• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat fenomena manusia melalui sudut pandang mereka sendiri, bahkan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. melihat fenomena manusia melalui sudut pandang mereka sendiri, bahkan"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

9

2.1 Komunikasi

H.Syaiful Rohim2, dalam bukunya menyatakan, para ahli cenderung melihat fenomena manusia melalui sudut pandang mereka sendiri, bahkan terkadang mereka memberikan batasan-batasan ketika berusaha menjelaskan suatu fenomena pada orang lain. Seorang ahli dalam bidang komunikasi akan menggunakan pendekatan yang berbeda dalam mmenginterpretasikan komunikasi karena nilai-nilai yang mereka miliki juga berbeda.

Dalam buku H. Syaiful Rohim3, tersebut pula Richard West & Lyn H Turner, memberikan batasan bahwa komunikasi (communication) adalah proses sosial dimana individu-individu menggunakan simbol-simbol untuk menciptakan dan menginterpretasikan makna dalam lingkungan mereka, sedangkan Theodorson selanjutnya mengemukakan pula bahwa, komunikasi adalah proses pengalihan informasi dari satu orang atau sekelompok orang dengan menggunakan simbol-simbol tertentu kepada satu orang atau kelompok lain. Proses pengalihan informasi tersebut selalu mengandung pengaruh tertentu. Komunikasi yang efektif selalu ditandai dengan hubungan interpersonal yang baik.

2

H.Syaiful Rohim. Teori Komunikasi: Perspektif, Ragam & Aplikasi. PT Rineka Cipta: Jakarta.2009 hal 11

(2)

Maka dapat disimpulkan, selain proses dan simbol, makna juga memegang peranan penting dalam definisi komunikasi. Makna merupakan sesuatu yang diambil seseorang dari suatu pesan. Dalam komunikasi pesan dapat memiliki lebih dari satu makna dan bahkan berlapis-lapis makna, tanpa berbagi makna kita semua akan mengalami kesulitan dalam menggunakan bahasa yang sama atau dalam menginterpretasikan suatu kejadian yang sama.

Dalam komunikasi, tentu saja mengenal pola komunikasi, dalam bukunya Syaiful Bahri Djamarah4, mengatakan bahwa “pola komunikasi diartikan sebagai bentuk atau pola hubungan dua orang tau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan dengan cara yang tepat, sehingga pesan yang dimaksud dapat dipahami. Sedangkan Sunarto.H5,dalam bukunya mengemukakan bahwa “dimensi pola komunikasi terdiri dari dua macam, yaitu pola yang berorientasi pada konsep dan pola yang berorientasi pada sosial yang empunyai hubungan yang berlainan”.

Tubbs dan Moss6, dalam bukunya juga menerangkan bahwa,“pola komunikasi atau hubungan itu dapat dicirikan oleh: komplementaris atau simetris. Dalam hubungan komplementer satu bentuk perilaku dominan dari suatu partisipan mendatangkan perilaku tunduk dan lainnya. Dalam simetri, tingkatan sejauhmana orang berinteraksi atas dasar kesamaan. Dominasi tertentu dengan dominasi atau kepatuhan dengan kepatuhan”.

4 Syaiful Bahri Djamarah. Pola Komunikasi Orang Tua & Anak dalam Keluarga. PT Rineka Cipta: Jakarta. 2008 hal 1

5

Sunarto H. Perkembangan Peserta Didik/ H. Sunarto, Ny.B.Agung Hartono. Diterbitkan dengan kerjasama Depdikbud, dan Rieka: Jakarta. 2006 hal 1

6

Stewart.L.Tubbs dan Sylvia Moss. Human Communication Konteks-Konteks Komunikasi Buku

(3)

Disini kita mulai melihat, bagaimana proses interaksi menciptakan struktur sistem. Bagaimana orang merespon satu sama lain menentukan jenis hubungan yang mereka miliki.

Dari pengertian diatas maka dapat disimpulkan suatu pola komunikasi adalah bentuk atau pola hubungan antara dua orang atau lebih dalam proses pengiriman dan penerimaan pesan yang dikaitkan dua komponen, yaitu gambaran atau rencana yang meliputi langkah-langkah pada suatu aktifitas dengan komponen-komponen yang merupakan bagian penting atas terjadinya hubungan komunikasi antar manusia atau kelompok dan organisasi.

2.1.1 Komunikasi Antar Pribadi

Dani Fardiansyah7, dalam bukunya menerangkan komunikasi memiliki berbagai jenis dan salah satu jenisnya yaitu komunikasi antar pribadi terjadi dalam suatu konteks satu komunikator (komunikasi diadik, dua orang), satu komunikator dengan dua komunikan (komunikasi triadik, tiga orang), lebih dari tiga orang biasanya diangkap komunikasi kelompok. Komunikasi antar pribadi, berlangsung tatap muka atau menggunakan media komunikasi antar pribadi (non media massa), seperti telepon.

Dani Fardiansyah8, juga menjelaskan dalam komunikasi antar pribadi, komunikator relatif cukup mengenal komunikan dan sebaliknya. Pesan dikirim secara simultan dan spontan relatif kurang terstruktur, demikian pula halnya dengan umpan balik yang dapat diterima dengan segera. Peran komunikator dan komunikan terus dipertukarkan, karenanya dikatakan bahwa kedudukan

7

Dani Fardiansyah.Pengantar Ilmu Komunikasi.Ghalia Indonesia:Bogor. 2004 hal 30-31 8

(4)

komunikator dan komunikan relatif setara. Proses ini lazim disebut dialog, walaupun dalam konteks tertentu dapat juga menjadi monolog. Hanya satu pihak yang mendominasi percakapan.

Lalu dijelaskan pula oleh Dani Fardiansyah9 dalam bukunya, efek komunikasi antar pribadi tataran yang paling kuat diantara tataran komunikasi lainnya. Karena dalam komunikasi antar pribadi, komunikator dapat mempengaruhi langsung tingkah laku (efek konatif) dari komunikasinya. Memanfaatkan pesan verbal dan non verbal, serta segera berubah atau menyesuaikan pesannya apabila didapat umpan balik negatif.

2.1.2 Komunikasi Verbal dan Non Verbal

Pesan yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima dapat dikemas secara verbal dengan kata-kata, atau non verbal tanpa kata-kata. Komunikasi verbal adalah penyampaian makna dengan menggunakan kata-kata sedangkan komunikasi non verbal tidak menggunakan kata-kata. Dalam komunikasi sehari-hari 35% berupa komunikasi verbal dan 65% berupa komunikasi non verbal10. 2.1.2.1 Komunikasi Verbal

Agus M.Harjdana11, juga menerangkan komunikasi verbal adalah komunikasi yang menggunakan kata-kata, baik itu lisan maupun tertulis. Komunikasi ini paling banyak dipakai dalam hubungan antar manusia. Melalui kata-kata, mereka mengungkapkan perasaan, emosi, pemikiran, gagasan atau maksud mereka, menyampaikan data dan informasi serta menjelaskannya, saling

9 Ibid.30-31

10

Agus M.Harjdana.Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal.Kanisius:Yogyakarta.2003 hal 23 11

(5)

bertukar perasaan dan pemikiran, saling berdebat dan bertengkar. Dalam komunikasi verbal, bahasa memegang peranan penting.

2.1.2.2 Komunikasi Non Verbal

Harjdana12, menjelaskan, komunikasi non verbal adalah komunikasi yang pesannya dikemas dalam bentuk non verbal, tanpa kata kata. Dalam hidup nyata, komunikasi non verbal ternyata jauh lebih banyak dipakai dari pada komunikasi verbal. Dalam berkomunikasi hampir secara otomatis komunikasi non verbal ikut terpakai. Karena itu, komunikasi non verbal lebih jujur mengungkapkan hal yang ingin disampaikan, karena dilakukan secara spontan. Mempelajari komunikasi non verbal lebih sulit dari pada mempelajari komunikasi verbal. Sebab perbendaharaan kata, tata kalimat, dan tata bahasanya sulit ditunjuk.

Harjdana13 membagi bentuk komunikasi non verbal menjadi beberapa bentuk yaitu:

a. Bahasa Tubuh, bahasa tubuh yang berupa raut wajah, gerak kepala, gerak tangan, gerak-gerik tubuh mengungkapkan perasaan, isi hati, isi pikiran, kehendak, dan sikap orang.

b. Tanda, dalam komunikasi non verbal tanda mengganti kata-kata, misalnya bendera, rambu-rambu lalulintas darat, laut dan udara, aba-aba dalam olah raga.

c. Tindakan atau perbuatan, tindakan atau perbuatan sebetulnya tidak khusus dimaksudkan mengganti kata-kata, tetapi dapat menghantarkan makna. Misalnya, menggebrak meja dalam pembicaraan, menutup pintu

12

Agus M.Harjdana.Komunikasi Intrapersonal & Interpersonal.Kanisius:Yogyakarta.2003 hal 24 13

(6)

keras pada waktu meninggalkan rumah, menekan gas mobil kuat-kuat. Semua itu mengandung makna tersendiri.

d. Objek, sebagai bentuk komunikasi non verbal juga tidak mengganti kata, tetapi dapat menyampaikan arti tertentu. Misalnya, pakaian, aksesori dandan, rumah, perabot rumah, harta benda, kendaraan, hadiah.

Dalam komunikasi, baik verbal maupun non verbal mengenal adanya bahasa, karena pada dasarnya, bahasa merupakan lambang yang memungkinkan orang berbagi makna. Dan dalam komunikasi verbal, lambang bahasa yang digunakan adalah bahasa verbal, yaitu melalui lisan, tertulis pada kertas ataupun elektronik. Sedangkan dalam komunikasi non verbal, bahasa yang dipakai adalah bahasa non verbal berupa bahasa tubuh (raut wajah, gerak mata, gerak tangan), tanda dan tindakan.

Pada awalnya bahasa terdiri dari lambang-lambang non verbal, seperti raut wajah, gerak mata, gerak anggota tubuh seperti tangan dan kaki, atau gerak gerik tubuh, dan tindakan-tindakan tertentu seperti bersalaman dan berpelukan. Tetapi seiring berjalannya waktu, bahasa non verbal dirasa tidak cukup memadai, maka terciptalah bahasa verbal, lalu bahasa verbal kemudian dikembangkan dan disesuaikan agar memenuhi kebutuhan zaman.

Lalu terdapat pula enam fungsi utama komunikasi Non Verbal yang dijelaskan oleh Ekman&Knapp dalam buku Yayu Sriwartini & Dwi Kartikawati14, yaitu:

14

Sriwartini, Yayu., and Dwi Kartikawati.Komunikasi Antar Pribadi, Sebuah Pemahaman.Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi MITRA SEJATI: Bandung. 2009 hal 42

(7)

1. Untuk menekankan. Contoh : memukulkan tangan ke meja untuk menekankan kemarahan.

2. Untuk melengkapi (complement)/memperkuat. Contoh, seseorang tersenyum ketika menceritakan kisah lucu atau menggeleng-gelengkan kepala saat menceritakan ketidakjujuran orang lain.

3. Untuk menunjukan kontradiksi. Contoh; menyilangkan jari atau mengedipkan mata untuk menunjukan bahwa yang kita katakana tidak benar.

4. Untuk mengatur. Contoh mengerutkan bibir, mencondongkan badan ke depan, atau membuat gerakan tangan untuk menunjukan bahwa kita ingin mengatakan sesuatu.

5. Untuk mengulangi. Contoh menggerakan kepala untuk mengulangi pesan verbal “ayo pergi”.

6. Untuk menggantikan. Contoh mengatakan “oke” dengan mengangkat ibu jari tanpa kata-kata.

Selain Herjana, bentuk-bentuk komunikasi Non Verbal juga dijelaskan dalam bukunya oleh Yayu Sriwartini & Dwi Kartikawati15, yaitu:

a. Ekspresi Wajah

Ekspresi wajah mengomunikasikan macam-macam emosi serta kualitas atau dimensi emosi. Pesan wajah dapat mengkomunikasikan sedikitnya enam “kelompok emosi” berikut: kebahagiaan, keterkejutan, ketakutan, kemarahan, kesedihan, kemuakan/penghinaan, serta mengemukakan pula

15

Sriwartini, Yayu., and Dwi Kartikawati.Komunikasi Antar Pribadi, Sebuah Pemahaman.Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi MITRA SEJATI: Bandung. 2009 hal 42

(8)

bahwa gerakan wajah mungkin juga mengkomunikasikan kebingungan dan ketetapan hati.

b. Gerakan Mata

Mata merupakan sistem pesan Non Verbal yang paling penting. Pesan-pesan yang dikomunikasikan oleh mata bervariasi brgantung pada durasi, arah, dan kualitas dari perilaku mata. Empat fungsi utama komunikasi mata yaitu:

1) Mencari umpan balik

2) Menginformasikan pihak lain untuk berbicara 3) Mengisyaratkan sifat hubungan

4) Mengkompensasi bertambahnya jarak fisik c. Isyarat Tangan

Kita sering menyertai ucapan kita dengan isyarat tangan.”Berbicara dengan tangan” termasuk apa yang disebut emblem yang memiliki makna berlainan dalam budaya yang berbeda.

d. Gerakan Kepala

Gerakan kepala juga merupakan salah satu ciri khas dari komunikasi non verbal, seperti ketika mengatakan, tidak, ya, atau menyimak, biasanya komunikan akan menganggukan kepala, menggeleng atau menunduk dan memejamkan mata.

(9)

e. Komunikasi Sentuhan

Komunikasi ini juga sering disebut haptik (haptics). Menurut Montague, komunikasi ini merupakan komunikasi yang paling primitive. Dari segi perkembangan, sentuhan barangkali merupakan rasa (sence) pertama yang kita gunakan. Bahkan sejak dalam kandungan, bayi sudah dirangsang dengan sentuhan. Segera setelah lahir, bayi dipeluk, dibekali, ditepuk dan dielus. Kemudian bayi mulai mengenal dunia melalui sentuhan (rabaan). Dalam waktu singkat, si bayi belajar mengkomunikasikan beragam makna melalui sentuhan.

2.1.3 Perkembangan Sosial dan Komunikasi Anak Tuna Grahita

Sutjihati dalam buku Sunardi dan Sunaryo16, menjelaskan bahwa anak Tuna Grahita. Disamping dalam berkomunikasi sehari-hari cenderung menggunakan kalimat tunggal. Pada mereka umumnya juga mengalami gangguan dalam artikulasi, kualitas suara, dan ritme, serta mengalai kelambatan dalam perkembangan bicara. Perbedaan perkembangan pola interaksi semakin jelas ketika bayi dengan gejala Tuna Grahita memasuki usia dua tahun lebih. Perbedaan tersebut direfleksikan dalam bentuk bermain dan komunikasi.

Mundy dalam Gauri17, melakukan penelitian yang komprehensif tentang komunikasi sosial terhadap kelompok anak-anak Tuna Grahita usia 2-3 tahun. Anak-anak tersebut dibandingkan anak-anak normal dengan usia yang sama,

16 Sunardi dan Sunaryo.Intervensi Dini Anak Berkebutuhan Khusus. Departemen Pendidikan Nasional:Jakarta.2007 hal 191

17

Gauri Pruthi.2007.”Language Development in Children with Mental Retardation.National

Counsil of Educational Reserch and Training”.

http://goertzel.org/dynapsyc/2007/language20%development.htm, diakses pada tanggal 18 Juni 2014

(10)

hasilnya anak-anak Tuna Grahita menunjukan perilaku interaksi sosial yang lebih banyak dibandingkan dengan anak pada umumnya. Tapi anak Tuna Grahita lebih sedikit berkata-kata dan tidak mampu mengungkapkan apa yang dimintanya melalui ucapan dibanding anak pada umumnya, mereka lebih senang menggunakan komunikasi non verbal, seperti menarik tangan, menunjuk, atau melakukan gesture tertentu kepada orang sekitar ketika menginginkan sesuai dari pada meminta objek dengan ucapan. Anak Tuna Grahita, semakin bertambah usia maka mereka akan semakin ramah kepada orang-orang disekitarnya.

Anak-anak pada umumnya mampu berbagi giliran untuk bercakap-cakap sebab mereka sejak awal perkembangannya bahasa, sudah dimiliki pengalaman belajar berinteraksi bahasa dengan ibunya. Namun berbeda dengan anak dengan gejala ke-Tuna Grahitaan, mereka sedikit mengambil pengalaman berbahasa sejak awal sehingga kesulitan berbagi giliran berbicara, kesulitan melakukan percakapan sesuai topik, sering beralih topik pembicaraan bukan menambah informasi untuk memperkuat topik perbincangan.

Dalam percakapan normal, partisipan harus saling berbagi giliran, berbeda dalam topik pembicaraan yang sama, pernyataan dari pesan yang disampaikan harus jelas, dan sesuai aturan budayanya sehingga mendukung setiap individu dalam percakapan tersebut.

Lawan bicara terkadang membutuhkan informasi tambahan, meminta penjelasan, pengulangan ucapan atau pembicaraan. Hanya saja itu sulit bagi anak-anak Tuna Grahita. Mereka lebih fokus pada perbincangannya sendiri. Namun

(11)

demikian, penelitian pada anak-anak Tuna Grahita usia 10 tahun keatas, mereka lebih mampu melakukan itu walaupun sebatas mengulang pembicaraan.

Rochyadi18 dalam bukunya mengatakan, “Bahasa yang digunakan hendaknya berbentuk kalimat tunggal yang pendek, gunakan media atau alat peraga untuk mengkonkritkan konsep-konsep abstrak agar ia memahaminya”. Berdasarkan perkembangan bahasa diatas maka kemampuan bahasa dan kounikasi anak Tuna Grahita cukup rendah. Oleh karena itu ada baiknya apabila pendidikan bahasa yang diberikan kepada anak Tuna Grahita dirancang sebaik mungkin dengan menghindari penggunaan bahasa yang kompleks.

2.2 Kajian Tentang Anak Tuna Grahita

2.2.1 Pengertian Anak Tuna Grahita

John W.Santrock19, dalam bukunya memaparkan bahwa, Tuna Grahita dikenal pula sebagai retardasi mental (mental retardation), adalah kondisi yang dimulai sebelum usia 18 tahun yang meliputi rendahnya intelegensi (biasanya dibawah 70 dalam test intelegensi tradisional yang dilakukan sendiri) dan kesulitan dalam menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari. Seseorang yang diberi diagnosis retardasi mental harus terbukti pada masa kanak-kanak memiliki IQ rendah dan kemampuan adaptasi yang rendah, bukan setelah melewati sebuah periode panjang yang memungkinkan adanya gangguan fungsi normal oleh kecelakaan atau jenis serangan otak lainnya.

18

Endang Rochyadi.Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak Tuna

Grahita.Departemen Pendidikan:Jakarta.2005 hal 24

19

John W.Santrock.Psikologi Pendidikan Educational Psycology,Edisi 3,Buku 1.Salemba Humanika:Jakarta.2009 hal 255

(12)

2.2.2 Klasifikasi dan Jenis Tuna Grahita

Didalam bukunya John W.Santrock20, mengklarifikasikan Tuna Grahita kedalam beberapa kategori yaitu:

1. Ringan : IQ 55-70 2. Sedang : IQ < 25 3. Berat : IQ 25-39 4. Cukup : IQ 55-70

Terman dalam buku Santrock21, menyebutkan pada masa remaja akhir, individu-individu yang menderita Tuna Grahita ringan dapat diharapkan mengembangkan keterampilan akademis kira-kira pada kelas enam. Pada tahun-tahun dewasa mereka, banyak yang mendapatkan pekerjaan dan menjalani kehidupan mereka sendiri dengan sedikit dukungan. Anak-anak yang menderita Tuna Grahita yang berat kemungkinan besar juga memperlihatkan tanda-tanda komplikasi neurolgis lainnya, seperti cerebral palsy, epilepsy, gangguan penglihatan, dan kerusakan metabolism sejak lahir yang mempengaruhi sistem saraf pusat.

2.2.3 Faktor Penyebab Tuna Grahita

Strauss dalam buku Mumpunarti22, mengelompokan faktor penyebab menjadi dua gugus, yaitu endogen dan eksogen, satu faktor dimaksudkan endogen jika letaknya pada sel keturunan, untuk membedakan yang diluar keturunan (eksogen). Faktor penyebab ke-Tuna Grahitaan, sebagai berikut:

20

John W.Santrock.Psikologi Pendidikan Educational Psycology, Edisi 3, Buku 1.Salemba Humanika: Jakarta.2009 hal 256

21 Ibid.256 22

Mumpunarti.Penanganan Anak Tuna Grahita.Universitas Negeri Yogyakarta:Yogyakarta.2000 hal 52

(13)

a. Faktor keturunan

Terjadi karena adanya kelainan kromosom (inversi,delesi,duplikasi) dan kelainan gen (kekuatan kelainan, lokus gen).

b. Gangguan metabolisme dan gizi

Gangguan metabolisme asam amino (phenylketonuria), gangguan metabolisme saccharide (gargolism), kelainan hypothyroidism.

c. Infeksi dan keracunan

Karena penyakit rubella,syphilis bawaan, syndrome gravidity beracun. d. Trauma dan zat radioaktif

e. Masalah pada kelahiran

f. Faktor lingkungan (sosial budaya)

Menurut Triman Prasadio dalam buku Murzayanah23, bahwa penyebab Tuna Grahita digolongkan menjadi dua kelompok, seperti berikut:

1. Kelompok Biomedik yang meliputi: a. Prenatal, dapat terjadi karena:

1) Infeksi ibu pada waktu mengandung 2) Gangguan metabolisme

3) Iradiasi sewaktu umur kehamilan antara 2-6 minggu 4) Kelainan kromosom

5) Malnutrisi

23

(14)

b. Natal, antara lain berupa: 1) Anaxia

2) Asphysia

3) Prematurias dan postmaturias 4) Kerusakan otak

c. Postnatal dapat terjadi karena: 1) Malnutrisi

2) Infeksi 3) Trauma

2. Kelompok sosio kultural:psikologik atau lingkungan

Kelompok etiologi ini dipengaruhi oleh proses psiko sosial dalam keluarga. Dalam hal ini ada tiga macam teori, seperti berikut:

a. Teori Stimulasi

Pada umumnya, adalah penderita Tuna Grahita yang tergolong ringan, disebabkan karena kekurangan rangsangan atau kekurangan kesempatan dari keluarga.

b. Teori Gangguan

Kegagalan keluarga dalam memberikan proteksi yang cukup, terhadap stress pada masa kanak-kanak sehingga mengakibatkan gangguan pada proses mental.

c. Teori Keturunan

Teori ini mengemukakan bahwa hubungan antara orang tua dan anak mengalami stress, akan bereaksi dengan cara yang macam-macam untuk

(15)

dapat menyesuaikan diri. Atau dengan kata lain “security system” sangat lemah didalam keluarga.

Dari beberapa pengertian diatas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor penyebab yang dapat mengakibatkan terjadinya ke-Tunaan pada anak, yaitu faktor keturunan, faktor makanan dan minuman serta faktor lingkungan. Dalam hal ini faktor-faktor tersebut dapat mempengaruhi ke-Tuna Grahitaan baik pada saat prenatal, natal, maupun postnatal. Maka untuk menghindari hal tersebut, ada baiknya untuk benar-benar mempersiapkan segala kebutuhan yang diperlukan dan menjaga sebaik-baiknya kesehatan, agar dapat mempersempit kemungkinan ke-Tuna Grahitaan terjadi pada anak.

Referensi

Dokumen terkait

Merupakan suatu anugerah yang tak ternilai bagi penulis bisa memperoleh ilmu dan berkesempatan menerapkannya dalam sebuah karya tulis ilmiah berbentuk skripsi dengan

kelembagaan dan program pembangunan masyarakat; saat ini pemerintah sudah banyak melakukan sosialisasi kepada masyarakat dan melakukan pemberdayaan supaya para orang

“Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam Pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak- hak yang serupa itu dari masyarakat-masyarakat hukum adat, sepanjang menurut

Pengaruh karakteristik penyuluh terhadap proses penerapan komunikasi partisipatif pada program SL-PTT di Desa Abbokongeng, 2014. Karakteristik Penyuluh Proses Penerapan

Pada proses desain sambungan baja, perhitungan yang dilakukan sangatlah rumit karena banyak variabel konfigurasi yang harus dipertimbangkan, seperti ukuran profil

memiliki legenda yang mampu menjelaskan kontur suatu wilayah.. Berdasarkan data yang ditonjolkan peta dibagi menjadi.. a) Peta Umum adalah peta yang mengambarkan

Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih luas dari satu paru atau

Sedangkan Kebangkitan Kedua adalah kebangkitan bagi orang yang tidak benar/tidak percaya Yesus, yang namanya tidak tercantum dalam kitab kehidupan, yang akan