• Tidak ada hasil yang ditemukan

Uji potensiasi infusa daun macaranga tanarius L. terhadap glibenklamida sebagai penurun kadar glukosa darah pada tikus putih jantan galur wistar yang terbebani glukosa - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Uji potensiasi infusa daun macaranga tanarius L. terhadap glibenklamida sebagai penurun kadar glukosa darah pada tikus putih jantan galur wistar yang terbebani glukosa - USD Repository"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

UJI POTENSIASI INFUSA DAUN Macaranga tanarius L. TERHADAP GLIBENKLAMIDA SEBAGAI PENURUN KADAR GLUKOSA DARAH

PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG TERBEBANI GLUKOSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Ana Puspita Dewi NIM : 088114153

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

i

UJI POTENSIASI INFUSA DAUN Macaranga tanarius L. TERHADAP GLIBENKLAMIDA SEBAGAI PENURUN KADAR GLUKOSA DARAH

PADA TIKUS PUTIH JANTAN GALUR WISTAR YANG TERBEBANI GLUKOSA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)

Program Studi Farmasi

Oleh: Ana Puspita Dewi NIM : 088114153

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN

If better is possible, good is not enough

Jika kita menginginkan kesuksesan yang jauh melebihi orang lain pada umumnya, maka

berikanlah usaha yang lebih dibandingkan usaha orang-orang pada umumnya.

Don’t be afraid to dream

Don’t be afraid to be different

Believe in your dream and you will get it.

Karya ini kupersembahkan untuk:

Tuhan Yesus Kristus yang menjadi inspirasiku

Orangtua dan kakak tercinta yang selalu mendukungku

Teo Christianto yang selalu menjadi penyemangat dan pengisi hatiku

(6)
(7)
(8)

vii PRAKATA

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkatnya yang melimpah, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Uji Potensiasi Infusa Daun Macaranga tanarius L. terhadap Glibenklamida sebagai Penurun Kadar Glukosa Darah pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar yang Terbebani Glukosa” dengan baik.

Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) program studi Farmasi Universitas Sanata Dharma.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan penulisan skripsi, tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ipang Djunarko, M.Sc., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

2. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. selaku Dosen Pembimbing Utama skripsi ini atas segala kesabaran untuk selalu mendukung, memotivasi, membimbing, dan memberi masukan serta pengarahan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

3. dr. Fenty, M.Kes., Sp.PK selaku Dosen Penguji skripsi atas bantuan dan masukan kepada penulis demi kemajuan skripsi ini.

(9)

viii

5. Rini Dwiastuti, M.Sc., Apt. selaku Kepala Laboratorium yang yang telah memberikan ijin penggunaan semua fasilitas laboratorium guna penelitian skripsi ini

6. Jeffry Julianus, M.Si. selaku Dosen Pembimbing Akademik penulis atas segala pendampingan, dukungan dan bimbingan selama ini.

7. drh. Ari, Mas Parjiman, Mas Heru, Mas Kayat, Mas Yuwono, Mas Wagiran, dan semua staf laboratorium Farmasi yang telah bersedia membantu dan menemani selama penelitian berlangsung.

8. Mas Narto, Mas Dwi, dan Mas Sarwanto tim sekretariat S1 Farmasi yang telah membantu dalam memberikan informasi dan bantuan dalam hal administrasi untuk penyelesaian skripsi ini.

9. Tim PIMNAS di UNHAS Makassar 2011, yaitu Rm. Dr. Kuntoro Adi, MA,M.Sc., SJ serta seluruh tim, dosen pendamping, dan mahasiswa terutama Tim PKMK “Mie Ganyol”, yang turut ambil bagian dalam dinamika PIMNAS yang tak terlupakan.

10. Bapak Ipang Djunarko, M,Sc., Apt. selaku pembimbing PKMK “Mie Ganyol” dan Ibu C.M. Ratna Rini Nastiti, M.Pharm, Apt. selaku pembimbing tim “Spanish”Business PlanUSD yang selalu memberikan bimbingan dalam hal berpresentasi dan memberikan semangat kepada penulis.

(10)
(11)

x DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... iv

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... v

LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

PRAKATA ... vii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

INTISARI ... xvii

ABSTRACT ... xviii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 4

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 5

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA ... 6

(12)

xi

1. Klasifikasi diabetes mellitus ... 6

2. Gejala-gejala penyakit diabetes mellitus... 7

3. Pengelolaan diabetes mellitus ... 8

4. Transportglukosa ... 10

5. Uji antidiabetes ... 12

6. Metode penetapan kadar glukosa darah ... 14

B. Glibenklamida ... 15

1. Deskripsi glibenklamida ... 15

2. Farmakodinamika glibenklamida ... 15

3. Mekanisme aksi glibenklamida ... 16

C. Macaranga tanarius (L.) ... 18

1. Taksonomi ... 18

2. Nama daerah ... 18

3. Morfologi ... 18

4. Kandungan kimia ... 19

5. Khasiat dan kegunaan ... 20

D. Infundasi ... 21

E. Antaraksi Farmakokinetika ... 22

F. Landasan Teori ... 24

G. Hipotesis ... 25

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 26

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 26

(13)

xii

1. Variabel penelitian ... 26

2. Definisi operasional ... 27

C. Bahan dan Alat Penelitian ... 28

1. Bahan penelitian ... 28

2. Alat atau instrumen penelitian ... 29

D. Tata Cara Penelitian ... 30

1. Determinasi tanaman ... 30

2. Pengumpulan bahan ... 30

3. Pembuatan simplisia daun M.tanarius... 30

4. Pembuatan infusa daun M.tanarius50,0 % (b/v) ... 30

5. Perhitungan dosis pemberian M.tanarius... 31

6. Preparasi bahan ... 31

7. Percobaan pendahuluan ... 32

8. Penetapan kadar glukosa darah ... 34

E. Tata Cara Analisis Hasil ... 35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Determinasi Tanaman M.tanarius... 36

B. Pembuatan Simplisia dan Infusa Daun M.tanarius... 36

C. Uji Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah ... 38

1. Penetapan waktu pemberian glibenklamida ... 38

2. Penetapan waktu pemberian infusa daun M.tanarius ... 41

(14)

xiii

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 56

A. Kesimpulan ... 56

B. Saran ... 56

DAFTAR PUSTAKA ... 57

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel I. Isi pereaksi enzime GlucoseGOD-PAP... 28

Tabel II. Volume pengukuran kadar glukosa darah... 34

Tabel III. Nilai rata-rata LDDK0-240 ± SE larutan Glibenklamida sebelum UTGO... 41

Tabel IV. Hasil uji Post HocLSD LDDK0-240 penurunan glukosa darah tikus akibat pemberian Glibenklamida ... 43

Tabel V. Nilai LDDK0-240pemberian infusa daun M.tanarius... 44

Tabel VI. Rata-rata kadar glukosa darah dan LDDK0-240 pada setiap kelompok perlakuan ... 46

Tabel VII. Rata-rata LDDK0-240 SE masing-masing perlakuan ... 48

Tabel VIII. Hasil analisis homogenitas variansi menggunakan uji One Way Anova... 50

Tabel IX. Hasil uji Post Hoc LSD LDDK0-240 pada kelompok perlakuan dengan taraf kepercayaan 95%... 51

(16)

xv

DAFTAR GAMBAR

GAMBAR 1. Sekresi insullin akibat peningkatan kadar glukosa dalam

darah... 11 GAMBAR 2. Struktur kimia glibenklamida

(5-chloro-N-(4-[N-

(cyclohexylcarbamoyl)sulfamoyl]phenethyl)-2-methoxybenzamide) (Rayanm, Rao, dan Ramana, 2011)... 15 GAMBAR 3. Mekanisme aksi glibenklamida sebagai obat antidiabetes... 17 GAMBAR 4. Struktur ellagitannins yang telah diisolasi dari daun

M.tanarius, yaitu mallotinic acid (1), corilagin (2), macatanninA (3), chebulagic acid(4), dan macatanninB (5).. 20 GAMBAR 5. Bagan penggolongan antaraksi obat berdasarkan perubahan

efek... 22 GAMBAR 6. Reaksi enzimatik glukosa dan reagen GOD-PAP... 40 GAMBAR 7. Diagram batang penentuan selang waktu pemberian larutan

glibenklamida sebelum UTGO terhadap mean LDDK0-240±SE . 42 GAMBAR 8. Diagram batang waktu pemberian infusa daun M.tanarius

terhadap nilai LDDK0-240... 44 GAMBAR 9. Kurva hubungan antara waktu sampling dan kadar rata-rata

glukosa darah akibat pemberian aquadest, glibenklamida, dan infusa daunM.tanarius... 47 GAMBAR 10. Diagram batang nilai rata-rata LDDK0-240 SE dari

(17)

xvi

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daun Macaranga tanariusL. ... 61

Lampiran 2. Infusa daun M.tanarius... 61

Lampiran 3. Tikus putih jantan galur Wistar ... 62

Lampiran 4. Microlab ... 62

Lampiran 5. Surat determinasi tanaman M.tanarius... 63

Lampiran 6. Kadar glukosa darah tikus pada masing-masing kelompok perlakuan ... 64

Lampiran 7. Hasil uji Kolmogorov-SmirnovLDDK0-240 perlakuan ... 67

Lampiran 8. Hasil uji One Way ANOVA LDDK0-240 kelompok perlakuan ... 67

Lampiran 9. Hasil uji Post Hoc LSD pada LDDK0-240 pada kelompok perlakuan dengan taraf kepercayaan 95% ... 68

Lampiran 10. Rangkuman signifikansi hasil uji Post Hoc LSD LDDK0-240 pada kelompok perlakuan... 69

Lampiran 11. Contoh perhitungan volume pemberian glukosa, glibenklamida, dan infusa daun M.tanarius ... 70

(18)

xvii INTISARI

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi infusa daun Macaranga tanarius terhadap glibenklamida dalam menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental murni dengan rancangan acak lengkap pola searah. Penelitian dilakukan menggunakan 30 ekor tikus yang dibagi dalam 6 kelompok. Kelompok I diberi perlakuan aquadest (kontrol negatif), kelompok II diberi glibenklamida dosis 0,45 mg/kgBB (kontrol positif), kelompok III diberi infusa daun M.tanariusdosis 10 mg/kgBB (kontrol 1 infusa), kelompok IV diberi larutan infusa daun M.tanarius dosis 5 mg/kgBB (kontrol ½ infusa), kelompok V diberi perlakuan kombinasi glibenklamida dan infusa daun M.tanarius dengan perbandingan dosis 1:1, kelompok VI diberi perlakuan kombinasi dengan perbandingan dosis 1:0,5. Efek penurunan glukosa darah diuji dengan Uji Toleransi Glukosa Oral (UTGO). Kadar glukosa darah ditetapkan pada menit ke-0 sebelum UTGO dan menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 180, dan 240 setelah UTGO. Nilai LDDK0-240dihitung dari kadar glukosa darah dan dianalisis secara statistik menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov, dilanjutkan dengan One Way ANOVAdan uji Post Hoc LSDdengan taraf kepercayaan 95%.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kedua perlakuan kombinasi memiliki perbedaan yang tidak bermakna dengan glibenklamida. Pemberian infusa daun M.tanarius tidak mempengaruhi potensi glibenklamida dalam menurunkan glukosa darah.

(19)

xviii ABSTRACT

This research aims to determine the influence of combination aqueous extract of Macaranga tanarius leaves against glibenclamide in lowering blood glucose levels. This research was purely experimental research designs full of random pattern in the same direction. This research carried out using 30 rats which were divided into 6 groups. The group I was given the treatment of aquadest (negative control), group II was given a dose of 0.45 mg/ kgBB glibenclamide (positive control), group III was given an aqueous extract of M. tanarius leaves dose of 10 mg/kg of weight (control of one infusa), group IV given anaqueous extract of M. tanariusleaves dose 5 mg/kg of weight (control of 0,5 infusa), group V is given the treatment of combination glibenclamide-aqueous extract of M. tanarius leaves by comparison doses of 1: 1, group VI was given treatment combination with comparison of doses 1: 0.5. The effect of a decrease in blood glucose that combination tested with Oral Glucose Tolerance Test (OGTT). Blood glucose levels are set on 0 minute before UTGO and on 15, 30, 45, 60, 90, 180, and 240 minutes after UTGO. The value of AUC0-240 is calculated from blood glucose levels and analyzed statistically using the Kolmogorov-Smirnovtest, followed by the One Way ANOVAand Post HocLSD test with 95% confidence level.

These results indicate that both combination treatment had no significant differences with glibenklamide. The aqueous extract of M.tanariusdid not affected the potention of glibenklamide in lowering blood glucose.

(20)

1 BAB I PENGANTAR

A. Latar Belakang

Prevalensi penyakit diabetes mellitus semakin meningkat seiring dengan perubahan gaya hidup masyarakat yang semakin maju dan menuntut segalanya serba praktis termasuk dalam hal makanan yang mereka konsumsi. Penyakit diabetes mellitus merupakan salah satu dari beberapa penyakit degeneratif, yaitu penyakit akibat fungsi atau struktur dari jaringan atau organ tubuh menurun secara progresif dari waktu ke waktu yang disebabkan oleh usia atau pilihan gaya hidup (Subroto, 2006).

Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki salah satu karakteristik dari penyakit diabetes mellitus yang berupa hiperglikemia, yaitu dengan cara mengurangi absorpsi glukosa dengan jalan menekan penyerapan atau proses pencernaan karbohidrat oleh senyawa inhibitor α-glukosidase. Senyawa inhibitor α-glukosidase ini dapat digunakan sebagai obat lini pertama pada

pengobatan DM tipe II dengan spesifikasi target untuk mengatasi hiperglikemia postprandial. Hiperglikemia posprandial ini dapat dimungkinkan menjadi faktor resiko bagi penyakit kardiovaskuler (Cariello, 2005).

(21)

aman dan efektif sebagai antidiabetes. Pengembangan terhadap bahan obat alami mulai meluas, sehingga banyak peneliti tertarik untuk mengembangkan bahan alam. Tanaman yang mungkin jarang dikenal oleh sebagian besar masyarakat namun masih dapat dieksplorasi sebagai tanaman alternatif pengobatan yaitu Macaranga tanarius L. (M.tanarius).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Matsunami, Takamori, Shinzato, Aramoto, Kondo, Otsuka, dan Takeda (2006) terdapat aktivitas penangkapan radikal bebas terhadap DPPH secara in vitro. Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi, Ruchirawat, dan Sutthivaiyakit (2005) juga melaporkan bahwa terdapat aktivtas penangkapan radikal bebas dari ekstrak n-heksana dan kloroform dari daun M.tanarius, sedangkan Mahendra (2010) dan Nugraha (2010) melaporkan bahwa infusa daun M.tanarius memiliki efek hepatoprotektif. Menurut Wulandari (2010) efek analgetik juga ditunjukkan oleh infusa daun M.tanarius.

(22)

Glibenklamida merupakan obat hipoglikemik oral yang digunakan secara luas di dalam pengobatan diabetes mellitus tidak tergantung insulin (tipe-2). Glibenklamida merupakan sulfonilurea paling potent dan dikenal sebagai sulfonilurea “generasi kedua” (Dollery, 1999).

(23)

1. Perumusan masalah

Apakah pemberian infusa daun M.tanarius yang dikombinasikan dengan glibenklamida dapat mempengaruhi potensi glibenklamida dalam menurunkan kadar glukosa darah pada tikus putih jantan galur Wistar yang terbebani glukosa?

2. Keaslian penelitian

Penelitian terkait mengenai efek penurunan kadar glukosa darah yang dimiliki oleh tanaman M.tanarius dilakukan oleh Putri dan Kawabata (2010) mengenai senyawa inhibitor α-glukosidase yang terkandung dalam ekstrak metanol-air daun M.tanarius, yaitu corilagin mallotinic acid, chebulagic acid dan novelellagitannin (macatannin A). Penelitian terkait efek yang dimiliki oleh infusa daun M.tanarius antara lain adalah efek hepatoprotektif oleh Mahendra (2010) dan efek hepatoprotektif jangka pendek (Nugraha, 2010) infusa daun M.tanarius pada tikus jantan galur Wistar terinduksi parasetamol, serta efek analgesik infusa daunM.tanariuspada mencit betina galur Swiss yang diteliti oleh Wulandari (2010).

(24)

dengan metformin (Oktavia, 2012), dan pengaruh pemberian infusa M.tanarius terhadap penurunan glukosa darah (Theresia, 2012).

Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang “Uji Potensiasi Infusa Daun M.tanarius terhadap Glibenklamida sebagai Penurun Glukosa Darah pada Tikus Putih Jantan Galur Wistar yang Terbebani Glukosa” belum pernah dilakukan sebelumnya.

3. Manfaat penelitian a. Manfaat teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan ilmu pengetahuan baik kefarmasian ataupun di bidang obat herbal.

b. Manfaat praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat tentang pengaruh infusa daun M.tanarius jika digunakan sebagai kombinasi terhadap obat non herbal penurun glukosa darah khususnya glibenklamida.

B. Tujuan Penelitian

(25)

6 BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Diabetes Mellitus

Menurut American Diabetes Association (2003), diabetes mellitus merupakan kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (Soegondo, 2005).

1. Klasifikasi diabetes mellitus

Klasifikasi etiologis diabetes mellitus menurut American Diabetes Association (2003) yaitu :

a. Diabetes mellitusTipe 1

(26)

b. Diabetes mellitusTipe 2

Penderita diabetes mellitus tipe 2 mempunyai sirkulasi endogen cukup untuk mencegah terjadinya ketoasidosis tetapi insulin tersebut sering dalam kadar yang kurang normal atau kadarnya relatif tidak mencukupi karena kurang pekanya jaringan untuk memproduksi insulin. Selain terjadi penurunan kepekaan jaringan pada insulin, terjadi pula defisiensi respon sel beta pankreas terhadap glukosa (Katzung, 2002).

c. Diabetes mellitusTipe Lain

Pada diabetes mellitus tipe lain, hiperglikemia berkaitan dengan penyakit-penyakit lain yang jelas. Penyakit tersebut meliputi penyakit eksokrin pankreas, defek genetik fungsi sel beta, defek genetik fungsi insulin, endokrinopati, karena obat/zat kimia, infeksi, imunologi, dan sindrom genetik (Soegondo, 2005).

d. Diabetes mellitus Gestasional

Istilah ini dipakai terhadap pasien yang menderita hiperglikemia selama kehamilan. Pada pasien-pasien ini toleransi glukosa dapat kembali normal setelah persalinan (Woodley danWhelant, 1995).

2. Gejala-gejala penyakit diabetes mellitus

(27)

3. Pengelolaan diabetes mellitus

Menurut Soegondo (2005), pengelolaan diabetes mellitus jangka pendek bertujuan untuk menghilangkan keluhan atau gejala, dan mempertahankan rasa nyaman dan sehat. Tujuan pengelolaan jangka panjang untuk mencegah komplikasi sehingga dapat menurunkan angka morbiditas dan mortalitas.

a. Obat berkhasiat hipoglikemik 1) Insulin

Insulin dapat meningkatkan simpanan lemak maupun glukosa (sumber energi) dalam sel sasaran khusus, serta mempengaruhi pertumbuhan sel dan fungsi metabolisme berbagai jenis jaringan (Katzung, 2002).

2) Obat hipoglikemik oral a) Pemicu sekresi insulin (1) Sulfonilurea

Sulfonilurea bekerja dengan cara menstimulasi sel-sel beta pankreas dari pulau langerhans pankreas yang kemampuan sekresi insulinnya menurun sehingga bisa ditingkatkan dengan obat ini. Obat ini hanya efektif pada penderita diabetes yang tidak tergantung insulin yang begitu berat, sel-sel betanya masih cukup baik bekerja (Tjay&Rahardja, 2002).

(2) Glinid

(28)

(derivat fenilalanina). Obat ini diabsorbsi cepat setelah pemberian oral, dan diekskresi secara cepat melalui hati (Waspadji, 2005).

b) Penambah sensitivitas insulin (1) Biguanid

Golongan biguanid yang masih dipakai adalah metformin. Penjelasan lengkap tentang mekanisme kerja biguanid masih belum jelas. Mekanisme yang diusulkan baru-baru ini meliputi stimulasi glikolisis secara langsung dalam jaringan dengan peningkatan eliminasi glukosa dalam darah, penurunan glukoneogenesis hati, melambatkan absorbsi glukosa dalam saluran cerna, dan penurunan kadar glukagon plasma (Katzung, 2002).

(2) Tiazolidindion

Tiazolidindion merupakan golongan obat antidiabetes oral yang dapat meningkatkan sensitivitas insulin terhadap jaringan sasaran. Kerja utama obat golongan tiazolidindion, yaitu untuk mengurangi resistensi insulin dengan meningkatkan ambilan glukosa dan metabolisme dalam otot dan jaringan adipose (Katzung, 2002).

c) Penghambat glukosidase alfa

(29)

4. Transpor glukosa

Karbohidrat glukosa adalah karbohidrat terpenting dalam kaitannya dengan penyediaan energi di dalam tubuh, hal ini dikarenakan semua jenis karbohidrat baik monosakarida, disakarida, maupun polisakarida yang dikonsumsi manusia akan terkonversi menjadi glukosa di dalam tubuh. Glukosa ini akan berperan sebagai salah satu molekul utama bagi pembentukan energi di dalam tubuh. Glukosa yang telah diserap (diabsorpsi) oleh usus halus kemudian akan terdistribusi ke dalam semua sel tubuh melalui aliran darah (Irawan, 2007).

Glukosa di dalam tubuh selain tersimpan dalam bentuk glikogen di dalam

otot dan hati, juga tersimpan pada plasma darah dalam bentuk glukosa darah

(blood glucose). Di dalam tubuh glukosa berperan sebagai bahan bakar bagi

proses metabolisme, dan sumber energi utama bagi kerja otak. Glukosa digunakan

untuk mensintesis molekul Adenosine Triphosphate (ATP) melalui proses

oksidasi. ATP merupakan molekul-molekul dasar penghasil energi di dalam

tubuh. Dalam kebutuhan seharian, glukosa menyediakan hampir 50-75% dari total

kebutuhan energi tubuh (Irawan, 2007).

Sekresi insulin oleh sel ß (beta) tergantung oleh 3 faktor utama yaitu

kadar glukosa darah, ATP-sensitive Kchannels dan Voltage-sensitive Calsium

Channels sel ß pankreas seperti yang ditunjukkan pada Gambar 1. Mekanisme

kerja faktor- faktor tersebut adalah sebagai berikut: pada keadaan puasa, kadar

glukosa darah turun, ATP-sensitive K channels pada membrane sel ß akan

(30)

akibatnya kalsium tidak dapat masuk ke dalam sel ß, dan perangsangan sel ß

untuk mensekresi insulin menurun (Merentek, 2006).

Gambar 1 menunjukkan bahwa pada saat keadaan setelah makan, kadar

glukosa darah akan meningkat dan akan ditangkap oleh sel ß melalui glucose

transporter 2 (GLUT2) dan dibawa ke dalam sel ß. Di dalam sel, glukosa akan

mengalami fosforilasi menjadi glukosa-6-fosfat (G6P) dengan bantuan enzim

glukokinase. Glukosa-6-fosfat akan mengalami glikolisis menjadi asam piruvat.

Proses glikolisis juga menghasilkan produk 6-8 ATP. Penambahan ATP ini akan

meningkatkan rasio ATP/ADP dan menutup kanal kalium. Penumpukan kalium

dalam sel mengakibatkan depolarisasi membran sel sehingga membuka kanal

kalsium dan kalsium akan masuk kedalam sel dan insulin akan dilepaskan ke

dalam sel (Merentek, 2006).

(31)

Sekresi insulin pada orang non diabetes meliputi dua fase, yaitu early

peak (fase 1) yang terjadi dalam 3–10 menit pertama setelah makan. Insulin yang

disekresi pada fase ini adalah insulin yang disimpan dalam sel beta (siap pakai).

Fase 2 atau disebut juga fase lanjut adalah sekresi insulin yang dimulai 20 menit

setelah stimulasi glukosa. Pada fase 1 pemberian glukosa meningkatkan sekresi

insulin untuk mencegah kenaikan kadar glukosa darah, dan kenaikan glukosa

darah selanjutnya akan merangsang fase 2 untuk meningkatkan produksi insulin.

Pada diabetes mellitus tipe-2, sekresi insulin pada fase 1 tidak mampu

menurunkan glukosa darah sehingga merangsang fase 2 untuk menghasilkan

insulin lebih banyak, tetapi sudah tidak mampu meningkatkan sekresi insulin

sebagaimana pada orang non diabetes (Merentek, 2006).

5. Uji antidiabetes

Keadaan diabetes mellituspada hewan percobaan dapat diinduksi dengan cara pankreatomi dan dengan cara kimia. Zat-zat kimia sebagai induktor (diabetogen) pada umumnya diberikan secara parenteral. Jenis hewan percobaan yang digunakan meliputi mencit, tikus, kelinci, atau anjing (Yayasan Pengembangan Obat Alam, 1993).

(32)

uji toleransi glukosa dan metode uji diabetes aloksan (Yayasan Pengembangan Obat Alam, 1993).

a. Metode Uji Toleransi Glukosa

Prinsip metode ini yaitu pada kelinci yang telah dipuasakan (20-24 jam), diberikan larutan glukosa 50% peroral, setengah jam sesudah pemberian obat yang diujikan. Pada awal percobaan sebelum pemberian obat, dilakukan pengambilan cuplikan darah vena telinga dari masing-masing kelinci sejumlah 0,5 mL sebagai kadar glukosa darah awal. Pengambilan cuplikan darah vena diulangi setelah perlakuan pada waktu-waktu tertentu. Cuplikan darah ditampung dalam ependorf, disentrifuge selama 5 menit pada putaran 3000 – 6000 rpm. Serum yang

diperoleh diberi pereaksi dan diukur serapannya untuk menentukan kadar glukosanya (Yayasan Pengembangan Obat Alam, 1993).

b. Metode Uji Diabetes Aloksan

(33)

6. Metode penetapan kadar glukosa darah

Secara umum menurut Widowati, Dzulkarnain, dan Sa’roni (1997) metode penentuan glukosa darah dapat ditentukan dengan beberapa cara, yaitu: a. Metode kondensasi dengan gugus amina

Prinsip: aldosa dikondensasikan dengan orto-toluidin dalam suasana asam dan menghasilkan larutan berwarna hijau setelah dipanaskan. Kadar glukosa darah dapat ditentukan sesuai dengan intensitas warna yang terjadi diukur secara spektrofotometri.

b. Metode enzimatik

Glukosa dapat ditentukan secara enzimatik, dengan menggunakan enzim glukosa oksidase (GOD). Dengan adanya glukosa oksidase, maka glukosa dioksidasi oleh udara (O2) menjadi asam glukuronat disertai pembentukan

hidrogen peroksida. Dengan adanya enzim peroksidase (POD), H2O2 akan

membebaskan O2 yang mengoksidasi akseptor kromogen yang sesuai serta

memberikan warna merah. Akseptor kromogennya dapat berupa senyawa aminoantipirin dan fenol atau orthodianisidin, kadar glukosa darah ditentukan berdasarkan intensitas warna yang terjadi, diukur secara spektrofotometri.

c. Metode oksidasi-reduksi

(34)

B. Glibenklamida

1. Deskripsi glibenklamida

Gambar 2. Struktur kimia glibenklamida

(5-chloro-N-(4-[N-(cyclohexylcarbamoyl)sulfamoyl]phenethyl)-2-methoxybenzamide) (Rayanm, Rao, dan Ramana, 2011)

Glibenklamida dengan struktur kimia seperti pada Gambar 2 merupakan obat hipoglikemik oral yang digunakan secara luas di dalam pengobatan diabetes mellitus tidak tergantung insulin (tipe-2). Glibenklamida merupakan sulfonilurea paling poten dan dikenal sebagai sulfonilurea “generasi kedua” (Dollery, 1999).

Aksi farmakologi glibenklamida adalah menstimulasi pelepasan insulin dengan meningkatkan fungsi sel-sel islet α-β pankreas. Pada terapi jangka pendek, hal ini signifikan dengan peningkatan sirkulasi konsentrasi insulin, tetapi dengan penggunaan berkelanjutan biasanya terjadi penurunan kadar insulin tanpa merusak kontrol glikemik (Dollery, 1999).

2. Farmakodinamika glibenklamida

(35)

berlanjut meskipun penurunan bertahap sesuai dengan respon sekresi insulin terhadap obat tersebut. Efek extrapancreatic terjadi dalam mekanisme aksi sulfonilurea sebagai obat hipoglikemik oral. Kombinasi glibenklamida dan metformin mungkin memiliki efek sinergis, karena kedua agen bertindak untuk meningkatkan toleransi glukosa walaupun dalam mekanisme yang berbeda. Selain menurunkan glukosa darah, glibenklamida memberikan efek diuresis ringan dengan peningkatan bersihan cairan ginjal. Glibenklamida dua kali lebih ampuh dibandingkan dengan glipizide yang merupakan generasi kedua agen terkait (Monami, dkk., 2006).

3. Mekanisme aksi glibenklamida

Sulfonilurea seperti glibenklamida berikatan dengan ATP-sensitif saluran kalium pada permukaan sel pankreas, mengurangi konduktansi kalium dan menyebabkan depolarisasi membran. Depolarisasi merangsang masuknya ion kalsium melalui tegangan-sensitif saluran kalsium, meningkatkan konsentrasi ion kalsium intraseluler, yang menginduksi sekresi, atau eksositosis dari insulin (Monami, dkk., 2006).

(36)

akan menghambat ATP-dependent potasium channel (ABCC8), yang menyebabkan sel terdepolarisasi. Depolarisasi menyebabkan pembukaan voltage-gated saluran kalsium, memungkinkan kalsium untuk masuk sel. Kalsium intraseluler tinggi kemudian merangsang eksositosis vesikel dan sekresi insulin. Glibenklamida merangsang sekresi insulin dengan langsung menghambat ATP-dependent potasium channel. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 3

(Mizuno, Chittiboyina, Kurtz, Pershadsingh, dan Avery, 2008).

(37)

C. Macaranga tanarius L. 1. Taksonomi

Kingdom :Plantae

Subkingdom :Tracheobionta Divisio :Spermatophyta Sub- Divisi :Magnoliophyta Classis :Magnoliopsida Sub-classis :Rosidae

Ordo : Euphorbiales

Familia :Euphorbiaceae

Genus :Macaranga

Spesies :Macaranga tanarius L. (Plantamor, 2008).

2. Nama daerah

Tutup ancur (Jawa), mapu (Batak), mara (Sunda) (Prohati, 2011).

3. Morfologi

(38)

4. Kandungan kimia

Dalam penelitian kandungan kimia daun Macaranga tanarius (M.tanarius) yang sudah dilakukan dilaporkan bahwa terdapat empat kandungan senyawa didalam daun M.tanarius megastigman glukosida dinamai macarangiosida, bersama dengan malofenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, hyperin dan isoquercitrin serta lignan glukosida, pinoresinol, dan dua

megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan F, bersama dengan 15 komponen lain yang telah diketahui dilaporkan terdapat pada daun M.tanarius (Matsunami, et al., 2006). Uji kandungan kimia dari tanin daun M.tanarius melaporkan kandungan tanin baru, yaitu tujuh hydrolyzable, bersama dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya (Lin, Nonaka dan Nishioka, 1990). Dari daun M.tanarius ditemukan tiga kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama dengan tujuh kandungan yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanone B, blumenol A

(39)

Gambar 4. Struktur ellagitanninsyang telah diisolasi dari daun M.tanarius yaitu mallotinic acid(1), corilagin(2), macatanninA (3), chebulagic acid(4),

dan macatanninB (5) (Puteri dan Kawabata, 2010)

5. Khasiat dan kegunaan

(40)

D. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian yang umumnya untuk menyari kandungan zat aktif yang ada pada sediaan tanaman yang larut dalam air. Penyarian adalah peristiwa memindahkan massa zat aktif yang semula berada di dalam sel ditarik oleh cairan penyari sehingga zat aktif larut dalam cairan penyari (Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI, 1986). Sistem pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus dipilih berdasarkan kemampuannya dalam melarutkan jumlah maksimal zat aktif dan seminimal mungkin zat yang tidak digunakan (Ansel, 1989).

(41)

E. Antaraksi Farmakokinetika

Gambar 5. Bagan penggolongan antaraksi obat berdasarkan perubahan efek (Donatus, 1995)

( < penjumlahan sederhana / sumasi ) Penambahan sederhana

(42)

Gambar 5 di atas merupakan bagan rangkuman penggolongan antaraksi obat berdasarkan perubahan efek. Terdapat dua definisi mengenai antaraksi obat yang perlu ditelaah maknanya. Pertama berdasarkan akibat (luaran) yang ditimbulkan, antaraksi obat didefinisikan sebagai peristiwa ketika efek obat tertentu diubah oleh obat lain (antaraktan) yang diberikan sebelum atau bersamaan dengan obat tersebut. Kedua berdasarkan perantara (mekanisme kerja), antaraksi obat didefinisikan sebagai peristiwa yang terjadi ketika dua obat diberikan secara bersama-sama, saling mempengaruhi proses farmakokinetika dan/atau farmakodinamika masing-masing obat (Donatus, 1995).

Definisi di atas mengandung makna bahwa: (1) akibat antaraksi dapat berupa pergeseran kinerja farmakologi dan atau toksikologi obat-obyek; (2) perantara antaraksi mungkin pergeseran kinerja farmakokinetika dan atau farmakodinamika obat-obyek; dan (3) penyebab antaraksi mungkin faktor peringkat dosis dan atau lama masa perlakuan antaraktan (Donatus, 1995).

Antaraksi obat juga digolongkan berdasarkan mekanisme kerja, utamanya meliputi antaraksi farmakokinetika dan farmakodinamika. Termasuk antaraksi farmakokinetika ialah yang terjadi ketika suatu antaraktan mengganggu penyerapan, penyebaran, perubahan hayati, dan atau pengeluaran obat-obyek. Antaraksi farmakodinamika merupakan antaraksi yang melibatkan kerja atau efek beberapa obat, yang timbul bila antaraktan dan obat-obyek bekerja pada tempat kerja, reseptor, atau sistem fisiologi yang sama (Donatus, 1995).

(43)

kerja, sedangkan antaraksi farmakodinamika dengan perubahan keefektifan reaksi obat-obyek dengan tempat kerja terkait (Donatus, 1995).

F. Landasan Teori

Diabetes mellitus (DM) ialah suatu penyakit yang ditandai dengan kadar glukosa yang tinggi di dalam darah karena tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara tepat (Triplitt, Reasner, dan Isley, 2005). Karakteristik pada penyakit diabetes mellitus, yaitu terjadinya hiperglikemia. Pengatasan penyakit diabetes mellitus salah satunya dengan cara menghambat kerja enzim α-glukosidase dari dalam sel cerna sehingga dapat menurunkan penyerapan glukosa dan menurunkan hiperglikemia post prandial (Soegondo, 2005). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Puteri dan Kawabata (2010) diketahui bahwa ekstrak metanol-air daun M.tanarius memiliki kandungan senyawa inhibitor α-glukosidase yang potent. Senyawa inhibitor α-glukosidase

yang terkandung dalam ekstrak metanol-air daun M.tanarius berupa corilagin mallotinic acid, chebulagic acid dan novel ellagitannin (macatannin A). Penelitian ini diperkuat dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Theresia (2012) bahwa infusa daun M.tanariusmemberikan efek penurunan glukosa darah yang paling besar pada dosis 10 mg/kgBB.

(44)

nantinya didapatkan dosis efektif antidiabetes dari infusa daun M.tanarius baru kemudian dilakukan uji potensiasi terhadap glibenklamida. Menurut Martin (1971), antaraksi obat dikatakan menguntungkan bila akibat yang ditimbulkan mampu memperbaiki terapi yang berupa : (1) batas aman yang lebih besar, (2) mula kerja atau masa kerja yang lebih sesuai, (3) ketoksikan berkurang, dan (4) potensi yang bertambah besar dengan efek samping yang berkurang. Melalui uji potensiasi tersebut diharapkan infusa daun M.tanariusmemberikan antaraksi yang menguntungkan dengan meningkatkan efektifitas glibenklamida sebagai obat antidiabetes. Antaraksi menguntungkan yang diharapkan dari pemberian infusa daun M.tanarius sebagai kombinasi terhadap glibenklamida, yaitu berupa peningkatan efek dari glibenklamida dalam menurunkan glukosa darah.

G. Hipotesis

(45)

26 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian tentang potensi infusa daun M.tanarius terhadap peningkatan efek penurun glukosa darah glibenklamida pada tikus putih jantan galur Wistar terbebani glukosa merupakan jenis penelitian eksperimental murni secara acak lengkap pola searah.

B. Variabel dan Definisi Operasional 1. Variabel penelitian

a. Variabel utama

1) Variabel bebas dari penelitian ini adalah kombinasi dosis antara infusa daun M.tanariusdengan glibenklamida.

2) Variabel tergantung pada penelitian ini adalah penurunan kadar glukosa darah tikus.

b. Variabel pengacau

1) Variabel pengacau terkendali pada penelitian ini, yaitu :

a) Jenis kelamin dan galur hewan uji: tikus putih jantan galur Wistar b) Umur tikus: 2-3 bulan

c) Bobot tikus: 150-250 gram d) Cara pemberian ekstrak: per oral

(46)

2) Variabel pengacau tak terkendali, yang termasuk didalamnya, yaitu:

a) Variabel biologis tikus putih jantan, yaitu proses absorbsi, distribusi, biotransformasi, dan ekskresi dari mencit jantan terhadap infusa daun M.tanarius

b) Umur tanamanM.tanariusdan jumlah kandungan kimia daun M.tanarius

2. Definisi operasional

a. Infusa daun M. tanarius adalah infusa dengan konsentrasi 50% (b/v) yang diperoleh dengan cara mencampur 12,5 g serbuk kering daun M. tanarius dalam panci dengan 25 ml aquadest, dipanaskan di atas heater selama 15 menit terhitung mulai suhu mencapai 90°C sambil sekali-kali diaduk. Serkai selagi panas melalui kain flanel, tambahkan air panas secukupnya melalui ampas hingga diperoleh volume infus yang dikehendaki.

b. Dosis infusa daun M. tanarius adalah sejumlah berat infusa daun M. tanarius tiap satuan berat badan hewan uji dengan satuan mg/kgBB.

c. Uji Toleransi Glukosa Oral (UTGO) merupakan suatu metode penetapan kadar glukosa darah dengan cara memberikan beban glukosa terhadap tikus dengan larutan glukosa secara oral dengan dosis 1,75 g/kgBB.

d. LDDK0-240 kadar glukosa dalam darah adalah besaran yang menggambarkan jumlah kadar glukosa dalam darah pada rentang waktu mulai menit ke-0 samapai menit ke-240 yang dihitung menggunakan metode trapezoid.

(47)

C. Bahan dan Alat Penelitian

1. Bahan Penelitian

a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar dengan umur 2-3 bulan dan berat badan 150-250 g yang diperoleh dari Laboratorium Imono Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

b. Bahan Uji adalah daun M. tanarius yang diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma

c. Senyawa pembanding berupa kaplet generik glibenklamida yang diproduksi oleh PT. Indofarma.

d. Pereaksi untuk pengukuran kadar glukosa darah yang digunakan adalah enzim GlucoseGOD FS*(DiaSys, Germany), yang komposisinya sebagai berikut:

Tabel I. Isi pereaksi enzim Glucose GOD-PAP

Reagen :

Phosphat buffer pH 7,5 250 mmol/l

Phenol 5 mmol/l

4-aminoantipyrine 0,5 mmol/l

Glucose oxidase (GOD) ≥ 10 kU/l

Phenol aminoantipyrine peroxidase (PAP) ≤ 1 kU/l

Glucose standard 100mg/dl (5,5 mmol/dl)

e. Pereaksi

1) Glukosa monohidrat p.a (Merck) dengan dosis 1,75 g/kgBB sebagai larutan untuk uji toleransi glukosa oral

(48)

3) Parafin cair sebagai pelancar aliran darah dalam pengambilan sample darah dari hewan uji

2. Alat atau Instrumen Penelitian

1) Seperangkat alat gelas (Beaker glass, labu takar, gelas ukur, pengaduk) merek Pyrex

2) Mortir dan stamper

3) Jarum suntik (injeksi peroral) yaitu jarum suntik yang ujungnya diberi bulatan kecil dengan lubang ditengahnya agar tidak melukai hewan uji

4) Mikropipet

5) Sentrifuge(Hettich WBA SS, Germany),yellow tipe, microtube 6) MicroVitalabdan kuvet

7) Alat timbang elektrik (Mettler Toledo AB 204, Switzerland), 8) Vortex (Janke-Kankel IKA® - Labortechnic)

9) Holder, panci lapis alumunium untuk pembuatan infusa 10) Oven, mesin penyerbuk

11) Heater, termometer, Stopwatch (Olympic)

D. Tata Cara Penelitian 1. Determinasi tanaman

(49)

2. Pengumpulan bahan

Daun M.tanariusyang digunakan dalam penelitian ini adalah daun yang masih segar dan berwarna hijau yang berasal dari tanaman M.tanarius yang diperoleh dari Kebun Obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma.

3. Pembuatan simplisia daun M. tanarius

Daun M.tanarius yang telah terkumpul kemudian dicuci dengan air mengalir, ditiriskan kemudian dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 45-50°C selama 24 jam dan diserbuk dengan menggunakan mesin penyerbuk. Serbuk simplisia kemudian diayak dengan menggunakan ayakan nomor 40.

4. Pembuatan infusa daun M.tanarius 50,0 % (b/v)

Infusa daun M.tanarius dengan konsentrasi 50,0 % (b/v) dibuat dengan mencampur 50,0 gram serbuk kering daun M.tanarius dengan 100 ml aquadest. Campuran ini kemudian dipanaskan di atas heater pada suhu 90°C selama 15 menit. Waktu 15 menit dihitung ketika suhu pada campuran mencapai 90°C. Campuran kemudian diserkai selagi panas.

5. Perhitungan dosis pemberian M.tanarius

(50)

6. Preparasi bahan

a. pembuatan larutan stok glukosa p.a. 15 % (b/v)

Glukosa monohidrat p.a. ditimbang sebanyak 1,5 gram dan dilarutkan dengan aquadestdalam labu takar 10,0 ml sampai tanda.

b. penentuan dosis glibenklamida

Dosis glibenklamida yaitu 5 mg pada manusia dengan berat badan 70 kg, dikonversikan ke tikus 200 gram dengan faktor konversi 0,018.

5 mg glibenklamida x 0,018 = 0,09 mg glibenklamida/ 200 gram = 0,45 mg glibenklamida/kg BB

Berdasarkan perhitungan maka besarnya dosis glibenklamida pada hewan uji tikus yaitu 0,45 mg/ kgBB.

c. pembuatan larutan glibenklamida 0,1125 mg/ml

Timbang serbuk glibenklamida setara dengan 25 mg glibenklamida murni, larutkan dengan aquadest dalam labu takar 10 ml sampai tanda sebagai larutan induk glibenklamida. Buat dengan konsentrasi 0,1125 mg/ml yaitu mengambil 0,45 ml larutan induk tambahkanaquadest dalam labu ukur 10 ml hingga tanda.

Perhitungan volumenya yaitu:

C1 = 25 mg/10 ml = 2,5 mg/ml ; C2 = 0,1125 mg/ml

2,5 mg/ml x V1= 10,0 ml x 0,1125 mg/ml

(51)

7. Percobaan pendahuluan

a. Penetapan waktu pemberian glibenklamida

Tujuan dari penetapan pemberian glibenklamida adalah untuk melihat pengaruh waktu pemberian terhadap efek hipoglikemik glibenklamida, agar pada saat Uji Toleransi Glukosa Oral (UTGO), glibenklamida sudah memberikan efek penurunan kadar glukosa darah. Orientasi ini menggunakan enam ekor tikus yang terbagi dalam tiga kelompok dimana masing-masing kelompok diberi perlakuan perlakuan kontrol positif dan kontrol negatif. Perlakuan tersebut dilakukan terhadap masing-masing kelompok yaitu pada menit ke-15 sebelum UTGO untuk kelompok kesatu, menit ke-30 sebelum UTGO untuk kelompok kedua, dan menit ke-45 sebelum UTGO untuk kelompok ketiga. Semua pemberian dilakukan secara peroral, selanjutnya dilakukan UTGO dengan diberikan larutan glukosa monohidrat 15,0% b/v; 1,75 g/kgBB. Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat sebelum perlakuan sebagai menit ke-0 dan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 180, dan 240 setelah UTGO. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan metode GOD-PAP. Selanjutnya, dibuat kurva UTGO dan perhitungan harga LDDK0-240. Penentuan waktu pemberian infusa daun M.tanarius didasarkan pada harga selisih LDDK0-240 kontrol positif dan negatif tertinggi.

b. Penetapan waktu pemberian infusa daun M.tanarius

(52)

glukosa darah, agar pada saat dilakukan UTGO infusa daun M.tanarius sudah memberikan efek dalam menurunkan kadar glukosa darah. Orientasi ini menggunakan 3 ekor tikus yang masing-masing diberi infusa daun M.tanarius pada menit ke-15 sebelum UTGO dan bersamaan dengan UTGO. Semua pemberian dilakukan secara peroral, selanjutnya dilakukan UTGO dengan diberikan larutan glukosa monohidrat 15,0% (b/v); 1,75 g/kgBB. Pengambilan cuplikan darah dilakukan sesaat sebelum perlakuan sebagai menit ke-0 dan pada menit ke-15, 30, 45, 60, 90, 180, dan 240 setelah UTGO. Pengukuran kadar glukosa darah dilakukan dengan menggunakan metode GOD-PAP. Selanjutnya, dibuat kurva UTGO dan perhitungan harga LDDK0-240. Penentuan waktu pemberian infusa daun M.tanariusdidasarkan pada harga LDDK0-240 terendah.

c. Pengelompokan dan perlakuan hewan uji

Penelitian ini mengikuti rancangan acak lengkap pola searah, yaitu 30 ekor tikus dibagi secara acak menjadi enam kelompok, masing-masing kelompok terdiri dari lima ekor. Tiap hewan uji diadaptasikan dengan kondisi yang sama, jauh dari kebisingan dan dihindarkan dari stres. Sebelum mendapat perlakuan, masing masing kelompok dipuasakan selama 18 jam dengan tetap diberi minum ad libitum, lalu diberi perlakuan sebagai berikut: 1) Kelompok I, yaitu pemberian aquadest5 ml/kg BB (kontrol negatif) 2) Kelompok II, yaitu pemberian larutan glibenklamida 0,45 mg/kgBB

(53)

3) Kelompok III, yaitu pemberian kontrol 1 infusa yaitu infusa dengan dosis 10 mg/kgBB

4) Kelompok IV, yaitu pemberian kontrol ½ infusa yaitu infusa dengan dosis 5 mg/kgBB

5) Kelompok V, yaitu pemberian kombinasi glibenklamida dan infusa daun M.tanariusdengan perbandingan dosis 1 : 1

6) Kelompok VI, yaitu pemberian kombinasi glibenklamida dan infusa daun M.tanariusdengan perbandingan dosis 1: ½ .

Semua pemberian dilakukan secara peroral, selanjutnya dilakukan UTGO dengan diberikan larutan glukosa monohidrat 15,0% (b/v); 1,75 g/kgBB.

8. Penetapan kadar glukosa darah

(54)

Tabel II. Volume pengukuran kadar glukosa darah

Bahan Sampel (ml) Standar (ml) Blangko (ml)

Supernatan 0.025 -

-Larutan baku glukosa - 0,025

-Asam benzoat 1% b/v - - 0,025

Pereaksi GOD-PAP 2,5 2,5 2,5

Bahan-bahan tersebut dicampur dan diinkubasi selama operating time. Kemudian kadar glukosa darah ditetapkan dengan alat microvitalabmenggunakan metode GOD-PAP. Selanjutnya dibuat kurva dengan mem-plot-kan nilai kadar glukosa darah lawan waktu ke-0 sampai menit ke 240 dengan metode trapezoid (LDDK0-240) dan rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

Keterangan:

t = waktu (jam-1/menit-1)

C = konsentrasi zat dalam darah (mg/ml)

LDDKto-tn = luas daerah di bawah kurva dari waktu ke-0 sampai ke-n

E. Tata Cara Analisis Hasil

(55)

36 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Determinasi Tanaman M.tanarius

Tanaman yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah M. tanarius. Determinasi tanaman dilakukan dengan tujuan untuk memastikan bahwa tanaman maupun bagian tanaman yang akan digunakan memang benar sesuai dengan yang diharapkan, sehingga tidak ada kesalahan mengenai bahan yang dipakai. Determinasi tanaman dilakukan di Laboratorium Farmakognosi Fitokimia, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Determinasi dilakukan hingga tingkat spesies pada bagian daun, bunga, batang, biji serta buah dan terbukti bahwa tanaman yang dipakai merupakan tanaman M. tanarius. Berikut ini adalah hasil determinasi yang telah dilakukan. 1b, 2b, 3b, 4b, 12b, 13b, 14b, 17b, 18b, 19b, 20b, 21b, 22b, 23b, 24b, 25a...99.Euphorbiaceae 1b, 3b, 4b, 6a, 7b, 8b, 10b, 13a, 14b...34. Macaranga 1a,2a,3b,5b...Macaranga tanariusL.

B. Pembuatan Simplisia dan Infusa Daun M. tanarius

(56)

permukaan, sehingga zat-zat yang terkandung di dalam daun M. tanarius lebih mudah tersari.

Tahap selanjutnya yaitu penyarian dengan aquadest. Sesaat sebelum dipanaskan, simplisia dibasahi dengan cairan penyari. Tujuannya untuk memberikan kesempatan kepada penyari untuk memasuki pori-pori simplisia, mengganti udara di pori-pori simplisia yang kering dengan cairan penyari. Setelah itu, baru dibuat infusa dengan dipanaskan pada suhu 90oC selama 15 menit. Pembuatan infusa dilakukan sesaat sebelum pemberian sediaan uji, untuk menghindari tumbuhnya jamur karena air merupakan media pertumbuhan jamur. Aquadest dipilih sebagai cairan penyari karena di dalam M.tanarius terdapat senyawa yang bersifat polar, yaitu tanin. Keuntungan air dibanding pelarut lainnya yaitu murah, mudah didapat, tidak mudah menguap, tidak mudah terbakar, tidak beracun, dan alamiah, sedangkan kelemahan air sebagai cairan penyari, yaitu tidak selektif, mudah ditumbuhi kapang, dan cepat rusak.

(57)

C. Uji Efek Penurunan Kadar Glukosa Darah

Penelitian penurunan kadar glukosa darah ini menggunakan metode toleransi glukosa oral. Prinsip kerjanya yaitu membebani hewan uji dengan glukosa hingga keadaan hiperglikemi tanpa merusak pankreas hewan uji. Hewan uji yang digunakan yaitu tikus jantan galur Wistar berat antara 150 – 250 gram dengan umur 2 – 3 bulan. Pemilihan jenis kelamin jantan untuk meminimalkan adanya variasi hasil kadar glukosa darah, karena hewan uji merupakan variabel kendali. Hewan uji dipuasakan terlebih dahulu selama 20-24 jam sebelum diberi perlakuan tetapi tetap diberi minum ad libitum. Tujuan dipuasakan yaitu untuk menghindari pengaruh makanan yang dapat mempengaruhi/mempertinggi kadar glukosa darah jika tikus dibebani glukosa. Sebagai pengganti cairan tubuh yang hilang selama puasa, maka tikus diberi minum ad libitum.

Metode uji yang digunakan yaitu uji toleransi glukosa oral (UTGO). Berbeda dengan metode uji diabetes dengan induksi aloksan, UTGO dapat memberikan gambaran kenaikan kadar glukosa darah dengan cepat setelah pembebanan glukosa. Selain itu juga memberikan efek penurunan kadar glukosa darah cepat pula oleh obat atau zat-zat yang berefek hipoglikemik, karena glukosa cepat dimetabolisme. Namun, metode toleransi glukosa oral memiliki kelemahan, yaitu hewan uji hanya dibebani glukosa tanpa merusak pankreas, yang berarti

sel-sel beta masih dalam kondisi normal, dan sekresi insulin masih normal walaupun

jumlah glukosa berlebih. Hiperglikemi terjadi akibat glukosa yang menumpuk

sedangkan sel beta pankreas rusak, sehingga insulin tidak mampu menyalurkan

(58)

sebagai dekstrosa, gula anggur ataupun gula darah. Gula ini terbanyak ditemukan di alam. Sebagian dari gula sederhana ini kemudian mengalami polimerisasi dan membentuk polisakarida. Amilum, glikogen, dekstrin dan selulosa merupakan contoh dari polisakarida. Glikogen merupakan polisakarida yang dapat meningkatkan kadar glukosa darah karena merupakan cadangan energi pada hewan dan manusia yang disimpan di hati dan otot sebagai granula, dan jika dibutuhkan oleh tubuh akan diubah menjadi glukosa yang dikenal sebagai proses glikogenolisis.

(59)

Gambar 6. Reaksi enzimatik glukosa dan reagen GOD-PAP (Diasys, 2006)

1. Penetapan waktu pemberian glibenklamida

(60)

Waktu pemberian larutan glibenklamida didasarkan pada prosentase penurunan harga luas daerah di bawah kurva dari menit ke-0 sampai menit ke-240 (LDDK0-240). Hasil perhitungan LDDK0-240 pada penetapan pemberian larutan glibenklamida sebagai kontrol positif dapat dilihat melalui Tabel III. Dari tabel III dapat dilihat bahwa pemberian larutan glibenklamida 30 menit sebelum UTGO memberikan nilai rata-rata LDDK0-240 terkecil dibandingkan dengan pemberian yang lain. Nilai LDDK0-240 terkecil menunjukkan nilai paling efektif dalam menurunkan glukosa darah.

Tabel III. Nilai mean LDDK0-240± SE larutan glibenklamida sebelum UTGO

Waktu pemberian larutan glibenklamida sebelum UTGO (menit ke-)

Rata-rata LDDK0-240 (mg.menit/dl)

15 17557,5 ± 1677,7

30 17227,5 ± 993,1

45 22839,8 ± 1534,8

(61)

Gambar 7. Diagram batang penentuan selang waktu pemberian larutan glibenklamida sebelum UTGO terhadap mean LDDK0-240

(62)

Tabel IV. Hasil uji Post HocLSD LDDK0-240 penurunan glukosa darah tikus akibat pemberian glibenklamida

Selang Waktu Pemberian

glibenklamida (menit) 15 30 45

15 - BTB BTB

30 BTB - BTB

45 BTB BTB

-Keterangan:

BTB = Berbeda Tidak Bermakna

Hasil uji statistik pada Tabel IV menunjukkan perbedaan yang tidak bermakna pada tiap-tiap perlakuan yaitu pemberian glibenklamida pada selang waktu 15, 30, dan 45 menit sebelum UTGO. Hal ini menunjukkan bahwa pada masing-masing selang waktu tersebut memberikan efek penurunan glukosa darah yang sama. Oleh karena itu, pemberian glibenklamida dipilih pada selang waktu 30 menit sebelum UTGO karena memberikan nilai LDDK0-240 terkecil seperti yang terlihat pada Tabel IV dan diperjelas dengan Gambar 7.

2. Penetapan waktu pemberian infusa daun M.tanarius

Penetapan waktu pemberian infusa daun M.tanarius digunakan untuk melihat pengaruh waktu pemberian terhadap efek penurunan kadar glukosa darah, agar pada saat dilakukan UTGO infusa daun M.tanarius sudah memberikan efek dalam menurunkan kadar glukosa darah.

(63)

sebelum dan sesudah UTGO. Hasil perhitungan LDDK0-240 dapat dilihat pada Tabel V.

Tabel V. Nilai LDDK0-240pemberian infusa daun M.tanarius

Waktu pemberian infusa daun M.tanarius Rata-rata LDDK0-240 (mg.menit/dl)

15 menit sebelum UTGO 20329 ± 626,3

Bersamaan UTGO 24969 ± 546,5

Tabel V menunjukkan hasil perhitungan LDDK0-240 pemberian infusa daun M.tanarius pada selang waktu 15 menit sebelum UTGO dan pada saat bersamaan dengan UTGO. Pemberian infusa daun M.tanarius 15 menit sebelum UTGO memberikan nilai LDDK0-240 yang lebih kecil dibandingkan dengan pemberian yang bersamaan UTGO sehingga ditetapkan bahwa pemberian infusa daun M.tanarius adalah 15 menit sebelum UTGO. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 8.

(64)

Pada Gambar 8 diatas dapat diamati bahwa pada 15 menit sebelum UTGO infusa daun M.tanarius memberikan nilai LDDK0-240 yang paling kecil dibandingkan pemberian bersamaan dengan UTGO. Pada pemberian 15 menit sebelum UTGO inilah infusa daun M.tanarius telah mencapai onset sehingga kemampuan untuk menurunkan kadar glukosa darah paling tinggi dibandingkan dengan yang lainnya. Berdasarkan data tersebut maka ditetapkan pemberian infusa daun M.tanarius adalah 15 menit sebelum UTGO.

3. Uji efek penurunan kadar glukosa darah kombinasi glibenklamida dan infusa daun M.tanarius

Tujuan dari uji ini yaitu untuk melihat efek penurunan kadar glukosa darah dari kombinasi glibenklamida dan infusa daun M.tanarius. Pada penelitian ini dilakukan penetapan kadar glukosa darah pada 6 kelompok perlakuan yaitu kontrol negatif diberi aquadest; kontrol positif diberi larutan glibenklamida dengan dosis 0,45 mg/kgBB; kontrol 1 infusa daun M.tanarius yaitu dosis 10 mg/kgBB; kontrol 0,5 infusa daun M.tanarius, yaitu dosis 5 mg/kgBB; kombinasi infusa daun M.tanarius dan glibenklamida dengan perbandingan dosis 1:1; serta kombinasi infusa daun M.tanarius dan glibenklamida dengan perbandingan dosis 1:0,5.

(65)

Tabel VI. Rata-rata kadar glukosa darah dan LDDK0-240 pada setiap

Kontrol positif : glibenklamida dosis 0,45 mg/kgBB

I. : kontrol 1 infusa (infusa daun M.tanariusdosis 10 mg/kgBB) II. : kontrol 0,5 infusa (infusa daun M.tanariusdosis 5 mg/kgBB)

III. : kombinasi 1:1 (glibenklamida-infusa daun M.tanariusdosis 10 mg/kgBB) IV. : kombinasi 1:0,5 (glibenklamida-infusa daun M.tanariusdosis 5 mg/kgBB)

(66)

Gambar 9. Kurva hubungan antara waktu sampling dan kadar rata-rata glukosa darah akibat pemberian aquadest, glibenklamida, dan infusa daun

M.tanarius

Keterangan:

Kontrol negatif : aquadest

Kontrol positif : glibenklamida dosis 0,45 mg/kgBB Kontrol 1 infusa : infusa daun M.tanariusdosis 10 mg/kgBB Kontrol 0,5 infusa : infusa daun M.tanariusdosis 5 mg/kgBB

Kombinasi 1:1 : kombinasi glibenklamida-infusa daun M.tanariusdosis 10 mg/kgBB Kombinasi 1:0,5 : kombinasi glibenklamida-infusa daun M.tanariusdosis 5 mg/kgBB

(67)

Untuk kelompok perlakuan kontrol positif glibenklamida, kelompok perlakuan infusa daun M.tanarius dosis 5 mg/kgBB dan 10 mg/kgBB serta kelompok perlakuan kombinasi glibenklamida dengan infusa M.tanariusdosis 1:1 maupun 1:0.5 memberikan profil kurva yang lebih rendah dibandingkan dengan kontrol negatif aquadest.

Data prosentase kadar glukosa darah dan waktu sampling digunakan untuk menghitung luas area di bawah kurva atau LDDK0-240. Nilai LDDK0-240tiap perlakuan menunjukkan jumlah kadar glukosa dalam darah selama 240 menit. Nantinya nilai LDDK0-240ini dapat digunakan untuk menentukan efektifitas dalam

menurunkan kadar glukosa darah. Semakin kecil nilai LDDK0-240 maka

kemampuan menurunkan kadar glukosa darah semakin besar. Nilai LDDK0-240 rata-rata dari masing-masing kelompok terangkum dalam Tabel VII berikut ini.

Tabel VII. Rata-rata LDDK0-240 SE masing-masing perlakuan

Kelompok perlakuan N

Mean LDDK0-240 SE (mg.menit/dl) Kontrol negatif (aquadest) 5 27471,0 ± 768,7

Kontrol positif (glibenklamida) 5 19897,7 ± 547,4

Kontrol 0,5 infusa (5 mg/kgBB) 5 23674,5 ± 570,3

Kontrol 1 infusa (10 mg/kgBB) 5 21586,5 ± 643,4

Kombinasi 1:1 5 20314,5 ± 796,8

Kombinasi 1:0,5 5 20890,5 ± 1920,3

Tabel VII diatas menggambarkan nilai rata-rata LDDK0-240 SE dari

(68)

glibenklamida dengan nilai 19897,66 ± 547,43 mg.menit/dl. Oleh karena itu, pemberian larutan glibenklamida memberikan efek menurunkan kadar glukosa darah yang terbesar. Hal ini disebabkan karena penggunaan larutan glibenklamida sebagai kontrol positif, merupakan obat hipoglikemik oral golongan sulfonilurea yang memiliki efek terapetik menurunkan kadar glukosa darah. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Diagram batang nilai rata-rata LDDK0-240 SE dari masing-masing perlakuan

(69)

peningkatan kemampuan dalam menurunkan kadar glukosa darah. Akan tetapi, nilai rata-rata LDDK0-240 dari kelompok perlakuan kombinasi lebih besar dibandingkan kontrol positif. Hal tersebut menunjukkan adanya penurunan kemampuan dari glibenklamida dalam menurunkan kadar glukosa darah setelah dikombinasikan dengan infusa daun M.tanarius. Jika dibandingkan antara kedua kelompok perlakuan kombinasi, kombinasi 1:1 memiliki nilai rata-rata LDDK0-240 yang lebih kecil, yaitu sebesar 20314,5 ± 796,8 mg.menit/dl, sedangkan kelompok perlakuan kombinasi 1:0,5 yang memiliki nilai LDDK0-240 sebesar 20890,5 ± 1920,3 mg.menit/dl.

Nilai LDDK0-240 dari semua kelompok perlakuan dianalisis statistik menggunakan program SPSS 17. Langkah pertama adalah melakukan uji Kolmogorov-Smirnov, uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data

terdistribusi normal. Nilai signifikansi untuk dosis pembebanan glukosa sebesar 0,643 > 0,05 yang berarti data terdistribusi normal. Selanjutnya, dilakukan analisis homogenitas varian dengan Levene Statistic untuk mengetahui homogenitas dari nilai LDDK0-240 tiap-tiap kelompok perlakuan. Dari uji homogenitas varian didapatkan data LDDK0-240 memiliki varian yang homogen apabila p > 0,05. Perbedaan variansi data LDDK0-240 dapat dilihat pada Tabel VIII yang menunjukkan bahwa nilai p > 0,05, yaitu 0,329.

(70)

Uji statistik Kolmogorov-Smirnov dan Levene statistic untuk waktu pembebanan glukosa masing-masing mempunyai nilai signifikansi > 0,05. Hal tersebut berarti data terdistribusi normal dan homogen, sehingga dilanjutkan dengan analisis variansi satu jalan (One Way Anova). One Way Anova dilakukan untuk mengetahui apakah perlakuan yang diberikan mempunyai perbedaan yang signifikan. Berdasarkan uji One Way Anova dengan taraf kepercayaan 95% didapatkan nilai signifikansi 0,000 < 0,05 yang berarti ada perbedaan yang bermakna dari masing-masing kelompok perlakuan dalam mempengaruhi kadar glukosa darah. Untuk mengetahui dan melihat kebermaknaan dari perbedaan pada masing-masing kelompok tersebut maka uji One Way Anova dilanjutkan dengan uji Post Hocmenggunakan uji Least Significant Difference (LSD). Hasil uji LSD dengan taraf kepercayaan 95 % pada beberapa uji ditunjukkan pada Tabel IX.

Tabel IX. Hasil ujiPost HocLSD LDDK0-240pada kelompok perlakuan dengan taraf kepercayaan 95%

2 : glibenklamida dosis 0,45 mg/kgBB 3 : infusa daun M.tanariusdosis 5 mg/kgBB 4 : infusa daun M.tanariusdosis 10 mg/kgBB

5 : kombinasi glibenklamida-infusa daun M.tanariusdosis 10 mg/kgBB 6 : kombinasi glibenklamida-infusa daun M.tanariusdosis 5 mg/kgBB

BB : Berbeda Bermakna

(71)

Hasil uji LSD pada Tabel IX di atas menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna antara kontrol negatif aquadest dengan kontrol positif glibenklamida, kontrol infusa daun M.tanarius serta kelompok perlakuan kombinasi. Hal ini menunjukkan bahwa glibenklamida, infusa daun M.tanarius pada dosis 5 mg/kgBB dan 10 mg/kgBB, serta perlakuan kombinasi glibenklamida dengan infusa M.tanariuspada kombinasi dosis 1:1 maupun 1:0.5 memberikan efek untuk menurunkan kadar glukosa darah pada tikus yang dibebani glukosa.

Kelompok kontrol positif glibenklamida memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kelompok perlakuan infusa daun M.tanarius pada dosis 5 mg/kgBB. Hal ini berarti, walaupun infusa infusa daun M.tanarius dosis 5 mg/kgBB memiliki efek menurunkan kadar glukosa darah tetapi efeknya tidak setara dengan glibenklamida. Perbedaan yang tidak bermakna ditunjukkan oleh kelompok kontrol positif glibenklamida terhadap kelompok perlakuan infusa daun M.tanarius dosis 10 mg/kgBB serta kelompok perlakuan kombinasi glibenklamida dengan infusa M.tanarius dosis 1:1 maupun 1:0.5. Hal ini menunjukkan bahwa kelompok perlakuan infusa daun M.tanarius dosis 10 mg/kgBB dan kelompok perlakuan kombinasi glibenklamida dengan infusa M.tanarius pada kombinasi dosis 1:1 maupun 1:0.5 memiliki kemampuan yang setara dengan glibenklamida dalam menurunkan kadar glukosa darah.

(72)

kontrol infusa M.tanarius 10 mg/kgBB dan dengan kelompok kontrol positif glibenklamida. Hasil tersebut menunjukkan bahwa kelompok perlakuan kombinasi glibenklamida dengan infusa M.tanarius pada kombinasi dosis 1:1 memiliki kemampuan yang setara dengan kelompok perlakuan kontrol infusa M.tanarius10 mg/kgBB dan kelompok kontrol positif glibenklamida yang berarti bahwa pada pemberian infusa yang dikombinasi dengan glibenklamida menunjukkan penurunan kadar glukosa darah yang setara dengan pemberian infusa tunggal dosis 10 mg/kgBB maupun glibenklamida tunggal.

Pada kelompok perlakuan kombinasi glibenklamida dengan infusa M.tanariuspada kombinasi dosis 1:0,5 dibandingkan dengan kelompok perlakuan kontrol infusa M.tanarius 5 mg/kgBB memiliki perbedaan yang tidak bermakna. Hal yang sama juga terlihat bila dibandingkan dengan perlakuan kontrol positif glibenklamida. Hal ini berarti bahwa kelompok perlakuan kombinasi glibenklamida dengan infusa M.tanarius pada kombinasi dosis 1:0,5 memiliki kemampuan yang setara dalam menurunkan kadar glukosa darah dengan kelompok perlakuan kontrol infusa M.tanarius 5 mg/kgBB dan kontrol positif glibenklamida.

(73)

Tabel X. Prosentase perbedaan antara kelompok kontrol terhadap kelompok perlakuan kombinasi

Kelompok Perlakuan Prosentase perbedaan terhadap perlakuan Kombinasi 1:1 Kombinasi 1:0,5 Kontrol positif (Glibenklamida) (-) 2,05 %(ab) (-) 4,75 %(ab)

Kontrol 0,5 infusa (5 mg/kgBB) - (+) 13,33 %(ab)

Kontrol 1 infusa (10 mg/kgBB) (+) 6,26 %(ab)

-Keterangan :

(-) : Inhibisi (penghambatan) (+) : Potensiasi (penguatan)

b : Berbeda Bermakna ab : Berbeda Tidak Bermakna

Tabel X menunjukkan bahwa kombinasi glibenklamida-infusa M.tanariusdengan perbandingan dosis 1:1 (infusaM.tanariusdosis 10 mg/kgBB) memiliki kemampuan inhibisi atau penghambatan terhadap glibenklamida dalam menurunkan kadar glukosa darah sebesar 2,05 %. Untuk kombinasi glibenklamida-infusa M.tanarius dengan perbandingan dosis 1:0,5 (infusa M.tanarius dosis 5 mg/kgBB) memiliki kemampuan inhibisi atau penghambatan terhadap glibenklamida dalam menurunkan kadar glukosa darah sebesar 4,75 %. Akan tetapi, jika ditinjau secara statistik kedua perlakuan kombinasi tersebut memiliki kemampuan menurunkan glukosa darah yang berbeda tidak bermakna.

Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa pemberian infusa M.tanarius dikombinasikan dengan glibenklamida tidak mempengaruhi potensi glibenklamida dalam menurunkan kadar glukosa darah. Ini berarti sebaiknya infusa daun M.tanariustidak digunakan bersamaan dengan glibenklamida.

(74)

signifikan mengubah karakteristik farmakokinetika dari glibenklamida, yang merupakan suatu obat golongan sulfonilurea yang paling sering diresepkan. Oleh karena itu, acarbose dapat dengan aman digunakan bersama glibenklamida. Sebaliknya, telah terbukti bahwa acarbose secara signifikan dapat mengurangi biovailabilitas akut dari metformin (Scheen, de Magalhaes, Salvatore, dan Levebvre, 1994). Hal tersebut didukung dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Oktavia (2012), bahwa pemberian ekstrak metanol-air M.tanarius (EMMT) dapat menghambat kemampuan metformin dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus.

(75)

56 BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Infusa daun M.tanarius sebagai kombinasi dari glibenklamida tidak mempengaruhi potensi glibenklamida dalam menurunkan glukosa darah pada pada tikus putih jantan galur Wistar yang terbebani glukosa.

B. Saran

1. Sebaiknya infusa M.tanarius tidak digunakan bersamaan dengan glibenklamida karena infusa M.tanarius dapat menghambat glibenklamida dalam menurunkan glukosa darah.

Gambar

Gambar 1. Sekresi insulin akibat peningkatan kadar glukosa dalam darah
Gambar 2. Struktur kimia glibenklamida (5-chloro-N-(4-[N-
Gambar 3. Mekanisme aksi glibenklamida sebagai obat antidiabetes(Mizuno, dkk., 2008)
Gambar 4. Struktur ellagitannins yang telah diisolasi dari daun M.tanarius
+7

Referensi

Dokumen terkait

ftr rinijoro

Penelitian ini untuk membandingkan dua jenis pengelasan, yaitu las listrik dengan las gas, yang mana dua jenis pengelasan tersebut paling mempengaruhi kekuatan pengelasan

Sarana pendididikan yang masih kurang memadai ditambah dengan mahalnya biaya pendidikan sering menjadi penyebab belum terealisasinya penuntasan Wajib Belajar

Sebagai unsur kelembagaan yang berfungsi membentuk sumber daya manusia yang memiliki keahlian, kepakaran, dan kompetensi di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, perguruan

Telah dipastikan terdapat tiga keterkaitan etiologik yang utama : infeksi oleh HBV, Penyakit hati kronis (khususnya yang berkaitan dengan HCV dan alkohol) dan kasus

Hubungan variabel penggunaan dan efek samping obat dengan ketidakpatuhan penggunaan obat anti TB ... Hubungan variabel PMO dengan ketidakpatuhan penggunaan obat anti

berseberangan dengan simpul mati yang pertama. 47) Menyelimuti kembali bayi dan menutupi bagian kepalanya. Memastikan handuk atau kainnya bersih atau kering. 48) Mengajurkan

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh input (tebu, jam tenaga kerja, dan jam mesin) terhadap jumlah gula pasir yang dihasilkan, besarnya tingkat elastisitas input