• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau Ruang Terbuka"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Ruang Terbuka Hijau 2.1.1. Ruang Terbuka

Menurut UU No. 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang, yang dimaksud dengan ruang yaitu wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi sebagai suatu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya (Badan Koordinasi Tata Ruang Nasional,2007).

Jayadinata (1999) dalam Hesty (2005) menjelaskan bahwa ruang adalah seluruh permukaan bumi yang merupakan lapisan biosfera tempat hidup tetumbuhan, hewan, dan manusia. Ruang dapat merupakan suatu wilayah yang mempunyai batas geografi, yaitu batas menurut keadaan fisik, sosial, atau pemerintahan yang meliputi sebagian permukaan bumi, lapisan tanah di bawahnya dan lapisan udara di atasnya. Penggunaan tanah merupakan suatu bagian dari tata ruang, untuk tetap menjaga keseimbangan, keserasian, kelestarian lingkungan, serta memperoleh manfaat tata ruang kota, maka harus dilakukan penataan penggunaan tanah untuk meningkatkan kualitas manusia dan lingkungan hidup.

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang jalur di mana dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Sementara itu menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, yang dimaksud dengan ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan.

(2)

2.1.2. Ruang Terbuka Hijau

Ruang Terbuka Hijau menurut Waryono (2006) digambarkan sebagai suatu kawasan atau areal permukaan tanah yang didominasi oleh tumbuhan yang dibina untuk fungsi perlindungan habitat tertentu, dan atau sarana kota/lingkungan, dan atau pengaman jaringan prasarana dan atau budidaya pertanian yang difungsikan sebagai peresapan air dan menghasilkan oksigen. Didominasi oleh tumbuhan memberikan maknaatas suatu hamparan yang penuh dengan tetumbuhan, tanpa bangunan berarti, atauhamparan dengan koefisien lantai bangunan setara dengan nilai (0). Menurut Hakim (2002) dalam Hesty (2005) Ruang Terbuka Hijau didefinisikan sebagai ruang-ruang yang terdapat di dalam kota, baik berupa koridor/jalur ataupun area/kawasan sebagai tempat pergerakan/penghubung dan tempat perhentian/tujuan, dimana unsur hijau (vegetasi) yang alami dan sifat ruang terbuka lebih dominan, sedangkan menurut Yuliasari (2008) yang dimaksud dengan Ruang Terbuka Hijau adalah ruang terbuka yang pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya.

Menurut Anonim (2006) dalam Makalah Lokakarya Pengembangan sistem RTH Di Perkotaan dalam rangkaian acara Hari Bakti Pekerjaan Umum ke 60, yang dimaksud dengan Ruang Terbuka hijau adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open space) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi). RTH berguna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan bagi kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan.

Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 Tahun 1988 tentang Penataan ruang terbuka hijau di Wilayah Perkotaan, Ruang Terbuka Hijau adalah ruang-ruang dalam kota atau wilayah yang lebih luas, baik dalam bentuk area/kawasan maupun dalam bentuk area memanjang/jalur dimana di dalam penggunaannya lebih bersifat terbuka pada dasarnya tanpa bangunan (Departemen Dalam Negeri,1988). Berbeda lagi dengan pengertian Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan yang selanjutnya disingkat RTHKP yaitu bagian dari ruang terbuka suatu kawasan perkotaan yang diisi oleh tumbuhan dan tanaman guna mendukung manfaat ekologi, sosial, budaya, ekonomi dan estetika seperti tertera

(3)

pada Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan.

2.2. Pengelompokan dan Jenis Ruang Terbuka Hijau

Ruang terbuka hijau di kelaskan menjadi dua kelompok yaitu RTH publik dan RTH privat. RTH publik adalah RTH yang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawab pemerintah kabupaten/kota. Contoh dari RTH publik adalah taman kota, tempat pemakaman umum, jalur hijau sepanjang jalan sungai dan pantai. RTH privat adalah RTHyang penyediaan dan pemeliharaannya menjadi tanggungjawabpihak/lembaga swasta, perseorangan dan masyarakat yang dikendalikan melalui izin pemanfaatanruang oleh Pemerintah Kabupaten/Kota, kecuali Provinsi DKI Jakarta oleh Pemerintah Provinsi. Contoh dari RTH privat ini adalah kebun atau halaman rumah.

Menurut Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta (1999), Kawasan Hijau adalah Ruang Terbuka Hijau yang terdiri dari :

1. Kawasan Hijau Lindung yaitu bagian dari kawasan hijau yang memiliki karakteristik alamiah yang perlu dilestarikan untuk tujuan perlindungan habitat setempat maupun untuk perlindungan wilayah yang lebih luas. Dalam kawasan ini termasuk diantaranya :

a. Cagar Alam, yaitu kawasan suaka alam, yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan dan/atau satwa, termasuk ekosistemnya atau ekosistem tertentu yang perlu dilindungi, baik di daratan maupun perairan, yang perkembangannya berlangsung secara alami.

b. Hutan Lindung, adalah kawasan hutan yang karena keadaan sifat alamnya diperuntukkan guna pengatur tata air, pencegah banjir, erosi, abrasi, dan intrusi, serta perlindungan bagi kesuburan tanah.

c. Hutan wisata, adalah kawasan hutan yang dimanfaatkan sebagai pusat rekreasi dan kegiatan wisata alam.

2. Kawasan Hijau Binaan yaitu bagian dari kawasan hijau di luar kawasan hijau lindung untuk tujuan penghijauan yang dibina melalui penanaman, pengembangan, pemeliharaan maupun pemulihan vegetasi yang diperlukan dan

(4)

didukung fasilitas yang diperlukan, baik umtuk sarana ekologis maupun sarana sosial kota. Kawasan hijau binaan ini meliputi beberapa bentuk RTH, yaitu :

a. RTH Fasilitas Umum berupa suatu hamparan lahan penghijauan yang berupa tanaman dan/atau pepohonan, berperan untuk memenuhi kepentingan umum, dapat berupa hasil pembangunan hutan kota, taman kota, taman lingkungan/tempat bermain, lapangan olahraga, dan pemakaman.

b. Jalur Hijau Kota, merupakan bagian dan ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara badan jalan atau bangunan/prasarana kota lain, dengan bentuk teratur/tidak teratur yang di dalamnya ditanami atau dibiarkan tumbuh berbagai jenis vegetasi.

c. Taman kota, merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-unsur buatan atau alami, baik berupa vegetasi maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan warga kota dalam berinteraksi sosial. Secara umum, taman kota mempunyai dua unsur perpaduan, baik buatan maupun alami dengan menggunakan material pelengkap, dan secara spesifik terdiri dari unsur hijau, yaitu : pepohonan yang ditata secara soliter dengan menonjolkan nilai estetikanya, perhimpunan tanaman perdu, dan hamparan rerumputan yang teratur, sehingga membentuk kesatuan kesan pandang keindahan wajah kota terkecil.

d. Taman Rekreasi, merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-unsur buatan dan alami, baik berupa vegetasi maupun material-material pelengkap lain yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi warga kota untuk melakukan kegiatan rekreasi sehingga perlu adanya elemen-elemen yang bersifat rekreasi umum.

e. Taman Hutan, merupakan bagian dari RTH yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk

(5)

teratur/tidak teratur yang ditata secara estetis dengan menggunakan unsur-unsur buatan dan alami, khususnya dengan penanaman berbagai jenis pohon dengan kerapatan yang tinggi. Ciri spesifik taman hutan dalam kaitannya dengan fasilitas umum, adalah bahwa hamparan lantai tapaknya dilengkapi dengan fasilitas (sarana umum), yang secara langsung dapat dimanfaatkan oleh masyarakat.

f. Hutan Kota, berupa suatu hamparan kawasan hijau dengan luasan tertentu, yang berada di wilayah perkotaan. Jenis tumbuhannya (dalam hal ini pepohonan) beraneka ragam, bertajuk bebas, sistem perakarannya dalam, dicirikan oleh karakter jarak tanam yang rapat, sehingga membentuk satuan ekologik kecil karena terbentuknya pelapisan (strata tajuk) dua sampai tiga tingkatan. Berdasarkan fungsinya, kawasan hutan kota dapat dikembangkan sebagai penyangga wilayah resapan air tanah, rekreasi alam, pelestarian plasma nutfah, dan habitat satwa liar, serta meningkatkan kenyamanan lingkungan perkotaan.

g. Taman Bangunan Umum, merupakan bagian dari ruang terbuka hijau yang berdiri sendiri atau terletak di antara batas-batas bangunan/prasarana kota lain dengan bentuk teratur/tidak teratur yang berfungsi sebagai fasilitas pelayanan bagi masyarakat umum dalam melakukan interaksi yang berkaitan dengan kegiatan yang sesuai dengan bangunan tersebut.

h. Tepian Air, bagian dari RTH yang ditentukan sebagai daerah pengaman dan terdapat di sepanjang batas badan air ke arah darat seperti pantai, sungai, waduk, kanal, dan danau yang ditata dengan aspek arsitektur lansekap melalui penanaman berbagai jenis vegetasi dan sarana kelengkapan pertamanan.

i. Taman lingkungan/tempat bermain, merupakan suatu hamparan dengan pepohonan yang rindang dan teduh yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana mainan anak-anak. Kawasan ini umumnya dekat dengan pusat-pusat kegiatan sekolah, perkantoran, dan/atau berada di sekitar tempat rekreasi. Kawasan ini secara alamiah memberikan jasa biologis, keindahan dan keunikan dan memberikan kenyamanan bagi setiap insan yang menikmatinya.

(6)

j. Lapangan olahraga, merupakan ruang terbuka yang ditanami pepohonan dan rerumputan yang teratur untuk kepentingan kesegaran jasmani melalui kegiatan olahraga. Jenis pepohonan pada hamparan ini merupakan jenis-jenis tumbuhan penghasil oksigen tinggi dan berfungsi sebagai tempat peneduh setempat.

k. Pemakaman, suatu fasilitas umum dalam kaitannya dengan peranan fungsi sebagai RTH, karena hamparan lahannya cukup luas dapat berfungsi sebagai wilayah resapan.

l. RTH fungsi Pengaman, merupakan suatu daerah penyangga alami, dengan bentuk jalur penghijauan, yang dapat berupa taman dominan rumput, dan/atau pepohonan besar yang diarahkan untuk pengamanan dan penyangga situ-situ, bantaran sungai, tepian jalur rel kereta api, sumber-sumber mata air, pengaman jalan tol, pengaman bandara, dan pengaman tegangan tinggi.

m. Penghijauan pulau, merupakan suatu bentuk pemulihan nilai produktivitas tanah melaui pembudidayaan tanaman agar fungsinya semakin optimal. n. RTH Budidaya Pertanian, merupakan area yang difungsikan untuk

budidaya pertanian milik perorangan, badan hukum atau pemerintah, yang meliputi kebun pembibitan, sawah, dan pertanian daratan.

Bentuk RTH berdasarkan bobot kealamiannya dapat diklasifikasikan menjadi : (a) bentuk RTH alami (habitat liar/alami, kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan olah raga, pemakaman. Sementara itu berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya RTH diklasifikasikan menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear). Berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya RTH diklasifikasikan menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan pertanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankam, olah raga, alamiah (Anonim, 2006).

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, jenis RTH adalah (Departemen Dalam Negeri, 2007) : (a) Taman kota; (b) Taman wisata alam; (c)

(7)

Taman rekreasi; (d) Taman lingkungan perumahan dan permukiman; (e) Taman lingkungan perkantoran dan gedung komersial; (f) Taman hutan raya; (g) Hutan kota; (h) Hutan lindung; (i) Bentang alam seperti gunung, bukit, lereng dan lembah; (j) Cagar alam; (k) Kebun raya; (m) Kebun binatang; (n) Pemakaman umum; (o) Lapangan olah raga; (p) Lapangan upacara; (q) Parkir terbuka; (r) Lahan pertanian perkotaan; (s) Jalur dibawah tegangan tinggi (SUTT dan SUTET); (t) Sempadan sungai, pantai, bangunan, situ dan rawa; (u) Jalur pengaman jalan, median jalan, rel kereta api, pipa gas dan pedestrian; (v) Kawasan dan jalur hijau; (w) Daerah penyangga (buffer zone) lapangan udara; dan (x) Taman atap (roof garden).

2.3.Fungsi dan ManfaatRuang Terbuka Hijau 2.3.1. Fungsi Ruang Terbuka Hijau

Manusia yang tinggal di lingkungan perkotaan membutuhkan suatu lingkungan yang sehat dan bebas polusi untuk kenyamanan hidup. Tolok ukur dari penataan ruang adalah mampu memberikan kenyamanan, keasrian, dan kesehatan bagi penghuni kota dengan tersedianya alokasi RTH. RTH di perkotaan diharapkan mencukupi kebutuhan lingkungan perkotaan dan berkelanjutan dari waktu ke waktu (Aji, 2000)

Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006), Ruang terbuka hijau dibangun untuk memenuhi berbagai fungsi dasar, yang secara umum dibedakan menjadi :

1. Fungsi bio-ekologis (fisik), yang memberi jaminan pengadaan RTH menjadi bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, agar sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar, sabagai peneduh, produsen oksigen, penyerap (pengolah) polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin.

2. Fungsi sosial, ekonomi (produktif), dan budaya yang mampu menggambarkan ekspresi budaya lokal, RTH merupakan media komunikasi warga kota, tempat rekreasi, tempat pendidikan, dan penelitian.

3. Fungsi estetis, meningkatkan kenyamanan, ,memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro : halaman rumah, lingkungan pemukiman, maupun

(8)

makro : lansekap kota secara keseluruhan. Mampu menstimulasi kreativitas dan prokditivitas warga kota. Juga bisa berekreasi secara aktif maupun pasif, seperti : bermain, berolahraga, atau kegiatan sosialisasi lain, yang sekaligus menghasilkan keseimbangan kehidupan fisik dan psikis. Selain itu, dapat tercipta suasana serasi, dan seimbang antara berbagai bangunan gedung, infrastruktur jalan dengan pepohonan hutan kota, taman kota, taman kota pertanian dan perhutanan, taman gedung, jalur hijau jalan, bantaran rel kereta api, serta jalur biru bantaran kali.

4. Ekosistem perkotaan : produsen oksigen, tanaman berbunga, berbuah dan berdaun indah, serta bisa menjadi bagian dari usaha pertanian, kehutanan, dan lain-lain.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, fungsi RTH adalah : (a) Pengamanan keberadaan kawasan lindung perkotaan;(b) Pengendali pencemaran dan kerusakan tanah, air dan udara; (c) Tempat perlindungan plasma nuftah dan keanekaragaman hayati; (d) Pengendali tata air; dan (e) Sarana estetika kota (Departemen Dalam Negeri,2007).

Sementara itu dalam Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentangPenataan Ruang Terbuka Hijau di WilayahPerkotaan, fungsi dari RTH adalah sebagai berikut :

a. Sebagai areal perlindungan berlangsungnya fungsi ekosistem dan penyangga kehidupan;

b. Sebagai sarana untuk menciptakan kebersihan, kesehatan, keserasian dan kehidupan lingkungan;

c. Sebagai sarana rekreasi;

d. Sebagai pengaman lingkungan hidup perkotaan terhadap berbagai macam pencemaran, baik di darat, perairan maupun udara;

e. Sebagai sarana penelitian danpendidikan serta penyuluhan bagi masyarakat untuk membentuk kesadaran Iingkungan;

f. Sebagai tempat perlindungan plasma nuftah

g. Sebagai sarana untuk mempengaruhi dan memperbaiki iklim mikro; h. Sebagai pengatur tata air.

(9)

Fungsi dan klasifikasi RTH tertera pada Tabel 1. Tabel 1. Fungsi dan Klasifikasi RTH

Fungsi-fungsi RTH Klasifikasi RTH

1. Ekologis (Konservasi)

Semua bentuk RTH dalam batas administratif pada skala : lokal, regional maupun nasional, pada satuan

administratif Kabupaten dan Kota/Perkotaan, khususnya fungsi konservasi (perlindungan dan

pelestarian)

* RTH Wilayah

(Antar Propinsi, Antar Kota/Kabupaten)

* RTH berupa Koridor Sepanjang (bantaran) Sungai, Danau/Waduk dan Jalur Pesisir Pantai

2. Sosial-Ekonomi-Budaya (Produktif-budidaya)

* Taman Hutan Kota

Kawasan Hijau Pertanian (Budidaya Pertanian dalam artian luas, termasuk kegiatan Perikanan dan Peternakan) * Taman Sejarah

(Historic Parks : Etnis-Arkeologis)

* Rekreatif

Pada RTH yang umumnya dapat dimanfaatkan sebagai ’arena rekreatif’, baik secara aktif maupun pasif

* Edukatif

di mana fungsi utamanya adalah untuk pelestarian fungsi lingkungan beserta segala isi flora dan fauna yang ada

3. Pengaman Sarana dan Prasarana * Jalur Hijau (green belt) Transportasi

* Jalur Hijau di Jalur Listrik Tegangan Tinggi

* Hijau Pengaman Fasilitas Hijau lain

(buffer zone atau koridor kota, dan pengaman dari erosi air dan tanah)

(10)

2.3.2. Manfaat Ruang Terbuka Hijau

Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang (2006), RTH memiliki manfaat, antara lain :

1. Penyeimbang antara lingkungan alam dengan lingkungan buatan, yaitu sebagai penjaga fungsi kelestarian lingkungan pada media air, tanah, dan udara serta konservasi sumberdaya hayati flora, dan fauna.

2. Bagi kesehatan, tanaman yang terdapat dalam RTH sebagai penghasil oksigen (O2) terbesar dan penyerap karbon dioksida (CO2) dan zat pencemar udara lain.

3. Membentuk iklim yang sejuk dan nyaman. 4. Membantu sirkulasi udara.

5. Sebagai pemelihara akan kelangsungan persediaan air tanah.

6. Sebagai penjamin terjadinya keseimbangan alami, secara ekologis dapat menampung kebutuhan hidup manusia itu sendiri, termasuk sebagai habitat alami flora, fauna, dan mikroba yang diperlukan dalam siklus hidup manusia. 7. Sebagai pembentuk faktor keindahan arsitektural.

8. Sebagai wadah dan obyek pendidikan, penelitian, dan pelatihan dalam mempelajari alam.

9. Sebagai fasilitas rekreasi.

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, manfaat RTH adalah : (a) Sarana untuk mencerminkan identitas daerah; (b) Sarana penelitian, pendidikan dan penyuluhan; (c) Sarana rekreasi aktif dan pasif serta interkasi sosial; (d) Meningkatkan nilai ekonomi lahan perkotaan; (e) Menumbuhkan rasa bangga dan meningkatkan prestise daerah; (f) Sarana aktivitas sosial bagi anak-anak, remaja, dewasa dan manula; (g) Sarana ruang evakuasi untuk keadaan darurat; (h) Memperbaiki iklim mikro; dan (i) Meningkatkan cadangan oksigen di perkotaan(Departemen Dalam Negeri,2007).

(11)

Menurut Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau di Wilayah Perkotaan, manfaat yang dapat diperoleh dari Ruang Terbuka Hijàu antara lain: (a) Memberikan kesegaran, kenyamanan dan keindahan lingkungan; (b) Memberikan lingkungan yang bersih dan sehat bagipenduduk kota; (c) Memberikan hasil produksi berupa kayu, daun, bungadan buah (Departemen Dalam Negeri,2007).

2.4. Tujuan Penataan Ruang Terbuka Hijau

Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 tahun 2007 tentang Penataan Ruang Terbuka Hijau Kawasan Perkotaan, tujuan penataan RTH adalah: (1) a. menjaga keserasian dan keseimbangan ekosistem lingkungan perkotaan; b. mewujudkan kesimbangan antara lingkungan alam dan lingkungan buatan di perkotaan; danc. meningkatkan kualitas lingkungan perkotaan yang sehat, indah, bersih dan nyaman (Departemen Dalam Negeri,2007).

Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 14 tahun 1988 tentangPenataan Ruang Terbuka Hijau di WilayahPerkotaan, tujuan pembentukan ruang terbuka hijau di wilayah perkotaan adalah: (1) Meningkatkan mutu lingkungan perkotaan yang nyaman, segar,indah, bersih dan sebagai sarana pengamanan lingkunganperkotaan, dan (2) Menciptakan keserasianlingkungan alam dan lingkungan binaanyang berguna untuk kepentingan masyarakat (Departemen Dalam Negeri,2007).

2.5. Perubahan Penggunaan Lahan RTH

Menurut Permendagri No. 4 tahun 1996, perubahan penggunaan lahan dapat mengacu pada dua hal yang berbeda, yaitu pada penggunaan lahan sebelumnya atau rencana tata ruang yang ada (Departemen Dalam Negeri,1996). Perubahan yang mengacu pada penggunaan lahan sebelumnya adalah suatu penggunaan baru atas lahan yang berbeda dengan penggunaan lahan yang sebelumnya. Perubahan yang mengacu pada rencana tata ruang adalah penggunaan baru atas tanah (lahan) yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah yang telah disahkan.

(12)

Penggunaan lahan adalah penggunaan lahan utama atau penggunaan utama atau kedua (apabila merupakan, penggunaan lahan berganda) dari sebidang lahan pertanian, lahan hutan, padang rumput dan sebagainya. Jadi penggunaan lahan lebih merupakan tingkat pemanfaatan oleh masyarakat (Sitorus, 1992).

Proses alih fungsi lahan dapat dipandang sebagai pergeseran-pergeseran dinamika alokasi dan distribusi sumberdaya menuju keseimbangan baru yang lebih optimal. Namun seringkali terjadi berbagai penyimpangan yang menyebabkan alokasi pemanfaatan lahan berlangsung menjadi tidak efisien. Proses alih fungsi lahan pada umumnya didahului oleh adanya proses alih penguasaan lahan. Dalam kenyataannya, di balik proses alih fungsi lahan umumnya terdapat proses memburuknya struktur penguasaan sumberdaya lahan.

Dampak perubahan penggunaan lahan terhadap kondisi tata air (hidrologis) adalah terjadinya perubahan perilaku dan fungsi air permukaan. Dalam keadaan ini terjadi pengurangan aliran dasar (base flow) dan pengisian air tanah, sehingga menimbulkan ketidakseimbangan tata air. Di samping itu, juga berpengaruh terhadap air permukaan, terutama terhadap keberadaan situ (embung). Situ yang berfungsi sebagai penyedia air untuk irigasi pertanian, penampung air hujan, pengendali banjir, sumber ekon0mi dan rekreasi telah mengalami tekanan akibat kebutuhan lahan untuk aktivitas pembangunan sehingga mengalami penciutan dan malahan ada yang hilang (Rosnila, et al., 2005).

Faktor penting yang perlu dikelola dalam upaya mengendalikan konversi lahan sawah menjadi lahan non pertanian berdasarkan hasil penelitian di Sub DAS Ciwidey, DAS Citarum, Kabupaten Bandung adalah : 1) peningkatan bantuan pemerintah kepada petani yang masih mempertahankan lahan sawahnya; 2) Kajian tata ruang yang terkait dengan kebutuhan stakeholder terkait, sehingga dapat ditetapkan zonasi lahan sawah dalam bentuk peraturan; 3) Kontrol penerapan peraturan konversi lahan sawah dan tindakan tegas serta sanksi hukum bagi yang melanggar peraturan tersebut; 4) Peningkatan penyuluhan pertanian baik untuk teknologi pertanian, maupun aturan konversi lahan sawah dengan segala konsekuensinya; 5) Perbaikan sistem pendataan konversi lahan sawah (Rivai dan Haridjaja, 2009).

(13)

Pada tahun 2003 di Kabupaten Temanggung telah dilakukan identifikasi potensi sumberdaya lahan dan perubahan penggunaan lahan dalam kurun waktu 9 tahun dilihat melalui citra tahun 1993 dan 2002. Hasil kegiatan ini menunjukkan bahwa Kabupaten Temanggung termasuk wilayah beriklim basah dengan curah hujan 2.309-3.054 mm/tahun, dengan ketinggian 325-1.750 m dpl. Tanahnya terdiri atas Andisols, Inceptisols dan Alfisols, umumnya berasal dari bahan volkanik yang relatif subur, sehingga Kabupaten Temanggung berpotensi untuk pengembangan berbagai komoditas baik di dataran rendah (<700 m dpl) maupun dataran tinggi (>700 m dpl). Berdasarkan hasil interpretasi foto udara tahun 1993 dan citra Landsat TM 2002, Kabupaten Temanggung mengalami perubahan penggunaan lahan, terutama pada kebun campuran, tegalan, sawah, dan hutan (hutan produksi dan hutan lindung). Penghutanan kembali akan sulit dilaksanakan karena lahan telah digunakan petani untuk tembakau. Untuk mencegah degradasi lahan yang terus berlanjut dan tetap berusaha tani, maka disarankan untuk mengkombinasikan tanaman semusim, tanaman tahunan, tanaman pakan ternak, serta usaha konservasi tanah yang mudah dan murah ditetapkan petani (penanaman hijauan pakan ternak) (Mulyani dan Ropik, 2005).

Pembangunan kota yang semakin berkembang, di DKI Jakarta khususnya berdampak juga pada perubahan penggunaan lahan RTH. Pengaruh pembangunan kota terhadap lingkungan mengubah keadaan fisik lingkungan alam menjadi lingkungan buatan manusia. Salah satu pendorong meningkatnya pembangunan terutama dalam pemenuhan kebutuhan sosial ekonomi dari penduduk kota yang selalu bertambah. Peningkatan kegiatan pembangunan fisik perkotaan, selain berdampak positif terutama yang berasal dari kegiatan perekonomian, juga berdampak negatif yaitu cenderung terjadi penurunan kualitas lingkungan, salah satunya seperti perubahan penggunaan lahan RTH menjadi lahan terbangun.

2.6. Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau

Penyediaan lahan untuk pengembangan RTH publik dapat diupayakan dengan menerapkan pola-pola kerjasama dengan dunia usaha sebagai berikut : 1) penyediaan RTH publik sebagai syarat perizinan pemanfaatan ruang; 2) Penyediaan RTH publik sebagai bagian dari desain kawasan; 3) Penyediaan RTH

(14)

publik sebagai perwujudan Corporate Social Responsibility (CSR) (Susanto, 2009).

Pengelolaan Ruang Terbuka Hijau Kota dilaksanakan oleh pemerintah daerah. Pemerintah Daerah menyediakan prasarana dan sarana yang diperlukan berupa tenaga ahli, pusat pendidikan dan latihan, pembibitan dengan dibantu oleh Dinas/Instansiyang terkait untuk menunjang keberhasilan programpengembangan Ruang Terbuka Hijau Kota.(Departemen Dalam Negeri, 1988)

Pelaku-pelaku yang terlibat dalam pengelolaan RTH kota menurut Hakim (2002) dalam Hesty (2005) terdiri dari pemerintah, swasta, masyarakat kota, dan media masa. Menurut Aji (2000), salah satu masalah dalam pengelolaan RTH kota yang dominan adalah keterbatasan dana. Pembiayaan pembangunan dan pengelolaan kota biasanya berasal dari dana pemerintah (pusat dan daerah), sedangkan potensi dana swasta dan dana masyarakat belum banyak digali. Dana masyarakat adalah dana yang bersumber dari masyarakat secara langsung untuk membiayai sebagian anggaran proyek atau yang biasa dikenal sebagai dana swadaya.

2.7. Tinjauan Studi Terdahulu

Ruang Terbuka Hijau merupakan ruang terbuka yang pemanfaatannya lebih bersifat pengisian hijau tanaman atau tumbuh-tumbuhan secara alamiah ataupun budidaya. Hasil penelitian Yuliasari (2008) menunjukkan bahwa perhitungan RTH dari hasil penelitiannya berbeda dengan data yang berasal dari instansi pemerintah propinsi. Luas RTH dalam penelitiannya diperoleh dari delineasi untuk wilayah DKI Jakarta, yaitu sebesar 3,88 %, sedangkan luas RTH menurut laporan instansi pemerintah tahun 2006 adalah 10,93 %. Perbedaan tersebut disebabkan oleh cakupan area RTH yang dikelola oleh pemerintah provinsi DKI Jakarta tidak sampai pada RTH yang dikelola oleh suku-suku dinas, demikian juga pada RTH privat yaitu yang dikelola oleh pihak masyarakat maupun swasta. Selain itu, Dinas Kebersihan tidak melakukan delineasi citra. Fungsi utama dinas yang terkait dengan RTH, yaitu Dinas Kebersihan, adalah

(15)

penunjang bagi dinas-dinas lainnya (sebagai penyedia sarana dan prasarana kebersihan bagi dinas lainnya).

Penelitian lain terkait dengan RTH dilakukan oleh Putri (2006) yang melakukan analisis spasial dan temporal dengan menggunakan sistem informasi geografis dan penginderaan jauh di Kota Bandung. Putri (2006) memperlihatkan bahwa perkembangan Kota Bandung telah menempatkan lahan terbangun dalam dominasi tutupan lahan. Pada tahun 1991 kelas lahan terbangun mencapai 46% dari total luasan lahan dan pada tahun 2001 meningkat menjadi 62%. Sementara luas RTH yang mencakup keseluruhan tutupan vegetasi mengalami penurunan dari 54% pada tahun 1991 menjadi sekitar 38% pada tahun 2001. Jenis RTH yang mengalami penurunan cukup signifikan secara umum adalah lahan persawahan dan jenis RTH kota non-pertanian. Jenis RTH yang mengalami konversi terbesar sebagai akibat dari gejala urbanisasi adalah RTH non-pertanian yang mengalami konversi sebesar 52,09 % untuk menjadi lahan terbangun (Putri, 2006).

Penelitian lain yang dilakukan oleh Kurniasari (1994) menunjukkan bahwa dari periode I (1810-1900) sampai dengan III (1945-1992), RTH Kota Bandung mengalami pengkayaan dari bentuk-bentuk yang sederhana menuju kompleks, mulai hanya fungsi produktif, mendapat tambahan fungsi konservasi, rekreasi, dan estetika. Jenis-jenis RTH semakin beragam dengan berubahnya waktu. RTH utama Kota Bandung periode I (1810-1900) berupa: area pertanian dan alun-alun. Periode II (1906-1945) terjadi pengkayaan berupa: park, plein, plantsoen, stadstuin, dan boulevard. RTH utama periode III (1945-1992) tidak berbeda dengan periode II, dengan fungsi yang lebih spesifik karena perubahan fungsi teknis kota. Secara garis besar RTH utama periode III berupa : pertanian, area konservasi, taman, lapangan olahraga, dan jalur hijau (Kurniasari, 1994).

Pembangunan dan pengembangan wilayah Jabodetabek telah mempengaruhi penyebaran bentuk penutupan lahan dalam kurun waktu 33 tahun. Sebagian besar Ruang Terbuka Hijau yang terdiri dari hutan, kebun campuran, sawah, semak, dan rumput telah berubah secara signifikan menjadi ruang terbangun yang mendukung perkembangan kecamatan-kecamatan di kawasan jabodetabek. Proporsi RTH Jabodetabek turun 11 % dan proporsi ruang terbangun meningkat 27 % selama periode tahun 1972-2005. Dampak dari perubahan luasan

(16)

RTH telah sangat terasa terhadap seluruh aspek lingkungan hidup, dimulai dari efek pemanasan global, berkurangnya ketersediaan air tanah, meningkatnya lahan kritis dan degradasi lahan (Agrissantika, 2007).

Kota Bogor sangat berpotensi untuk menjadi proyek percontohan (pilot project) menghadirkan Ruang Terbuka Hijau yang menunjang fungsi sebagai habitat burung karena memiliki sumberdaya yang mendukung, yaitu keberadaan Kebun Raya Bogor sebagai sumber keanekaragaman jenis burung dan merupakan habitat terbesar bagi burung-burung yang ada di kota Bogor. Keadaan Ruang Terbuka Hijau cukup baik kondisinya, baik elemen vegetasi dan ruang, kondisi biofisik lanskap kota Bogor, serta kebijakan perencanaan dan pengembangan tata ruang, khususnya Ruang Terbuka Hijau (Handayani, 1995).

Hasil penelitian Yulies (1995) menunjukkan perubahan mata pencaharian masyarakat Desa Gunung Putri ke arah sektor jasa telah menimbulkan berkurangnya RTH akibat konversi lahan perkebunan menjadi ruang terbangun. Selain itu, telah terjadi pencemaran debu semen pada Desa Gunung Putri yang semakin memacu perubahan tata guna lahan desa ke arah struktur perkerasan. Akibat semakin berkurangnya RTH, maka penyebaran debu semen pada desa sulit direduksi.

Perhitungan kebutuhan RTH bagi Kotamadya Padang berdasarkan tiga pendekatan perhitungan luas RTH yaitu sumber daya alam tapak, kontribusi O2 dari tanaman dan INMENDAGRI no. 14 tahun 1988 (Roslita,1997).

Hasil penelitian Hesty (2005) menunjukkan bahwa RTH Kecamatan Metro Pusat sangat kurang, baik dilihat dari luas total maupun RTH untuk kenyamanan, sedangkan Kecamatan Metro Barat terpenuhi tetapi untuk RTH kenyamanan tidak dapat terpenuhi. Dengan pendekatan Simonds (1983), ternyata sebaran penduduk juga mempengaruhi sebaran kebutuhan RTH. Oleh karena itu, selain dengan upaya peningkatan jumlah dan kualitas RTH pada setiap Kecamatan, upaya penyebaran/pemerataan pembangunan RTH juga perlu dilakukan agar sebaran penduduk juga lebih merata sehingga sebaran kebutuhan RTH juga merata.

Referensi

Dokumen terkait

Saluran pernapasan pada burung terdiri atas lubang hidung, trakea, bronkus, paru-paru, dan kantong udara..

Salah satu strategi pembelajaran aktif yang dapat digunakan oleh seorang guru adalah strategi pembelajaran aktif tipe Index Card Match (Suprijono,2014: 120)

[r]

dilihat dari data hasil matering selama 1 tahun di tahun 2015, dimana data yang dihasilkan dari data 1 bulan dari januari sampai desember 2015, untuk nilai temperatur

Akan tetapi, yang menjadi persoalan dalam ritual setiap tarekat yang ada adalah bahwa hampir mayoritas ritual tarekat mencitrakan Tuhan dalam bentuk atau citra laki-laki dan

Didapatkan perbedaan statistik yang bermakna rerata tekanan darah sistolik ataupun diastolik pada keempat kuartil kadar kolesterol total (nilai p = 0,001 untuk

Dari sisi pengeluaran, pada Triwulan II-2017, pertumbuhan tertinggi terjadi pada komponen konsumsi LNPRT yang tumbuh sebesar 7,41 persen, kemudian diikuti oleh