Tuberkulosis (TB) adalah penyakit menular yang di sebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis). Sebagian besar bakteri M. tuberculosis menyerang organ paru-paru (80%), sedangkan 20% lainnya menyerang organ diluar paru (Dotulong dkk, 2015). Pada tahun 1882, ilmuwan Robert Koch berhasil menemukan kuman tuberkulosis, yang merupakan penyebab penyakit ini. Bakteri ini berbentuk batang (basil) yang dikenal dengan nama “Mycobacterium tuberculosis” (Sejati, 2015).
M. tuberculosis memiliki ciri khas bakteri tahan terhadap pencucian alkohol dan asam sehingga sering disebut dengan basil tahan asam (BTA). M. tuberculosis dapat bertahan hidup beberapa minggu dalam sputum kering dan dapat bertahan hidup pada rumah atau lingkungan yang lembab dan gelap bisa
sampai berbulan-bulan, bakteri ini juga mempunyai resistensi yang tinggi
terhadap antiseptik, tetapi dapat diinaktifasi oleh cahaya matahari, sinar
ultraviolet atau suhu tinggi lebih dari 60°C (Fatimah S, 2008).
Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien. 4)
Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif. 5) Sistem monitoring
pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
pengobatan pasien dan kinerja program (Kemenkes RI, 2014).
Sejak pertama dilaporkannya kasus TB Paru di Indonesia berbagai
upaya telah dilakukan pemerintah melalui kementrian kesehatan. Upaya
tersebut dimulai dari proses penjaringan suspect, deteksi dan pencatatan
kasus, pengobatan pasien, dan data laksana multi drug resistence (MDR)
(Kemenkes RI, 2016). Suspect TB yang telah terjaring oleh pelayanan
kesehatan menjalani pemeriksaan laboratorium. Tahap ini ditetapkan
indikator pasien baru TB Paru terkonfirmasi bakteriologis di antara suspect
TB. Indikator ini merupakan persentase pasien baru TB Paru terkonfirmasi
bakteriologis (BTA positif dan MTB positif) yang ditemukan diantara
seluruh suspect yang diperiksa sputumnya. Angka ini menggambarkan
mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan
menetapkan kriteria suspect TB (Kemenkes RI, 2016).
terhadap obat) TB, tetapi hasilnya masih dirasakan belum sesuai dengan yang diharapkan (Kemenkes RI, 2014).
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan rantai penularan TB dan dengan demikian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB (Kemenkes RI, 2014).
2.2.Mycobacterium tuberculosis (M. tuberculosis)
M. tuberculosis adalah bakteri berbentuk basil (batang), berukuran panjang 1-4 μm dengan tebal 0,3-0,6 μm. Sebagian besar komponen M. tuberculosis adalah berupa lemak/lipid sehingga mampu tahan terhadap asam serta tahan terhadap zat kimia dan faktor fisik. Mikroorganisme ini bersifat aerob yakni menyukai daerah yang banyak oksigen. Oleh karena itu M. tuberculosis senang tinggal di daerah aspek paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Basil ini mempunyai sifat khusus yaitu tahan terhadap asam pada pewarnaan, oleh karena itu disebut sebagai Basil Tahan Asam (BTA). Basil ini cepat mati dengan sinar matahari langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa jam ditempat yang gelap dan lembab. Dalam jaringan tubuh basil ini dapat menjadi dorman, tertidur lama selama beberapa tahun (Nurkaristna, 2012).
Klasifikasi Mycobacterium tuberculosis : Kingdom : Bacteria
Spesies : Mycobacterium tuberculosis 2.3. Penderita TB Paru
Termasuk dalam kelompok penderita ini adalah : a) Penderita TB paru BTA positif. b) Penderita TB paru hasil biakan M. tuberculosis positif. c) Penderita TB paru hasil tes cepat M. tuberculosis positif. d) Penderita TB ekstraparu terkonfirmasi secara bakteriologis, baik dengan BTA, biakan maupun tes cepat dari contoh uji jaringan yang terkena. e) TB anak yang terdiagnosis dengan pemeriksaan bakteriologis. Semua pasien dengan definisi tersebut harus dicatat tanpa memandang apakah pengobatan TB sudah dimulai ataukah belum (Kemenkes, 2014).
Suspect TB atau tersangka berarti seseorang yang dicurigai menderita TB (Kemenkes, 2014). Suspect TB Paru terbagi dalam Suspect TB Paru yang diobati dan yang tidak diobati. Suspect TB Paru sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain positif. Tersangka TB Paru yang tidak diobati sputum BTA negatif, tapi tanda-tanda lain meragukan (Suharyo, 2013).
2.4. Penyebaran TB Paru
Sumber penularan TB Paru melalui penderita TB BTA positif pada waktu
bicara, batuk, dan bersin sehingga menyebarkan bakteri ke udara dalam bentuk percikan dahak (droplet nuclei) (Kemenkes RI, 2014). Menurut Kurniasari dkk
(2012) M. tuberculosis dapat bertahan di tempat yang lembab dan gelap tanpa
Kebersihan lingkungan dapat mempengaruhi penyebaran bakteri, misalnya rumah yang kurang baik dalam pengaturan ventilasi. Kondisi lembab akibat kurang lancarnya pergantian udara dan sinar matahari dapat membantu berkembangbiaknya bakteri, oleh karena itu orang sehat yang serumah dengan penderita TB Paru merupakan kelompok sangat rentan terhadap penularan penyakit tersebut. Lingkungan rumah, lama kontak serumah dan perilaku pencegahan baik oleh penderita maupun orang yang rentan sangat mempengaruhi proses penularan penyakit TB Paru (Randy, 2011).
Risiko tertinggi untuk terinfeksi bakteri TB adalah seseorang yang paling memiliki kedekatan dengan penderita TB. Risiko juga akan meningkat apabila orang yang mengalami batuk tidak menutupi mulut menggunakan saputangan. Hampir semua infeksi TB lewat batuk, bersin, berbicara, atau menggunakan saputangan yang mengandung bakteri TB (Crofton, dkk 2002). Setiap satu penderita BTA positif akan berpotensi menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga kemungkinan setiap suspect untuk tertular TB adalah 17%. Suspect terdekat (misalnya keluarga serumah) akan dua kali lebih berisiko dibandingkan suspect biasa (tidak serumah) (Fitriani, 2014).
2.5. Patogenitas
M. tuberculosis masuk ke dalam organ paru-paru melalui inhalasi
berdiam (dortman) dan tampak sebagai tuberkel pada pemeriksaan X-ray atau photorontgen (Aminah S, 2013).
Orang dengan daya tahan tubuh (imun) yang baik bentuk tuberkel ini akan tetap dortman (tidur) sepanjang hidupnya. Lain hal pada seseorang yang memiliki sistem kekebalan tubuh rendah atau kurang, bakteri ini akan berkembangbiak sehingga tuberkel bertambah banyak dan membentuk sebuah ruang di dalam rongga paru. Ruang inilah yang nantinya menjadi sumber produksi dahak yang mengandung Mycobacterium tuberculosis. Orang yang rongga paru-parunya memproduksi dahak dan didapati M. tuberculosis disebut sedang mengalami pertumbuhan tuberkel dan positif terinfeksi tuberkulosis paru (Handoko dkk, 2017).
2.6. Upaya Penanggulangan TB
Tuberkulosis menjadi perhatian khusus di berbagai negara karena 10,4 juta jiwa menderita penyakit TB dengan jumlah kematian 1,7 juta jiwa (WHO, 2017). World Health Organization (WHO) merekomendasikan Directly Observed Treatment Short-course (DOTS) dan Global Stop TB Strategy sebagai upaya pengendalian TB (WHO, 2015). Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci, ya itu: 1) Komitmen politis, dengan peningkatan dan kesinambungan pendanaan. 2)
Penemuan kasus melalui pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3) Pengobatan yang standar, dengan supervisi dan dukungan bagi pasien. 4)
Sistem pengelolaan dan ketersediaan OAT yang efektif. 5) Sistem monitoring
pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil
Sejak pertama dilaporkannya kasus TB Paru di Indonesia berbagai
upaya telah dilakukan pemerintah melalui kementrian kesehatan. Upaya
tersebut dimulai dari proses penjaringan suspect, deteksi dan pencatatan
kasus, pengobatan pasien, dan data laksana multi drug resistence (MDR)
(Kemenkes RI, 2016). Suspect TB yang telah terjaring oleh pelayanan
kesehatan menjalani pemeriksaan laboratorium. Tahap ini ditetapkan
indikator pasien baru TB Paru terkonfirmasi bakteriologis di antara suspect
TB. Indikator ini merupakan persentase pasien baru TB Paru terkonfirmasi
bakteriologis (BTA positif dan MTB positif) yang ditemukan diantara
seluruh suspect yang diperiksa sputumnya. Angka ini menggambarkan
mutu dari proses penemuan sampai diagnosis pasien, serta kepekaan
menetapkan kriteria suspect TB (Kemenkes RI, 2016).
Puskesmas sebagai salah satu tempat pelayan kesehatan, telah melakukan upaya penanggulangan penyakit TB Paru melalui berbagai program kesehatan, berupa pengembangan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (directly observed treatment, Short course = pengawasan langsung menelan obat jangka pendek), yang telah terbukti dapat menekan penularan, juga mencegah perkembangannya MDR (multi drugs resistance = kekebalan ganda terhadap obat) TB, tetapi hasilnya masih dirasakan belum sesuai dengan yang diharapkan (Kemenkes RI, 2014).
masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB (Kemenkes, 2014).
2.7. Diagnosis
Pemeriksaan sputum berfungsi untuk menegakkan diagnosis TB Paru secara
cepat, menilai keberhasilan pengobatan dan menentukan potensi penularan. Cara ini juga lebih murah dibandingkan dengan cara kultur. Diagnosis TB Paru pada orang dewasa ditegakkan dengan menemukan BTA dalam sputumnya melalui pemeriksaan mikroskopis (Kemenkes RI, 2014). Pemeriksaan TB Paru terus berkembang, sehingga hasil pemeriksaan didapatkan lebih cepat yaitu pemeriksaan menggunakan alat GeneXpert (Kurniawan, dkk 2016).
GeneXpert merupakan penemuan terobosan untuk diagnosis TB berdasarkan pemeriksaan molekuler yang menggunakan metode Real Time Polymerase Chain Reaction Assay (RT-PCR) semi kuantitatif yang secara otomatis mengolah sediaan dengan ekstraksi deoxyribo nucleic acid (DNA) dalam cartridge sekali pakai. Penelitian invitro menunjukkan batas deteksi kuman TB dengan metode RT-PCR GeneXpert minimal 131 kuman/ml sputum.Waktu hingga didapatkannya hasil kurang dari dua jam dan hanya membutuhkan pelatihan yang simpel untuk dapat menggunakan alat ini (Kurniawan, dkk 2016).
yang cepat untuk membuktikan ada tidaknya kuman M. tuberculosis tersebut (Kurniawan, dkk 2016).
WHO merekomendasikan penggunaan GeneXpert (Chepeid) untuk mendeteksi pasien suspect TB MDR (Multi Drug Resistence) dan pasien dengan BTA negatif. Tuberkulosis Paru BTA negatif berhubungan dengan rendahnya hasil pengobatan, terdiagnosa. GeneXpert dinilai mampu meberikan keuntungan spect TBmeningkatkan kepastian diagnosa secara cepat (Lawn and Nicol, 2011). 2.8 Kerangka Teori
(MTB DETECTED , MTB NOT DETECTED )