• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

2.1Kebisingan

2.1.1 Definisi,KarakteristikdanSumberKebisingan

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran. Nilai Ambang batas kebisingan adalah 85 dB untuk 8 jam kerja perhari dan 40 jam selama seminggu masih dapat diterima pekerja tanpa mengakibatkan penurunan kesehatan. Selain itu, untuk setiap bunyi yang ditimbulkan baik bersifat kontinyu, impulsive maupun intermittent tidak boleh melebihi batas 140 dB (Ceiling point). Apabila melebihi batas itu akan menimbulkan risiko kesehatan bagi pekerja seperti kehilangan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss) atau NIHL. (Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011).

(2)

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Tingkat Kebisingan Berdasarkan Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan

N0. Peruntukan kawasan/Lingkungan kegiatan Tingkat Kebisingan dB

a. Peruntukan kawasan

Perumahan dan pemukiman Perdagangan dan jasa

Perkantoran dan perdagangan Ruang terbuka hijau

Industri

Pemerintahan dan fasilitas umum Rekreasi

Bandara dan stasiun

Pelabuhan laut dan cagar budaya

55 70 65 50 70 60 70 70 60 b. Lingkungan kegiatan

Rumah sakit atau sejenisnya Sekolah atau sejenisnya Tempat ibadah atau sejenisnya

55 55 55 (Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011)

(3)

Tabel 2.2. Nilai Ambang Batas Kebisingan yang Diizinkan dalam Waktu Pemajanan Perhari

Waktu Pemaparan Waktu Intensitas Kebisingan dB

8 4 2 1 30 15 7.5 3.75 1.88 0.94 28.12 14.06 7.03 3.52 1.76 0.88 0.44 0.22 0.11 Jam Jam Jam Jam Menit Menit Menit Menit Menit Menit Detik Detik Detik Detik Detik Detik Detik Detik Detik 85 88 91 94 97 100 103 106 109 112 115 118 121 124 127 130 133 136 139

(Sumber : Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011)

(4)

Menurut Anies (2014), di tempat kerja, sangat potensial untuk menciptakan serta menambah keparahan tingkat kebisingan, misalnya:

 Mengopersikan mesin-mesin yang menimbulkan suara “ribut” karena kondisi mesin yang sudah tua dan tidak terawat dengan baik.

 Sistem perawatan dan perbaikan mesin-mesin produksi yang sekadarnya, asal dapat berjalan.

 Sering mengoperasikan mesin-mesin kerja pada kapasitas cukup tinggi dalam periode operasi cukup panjang.

 Melakukan modifikasi atau komponen-komponen mesin secara parsial, termasuk menggunakan komponen mesin tiruan.

 Pemasangan dan pelekatan komponen-komponen mesin secara tidak tepat, terutama pada bagian penghubung antara modul mesin (bad connection).

 Penggunaan alat-alat yang kurang sesuai dengan fungsinya, misalnya penggunaan palu (hammer) atau alat pemukul sebagai alat pembengkok benda-benda metal atau alat bantu pembuka baut.

2.1.2 KondisiKebisingandiIndonesia

Menurut informasi Commercial Tender Sultan Hasanuddin International Airport Makassar, data trafik penumpang domestik Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama 5 tahun (2008-2013) sebesar 15%, sama halnya dengan penumpang internasional Bandara Internasional Sultan Hasanuddin Makassar yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama 5 tahun (2008-2013) sebesar 23%. Hal ini menunjukan bahwa jumlah penumpang akan berbanding

(5)

lurus dengan jumlah penerbangan yang dari tahun ke tahun semakin meningkat.Bertambahnya jumlah penerbangan Bandara Sultan Hasanuddin dikhawatirkan akan menimbulkan masalah lingkungan, salah satunya yaitu peningkatan emisi suara (kebisingan) terhadap orang-orang yang berada di sekitar bandara.

Suara bising yang ditimbulkan akibat kegiatan penerbangan pada saat landing maupun take off serta saat bergerak menuju apron akan menimbulkan suara bising yang menganggu dan berdampak terhadap masyarakat yang tinggal di permukiman sekitar bandara, maka perlu dilakukan identifikasi masalah kebisingan dan mengetahui tingkat kebisingan di kawasan bandara agar upaya pengendalian kebisingan di lingkungan bandara lebih efektif.Pada tahun 2014, jumlah pesawat mengalami peningkatan dari 221 menjadi 232, maka tingkat kebisingan juga meningkat dari 64 dB menjadi 66 dB. Kemudian jumlah pesawat menurun pada semester I 2015 menjadi 229 , maka tingkat kebisingan pun menurun menjadi 61.4 dB. Faktor jumlah penumpang juga mengalami hal yang sama, semakin meningkat jumlah penumpang, maka makin meningkat pula tingkat kebisingan. Pada tahun 2014, jumlah penumpang mengalami peningkatan dari 2299 menjadi 2477, maka tingkat kebisingan juga meningkat dari 64 dB menjadi 66 dB (Sumarni, 2015).

Berdasarkan data RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2013 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, pada usia ≥ 5 tahun didapatkan prevalensi gangguan pendengaran usia 5 – 14 tahun dan 15

(6)

– 24 tahun mengalami gangguan pendengaran masing – masing 0,8% serta prevalensi ketulian pada usia yang sama yaitu masing – masing 0,04%. Berdasarkan provinsi, prevalensi gangguan pendengaran tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (3,7%), Sulawesi utara (2,4%) dan terendah di Banten (1,6%).

2.1.3 BerbagaiPenyakityangDiakibatkanolehKebisingan

Tekanan darah juga merupakan salah satu penyakit yang secara tidak langsung disebabkan oleh kebisingan. Tekanan darah menjadi naik, denyut jantung meningkat, dan mudah terengah-engah saat bekerja di tempat yang bising. Salah satu penelitian di Cina mengemukakan bahwa rata-rata ambang pendengaran yang melebihi 15 dB pada 4 kHz sampai 6 kHz dengan periode masa kerja lebih dari 5 tahun mempengaruhi peningkatan tekanan darah (Chang, 2011).

Hasil penelitian Chang (2011) menyatakan sebanyak 274 orang pada kelompok rendah gangguan pendengaran (kurang daru 15 dB pada rentang 4 kHz – 6 kHz) rata-rata tekanan darah sistolik mencapai 123,2 dengan standar deviasi 11.6 mmHg dan tekanan darah diastolik mencapai 82,1 dengan standar deviasi sekitar 8,8 mmHg. Pada kelompok gangguan pendengaran tingkat tengah sebanyak 302 orang (≥ 15 dB dan < 30 dB pada rentang 4 kHz – 6 kHz ) tekanan darah sistolik mencapai 122,7 dengan standar deviasi sekitar 12,4 mmHg dan tekanan darah diastolik mencapai 82,9 dengan standar deviasi 8,8 mmHg.

(7)

Sedangkan untuk kelompok tinggi sebanyak 214 orang (≥ 30 dB pada rentang 4 kHz – 6 kHz) tekanan darah sistolik mencapai 122,9 dengan standar deviasi 12,7 mmHg dan tekanan darah diastolik mencapai 83,0 dengan standar deviasi 9,1 mmHg (Chang, 2011).

2.2GangguanPendengaran

2.2.1DefinisidanKarakteristikGangguanPendengaran

Menurut Tjan dkk (2013), mengatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara gangguan pendengaran dengan intensitas kebisingan sedangkan Amalia dkk (2012), mengatakan bahwa terdapat pengaruh antara intensitas bising terhadap derajat gangguan pendengaran dan juga terdapat pengaruh antara lama tinggal terhadap derajat gangguan pendengaran.

Suara bising adalah suatu hal yang dihindari oleh siapa pun, lebih-lebih dalam melaksanakan suatu pekerjaan, karena konsentrasi pekerja akan dapat terganggu sehingga maka pekerjaan yang dilakukan akan banyak timbul kesalahan ataupun kerusakan sehingga akan menimbulkan kerugian (Anizar, 2012).

Menurut Setyanto dkk (2011), dalam penelitiannya menyatakan bahwa faktor tingkat kebisingan memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap waktu penyelesaian pekerjaan. Paparan kebisingan yang tinggi dapat mempengaruhi nilai ambang dengar seseorang. Menurut Haurisa dkk (2013), dalam penelitiannya mengatakan bahwa siswa dengan paparan bising 100–105 dB, terdapat pengaruh paparan bising terhadap ambang pendengaran.

(8)

2.2.2 Kondisi Gangguan Pendengaran di Internasional, Regional, Nasional, Lokal

Pada februari 2015, WHO menyatakan bahwa sekitar 1,1 miliar anak- anak remaja dan orang dewasa muda berisiko mengalami gangguan pendengaran karena tidak amannya penggunaan perangkat audio pribadi, termasuk penggunaan handphone, dan terpapar tingkat suara bising yang merusak seperti di tempat hiburan yang bising, contoh : klub malam, bar dan acara olahraga, menurut WHO. Gangguan pendengaran berpotensi menimbulkan konsekuensi buruk bagi kesehatan, pendidikan dan pekerjaan fisik dan mental.

Data dari penelitian di negara-negara berpenghasilan menengah dan tinggi yang dianalisis oleh WHO menunjukkan bahwa di kalangan remaja dan dewasa muda berusia 12-35 tahun, hampir 50% terkena tingkat suara yang tidak aman dari penggunaan perangkat audio pribadi. dan sekitar 40% terjadi penurunan tingkat pendengaran akbiat dari suara bising tempat hiburan malam. Tingkat kebisingan yang tidak aman di misalkan : terpapar lebih dari 85 desibel (dB) selama delapan jam atau 100dB selama 15 menit.

WHO tahun 2015 mengatakan bahwa lebih dari 5% populasi dunia kurang lebih 360 juta orang, telah terkena gangguan pendengaran (328 juta orang dewasa dan 32 juta anak-anak). Penurunan kualitas pendengaran mengacu pada gangguan pendengaran yang lebih besar dari 40 desibel (dB) pada telinga pendengaran untuk orang dewasa dan gangguan pendengaran yang lebih besar dari 30 dB pada

(9)

telinga puntuk anak-anak. Mayoritas penderita gangguan pendengaran tinggal di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Sekitar sepertiga orang berusia di atas 65 tahun terkena dampak dengan menonaktifkan gangguan pendengaran. Prevalensi pada kelompok usia ini paling banyak terjadi di Asia Selatan, Asia Pasifik dan sub-Sahara Afrika..

Berdasarkan data RISKESDAS (Riset Kesehatan Dasar) 2013 Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, pada usia ≥ 5 tahun didapatkan prevalensi gangguan pendengaran usia 5 – 14 tahun dan 15 – 24 tahun mengalami gangguan pendengaran masing – masing 0,8% serta prevalensi ketulian pada usia yang sama yaitu masing – masing 0,04%. Berdasarkan provinsi, prevalensi gangguan pendengaran tertinggi terdapat di Nusa Tenggara Timur (3,7%), Sulawesi utara (2,4%) dan terendah di Banten (1,6%).

2.2.3 BerbagaiPajananPenyebabPenyakitGangguanPendengaran Penyebab gangguan pendengaran dan tuli dapat dibagi menjadi dua, yaitu penyebab bawaan dan penyebab yang di dapati semasa hidup. (WHO, 2017)

1. Penyebab bawaan

Penyebab kongenital dapat menyebabkan gangguan pendengaran yang hadir atau diperoleh akibat penyakit dari lahir. Gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh faktor genetik yang turun-temurun atau komplikasi tertentu selama kehamilan dan persalin, termasuk:

(10)

infeksi tertentu selama kehamilan, berat lahir rendah, Kelahiran asphyxia (kurangnya oksigen pada waktu kelahiran), penggunaan yang tidak tepat dari obat-obatan tertentu selama kehamilan, seperti aminoglycosides, obat-obatan sitotoksik, obat antimalaria dan diuretic. Atau penyakit kuning pada periode setelah melahirkan yang dapat merusak saraf pendengaran pada bayi.

2. Gangguan pendengaran akibat penyakit atau aktifitas

Gangguan pendengaran akibat penyakit atau aktifitas bisa terjadi pada siapapun, seperti:

penyakit menular termasuk meningitis, campak dan gondok. infeksi telinga kronis.

Adanya penyakit cairan di telinga (otitis media). penggunaan obat-obatan tertentu, seperti yang digunakan dalam pengobat-obatan infeksi neonatal, malaria, dan kanker. cedera kepala atau telinga.

kebisingan yang berlebihan, termasuk pekerjaan kebisingan seperti yang dari mesin dan ledakan;

penurunan pendengaran akibat terpapar suara keras seperti dari penggunaan perangkat pribadi audio pada volume tinggi dan untuk waktu yang lama. Suara bising dari suatu konser musik, acara olahraga. penuaan, terutama akibat degenerasi sensorik sel dan

benda asing yang memblokir saluran telinga.

2.2.4 KejadianHubunganTingkatKebisingandanGangguan Pendengaran

(11)

kasus gangguan pendengaran akibat kebisingan di Korea selama 18 tahun sampai tahun 2007. Dari laporan tersebut didapatkan penurunan data kasus gangguan pendengaran dari paling tinggi sebanyak 311 (23,4%) kasus pada tahun 1992 sampai 237 (2,1%) kasus pada tahun 2007. Tingkat kebisingan dari tahun 2002-2005 di lingkungan kerja memperlihatkan sedikitnya perubahan penilaian pajanan kebisingan yang melebihi ambang batas. Di India dilakukan penelitian tentang hubungan gangguan pendengaran dengan frekuensi yang dikomparasi antara frekuensi berbicara dan frekuensi 4000 Hz.

Frekuensi berbicara merupakan istilah yang mewakili kemampuan mendengar manusia dengan nilai ambang antara 500 Hz, 1000 Hz dan 2000 Hz. Hasil penelitian menyebutkan bahwa dari 50 pekerja yang terpajan kebisingan terdapat 80% pekerja mengalami kehilangan pendengaran pada frekuensi kurang dari 4000 Hz (speech frequency) (Tekriwal, 2011).

2.3 Penelitian Sebelumnya

Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu NO

.

PENULIS JUDUL HASIL

1 Liqong guo, environmental research volume 153, February 2017 pages 73-82 Efek paparan kebisingan lingkungan pada metilasi DNA di otak dan kesehatan metabolik tubuh.

Menemukan bahwa paparan kebisingan lingkungan dikaitkan dengan perubahan metilasi DNA spesifik gen di wilayah otak tertentu.

Perubahan dalam metilasi DNA secara signifikan dikaitkan dengan perubahan berat badan. Mengamati bahwa paparan kebisingan

(12)

menurunkan tekanan, menurunkan berat badan. Kesimpulannya, paparan kebisingan lingkungan dapat menyebabkan perubahan metilasi DNA di otak dan efek buruk pada kesehatan metabolik 2 Xiaodong Li, jurnal of cleaner prduction Volume 135 1 November 2016, Pages 721–731 Dampak kesehatan dari kebisingan pekerja: Sebuah model penilaian kuantitatif berdasarkan pengukuran paparan

Hasilnya menunjukkan bahwa pekerja di industri konstruksi mengalami kerusakan

kesehatan akibat pekerjaan yang parah akibat kebisingan konstruksi di China. Secara khusus, 94% dari total kerusakan kesehatan terjadi pada tahap konstruksi suprastruktur. Operator cablebolter, pekerja saluran udara, pekerja bekisting dan petugas beton 3 Jake Hays, Science of The Total Environment 15 February 2017, Pages 448– 456 volume 580 Implikasi kesehatan masyarakat terhadap kebisingan lingkungan terkait dengan pengembangan sector minyak dan gas di lapangan

Ada sejumlah besar faktor penentu kebisingan dan subjektif yang membuat penentuan hubungan respons dosis antara kebisingan dan hasil kesehatan menjadi sulit. Namun, literatur

menunjukkan bahwa aktivitas minyak dan gas menghasilkan kebisingan pada tingkat yang dapat meningkatkan risiko hasil kesehatan yang buruk, termasuk gangguan

pendnegaran, gangguan tidur, dan penyakit kardiovaskular. 4 Nesimi ozkurt, Transport and Environment volume 36, may 2015 pages 152-159 Perkiraan dampak kebisingan di bandara terhadap kesehatan masyarakat. Sebuah studi kasus tentang İzmir Adnan Menderes Airport

Hasilnya menunjukkan bahwa sekitar 2% populasi penduduk terkena gangguan kesehatan pada tingkat kebisingan 55 dB (A) atau lebih tinggi di İzmir. Selain itu, diketahui bahwa jumlah orang yang berpotensi gangguan kesehatan terkena tingkat kebisingan tinggi dan terancam oleh beberapa

(13)

penyakit seperti hipertensi dan gangguan tidur yang signifikan di daerah sekitar bandara. Penting bagi operator bandara untuk mengelola kapasitas bandara berdasarkan jadwal penerbangan untuk mengendalikan tingkat pemaparan kebisingan di sekitar bandara. 5 Tor H oiamo, Social Science & Medicine volume 146, December 2015, pages 191-203 Efek kumulatif gangguan kebisingan dan bau pada kualitas hidup terkait lingkungan dan kesehatan

Gangguan kebisingan

memiliki efek signifikan dan negatif pada faktor kesehatan mental dan fisik SF-12 dan ada kovariansi yang

signifikan antara gangguan kebisingan dan penurunan pendnegaran. Studi tersebut mengkonfirmasi adanya efek psikologis yang signifikan terhadap eksposur kumulatif pada HRQoL. Survei

Kesehatan SF-12 menunjukkan harapan

sehubungan dengan penilaian efek kumulatif kesehatan dari polusi udara terbuka dan kebisingan lalu lintas.

2.4 Kerangka Pemikiran

Mulai

Identifikasi masalah dan menentukan tema

(14)

Gambar 2.1 Flow chart kerangka pemikiran Sumber : pengolahan data

Langkah-langkah Penelitian Tugas Akhir

1. Identifikasi Masalah dan Menentukan Tema

Dari keadaan di lokasi kerja yang terdapat banyak suara mesin yang bising dan di dapati nilai kebisingan melebihi dari batas ambang 85db, tema di tentukan dari masalah yang muncul di lokasi bising 2. Analisis kondisi yang ada dan penyebab

Analisis kondisi yang ada & Penyebab

Pencarian data

Pengolahan dan Hasil data

Mendapat hasil dari penelitian

Selesai A

(15)

Analisis kondisi yang ada di perlukan untuk melihat sejauh mana masalah tersebut terjadi. Serta penyebab di jabarkan lebih rinci sehingga permasalahan bisa di dapati.

2. Pencarian data

Pada tahap ini akan dilaksanakan pendataan dari masalah yang ada di tempat kerja untuk melihat kondisi sejauh mana masalah bisa terjadi

3. Pengolahan dan hasil data

Data akan di lakukan pengolahan dengan menggunakan uji korleasi usia pekerja dan suara bising terhadap productivitas kerja 4. Mendapatkan hasil dari penelitian

Hasil yang di dapat akan menjawab penelitian ini, sehingga perusahaan bisa menjadikan bahan pertimbangan dalam mengurangi suara bising di area kerja. Tahap ini merupakan tahap keseluruhan proses dalam pemecahan permasalahan.

Gambar

Tabel   2.1  Nilai  Ambang  Batas  Tingkat  Kebisingan  Berdasarkan
Tabel   2.2.  Nilai  Ambang  Batas  Kebisingan  yang  Diizinkan
Tabel 2.3 Penelitian Terdahulu  NO
Gambar 2.1 Flow chart kerangka pemikiran  Sumber : pengolahan data

Referensi

Dokumen terkait

PROPOSAL BANTUAN LANGSUNG MASYARAKAT (BLM) PENGEMBANGAN DESA PESISIR TANGGUH (PDPT) TAHUN 2013 OLEH KELOMPOK MASYARAKAT PESISIR (KMP) SINAR ROKATENDA. No PARAMETER

Pada masa penjajahan Belanda Balai Yasa Tegal merupakan unit atau bagian dari perusahaan kereta api swasta semarang – cirebon, yaitu Stoomtram Maatchappij (SCS) milik

Untuk menghindari hal-hal seperti tersebut di atas, maka dalam perencanaan suatu IPAL harus dilakukan tahap demi tahap secara berurutan dimulai dari upaya minimisasi limbah,

Dari tabel ini, yang NN-MAR model yang cocok untuk data di bandara Ngurah Rai memiliki satu neuron dalam lapisan tersembunyi untuk kedua keluarga wavelet Haar D (4) dan

[Available after Apache 1.3.20] The supplied username and password must be in the AuthUserFile database, the name of the group that owns the file must be in the AuthGroupFile

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ Bagaimana Hubungan Pelayanan Klinik Infeksi Menular Seksual dengan Upaya Pencegahan

Kemampuan toilet training selain dipengaruhi oleh lingkungan dapat dipengaruhi juga oleh faktor yang ada dalam diri anak yaitu faktor kesiapan fisik seperti anak

Although, based on its behavior in conventional concrete, SO Ύ has some possibilities in affecting the properties of fly ash based geopolymer concrete (e.g. setting time due to