EFEK HIPOGLIKEMIK KOMBINASI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanariusL. DENGAN INSULIN PADA TIKUS WISTAR
JANTAN TERBEBANI GLUKOSA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan Oleh:
Rio Bagus Permadi
NIM : 088114106
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
i
EFEK HIPOGLIKEMIK KOMBINASI EKSTRAK METANOL-AIR DAUN Macaranga tanariusL. DENGAN INSULIN PADA TIKUS WISTAR
JANTAN TERBEBANI GLUKOSA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm.)
Program Studi Farmasi
Diajukan Oleh:
Rio Bagus Permadi
NIM : 088114106
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Tak ‘ku tahu akan hari esok, namun langkahku tegap Bukan surya kuharapkan, kar’na surya ‘kan lenyap
Oh tiada ‘ku gelisah, akan masa menjelang
‘ku berjalan serta Yesus, maka hatiku tenang (PKJ 241)
hasil karya ini aku persembahkan kepada :
Yesus Kristus, Juruselamatku
Papa, Mama, keluargaku yang tercinta atas segala dukungan, doa, nasehat dan motivasi
Sahabat-sahabatku yang telah hadir dalam hidupku
vii PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
berkat dan rahmat-Nya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Efek Hipoglikemik Kombinasi Ekstrak Metanol-Air Daun Macaranga tanarius L. dengan Insulin pada Tikus Wistar Jantan Terbebani
Glukosa” ini dengan baik. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat
memperoleh gelar Sarjana Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Penulis menyadari bahwa dalam penyelesaian skripsi ini tentunya tidak
lepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak, baik secara langsung
maupun tidak langsung. Oleh karena itu, penulis hendak mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Bapak Ipang Djunarko, M.Sc., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
2. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing dan
Dosen Penguji pada skripsi ini atas segala kesabaran, bantuan, bimbingan,
serta motivasi dan masukan kepada penulis dalam pengerjaaan skripsi ini.
3. Bapak Prof. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. selaku Dosen Penguji skripsi yang
telah banyak memberi perhatian, masukkan dan saran kepada penulis.
4. Ibu dr. Fenty, M.Kes, Sp. PK selaku Dosen Penguji skripsi yang telah
viii
5. Ibu C. M. Ratna Rini Nastiti., selaku Dosen Pembimbing Akademik
penulis atas bantuan, masukan, pendampingan, dan dukungan kepada
penulis demi kemajuan skripsi ini.
6. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt selaku Kepala Penanggungjawab
Laboratorium Fakultas Farmasi yang telah memberikan ijin dalam
penggunaan semua fasilitas laboratorium untuk kepentingan penelitian
skripsi ini
7. Bapak Yohanes Dwiatmaka, M.Si., yang telah memberikan bantuan dalam
determinasi tanamanM. tanarius
8. Mas Kayat, Mas Parjiman, Mas Heru, Mas Ratijo, Mas Wagiran selaku
laboran laboratorium Fakultas Farmasi dan drh. Ari selaku dokter hewan
laboratorium yang telah banyak memberikan bantuan selama proses
pelaksanaan penelitian.
9. Rekan-rekan tim Macaranga, Triana Oktavia, Ivan Pradipta Putra
Setiawan, Stephanie Irena Nugraesti, Martina Tri Handayani, Ana Puspita
Dewi, dan Viviane Theresia atas segala kerjasama, bantuan dan dukungan
dalam pengerjaan skripsi.
10. Teman-teman seperjuangan Aldo Sahala, Citra Dewi Aryani, Eddie
Hindrianto, Rolando atas persahabatan, suka duka dan kebersamaan kita.
11. Sahabat-sahabatku K. Aninditya, Gabby Pradipta, Deasy Noviani, Myta
Yuninda, Tri Widyatmoko, Henry Liang dan Haryo Santigi, atas motivasi,
ix
12. Seluruh dosen dan teman-teman FSM B 08, FST A dan B, FKK A dan B
angkatan 2008 dan pihak-pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu.
Penulis menyadari bahwa setiap manusia tidak ada yang sempurna. Oleh
karena itu, penulis membuka dan mengharapkan kritik, saran dan masukan yang
dapat membangun. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
perkembangan ilmu pengetahuan khususnya di bidang farmasi, serta semua pihak,
baik mahasiswa, lingkungan akademis, maupun masyarakat.
Yogyakarta, 10 Mei 2012
x DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
HALAMAN PERSEMBAHAN iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vi
PRAKATA vii
DAFTAR ISI x
DAFTAR TABEL xv
DARTAR GAMBAR xvi
DAFTAR LAMPIRAN xvii
DAFTAR SINGKATAN, ARTI LAMBANG, DAN ISTILAH xviii
INTISARI xix
ABSTRACT xx
BAB I. PENGANTAR 1
A. Latar Belakang Penelitian 1
1. Permasalahan 5
2. Keaslian penelitian 5
xi
B. Tujuan Penelitian 6
BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA 7
A. TanamanMacaranga tanariusL. 7
1. Sinonim 7
2. Nama daerah 7
3. Taksonomi 7
4. Penyebaran 7
5. Morfologi 8
6. Kandungan 8
7. Khasiat dan kegunaan 9
B. Karbohidrat 10
1. Klasifikasi 10
2. Konsentrasi dan sumber glukosa darah 11
C. Diabetes Melitus 12
1. Definisi 12
2. Klasifikasi diabetes melitus 12
3. Prevalensi 14
4. Gejala klinik diabetes melitus 14
5. Diagnosis diabetes melitus 15
D. Insulin 16
1. Sekresi insulin 16
2. Kerja insulin di sel 18
xii
4. Sediaan analog insulin 19
5. Insulin Glargine (LantusR/) 20
E. Ekstraksi 22
F. Metode Penentuan Kadar Glukosa Darah 23
1. Metode kondensasi gugus amin 23
2. Metode enzimatik 23
3. Metode reduksi 23
4. Metode pemanasan glukosa 24
G. Teknik Induksi Diabetes 24
1. Uji toleransi glukosa oral (UTGO) 24
2. Induksi aloksan 25
3. Induksistreptozotocin 25
H. Interaksi Obat 26
1. Interaksi farmakokinetika 27
2. Interaksi farmakodinamika 28
I. Landasan Teori 28
J. Hipotesis 30
BAB III. METODE PENELITIAN 31
A. Jenis dan Rancangan Penelitian 31
B. Variabel dan Definisi Operasional 31
1. Variabel utama 31
2. Variabel pengacau 31
xiii
C. Bahan Penelitian 33
1. Bahan utama 33
2. Bahan kimia 33
D. Alat dan Instrument Penelitian 34
1. Alat pembuat simplisia 34
2. Alat ekstraksi 35
3. Alat uji pengukuran kadar glukosa 35
4. Lain-lain 35
E. Tata Cara Penelitian 36
1. Determinasi tanaman 36
2. Pengumpulan bahan 36
3. Pembuatan simplisia 36
4. Pembuatan EMMT 36
5. Penetapan konsentrasi ekstrak pekat dan dosis EMMT 37
6. Penetapan dosis kombinasi EMMT dan insulin 37
7. Preparasi bahan 37
8. Uji pendahuluan 38
9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji 39
10. Pengukuran kadar glukosa dalam darah 40
F. Tata Cara Analisis Hasil 41
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 42
A. Hasil Determinasi Tanaman 42
xiv
C. Pembuatan Ekstrak Metanol-air DaunM. tanarius 43
D. Percobaan Pendahuluan 44
1. Uji reliabilitas 47
2. Penetapan waktu pemberian EMMT 47
3. Penetapan waktu pemberian insulin 48
E. Efek Hipoglikemik Kombinasi EMMT dan insulin 50
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 61
A. Kesimpulan 61
B. Saran 61
DAFTAR PUSTAKA 60
LAMPIRAN 66
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Volume bahan untuk pengukuran kadar glukosa 40
Tabel 2. Nilai LDDK0-240EMMT 47
Tabel 3. Nilai LDDK0-240 hasil UTGO dan perhitungan prosentase selisih
LDDK0-240 insulin dan CMC 1% 49
Tabel 4. Kadar glukosa rata-rata dan nilai LDDK0-240 rata-rata dari setiap
perlakuan 51
Tabel 5. Presentase perbedaan rerata nilai LDDK0-240 tiap kelompok
terhadap kontrol positif dan kontrol negatif 55
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kandungan senyawa yang diisolasi dari M. tanarius 8
Gambar 2. Perubahan proinsulin menjadi insulin dan C-peptida 16
Gambar 3. Mekanisme sekresi insulin di sel β 17
Gambar 4. Mekanisme kerja insulin 19
Gambar 5. Mekanisme aksi insulin glargine® 21
Gambar 6. Struktur aloksan 25
Gambar 7. Strukturstreptozotocin 26
Gambar 8. Reaksi enzimatik antara glukosa dan reagen GOD-PAP 46
Gambar 9. Diagram penentuan selang waktu pemberian EMMT 48
Gambar 10. Diagram prosentase selisih nilai LDDK0-240 insulin dan CMC
1% 50
Gambar 11. Diagram nilai LDDK0-240rata-rata dari setiap perlakuan 52
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. DaunMacaranga tanarius 66
Lampiran 2. Ekstrak metanol-air daunMacaranga tanariusL. 66
Lampiran 3. Tikus Wistar jantan 66
Lampiran 4. Alat penelitian 67
Lampiran 5. Hasil determinasiMacaranga tanariusL. 68
Lampiran 6. Leaflet GOD-PAP 69
Lampiran 7. Hasil uji reliabilitas pengukuran 71
Lampiran 8. Rendemen ekstrak 71
Lampiran 9. Hasil uji normalitas data LDDK0-240 dengan
Kolmogorov-Smirnov 72
Lampiran 10. Hasil uji LDDK0-240 semua kelompok perlakuan dengan uji
one wayANOVA 72
xviii
DAFTAR SINGKATAN, ARTI LAMBANG, DAN ISTILAH
CMC :Carboxy Methyl Cellulosa
CV :Coefficient of Variation
EMMT / MTME : Ekstrak Metanol-Air daun Macaranga tanarius L./
Macaranga tanariusL.leaf Methanol-water Extract
GOD–PAP :Glucose Oxydase - Phenol Antipirin
LDDK / AUC : Luas Daerah di Bawah Kurva /Area Under Curve
LDDK0-240/ AUC 0-240 : Luas Daerah di Bawah Kurva dari menit ke-0 sampai
menit ke-240 / Area Under Curve from 0 minutes till
240th minutes
UTGO / OGTT : Uji Toleransi Glukosa Oral / Oral Glucose Tolerance
xix INTISARI
Penelitian bertujuan untuk mengetahui efek hipoglikemi kombinasi ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius (EMMT) dengan insulin ketika
digunakan secara bersamaan pada tikus Wistar jantan terbebani glukosa. Penelitian ini termasuk eksperimental murni rancangan acak lengkap pola searah menggunakan 30 ekor tikus, yang kemudian dibagi sama banyak ke dalam enam kelompok. Kelompok I diberi CMC 1% sebagai kontrol negatif secara p.o, kelompok II diberi insulin glargine Lantus® dosis 1U sebagai kontrol positif secara s.c, kelompok III diberi EMMT dosis 0,44 g/Kg BB sebagai kontrol 1 bagian dosis EMMT secara p.o, kelompok IV diberi EMMT dosis 0,22 g/Kg BB sebagai kontrol dosis 0,5 bagian EMMT secara p.o, kelompok V secara bersamaan diberi kombinasi EMMT dosis 0,44 g/Kg BB secara p.o dengan insulin glargine Lantus® dosis 1U BB secara s.c dan kelompok VI secara bersamaan diberi kombinasi EMMT dosis 0,44 g/Kg BB secara p.o dengan insulin glargine Lantus® dosis 1U secara s.c.
Efek hipoglikemik dari kombinasi EMMT dengan insulin diuji menggunakan metode uji toleransi glukosa oral (UTGO). Kadar glukosa darah pada semua hewan uji ini ditetapkan pada menit ke-0 sebelum UTGO dan menit ke 15, 30, 45, 60, 90, 180, dan 240 setelah UTGO dengan metode GOD-PAP. Nilai LDDK0-240 diuji dengan menggunakan one way ANOVA dan dilanjutkan
dengan ujiScheffedengan tingkat kepercayaan 95%.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa EMMT memiliki kemampuan meningkatkan efek penurunan kadar glukosa darah (hipoglikemik) dari insulin pada hewan uji ketika digunakan secara bersamaan, namun efek penurunan kadar glukosa tersebut tidak bermakna secara statistik.
xx ABSTRACT
The aim of this study is to investigate hypoglycaemic effect of
Macaranga tanarius L. leaf metanol-water extract (MTME) combinated with
insulin when used simultaneously on burdened glucose male Wistar rats. This study is pure experimental with direct sampling design using 30 rats, devided into six groups. First group was given CMC 1% p.o as negative control, second group was given 1 U glargine insulin Lantus® s.c as positive control, third group was given MTME 0,44 g/Kg BW p.o as 1 part MTME control, fourth group was given MTME 0,22 g/Kg BW p.o as 0,5 part MTME control, fifth group was given combination of MTME 0,44 g/Kg BB p.o and 1 U glargine insulin Lantus® s.c simultaneously and sixth group was given combination of MTME 0,22 g/Kg BB p.o and 1 U glargine insulin Lantus® s.c simultaneously.
The hypoglycaemic effect of MTME and insulin was tested by oral glucose tolerance test (OGTT). Blood glucose level of all sampels are measured at 0 minute before OGTT and at 15, 30, 45, 60, 90, 180, and 240 minutes after OGTT by GOD-PAP method. AUC0-240 values were tested by one way ANOVA and continued by Scheffe test with 95% level of confidence.
1 BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang Penelitian
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat
pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau ketika
tubuh sudah tidak mampu lagi memberikan respon yang tepat terhadap insulin
yang dihasilkan yang ditunjukkan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam
darah (hiperglikemi) (WHO, 2011). Secara umum, penyakit diabetes melitus
(DM) ini diklasifikasikan menjadi 2, yakni DM tipe 1 dan tipe 2. DM tipe 1 atau
Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI) merupakan jenis diabetes yang
terjadi karena pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang
cukup. Gangguan produksi insulin pada diabetes tipe 1 pada umumnya terjadi
karena kerusakan sel-sel β pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi
otoimun. DM tipe 2 atau Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin (DMTTI)
merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibanding
dengan DM tipe 1. Diabetes ini bukan disebabkan oleh kurangnya sekresi insulin,
tetapi karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tidak mampu merespon insulin
secara normal atau resistensi insulin (Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan, 2005).
Penyakit diabetes melitus atau yang biasa disebut dengan kencing manis,
merupakan salah satu penyakit yang paling banyak diidap seluruh orang di dunia
2000, jumlah penderita diabetes di Indonesia sebanyak 8,4 juta. Pada tahun 2003,
jumlahnya meningkat menjadi 13,8 juta. Diperkirakan, pada tahun 2030, jumlah
penderita mencapai lebih dari 21 juta orang. World Disease Federation juga
menyebutkan saat ini setiap 10 detik satu orang meninggal akibat diabetes. Setiap
30 detik terjadi amputasi kaki pada penderita diabetes. Penyakit yang sering
disebut sakit gula ini merupakan penyakit yang menimbulkan banyak komplikasi
yang bisa berujung pada kematian dan kecacatan (Kartinah, 2008). DM bukan
100% penyakit turunan (genetik). Diabetes melitus bisa disebabkan riwayat
keturunan maupun disebabkan oleh gaya hidup yang buruk. Setiap orang bisa
terkena penyakit kencing manis baik tua maupun muda (Kusdinar dan Mitri,
2004).
Semakin meningkatnya angka kejadian dan resiko peningkatan penyakit
diabetes merupakan salah satu masalah yang serius dan harus dicegah. Walaupun
DM merupakan penyakit kronik yang tidak menyebabkan kematian secara
langsung, tetapi dapat berakibat fatal bila pengelolaannya tidak tepat. Pengelolaan
DM memerlukan penanganan secara multidisiplin yang mencakup terapi non-obat
(non farmakologis) dan terapi obat (farmakologis). Dalam penanganan DM,
langkah pertama yang harus dilakukan adalah penatalaksanaan tanpa obat berupa
pengaturan diet dan olahraga. Apabila langkah pertama ini tujuan penatalaksanaan
belum tercapai, dapat dikombinasikan dengan langkah farmakologis berupa terapi
insulin atau terapi obat hipoglikemik oral, atau kombinasi keduanya (Direktorat
Insulin merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM
tipe 2. Salah satu sediaan insulin adalah Glargine (Lantus R/) yang merupakan
long acting insulin analog yang diproduksi melalui teknik rekombinan DNA
dengan melakukan modifikasi human insulin. Menurut American Diabetes
Association (ADA) (2009), terapi insulin sudah boleh dimulai dan diberikan bila
terapi intervensi gaya hidup dan metformin telah gagal dan bila nilai A1C > 9%
(Murtiwi, 2009).
Penyakit diabetes merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan
secara total, namun dapat dikendalikan, dan pengobatannya butuh waktu yang
lama dan dalam jangka panjang, sehingga biaya pengobatan yang dibutuhkan juga
akan semakin besar dan mahal. Selain itu penggunaan obat-obatan dalam jangka
panjang juga akan menimbulkan efek samping yang besar. Sehingga penggunaan
obatan modern dalam jangka panjang perlu diperhatikan, dan beralih ke
obat-obatan tradisional. Penggunaan obat tradisional secara umum dinilai lebih aman
daripada penggunaan obat modern. Hal ini disebabkan karena obat tradisional
memiliki efek samping yang relatif lebih sedikit dari pada obat modern (Oktora,
2006). WHO merekomendasi penggunaan obat tradisional termasuk herbal dalam
pemeliharaan kesehatan masyarakat, pencegahan dan pengobatan penyakit,
terutama untuk penyakit kronis, penyakit degeneratif dan kanker (WHO, 2003).
Saat ini, masyarakat sering mengkombinasikan obat antidiabetik dengan
obat tradisional yang memiliki efek antidiabetik sebagai obat komplementer atau
alternatif. Namun, masyarakat tidak menyadari bahwa ada kemungkinan timbul
obat tersebut dikonsumsi secara bersamaan. Menurut Masharani dan Karam
(2002), penggunaan acarbose (golongan senyawa α-glucose inhibitors (AGI))
dalam dosis tunggal tidak mengakibatkan terjadinya resiko hipoglikemia. Namun,
kombinasi acarbose (AGI) dengan insulin atau sulfonilurea dapat mengakibatkan
hipoglikemi.
Salah satu tumbuhan yang dapat berpotensi sebagai obat hipoglikemik
ialah Macaranga tanarius, yang dikenal juga sebagai tumbuhan mara, tutup
merah, sapat. Puteri dan Kawabata (2010), melaporkan terdapat 5 senyawa baru
yang diisolasi dan diidentifikasi dari ekstrak metanol-air daun M. tanarius
(EMMT), yaitu asam mallotinic, corilagin, asam chebulagic, macatannin A dan
macatanninB. Senyawa-senyawa tersebut diidentifikasi dapat menghambat enzim
α-glucosidase (α-glucosidase inhibitors, AGI). Enzim α-glucosidase berperan
dalam dalam peruraian karbohidrat menjadi glukosa, sehingga glukosa dapat
diabsorbsi ke dalam sel. Penelitian menggunakan EMMT yang dilakukan oleh
Handayani dan Nugrahesti (2011), melaporkan bahwa EMMT memiliki aktivitas
hipoglikemik dan mampu meningkatkan efek hipoglikemik pada pemberian
kombinasi glibenklamide dan EMMT pada tikus Wistar jantan yang terbebani
glukosa. Penelitian Setiawan (2012), juga melaporkan bahwa EMMT memiliki
potensi penurunan kadar glukosa terhadap metformin pada tikus putih jantan.
Selain itu, penelitian Oktavia (2012), melaporkan bahwa EMMT dapat
menurunkan potensi penurunan kadar glukosa dari metformin jika digunakan
secara bersamaan. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh
1. Permasalahan
Apakah EMMT memiliki kemampuan meningkatkan efek hipoglikemik
dari insulin pada tikus jantan Wistar yang terbebani glukosa ketika digunakan
secara bersamaan?
2. Keaslian penelitian
Penelitian yang menggunakan ektrak daunM. tanarius pernah dilakukan
oleh Puteri dan Kawabata (2010). Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa
kandungan tanamanM. tanarius yaitumallotinic acid,corilagin,chebulagic acid,
macatannin A dan macatannin B yang memiliki aktivitas penghambat enzim α
-glucosidaseyang dapat berfungsi sebagai obat antidiabetik.
Penelitian in vivo yang pernah dilaporkan adalah mengenai efek
hepatoprotektif dan anti inflamasi EMMT oleh Kurniawaty, Andrianto, dan
Hendra (2011) dan mengenai efek analgesik EMMT oleh Andini dan Hendra
(2011) pada hewan uji mencit. Penelitian lain yang menggunakan EMMT juga
dilakukan oleh Handayani dan Nugrahesti (2011), yang melaporkan bahwa
EMMT memiliki aktivitas hipoglikemik dan mampu meningkatkan efek
hipoglikemik pada pemberian kombinasi glibenklamide dan EMMT pada tikus
Wistar jantan yang terbebani glukosa. Selain itu, Setiawan (2012) yang
melaporkan bahwa EMMT memiliki potensi penurunan kadar glukosa terhadap
metformin pada tikus putih jantan dan penelitian Oktavia (2012), yang
melaporkan bahwa EMMT dapat menurunkan potensi penurunan kadar glukosa
Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian ini berbeda dengan penelitian
sebelumnya karena penelitian ini melihat aspek lain yakni pengaruh EMMT
terhadap insulin dalam menurunkan kadar glukosa dalam darah tikus yang
terbebani glukosa.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis. Dengan penelitian ini, diharapkan dapat
memberikan informasi dan pengembangan bagi ilmu pengetahuan khususnya
dibidang ilmu kefarmasian tentang manfaat ekstrak daunM. tanariussebagai obat
hipoglikemi.
b. Manfaat praktis. Dengan penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi kepada masyarakat mengenai manfaat ekstrak daun M.
tanariussebagai obat hipoglikemi.
B. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui kemampuan EMMT dalam meningkatkan efek
hipoglikemik dari insulin pada tikus jantan Wistar yang terbebani glukosa ketika
7 BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. TanamanMacaranga tanariusL. 1. Sinonim
Ricinus tanariusL.
2. Nama Daerah
Mara, Tutup merah, Sapat (World Agroforesty Centre, 2011).
3. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta (Tumbuhan berpembuluh)
Superdevisi : Spermatophyta (Menghasilkan biji)
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Subkelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Macaranga
Spesies :Macaranga tanariusL.
4. Penyebaran
Tanaman ini tersebar di hampir semua daerah tropis, antara lain
5. Morfologi
Macaranga tanarius merupakan merupakan pohon kecil sampai sedang,
dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar. Perbungaan berada
di ketiak, bunga ditutupi oleh daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar
kekuningan di luarnya, biji membulat, menggelembung. Jenis ini juga
mengandung tanin yang cukup untuk menyamak jala dan kulit (Prosea, 2011).
6. Kandungan
Berdasarkan penelitian Puteri dan Kawabata (2010), dilaporkan bahwa
ditemukan kandungan mallotinic acid, chebulagic acid, corilagin,dan 2 senyawa
baru, yaitu macatanninA dan B pada fraksi etil asetat daun M. tanarius. Kelima zat
ini (Gambar 1) dilaporkan mempunyai aktivitas menghambat α-glucosidase yang berpotensi sebagai antidiabetik.
Menurut penelitian Matsunami dkk. (2009), dilaporkan bahwa dalam daun
M. tanarius terdapat macarangiosida A, macarangiosida B, macarangiosida C,
macarangiosida D, dan malofenol B, laurosida E, metil brevifolin karboksilat, dan
larutan hiperin dan isokuercitin. Adanya senyawa macarangiosida A-D, dan
malofenol B dari ekstrak metanol daun M. tanarius menunjukan aktivitas
antioksidan dengan yang ditunjukan dengan aktivitas penangkapan radikal
terhadap DPPH.
Menurut penelitian Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat,
Sutthivaiyakit (2005) dilaporkan bahwa dalam daun M. tanarius ditemukan tiga
kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan
tanariflavanon D bersama dengan tujuh kandungan yang telah diketahui, yaitu
nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone B, blumenol A
(vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol, dan annuionone. Pada uji kimia
tanin dalam daunM. tanarius dilaporkan mengandung 7 kandungan tanin baru, yaitu
7 hydrolyzable tannin, bersama dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya
(Lin, Nonaka dan Nishioka, 1990).
7. Khasiat dan kegunaan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lin, dkk. (1990), tanaman M.
tanariussudah digunakan di Asia Tenggara dan Australia sebagai obat tradisional,
dimana batang dan daun M. tanarius yang mengandung banyak tanin digunakan
untuk mengobati diare, luka, dan sebagai antiseptik. Di China, akar tanaman M.
dilakukan Phommart dkk (2005), akar tanaman M. tanarius digunakan sebagai
antipiretik dan antitusif, dan daunM. tanariusdigunakan sebagai antiinflamasi.
B. Karbohidrat 1. Klasifikasi
Karbohidrat merupakan senyawa yang terbentuk dari molekul karbon
(C), hidrogen (H) dan oksigen (O) (Irawan, 2007). Karbohidrat diklasifikasikan
sebagai berikut.
a. Monosakarida. Monosakarida adalah karbohidrat yang tidak dapat
dihidrolisis menjadi karbohidrat yang lebih sederhana. Monosakarida merupakan
jenis karbohidrat sederhana yang terdiri dari 1 gugus cincin. Contoh dari
monosakarida yang paling banyak terdapat dalam sel tubuh manusia adalah
glukosa, fruktosa, dan galaktosa. Glukosa, galaktosa, fruktosa, dan manosa adalah
heksosa terpenting secara fisiologis (Murray, Granner, Rodwell, 2009).
b. Disakarida. Disakarida adalah produk kondensasi dua residu
monosakarida yang dihubungkan oleh suatu ikatan glikosida. Disakarida yang
penting secara fisiologis adala maltosa, sukrosa, dan laktosa (Murray dkk., 2009).
Contoh disakarida yang umum digunakan dalam konsumsi sehari-hari adalah
sukrosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa dan fruktosa dan juga
laktosa yang terbentuk dari gabungan 1 molekul glukosa & galaktosa (Irawan,
c. Oligosakarida. Oligosakarida adalah produk kondensasi tiga sampai
sepuluh monosakarida. Sebagian besar oligosakarida tidak dicerna oleh enzim
dalam tubuh manusia (Murray dkk., 2009).
d. Polisakarida. Polisakarida adalah produk kondensasi lebih dari
sepuluh unit monosakarida, contohnya pati dan dekstrin yang mungkin merupakan
polimer linier atau bercabang. Polisakarida kadang-kadang diklasifikasikan
sebagai heksosan atau pentosan, bergantung pada identitas monosakarida
pembentuknya (Murray dkk., 2009).
2. Konsentrasi dan sumber glukosa darah
Karbohidrat dalam makanan yang dapat dicerna akan menghasilkan
glukosa, galaktosa, dan fruktosa yang kemudian diangkut ke hati melalui vena
porta hepatika. Galaktosa dan fruktosa cepat diubah menjadi glukosa di hati
(Murray dkk., 2009).
Glukosa terbentuk dari dua kelompok senyawa yang menjalani
glukoneogenesis, yakni kelompok yang terlibat dalam perubahan netto langsung
menjadi glukosa, termasuk sebagian besar asam amino dan propionat dan
kelompok yang merupakan produk metabolisme glukosa di jaringan. Oleh karena
itu, laktat yang dibentuk melalui glikolisis di otot rangka dan eritosit, diangkut ke
hati dan ginjal tempat zat ini diubah kembali menjadi glukosa, yang kembali
tersedia melalui sirkulasi untuk oksidasi di jaringan. Proses ini dikenal sebagai
siklus Cori atau siklus asam laktat (Murray dkk., 2009).
Pada keadaan puasa, terjadi pengeluaran alanin yang cukup banyak dari
dikatabolisme. Alanin dibentuk melalui transaminasi piruvat yang dihasilkan oleh
glikolisis, glikogen otot, dan diekspor ke hati tempat zat ini menjadi substrat bagi
glukoneogenesis setelah transaminasi kembali menjadi piruvat. Siklus
glukosa-alanin ini merupakan cara tidak langsung pemanfaatan glikogen otot untuk
mempertahankan glukosa darah dalam keadaan puasa. ATP yang dibutuhkan
untuk sintesis glukosa dari piruvat di hati berasal dari oksidasi asam lemak.
Glukosa juga dibentuk dari glikogen hati melalui glikogenolisis (Murray dkk.,
2009).
C. Diabetes Melitus 1. Definisi
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu penyakit kronis yang terjadi akibat
pankreas tidak dapat memproduksi insulin yang cukup atau ketika tubuh sudah
tidak mampu lagi memberikan respon yang tepat terhadap insulin yang dihasilkan
yang ditunjukkan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah
(hiperglikemia) (WHO, 2011). Hiperglikemia timbul karena penyerapan glukosa
ke dalam sel terhambat serta metabolismenya terganggu. Dalam keadaan normal,
kira-kira 50% glukosa yang di makan mengalami metabolisme sempurna menjadi
CO2 dan air, 5% diubah menjadi glikogen dan kira-kira 30-40% diubah menjadi
lemak (Handoko dan Suharto, 1995).
2. Klasifikasi diabetes melitus
American Diabetes Association baru-baru ini merevisikan klasifikasi dan
melitus (IDDM) dan non-insulin-dependent diabetes melitus (NIDDM) telah
diganti dengan tatanama masing-masing mejadi diabetes tipe 1, tipe 2 (Katzung,
2004).
a. Diabetes tipe 1 atau Diabetes Melitus Tergantung Insulin (DMTI).
Diabetes tipe 1 merupakan bentuk diabetes parah yang berhubungan dengan
terjadinya ketosis apabila tidak diobati. Diabetes tipe 1 ini sangat lazim terjadi
pada anak remaja tetapi kadang-kadang juga terjadi pada orang dewasa,
khususnya yang non-obesitas dan mereka yang berusia lanjut ketika hiperglikemia
tampak pertama kali. Keadaan tersebut merupakan suatu gangguan katabolisme
yang disebabkan karena hampir tidak terdapat insulin dalam sirkulasi, glukagon
plasma meningkat dan sel-sel β pankreas gagal merespon semua stimulus
insulinogenik. Oleh karena itu, diperlukan pemberian insulin eksogen untuk
memperbaiki katabolisme, mencegah ketosis, dan menurunkan
hiperglukagonemia dan peningkatan kadar glukosa darah (Katzung, 2004).
b. Diabetes tipe 2 (Diabetes Melitus Tidak Tergantung Insulin
(DMTTI). Diabetes tipe 2 merupakan sutau kelompok heteroatom yang terdiri
dari bentuk diabetes yang lebih ringan yang terutama terjadi pada orang dewasa
tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Sirkulasi insulin endogen cukup
untuk mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin sering dalam kadar kurang
dari normal atau secara relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan.
Obesitas, yang umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin, merupakan
3. Prevalensi
WHO memperkirakan, pada 2000, jumlah penderita diabetes di Indonesia
sebanyak 8,4 juta. Pada 2003, jumlahnya meningkat menjadi 13,8 juta.
Diperkirakan, pada 2030, jumlah penderita mencapai lebih dari 21 juta orang.
WDF juga menyebutkan saat ini setiap 10 detik satu orang meninggal akibat
diabetes. Setiap 30 detik terjadi amputasi kaki pada penderita diabetes. Penyakit
yang sering disebut sakit gula itu merupakan penyakit yang menimbulkan banyak
komplikasi yang bisa berujung pada kematian dan kecacatan (Kartinah, 2008).
Diabetes melitus tipe-2 merupakan jenis diabetes melitus yang paling sering
ditemukan dalam praktek dan diperkirakan mencakup sekitar 90% dari semua
penderita diabetes melitus di Indonesia (Kusdinar dan Mitri, 2004).
4. Gejala klinik diabetes melitus
a. Diabetes tipe 1
1) Individu dengan DM tipe 1 dapat membuat penderita kurus dan
cenderung terjadi ketoasidosis diabetes.
2) Antara 20 – 40% pasien mengalami ketoasidosis setelah beberapa
hari mengalami poliuri, polidipsi, polifagi, dam kehilangan berat
badan.
3) Gejala klinik dari sedang sampai berat yang berkembang dengan
cepat (hari–minggu).
4) Relatif tidak ada kaitannya dengan genetika, dan terjadi pada usia
b. Diabetes tipe 2
1) Pasien dengan DM tipe 2 sering tanpa gejala.
2) Diagnosis DM tipe 2 harus dipertimbangkan pada pasien yang
obes, mempunyai faktor keturunan DM, wanita yang melahirkan
anak yang besar, mempunyai riwayat gestasional DM, hipertensi
atau pasien yang mempunyai kadar trigliserida ≥ 250 mg/dl, dan
HDL kolesterol≤35 mg/dl (Priyanto, 2009).
5. Diagnosis diabetes melitus
a. Normal jika glukosa darah puasa<110 mg/dl.
b. Gangguan glukosa darah puasa, jika glukosa darah puasa≥110 mg/dl
tetapi<126 mg/dl.
c. Gangguan toleransi glukosa, jika setelah 2 jam dari tes toleransi
glukosa kadarnya≥140 mg/dl tetapi<200 mg/dl
d. Dikatakan DM jika:
1) Ada gejala DM + random plasma glukosa≥200 mg/dl
2) Kadar glukosa puasa≥126 mg/dl
3) Kadar glukosa 2 jam setelah tes toleransi glukosa≥200 mg/dl
D. Insulin
Insulin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 51 asam amino
yang tersusun dalam 2 rantai; rantai A terdiri dari 21 asam amino dan rantai B
mempunyai 30 asam amino. Antara rantai A dan B terdapat 2 gugus disulfida
yaitu antara A7 dengan B7 dan A20 dengan B19 (Suherman, 2007).
Insulin disintesis oleh sel β pulau Langerhans dari proinsulin. Proinsulin
merupakan polipeptida rantai tunggal dengan 86 asam amino. Proinsulin berubah
menjadi insulin dengan kehilangan 4 asam amino (31, 32, 64, 65) dan lepasnya
rantai asam amino dari ke 33 sampai ke 63 yang menjadi peptida penghubung (
C-peptide, connecting peptide) seperti yang dijelaskan pada gambar 2 (Suherman,
2007).
Gambar 2. Perubahan proinsulin menjadi insulin dan C-peptida (Suherman, 2007)
1. Sekresi insulin
Insulin dirilis dari sel β pankreas, pada keadaan basal dengan kecepatan
khususnya glukosa dengan suatu kecepatan yang jauh lebih tinggi. Stimulan lain
seperti gula lain (misal mannosa ), asam amino tertentu (misal leucine, arginine)
dan juga dikenal aktivitas vagal (Katzung, 2004). Produksi insulin pada orang
normal, sehat yang kurus, antara 18 – 40 U per hari tau 0,2-0,5 U/kg berat badan
per hari dan hampir 50% disekresi pada keadaan basal, 50% yang lain karena
adanya asupan makanan (Suherman, 2007).
Mekanisme yang dapat merilis insulin ialah keadaan hiperglikemia
menyebabkan peningkatan kadar ATP intraseluler, sehingga menutup kanal
kalium yang tergantung pada ATP. Penurunan arus ke luar dari kalium yang
melalui kanal tersebut menyebabkan depolarisasi sel β dan terbukanya kanal
kalsium yang tergantung voltase (voltage-gated). Hasil dari peningkatan kalsium
intraseluler memicu sekresi hormon tersebut (Katzung, 2004). Hal tersebut dapat
dijelaskan pada gambar 3.
2. Kerja insulin di sel
Target organ utama insulin dalam mengatur kadar glukosa adalah hepar,
otot, dan adiposa. Peran utamanya antara lain uptake, utilisasi, dan penyimpanan
nutrien di sel. Efek anabolik insulin meliputi stimulasi, utilisasi dan penyimpanan
glukosa, asam amino, asam lemak intrasel, sedangkan proses katabolisme
(pemecahan glikogen, lemak dan protein) dihambat. Semua efek ini dilakukan
dengan stimulasi transport substrat dan ion ke dalam sel, menginduksi translokasi
protein, mengaktifkan dan menonaktifkan enzim spesifik, merubah jumlah protein
dengan mempengaruhi kecepatan transkripsi gen dan translasi mRNA spesifik
(Suherman, 2007).
3. Regulasi transport glukosa
Stimulasi transport glukosa ke otot dan jaringan adiposa merupakan hal
yang krusial dari respons fisiologik terhadap insulin. Glukosa masuk ke dalam sel
melalui salah satu jenisglucose-transporter(GLUT), dan 5 dari GLUT ini (GLUT
1 sampai GLUT 5) berperan pada difusi glukosa ke dalam sel yang bersifat Na+
-independent. Insulin merangsang transport glukosa dengan menginduksi energi
untuk mentranslokasi GLUT 4 dan GLUT 1 dari vesikel intrasel ke membran
plasma. Insulin mempercepat masuknya glukosa ke sel otot rangka dan adiposa.
Insulin masuk ke reseptor α di luar sel kemudian ke reseptor β di dalam sel.
Selanjutnya merangsang fosforilase intrasel yang kompleks, berakhir dengan
pembentukan transporter glukosa (GLUT 4). Kemudian GLUT 4 ditranslokasi ke
digunakan untuk metabolisme atau disimpan sebagai glikogen atau trigliserida.
Hal ini dapat dijelaskan pada gambar 4.
Gambar 4. Mekanisme kerja insulin (Suherman, 2007)
Efek ini bersifat reversibel, GLUT kembali ke pool intrasel saat insulin
tidak bekerja lagi. Gangguan proses regulasi ini dapat menjadi salah satu sebab
DM tipe 2 (Suherman, 2007)
4. Sediaan analog insulin
Insulin merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM
tipe 2. Suntikan insulin dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain
intravena, intramuskuler, dan umumnya dalam penggunaan jangka panjang lebih
disukai pemberian sub kutan (Suherman, 2007). Secara normal insulin disekresi
masuk ke vena porta dan selanjutnya mencapai hepar dalam beberapa detik. Bila
insulin diberikan secara subkutan, sebelum diabsorbsi dan kemudian masuk ke
peredaran darah membutuhkan waktu untuk melakukan perubahan bentuk
Insulin analog merupakan upaya untuk membuat insulin yang menyerupai
profile insulin yang fisiologis ditubuh kita. Molekul human insulin terdiri dari
rangkaian asam amino dalam bentuk dua rantai yaitu rantai A yang terdiri dari 21
asam amino dan rantai B yang terdiri dari 30 asam amino. Dengan merubah
bentuk molekul asli dengan mengganti salah satu asam amino dalam rantainya
akan memberikan perubahan kerja insulin. Perubahan molekul insulin ini akan
menghasilkan insulin analog yang mempunyai sifat absorbsi dari tempat injeksi
lebih cepat, sehingga akan masuk ke dalam aliran darah bersamaan dengan
keadaan hiperglikemi prandial (Murtiwi, 2011).
Berdasarkan cara kerjanya, insulin analog diklasifikasikan sebagai:
a. Kerja cepat (rapid acting), sebagai contoh insulin aspart
(Novorapid R/), insulin lispro (Humalog R/), insulin glulisine (Apidra R/)
b. Insulin kerja panjang (long acting), sebagai contoh glargine
(Lantus R/) dan detemir (Levemir R/)
c. Insulin bifasik (premixed) merupakan campuran rapid acting dan
intermediet acting : Novomix R/ (biphasic insulin aspart 30), Humalog Mix R/
(biphasicinsulin lispro 25) (Murtiwi, 2011).
5. Insuline Glargine (Lantus R/)
Glargine (Lantus R/) merupakan long acting insulin analog yang
diproduksi melalui teknik rekombinan DNA dengan melakukan modifikasi human
insulin yaitu dengan cara menambahkan dua molekul arginine pada C-terminus
rantai cabang B yang akan menggeser titik isoelektrik dari pH 5,4 ke 6,7, kondisi
pH fisiologis jaringan subkutan. Dengan mengganti asam amino aspargine pada
posisi rantai A21 dengan glycine akan membuat larutan menjadi lebih stabil
(Murtiwi, 2011).
Bila insulin glargine berupa larutan yang jernih tidak berwarna, bersifat
asam setelah diinjeksikan secara subkutan akan membentuk mikroprespitat pada
pH netral pada ruang subkutan. Oleh karena larutan ini stabil maka absorbsi pada
tempat injeksi subkutan akan menjadi lambat dan berakhir dalam waktu lama,
insulin dilepas konstan selama 24 jam, tanpa puncak sehingga menyerupai profil
sekresi insulin pada orang non DM pada kondisi post absorbsi (Murtiwi, 2011).
Hal tersebut dapat dijelaskan pada gambar 5.
E. Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat
aktif dari simplisia nabati atau hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian rupa hingga memenuhi baku yang telah
ditetapkan (Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1995).
Metode maserasi merupakan cara penyarian sederhana yang dilakukan
dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari selama beberapa
hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Metode maserasi
digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung komponen kimia yang
mudah larut dalam cairan penyari (Sudjadi, 1986).
Penyarian zat aktif yang dilakukan dengan cara merendam serbuk
simplisia dalam cairan penyari yang sesuai selama tiga hari pada temperatur
kamar terlindung dari cahaya, cairan penyari akan masuk ke dalam sel melewati
dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan
di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya tinggi akan terdesak
keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah (proses difusi).
Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar sel dan di dalam sel. Selama proses maserasi dilakukan pengadukan
dan penggantian cairan penyari setiap hari. Endapan yang diperoleh dipisahkan
F. Metode Penentuan Kadar Glukosa Darah
Secara umum, metode penentuan glukosa darah dapat ditentukan dengan
beberapa cara, yaitu :
1. Metode kondensasi gugus amin
Prinsipnya aldosa dikondensasi dengan orto toluidin dalam suasana asam
dan menghasilkan larutan berwarna hijau setelah dipanaskan. Kadar glukosa darah
dapat ditentukan sesuai dengan intensitas warna yang terjadi, diukur secara
spektrofotometri (Widowati, Dzulkarnain, Sa’roni, 1997). 2. Metode enzimatik
Glukosa dapat ditentukan secara enzimatik, misalnya dengan
penambahan enzim glukosa oksidase (GOD). Dengan adanya oksigen atau udara,
glukosa dioksidasi oleh enzim menjadi asam glukoronat disertai pembentukan
H2O2. Dengan adanya enzim peroksidase (POD), H2O2 akan membebaskan O2
yang mengoksidasi akseptor kromogen yang sesuai serta memberikan warna yang
sesuai pula. Kadar glukosa darah ditentukan berdasarkan intensitas warna terjadi,
diukur secara spektrofotometri (Widowati, dkk, 1997).
3. Metode reduksi
Prinsipnya kadar glukosa darah ditentukan secara reduksi dengan
menggunakan suatu oksidan ferisianida yang direduksi menjadi ferosianida oleh
glukosa dalam suasana basa dengan pemanasan. Kemudian kelebihan garam feri
4. Metode pemanasan glukosa
Glukosa dipisahkan dalam keadaan panas dengan antron atau timol dalam
suasana asam sulfat pekat. Glukosa juga dapat dipisahkan secara kromatografi,
tetapi pemisahan glukosa ini jarang dilakukan (Widowati, dkk, 1997).
G. Teknik Induksi Diabetes
Pada uji farmakologi atau bioaktivitas pada hewan percobaan, keadaan
diabetes melitus dapat diinduksi dengan cara pankreaktomi dan pemberian zat
kimia. Zat kimia sebagai induktor (diabetogen) bisa digunakan aloksan,
streptozotozin, diaksosida, adrenalin, glukagon, EDTA yang diberikan secara
parenteral.
1. Uji toleransi glukosa oral (UTGO)
Kadar glukosa darah pada individu normal meningkat dalam satu jam
setelah pemberian glukosa oral. Absorpsi glukosa menjadi normal kembali setelah
dua sampai tiga jam setelah pemberian glukosa (Mayes, Murray, Granner, 1990).
Kemampuan tubuh dalam memanfaatkan glukosa dapat ditentukan
dengan mengukur toleransi glukosa yang dapat ditunjukkan dengan sifat kurva
glukosa darah setelah pemberian glukosa. Diabetes melitus ditandai dengan
berkurangnya toleransi tubuh terhadap glukosa yang disebabkan berkurangnya
sekresi insulin. Hal ini dimanifestasikan dengan kadar glukosa darah yang makin
meningkat (hiperglikemik) disertai glikosuria dan perubahan pada metabolisme
2. Induksi aloksan
Aloksan (Gambar 6) merupakan bahan kimia yang digunakan untuk
menginduksi diabetes pada binatang percobaan. Efek diabetogeniknya bersifat
antagonis dengan glutathion yang bereaksi dengan gugus SH nya (Suharmiati,
2003).
Mekanisme aksi dalam menimbulkan perusakan yang selektif belum
diketahui dengan jelas. Beberapa hipotesis tentang mekanisme aksi yang telah
diajukan antara lain: pembentukan khelat terhadap Zn, interferensi dengan
enzim-enzim sel β serta deaminasi dan dekarboksilasi asam amino. Perusakan sel β
pankreas secara selektif oleh aloksan belum banyak diketahui. Penelitian terhadap
mekanisme kerja aloksan secara invitro menunjukkan bahwa aloksan menginduksi
pengeluaran ion kalsium dari mitokondria yang mengakibatkan proses oksidasi sel
terganggu. Keluarnya ion kalsium dari mitokondria ini mengakibatkan gangguan
homeostasis yang merupakan awal dari matinya sel (Suharmiati, 2003).
Gambar 6. Struktur aloksan (Anonim b, 2011) 3. Induksistreptozotocin
Streptozotocin (STZ, 2 deoxy 2 (3 (methyl 3 nitrosoureido) D
-glucopyranose) (Gambar 7) adalah hasil sintesis dari Streptomycetes
achromogenes dan digunakan untuk menginduksi baik diabetes tipe 1 maupun
diberi suntikan streptozotocin secara intraperitonial. Untuk menstimulasi Insulin
Dependen Diabetes Melitus (IDDM) digunakan dosis 65 mg/kg berat badan,
dengan binatang percobaan tikus (umur 3-4 bulan). Sedangkan untuk Non Insulin
Diabetes Melitus digunakan dosis 90 mg/kg berat badan, dengan binatang
percobaan anak anjing (umur 48 jam) (Suharmiati, 2003).
Gambar 7. Strukturstreptozotocin(Szkudelski, 2001)
Streptozotocin masuk ke dalam sel β melalui GLUT2 dan menyebabkan
alkilasi DNA. Kerusakan DNA ini akan menginduksi pengaktifan poly
ADP-ribosylation, yang menyebabkan pengurangan NAD+ dan ATP dalam sel.
Peningkatan defosforilasi ATP setelah pemberian streptozotocin memasok
substrat xantine oksidase yang menyebabkan pembentukan radikal superoksid.
Oleh karena itu, radikal hidrogen peroksida dan hidroksil juga terbentuk.
Lebih-lebih, streptozotocin membebaskan sejumlah nitrit oksid yang menghalangi
aktivitas acotinase dan berperan dalam perusakan DNA. Sebagai hasilnya, sel β
mengalami kerusakan oleh nekrosis (Szkudelski, 2001).
H. Interaksi Obat
Pada penulisan resep, sering beberapa obat diberikan secara bersamaan,
maka mungkin terdapat obat yang kerjanya berlawanan. Dalam hal ini obat
memperpendek kerja obat kedua. Menurut jenis mekanisme kerja dibedakan
menjadi interaksi farmakodinamika dan interaksi farmakokinetika (Mustschler,
1991).
1. Interaksi farmakokinetika
Interaksi farmakokinetika dapat terjadi selama fase farmakokinetika obat
secara menyeluruh, juga pada absorpsi, distribusi, biotransformasi, dan eliminasi.
a. Interaksi pada proses absorpsi. Interaksi pada proses absorpsi dapat
terjadi akibat perubahan harga pH obat pertama. Selanjutnya pengaruh absorpsi
suatu obat kedua mungkin terjadi akibat perpanjangan atau pengurangan waktu
huni dalam saluran cerna atau akibat pembentukan kompleks (Mustschler, 1991).
b. Interaksi pada proses distribusi. Jika dalam darah pada saat yang
sama terdapat beberapa obat, terdapat kemungkinan persaingan terhadap tempat
ikatan pada protein plasma. Persaingan terhadap ikatan protein merupakan proses
yang sering yang sesungguhnya hanya baru relevan jika obat mempunyai ikatan
protein yang tinggi, lebar terapi rendah, dan volume distribusi relatif kecil
(Mustschler, 1991).
c. Interaksi pada proses biotransformasi. Dengan cara yang sama
seperti pada albumin plasma, mungkin terjadi persaingan terhadap enzim yang
berfungsi untuk biotransformasi obat, khususnya sitokrom P-450 dan dengan
demikian, mungkin terjadi metabolisme yang diperlambat. Biotransformasi suatu
obat kedua selanjutnya dapat diperlambat atau dipercepat berdasarkan
penghambatan enzim atau induksi enzim yang ditimbulkan oleh obat pertama
d. Interaksi pada proses eliminasi. Interaksi pada eliminasi melalui
ginjal juga dapat terjadi akibat perubahan harga pH dalam urin atau karena
persaingan tempat ikatan pada sistem transpor yang berfungsi untuk sekresi atau
reabsorbsi aktif (Mustschler, 1991).
2. Interaksi farmakodinamika
Interaksi farmakodinamika hanya diharapkan jika zat berkhasiat yang
saling mempengaruhi bekerja sinergis atau antagonis pada suatu reseptor, pada
suatu organ sasaran atau pada suatu rangkaian pengaturan. Jika sifat-sifat
farmakodinamika, yang kebanyakan dikenal baik, dari obat-obat yang diberikan
secara bersamaan diperhatikan, interaksi demikian dapat berguna secara terapeutik
apabila menguntungkan dan dapat dicegah apabila tidak diinginkan (Mustschler,
1991).
I. Landasan Teori
Diabetes melitus (DM) merupakan penyakit kronis yang terjadi akibat
pankreas tidak dapat memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau ketika
tubuh sudah tidak mampu lagi memberikan respon yang tepat terhadap insulin
yang dihasilkan yang ditunjukkan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam
darah (hiperglikemi).
Glukosa yang terdapat dalam darah berasal dari pemecahan karbohidrat
atau polisakarida yang bersumber dari makanan, menjadi bentuk
monosakaridanya seperti glukosa, yang diperantarai oleh enzim α glucosidase.
glukosa pada saat setelah asupan karbohidrat, sehingga kadar glukosa dalam darah
tinggi. Oleh karena itu, salah satu cara untuk mengurangi kadar glukosa dalam
darah adalah menghambat proses pemecahan karbohidrat atau polisakarida
menjadi bentuk monosakarida, yaitu dengan menghambat enzim α glucosidase.
Menurut penelitian Putri dan Kawabata (2010), dalam EMMT terdapat senyawa
yang berpotensi untuk menghambat enzimα glucosidase(α glucosidaseinhibitor)
sehingga dapat digunakan sebagai obat hipoglikemik. Penelitian lain yang
menggunakan EMMT juga dilakukan oleh Handayani dan Nugrahesti (2011),
yang melaporkan bahwa EMMT memiliki aktivitas hipoglikemik dan mampu
meningkatkan efek hipoglikemik pada pemberian kombinasi glibenklamida dan
EMMT pada tikus Wistar jantan yang terbebani glukosa. Penelitian Setiawan
(2012) menunjukkan bahwa EMMT pada dosis 0,44 g/Kg BB memiliki potensi
penurunan kadar glukosa dalam darah terhadap metformin pada tikus putih jantan
yang terbebani glukosa. Selain itu, menurut penelitian Oktavia (2012),
penggunaan EMMT bersamaan dengan metformin dapat menurunkan potensi
penurunan kadar glukosa dari metformin.
Insulin merupakan obat utama untuk DM tipe 1 dan beberapa jenis DM
tipe 2. Salah satunya adalah insulin Glargine (Lantus R/) yang merupakan long
acting insulin analog yang diproduksi melalui teknik rekombinan DNA dengan
melakukan modifikasi human insulin. Hipoglikemia merupakan efek samping
yang sering terjadi dan terjadi akibat dosis insulin yang terlalu besar, tidak
karena adanya faktor yang dapat meningkatkan sensitivitas terhadap insulin dan
interaksi dengan beberapa obat antidiabetik lain.
Menurut Masharani dan Karam (2002), penggunaan acarbose (AGI)
dalam secara dosis tunggal tidak mengakibatkan terjadinya resiko hipoglikemia.
Namun, kombinasi acarbose (AGI) dengan insulin atau sulfonilurea dapat
mengakibatkan hipoglikemi.
J. Hipotesis
EMMT dapat meningkatkan efek hipoglikemik dari insulin pada tikus
31 BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian tentang efek hipoglikemik kombinasi ekstrak metanol air daun
M. tanarius dengan insulin pada tikus jantan Wistar merupakan jenis penelitian
eksperimental murni dengan menggunakan rancangan acak lengkap pola searah.
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia dan
Laboratorium Farmakologi Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
B. Variabel dan Definisi Operasional
Variabel-variabel yang digunakan pada percobaan ini adalah sebagai berikut.
1. Variabel utama
a. Variabel bebas. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah
kombinasi dosis EMMT dan insulin.
b. Variabel tergantung. Variabel tergantung dalam penelitian ini adalah
efek hipoglikemik dari kombinasi pemberian EMMT dan insulin.
2. Variabel pengacau
a. Variabel pengacau terkendali. Variabel pengacau terkendali dalam
penelitian ini adalah jenis kelamin, galur, berat badan, dan umur dari hewan uji.
200-300 g dan umurnya 2-3 bulan, jalur pemberian EMMT dilakukan secara peroral
(p.o), jalur pemberian insulin secara subkutan (s.c).
b. Variabel pengacau tak terkendali. Variabel pengacau tak terkendali
dalam penelitian ini adalah keadaan patologis dari hewan uji yang digunakan,
kemampuan tubuh hewan uji untuk mengabsorbsi EMMT
3. Definisi operasional
a. DaunM. tanariusadalah daun yang diambil dari tanamanM. tanarius,
yang berwarna hijau, tidak cacat dan segar.
b. EMMT (EMMT) berupa ekstrak kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 10 g yang
dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 50% secara maserasi selama
72 jam. Kemudian disaring dengan kertas saring, dievoporasi dan
dikeringkan di oven hingga diperoleh bobot tetap.
c. Dosis EMMT adalah sejumlah berat EMMT tiap satuan berat badan
hewan uji dengan satuan mg/kg BB.
d. Larutan EMMT pekat merupakan larutan dengan konsentrasi 38,4%
yang diperoleh dengan melarutkan 1,92 gram EMMT dengan CMC
1% dalam labu ukur 5 mL sampai tanda
e. LDDK0-240 kadar glukosa dalam darah adalah besaran yang
menggambarkan jumlah kadar glukosa dalam darah pada rentang
waktu mulai menit ke-0 sampai menit ke-240 yang dihitung
f. Efek hipoglikemik adalah efek penurunan kadar glukosa darah yang
dilihat berdasarkan penurunan nilai LDDK0-240.
C. Bahan Penelitian
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bahan utama
a. Hewan uji yang digunakan, yaitu tikus jantan Wistar, dengan umur
2-3 bulan, berat badan 200-300 g yang diperoleh Laboratorium
Hayati Imono Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
b. Bahan uji yang digunakan adalah daunM. tanariusyang dipanen dan
diperoleh dari Kebun Tanaman Obat Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Bahan kimia
a. Senyawa pembanding (kontrol positif) berupa insulin Lantus®
Solostar yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
b. Senyawa yang digunakan untuk pengukuran glukosa dalam darah
berupa reagen GOD-PAP yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi dan Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata
c. Metanol 50% sebagai pelarut dalam ekstraksi daunM. tanarius yang
diperoleh dari Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma.
d. Aquadest yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
e. CMC 1% yang diperoleh dari Laboratorium Farmakologi dan
Toksikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
f. Glukosa monohidrat p.a diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
g. Parafin cair yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
D. Alat dan Instrument Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Alat pembuat simplisia
a. Mesin penyerbuk (Retsch)
b. Oven (Memmert)
c. Ayakan
2. Alat ekstraksi
a. Maserator
b. Oven (Memmert)
c. Timbangan analitik (Mettler Toledo AB240)
d. Seperangkat alat gelas berupa Erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur,
labu ukur, cawan porselen, pengaduk (Pyrex Iwaki Glass).
3. Alat uji pengukuran kadar glukosa
a. Spuit injeksi yang digunakan untuk pemberian peroral, berupa jarum
yang ujungnya berbentuk bulat dan berlubang di bagian tengah
(Terumo)
b. Jarum injeksi yang memiliki ujung runcing dan digunakan untuk
pemberianinsulinsecara subkutan.
c. Alat sentrifugasi(Centurion Scientific)
d. Mikropipet
e. Tabung Efendorf
f. Mikrovitalab(Microlab 200, Merck)
g. Surgical bladenomor 10 dan 11
h. Vortex (Genie Wilten)
i. Stopwatch
j. Seperangkat alat gelas berupa, tabung reaksi, gelas piala, gelas ukur,
labu ukur (Pyrex Iwaki Glass).
4. Lain-lain
E. Tata Cara Penelitan 1. Determinasi tanaman
Determinasi tanamanM. tanariusmenggunakan biji, bunga, daun, buah dan
batang yang dilakukan secara benar sesuai dengan buku acuan. Determinasi tanaman
dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta (Lampiran 5).
2. Pengumpulan bahan
Daun M. tanarius diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta. Daun yang diambil adalah daun segar berwarna hijau,
tidak sedang berbuah, tidak berlubang dan tidak terlalu tua dan muda (diambil daun
yang berada tidak dipangkal dan diujung batang).
3. Pembuatan simplisia
Pembuatan simplisia daun M. tanarius yang telah dikumpulkan, dicuci
dengan air mengalir, kemudian ditiriskan pada sinar matahari, untuk meniadakan air
pada daun. Selanjutnya daun dikeringkan kembali menggunakan oven pada suhu
50°C selama 24 jam dan diserbuk menggunakan mesin penyerbuk di Laboratorium
Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma. Kemudian
serbuk simplisia diayak menggunakan ayakan dengan nomor mesh 40.
4. Pembuatan EMMT
Pembuatan EMMT dilakukan dengan cara menyari serbuk kering daun M.
tanarius secara maserasi. Serbuk daun M. tanarius seberat 10,0 g direndam dengan 100 ml pelarut metanol 50% di dalam erlenmeyer selama 72 jam (Puteri dan
Kawabata, 2010) dengan kecepatan 150 rpm pada suhu kamar. Setelah dimaserasi,
dievaporasi dengan evaporator. Hasil dari evaporasi kemudian dipindahkan ke gelas
piala yang telah ditimbang sebelumnya, dengan maksud untuk mempermudah
perhitungan rendemen ekstrak kental yang akan diperoleh. Selanjutnya, gelas piala
tersebut dimasukkan dalam oven untuk diuapkan dengan suhu 50°C agar
mendapatkan EMMT yang kental dengan bobot ekstrak yang tetap.
5. Penetapan konsentrasi ekstrak pekat dan dosis EMMT
Konsentrasi pekat EMMT diperoleh berdasarkan penelitian sebelumnya
oleh Andrianto (2010), yaitu sebesar 0,384g/mL atau 384 mg/ml atau 38,4% b/v.
6. Penetapan dosis kombinasi EMMT dan insulin
a. Penetapan dosis EMMT. Dosis EMMT yang digunakan adalah dosis
yang memberikan LDDK0-240 yang terkecil berdasarkan penelitian sebelumnya
oleh Setiawan (2012), yaitu sebesar 0,44g/Kg BB tikus.
b. Penetapan dosis insulin. Dosis insulin yang digunakan untuk hewan
uji adalah sebesar 1 U. Dosis insulin yang digunakan ini merupakan hasil orientasi
yang dilakukan sebelum penelitian.
c. Penetapan kombinasi dosis. Kombinasi dosis EMMT dan insulin
yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebesar 1:1 dan 0,5:1
7. Preparasi bahan
a. Pembuatan CMC 1%. CMC 1% dibuat dengan mendispersikan 1 g
CMC yang telah ditimbang seksama dengan air panas sampai volume 100 mL.
CMC 1% ini digunakan untuk melarutkan ekstrak kental metanol-air daun M.
tanarius.
b. Pembuatan larutan glukosa monohidrat 15%.Sebanyak 3,75g glukosa
8. Uji pendahuluan
a. Adaptasi pada hewan uji sebelum pengujian. Sebelum hewan uji
digunakan untuk penelitian, hewan uji diadaptasikan dengan lingkungan
laboratorium selama + 1 minggu terlebih dahulu.
b. Penetapan waktu pemberian EMMT. Sebanyak 2 kelompok dengan
masing-masing 3 ekor tikus diberi EMMT pada menit ke 0 dan 15 sebelum
pemberian glukosa monohidrat. Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat
sebelum perlakuan glukosa monohidrat sebagai menit ke-0 dan pada menit ke-15,
30, 45, 60, 90, 180, dan 240 setelah pembebanan glukosa. Kadar glukosa darah
kemudian diukur dengan metode GOD-PAP dan kemudian dibuat kurva UTGO
serta perhitungan harga LDKK0-240. Penentuan waktu pemberian EMMT
didasarkan pada harga LDKK0-240terendah.
c. Penetapan waktu pemberian insulin. Sebanyak 6 ekor tikus dibagi
menjadi 2 kelompok, kemudian masing-masing kelompok diberi perlakuan insulin
dengan dosis 1 U pada menit ke 0 (bersamaan) dan 15 setelah pemberian glukosa
monohidrat. Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat sebelum perlakuan
glukosa monohidrat sebagai menit ke-0 dan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 180,
dan 240 setelah pembebanan glukosa. Kadar glukosa darah kemudian diukur
dengan metode GOD-PAP dan kemudian dibuat kurva UTGO serta perhitungan
harga LDKK0-240. Penentuan waktu pemberian insulin didasarkan pada persen
9. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji
Hewan percobaan yang digunakan sebanyak 30 ekor tikus putih jantan
galur Wistar yang telah diadaptasikan terlebih dahulu selama 1 minggu di
laboratorium. Kemudian dibagi secara acak dalam 6 kelompok perlakuan, yaitu:
a. Kelompok I adalah perlakuan dengan menggunakan insulin glargine
Lantus®dengan dosis 1U (kontrol positif) secara subkutan.
b. Kelompok II adalahperlakuan dengan menggunakanCMC 1% secara
per oral (kontrol negatif)
c. Kelompok III adalahperlakuan dengan menggunakanEMMT dengan
dosis 0,22 g/Kg BB secara peroral sebagai kontrol 0,5 bagian
EMMT.
d. Kelompok IV adalahperlakuan dengan menggunakanEMMT dengan
dosis 0,44 g/Kg BB secara peroral sebagai kontrol 1 bagian EMMT.
e. Kelompok V adalah perlakuan dengan menggunakan kombinasi
EMMT secara per oral dan insulin glargine Lantus® secara subkutan
masing-masing dengan perbandingan 0,5:1 (0,22 g/Kg BB : 1 U).
f. Kelompok VI adalah perlakuan dengan menggunakan kombinasi
EMMT secara peroral dan insulin glargine Lantus® secara subkutan
masing-masing dengan perbandingan 1:1(0,44 g/Kg BB : 1 U).
Sebelum diberikan perlakuan, semua hewan uji diberikan glukosa
monohidrat secara bersamaan dengan pemberian perlakuan. Kemudian sampel
240, kemudian kadar glukosa darah diukur dengan menggunakan mikrovitalab
dengan metode enzimatik GOD-PAP
10. Pengukuran kadar glukosa dalam darah
a. Pembuatan serum. Darah tikus diambil melalui vena lateralis ekor
dan ditampung dalam tabung mikro melalui dinding, kemudian disentrifugasi
dengan kecepatan 3000 rpm selama 15 menit dan diambil serumnya.
b. Pengukuran kadar glukosa. Alat yang digunakan untuk
menganalisis kadar glukosa darah adalah mikrovitalab. Kadar glukosa dinyatakan
dalam mg/dL. Pengukuran kadar glukosa serum dilakukan di laboratorium
Farmakologi-Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma,
Yogyakarta. Analisis dilakukan dengan mencampurkan bahan seperti pada tabel I,
lalu divortexdan dibaca serapannya setelahoperating time(OT) selama 20 menit.
Tabel 1. Volume bahan untuk pengukuran kadar glukosa
Bahan
Selanjutnya dibuat kurva dengan mem-plot-kan nilai kadar glukosa darah
lawan waktu ke-0 sampai menit ke 240, dan kemudian dihitung nilai LDDK0-240
dengan metode trapezoid. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:
LDDK = t − t
C = konsentrasi zat dalam darah (mg/ml)
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data harga LDDK0-240 glukosa darah yang diperoleh diuji distribusinya
menggunakan uji Kolmogorov Smirnov. Jika distribusi data normal, analisis
perbedaan masing-masing kelompok dilakukan dengan Anova One Way dan
dilanjutkan dengan post hoc tests Scheffe dengan tingkat kepercayaan 95%. Jika
nilai LDDK0-240glukosa darah mempunyai variansi yang berbeda, maka dilakukan
uji Kruskal Wallisdan dilanjutkan uji Mann Whitney dengan tingkat kepercayaan