• Tidak ada hasil yang ditemukan

ABSTRAKSI IMMI FISKA TARIGAN PENGARUH ROI, CASH RATIO, CURRENT RATIO, DEBT TO TOTAL ASSET (DTA) DAN EARNING PER SHARE TERHADAP KEBIJAKAN DEV

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ABSTRAKSI IMMI FISKA TARIGAN PENGARUH ROI, CASH RATIO, CURRENT RATIO, DEBT TO TOTAL ASSET (DTA) DAN EARNING PER SHARE TERHADAP KEBIJAKAN DEV"

Copied!
35
0
0

Teks penuh

(1)

INFLUENCE OF ROI, CASH RATIO, CURRENT RATIO, DEBT

TO TOTAL ASSET (DTA) AND EARNINGS PERSHARE ON

DIVIDEND POLICY (HOUSE / DIVIDEND PAYOUT RATIO

)

Immi Fiska Tarigan, Toto Sugiharto

Undergraduate Program, Faculty of Economics, 2010 Gunadarma University

http://www.gunadarma.ac.id

Keywords: Factors influencing dividend policy

ABSTRACT

Dividend policy is an issue that often becomes an important problem for the management of the Issuer Company, and eventended to occur controversy between shareholders and corporate issuers.

When deciding to determine dividend policy or dividend payoutratio (DPR), an issuer must consider many factors, including ROI cash ratio, current ratio, debt to total assets and earnings pershare (EPS).

Analysis of the data in this study was done by using regression statistics. The data came from 17 companies from various types of companies from 2007-2009 which subsequently analyzedusing SPSS software.

Based on the analysis and discussion to be undertaken can be concluded that the variables that affect significantly the House of ROI, Current Ratio, DTA, and EPS, while the Cash Ratio is no significant effect on the income dividend payout ratio. The results of this study have implications to the managementcompany, that before taking memperhatiakan dividend policywould apply theories, particularly theories about ROI, cash ratio, current ratio, debt to total assets and earnings per share (EPS).

(2)

ABSTRAKSI

IMMI FISKA TARIGAN. 27208008

“PENGARUH ROI, CASH RATIO, CURRENT RATIO, DEBT TO TOTAL ASSET (DTA) DAN EARNING PER SHARE TERHADAP KEBIJAKAN DEVIDEN (DPR/ deviden payout ratio)”(survey terhadap perusahaan-perusahaan yang listing di IDX)

Skripsi . Fakultas Ekonomi. 2010

Kata Kunci: Faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan deviden (xiii+ 80)

Kebijakan dividen merupakan masalah yang sering kali menjadi permasalah penting bagi para manajemen perusahaan emiten, bahkan cenderung terjadi kontroversi antara pemegang saham dan perusahaan emiten.

Ketika memutuskan untuk memutuskan kebijakan deviden atau deviden payout ratio (DPR), perusahaan emiten harus mempertimbangkan banyak faktor, antara lain ROI cash ratio, current ratio, debt to total asset dan earning per share (EPS).

Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik statistik regresi. Data-data berasal dari 17 perusahaan yang berasal dari berbagai jenis perusahaan dari tahun 2007-2009 yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak SPSS.

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa variabel yang mempengaruhi DPR secara signifikan yaitu ROI, Current Ratio, DTA, dan EPS, sedangkan Cash Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan deviden payout ratio.

Hasil penelitian ini memberi implikasi kepada menejemen perusahaan, bahwa sebelum mengambil kebijakan deviden kiranya memperhatiakan teori-teori yang berlaku, khususnya teori tentang ROI, cash ratio, current ratio, debt to total asset dan earning per share (EPS).

(3)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Pada saat merencanakan kegiatan investasi di perusahaan emiten, pemegang saham mempunyai harapan akan mendapatkan keuntungan dari modal yang ditanamkannya itu. Dalam hal ini ada dua jenis dividen yang bisa diperoleh pemegang saham, yaitu dividen kas dan non kas. Dividen kas(cash dividend) adalah dividen yang dibayar oleh emiten kepada pemegang saham dalam bentuk uang tunai. Dividen non kas adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham dengan proporsi tertentu. Contoh dividen non kas adalah dividen saham (stock dividend) dan dividen aktiva.

Para pemegang saham selalu menginginkan adanya peningkatan DPR ditiap pembagian dividend. DPR (“Dividend Pay Out Ratio” ) adalah presentasi dividen dibagi dengan EAT. Namun pada praktiknya, ada beberapa faktor lain yang mempengaruhi manajemen dalam menentukan kebijakan dividen:

1. Perjanjian Hutang , pada umumnya perjanjian hutang antara perusahaan dengan kreditor membatasi pembayaran dividen. Misalnya, dividen hanya dapat diberikan jika kewajiban hutang telah dipenuhi perusahaan dan atau rasio – rasio keuangan menunjukkan bank dalam kondisi sehat.

(4)

2. Pembatasan dari saham Preferen , tidak ada pembayaran dividen untuk saham biasa jika dividen saham preferan belum dibayar.

3. Tersedianya Kas, Dividen berupa uang tunai (cash dividend ) hanya dapat dibayar jika tersedianya uang tuani yang cukup. Jika likuiditas baik, perusahaan dapat membayar dividen.

4. Pengendalian , Jika manajemen ingin mempertahankan kontrol terhadap perusahaan, ia cenderung untuk segan menjual saham baru sehingga lebih suka menahan laba guna memenuhi kebutuhan dana / baru. Akibatkanya dividen yang dibayar menjadi kecil. Faktor ini menjadi penting pada perusahaan yang relatif keci.

5. Kebutuhan dana untuk Investasi , Perusahaan yang berkembang selalu membutuhkan dana baru untuk diinvestasikan pada proyek – proyek yang menguntungkan. Sumber dana baru yang merupakan modal sendiri ( equity ) dapat berupa penjualan sham baru dan laba ditahan. Manajemen cenderung memanfaatkan laba ditahan karena penjualan saham baru menimbulkan biaya peluncuran saham ( flotation cost ) . Oleh karena itu semakin besar kebutuhan dana investasi, semakin kecil dividen payout ratio.

6. Fluktuasi Laba, Jika laba perusahaan dapat membagikan dividen yang relatif besar tanpa takut harus menurunkan dividen jika laba tiba – tiba merosot. Sebaliknya jika laba perusahaan berfluktuasi, dividen sebaiknya

(5)

kecil agar kestabilannya terjaga. Selain itu, perusahaan dengan laba yang berfluktuasi sebaiknya tidak banyak menggunakan hutang guna mengurangi risiko kebangkrutan. Konsekuensinya laba ditahan menjadi besar dan dividen mengecil.

Terdapat sebuah pendapat dalam kebijakan dividen yaitu teori relevansi dividen yang dikemukakan oleh Myron J. Gordon dan John Litner (Sundjaja dan Barlian, 2002). Menurut Modigliani dan miller (MM), nilai suatu perusahaan tidak ditentukan oleh besar kecilnya DPR, tapi ditentukan ole laba bersihsebelum pajak dan kelas resiko perusahaan. jadi menurut MM, dividen adalah tidak relevan.

Dasar pemikirannya adalah bahwa investor umumnya menghindari risiko, dan dividen yang diterima sekarang mempunyai risiko yang lebih kecil daripada dividen yang diterima dimasa yang akan datang. Pembayaran dividen sekarang dipercaya dapat mengurangi ketidak pastian investor. Sebaliknya jika dividen dikurangi atau tidak dibayarkan, tingkat ketidakpastian investor akan meningkat dan menyebabkan peningkatan pengembalian yang diinginkan serta mengurangi nilai saham. Dalam praktek, tindakan manajer keuangan dan pemegang saham cenderung menunjang kepercayaan bahwa kebijakan dividen mempengaruhi nilai saham, karenanya sesuai dengan teori relevansi dividen, maka setiap perusahaan harus mengembangkan kebijakan dividen untuk memenuhi sasaran dari pemilik dan memaksimalisasi kekayaan yang dicerminkan dengan harga saham perusahaan (Sundjaja dan Barlian,

(6)

2002).

Selain teori MM ada teori lain mengenai deviden, yaitu teori “the bird in the hand”. Teori ini di nyatakan oleh Gordon dan lintner bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika DPR rendah, karena investor lebih suka menerima deviden dari pada capital gains. Perlu di ingat bahwa dilihat dari sisi investor, biaya modal sendiri dan laba ditahan (KS)adalah tingkat keuntungan yang disyaratkan investor pada saham. KS adalah keuntungan dari deviden ditambah keuntungan dari capital gains.

Dan teori yang ketiga adalah “Teori Perbedan Pajak” yang di ajukan oleh Litzenberger dan Ramswamy. Mereka menyatakan bahwa karena adanya pajak terhadap keuntungan devidendan capital gains, para investor lebih menyukai capital gains karena dapat menunda pembayaran pajak. Oleh karena itu investor mensyaratkan suatu tingkat keuntungan yang lebih tinggi pada saham yang memberikan dividend yield tinggi, capital gains yield rendah dari pada saham dengan dividend yield rendah, capital gains yield tinggi. Jika pajak atas dividend lebih besar dari pajak atas capital gains, perbedaan ini akan makin terasa.

Namun pada praktiknya perusahaan cenderung memberikan dividen dengan jumlah yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini kemungkinan besar disebabkan oleh asumsi bahwa :

(7)

1. Investor melihat keanaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa perusahaan memiliki prospek cerah, demikian sebaliknya. Hal ini membuat perusahaan lebih senang mengambil jalan aman yaitu tidak menurunkan pembayaran dividen ,

2. Investor cenderung lebih menyukai dividen yang tidak berfluktuasi ( dividen yang stabil ).

Dan terdapat beberapa perusahaan yang menggunakan model “ residual dividend “ dimana dividen ditentukan dengan cara :

1. Mempertimbangkan kesempat investasi perusahaan ;

2. Mempertimbangkan target struktur modal perusahaan untuk menentukan besarnya modal sendiri yang dibutuhkan untuk investasi. 3. Memanfaatkan laba ditahan untuk memenuhi kebutuhan akan modal

sendiri tersebut semaksimal mungkin

4. Membayar dividen hanya jika ada sisa laba.

Dengan demikian, besarnya dividen bersifat fluktuatif. Model “ Residual Dividend “ ini berkembang karena perusahaan lebih senang menggunakan laba ditahan dari pada menerbitkan saham baru untuk memenuhi kebutuhan modal sendiri, alasannya :

1). Menerbitkan saham menimbulkan biaya emisi saham ( flotation cost ) dan 2). Menruut teori “ signaling hypothesis “ penerbitan saham baru sering

(8)

salah artikan oleh investor bahwa perusahaan kesulitan keuangan sehingga menyebabkan penurunan harga saham.

Model “ Residual dividend “ menyebabkan dividen bervariasi jika kesempatan investasi perusahaan juga bervariasi ( fluktuasi ) , Jika kita percaya pada teori “ signaling hypothesis “. maka model ini sebaiknya tidak diguanakn secara kaku untuk menetapkan besarnya dividen secara “ year to year basis “. Model ini lebih banyak digunakan sebagai penuntun untuk menetapkan sasaran payout ratio jangka panjang yang memungkinkan perusahaan memenuhi kebutuhan akan modal sendiri dengan laba ditahan.

Oleh karena itu manajemen sebelum menentukan keebijakan deviden, perusahaan emiten harus mempertimbangkan banyak faktor, antara lain ROI, cash ratio, current ratio, debt to total asset dan earning per share (EPS).

Bagi pemegang saham semakin besar ROI menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik, sehingga wajar jika pemegang saham mengharapkan pembagian dividen kas jika ROI meningkat. Demikian juga apabila cash ratio, current ratio dan earning per share (EPS) meningkat, maka pemegang saham mempunyai harapan bahwa perusahaan akan mempunyaikemampuan untuk membagi dividen kas.

Sebalikya jika debt to total asset perusahaan emiten meningkat, maka pemegang saham tidak mengharapkan perusahaan membagikan dividen kas. Dilihat dari segi dividend pay out ratio pemegang saham akan melihatnya sebagai signal mengenai kemungkinan besarnya dividen kas yang akan dibagikan dimasa yang akan

(9)

datang.

Namun berbeda halnya dengan para manajemen perusahan emiten, jika perusahaan melakukan pembagian deviden, hal tersebut berpengaruh terhadap likuiditas perusahaan dalam menjalankan usahanya. Namun jika perusahaan membagian deviden nya dalam bentuk saham, maka hal ini akan mempengaruhi nilai saham dari perusahaan tersebut. Penurunan nilai saham tersebut juga dapat menurunkan minat investor terhadap saham tersebut, maka berdasarkan uraian di atas, maka ingin diteliti pengaruh variabel-variabel: (1)return on investment, (2)cash

ratio,(3)current ratio, (4)debt to total asset, dan (5)earning per share (EPS) dan

terhadap dividen payout ratio (DPR).

1.2Perumusan Masalah

Dari uraian dimuka, yang terpenting bagi investor adalah memperoleh tingkat pengembalian (return) dari hasil investasinya baik berupa pendapatan cash dividen maupun capital gain. Untuk memprediksi pendapatan dividen tidak dapat mempertimbangkan faktor-faktor kebijakan manajemen, karena kebijakan manajemen merupakan keputusan yang berhubungan dengan pihak intern perusahaan. Berdasarkan analisis laporan keuangan dan identifikasi sementara yang telah diuraikan, maka variabel yang mungkin berpengaruh terhadap pendapatan dividen adalah : (1) return on invesment, (2) cash ratio , (3) current ratio , (4) total debt to total asset dan (5) earning per share.

(10)

1. Apakah ROI Cash Ratio, Current Ratio , DTA dan EPS berpengaruh parsial terhadap dividend payout ratio perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Jakarta ? 2. Variabel manakah yang paling dominan berpengaruh terhadap dividend payout

ratio perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Jakarta ? 1.3Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui pengaruh antara ROI, Cash Ratio, Current Ratio, DTA dan EPS berpengaruh parsial terhadap dividend payout ratio perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Jakarta.

2. Untuk mengetahui pengaruh yang paling dominan antara ROI, Cash Ratio,

Current Ratio, DTA dan EPS terhadap dividend payout ratio

perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Jakarta. 1.4Manfaat Penelitian

Sesuai dengan tujuan penelitian tersebut maka penelitian ini diharapkan akan memperoleh manfaat sebagai berikut :

1. Untuk memperoleh gambaran mengenai pengaruh antara ROI, Cash Ratio,

Current Ratio, DTA dan EPS berpengaruh parsial terhadap dividend payout

ratio perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Jakarta.

2. Dapat mengetahui variabel yang paling dominan antara ROI, Cash Ratio, Current Ratio , DTA dan EPS terhadap dividen payout ratio perusahaan-perusahaan di Bursa Efek Jakarta.

(11)

BAB

 

II

 

LANDASAN

 

TEORI

 

 

2.1 Kerangka Teori 

2.1.1 Kebijakan dividen 

Manajemen  mempunyai  2  alternatif  perlakuan  terhadap penghasilan  bersih  sesudah   pajak  ( EAT )  perusahaan  yaitu  : 

1. Dibagi  kepada  para  pemegang  saham  perusahaan  dalam  bentuk  dividen  2. Diinvestasikan  kembali  ke  perusahaan  sebagai  laba  ditahan  ( retaired  earning ).  Pada  umumnya  sebagian  EAT  ( Earning  After  Tax )  dibagi  dalam  bentuk  dividen  dan   sebagian  lagi  diinvestasikan  kembali,  artinya  manajemen  harus  membuat  keputusan   tentang  besarnya  EAT  yang  dibagikan  sebagai  dividen.  Pembuat  keputusan  tentang   dividen  ini  disebut  kebijakan  dividen  ( dividen  policy ). 

Persentase  dividen  yang  dibagi  dari  EAT  disebut  “ Dividend  Payout Ratio“ ( DPR ).  Prosentasi laba ditahan dari EAT adalah 1 – DPR 

Ada  berbagai  pendapat  atau  teori  tentang  kebijakan  dividen  a.l  : 

1. Teori  “ Dividen  Tidak  Relevan “  dari  Modigliani  dan  Miller,  2.  Teori  “  The  Bird  in  the  Hand  “ , 

(12)

3. Teori  Perbedaan  Pajak , 

4.  Teori  “  Signaling  Hypothesis  “ ,  5.  Teori  “  Clientele  Effect “. 

 

2.1.1.1 Hipotesis 

A. Hubungan Return on Investment (ROI) dan DPR. 

ROI merupakan ukuran efektifitas perusahaan dalam menghasilkan keuntungan  dengan memanfaatkan aktiva tetap yang digunakan untuk operasi. Semakin besar ROI  menunjukkan kinerja perusahaan yang semakin baik, karena tingkat kembalian investasi  (return) semakin besar. Seperti diuraikan sebelumnya, bahwa return yang diterima oleh  investor  dapat  berupa  pendapatan  dividen  dan  capital  gain.  Dengan  demikian  meningkatnya ROI juga akan meningkatkan pendapatan dividen. 

Sebagaimana lazimnya pengukuran ROI didapat dari earnings after tax (EAT) dan  total investasi aktiva operasi. Besarnya EAT diperoleh dari laporan laba rugi, sedangkan total  investasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah total aktiva tetap (bersih) yang  digunakan untuk aktivitas operasi perusahaan yang tercermin dalam laporan neraca (sisi  aktiva/ asset).  

Partington (1989) menunjukkan bahwa variabel investasi yang diukur dari aktiva  tetap (bersih) operasi dapat digunakan untuk memprediksikan kebijakan dividen kas (cash  dividend). Namun Fama (1974) dalam Parthington (1989) menunjukkan bahwa kebijakan 

(13)

dividen tidak dipengaruhi oleh keputusan investasi. Demikian pula penelitian yang dilakukan  oleh Edi Susanto (2002) juga menunjukkan bahwa ROI tidak signifikan terhadap dividen. 

Berdasar teori dan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis alternatif pertama  (H1) sebagai berikut: "Ada pengaruh signifikan positif ROI terhadap DPR". 

B. Hubungan Cash Ratio dan DPR. 

Cash ratio merupakan salah satu ukuran dari rasio likuiditas (liquidity ratio) yang  merupakan  kemampuan  perusahaan  memenuhi kewajiban  jangka  pendeknya  (current  liability) melalui sejumlah kas (dan setara kas, seperti giro atau simpanan lain di bank yang  dapat ditarik setiap saat) yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi cash ratio menunjukkan  kemampuan kas perusahaan untuk memenuhi (membayar) kewajiban jangka pendeknya.  (Brigham,  1983:  p.p.211).  Dengan  semakin  meningkatnya  cash  ratio  juga  dapat  meningkatkan keyakinan para investor untuk membayar dividen tunai (cash dividend) yang  diharapkan  oleh  investor  (Partington,  1989:  pp.  169).  Sementara  Surasmi  (1998)  menunjukkan bahwa cash ratio tidak signifikan berpengaruh terhadap dividend per share. 

Berdasar teori dan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis alternatif kedua  (H2) sebagai berikut: "Ada pengaruh signifikan positif cash ratio terhadap DPR". 

C. Hubungan Current Ratio dan Cash Dividend 

Current ratio juga merupakan salah satu ukuran rasio likuiditas (liquidity ratios) yang  dihitung dengan membagi aktiva lancar (curent assets) dengan hutang/ kewajiban lancar  (current liability). Semakin besar current ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan 

(14)

perusahaan  dalam  memenuhi  kewajiban  jangka  pendeknya  (termasuk  di  dalamnya  kewajiban membayar dividen kas yang terutang). Sebagaimana cash ratio, maka tingginya  current  ratio  juga  menunjukkan  keyakinan  investor  terhadap  terhadap  kemampuan  perusahaan membayar dividen yang dijanjikan. 

Kedua  rasio  likuiditas  tersebut  menunjukkan  kemampuan  perusahaan  dalam  memenuhi kewajiban‐kewajiban jangka pendeknya. Dipisahkannya kedua rasio likuiditas ke  dalam cash ratio dan current ratio dimaksudkan untuk mengetahui mana yang  lebih  berpengaruh terhadap pendapatan dividen kas per lembar saham (cash dividend per share).  Partington (1989) tidak dilihat dari rasio likuiditasnya, tetapi didasarkan pada penting  tidaknya manajemen mempertimbangkan likuiditas dalam kebijakan dividen, sehingga tidak  dapat ditemukan bagaimana hubungan antara besarnya current ratio dengan cash dividend.  Sementara  Edi  Susanto  (2002)  menunjukkan  bahwa  current  ratio  tidak  signifikan  berpengaruh terhadap dividen pada perusahaan yang listing di BEJ periode 1999. 

Berdasar teori dan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis alternatif ketiga  (H3) sebagai berikut: "Ada pengaruh signifikan positif current ratio terhadap DPR". 

D. Hubungan Debt to Total Asset dan Cash Dividend 

Debt to total assets merupakan rasio antara total hutang (total debts) baik hutang  jangka pendek (current liability) dan hutang jangka panjang (long term debt) terhadap total  aktiva (total assets) baik aktiva lancar (current assets) maupun aktiva tetap (fixed assets)  dan aktiva lainnya (other assets). 

(15)

Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva  yang  digunakan  oleh perusahaan dalam rangka menjalankan  aktivitas  operasionalnya.  Semakin besar rasio DTA menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan  terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya hutang (biaya  bunga) yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan semakin meningkatnya rasio DTA  (dimana  beban hutang juga semakin  besar)  maka  hal  tersebut  berdampak  terhadap  profitablitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar  bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas (earnings  after tax) semakin berkurang (karena sebagian digunakan untuk membayar bunga), maka  hak para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang (menurun). Teori ini didukung  oleh  Parthington  (1989)  yang  menunjukkan  bahwa  tingkat  hutang  yang  tinggi  akan  mempengaruhi pembayaran dividen yang semakin rendah. Dengan kata lain debt to total  assets berpengaruh negatif terhadap dividen. Sementara Pujiono (2002) meneliti tentang  "dampak  kebijakan  dividen  terhadap  harga  saham  pada  waktu  ex‐dividend  day"  menunjukkan bahwa leverage yang diukur dengan debt to equity ratio terbukti bahwa untuk  sampel Indonesia leverage berpengaruh positif terhadap harga saham pada waktu ex‐ dividend day. 

Berdasar  teori  dan  uraian  tersebut  maka  dapat  diajukan  hipotesis  alternatif  keempat (H4) sebagai  berikut:  "Ada  pengaruh  signifikan negatif  debt  to total assets  terhadap DPR". 

(16)

E. Hubungan Earnings Per Share dan Cash Dividend 

Pendapatan per lembar saham (earning per share) merupakan total keuntungan  yang diperoleh investor untuk setiap lembar sahamnya. Total keuntungan tersebut diukur  dari rasio antara laba bersih setelah pajak (earnings after tax ‐ EAT) terhadap jumlah lembar  saham yang beredar (outstanding share). Laba bersih yang diperhitungkan tersebut setelah  dikurangi dengan dividen untuk para pemegang saham prioritas/ minoritas (preffered  stock). 

Semakin besar earning after tax maka pendapatan dividen kas per lembar saham  (cash dividend per share) yang akan diterima oleh para pemegang saham biasa (common  stock) juga semakin besar. Hal tersebut dengan asumsi jika dividen bagi para pemegang  saham minoritas dan jumlah saham yang beredar (saham biasa) relatif tetap. Teori ini juga  didukung oleh Surasmi (1998) yang menunjukkan bahwa EPS berpengaruh signifikan positif  terhadap dividend per share pada perusahaan manufaktur yang listing di BEJ periode 1993‐ 1995. 

Berdasar teori dan uraian tersebut maka dapat diajukan hipotesis alternatif kelima  (H5) sebagai berikut: "Ada pengaruh signifikan positif earning per share terhadap cash  dividend". 

(17)

  

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Objek Penelitian

Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan-perusahaan yang listing di IDX (Bursa hasil penggabungan antara Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya) dengan syarat melakukan pembagian cash dividend terus-menerus dari tahun 2005-2009. Berdasarkan kriteria tersebut, perusahaan yang dijadikan objek penelitian ini adalah:

Tabel 3.1

Daftar Nama Perusahaan

NO Nama Perusahaan

1 Adira Dinamika Multi Finance Tbk, PT 2 Adhi Karya (Persero) Tbk, PT

3 Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk,PT 4 Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk, PT 5 Bank Danamon Tbk, PT

6 BFI Finance Indonesia Tbk, PT 7 Indofood Sukses Makmur Tbk, PT 8 Lautan Luas Tbk, PT

9 Bank Maya Pada international Tbk, PT 10 Metrodata Electronics Tbk, PT

11 Panin Sekuritas Tbk, PT

12 Pembangunan Jaya Ancol Tbk, PT 13 Indosat Tbk, PT

14 Bank Mandiri (Persero) Tbk, PT 15 Summarecon Agung Tbk, PT

(18)

16 Sinar Mas Multiartha Tbk, PT 17 Surya Citra Media Tbk, PT

3.2 Data dan Sumber Data

Data yang diperlukan adalah data sekunder yaitu data yang sudah diolah pihak perusahaan dan sudah diterbitkan dalam bentuk laporan keuangan atau dengan kata lain data yang tidak secara langsung diambil dari perusahaan yang bersangkutan yaitu melalui Indonesian Capital market Directory (ICMD) 2010. Data yang Diperlukan antara lain Return on Investment (ROI), cash ratio, current ratio, Debt to Total Assets (DTA), Earning Per Share (EPS) dan dividen payout ratio yang diperoleh dalam Summary of Financial Statement yang tercantum dalam Indonesian Capital market Directory (ICMD)2009

3.3 Variabel dan Pengukuran Variabel a) Variabel Tergantung (Dependent Variable)

Dividen payout ratio adalah ratio yang menggambarkan persentase dividen yang dibagi dari EAT.

(19)

b) Variabel Bebas (Independent Variable) 1. ROI (Return On Investment

Analisa ROI dalam analisa keuangan mempunyai arti yang sangat penting sebagai salah satu teknik analisa keuangan yang bersifat menyeluruh (komprehensif). Analisa ROI ini merupakan teknik analisa yang lazim digunakan oleh pimpinan perusahaan untuk mengukur efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Return on Investment itu sendiri merupakan salah satu bentuk dari rasio profitabilitas yang dimaksudkan untuk dapat mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan dana yang ditanamkan dalam aktiva yang digunakan untuk operasi perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Dengan demikian rasio ini menghubungkan keuntungan yang diperoleh dari operasi perusahaan (net operating income) dengan jumlah investasi atau aktiva yang digunakan untuk menghasilkan keuntungan operasi tersebut(net operating asset) Sebutan lain untuk rasio ini adalah“Net Operating Profit Rate of Return” atau“Operating Earning Power” (Munawir, 2000). Unsur dari ROI antara lain EAT (Earning After Tax) dan total investasi. Dalam bahasa sehari-hari EAT dapat dibahasakan sebagai keuntungan bersih perusahaan. Dalam prakteknya ROI dipergunakan sebagai nilai yang menunjukkan tingkat pengembalian investasi. Semakin besar nilai ROI menunjukkan semakin cepat pengembalian sebuah investasi.

(20)

EAT ROI = ---

Total Investasi

2. Cash Ratio

Cash Ratio merupakan salah satu ukuran dari rasio likuiditas (liquidity ratio) yang menunjukkan kemampuan perusahaan memenuhi kewajiban jangka pendeknya(current liability) melalui sejumlah kas (dan setara kas, seperti giro atau simpanan lain di bank yang dapat ditarik setiap saat) yang dimiliki perusahaan. Rasio ini bisa digunakan untuk mengukur tingkat keamanan kreditor jangka pendek, serta mengukur apakah operasi perusahaan tidak akan terganggu bila kewajiban jangka pendek segera ditagih Unsur-unsur yang mempengaruhi nilai cash ratio antara lain kas dan ekuivalen serta utang jangka pendek. Kas dan ekuivalen sangat menentukan tingkat cash ratio perusahaan. Semakin banyak kas dan ekuivalen yang dimiliki perusahaan, semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar utang jangka pendeknya. Dengan kata lain semakin tinggi cash rasio semakin tinggi pula kemampuan likuiditas suatu perusahaan, artinya semakin tinggi kemampuan kas perusahaan untuk memenuhi (membayar) kewajiban jangka pendeknya. Akan tetapi semakin tinggi rasio ini menunjukkan semakin rendah pula profitabilitasnya.

Kas +Ekuivalen Cash Ratio = ---

(21)

3. Curent Ratio

Current Ratio merupakan salah satu rasio yang paling umum digunakan untuk mengukur likuiditas atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban jangka pendek tanpa menghadapi kesulitan. Semakin besar ratio menunjukkan semakin tinggi kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya (termasuk didalamnya kewajiban membayar dividen kas yang terutang). Unsur-unsur yang mempengaruhi nilai current ratio adalah aktiva lancar dan utang jangka pendek. Dalam hal ini aktiva lancar terdiri dari uang kas dan juga surat-surat berharga antara lain surat pengakuan hutang, wesel, saham, obligasi, sekuritas kredit, atau setiap derivatif dari surat berharga atau kepentingan lain atau suatu kewajiban dari penerbit, dalam bentuk yang lazim diperdagangkan dalam pasar uang dan pasar modal. Di lain pihak utang jangka pendek dapat berupa utang pada pihak ketiga (bank atau kreditur lainnya). Jika pada saat yang bersamaan dibutuhkan aktiva lancar untuk membayar utang dan cash dividend maka yang didahulukan adalah pembayaran utang, baru kemudian jika perusahaan masih mampu untuk membayar cash dividend, maka perusahaan membagi cash dividend kepada investor.

Aktiva Lancar Current Ratio= ---

(22)

4. Debt to Total Asset (DTA)

Debt to Total Asset merupakan rasio antara total hutang(total debts) baik hutang jangka pendek (current liability) dan hutang jangka panjang. (long term debt) terhadap total aktiva (total assets) baik aktiva lancar (current assets) maupun aktiva tetap (fixed assets) dan aktiva lainnya (other assets) . Rasio ini menunjukkan besarnya hutang yang digunakan untuk membiayai aktiva yang DTA dipengaruhi oleh unsur total hutang dan total asset. Dalam hal ini semakin besar rasio DTA menunjukkan semakin besar tingkat ketergantungan perusahaan terhadap pihak eksternal (kreditur) dan semakin besar pula beban biaya hutang (biaya bunga) yang harus dibayar oleh perusahaan. Dengan demikian semakin meningkatnya rasio DTA (dimana beban hutang juga semakin besar) maka hal tersebut berdampak terhadap profitabilitas yang diperoleh perusahaan, karena sebagian digunakan untuk membayar bunga pinjaman. Dengan biaya bunga yang semakin besar, maka profitabilitas (earning after tax) semakin berkurang (karena sebagian dipergunakan untuk membayar bunga), maka hak para pemegang saham (dividen) juga semakin berkurang (menurun).

Total Hutang

DTA = ---

(23)

5. .Earning per Share(EPS)

EPS sering dijadikan investor atau calon investor dalam menganalisis kemampuan perusahaan mencetak laba berdasarkan jumlah saham yang dimilikinya. Unsur-unsur yang mempengaruhi EPS antara lain EAT (Earning After Tax) yang disebut juga keuntungan bersih, dan jumlah lembar saham. Dalam hal ini semakin banyak keuntungan bersih yang didapatkan perusahaan, maka semakin besar EPS yang dihasilkan.

EAT EPS = ---

Jumlah Lembar Saham

6. Dividend Payout Ratio

Robert Ang (1997) menyatakan bahwa dividen merupakan nilai pendapatan bersih perusahaan setelah pajak dikurangi laba ditahan(retained earnings) yang ditahan sebagai cadangan bagi perusahaan. Dividen ini untuk dibagikan kepada para pemegang saham sebagai keuntungan dari laba perusahaan. Dalam hal ini ada dua jenis dividen yang bisa diperoleh pemegang saham, yaitu dividen kas dan non kas. Dividen payout ratio adalah persentase dividen yang dibagi dari EAT. Banyak teori yang menjelaskan mengenai kebijakan deviden, namun pada praktiknya perusahaan cenderung memberikan dividen dengan jumlah yang relatif stabil atau meningkat secara teratur. Kebijakan ini kemungkinan besar disebabkan oleh asumsi bahwa :

(24)

1 Investor melihat keanaikan dividen sebagai suatu tanda baik bahwa perusahaan memiliki prospek cerah, demikian sebaliknya. Hal ini membuat perusahaan lebih senang mengambil jalan aman yaitu tidak menurunkan pembayaran dividen ,

2 Investor cenderung lebih menyukai dividen yang tidak berfluktuasi ( dividen yang stabil ).

Menjaga kestabilan dividen tidak berarti menjaga Dividend Payout Ratio tetap stabil karena jumlah nominal dividen juga tergantung pada penghasilan bersih perusahaan ( EAT ). Jika DPR dijaga kestabilannya, misalnya ditetapkan sebesar 50 % dari waktu ke waktu, tetapi EAT berfluktuasi, maka pembayaran dividen juga akan berfluktuasi

3.4 Analisis Data

3.4.1 Menyusun Persamaan Linier Berganda

Menurut Sugiono (2002:250), analisis linier berganda digunakan bila bermaksud meramalkan keadaan (naik turunnya) variabel dependen, bila dua atau lebih variabel independen dimanipulasi (dinaik turunkan nilainya).

Untuk menguji pengaruh faktor Cash Dividend Return On Investment(ROI), Cash Ratio, Current Ratio, Debt to Total Asset (DTA), Earning Per Share (EPS), Cash Dividend Pay Out Ratio (CDPR) terhadap Cash Dividend dilakukan uji regresi linear berganda.

(25)

Rumus regresi linear berganda:

Y = a + b

1

X

2

+ b

3

X

4

+ b

4

X

4

+b

5

X

5

+b

6

X

6

+e’

Keterangan:

X1: Return On Investment (ROI)

X2: Cash Ratio

X3: Current Ratio

X4: Debt to Total Asset (DTA)

X5: Earning Per Share (EPS)

X6: Cash Dividend Pay Out Ratio(CDPR)

Y: Cash Dividend

b1,b2-b6: : Koefisien regresi

e : Error (tingkat kesalahan)

3.4.2 Uji Asumsi Klasik

Adapun syarat asumsi klasik yang harus dipenuhi model regresi berganda sebelum data tersebut dianalisis adalah sebagai berikut:

(26)

Uji Normalitas untuk mengetahui apakah variabel dependen, independen atau keduanya berdistribusi normal, mendekati normal atau tidak (Umar, 2008:181). Model regresi yang baik hendaknya berdistribusi normal atau mendekati normal. Mendekati apakah data berdistribusi normal atau tidak dapat diketahui dengan menggambarkan penyebaran data melalui sebuah grafik. Jika datanya menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonalnya, model regresi memenuhi asumsi normalitas. Uji kenormalan data juga dapat dilakukan dengan Uji Kolmogorov-Smirnov terhadap nilai standar residual hasil persamaan regresi. Apabila probabilitas hasil Uji Kolmogrov-Smirnov lebih besar dari 5%, maka data berdistribusi normal, dan demikian sebaliknya.

b. Uji Multikolineritas

Uji Multikolineritas untuk mengetahui apakah pada model regresi ditemukan adanya korelasi antarvariabel independen (Umar, 2007:177). Untuk mengetahui ada tidaknya gejala multikolineritas dapat dilihat dari besarnya nilai Variance Factor (VIF) dengan ketentuan :

Bila VIF > 5 maka terdapat masalah multikolineritas yang serius. Bila VIF > 5 maka tidak terdapat masalah multikolineritas yang serius.

(27)

c. Uji Autokorelasi

Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah dalam sebuah model regresi linear terdapat hubungan yang kuat baik positif maupun negatif antardata yang ada pada variabel-variabel penelitian (Umar, 2008:182). Dengan demikian dapat dikatakan bahwa autokorelasi terjadi jika observasi yang berturut-turut sepanjang waktu mempunyai korelasi antara satu dengan yang lainnya. Untuk menguji ada atau tidaknya autokorelasi dalam suatu model regresi, dapat dilakukan dengan menggunakan Runs Test. kaidah keputusan dari metode ini adalah menerima hipotesis nil, yaitu tidak terjadi autokorelasi jika nilai Aasymp. Sig (2-tailed) diatas 0,05 (tingkat signifikan, α = 5%).

Cara lain untuk mendeteksi adanya autokorelasi juga dapat dilakukan dengan melakukan Uji Breusch-Godfrey (BG). Menurut metode ini suatu data tidakterkena autokorelasi jika koefisien parameter auto (Lag) pada table menunjukkan probabilitas signifikan diatas 0,05 (tingkat signifikan, α = 5%).

Pengujian asumsi klasik dilakukan untuk mendapatkan hasil penelitian yang BLUE (Best Unbiased Estimation). Dalam menganalisa data, penulis menggunakan program Software SPSS (Statistic for the Social Science) for indows.

(28)

3.5 Uji Hipotesis

Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui apakah semua variable independen secara parsial mempengaruhi variable dependen yang mana dilakukan dengan uji statistik t (t-test) dengan tingkat signifikansi (a) 5% atau a =0.05 Untuk menentukan variabel bebas yang paling menentukan dalam mempengaruhi nilai variabel dependen dalam suatu model regresi linier, maka digunkan koefisien beta yang dihasilkan dari analisis regresi menggunakan program SPSS. Nilai beta yang paling besar menunjukkan variabel bebas yang paling dominan.

(29)

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

Analisa data dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik statistik regresi. Data-data berasal dari 17 perusahaan yang berasal dari berbagai jenis perusahaan dari tahun 2007-2009 yang selanjutnya dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak SPSS. Analisa data dilakukan dengan meregresi seluruh variabel baik variabel independen maupun variabel dependen. Variabel independen berupa (1) return on investment, (2) cash ratio, (3) current ratio, (4) debt to total asset dan (5) earning per

share (EPS). Variabel dependen berupa pendapatan dividend pay out ratio. Uji

regresi dilakukan untuk mengetahui besarnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen, sehingga dapat diketahui faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi dividend pay out ratio.

1. ROI

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa ROI perusahaan memiliki tingkat signifikansi sebesar 0036. Hipotesis 1 yang diajukan dalam penelitian ini adalah “ada

pengaruh signifikan positif ROI terhadap DPR”. Dilihat dari nilai p (0.036) < α (0.05) hal ini

menunjukkan bahwa hipotesis diterima, artinya ada pengaruh positif dan signifikan dari ROI

terhadap dividend payout ratio. Mengenai hal tersebut dapat dijelaskan berikut ini.  

Semakin besar ROI menunjukkan kinerja perusahaan semakin baik, karena tingkat kembalian investasi (return) semakin besar. Return yang diterima oleh

(30)

investor dapat berupa pendapatan dividen dan capital gain. Dengan demikian meningkatnya ROI juga akan meningkatkan pendapatan dividen. Dalam penelitian ini ternyata didapatkan hasil bahwa ROI mempunyai pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio. Hasil penelitian ini bertentangan oleh Fama (1974) dalam Parthington (1989) yang mendapatkan bahwa kebijakan dividen tidak dipengaruhi oleh keputusan investasi. Demikian pula penelitian yang dilakukan oleh Edi Susanto (2002) yang mendapatkan hasil bahwa ROI tidak berpengaruh signifikan terhadap dividen. Akan tetapi sebaliknya dalam penelitian Parthington (1989) ditemukan bahwa variabel investasi yang diukur dari aktiva tetap (bersih) operasi dapat dipergunakan untuk memprediksikan kebijakan dividen kas (dividend payout ratio).

2. Current Asset

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa Current Ratio perusahaan memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.055. Hipotesis yang diajukan berkaitan dengan pengaruh current ratio terhadap dividend payout ratio adalah bahwa “ada pengaruh signifikan positif current ratio terhadap DPR”. Dilihat dari nilai p (0.055) > α (0.05) hal ini menunjukkan bahwa hipotesis ditolak, artinya tidak ada pengaruh positif dan signifikan dari current ratio terhadap dividend payout raio. Mengenai hal tersebut dapat dijelaskan berikut ini.

Current ratio menunjukkan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya melalui jumlah aktiva lancarnya. Dilihat dari hasil pengolahan data dapat diketahui bahwa nilai current ratio perusahaan sangat kecil. Berdasarkan

(31)

keadaan tersebut pihak manajemen perusahaan memutuskan untuk tidak membagi cash dividend. Oleh karena itulah current ratio tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap cash dividend.

Hasil penelitian ini sesuai dengan Edi Susanto (2002) yang mendapatkan bahwa Current Ratio tidak berpengaruh signifikan terhadap cash dividend. Sementara Parthington (1989) menyatakan bahwa dalam menentukan pembagian cash dividend yang menjadi pertimbangan pihak manajemen adalah likuiditas perusahaan, sehingga tidak dapat ditemukan hubungan antara besarnya current ratio dengan cash dividend. Pendapat Parthington ini memperkuat hasil penelitian ini. Kelemahan dalam penelitian ini adalah tidak dimasukkannya variable kebijakan manajemen terkait dengan likuiditas perusahaan. Oleh karena itu kepada peneliti yang akan datang disarankan untuk memasukkan variabel kebijakan manajemen terkait dengan likuiditas ini.

3. Debt to Total Asset

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa Debt to Total Assets perusahaan memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.048. Hipotesis yang diajukan berkaitan dengan pengaruh debt to total asset (DTA) terhadap DPR adalah bahwa “ada pengaruh signifikan positif debt to total asset terhadap DPR”. Dilihat dari nilai p (0.048) > α

(0.05) hal ini menunjukkan bahwa hipotesis tidak ditolak, artinya ada pengaruh negatif dan signifikan dari debt to total asset terhadap cash dividend. Mengenai hal tersebut dapat dijelaskan berikut ini.

(32)

Jika perusahaan mempunyai banyak utang yang harus diselesaikan, maka perusahaan akan menunda pemberian dividend kepada para pemegang saham, karena dana yang dimiliki tersebut akan dipergunakan untuk membayar utang. Hal inilah yang menyebabkan debt to total asset menjadi mempunyai pengaruh signifikan terhadap dividend payout ratio (dpr).

Hasil penelitian ini dibantah hasil penelitian Sunarto dan Kartika (2003) yang mendapatkan bahwa DTA tidak dipertimbangkan oleh manajemen dalam pembayaran dividen kas. Di lain pihak Parthington (1989) mempunyai pendapat sebaliknya bahwa debt to total asset mempunyai pengaruh negatif terhadap cash dividend, yaitu bahwa tingkat hutang yang tinggi akan mempengaruhi pembayaran dividen yang semakin rendah.

Kelemahan yang ada dalam penelitian ini adalah bahwa sampel perusahaan yang digunakan hanya 17 buah, sehingga kemungkinan belum mampu mewakili semua perusahaan yang listing di IDX. Oleh karena itu disarankan pada peneliti selanjutnya untuk menambah jumlah sampel penelitian.

4. Earning Per Share

Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa Earning Per Share (EPS) perusahaan memiliki tingkat signifikansi sebesar 0.039. Hipotesis yang diajukan berkaitan dengan pengaruh EPS terhadap dividend payout ratio adalah bahwa “ada pengaruh signifikan positif EPS terhadap DPR”. Dilihat dari nilai p (0.039) > α (0.05) hal ini menunjukkan bahwa hipotesis tidak ditolak, artinya ada pengaruh positif dan

(33)

signifikan dari EPS terhadap cash dividend. Mengenai hal tersebut dapat dijelaskan berikut ini.

EPS seringkali dijadikan dasar pertimbangan oleh pihak manajemen dalam memutuskan pembayaran cash dividend. Hal ini dikarenakan besaran EPS menunjukkan berapa besar keuntungan yang diperoleh untuk setiap satu lembar sahamnya. Hal ini tentunya menjadi pertimbangan perusahaan dalam membagikan keutungan. Maka merupakan kewajaran jika penelitian ini EPS mempunyai pengaruh positif dan signifikan terhadap cash dividend.

Hasil penelitian ini diperkuat oleh Sunarto dan Kartika (2003) yang mendapatkan hasil bahwa EPS merupakan satu-satunya variabel yang digunakan sebagai bahan pertimbangan oleh manajemen dalam pembayaran dividend. Hasil penelitian ini juga didukung oleh Surasmi (1998) yang mendapatkan bahwa EPS berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap dividend per share pada perusahaan-perusahaan yang listing di IDX periode 2005-2009.

(34)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan pembahasan yang dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa variabel yang mempengaruhi cash dividend secara signifikan hanyalah cash

dividend pay out ratio, sedangkan ROI, Cash Ratio, Current Ratio, DTA, dan EPS

tidak berpengaruh signifikan terhadap pendapatan cash dividend. Hal ini dapat diketahui dari hasil uji t variabel cash dividend pay out ratio, yang mendapatkan hasil nilai probabilitas (p) kurang dari α (p < 0,05). Di lain pihak hasil uji t variabel ROI,

Cash Ratio, Current Ratio, DTA, dan EPS mendapatkan hasil nilai probabilitas (p)

lebih dari α (p > 0,05).

5.2. Keterbatasan Penelitian

Hasil penelitian yang didapatkan mempunyai keterbatasan, yaitu jumlah sampel yang terlalu sedikit, yaitu sebanyak 17 buah perusahaan, sehingga ada kemungkinan belum mampu mewakili semua perusahaan yang listing di BEJ.

5.3. Saran

Berdasarkan keterbatasan penelitian yang ada dalam penelitian ini maka kepada peneliti selanjutnya disarankan untuk menambah jumlah sampel penelitian sehingga hasil penelitian dapat lebih baik. Selain itu disarankan untuk untuk penelitian

(35)

selanjutnya dapat menambah beberapa faktor yang mungkin berpengaruh terhadap dividen kas, dapat juga melakukan perbandingan dengan penelitian yang terdapat di luar negeri untuk mengetahui variabel- variabel apakah yang berpengaruh terhadap penentuan dividen yang terdapat pada negara-negara selain Indonesia.

Referensi

Dokumen terkait

bimbingan karier, dan evaluasi pelaksanaan bimbingan karier, Masalah- masalah pengembangan karier di SMKN 2 Malang adalah bersumber dari dalam diri siswa dan dari

Sedangkan untuk keadaan pelayanan memperoleh rata-rata 2,83 yang artinya baik dengan item terendah adalah waktu penyerahan barang yang diberikan nilai rata-rata (2) hal ini

Penelitian ini berjudul „‟Raden Ajeng Kardinah (1881-1970) Peranannya dalam Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Kota Tegal. Kardinah, 3) untuk mengetahui peran

lir,riri

(3) Pemberhentian anggota DPRD yang telah memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh Pimpinan DPRD kepada Menteri Dalam Negeri

Pada item pertanyaan nomor 1 yaitu tenaga kesehatan memberikan informasi tentang pemanfaatan ruang menyusui sehingga dapat memepengaruhi sikap responden lebih besar

[r]

Pembinaan keagamaan yang dilakukan oleh majelis taklim Al-Ikhlas di BTN Saumata Indah Kecamatan Somba Opu Kabupaten Gowa sangat dirasakan oleh masyarakat setempat,