstrak kental yang diperoleh dengan

mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 10 g yang

dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 50% secara maserasi selama

72 jam. Kemudian disaring dengan kertas saring, dievoporasi dan

dikeringkan di oven hingga diperoleh bobot tetap.

c. Dosis EMMT adalah sejumlah berat EMMT tiap satuan berat badan

hewan uji dengan satuan mg/kg BB.

d. Larutan EMMT pekat merupakan larutan dengan konsentrasi 38,4%

yang diperoleh dengan melarutkan 1,92 gram EMMT dengan CMC

1% dalam labu ukur 5 mL sampai tanda

e. LDDK0-240 kadar glukosa dalam darah adalah besaran yang

menggambarkan jumlah kadar glukosa dalam darah pada rentang

waktu mulai menit ke-0 sampai menit ke-240 yang dihitung

(54)

f. Efek hipoglikemik adalah efek penurunan kadar glukosa darah yang

dilihat berdasarkan penurunan nilai LDDK0-240.

C. Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Bahan utama

a. Hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan Wistar, dengan umur

2-3 bulan, berat badan 200-300 g yang diperoleh Laboratorium

Hayati Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

b. Bahan uji yang digunakan adalah daunM. tanariusyang dipanen dan

diperoleh dari Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta.

2. Bahan kimia

a. Senyawa pembanding (kontrol positif) berupa insulin Lantus®

Solostar yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan

Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

b. Senyawa yang digunakan untuk pengukuran glukosa dalam darah

berupa reagen GOD-PAP yang diperoleh dari Laboratorium

Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata

(55)

c. Metanol 50% sebagai pelarut dalam ekstraksi daunM. tanarius yang

diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas

Farmasi Universitas Sanata Dharma.

d. Aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan

Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

e. CMC 1% yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan

Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

f. Glukosa monohidrat p.a diperoleh dari Laboratorium

Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

g. Parafin cair yang diperoleh dari Laboratorium

Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta.

D. Alat dan Instrument Penelitian

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Alat pembuat simplisia

a. Mesin penyerbuk (Retsch)

b. Oven (Memmert)

c. Ayakan

(56)

2. Alat ekstraksi

a. Maserator

b. Oven (Memmert)

c. Timbangan analitik (Mettler Toledo AB240)

d. Seperangkat alat gelas berupa Erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur,

labu ukur, cawan porselen, pengaduk (Pyrex Iwaki Glass).

3. Alat uji pengukuran kadar glukosa

a. Spuit injeksi yang digunakan untuk pemberian peroral, berupa jarum

yang ujungnya berbentuk bulat dan berlubang di bagian tengah

(Terumo)

b. Jarum injeksi yang memiliki ujung runcing dan digunakan untuk

pemberianinsulinsecara subkutan.

c. Alat sentrifugasi(Centurion Scientific)

d. Mikropipet

e. Tabung Efendorf

f. Mikrovitalab(Microlab 200, Merck)

g. Surgical bladenomor 10 dan 11

h. Vortex (Genie Wilten)

i. Stopwatch

j. Seperangkat alat gelas berupa, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur,

labu ukur (Pyrex Iwaki Glass).

4. Lain-lain

(57)

E. Tata Cara Penelitan 1. Determinasi tanaman

Determinasi tanamanM. tanariusmenggunakan biji, bunga, daun, buah dan

batang yang dilakukan secara benar sesuai dengan buku acuan. Determinasi tanaman

dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta (Lampiran 5).

2. Pengumpulan bahan

Daun M. tanarius diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas

Sanata Dharma Yogyakarta. Daun yang diambil adalah daun segar berwarna hijau,

tidak sedang berbuah, tidak berlubang dan tidak terlalu tua dan muda (diambil daun

yang berada tidak dipangkal dan diujung batang).

3. Pembuatan simplisia

Pembuatan simplisia daun M. tanarius yang telah dikumpulkan, dicuci

dengan air mengalir, kemudian ditiriskan pada sinar matahari, untuk meniadakan air

pada daun. Selanjutnya daun dikeringkan kembali menggunakan oven pada suhu

50°C selama 24 jam dan diserbuk menggunakan mesin penyerbuk di Laboratorium

Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Kemudian

serbuk simplisia diayak menggunakan ayakan dengan nomor mesh 40.

4. Pembuatan EMMT

Pembuatan EMMT dilakukan dengan cara menyari serbuk kering daun M.

tanarius secara maserasi. Serbuk daun M. tanarius seberat 10,0 g direndam dengan 100 ml pelarut metanol 50% di dalam erlenmeyer selama 72 jam (Puteri dan

Kawabata, 2010) dengan kecepatan 150 rpm pada suhu kamar. Setelah dimaserasi,

(58)

dievaporasi dengan evaporator. Hasil dari evaporasi kemudian dipindahkan ke gelas

piala yang telah ditimbang sebelumnya, dengan maksud untuk mempermudah

perhitungan rendemen ekstrak kental yang akan diperoleh. Selanjutnya, gelas piala

tersebut dimasukkan dalam oven untuk diuapkan dengan suhu 50°C agar

mendapatkan EMMT yang kental dengan bobot ekstrak yang tetap.

5. Penetapan konsentrasi ekstrak pekat dan dosis EMMT

Konsentrasi pekat EMMT diperoleh berdasarkan penelitian sebelumnya

oleh Andrianto (2010), yaitu sebesar 0,384g/mL atau 384 mg/ml atau 38,4% b/v.

6. Penetapan dosis kombinasi EMMT dan insulin

a. Penetapan dosis EMMT. Dosis EMMT yang digunakan adalah dosis

yang memberikan LDDK0-240 yang terkecil berdasarkan penelitian sebelumnya

oleh Setiawan (2012), yaitu sebesar 0,44g/Kg BB tikus.

b. Penetapan dosis insulin. Dosis insulin yang digunakan untuk hewan

uji adalah sebesar 1 U. Dosis insulin yang digunakan ini merupakan hasil orientasi

yang dilakukan sebelum penelitian.

c. Penetapan kombinasi dosis. Kombinasi dosis EMMT dan insulin

yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 1:1 dan 0,5:1

7. Preparasi bahan

a. Pembuatan CMC 1%. CMC 1% dibuat dengan mendispersikan 1 g

CMC yang telah ditimbang seksama dengan air panas sampai volume 100 mL.

CMC 1% ini digunakan untuk melarutkan ekstrak kental metanol-air daun M.

tanarius.

b. Pembuatan larutan glukosa monohidrat 15%.Sebanyak 3,75g glukosa

(59)

8. Uji pendahuluan

a. Adaptasi pada hewan uji sebelum pengujian. Sebelum hewan uji

digunakan untuk penelitian, hewan uji diadaptasikan dengan lingkungan

laboratorium selama + 1 minggu terlebih dahulu.

b. Penetapan waktu pemberian EMMT. Sebanyak 2 kelompok dengan

masing-masing 3 ekor tikus diberi EMMT pada menit ke 0 dan 15 sebelum

pemberian glukosa monohidrat. Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat

sebelum perlakuan glukosa monohidrat sebagai menit ke-0 dan pada menit ke-15,

30, 45, 60, 90, 180, dan 240 setelah pembebanan glukosa. Kadar glukosa darah

kemudian diukur dengan metode GOD-PAP dan kemudian dibuat kurva UTGO

serta perhitungan harga LDKK0-240. Penentuan waktu pemberian EMMT

didasarkan pada harga LDKK0-240terendah.

c. Penetapan waktu pemberian insulin. Sebanyak 6 ekor tikus dibagi

menjadi 2 kelompok, kemudian masing-masing kelompok diberi perlakuan insulin

dengan dosis 1 U pada menit ke 0 (bersamaan) dan 15 setelah pemberian glukosa

monohidrat. Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat sebelum perlakuan

glukosa monohidrat sebagai menit ke-0 dan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 180,

dan 240 setelah pembebanan glukosa. Kadar glukosa darah kemudian diukur

dengan metode GOD-PAP dan kemudian dibuat kurva UTGO serta perhitungan

harga LDKK0-240. Penentuan waktu pemberian insulin didasarkan pada persen

(60)

9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Hewan percobaan yang digunakan sebanyak 30 ekor tikus putih jantan

galur Wistar yang telah diadaptasikan terlebih dahulu selama 1 minggu di

laboratorium. Kemudian dibagi secara acak dalam 6 kelompok perlakuan, yaitu:

a. Kelompok I adalah perlakuan dengan menggunakan insulin glargine

Lantus®dengan dosis 1U (kontrol positif) secara subkutan.

b. Kelompok II adalahperlakuan dengan menggunakanCMC 1% secara

per oral (kontrol negatif)

c. Kelompok III adalahperlakuan dengan menggunakanEMMT dengan

dosis 0,22 g/Kg BB secara peroral sebagai kontrol 0,5 bagian

EMMT.

d. Kelompok IV adalahperlakuan dengan menggunakanEMMT dengan

dosis 0,44 g/Kg BB secara peroral sebagai kontrol 1 bagian EMMT.

e. Kelompok V adalah perlakuan dengan menggunakan kombinasi

EMMT secara per oral dan insulin glargine Lantus® secara subkutan

masing-masing dengan perbandingan 0,5:1 (0,22 g/Kg BB : 1 U).

f. Kelompok VI adalah perlakuan dengan menggunakan kombinasi

EMMT secara peroral dan insulin glargine Lantus® secara subkutan

masing-masing dengan perbandingan 1:1(0,44 g/Kg BB : 1 U).

Sebelum diberikan perlakuan, semua hewan uji diberikan glukosa

monohidrat secara bersamaan dengan pemberian perlakuan. Kemudian sampel

(61)

240, kemudian kadar glukosa darah diukur dengan menggunakan mikrovitalab

dengan metode enzimatik GOD-PAP

10. Pengukuran kadar glukosa dalam darah

a. Pembuatan serum. Darah tikus diambil melalui vena lateralis ekor

dan ditampung dalam tabung mikro melalui dinding, kemudian disentrifugasi

dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan diambil serumnya.

b. Pengukuran kadar glukosa. Alat yang digunakan untuk

menganalisis kadar glukosa darah adalah mikrovitalab. Kadar glukosa dinyatakan

dalam mg/dL. Pengukuran kadar glukosa serum dilakukan di laboratorium

Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,

Yogyakarta. Analisis dilakukan dengan mencampurkan bahan seperti pada tabel I,

lalu divortexdan dibaca serapannya setelahoperating time(OT) selama 20 menit.

Tabel 1. Volume bahan untuk pengukuran kadar glukosa

Bahan

Selanjutnya dibuat kurva dengan mem-plot-kan nilai kadar glukosa darah

lawan waktu ke-0 sampai menit ke 240, dan kemudian dihitung nilai LDDK0-240

dengan metode trapezoid. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

LDDK = t − t

C = konsentrasi zat dalam darah (mg/ml)

(62)

F. Tata Cara Analisis Hasil

Data harga LDDK0-240 glukosa darah yang diperoleh diuji distribusinya

menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Jika distribusi data normal, analisis

perbedaan masing-masing kelompok dilakukan dengan Anova One Way dan

dilanjutkan dengan post hoc tests Scheffe dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika

nilai LDDK0-240glukosa darah mempunyai variansi yang berbeda, maka dilakukan

uji Kruskal Wallisdan dilanjutkan uji Mann Whitney dengan tingkat kepercayaan

Gambar

Tabel 1.Volume bahan untuk pengukuran kadar glukosa
Gambar 1. Kandungan senyawa yang diisolasi dari M. tanarius : (1) mallotinicacid, (2) corilagin, (3) macatannin A , (4) chebulagic acid dan (5) macatannin B
Gambar 2. Perubahan proinsulin menjadi insulin dan C-peptida (Suherman,2007)
Gambar 3. Mekanisme sekresi insulin di sel β (Suherman, 2007)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya, penulis dapat menyelesaikan Skripsi penelitian yang berjudul

Informasi kondisi lampu dikirim melalui jaringan Zigbee yang diimplementasikan menggunakan modul Xbee serta pengendalian pada titik sensor menggunakan modul

Dengan program KwikTrig 3.05 maupun KwikTrig versi sebelumnya pengukuran sudut, sisi, garis tinggi, luas dan keliling suatu segitiga dapat ditentukan dengan lebih cepat,

2013.An Analysis of Speech Function In The Transcript Of Face 2 Face Interview Of Desi Anwar With Richard Gere on July 23, 2011.Skripsi.English Education Department, Teacher

Dari keseluruhan hasil penelitian ini didapatkan bahwa status kesehatan hidung masyarakat di Komplek Perumahan TNI LANUDAL Manado yaitu baik.. Hal ini kemungkinan

Sarana pendididikan yang masih kurang memadai ditambah dengan mahalnya biaya pendidikan sering menjadi penyebab belum terealisasinya penuntasan Wajib Belajar

Sebagai unsur kelembagaan yang berfungsi membentuk sumber daya manusia yang memiliki keahlian, kepakaran, dan kompetensi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, perguruan

Pada Tabel 3 nampak secara keseluruhan hubungan pengaruh dalam penelitian ini diperoleh hasil bahwa seluruhnya berpengaruh positip namun dari enam (6) hubungan,