• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) pada pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007-Juni 2008 - USD Repository

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2019

Membagikan "Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) pada pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007-Juni 2008 - USD Repository"

Copied!
129
0
0

Teks penuh

(1)

i

PERIODE JULI 2007-JUNI 2008

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Sarah Puspita Atmaja NIM : 058114140

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(2)

ii

PERIODE JULI 2007-JUNI 2008

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S. Farm)

Program Studi Ilmu Farmasi

Oleh:

Sarah Puspita Atmaja NIM : 058114140

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(3)
(4)
(5)

v

AKHIR KATA DARI SEGALA YANG DIDENGAR IALAH: TAKUTLAH AKAN TUHAN DAN BERPEGANGLAH PADA

(6)
(7)

vii

dan kasihNya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Evaluasi Drug Therapy Problems pada Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007- Juni 2008” sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi Ilmu Farmasi, Jurusan Farmasi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan motivasi, dorongan, kritik dan saran sampai terselesaikannya skripsi ini, terutama kepada :

1. Direktur Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman yang memberikan ijin bagi penulis untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Panti Rini.

2. Rita Suhadi, M.Si., Apt. selaku Dekan Fakultas Farmasi dan dosen penguji yang telah memberikan saran dan kritik serta masukan dalam skripsi ini. 3. M. Wisnu Donowati, M.Si., Apt. sebagai dosen pembimbing yang telah

memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam skripsi ini.

4. dr. Fenty, M.Kes, Sp.PK. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan masukan, dorongan, saran dan kritik dalam skrpsi ini.

(8)

viii

fasilitas dan waktu untuk membimbing dalam pengambilan data sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Keluarga tercinta papa, papi dan mama yang telah memberikan doa, dorongan, dukungan untuk selalu percaya bahwa tidak ada yang mustahil untuk menyelesaikan skripsi ini.

9. Kakak dan adik penulis yang selalu memberikan dorongan, ilham, dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.

10. Saudara-saudaraku yang selalu memberikan motivasi dan terus berdiri untuk penulis sehingga tetap pada tempatnya dan tidak kehilangan fokus sekalipun begitu sibuknya dalam menyelesaikan skripsi ini.

11. Cell group Huios yang telah memberikan motivasi dan dukungan yang begitu luar biasa sehingga penulis bisa terus semangat dan terus percaya pada FirmanNya.

12. Flora, Fanny, terimakasih untuk persahabatan, dan untuk saling melengkapi apa yang tidak penulis tahu selama menimba ilmu di Farmasi.

13. Monchu, Corry terimakasih untuk motivasinya sehingga bisa menyelesaikan skripsi ini.

(9)

ix

Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini menjadi lebih baik. Akhir kata, semoga skripsi ini bermanfaat menambah ilmu pengetahuan.

(10)
(11)

xi

maka pada pasien usia lanjut dengan tekanan darah seperti ini akan lebih memerlukan terapi daripada pasien usia lebih muda. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisis karakteristik pasien, profil penggunaan obat, dan analisis terhadap Drug Therapy Problems (DTPs) yang timbul selama pasien diberi terapi di Instalasi Rawat Inap RS Panti Rini Kalasan Sleman periode Juli 2007-Juni 2008 dengan metode dokumentasi menggunakan SOAP.

Penelitian ini merupakan penelitian non eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif dimana pengumpulan data melalui lembar rekam medis.

Jumlah kasus yang dianalisis sebanyak 22 kasus. Karakteristik jenis kelamin terbanyak adalah perempuan (54,5%) dengan klasifikasi tekanan darah terbanyak adalah hipertensi tingkat II (54,5%). Pada penelitian ini digunakan 13 kelas terapi obat dengan tiga kelas terapi terbanyak yaitu obat untuk penyakit pada sistem kardiovaskuler (100%), analgesik (50%) dan obat yang bekerja pada sistem susunan saraf pusat (36,40%). Variasi penggunaan golongan antihipertensi terbanyak secara berturut-turut untuk pemakaian tunggal sampai empat kombinasi antihipertensi adalah penghambat ACE (18,18%); antagonis kalsium dan penghambat ACE (18,18%); antagonis kalsium, diuretika dan bekerja sentral (13,64%); dan antihipertensi bekerja sentral, penghambat ACE, diuretik dan antagonis kalsium (9%). Jenis DTPs yang terjadi yaitu ada obat tanpa indikasi sebesar 18,18 %, ada Indikasi tetapi tanpa obat sebesar 22,27%, obat yang tidak efektif sebesar 22,27%, dosis terlalu rendah sebesar 4,54%, dosis obat berlebih sebesar 4,54%, potensi efek obat yang merugikan sebesar 31,82%.

Kata kunci (keyword): hipertensi primer, usia lanjut, Drug Therapy Problems

(12)

xii

geriatric patient who has high blood pressure need therapy more than young people. Purpose of this research is to analyze the patients’ characteristic, medical pattern and Drug Therapy Problems (DTPs) which are the problems occured as the patients is being treated at the instalation ward of the Panti Rini Kalasan Sleman period July 2007-June 2008 used SOAP documentation method.

This study was done in a non experimental way research plan descriptive evaluative research which have retrospective characteristic. The instrument of this study was medical record of primary hypertension.

All case which analized is 22 cases. The most gender is female (54,54 %), which is patients with hypertension stage II (54,5%). This study used 13 drug class therapy which is three most drug class therapy are cardiovascular system disorder medicine (100%), analgesic (50%) and central nervous system medicine (36,40%). The common variation for single antihypertension drug used was ACE inhibitor (18,18%), two drug combination antihypertension was antagonist calcium and ACE inhibitor (18,18%), three drug combination was antagonist calcium, diuretic and central α2 agonist (13,64%), four drug combination was central α2 agonist, ACE inhibitor, diuretic, antagonist calcium (9%). The type of

drug therapy problems that happened which is unnecessary drug therapy are 18,18 %, need for additional drug therapy are 22,27%, ineffective drug are

4,54 %, dosage too high are 4,54%, potential of the adverse drug reaction are 31,82%.

Key word : primary hypertension, geriatric, Drug Therapy Problems (DTPs), SOAP

(13)

xiii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... vi

PRAKATA ... vii

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... x

INTISARI ... xi

ABSTRACT ... xii

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xvii

DAFTAR GAMBAR ... xxiii

BAB I. PENGANTAR ... 1

A. Latar Belakang ... 1

1. Perumusan masalah ... 3

2. Keaslian penelitian ... 4

3. Manfaat penelitian ... 5

B. Tujuan Penelitian ... 6

1. Tujuan umum ... 6

2. Tujuan khusus ... 6

(14)

xiv

B. Hipertensi Primer... 9

1. Definisi ... 9

2. Klasifikasi ... 9

3. Etiologi ... 11

4. Patofisiologi ... 11

6. Manifestasi ... 14

7. Diagnosis ... 14

C. Penatalaksanaan Terapi Hipertensi... 16

1. Tujuan dan sasaran pengobatan ... 16

2. Strategi terapi ... 16

D. Obat Antihipertensi ... 19

1. Diuretik ... 19

2. Penghambat enzim konversi angiotensin (ACE inhibitor) ... 21

3. Angiotensin II reseptor bloker ... 22

4. Obat antihipertensi yang bekerja sentral ... 22

5. Vasodilator ... 23

6. Antagonis kalsium ... 23

7. Penyekat adrenoreseptor β (β-bloker) ... 24

8. Penyekat adrenoreseptor α (α-bloker) ... 24

(15)

xv

G. Keterangan Empiris ... 28

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN ... 29

A. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 29

B. Definisi Operasional ... 31

C. Subyek Penelitian ... 31

D. Bahan Penelitian dan Lokasi Penelitian ... 31

E. Cara Kerja ... 31

1. Analisis situasi ... 31

2. Pengumpulan data ... 32

3. Analisis data ... 32

F. Kesulitan Penelitian ... 35

BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

A. Karakteristik Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut ... 36

1. Distribusi jenis kelamin ... 36

2. Distribusi klasifikasi tekanan darah ... 37

B. Pola Pengobatan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut... 38

1. Obat yang bekerja pada sistem kardiovaskuler ... 39

2. Obat yang bekerja sebagai analgesik ... 42

3. Obat yang bekerja pada sistem saraf pusat ... 42

(16)

xvi

8. Elektrolit dan mineral ... 46

9.Vitamin dan mineral ... 47

10. Obat yang mempengaruhi saluran kemih... 47

11. Anestetik ... 48

12. Suplemen dan terapi penunjang ... 48

13. Lain-lain ... 48

C. Variasi Jumlah Pemberian Obat Antihipertensi dan Kombinasinya .... 49

D. Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) ... 51

1. Analisis drug therapy problems pada tiap pasien ... 51

2. Rangkuman evaluasi drug therapy problems ... 94

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 97

A. Kesimpulan ... 97

B. Saran ... 98

(17)

xvii

(umur ≥ 18 tahun) oleh JNC VII...11 Tabel II Pengaturan Tekanan Darah

pada Orang Dewasa...17 Tabel III Faktor yang Mempengaruhi Komplikasi pada

Pasien Usia Lanjut yang Menjalani

Terapi Farmakologi Hipertensi...26 Tabel IV Kategori dan Penyebab-Penyebab

Drug Therapy Problems (DTPs)...28 Tabel V Daftar 10 Besar Penyakit di Rumah Sakit

Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007-Agustus 2008...33 Tabel VI Distribusi Jenis Kelamin

Pasien Hipertensi Primer

Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007-Juni 2008...37 Tabel VII Distribusi Klasifikasi Tekanan Darah

Pasien Hipertensi Primer

Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007-Juni 2008...38 Tabel VIII Distribusi Kelas Terapi Obat

yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007-Juni 2008...39 Tabel IX Golongan, Kelompok, Zat Aktif,

dan Jenis Obat

yang Bekerja pada Sistem Kardiovaskuler yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rini

Periode Juli 2007- Juni 2008...40 Tabel X Golongan, Kelompok, Zat Aktif,

(18)

xviii

yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap di Rumah Sakit Panti Rini

Periode Juli 2007- Juni 2008...43 Tabel XII Golongan, Kelompok, Zat Aktif,

dan Jenis Obat Otot Skelet dan Sendi yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini

Periode Juli 2007- Juni 2008...44 Tabel XIII Golongan, Kelompok, Zat Aktif,

dan Jenis Obat yang Mempengaruhi Sistem Saluran Cerna

yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rini

Periode Juli 2007- Juni 2008...45 Tabel XIV Golongan, Kelompok, Zat Aktif,

dan Jenis Obat untuk Saluran Pernafasan yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini

Periode Juli 2007- Juni 2008...46 Tabel XV Golongan, Kelompok, Zat Aktif,

dan Jenis Obat untuk Infeksi

yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini

Periode Juli 2007- Juni 2008...46 Tabel XVI Golongan, Kelompok, Zat Aktif,

dan Jenis Elektrolit dan Mineral

yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini

Periode Juli 2007- Juni 2008...47 Tabel XVII Golongan, Kelompok, Zat Aktif,

dan Jenis Vitamin dan Mineral

(19)

xix di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini

Periode Juli 2007- Juni 2008...48 Tabel XIX Golongan, Kelompok, Zat Aktif,

dan Jenis Obat Anestetik yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer

Usia Lanjut Rawat Inap di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini

Periode Juli 2007- Juni 2008...49 Tabel XX Golongan, Kelompok, Zat Aktif, dan Jenis

Suplemen dan Terapi Penunjang

yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap

Rumah Sakit Panti Rini

Periode Juli 2007- Juni 2008...49 Tabel XXI Golongan, Kelompok, Zat Aktif,

dan Lain-Lain yang

Digunakan Pasien Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini

Periode Juli 2007- Juni 2008...49 Tabel XXII Variasi Jumlah Pemberian Obat

Antihipertensi yang Digunakan Pasien Hipertensi Primer

Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini

Periode Juli 2007- Juni 2008...50 Tabel XXIII Kajian DTPs Pasien 1 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...52 Tabel XXIV Kajian DTPs Pasien 2 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...55 Tabel XXV Kajian DTPs Pasien 3 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

(20)

xx

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...64 Tabel XXVIII Kajian DTPs Pasien 6 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...65 Tabel XXIX Kajian DTPs Pasien 7 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...67 Tabel XXX Kajian DTPs Pasien 8 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...68 Tabel XXXI Kajian DTPs Pasien 9 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...71 Tabel XXXII Kajian DTPs Pasien 10 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...74 Tabel XXXIII Kajian DTPs Pasien 11 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...76 Tabel XXXIV Kajian DTPs Pasien 12 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...78 Tabel XXXV Kajian DTPs Pasien 13 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...80 Tabel XXXVI Kajian DTPs Pasien 14 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...81 Tabel XXXVII Kajian DTPs Pasien 15 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

(21)

xxi

Tabel XXXIX Kajian DTPs Pasien 17 Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...87 Tabel XL Kajian DTPs Pasien 18 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...89 Tabel XLI Kajian DTPs Pasien 19 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...90 Tabel XLII Kajian DTPs Pasien 20 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...92 Tabel XLIII Kajian DTPs Pasien 21 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...93 Tabel XLIV Kajian DTPs Pasien 22 Hipertensi Usia Lanjut

di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...94 Tabel XLV Rangkuman Evaluasi DTPs Ada Obat Tanpa Indikasi

Pasien Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...95 Tabel XLVI Rangkuman Evaluasi DTPs Ada Indikasi tanpa Obat

Pasien Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...95 Tabel XLVII Rangkuman Evaluasi DTPs Obat yang Tidak Efektif

Pasien Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...96 Tabel XLVIII Rangkuman Evaluasi DTPs Dosis Terlalu Rendah

(22)

xxii di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

Periode Juli 2007 - Juni 2008...96 Tabel L Rangkuman Evaluasi DTPs Potensi Efek yang

Merugikan Pasien Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap

RS Panti Rini Kalasan Sleman

(23)
(24)

1

A. Latar Belakang

Hipertensi merupakan faktor risiko mayor terjadinya gangguan kardiovaskular yang berkontribusi langsung pada kejadian infark miokardial, serebrovaskular, gagal jantung kongesti, insufisiensi arteri perifer, dan kematian prematur (Topol, et al., 2002).

Lebih dari 90% individu dengan hipertensi merupakan hipertensi essensial (hipertensi primer). Hipertensi ini sering disebut dengan silent killer

karena penderita hipertensi primer ini seringkali tidak bergejala (Saseen & Carter., 2005). Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya, berbeda dengan hipertensi sekunder yang diketahui penyebabnya, seperti stenosis arteri renalis. Pada beberapa pasien hipertensi primer, terdapat kecenderungan herediter yang kuat (Guyton, 2007).

Tekanan darah seseorang meningkat seiring dengan bertambahnya umur, dan hipertensi sangat sering ditemui pada orang tua (Saseen & Carter., 2005). Peningkatan tekanan darah meningkatkan pula risiko kardiovaskular. Dimulai dari tekanan darah 115/75 mmHg, risiko kardiovaskular akan meningkat dua kali lipat setiap peningkatan tekanan darah 20/10 mmHg (Saseen & Carter., 2005).

(25)

terbukti mengurangi insidensi gagal jantung, mengurangi dimensia, dan dapat mempertahankan fungsi kognitif, dan dari data studi menunjukkan bahwa terapi ini memberikan manfaat di usia 80 tahun (Gray, Keith, Simpson, Morgan, 2005). Penanganan hipertensi yang tepat pada usia lanjut merupakan salah satu tindakan nyata dari butir Undang-Undang Republik Indonesia nomer 23 tahun 1992 tentang kesehatan pasal 19 yang menyatakan kesehatan manusia usia lanjut diarahkan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan dan kemampuannya agar tetap produktif dan Pemerintah membantu penyelenggaraan upaya kesehatan manusia usia lanjut untuk meningkatkan kualitas hidupnya secara optimal.

Secara umum tujuan terapi hipertensi adalah menurunkan hipertensi yang berhubungan dengan morbiditas dan mortalitas. Morbiditas dan mortalitas ini menyangkut kerusakan organ target (kejadian kardiovaskular, serebrovaskular, gagal jantung, dan penyakit ginjal). Mengurangi risiko yang terjadi pada hipertensi merupakan tujuan primer dari terapi hipertensi, oleh karena itu pemilihan terapi obat yang tepat mempengaruhi secara signifikan pencapaian tujuan terapi (Saseen & Carter., 2005). Sejumlah besar pemilihan antihipertensi membutuhkan individulisasi untuk pasien tertentu dan untuk mendapatkan keseimbangan efek hipotensi, konsekuensi jangka panjang pada metabolisme ( Topol, et al., 2002).

(26)

farmasis terhadap terapi obat pasien. Salah satu peran farmasis dalam

pharmaceutical care adalah mengidentifikasi terjadinya drug therapy problems

(DTPs). Drug therapy problems merupakan kejadian yang tidak diinginkan atau pengalaman yang berisiko bagi pasien yang terlibat atau kecurigaan terhadap obat yang terlibat dalam terapi dan dapat menghambat atau menunda pasien tersebut mencapai tujuan terapi yang diinginkan (Cipolle, Strand, Morley, 2004).

Rumah Sakit Panti Rini merupakan rumah sakit tipe pratama. Rumah Sakit Panti Rini memiliki pelayanan dasar, umum dan gigi serta pelayanan medik spesialistik 4 dasar sesuai dengan standar minimal rumah sakit kelas pratama yaitu Spesialis Penyakit Dalam, Kebidanan dan Kandungan, Bedah dan Penyakit Anak. Rumah Sakit Umum Swasta Pratama adalah rumah sakit umum swasta yang memberikan pelayanan medik bersifat umum setara dengan rumah sakit pemerintah kelas D, yaitu rumah sakit umum yang mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik dasar dengan kapasitas tempat tidur kurang dari 100. Kasus hipertensi pada Rumah Sakit Panti Rini sepanjang Juli 2007- Agustus 2008 sejumlah 106 kasus. Melihat cukup banyak kasus hipertensi pada Rumah Sakit Panti Rini, memberikan ketertarikan pada peneliti untuk mengevaluasi kejadian DTPs pada pasien hipertensi khususnya pada kelompok usia lanjut. 1. Perumusan masalah

(27)

a. seperti apa karakteristik pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008?

b. seperti apa pola pengobatan pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008?

c. berapa jumlah obat antihipertensi yang diberikan kepada pasien dan bagaimana kombinasinya ?

d. seperti apa potensial (teoritis) kejadian Drug Therapy Problems yang mungkin terjadi pada pasien hipertensi usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 yang meliputi :

1) apakah ada yang membutuhkan tambahan obat ? 2) apakah ada obat yang tidak dibutuhkan ?

3) adakah pemakaian obat yang tidak efektif ?

4) apakah ada dosis yang terlalu rendah yang diterima pasien ? 5) apakah terjadi efek obat yang merugikan (adverse drug

reaction)?

6) apakah ada dosis yang terlalu tinggi yang diterima pasien ? 2. Keaslian Penelitian

(28)

Panti Rini Kalasan Sleman tahun 2004. Penelitian yang penulis lakukan berbeda dengan penelitian tersebut yang hanya membahas tentang profil peresepan obat antihipertensi dan interaksi obat yang terjadi tetapi tidak mengevaluasi terjadinya

Drug Therapy Problems. Selain itu didapatkan penelitian dengan judul Profil Peresepan Obat untuk Pasien Hipertensi Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Nugroho yang dilakukan Lidia (2002) pada penelitian tersebut membahas tentang profil pasien, profil pengobatan, kontraindikasi, dan kemungkinan interaksi obat tetapi tidak mengevaluasi Drug Therapy Problems.

Didapatkan juga penelitian yang berjudul Evaluasi Peresepan Obat Antihipertensi pada Pasien Hipertensi di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Panti Rapih Yogyakarta yang dilakukan Mahanani (2005). Pada penelitian tersebut selain membahas tentang pola peresepan juga membahas tentang ketepatan indikasi, ketepatan obat, ketepatan dosis, ketepatan pasien namun tidak membahas secara mendalam tentang Drug Therapy Problems yang terjadi.

3. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi dan evaluasi pengobatan hipertensi usia lanjut di Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman.

b. Manfaat Praktis

(29)

B. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini dilakukan untuk mengevaluasi terjadinya Drug Therapy Problems pada pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman.

2. Tujuan Khusus

Penelitian ini betujuan untuk mengetahui :

a. karakteristik pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008. b. pola pengobatan pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat

inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008.

c. jumlah obat antihipertensi dan kombinasinya.

d. potensial (teoritis) kejadian Drug therapy problems yang mungkin terjadi pada pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007 - Juni 2008 yang meliputi :

1) membutuhkan tambahan obat (needfor additional drug therapy). 2) obat yang tidak dibutuhkan (unnecessary therapy).

3) pemilihan obat salah (wrong drug). 4) dosis terlalu rendah (dose too low).

(30)

7

BAB II

PENELAAHAN PUSTAKA

A. Tekanan Darah

Sistolik dan diastolik merupakan komponen dari tekanan darah yang

ditentukan oleh curah jantung dan tahanan perifer dan merupakan produk dari dua

hal tersebut (tekanan darah = curah jantung x tahanan perifer). Curah jantung

merupakan hasil dari volume pompa darah (jumlah darah yang disalurkan jantung

setiap detaknya) dan kecepatan detak jantung atau jumlah detak jantung setiap

detiknya. Tahanan perifer menggambarkan perubahan lingkaran arteri seperti

viskositas darah. Arteri seringkali mengarah kepada tahanan pembuluh darah

karena dapat berkontraksi atau berelaksasi secara selektif mengontrol tahanan

untuk aliran darah keluar menuju kapiler (Porth, 2005).

Pada orang hipertensi dan berbagai penyakit yang mempengaruhi tekanan

darah, perubahan tekanan darah biasanya dideskripsikan dengan sistolik, diastolik

dan denyut nadi, dan tekanan arteri rata-rata (Porth, 2005).

1. Tekanan darah sistolik

Tekanan darah sistolik menggambarkan pengeluaran darah menuju aorta

secara berirama. Saat darah dikeluarkan dari ventrikel kiri menuju aorta akan

melonggarkan dinding pembuluh darah dan menghasilkan peningkatan tekanan

darah di aorta. Batasan peningkatan atau penurunan tekanan sistolik ditentukan

oleh jumlah darah yang dikeluarkan menuju aorta setiap detak jantung (volume

pompa darah), kecepatan pengeluaran darah, dan elastisitas dari aorta. Tekanan

(31)

pompa darah yang besar atau saat volume pompa darah di salurkan menuju aorta

yang kaku. Dinding yang elastis pada aorta secara normal akan melonggar untuk

mengakomodasi penyaluran sejumlah darah yang bervariasi menuju aorta, hal ini

mencegah terjadinya peningkatan tekanan yang berlebihan selama kontraksi dan

menjaga tekanan selama relaksasi. Pada beberapa orang usia lanjut, elastisitas

jaringan aorta sudah kehilangan daya lenting dan aorta menjadi kaku. Saat hal ini

terjadi, aorta kehilangan kemampuan untuk melonggar dan menahan tekanan saat

darah disalurkan menuju aorta sehingga menghasilkan peningkatan tekanan

sistolik (Porth, 2005).

2. Tekanan darah diastolik

Tekanan darah diastolik dipertahankan oleh energi yang telah disimpan

dalam dinding elastis selama sistolik. Tingkat tiap tekanan darah dapat

dipertahankan tergantung pada kondisi aorta dan besar arteri dan kemampuan

untuk melonggar dan menyimpan energi, kemampuan katub aorta, dan tahanan

arteri yang mengontrol aliran darah keluar menuju kapiler yang merupakan

mikrosirkulasi. Arteri yang lebih lebar berada antara jalur keluar aorta dan arteri

yang dapat mengontrol aliran darah dari sirkulasi arteri. Saat terjadi peningkatan

tahanan perifer pembuluh darah, bersamaan dengan stimulasi simpatik, tekanan

darah diastolik akan meningkat. Arteriosklerosis akan menyebabkan arteri yang

lebih kecil menjadi kaku dan tidak dapat menerima aliran darah dari aorta tanpa

menghasilkan peningkatan tekanan darah diastolik. Penutupan katup aorta saat

onset diastolik sangat penting untuk menjaga tekanan diastolik. Penutupan katup

(32)

darah akan lebih mengalir kembali menuju ventrikel daripada mengalir maju

menuju sistem arterial (Porth, 2005).

Gambar 1. Diagram sisi kanan dari jantung dan aorta. (A) tekanan darah sistolik digambarkan dengan aliran darah menuju aorta selama kontraksi ventrikular. (B)

tekanan diastolik terjadi pada sistem arterial selama relaksasi (Porth, 2005)

B. Hipertensi Primer 1. Definisi

Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik atau

tekanan darah diastolik atau peningkatan keduanya (Kimble, Young, Kradjan,

Guglielmo, 2005). Hipertensi primer dikenal secara luas oleh banyak klinisi

sebagai “hipertensi essensial”. Istilah ini secara sederhana berarti hipertensi

dengan penyebab yang tidak diketahui,berbeda dengan bentuk hipertensi sekunder

yang diketahui penyebabnya, seperti stenosis arteri renalis (Guyton, 2007).

2. Klasifikasi

Klasifikasi tekanan darah yang ditetapkan oleh JNC VII adalah sebagai

(33)

Tabel I. Klasifikasi Tekanan Darah pada Orang Dewasa (umur 18 tahun) oleh JNC VII (Chobanian, et al., 2003)

Klasifikasi Tekanan Darah Sistolik

(mm Hg)

Tekanan darah Diastolik

(mm Hg)

Normal < 120 dan < 80

Prehipertensi 120-139 atau 80-90

Hipertensi tingkat I 140-159 atau 90-99

Hipertensi tingkat II ≥ 160 atau ≥ 100

Klasifikasi tersebut berdasarkan pada rata-rata dua atau lebih pengukuran

tekanan darah dari dua atau lebih kunjungan klinis. Pengklasifikasian ini meliputi

empat kategori, dengan kategori normal saat tekanan darah sistolik kurang dari

120 mm Hg dan tekanan darah diastolik kurang dari 80 mm Hg. Prehipertensi

tidak termasuk dalam kategori hipertensi namun hal ini mengidentifikasikan

pasien yang memiliki tekanan darah tersebut akan mengalami perkembangan

menuju kategori hipertensi di masa yang akan datang (Saseen & Carter, 2005).

Selain kelompok hipertensi yang telah disebutkan diatas terdapat pula kelompok

hipertensi krisis.

Hipertensi krisis adalah keadaan klinis saat tekanan darah pasien lebih dari

180/120 mm Hg. Hipertensi ini dikategorikan menjadi hipertensi emergensi dan

hipertensi urgensi (Saseen & Carter, 2005). Hipertensi emergensi merupakan

keadaan klinis saat pasien membutuhkan penurunan tekanan darah segera dengan

menggunakan obat secara parenteral karena terjadi kerusakan organ target yang

bersifat akut atau perkembangan kerusakan organ target, sedangkan hipertensi

urgensi merupakan keadaan saat terjadi peningkatan tekanan darah tanpa terjadi

(34)

diturunkan dalam beberapa jam setelah pemberian obat secara oral (Kaplan,

2006).

3. Etiologi

Sekalipun penyebab yang pasti dari hipertensi primer ini belum diketahui,

namun kenaikan berat badan yang berlebih dan gaya hidup sedenter tampaknya

memiliki peran yang utama dalam menyebabkan hipertensi. Kebanyakan pasien

hipertensi memiliki berat badan yang berlebih, dan penelitian pada berbagai

populasi menunjukkan bahwa kenaikan berat badan yang berlebih dan obesitas

memberikan risiko 65 sampai 70 persen untuk terkena hipertensi

primer (Guyton, 2007).

Perubahan genetis juga menginisiasi terjadinya hipertensi. Polimorfi gen

yang terlibat sistem renin-angiotensin, sintesis aldosteron, dan reseptor

andrenergik sudah diketahui banyak terdapat pada pasien hipertensi dibandingkan

pada pasien normotensi (Lilly, 2001).

4. Patofisiologi

Tekanan darah merupakan hasil kali dari curah jantung (cardiac output)

dan tahanan perifer (peripheral resistance) atau BP= CO x PR, jadi peningkatan

tekanan darah diakibatkan dari peningkatan salah satu atau kedua faktor tersebut.

(Greene & Harris, 2000). Peningkatan ke dua faktor ini dapat disebabkan karena

malfungsi dari salah satu mekanisme humoral (antara lain Sistem Renin

Angiotensin Aldosteron) atau sistem vasodepresor, mekanisme abnormal dari

neuronal, gangguan autoregulasi perifer,dan gangguan pada natrium, kalsium, dan

(35)

Beberapa abnormalitas humoral terlibat dalam perkembangan hipertensi

esensial. Abnormalitas yang terlibat adalah Sistem Renin Angiotensin Aldosteron

(SRAA) hormon natriuretik, dan hiperinsulinemia.

Gambar 2. Bagan sistem renin angiotensin aldosteron (Porth, 2005).

Sistem renin angiotensin aldosteron merupakan sistem endogenus

komplek yang terlibat dalam pengaturan tekanan darah arterial. Sistem renin

angiotensin aldosteron mengatur keseimbangan dari natrium, kalium, dan cairan

(36)

aktivitas sistem saraf simpatis, dan sangat memberikan pengaruh pada regulasi

homeostasis tekanan darah.

Renin merupakan enzim yang diekskresikan oleh sel jukstaglomerular

yang terletak pada arteri aferen pada ginjal. Pelepasan renin dimodulasi oleh

beberapa faktor, yaitu faktor intrarenal (tekanan perfusi ginjal, katekolamin, dan

angiotensin II) dan faktor ekstrarenal (natrium, klorida, dan kalium).

Fungsi sel jukstaglomerular adalah sebagai bagian yang sensitif terhadap

baroreseptor. Penurunan tekanan arteri renal dan aliran darah renal mensensitisasi

sel tersebut dan menstimulasi sekresi dari renin. Penurunan penghantaran natrium

dan klorida ke tubulus distal menstimulasi pelepasan renin. Katekolamin

meningkatkan pelepasan renin, dimungkinkan karena stimulasi langsung saraf

simpatis pada arteri aferen yang mengaktifkan sel jukstaglomerular. Penurunan

kalium serum dan atau kalsium selular dapat dideteksi oleh sel jukstaglomerular

dan menghasilkan pelepasan renin.

Renin mengkatalisis konversi angiotensinogen menjadi angiotensin I di

dalam darah. Angiotensin I akan diubah menjadi angiotensin II oleh ACE

(angiotensin-converting enzyme). Setelah terikat secara spesifik pada reseptor

(diklasifikasikan menjadi dua subtype AT1 dan AT2), angiotensin II memberikan

efek biologi pada beberapa jaringan. Reseptor AT1 terletak di otak, ginjal,

miokardium, pembuluh darah perifer, dan kelenjar adrenal. Reseptor ini

meupakan mediator terjadinya respon pada fungsi kadiovaskular dan ginjal.

Reseptor AT2 terdapat pada jaringan medula adrenal, uterus, dan otak. Stimulasi

(37)

Sirkulasi angiotensin II dapat meningkatkan tekanan darah melalui efek

tekanan dan volume. Efek tekanan meliputi vasokonstriksi langsung, stimulasi

pelepasan katekolamin dari medula adrenal, dan menimbulkan mediasi sentral

yang meningkatkan aktivitas sistem saraf simpatis. Angiotensin II juga

menstimulasi sintesis aldosteron dari kortek adrenal. Hal ini akan menyebabkan

peningkatan reabsorbsi air dan natrium yang akan meningkatkan volume plasma,

total tahanan perifer, dan terakhir menyebabkan tekanan

darah (Saseen & Carter, 2005).

5. Manifestasi

Hipertensi primer merupakan penyakit yang asimptomatik. Apabila gejala

ditemukan, biasanya sudah berhubungan dengan efek jangka panjang yang

disebabkan hipertensi pada sistem organ yang lain seperti ginjal, jantung, mata,

dan pembuluh darah. Hipertensi merupakan faktor risiko terbesar terjadinya

arteriosklerosis, hal ini mempengaruhi berbagai macam penyakit arteriosklerosis

kardiovaskular antara lain gagal jantung, stroke, penyakit jantung koroner,

penyakit arteri perifer (Porth, 2005).

6. Diagnosis

Diagnosis hipertensi tidak dapat didasarkan pada satu kali pengukuran

peningkatan tekanan darah. Pengambilan rata-rata dari dua kali atau lebih

pengukuran tekanan darah selama dua atau lebih pemeriksaan klinis sebaiknya

dilakukan untuk mendiagnosis hipertensi. Sesudah itu, rata-rata dari pemeriksaan

tekanan darah ini digunakan untuk menegakkan diagnosis dan mengklasifikasikan

(38)

Pengukuran tekanan darah sebaiknya dilakukan setelah beristirahat kurang

lebih 5 menit dan 30 menit setelah merokok atau mengkonsumsi kafein.

Setidaknya dua kali pengukuran pada tiap kunjungan perlu dilakukan di lengan

yang sama dengan posisi pasien tersebut duduk di kursi dengan kaki pada lantai

dan lengan diletakkan pada posisi sejajar jantung. Apabila pada saat dua

pembacaan pertama tekanan darah terdapat perbedaan lebih dari 5 mm Hg,

pembacaan tambahan perlu dilakukan. Tekanan sistolik dan diastolik sebaiknya

perlu dicatat. Saat pertama kali timbul detak suara Korotkoff dinyatakan sebagai

tekanan sistolik, sedangkan saat hilangnya detak suara korotkoff dinyatakan

sebagai tekanan diastolik. Oleh karena tekanan darah pada tiap individu sangat

bervariasi, tekanan darah perlu diukur dengan waktu yang berbeda pada periode

beberapa bulan sebelum didiagnosis hipertensi, terkecuali jika tekanan darah

meningkat dengan sangat tinggi atau berhubungan dengan timbulnya gejala

(Porth, 2005).

Tes laboratorium rutin direkomendasikan sebelum mengawali terapi antara

lain elektrokardiografi, urinalisis, glukosa darah dan hematokrit, kalium serum,

kreatinin (atau estimasi kecepatan filtrasi glomerular) dan kalsium, dan profil lipid

setelah 9-12 jam puasa yang terdiri dari HDL (High density lipoprotein) dan LDL

(Low density lipoprotein). Pilihan tes meliputi pengukuran ekskresi albumin

(39)

C. Pentalaksanaan Terapi Hipertensi

1. Tujuan dan sasaran pengobatan

Tujuan terapi antihipertensi adalah mengurangi angka mortalitas dan

morbiditas yang disebabkan oleh kardiovaskular dan ginjal. Saat seseorang

menderita hipertensi, khususnya pada usia >50 tahun, akan mencapai sasaran

tekanan darah diastolik di saat tekanan darah sistolik tercapai, oleh karena itu

fokus utamanya adalah pencapaian tekanan darah sistolik. Pengobatan tekanan

darah sistolik dan diastolik hingga mencapai sasaran <140/90 mm Hg,

berhubungan dengan penurunan kejadian komplikasi kardiovaskular. Pada pasien

dengan diabetes atau penyakit ginjal, sasaran tekanan darahnya adalah <130/80

mm Hg (Chobanian, et al., 2003).

2. Strategi terapi

Tabel II. Pengaturan tekanan darah pada orang dewasa (Chobanian, et al., 2003) Klasifikasi tekanan

darah

Modifikasi gaya hidup

Terapi obat (tanpa penyulit)

Terapi obat (dengan penyulit)

Normal dianjurkan Tidak diberikan

antihipertensi

Terapi ditujukan untuk penyulitnya

Prehipertensi Boleh dilakukan

Hipertensi tingkat I Boleh dilakukan Tiazid tipe diuretik. Dapat digunakan ACEI, ARB, BB, CCB, atau kombinasinya

Terapi ditujukan untuk penyulit dan hipertensi bila dibutuhkan

Hipertensi tingkat II Boleh dilakukan Kombinasi dua obat (diuretik danACEI atau ARB atau BB atau CCB)

ACEI : Angiotensin Converting Enzim Inhibitor; ARB : Angiotensin Receptor Blocker;

(40)

Terapi hipertensi secara garis besar dibagi menjadi dua yaitu terapi

farmakologi dan terapi non farmakologi.

a. Penatalaksanaan hipertensi dengan non farmakologi

Pada pasien dengan prehipertensi dan hipertensi sebaiknya diberikan

terapi modifikasi gaya hidup. Disamping menurunkan tekanan darah pada

pasien yang telah diketahui hipertensi, modifikasi gaya hidup dapat

mengurangi perkembangan hipertensi pada pasien dengan prehipertensi.

Program diet merupakan salah satu cara untuk menurunkan berat bada

secaran bertahap pada pasien kelebihan berat badan dan obesitas.

Keberhasilan modifikasi gaya hidup dengan diet oleh klinisi memerlukan

edukasi kepada pasien, dorongan dan bantuan yang berkelanjutan

(Saseen & Carter, 2005). Beberapa hal lain yang dapat dilakukan untuk

terapi farmakologi adalah cara latihan olahraga ringan secara rutin sebagai

contoh berjalan-jalan beberapa meter setiap hari, selain itu dapat

melakukan terapi rileks, hipnoterapi dan meditasi, biofeedback (saat

pasien memonitor tekanan darahnya sendiri maka mereka akan berusaha

untuk menurunkannya). Tercapainya kegunaan terapi ini tergantung pada

pilihan pasien, dan kepercayaan akan kesehatannya (Greene & Harris,

2000).

b. Penatalaksanaan hipertensi dengan farmakologi

Filosofi dari stepped care yang digunakan dalam antihipertensi memiliki

arti peningkatan yang progresif pada terapi untuk mendapatkan kontrol

(41)

tegas dan benar untuk obat yang spesifik pada tingkatan yang spesifik

(Greene & Harris, 2000).

Prinsip dari terapi hipertensi secara farmakologis dapat dirangkum

sebagai berikut:

1) Penggunaan sedikit mungkin obat.

2) Penggunaan sedikit mungkin dosis tiap harinya.

3) Diawali dengan obat yang tepat.

4) Peningkatan dosis secara bertahap sampai tercapai efek yang cukup.

5) Jika terjadi kegagalan pada awalnya, diganti dengan obat lain yang

cocok yang berasal dari golongan yang berbeda.

6) Jika terjadi penurunan efektifitas, penambahan agen yang lain lebih

baik dibandingkan dengan melakukan penggantian.

7) Kombinasi obat yang memiliki mekanisme yang berbeda.

8) Kombinasi obat akan cenderung mengurangi efek samping obat yang

satu dengan yang lainnya.

9) Monitor efek samping dan ketaatan pasien.

Apabila kontrol tekanan darah tidak dapat dicapai dengan dosis

maksimum dari satu golongan obat maka dapat dikombinasikan dengan

dua obat atau jika tetap tidak dapat dicapai dapat diberikan tiga obat.

Pilihan obat yang digunakan untuk ditambahkan adalah obat yang berasal

dari golongan yang berbeda untuk mendapatkan efek yang sinergis, dan

perlu dipastikan tidak terjadi interaksi antar obat (Greene & Harris,

(42)

antihipertensi lainnya (khususnya penghambat ACE dan penyekat

reseptor angiotensin II) yang menghasilkan efek antihipertensi tambahan

yang terbebas dari terjadinya retensi cairan. (Kimble, et al., 2005).

Gambar 3. Kombinasi yang mungkin antara golongan antihipertensi yang berbeda (Kimble, et al., 2005).

Gambar di atas menunjukkan kombinasi antara golongan antihipertensi

yang dapat digunakan. Garis tebal menggambarkan kombinasi obat yang rasional.

Kombinasi antagonis kalsium dan beta bloker menjadi rasional jika menggunakan

antagonis kalsium dihidropiridin (Kimble, et al., 2005).

D. Obat Antihipertensi

1. Diuretika

Diuretika merupakan lini pertama dari terapi hipertensi. Empat subklas

diuretik yang digunakan untuk terapi hipertensi adalah : tiazid, loop diuretik,

antagonis aldosteron, agen hemat kalsium (Saseen & Carter, 2005).

a. tiazid

Tiazid memobilisasi natrium dan air dari dinding arteriolar. Efek ini dapat

mengurangi jumlah gangguan fisik pada lumen pembuluh darah yang disebabkan

(43)

terjadi relaksasi maka tahanan terhadap aliran darah akan berkurang dan tahanan

perifer akan menurun (Saseen & Carter, 2005).

Selain itu salah satu agen tiazid yaitu hidroklorotiazid memiliki

mekanisme kerja dengan membuka Ca2+-activated K+ channels yang

menyebabkan hiperpolarisasi vaskular sel otot polos, sehingga menyebabkan

penutupan kanan Ca2+ tipe L dan memiliki kemungkinan yang kecil untuk

terbuka, dan akhirnya menghasilkan penurunan masukan Ca2+ dan mengurangi

vasokonstriksi (Hoffman, 2006).

b. loop diuretik

Obat pada kelompok diuretika ini menginhibisi aktivitas dari simporter

Na+ K+ 2Cl- pada ansa henle asendens segmen tebal. Penghambatan ini dapat

meningkatkan ekskresi Na+ dan Cl- pada urin yang amat sangat besar (Brunton et

al., 2006). Selain itu juga menghasilkan peningkatan ekskresi kalsium yang

signifikan (Katzung, 2005).

c. Agen hemat kalsium

Agen hemat kalsium merupakan agen antihipertensi yang lemah bila

digunakan sendiri, tetapi akan memberikan efek tambahan jika dikombinasikan

dengan tiazid atau loop diuretik. Agen ini dapat menyebabkan hiperkalemia,

khususnya pada pasien dengen penyakit ginjal kronis dan diabetes, serta pasien

yang sedang menerima terapi ACE inhibitor, ARB, NSAID, dan suplemen

(44)

d. antagonis aldosteron

Obat agonis aldosteron seperti spironolakton dan eplerenon secara

kompetitif menginhibisi ikatan aldosteron dengan reseptor mineralokortikoid.

Efek yang terjadi pada ekskresi urin karena inhibisi ini sama dengan inhibisi pada

kanal Na+ di epitel ginjal (Hoffman, 2006).

Pada terapi hipertensi, efek samping yang sering ditemui karena

pemakaian diuretika (kecuali agen hemat kalsium) adalah kekurangan kalsium.

Selain itu diuretika juga menyebabkan kekurangan magnesium, peningkatan kadar

lipid dalam darah (Katzung, 2005).

2. Penghambat Enzim Konversi Angiotensin (ACE Inhibitor)

ACE inhibitor merupakan lini kedua dari terapi hipertensi setelah diuretika

(DiPiro, et al.,2005). Obat ini digolongkan menjadi tiga kelompok menurut

struktur kimianya : (1) ACE inhibitor yang terdiri dari sulfhidril, dan secara

struktur berhubungan dengan kaptopril (contohnya : fentiapril, pivalopril,

alacepril); (2) ACE inhibitor yang terdiri dari dikarboksil, dan secara struktur

berhubungan dengan enalapril (contohnya : lisinopril, benazepril, quinapril); (3)

ACE inhibitor yang terdiri dari fosforus, dan secara struktur berhubungan dengan

fosinopril (Jackson, 2006).

Kaptopril, enalapril, lisinopril dan berbagai obat lainnya yang termasuk

dalam golongan obat ini bekerja dengan menghambat perubahan enzim peptidil

dipeptidase yang menghidrolisis angiotensin I menjadi angiotensin II (Katzung,

2005). Penghambat ACE juga menghambat degradasi dari bradikinin dan

(45)

prostasiklin. Bertambahnya jumlah bradikinin dapat meningkatkan efek

penurunan tekanan darah dari ACE inhibitor, tetapi hal ini juga menyebabkan efek

samping yaitu batuk kering (Saseen & Carter, 2005).

3. Angiotensin II Reseptor Bloker

Kerja dari agen ini yang menghambat efek angiotensin II dapat

menyebabkan relaksasi pada otot polos, peningkatan ekskresi garam dan air,

pengurangan volume plasma, penurunan hipertrofi selular. Antagonis reseptor

angiotensin II ini secara teori juga dapat mengatasi kekurangan dari ACE

inhibitor, dimana agen ini tidak hanya menghambat konversi angiotensin I

menjadi angiotensin II tetapi juga mencegah degradasi dari bradikinin dan

substansi P (Hoffman, 2006).

Angiotensin II reseptor bloker secara langsung menyekat reseptor

angiotensin II tipe I (AT1) yang memperantarai terjadinya efek yang diketahui

pada manusia yaitu vasokonstriksi, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatis,

pelepasan hormon antidiuretik, dan konstriksi pada arteri aferen di glomerulus.

ARBs tidak menyekat reseptor angiotensin II tipe II (AT2). Oleh karena itu efek

yang menguntungkan dari stimulasi reseptor AT2 (vasodilatasi, perbaikan

jaringan, menghambat pertumbuhan sel) tetap ada pada pemakaian ARBs (Saseen

& Carter, 2005).

4. Obat antihipertensi yang bekerja sentral

Klonidin, guanabenz, guanafesin yang termasuk dalam golongan obat ini

(46)

norepinefrin berhubungan langsung dengan efek hipotensi (Hoffman, 2006).

Penurunan aktivitas simpatis bersamaan dengan peningkatan aktivitas

parasimpatis dapat menurunkan kecepatan detak jantung, curah jantung, tahanan

perifer, aktivitas plasma renin dan reflek baroreseptor (Saseen & Carter, 2005).

Penurunan tekanan darah arterial oleh karena penggunaan klonidin disertai

dengan penurunan tahan vaskular di ginjal dan menjaga aliran darah ginjal.

Seperti metildopa, klonidin menurunkan tekanan darah pada posisi telentang dan

hanya sedikit menimbulkan hipotensi postural (Katzung, 2005).

5. Vasodilator

Vasodilator digunakan hipertensi relaksasi otot halus arteriola, dengan

demikian menurunkan tahanan vaskular sistemik. Penurunan tahanan arteri dan

tekanan darah arteri mendatangkan respon kompensasi, yang dimediasi oleh

baroreseptor dan sistem saraf simpatis, sebaik respon yang diberikan renin,

angiotensin, aldosteron. Oleh karena terdapat reflek simpatis, terapi vasodilator

tidak menimbulkan hipotensi ortostatik dan disfungsi seksual. Vasodilator dapat

bekerja dengan baik bila dikombinasikan oleh antihipertensi lain yang bekerja

melawan respon kompensasi pada kardiovaskular (Katzung, 2005).

6. Antagonis kalsium

Mekanisme aksi dari antagonis kalsium adalah menghambat masuknya

kalsium ke dalam sel otot halus arterial (Katzung, 2005). Ada dua tipe kanal

kalsium pintu voltase : kanal voltase tinggi (Tipe L) dan kanal voltase rendah

(tipe T). antagonis kalsium hanya menyekat kanal tipe L yang menyebabkan

(47)

Golongan antagonis kalsium memiliki dua sub kelas yaitu dihidropiridin

dan non dihidropiridin. Farmokologi dari dua subkelas tersebut sangat berbeda.

Keduanya memiliki efektifitas antihipertensi yang sama, tetapi sedikit berbeda

pada efek farmakodinamik. Nondihidropiridin (verapamil dan diltiazem)

menurunkan kecepatan denyut jantung. Verapamil menghasilkan efek inotropik

yang negatif dan kronotropik yang menyebabkan risiko gagal jantung yang tinggi.

Diltiazem juga memiliki efek tersebut namun lebih sedikit daripada verapamil.

Dihidropiridin menyebabkan reflek takikardi yang dimediasi baroreseptor karena

efek vasodilatasi perifer yang poten (Saseen & Carter, 2005).

7. Penyekat adrenoreseptor β (β- Bloker)

Beta bloker awalnya menyebabkan penurunan tekanan darah melalui

penurunan curah jantung. Dengan terapi yang kontinu, curah jantung kembali

normal, tetapi tekanan darah tetap rendah karena resistensi vaskular perifer

‘berada’ pada tingkat yang lebih rendah dengan mekanisme yang tidak diketahui.

Blokade reseptor β1 dalam sel jukstaglomerulus ginjal mungkin terlibat, tetapi bloker β hanya efektif pada pasien dengan kadar renin normal atau bahkan rendah. Kelemahan bloker β adalah efek simpang yang sering terjadi seperti tangan dingin, fatigue. Bloker β juga cenderung meningkatkan trigliserida serum dan menurunkan kadar kolesterol lipoprotein densitas tinggi (Neal, 2005).

8. Penyekat adrenoreseptor α (α-Bloker)

Prazosin, terazosin, dan doxazosin merupakan penyekat selektif reseptor

alfa 1. Bekerja pada vaskularisasi perifer dan menghambat pengambilan kembali

(48)

tekanan darah (Saseen & Carter, 2005). Aliran darah ginjal tidak berubah selama

terapi menggunakan antagonis reseptor α1. Penyekat adrenoreseptor α1 dapat menyebabkan sejumlah besar variasi postural hipotensi, yang tergantung pada

volume plasma. Retensi garam dan air terjadi pada beberapa pasien selama

penggunaan obat yang berkelanjutan, hal ini dapat menurunkan kejadian hipotensi

postural (Hoffman, 2006).

E. Terapi Hipertensi pada Usia Lanjut

Rekomendasi target tekanan darah dari JNC VII tidak tergantung dengan

umur, pada pasien usia lanjut target tekanan darah adalah kurang dari 140/90 mm

Hg atau kurang dari 130/80 mm Hg untuk diabetes atau penyakit ginjal kronis

(Saseen & Carter, 2005).

Pada dasarnya terapi hipertensi pada usia lanjut sama dengan terapi pada

orang muda tetapi bagaimanapun orang tua memiliki potensial lebih besar untuk

terjadi efek yeng tidak diinginkan selama terapi (Beers, 2001).

Dibawah ini beberapa faktor yang menyebabkan komplikasi pada pasien

usia lanjut yang menjalani terapi hipertensi

Tabel III. Faktor yang menyebabkan komplikasi pada pasien usia lanjut yang menjalani terapi farmakologi hipertensi (Kaplan, 2006).

Faktor Potensial komplikasi

Penurunan aktivitas baroreseptor Hipotensi ortostatik

Gangguan autoregulasi serebral Iskemi serebral dengan penurunan sedikit tekanan sistolik

Penurunan volume intravaskuler Hipotensi ortostatik, hiponatremia, penurunan volume

Sensitivitas ke hipokalemia Aritmia, kelemahan otot

(49)

F. Drug Therapy Problems (DTPs)

1. Terminologi Drug Therapy Problems (DTPs)

Drug therapy problems merupakan kejadian yang tidak diinginkan atau

pengalaman yang berisiko bagi pasien yang terlibat atau kecurigaan terhadap obat

yang terlibat dalam terapi dan dapat menghambat atau menunda pasien tersebut

mencapai tujuan terapi yang diinginkan.

Praktisi asuhan kefarmasian menggunakan istilah problem untuk

menunjukkan peristiwa yang berhubungan atau dikarenakan terapi obat yang

mempengaruhi pemeriksaan, pengobatan, atau pencegahan. Drug therapy problem

merupakan masalah klinis yang harus diidentifikasi dan diselesaikan dengan cara

yang serupa dengan masalah klinis lainnya. Drug therapy problem merupakan

istilah bagi pasien, bukan untuk produk obat atau praktisi kesehatan.

Praktisi harus memahami keadaan pasien dengan drug therapy problems

pada keadaan klinis untuk mengidentifikasi, menyelesaikan dan mencegah drug

therapy problems. Drug therapy problem pada pasien selalu memiliki tiga

komponen primer :

1) Problem yang terjadi dapat dilihat dari catatan keluhan medis pasien, gejala,

tanda, diagnosis, penyakit, kerusakan, ketidakmampuan, nilai abnormal dari

hasil laboratorium, atau sindrom. Kejadian tersebut bisa merupakan hasil dari

psikologis, sosialkultur, atau kondisi ekonomi.

(50)

3) Hubungan yang ada atau diharapkan ada antara kejadian yang tidak diinginkan

pada pasien dan terapi obat. Hubungan ini bisa merupakan :

a) konsekuensi dari terapi obat yang memberikan kesan terjadinya hubungan

langsung antara penyebab dan efek yang terjadi, atau

b) didapatkan karena penambahan atau modifikasi dari terapi obat yang

bertujuan untuk pencegahan atau pengobatan (Cipolle et al., 2004).

2. Kategori Drug Therapy Problems (DTPs)

Tabel IV. Kategori dan penyebab-penyebab drug therapy problems (DTPs) (Cipolle et al., 2004).

No. Jenis DTP Contoh Penyebab DTPs 1. Ada obat yang tidak

dibutuhkan (unnecessary drug therapy)

• Terapi yang diperoleh sudah tidak valid saat itu

• Beberapa macam produk obat digunakan untuk kondisi yang sebenarnya hanya membutuhkan satu jenis obat

• Kondisi medis yang sebenarnya tepat ditangani dengan terapi nonfarmakologi

• Terapi efek samping akibat suatu obat yang sebenarnya dapat digantikan dengan yang lebih aman

• Penyalahgunaan obat, merokok, dan alkohol yang dapat menyebabkan masalah

2. membutuhkan tambahan obat (need for additional drug therapy)

• Kondisi medis yang membutuhkan terapi obat

• Terapi pencegahan dibutuhkan untuk mengurangi risiko dari perkembangan kondisi baru

• Kondisi medis yang membutuhkan tambahan obat untuk mendapatkan efek sinergis atau efek tambahan

3. Obat yang tidak efektif (ineffective drug)

• Obat yang digunakan bukan merupakan obat yang paling efektif untuk kondisi medis tertentu

• Kondisi medis sukar disembuhkan dengan produk obat tersebut • Sediaan obat yang digunakan tidak sesuai

• Produk obat yang dipilih bukan produk obat yang efektif untuk kondisi medis

4. Dosis terlalu rendah (dosage too low)

• Dosis yang digunakan terlalu rendah • Interval dosis terlalu tidak begitu sering • Interaksi obat dapat menurunkan jumlah obat aktif • Durasi terapi obat terlalu pendek

5. Efek obat yang merugikan (adverse drug reaction)

• Produk obat menimbulkan efek yang tidak diinginkan, yang tidak berhubungan dengan dosis

• Interaksi obat yang menyebabkan efek yang tidak diinginkan, yang tidak berhubungan dengan dosis

• Obat diberikan atau diubah terlalu cepat • Produk obat menyebabkan reaksi alergi • Suatu produk obat dibutuhkan untuk faktor risiko

• Suatu produk obat memiliki kontraindikasi dengan faktor risiko 6. Dosis terlalu tinggi

(dosage too high)

• Dosis terlalu tinggi

• Frekuensi pemberian obat terlalu pendek • Durasi terapi obat terlalu panjang

• Interaksi obat yang menghasilkan reaksi toksik • Pemberian obat terlalu cepat

7. Ketidaktaatan (noncompliance)

(51)

Kategori di atas didefinisikan sebagai kumpulan masalah yang dapat

disebabkan oleh obat dan atau dapat diselesaikan dengan terapi obat. Kategori

pertama dan kedua pada drug therapy problems berhubungan dengan indikasi.

Kategori ketiga dan keempat berhubungan dengan efektivitas. Kategori kelima

dan keenam berhubungan dengan keamanan. Kategori ketujuh berhubungan

dengan ketaatan (Cipolle, et al., 2004).

G. Keterangan Empiris

Penelitian dilakukan untuk mengetahui karateristik pasien, jenis dan

golongan obat, jumlah obat, cara pemberian obat, lama perawatan pasien, dan

potensial (teoritis) kejadian Drug therapy problems yang mungkin terjadi pada

pasien hipertensi primer usia lanjut di instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini

(52)

29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis dan rancangan penelitian

Penelitian mengenai Evaluasi Drug Therapy Problems pada Pasien

Hipertensi Primer Usia Lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini

Kalasan Sleman Periode Juli 2007- Juni 2008 merupakan penelitian non

eksperimental dengan rancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif.

Penelitian ini termasuk non eksperimental karena tidak ada perlakuan pada subjek

penelitian. Rancangan penelitian deskriptif evaluatif karena penelitian hanya

bertujuan melakukan deskriptif terhadap fenomena kesehatan yang terjadi dari

data rekam medik kemudian mengevaluasinya berdasarkan studi pustaka.

Penelitian ini menggunakan data retrospektif melalui penelusuran dokumen rekam

medis pasien hipertensi primer usia lanjut di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit

Panti Rini Juli 2007-Juni 2008.

B. Definisi Operasional

1. Pasien hipertensi primer usia lanjut adalah pasien yang berumur ≥ 60 tahun

di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman yang

memiliki diagnosa utama hipertensi primer dan tidak ditemukan diagnosa

hipertensi sebagai faktor risiko penyakit lain di diagnosa utama tersebut

pada Juli 2007 – Juni 2008.

(53)

3. Pola peresepan obat meliputi jenis dan golongan obat antihipertensi, jenis

dan golongan obat yang digunakan untuk penyakit lain yang diderita pasien

usia lanjut hipertensi, jumlah kombinasi obat dan macam kombinasinya

yang digunakan untuk antihipertensi.

a. Jenis obat adalah nama generik dan nama paten dari obat yang

diberikan kepada pasien hipertensi selama menjalani perawatan di

Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman.

b. Golongan obat adalah kelompok obat berdasarkan mekanisme kerja

yang diberikan kepada pasien hipertensi selama menjalani perawatan

di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman.

c. Jumlah obat antihipertensi adalah jumlah golongan obat antihipertensi

yang digunakan bersama oleh pasien.

d. Macam kombinasi obat antihipertensi adalah gabungan antara berbagai

macam obat antihipertensi misalnya diuretik dan penghambat ACE,

antihipertensi bekerja sentral dan diuretik.

4. Kerasionalan obat adalah frekuensi kejadian drug therapy problems

(masalah yang berkenaan dengan terapi obat) yang seminimal mungkin.

5. Tipe drug therapy problems dalam penelitian ini adalah :

a. ada indikasi tetapi tanpa obat (needfor additional drug therapy).

b. ada obat tanpa indikasi (unnecessary therapy).

c. pemilihan obat salah (wrong drug).

(54)

e. efek obat merugikan (adverse drug reaction).

f. dosis terlalu tinggi (dose too high).

C. Subyek Penelitian

Subyek penelitian ini adalah pasien-pasien hipertensi primer usia lanjut

yang dirawat di Instalasi Rawat Inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman

periode Juli 2007-Juni 2008.

D. Bahan Penelitian dan Lokasi Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah lembar rekam medik (medical

record) pasien hipertensi primer usia lanjut dengan atau tanpa penyakit lain di

instalasi rawat inap Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman pada periode

Juli 2007 - Juni 2008.

E. Cara Kerja

1. Analisis Situasi

Tahap pertama yang dilakukan adalah melakukan penulusuran jumlah

pasien hipertensi primer di instalasi rawat inap rumah Sakit Panti Rini

periode Juli 2007- Juni 2008 yang diperoleh melalui laporan unit rekam

medis. Laporan tersebut tersaji dalam bentuk catatan distribusi pasien yang

menderita hipertensi primer periode Juli 2007- Juni 2008 sehingga dapat

(55)

Tabel V. Daftar 10 Besar Penyakit di Rumah Sakit Panti Rini Kalasan Sleman Periode Juli 2007-Agustus 2008

No Nama Diagnosa Jumlah (Pasien)

1. GE/ Diare Akut 395

2. Commotio Cerebri 318

3. Febris 228

4. Stroke 195

5. DHF (Dengue Hemmorhagi Fever) 145

6. Decompensatition Cordis 137

7. Diabetes Melitus 135

8. DF (Dengue Fever) 118

9. Hipertensi (Primer) 106

10 Thyphoid 73

Selanjutnya dilakukan penelusuran jumlah pasien hipertensi kelompok

usia lanjut (60 tahun ke atas) dengan atau tanpa penyakit lain.

2. Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat rekam medis pasien.

Data yang dikumpulkan meliputi a) nomer rekam medis, b) jenis kelamin, c)

umur, d) diagnosa masuk, e) diagnosa utama, f) diagnosa lain, g) status

keluar, h) lama tinggal di rumah sakit, i) riwayat penyakit, j) riwayat alergi, k)

riwayat keluarga, l) data medis berupa diagnosis, m) pemeriksaan fisik, n)

catatan perkembangan pasien, o) nama obat yang diberikan kepada pasien, p)

aturan pakai obat, dan q) data laboratorium.

3. Analisis Data

Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif untuk memperoleh

informasi tentang:

a. Persentase jenis kelamin pasien hipertensi usia lanjut, dibandingkan

(56)

membagi jumlah kasus pada tiap kelompok usia dengan jumlah

keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.

b. Persentase diagnosis, dikelompokkan berdasarkan berat ringannya

penyakit hipertensi sesuai referensi yang bersumber dari The Sevent

Report of Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation

and Treatment of High Blood Pressure (Chobanian, et al., 2003).

Dihitung dengan cara membagi antara jumlah kasus pada tiap kelompok

dengan jumlah keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.

c. Persentase jenis dan golongan obat yang digunakan untuk hipertensi,

dikelompokkan berdasarkan jenis dan golongan obat yang diberikan

untuk hipertensi sesuai referensi yang bersumber dari Informatorium Obat

Nasional Indonesia 2000, selanjutnya jika tidak ditemukan dari sumber

tersebut, digolongkan berdasarkan MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi

edisi 7 2007/2008 atau Informasi Spesialite Obat Indonesia volume

43-2008. Dihitung dengan cara membagi antara jumlah pemakaian obat pada

tiap kelompok obat dengan jumlah seluruh penggunaan obat pada kelas

terapi yang sama kemudian dikalikan 100%.

d. Persentase variasi pemberian obat, dikelompokkan berdasarkan variasi

jumlah pemberian obat dan macam kombinasinya. Dihitung dengan cara

membagi antara jumlah kasus pada tiap kelompok dengan jumlah

keseluruhan kasus kemudian dikalikan 100%.

e. Persentase jenis dan golongan obat yang digunakan untuk penyakit lain

(57)

golongan obat yang diberikan untuk penyakit lain sesuai referensi yang

bersumber dari Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, selanjutnya

jika tidak ditemukan dari sumber tersebut, digolongkan berdasarkan

MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi edisi 7 2007/2008 atau Informasi

Spesialite Obat Indonesia volume 43-2008.

f. Evaluasi Drug Therapy Problems (DTPs) yang terjadi dalam pengobatan

hipertensi dilakukan dengan metode dokumentasi SOAP (Subjective,

Objective, Assessment, Plan) berdasarkan standar pengobatan hipertensi

yaitu menggunakan evaluasi kerasionalan berdasarkan Drug Therapy

Problems (DTPs) yang ditemukan berdasarkan pembanding standar atau

referensi yang bersumber dari The Sevent Report of Joint National

Committee on Prevention, Detection, Evaluation and Treatment of High

Blood Pressure (Chobanian, et al., 2003), Drug Information Handbook

(Lacy et al., 2006), Kaplan’s Clinical Hypertension (Kaplan, 2006),

Informatorium Obat Nasional Indonesia 2000, Drug Interaction Facts,

(58)

F. Kesulitan Penelitian

Kesulitan penelitian dialami penulis pada saat pengambilan data karena

kurangnya pengalaman membaca tulisan dokter atau perawat dalam lembar rekam

medis mengenai perkembangan kesehatan pasien dan catatan obat yang diberikan

sehingga tidak dapat membaca secara jelas, selain itu juga kesulitan dalam

memahami istilah medis. Kesulitan tersebut dapat diatasi dengan bertanya dengan

perawat untuk memperoleh keterangan lebih jelas mengenai tulisan tersebut dan

membaca dari literatur untuk dapat memahami istilah medis tersebut.

Penulis juga kesulitan dalam menganalisis data karena tidak lengkapnya

catatan medis pasien contohnya pada catatan diagnosis, keperawatan. Selain itu

juga kesulitan untuk mendapatkan informasi yang tepat tentang pemberian obat

karena pada Daftar Pemberian Obat (DPO) ditemukan ketidaksesuaian antara

dosis yang diresepkan dokter dengan jadwal pemberian obat kepada pasien,

kesulitan ini diatasi dengan cara menelusuri Blanko Pemesanan Obat dan Alat

(59)

36

A

Gambar

Gambar 1. Diagram sisi kanan dari jantung dan aorta. (A) tekanan darah sistolik
Gambar 2. Bagan sistem renin angiotensin aldosteron (Porth, 2005).
Tabel II. Pengaturan tekanan darah pada orang dewasa (Chobanian, et al., 2003)
Gambar 3. Kombinasi yang mungkin antara golongan antihipertensi yang berbeda
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

bahwa sehubungan dengan maksud tersebut dan untuk melaksanakan ketentuan Pasal 141 huruf a dan Pasal 156 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Philips, TBK Surabaya Berdasarkan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya dengan Analisis Profil Multivariate , sedangkan pada penelitian ini membahas tentang kepuasan kerja

Beberapa ketentuan dalam Peraturan Bupati Sidoarjo Nomor 39 Tahun 2008 tentang Rincian Tugas, Fungsi dan Tata Kerja Dinas Pendidikan Kabupaten Sidoarjo

Dalam kegiatan pemeliharaan suatu perusahaan merupakan persoalan yang menyangkut usaha-usaha untuk menghilangkan kemungkinan–kemungkinan yang menimbulkan kemacetan yang

penerimaan dan pengeluaran Laporan Rekening Khusus Dana Kampanye yang dilaporkan terhitung sejak 3 (tiga) hari ditetapkan sebagai Partai Politik Peserta Pemilu

Kondisi ekonomi pasca konversi hutan mangrove menjadi lahan tambak di Kabupaten Pangkajene Kepulauan Provinsi Sulawesi Selatan.. Kondisi ekonomi pasca konversi hutan

Dekomposisi beberapa tanaman penutup tanah dan pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah, serta pertumbuhan dan produksi jagung pada ultisol Lampung.Thesis.. Program