• Tidak ada hasil yang ditemukan

HIMPUNAN BERBAGAI PIKIRAN TENTANG PEMBANGUNAN PERTANIAN PERIODE )

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HIMPUNAN BERBAGAI PIKIRAN TENTANG PEMBANGUNAN PERTANIAN PERIODE )"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

HIMPUNAN BERBAGAI PIKIRAN TENTANG

PEMBANGUNAN PERTANIAN PERIODE 2005 - 2020

1)

DASAR PERTIMBANGAN

Bagian utama susunan rancangan pembangunan pertanian adalah perumusan tujuan pembangunan pertanian dalam konteks tujuan pembangunan nasional. Tujuan pembangunan nasional tentu harus menjadi acuan bagi tujuan pembangunan sektor pertanian namun demikian tujuan nasional dan sektor pertanian harus saling menunjang dan konsisten. Instrumen utama yang digunakan pemerintah untuk pencapaian tujuan pembangunan pertanian tersebut adalah serangkaian kebijakan publik bidang pertanian dengan sasaran utama adalah untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan partisipasi petani, swasta dan pelaku agribisnis untuk melakukan investasi di sektor pertanian sehingga kapasitas produksi sektor pertanian meningkat dan berkelanjutan. Peningkatan kapasitas produksi sektor pertanian tersebut dirancang dalam format pencapaian tujuan pembangunan pertanian. Dengan demikian, desain atau rancangan pembangunan pertanian nasional merupakan suatu kebutuhan dasar agar pembangunan pertanian dalam jangka panjang dengan arah dan sasaran yang jelas.

Tulisan ini menghimpun berbagai pendapat para ahli ekonomi pertanian. Tulisan dibagi atas tiga pokok besar bahasan. Pokok bahasan pertama adalah evaluasi kebijakan pertanian yang diterapkan pada masa sebelum krisis, saat krisis dan sesudah krisis ekonomi. Pokok bahasan kedua adalah tantangan dan peluang sektor dan komoditas pertanian yang dihadapi. Pokok bahasan ketiga adalah rancangan pembangunan pertanian yang mencakup sosok, visi, misi, tahapan pembangunan, kebijakan yang diperlukan dan pokok-pokok program. Rancangan pembangunan pertanian ini bersifat jangka pendek 2005 – 2010 dan jangka panjang 2010 – 2020.

EVALUASI KEBIJAKAN PERTANIAN MASA 1970 – 2003

Dalam merumuskan kebijakan ke depan, maka para perencana pembangunan harus melihat kembali dan melakukan evaluasi tentang kebijakan pertanian pada masa lalu. Dengan berpijak pada masa lalu, maka kebijakan ke depan selalu dapat menjelaskan kelemahan dan kekurangan kebijakan masa lalu. Sehingga dalam proses pertumbuhan, efektivitas kebijakan pun mengalami

1

Tulisan ini merupakan himpunan berbagai pendapat para ahli ekonomi pertanian. Tulisan disunting oleh Dewan Redaksi AKP.

(2)

perkembangan dan selalu terdapat hubungan historis dari perubahan-perubahan kebijakan dari masa ke masa. Hal ini penting supaya pemerintah tidak mengulangi kesalahan yang sama. Pemerintah tidak akan dapat melupakan pengalaman krisis ekonomi yang sangat berharga di mana banyak kebijakan pertanian mendapat ujian dalam berbagai bentuk dan dampaknya dapat dilihat melalui kinerja produksi, kesempatan kerja dan pendapatan petani.

Pada masa lalu sektor pertanian menitikberatkan pembangunan pada produksi beras, sehingga seakan-akan bentuk pertanian adalah monokultur. Perkembangan produksi lain menjadi terabaikan dalam semua subsistem kegiatan pertanian, baik kegiatan budidaya, penyuluhan, penelitian dan pengembangan maupun kelembagaan dari semua fungsi. Namun demikian usaha pemerintah tersebut tidak sia-sia karena Indonesia berhasil mencapai swasembada tahun 1984. Keberhasilan itu dicapai melalui intervensi pemerintah yang sangat kental melalui supply driven komoditas beras. Pada saat krisis ekonomi, bisnis perberasan porakporanda dan pemerintah tidak dapat berharap banyak dari produksi komoditas pangan yang lain. Pada masa mendatang tidak dapat dipungkiri bahwa subsektor hortikultura dan peternakan harus maju ke depan. Suatu negara pertanian yang maju akan juga mempunyai peternakan dan hortikultura yang maju. Sementara sektor perkebunan perlu mendapat sentuhan kebijakan yang dapat memacu pengembangannya.

Pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi pada masa orde baru ternyata didukung oleh pengurasan sumberdaya alam yang tinggi sedangkan produktivitas tidak meningkat. Hal ini dinilai berbahaya bagi kelanjutan kehidupan bangsa. Krisis ekonomi terjadi sebagi akibat pengembangan industri yang diproteksi pemerintah dan pembengkakan utang luar negeri terutama yang berjangka pendek oleh pihak swasta. Kegagalan kebijakan pemerintah di atas pada dasarnya disebabkan terlalu kental peran pemerintah pusat dalam pembangunan, sehingga terjadi pemusatan kekuasaan dalam pengambilan keputusan yang dengan mendorong penjerumusan perekonomian.

Kegagalan ekonomi atau sumber kerapuhan fundamental ekonomi juga diakibatkan oleh dominasi pemikiran tentang dualisme ekonomi antara desa dan kota, pertanian dan nonpertanian dan antara ekonomi pertanian kerakyatan dan ekonomi perusahaan pertanian skala besar. Kerapuhan fundamental ekonomi juga disebabkan oleh tidak optimal dan tidak adilnya pemanfaatan sumberdaya alam dan sumberdaya manusia. Pembangunan lebih didasarkan atas impor bahan baku, modal, teknologi dan tenaga profesional dan lebih memfokuskan pada perekono-mian perkotaan yang hampir tidak berkaitan dengan pembangunan pertanian.

Evaluasi Khusus Kebijakan Pemerintah Masa 1970 – 2003

Evaluasi Kebijakan Sumberdaya Lahan

Pada masa lalu kebijakan pemberdayaan lahan pertanian lebih diutamakan pada lahan sawah, sehingga sebagian besar produksi pangan dan penyerapan

(3)

tenaga kerja berasal dari kegiatan lahan sawah. Perkembangan terakhir memperlihatkan ketersediaan lahan sawah cenderung berkurang akibat konversi lahan sawah ke penggunaan di luar pertanian, dan pencetakan sawah baru menghadapi kendala sumberdaya lahan dan air serta anggaran pembangunan. Kemampuan lahan sawah sebagai penggerak ekonomi pedesaan semakin lemah yang disebabkan oleh: (a) Penerapan teknologi produksi pada usahatani relatif tidak berubah sehingga penyerapan tenaga kerja buruh tani mengalami stagnasi; dan (b) Mekanisasi justru mempersempit penyerapan tenaga kerja. Pada sisi lain, lahan sawah tidak selalu ditanami padi tetapi juga tebu, jeruk, kedelai dan sebagainya. Masa mendatang pemerintah tidak dapat berpaling dari kebijakan pemberdayaan lahan kering, sekalipun banyak permasalahan yang dihadapi.

Kebijakan Infrastruktur

Sejarah membuktikan bahwa sejak zaman kerajaan hingga pemerintahan kolonial Belanda, pembangunan infrastruktur tidak pernah terlepas dari kebijakan pembangunan pertanian. Pembangunan infrastruktur pada masa Orde Baru yang penting dicatat adalah pembangunan irigasi yang juga turut berperan dalam mencapai swasembada beras tahun 1984. Pembangunan irigasi terus berlanjut hingga tahun 1990 dan mampu mendorong peningkatan produksi padi melalui peningkatan indeks tanaman. Namun pada masa reformasi pembangunan irigasi menurun bahkan setelah desentralisasi berlaku, di mana pelimpahan wewenang pengelolaan irigasi kepada daerah, ternyata memperparah kondisi infrastruktur pertanian yang sudah dibangun. Kini sebagian irigasi yang telah dibangun itu mengalami kerusakan. Siapa yang bertanggung jawab atas dana perawatan bangunan irigasi apakah pusat atau daerah?

Kebijakan Sistem Inovasi Teknologi Pertanian

Teknologi merupakan salah satu kunci peningkatan produksi pertanian. Perbaikan teknologi harus dilakukan simultan dengan peningkatan pelayanan kelembagaan, peningkatan kapasitas sumberdaya manusia dan penambahan faktor produksi. Dalam kurun waktu yang relatif lama, Indonesia telah banyak menghasilkan paket teknologi, tetapi mempunyai dampak yang lemah terhadap kapasitas produksi. Permasalahannya adalah paket teknologi itu sering tidak mempunyai kelayakan sosial ekonomi. Kalau pun layak, paket tersebut tidak terdapat di pasar umum di mana petani dengan mudah dapat mengaksesnya. Dan jika m mudah diperoleh di pasar belum tentu digunakan petani, karena faktor internal yang dimiliki petani, yang dinilai kurang respon terhadap kemajuan. Kemajuan teknologi sangat ditentukan oleh peran penelitian. Selama ini biaya penelitian sektor pertanian relatif rendah tidak cukup untuk memacu percepatan produksi pertanian. Pada masa depan, kegiatan penelitian pertanian harus mendapat porsi yang layak dalam pembangunan nasional.

Kebijakan Insentif Pertanian

Pemerintah melakukan intervensi langsung terhadap pengembangan beberapa komoditas strategis dalam bentuk kebijakan harga output, kebijakan

(4)

sarana produksi dan kebijakan perdagangan. Komoditas yang mengalami intervensi langsung adalah beras, jagung, kedelai, ayam ras, susu, sapi, berbagai komoditas perkebunan. Kebijakan harga dasar gabah yang ternyata tidak efektif sebagai insentif bagi petani dalam meningkatkan produksi karena banyak faktor-faktor lain yang tidak mendukung seperti kelemahan kebijakan tarif, kebijakan subsidi pupuk yang telah dicabut dan penyelundupan beras yang tidak dapat diatasi. Demikian juga dengan, kebijakan insentif untuk komoditas ini ternyata tidak berhasil mendongkrak produksi jagung. Kebijakan insentif dalam komoditas peternakan dan perkebunan juga tidak efektif.

Beberapa Pengalaman Kebijakan Masa Lalu

Kebijakan pertanian masa lalu terutama fokus pada tujuan-tujuan untuk melakukan perlindungan pada usaha rakyat yag sering kontradiktif dengan tujuan-tujuan peningkatan produksi pertanian. Pada sisi lain, usaha rakyat pada umumnya mengandung banyak kelemahan dan keterbatasan dan dari sisi ekonomi usaha-usaha mereka tidak efisien. Pembinaan dan perlindungan yang dilaksanakan pemerintah ternyata membutuhkan biaya yang sangat besar dan pada umumnya kebijakan tersebut tidak berhasil mencapai tujuannya dilihat dari perkembangan produksi dan struktur usaha. Hal ini dapat dilihat dalam kasus kebijakan beras, gula, pembatasan skala usaha ayam ras, sapi perah dan komoditas perkebunan.

Kebijakan perlindungan budidaya usaha rakyat yang umum dilakukan oleh Departemen Pertanian ternyata tidak dapat bekerja sendiri karena diperlukan kebijakan lain yang menunjang. Di masa lalu, setiap kebijakan perlindungan budidaya rakyat selalu disertai kebijakan susulan, antara lain kebijakan agroindustri baik dari sisi hilir dan hulu yang mencakup kebijakan pengembangan industri, efektivitas dan kelancaran distribusi output dan harga serta kemitraan. Akibatnya kebijakan perlindungan usaha rakyat terkesan sangat rumit dan kompleks, sebagai bukti bahwa Deptan tidak dapat bekerja sendiri. Pada akhirnya, sebagian besar kebijakan perlindungan budidaya terbukti tidak efektif. Kebijakan masa depan harus memperlihatkan kesederhanaan dan kesatuan birokrasi semua komponen dan struktur yang terlibat. Pada kenyataannya usaha rakyat selain tidak efisien tidak mungkin dapat dikembangkan, karena gagasan kemunculannya adalah untuk menciptakan kesempatan kerja. Implikasi keadaan hal di atas adalah bahwa kebijakan pertanian yang melindungi budidaya usaha rakyat diarahkan pada kebijakan pengembangan usaha skala menengah dan berwawasan agribisnis.

Hal ini perlu, karena pada masa mendatang pemerintah tidak dapat lagi melakukan intervensi langsung pada usaha budidaya. Instrumen utama yang digunakan pemerintah untuk menggerakkan pembangunan pertanian adalah melalui serangkaian kebijakan publik bidang pertanian dengan sasaran utama adalah untuk menciptakan kondisi yang memungkinkan partispasi petani, swasta dan pelaku agribisnis untuk melakukan investasi di sektor pertanian sehingga kapasitas produksi sektor pertanian tersebut dirancang dalam format pencapaian tujuan pembangunan pertanian. Dengan demikian, desain atau rancangan

(5)

pemba-ngunan pertanian nasional merupakan suatu kebutuhan dasar agar pembapemba-ngunan pertanian dalam jangka panjang mempunyai arah dan sasaran yang jelas.

Evaluasi Dampak Kebijakan Subsektor Tanaman Pangan 1970 – 2003

Produksi

Dampak kebijakan tanaman pangan terhadap produksi padi, jagung, kacang tanah, kacang hijau dan ubikayu selama periode 1970 – 2003 menunjukkan kecenderungan yang meningkat, sementara kedelai dan ubi jalar cenderung menurun. Kenaikan produksi ini merupakan dampak dari keberhasilan pembangunan pertanian selama lebih dari tiga dekade, meskipun selama dan pasca krisis ekonomi kebijakan itu sering kali bersifat ad-hoc. Namun peningkatan produksi tersebut cenderung menurun. Pertumbuhan produksi padi mencapai tertinggi 6,54 persen/tahun pada periode 1980-1984 tetapi kemudian anjlok menjadi 0,68 persen/tahun, sehingga untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri impor beras meningkat tajam sejak tahun 1995. Demikian juga dengan pertumbuhan produksi jagung yang mencapai masa emas tahun 1980-1989 yakni 11,48 persen per tahun, kemudian anjlok menjadi 6,8 persen pada periode 1990-1996 dan terus menurun mencapai pertumbuhan terendah 1,9 persen setelah pasca krisis. Produksi kedelai mencapai masa keemasan pertumbuhan sebesar 12,1 persen per tahun pada periode 1985-1989 tetapi kemudian anjlok mencapai pertumbuhan yang negatif.

Pendapatan Petani

Dengan menggunakan harga nominal pada tahun yang berlaku, pendapatan agregat petani padi, jagung, kedelai, kacang tanah, ubikayu, dan ubi jalar selama periode 1980-2003 terus meningkat. Penurunan pendapatan pasca krisis ekonomi (2000 – 2003) hanya terjadi pada petani padi, setelah pemerintah menghapuskan monopoli Bulog dalam impor beras dan terjadinya penurunan harga beras di pasar dunia. Pendapatan agregat dari usahatani padi meningkat tajam pada periode 1980-1998, tetapi selama tahun 1999-2003 terlihat menurun tajam. Penurunan ini disebabkan oleh kenaikan harga sarana produksi dan upah tenaga kerja, sementara harga jual gabah yang diterima petani menunjukkan penurunan. Selama periode 1980-1984, usahatani jagung telah menciptakan pendapatan agregat rata-rata sebesar Rp 205,1 milyar, dan angka ini meningkat lebih dari tujuh kali lipat pada periode 1990-1996 menjadi Rp 1,7 trilyun. Selama masa dan pasca krisis ekonomi pendapatan agregat yang diperoleh terus meningkat, di mana pada tahun 2003 mencapai hampir Rp 8,2 trilyun. Kenaikan pendapatan agregat ini terjadi akibat kenaikan harga jagung di pasar domestik, yang selanjutnya mendorong peningkatan produksi.

Evaluasi Dampak Kebijakan Subsektor Hortikultura 1970 – 2003

Produksi

Perkembangan produksi pada periode sebelum krisis ekonomi (1970-1996), baik komoditas buah-buahan maupun sayuran cenderung mengalami

(6)

peningkatan. Peningkatan ini disebabkan oleh penerapan teknologi peningkatan luas areal tanaman. Pada periode krisis ekonomi (1997-1999), terdapat beberapa komoditas seperti alpukat, mangga, jeruk dan nenas mengalami penurunan produksi, karena penurunan kemampuan petani dalam membiayai modal usahataninya dan kemarau panjang tahun 1997/98. Produksi pada periode tersebut juga menurun. Pada kurun waktu selanjutnya (2000-2002), produksi semua buah-buahan seperti alpokat, mangga, jeruk, pepaya, nenas dan tomat produksinya tetap menunjukkan peningkatan yang disebabkan peningkatan areal panen dan kondisi perekonomian nasional mulai membaik.

Pendapatan Petani

Secara umum dapat disimpulkan bahwa pada saat sebelum krisis ekonomi hingga tahun 1996, pendapatan bersih usahatani buah dan sayuran cenderung terus meningkat. Pada periode ini harga input pupuk masih murah mengingat subsidi pupuk yang masih berlaku. Bila dilihat rasio harga output terhadap input, komoditas alpokat, jeruk dan bawang merah relatif paling besar namun nilainya berfluktuatif. Sedangkan untuk komoditas lainnya relatif kecil namun relatif stabil. Pada periode krisis ekonomi (1997-1999), kecenderungan pendapatan usahatani hortikultura terus meningkat terutama dari tahun 1997-1998. Hal ini disebabkan karena kenaikan harga output komoditas, sementara harga input pupuk stabil, sehingga rasio harga output per inputnya naik. Namun, mulai pertengahan tahun 1998 hingga tahun 1999, pendapatan usaha hortikultura mengalami penurunan mengingat kenaikan harga output juga diiringi oleh kenaikan harga input pupuk. Hal ini disebabkan, karena terjadinya krisis ekonomi dan pencabutan subsidi pupuk. Pasca recovery krisis ekonomi, pendapatan usahatani hortikultura mulai normal kembali.

Evaluasi Dampak Kebijakan Subsektor Perkebunan 1970 – 2003

Produksi

Laju pertumbuhan produksi kelapa sawit menurun pada periode krisis dan meningkat lagi setelah krisis. Selama periode 1970-2002 laju pertumbuhan produksi lebih tinggi dari laju pertumbuhan luas areal karena peningkatan produktivitas. Namun sebagian besar pertumbuhan produksi berasal dari pertambahan luas areal. Produksi karet mengalami laju pertumbuhan sangat rendah selama periode sebelum krisis, bertambah lambat pada periode krisis dan lebih lambat lagi pada pasca krisis. Penurunan produksi karet terutama disebabkan oleh penurunan luas areal. Laju pertumbuhan produksi kakao meningkat cepat selama periode sebelum krisis, menurun selama krisis, dan meningkat lagi pasca krisis. Selama periode 1970-2002 secara umum pertumbuhan produksi kopi positif dan melonjak pada periode krisis. Panen biji muda untuk mengejar harga kopi dalam negeri yang tinggi karena nilai tukar melemah menyebabkan produksi meningkat pada masa krisis. Pertumbuhan produksi kopi lebih dipengaruhi oleh pertumbuhan areal. Produksi teh mengalami laju pertumbuhan berfluktuasi selama

(7)

periode sebelum krisis dan menjadi negatif selama krisis, dan meningkat lagi setelah krisis. Laju pertumbuhan produksi gula cenderung turun sebelum krisis dan lebih terpuruk lagi selama krisis. Setelah krisis produksi meningkat lagi. Pertumbuhan produksi gula disebabkan oleh pertambahan areal, sedang produktivitas cenderung turun.

Kesempatan Kerja

Penyerapan tenaga kerja di subsektor perkebunan sangat dipengaruhi perluasan areal. Perkebunan kakao dan kelapa sawit menjadi tumpuan peningkatan penyerapan tenaga kerja, tetapi penyerapan tenaga kerja pada teh, kopi, karet dan tebu mengalami pertumbuhan sangat lambat. Kebijakan khusus pemerintah yaitu promosi ekspor untuk kelapa sawit, kakao, dan kopi, serta substitusi impor untuk gula. Kebijakan ekspor untuk kelapa sawit sangat dipengaruhi alokasi pasokan bahan baku untuk industri minyak goreng domestik. Pajak ekspor sawit untuk mengendalikan pasokan dalam negeri, termasuk kebijakan impor CPO. Campur tangan pemerintah dalam perdagangan kakao adalah penentuan rumus pembelian oleh PIR untuk kakao yang dihasilkan petani plasma. Pemerintah juga mewajibkan seluruh produk petani plasma dijual kepada PIRBUN.

Untuk mendorong produksi domestik pemerintah menetapkan harga dasar utuk gula dan provenue. Walaupun sempat dibebaskan selama beberapa tahun, tarif impor tetap diterapkan untuk menjaga harga gula domestik agar tidak anjlok. Dampak kebijakan tersebut bisa mengangkat harga gula tingkat petani tetapi harga di tingkat konsumen menjadi relatif mahal. Kebijakan peningkatan produksi gula dalam negeri semula didukung tingginya ratio harga dasar gula terhadap harga dasar gabah, selanjutnya ratio tersebut menurun yang menunjukkan bahwa padi sebagai pesaing tebu lebih mendapat prioritas. Kebijakan lain adalah stabilisasi harga gula domestik oleh pemerintah untuk mengurangi pengaruh fluktuasi harga dunia. Sementara itu kebijakan harga provenue tidak mampu mendorong perluasan areal tebu.

Evaluasi Dampak Kebijakan Subsektor Peternakan 1970 – 2003

Produksi Ayam Ras

Patut diakui bahwa Indonesia telah mencapai kecukupan telur dan daging ayam pada tahun 1995-2003. Keberhasilan ini berasal dari suatu fenomena kebijakan yang sangat menarik. Kebijakan pemerintah untuk subsektor peternakan sebenarnya bertujuan menciptakan kondisi yang kondusif bagi usaha budidaya ukuran rakyat sementara agroindustri baik hilir maupun hulu dikembangkan dengan skala komersil besar. Untuk mencapai sasaran itu pemerintah melakukan intervensi yang sangat kental, antara lain melarang sektor swasta memasuki bisnis budidaya. Namun, kebijakan demi kebijakan tidak berhasil bahkan yang terjadi adalah modal swasta yang semula dilarang mengambil alih budidaya peternakan ayam ras dalam ukuran skala besar. Sebab-sebab kegagalan itu adalah pembatasan skala usaha pada ukuran usaha yang tidak efisien dan menyebabkan penyempitan

(8)

pasar agroindustri terutama pakan, bibit dan RPA. Penyebab lain, pertumbuhan permintaan yang relatif besar telah memicu peledakan produksi melalui investasi swasta. Pemerintah akhirnya mengakui ketidakberhasilan melindungi usaha peternakan rakyat dan akhirnya melakukan pembebasan skala usaha (deregulasi). Penguasaan produksi oleh modal swasta telah menyebabkan pencapaian kecukupan telur dan daging ayam sampai sekarang.

Produksi Susu Segar

Kebijakan pemerintah dalam produksi susu segar terkait dengan kebijakan kelembagaan yakni pembentukan dan membangun koperasi. Pemerintah menggariskan bahwa sistem koperasi sesuai bagi bisnis skala rakyat. Atas dasar itu, kebijakan pengembangan koperasi bersifat topdown dan pembentukan anggota koperasi berdasarkan penunjukkan dan dibentuk dengan memberikan kredit sapi perah. Dengan demikian pengembangan peternakan sapi perah rakyat merupakan konsekuensi dari kebijakan pengembangan koperasi. Dengan kata lain pengembangan sistem koperasi lebih diutamakan dibandingkan pengembangan sapi perah. Kriteria keberhasilan pun ditentukan oleh kinerja koperasi bukan oleh kinerja peternakan rakyat.

Untuk menegakkan tujuan ini dibutuhkan berbagai kebijakan yang menyangkut koperasi, fasilitas kredit dan keuangan, monopoli impor sapi perah, penetapan skala usaha, monopoli bahan pakan, kebijakan perdagangan. Kebijakan penanaman modal asing dan sebagainya. Kebijakan-kebijakan ini telah menimbul-kan lembaga-lembaga pemasaran yang bersifat oligopsoni dan oligopoli. Hasilnya adalah hanya sekitar 10 persen koperasi yang dapat hidup layak dan dari 10 persen yang hidup layak ini mempunyai ribuan anggota peternak yang tidak mampu mengembangkan usahanya. Koperasi sebagai suatu unit bisnis selalu berusaha memaksimumkan keuntungannya dan mengabaikan pengembangan usaha rakyat. Hasil lain adalah peternakan rakyat tidak mampu berkembang karena cukup untuk membayar upah keluarga dan sekarang bahkan diancam tutup karena sapi-sapi yang dipelihara sudah tua.

Daging Sapi

Pemerintah tidak menerapkan kebijakan langsung mengatur usaha rakyat seperti yang dilakukan pada ayam ras dan sapi perah. Tetapi melaku-kan pembinaan secara langsung seperti antara lain menerapkan penggunaan inseminasi buatan pada ternak rakyat secara luas untuk tujuan meningkatkan populasi dan produktivitas. Pemerintah juga melaksanakan program-program usaha penggemukan bekerjasama dengan usaha rakyat. Pemerintah dalam masa 1970-2003 telah melakukan banyak program untuk pengembangan usaha rakyat namun hasilnya tidak sesuai dengan pertumbuhan konsumsi. Pertumbuhan populasi hanya 1,4 persen di daerah sentra produksi sedangkan pertumbuhan konsumsi mencapai 4,9 persen per tahun. Pada saat ini Indonesia mengalami defisit sekitar 600.000 ekor sapi potong konsumsi yang terpaksa diimpor dalam bentuk sapi bakalan, sapi potong, daging beku dan jeroan. Pada kenyataannya, industri penggemukan sapi

(9)

yang berkembang adalah usaha swasta tetapi dengan menggunakan sapi bakalan impor sedangkan penggemukan usaha rakyat tidak banyak mengalami perkembangan skala usaha.

TANTANGAN SEKTOR PERTANIAN

Indonesia menghadapi beberapa kelemahan internal antara lain sumberdaya kualitas manusia rendah, penguasaan ilmu dan pengetahuan yang masih kurang, kesuburan lahan pertanian yang semakin menurun, manajemen penggunaan air yang lemah, sistem kelembagaan petani yang rapuh, sistem agribisnis belum kompak dan belum terintegrasi, modal pertanian sangat kurang dan kalau tersedia sangat mahal, industri pembenihan untuk berbagai komoditas belum berkembang, sistem pemasaran tidak menjamin insentif yang layak bagi petani, manajemen pembangunan pertanian antara pusat dan daerah belum terkoordinasi dan prioritas kebijakan nasional yang belum berpihak pada pertanian. Penyebab inefisiensi agribisnis adalah lahan usaha sempit, terlalu banyak orang bekerja dalam jasa pemasaran sehingga biaya pemasaran tinggi, biaya modal yang dihadapi petani tinggi, manajemen petani berdasarkan pengalaman sendiri yang tidak berkembang, penggunaan benih yang tidak produktif, sikap nasionalisme bagi penyelenggara negara masih tertutup oleh sikap daerahisme, biaya penelitian yang sangat rendah sehingga penemuan teknologi tidak pernah tuntas, para petani enggan bekerjasama sehingga kelembagaan tidak berkembang, organisasi pemerintahan belum terpadu dan sering tidak efektif bagi pembangunan pertanian.

Masalah yang dihadapi dari sisi eksternal adalah ancaman dari luar negeri atau globalisasi dalam berbagai bentuk seperti perdagangan bebas dunia dan perdagangan gelap seperti penyelundupan dan impor barang legal dengan jenis barang yang dipalsukan. Perdagangan bebas yang diyakini dapat menciptakan kemakmuran dunia, ternyata menjadi media untuk menghancurkan yang lemah. Harga dunia yang dapat berfungsi sebagai media efisiensi penggunaan sumberdaya ternyata dapat dipermak sesuai keinginan negara yang kaya dan kuat melalui subsidi pada para petani. Indonesia tidak lagi mungkin menggunakan harga dunia sebagai menara bagi peningkatan daya saing. Penyelundupan hasil-hasil pertanian dari luar negeri terus berlangsung sebagai konsekuensi permintaan dalam negeri yang tinggi, harga dunia yang lebih rendah dan kelemahan aparat dalam menindak penyelundupan. Pada sisi lain, masih sering terjadi impor barang yang dipalsukan dengan barang lain, seperti impor bibit sapi, tetapi sebenarnya yang diimpor sapi bakalan.

Untuk menghalangi kelemahan-kelemahan ini, Indonesia memang harus berjuang supaya perdagangan dapat berjalan dengan adil. Perjuangan ini akan berat mengingat negara-negara maju tidak mundur dari kebijakan pertanian di daerahnya. Negara-negara maju mempunyai prinsip bahwa hasil pertanian atau pangan merupakan kebutuhan hayati yang tidak dapat digantikan oleh produk

(10)

industri. Produksi pangan merupakan kunci kekuatan sebuah negara oleh karena itu subsidi pertanian merupakan suatu hal yang layak dan perlu sangat diprioritaskan berapa besar biayanya. Indonesia juga harus meyakni hal yang sama. Kebijakan pertanian terutama subsidi pada petani akan dapat menjamin insentif petani untuk berproduksi dan merubah sistem pertanian. Jika petani mendapat jaminan subsidi, mereka akan lebih digerakkan kepada kemajuan. Jika pasar bebas dunia masih berlangsung tidak adil seperti yang ada sekarang maka Indonesia melakukan kerjasama secara intensif dengan berbagai negara lain. Kerjasama ini akan dapat membantu kebuntuan globalisasi pasar bebas.

PELUANG SEKTOR PERTANIAN

Peluang pembangunan pertanian merupakan perpaduan antara kekuatan internal (strengths) dan berbagai kemungkinan (possibility) untuk mengatasi kelemahan internal, mengatasi ancaman eksternal dan memanfaatkan perkembangan lingkungan strategis. Peluang yang dihadapi Indonesia adalah keunggulan komparatif dalam bentuk kekayaan sumberdaya alam dan air, aneka ragam komoditas dan iklim yang mendukung, hanya perlu sentuhan manajemen dan teknologi untuk mencapai keunggulan kompetitif. Pengembangan sektor pertanian dapat menjadi fundamen pembangunan nasional untuk meraih peluang-peluang lain yang lebih besar seperti pengembangan ilmu pengetahuan dan pembangunan industri. Sangatlah beralasan jika pertanian dijadikan sektor andalan dalam pembangunan nasional.

Peluang lain yang dimiliki Indonesia adalah permintaan yang besar dalam negeri yakni jumlah penduduk sekitar 200 juta orang. Kebangkitan perekonomian nasional akan memacu permintaan akan komoditas pertanian. Kebangkitan sektor riil di dalam negeri akan meningkatkan permintaan bahan baku hasil pertanian bagi agroindustri di dalam negeri. Meningkatnya pendapatan negara akan memperbesar ketersediaan dana pembangunan prasarana (irigasi, jalan, jembatan, listrik, komunikasi, dan lain-lain) dan sarana yang akan memacu pertumbuhan produksi pertanian dan ekonomi nasional. Peluang permintaan adalah permintaan internasional.

RANCANGAN PEMBANGUNAN PERTANIAN 2005 – 2020 Visi dan Sosok Pertanian 2020

Visi pembangunan pertanian jangka panjang adalah sebuah pertanian yang mempunyai karakteristik industri agribisnis yang berpihak pada petani dan mempunyai sifat kemandirian yang tinggi dan senantiasa mengalami pertumbuhan dengan mempertahankan sumberdaya alam secara lestari, berkelanjutan dan berkeadilan. Sosok pertanian 2020 suatu pandangan yang sangat abstrak tetapi

(11)

mempunyai visi yang jelas. Sosok pertanian masa depan dapat didekati dengan mendisain sosok pertanian yang diinginkan dan kemudian merumuskan kebijakan yang diperlukan. Pemerintah juga dapat mulai dari pendalaman peluang dan tantangan yang dihadapi dan dengan kelemahan dan kekuatan tersebut dapat disain sosok pertanian yang bagaimana yang akan dapat dicapai. Makalah ini berangkat dari pilihan kedua. Itu berarti sosok pertanian 2020 tidak akan digambarkan sebagai suatu target tetapi lebih ditekankan pada bahwa pembangunan pertanian harus mampu menyelesaikan masalah-masalah berat yang sedang dihadapi pemerintah seperti ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan dan tingkat pendapatan. Untuk itu, ada beberapa kondisi dan ciri yang harus dimiliki oleh pertanian jangka panjang yakni:

Pertama, Pertanian, Sektor Andalan. Salah satu ciri sosok pertanian masa depan adalah keberhasilan memposisikan sektor pertanian sebagai sektor andalan dalam perekonomian nasional. Pembangunan pertanian selama ini tidak mendapat posisi yang baik dalam kebijakan ekonomi makro dan rancangan pembangunan ekonomi nasional. Memposisikan pertanian sebagai sektor andalan akan efektif menyelesaikan banyak masalah nasional seperti kemandirian pertanian, penyediaan lapangan kerja, pengentasan kemiskinan dan penyediaan pangan. Peran ini telah dibuktikan oleh kejadian krisis ekonomi yang telah membuat banyak sektor tidak berdaya tetapi sektor pertanian tetap bangkit. Bahkan tercatat tahun 2003 sektor pertanian yang pertama bangkit setelah krisis ekonomi 1997.

Kedua, Diversifikasi Komoditas. Masa lalu program dan kebijakan pemerintah fokus sangat kental pada beras, melalaikan komoditas lain. Pengalaman telah memperlihatkan bahwa ketergantungan nasional pada satu komoditas telah memaksa pemerintah untuk mengarahkan ketahanan pangan fokus pada komoditas beras sehingga menimbulkan budaya makan beras yang meluas di kalangan masyarakat. Sebagai akibatnya produksi beras harus ditingkatkan dan cukup sesuai dengan jumlah penduduk yang jumlahnya semakin besar sementara kemampuan terbatas. Salah satu cara mengatasi hal ini adalah membangun pertanian dengan mengembangkan banyak komoditas pangan.

Ketiga, Skala menengah dan skala komersial. Dalam banyak komoditas, produksi nasional (70% – 90%) sangat tergantung pada usaha rakyat yang pada umumnya tidak efisien. Pengalaman telah memperlihatkan bahwa mengembang-kan usaha rakyat membutuhmengembang-kan biaya yang besar, membutuhmengembang-kan lebih banyak kebijakan antara sektor dan subsektor dan menimbulkan lebih banyak gejolak sosial dan pada akhirnya tidak pernah berhasil. Pada masa depan kebijakan pemerintah harus mendorong pengembangan usaha skala menengah dan skala komersial yang selama ini kurang mendapat perhatian. Pada tahun 2020 diharapkan produksi pertanian nasional ditopang oleh 40 persen usaha rakyat, 40 persen skala menengah dan 20 persen skala komersial. Sosok semacam ini telah memenuhi azas pemerataan dan kerakyatan.

Keempat, Hemat dan Optimal. Hemat dan optimal mengisyaratkan penggunaan sumberdaya yang efisien dan dengan memanfaatkan fungsi atau

(12)

kombinasi fungsi terbaik dari sumberdaya. Sumberdaya seperti lahan dipercayai tersedia secara terbatas tetapi fungsi lahan tidak terbatas. Ketidak terbatasan fungsi sumberdaya memaksa pengelola atau penguasa menjadi makhluk yang cerdas supaya bisa mendalami dan mengembangkan fungsi yang masih terpendam dari suatu sumberdaya. Hemat dan optimal juga mengisyaratkan penggunaan sumberdaya dengan wawasan lingkungan dan pertumbuhan yang berkelanjutan.

Misi Pembangunan Pertanian

Misi Pembangunan pertanian dapat dibagi atas dua sasaran pencapaian yakni misi besar (misi utama) terdiri atas tiga sasaran yakni: (1) Memantapkan Ketahanan Pangan; (2) Menurunkan Angka Kemiskinan; dan (3) Meningkatkan Pendapatan Petani. Ketiga misi besar ini merupakan misi jangka panjang yang tidak dibatasi oleh horison waktu karena misi besar ini selalu harus diperjuangkan dari waktu ke waktu karena jumlah manusia yang terus bertambah. Jika ketiga sasaran itu telah dicapai maka misi pertanian selanjutnya mungkin akan berbeda. Dalam tahap menjelang pencapaian misi besar maka ada misi antara yang dapat saja dekat dengan misi besar yakni: (1) Memacu pertumbuhan PDB pertanian; (2) Kecukupan pangan; (3) Meningkatkan pendapatan petani; (4) Meningkatkan kesempatan kerja; (5) Mengentaskan kemiskinan; dan (6) Peningkatan perolehan devisa.

Misi pembangunan pertanian di atas harus mempunyai hubungan yang erat dengan ekonomi makro, sehingga kebijakan ekonomi makro dapat digunakan untuk menggerakkan dan mengembangkan pembangunan pertanian. Dengan demikian pencapaian misi pembangunan pertanian harus memberikan dampak positif pada ekonomi makro dalam hal ini pembangunan ekonomi nasional yakni: (1) Memacu secara efektif pertumbuhan nasional; (2) Mengekang inflasi; (3) Akumulasi devisa; dan (4) Memacu pertumbuhan PDB.

Sasaran Operasional

Penyusunan Sasaran Operasional Sektor Pertanian terutama difokuskan pada pertumbuhan PDB pertanian dengan mempertimbangkan visi dan misi sebagaimana telah diungkapkan di atas. Rancangan pembangunan pertanian ini direncanakan untuk diberlakukan pada periode tahun 2005 – 2020. Penurunan angka-angka proyeksi berpijak pada tingkat pertumbuhan PDB masa keemasan sektor pertanian dalam periode 1971 – 1991 yakni masing-masing subsektor tanaman pangan 2,5 persen, hortikultura 5 persen, perkebunan 6 persen dan peternakan 6 persen per tahun. Sehingga angka-angka proyeksi tersebut cukup optimis. Dasar pemikiran adalah bahwa dalam masa 15 tahun ke depan, pencapaian tingkat pertumbuhan yang setingkat dengan tingkat pertumbuhan masa keemasan sudah sangat baik.

Perhitungan proyeksi sasaran dilakukan untuk mencapai keenam tujuan pembangunan yakni PDB pertanian, kesempatan kerja, produksi pangan,

(13)

pengentasan kemiskinan, pendapatan petani dan proyeksi devisa. Perhitungan dilakukan per sektor, per subsektor dan menurut komoditas unggulan. Dengan demikian, proyeksi ini telah mencakup komoditas, subsektor dan sektor. Perhitungan proyeksi telah mempertimbangkan sumberdaya dan keterbatasan yang ada. Pada tingkat subsektor juga dilakukan proyeksi kebutuhan luas lahan pertanian untuk komoditas unggulan dan kebutuhan investasi.

Secara umum pencapaian sasaran sebagai berikut:

a. Pendapatan angkatan kerja pertanian pada tahun 2010 adalah antara Rp 6,5 sampai Rp 13,8 juta per tahun.

b. Kemiskinan yang saat ini sebesar 4,4 persen diharapkan turun menjadi 8,7 persen pada tahun 2010.

c. Penyerapan tenaga kerja pertanian yang saat ini dperkirakan sebesar 39 juta meningkat menjadi 51 juta orang pada tahun 2010.

d. Ketahanan pangan secara rinci disampaikan pada pointer 40.

Tahapan Pembangunan 2005- 2020

Tahap I, merupakan pencapaian sasaran Jangka Pendek 2005-2010. Rincian pencapaian sasaran adalah sebagai berikut:

a. Swasembada beras dan jagung tahun 2008. Swasembada kedelai di atas kertas tidak dapat dicapai dalam 15 tahun mendatang kecuali dengan perbaikan teknologi.

b. Kecukupan telur, daging ayam, dan daging sapi tahun 2010. Pengertian kecukupan di sini adalah bahwa produksi dilakukan di dalam negeri tetapi penggunaan teknologi 50 persen impor untuk ayam ras dan 30 persen impor untuk sapi potong. Pencapaian swasembada telur dan daging berdasarkan kemandirian akan membutuhkan waktu jangka panjang dan itu hanya mungkin jika pemerintah mendorong pembibitan dalam negeri.

Tahap II, merupakan pencapaian sasaran Jangka Menengah 2010 – 2015 Rincian pencapaian sasaran adalah sebagai berikut:

a. Pemacuan ekspor unggulan perkebunan. b. Swasembada gula.

Tahap III, merupakan pencapaian sasaran Jangka Panjang 2010 – 2015 Rincian pencapaian sasaran adalah sebagai berikut:

a. Pemacuan ekspor peternakan telur, daging ayam dan daging sapi b. Pemacuan ekspor berbagai komoditas hortikultura (buah-buahan).

Jenis buah-buahan yang dimaksud dibahas dalam subsektor.

Strategi dan Program Pembangunan Pertanian

Untuk mencapai visi, misi dan sasaran pembangunan pertanian di atas perlu diperjuangkan sekuat-kukatnya supaya sektor pertanian dapat ditetapkan

(14)

oleh MPR sebagai sektor andalan dalam pembangunan ekonomi nasional. Jika disetujui maka sektor pertanian akan mendapat porsi APBN yang jauh lebih baik. Pencapaian persepsi secara sosial ekonomi dan politik akan lebih cepat dan pembangunan secara keseluruhan dapat dirancang secara konsisten. Memposisi-kan pertanian sebagai sektor andalan adalah untuk mempermudah dan memperce-pat pencapaian sasaran utama pembangunan nasional antara lain ketahanan pangan, pengentasan kemiskinan, kesempatan kerja produktif, pengumpulan devisa dan memperkokoh perekonomian.

Strategi kedua adalah memanfaatkan sarana komunikasi yang luas mencakup seluruh pelosok untuk menegakkan persepsi yang sama tentang visi, misi, dan sasaran pembangunan pertanian. Kesamaan persepsi, akan mendorong pembentukan kelembagaan yang berfungsi menegakkan efisiensi manajemen pembangunan pertanian dan menekan biaya-biaya overhead yang tidak perlu. Manajemen kebijakan pertanian antara pusat dan daerah harus sejalan tidak bertentangan sekalipun tetap menjaga hak-hak otonom suatu wilayah.

Strategi ketiga adalah melaksanakan pembangunan pertanian berdasarkan pendekatan agribisnis. Indonesia yang mempunyai potensi yang besar di sektor pertanian dan memiliki keunggulan komparatif, industrialisasi pertanian hendaknya bersifat resource based atau agro based. Beberapa prinsip pembangunan melalui pengembangan agribisnis adalah sebagai berikut: (1) agribisnis merupakan suatu sistem yang saling terkait dari kegiatan pra panen, panen, pasca panen, dan pemasaran; (2) berorientasi pasar, menempatkan pendekatan supply-demand sebagai pertimbangan utama; (3) menerapkan konsep pembangunan yang berkesinambungan; (4) keterkaitan sistem produksi dan pendukung perlu dijaga dan diseimbangkan, seperti: (a) penyediaan input produksi (benih, pupuk, pestisida, tenaga kerja), (b) kredit perbankan, (c) unit-unit industri pengolahan, (d) lembaga pemasaran, dan (e) lembaga penelitian dan pengemba-ngan untuk menciptakan dan mengembangkan teknologi usahatani yang mutakhir; (5) dukungan sistem informasi, adanya data yang akurat dan mudah didapat setiap waktu mengenai produksi, permintaan dan harga.

Rumusan Pokok-Pokok Kebijakan dan Program 2005 – 2020

Kebijakan-kebijakan yang dibutuhkan secara operasional bertujuan menciptakan iklim yang kondusif bagi pembangunan agribisnis secara keseluruhan melalui instrumen ekonomi makro seperti kebijakan moneter. Kebijakan ekonomi makro yang diperlukan di sini adalah upaya menciptakan iklim ekonomi yang kondusif bagi pembangunan agribisnis secara keseluruhan. Kebijakan dilakukan melalui instrumen makro ekonomi, baik moneter maupun fiskal. Instrumen moneter seperti suku bunga, uang beredar dan nilai tukar. Perlakuan kredit khusus bagi investasi dan atau modal kerja unit usaha yang bergerak dalam bidang agribisnis. Dalam hal pembelanjaan anggaran pembangunan (investasi pemerintah) harus memberikan bobot yang lebih besar

(15)

terhadap pembangunan sektor riil yang terkait langsung dengan pembangunan sistem dan usaha agribisnis seperti jalan, pelabuhan, irigasi dan pada investasi pembinaan kelembagaan lokal dan penyuluhan.

Kebijakan pembangunan sektor industri seyogyanya ditujukan untuk menjadikan sektor industri sebagai tulang punggung kegiatan sistem agribisnis dan usaha-usaha agribisnis, khususnya untuk memperkuat bagian hulu dan hilir dari sistem agribisnis. Dalam kaitan ini, pembangunan sektor industri harus lebih diarahkan untuk pengembangan agroindustri yang menunjang pengembangan komoditas pertanian andalan sebagian besar petani dan mampu memenuhi standar mutu permintaan pasar. Kebijakan untuk memfokuskan pilihan pembangunan sektor industri terhadap agroindustri merupakan kebijakan mendasar yang mem-butuhkan kearifan dari para penentu kebijakan demi sinkronisasi pembangunan secara nasional.

Untuk mentransformasi keunggulan komparatif menjadi keunggulan bersaing, pembangunan sistem agribisnis ke depan (di samping mengembangkan berbagai komoditas yang memiliki keunggulan komparatif) perlu didorong untuk mempercepat pendalaman (deepening) struktur industri, baik ke hilir (down stream) maupun ke hulu (up stream). Karakteristik khusus produk pertanian primer yang berbeda dari produk non pertanian adalah sifatnya yang mudah rusak (perishable), beragam kualitas dan kuantitas (variability), bulky, dengan risiko fluktuasi harga yang cukup tinggi. Untuk meningkatkan daya saing produk-produk pertanian dengan sifat-sifat di atas, diperlukan pengembangan industri hilir maupun hulunya. Lebih jauh lagi, pendalaman struktur industri agribisnis dimaksudkan untuk memperkuat daya saing. Jika hanya mengandalkan komoditas pertanian primer, Indonesia akan cenderung senantiasa berperan sebagai penerima harga (price taker) dalam pasar internasional.

Masa mendatang sudah seharusnya kebijakan pemberdayaan lahan pertanian diutamakan pada lahan kering. Beberapa permasalahan yang dihadapi dalam pemberdayaan lahan kering adalah kualitas lahan rendah, keterbatasan infrastruktur ekonomi dan transportasi, keterbatasan akses petani terhadap teknologi pertanian, variabilitas produksi pertanian lahan kering relatif tinggi, masalah topografi lahan dan fungsi lingkungan lahan kering, masalah konservasi tanah dan air dan keterbatasan lembaga keuangan desa. Atas dasar itu, perlu dipertimbangkan kembali bagaimana manajemen infrastruktur yang sudah ada apakah kembali ke pemerintah pusat atau diserahkan sepenuhnya kepada daerah termasuk dana perawatannya.

Kebijakan ke depan perlu dibangun prasarana yang dibutuhkan dalam membangun pertanian seperti jalan-jalan di pedesaan, waduk, dam, jaringan irigasi, prasarana komunikasi, transportasi, listrik, pelabuhan untuk memperlancar arus perdagangan. Pembangunan infrastruktur di pedesaan harus sejalan dengan pembangunan pertanian, dengan kata lain Departemen Pertanian harus mempunyai peran aktif dalam menentukan pembangunan infrastruktur. Pada masa lalu, Departemen Pertanian mempunyai keterlibatan yang kecil dalam masalah ini.

Referensi

Dokumen terkait

Layanan penempatan dan penyaluran di SMA Negeri 1 Klaten diberikan lewat bantuan yang diberikan guru BK terhadap siswa dalam memilih jurusan dan kegiatan ekstrakurikuler,

pergunakan saat itu adalah sebesar 7 jutaan, namun ia mendapatkan dan mempergunakannya tidak dengan sekaligus, tetapi secara bertahap. Sambil menjalankan usahanya tersebut ternyata

- Pencatatan hasil bimbingan ditulis pada lembar kerja untuk setiap peserta didik ( Biasanya disiapkan oleh pihak pendidikan, dan kalau tidak disiapkan maka CE harus menyiapkan

Apabila indikator-indikator pengawasan telah dilaksanakan dengan baik maka akan menghasilkan suatu kinerja yang berkualitas, dimana kinerja pegawai akan terlihat dari

Berdasarkan hasil dan pembahasan yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat diperoleh bahwa hasil identifikasi dari pemahaman peserta didik tentang materi makanan dan

Adanya program pengabdian melalui IGTF 2020 berdampak terhadap beberapa hal, yaitu: 1) Mengenalkan dan mengembangkan potensi daun mint menjadi produk yang lebih beragam dan

Variabel motivasi belajar akan diukur dengan skala berdasarkan teori dari Anderson dan Faust (dalam Prayitno, 1999). Semakin tinggi skor yang diperoleh maka motivasi belajar

Disamping hologram ada stiker hitam yang kalau dikerok akan muncul angka yang bisa di cek validitas (keasliannya) di website resmi nokia. Dan yang palsu hologramnya