• Tidak ada hasil yang ditemukan

TUBERKULOSIS PARU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TUBERKULOSIS PARU"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

Laporan Kasus

TUBERKULOSIS PARU

Oleh :

RADIS VIRNA DA GUSTA

0808151021

Pembimbing : dr.Indra Yovi, Sp.P

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN PARU

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS RIAU

RSUD ARIFIN ACHMAD

PEKANBARU

(2)

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis (TB) merupakan masalah kesehatan dunia terutama di negara-negara yang sedang berkembang. Diperkirakan bahwa sepertiga dari penduduk dunia terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis. Laporan World Health Organization (WHO) tahun 2004 menyatakan bahwa terdapat 8,8 juta kasus baru tuberkulosis pada tahun 2002, dimana 3,9 juta adalah kasus dengan Basil Tahan Asam (BTA) positif.1,2

Berdasarkan laporan Penaggulangan TB Global yang dikeluarkan oleh WHO pada tahun 2007, angka insidensi TB mencapai 555.000 kasus (256 kasus/100.000 penduduk), dan 46% diantaranya diperkirakan merupakan kasus baru. Asia termasuk dalam kawasan dengan penyebaran TB tertinggi didunia sebesar 33%.1,2,3 Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia sebagai penyumbang TB terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumlah kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 pertahun. Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995, menempatkan TB sebagai penyebab kematian ketiga terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan, dan merupakan nomor satu terbesar dalam kelompok penyakit infeksi.3

Di Indonesia maupun di dunia, TB masih tetap menjadi problem kesehatan dunia yang utama. Walaupun sudah lebih dari seabad sejak penyebabnya ditemukan oleh ilmuwan Jerman, Robert Koch, pada tahun 1882, TB belum dapat diberantas bahkan terus berkembang.1 Dinkes Provinsi Riau pada tahun 2011 jumlah penderita TB Paru di Provinsi

Riau masih tinggi dibandingkan jawa-bali yang hanya 160 orang dari 100 ribu orang. Penderita positif TB Paru di Provinsi Riau sebanyak 2.968 orang dari 5.538.367 penduduk Provinsi Riau. Ditargetkan cakupan penemuan sebesar 70%, angka penemuan penderita TB Paru kasus baru dengan BTA positif Case Detection Rate (CDR) untuk tahun 2011 sebesar 2.880 kasus (33,9%) meningkat jika dibandingkan tahun 2010 (26,6 %jumlah kasus 2.205) dan tahun 2007 sebesar 2.003 kasus (21,8%).4

Tingginya angka kejadian TB Paru di Provinsi Riau ini merupakan tantangan bagi semua pihak untuk terus berupaya mengendalikan infeksi ini. Salah satu upaya penting untuk menekan penularan TB di masyarakat adalah dengan melakukan diagnosis dini yang definitif.

(3)

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Definisi

Tuberkulosis (TB) paru merupakan suatu penyakit yang menyerang jaringan paru yang diakibatkan oleh infeksi Mycobacterium tuberculosis. Gejala utamanya adalah batuk produktif terus-menerus lebih dari tiga minggu, biasanya sering disertai dengan gejala tambahan seperti sputum bercampur darah, hemoptoe (batuk berdarah), sesak nafas dan rasa nyeri dada, badan terasa lemah, nafsu makan berkurang, berat badan turun, rasa kurang enak badan (malaise), berkeringat malam walaupun tanpa aktivitas.1,2

2.2 Etiologi

TB paru disebabkan oleh basil TB (M. tuberculosis) yang termasuk ke dalam familie Mycobacteriaceae. Mycobacterium tuberculosis yang paling berbahaya bagi manusia adalah tipe humanus dan tipe bovinus. Basil TB mempunyai dinding sel lipoid sehingga tahan asam. Basil TB memerlukan waktu 12 sampai 24 jam untuk bermitosis.3,4

Basil TB sangat rentan terhadap sinar matahari, sehingga dalam beberapa menit saja akan mati. Kuman ini berbentuk batang, bersifat aerob, mudah mati pada air mendidih (5 menit pada suhu 800C, dan 20 menit pada suhu 600C), dan apabila terkena sinar

ultraviolet (matahari). Basil tuberkulosis tahan hidup berbulan-bulan pada suhu kamar dan ruangan yang lembab.3

Gambar Mycobacterium Tuberculosis4 2.3 Patogenesis Tuberkulosis

2.3.1 Infeksi Primer

Penularan tuberkulois paru terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droplet nuclei dalam udara sekitar. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam

(4)

udara bebas selama 1-2 jam, tergantung pada ada tidaknya sinar ultraviolet, ventilasi yang buruk dan kelembaban. Dalam suasana lembab dan gelap kuman dapat bertahan berhari-hari sampai berbulan-bulan. Bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang sehat, maka partikel akan menempel pada saluran nafas atau jaringan paru. Partikel dapat masuk ke alveolar bila ukuran partikel < 5 mikrometer.3

Kuman akan berhadapan pertama kali oleh neutrofil, kemudian oleh makrofag. Bila kuman menetap dijaringan paru, berkembang biak dalam sitoplasma makrofag kuman dapat terbawa masuk ke organ tubuh lainnya. Kuman yang bersarang di jaringan paru akan membentuk sarang tuberkulosis pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau afek primer. Sarang primer dapat terjadi di setiap bagian jaringan paru. Bila menjalar ke pleura maka, terjadilah efusi pleura. Kuman dapat masuk melalui saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring dan kulit akan terjadi limfadenopati regional kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke seluruh organ seperti otak, ginjal, tulang. Bila masuk ke arteri pulmonalis maka terjadi penjalaran ke seluruh bagian paru menjadi TB milier.3

Dari sarang primer akan timbul peradangan saluran getah bening menuju hilus (limfangitis fokal) dan pembesaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis regional). Sarang primer limfangitis lokal dan limfadenitis regional disebut kompleks primer (Ranke). Semua proses ini memakan waktu 3-8 minggu. Kompleks primer selanjutnya akan menjadi:3,4

1. Sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad integrum).

2. Sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain garis fibrotik, kalsifikasi di hilus).

3. Menyebar dengan cara:  Perkontinuitatum.  Bronkogenik.

 Hematogen dan Limfogen.

2.3.2 Infeksi Pasca Primer (Sekunder)

Tuberkulosis sekunder merupakan sindrom yang disebabkan oleh infeksi M.

tuberculosis pada orang yang pernah terinfeksi dan oleh karenanya pasien sensitif terhadap

(5)

tuberkulosis primer. Mayoritas reinfeksi mencapai 90%. Tuberkulosis sekunder terjadi karena imunitas menurun seperti malnutrisi, alkohol, penyakit maligna, diabetes, AIDS dan gagal ginjal. 5,6

Tuberkulosis pasca primer ini dimulai dari sarang dini yang berlokasi di regio atas paru. Invasinya adalah ke daerah parenkim paru-paru dan tidak ke nodus hiler paru. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni suatu granuloma yang terdiri dari sel-sel histiosit dan sel Datia-Langhans yang dikelilingi oleh sel-sel limfosit dan berbagai jaringan ikat.1

Sarang dini pada tuberkulosis sekunder ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut:1,6

1. Direabsorbsi kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat.

2. Sarang tersebut akan meluas dan segera terjadi proses penyembuhan dengan serbukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut dapat menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kavitas bila jaringan keju dibatukkan keluar.

3. Sarang tersebut meluas, membentuk jaringan keju. Kavitas akan muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kavitas awalnya berdinding tipis, kemudian dindinganya akan menjadi tebal (kavitas sklerotik).

4. Ruptur ke dalam bronkus dan menyebabkan bronkopneumonia tuberkulosis

5. Menyebar melalui darah dan menyebabkan tuberkulosis milier pada hati, limpa, paru, koroid, tulang, dan meningen.

2.4 Klasifikasi

Sampai sekarang belum ada kesepakatan di antara para klinikus, ahli radiologi, ahli patologi, mikrobiologi dan ahli kesehatan masyarakat tentang keseragaman klasifikasi tuberkulosis. Di Indonesia klasifikasì yang banyak dipakai adalah berdasarkan kelainan klinis, radiologis, dan mikrobiologis, yaitu:1

 Tuberkulosis paru

 Bekas tuberkulosis paru

(6)

- Tuberkulosis paru tersangka yang diobati. Di sini sputum BTA negatif tetapi tanda-tanda lain positif.

- Tuberkulosis paru tersangka yang tidak diobati. Di sini sputum BTA negatif dan tanda-tanda lain juga meragukan.

WHO 1991 berdasarkan terapi membagi TB dalam 4 kategori yaitu:1,4,6

 Kategori I, ditujukan terhadap :

- Kasus baru dengan sputum positif. - Kasus baru dengan bentuk TB berat.

 Kategori II, ditujukan terhadap : - Kasus kambuh

- Kasus gagal dengan sputum BTA positif

 Kategori III, ditujukan terhadap :

- Kasus BTA negatif dengan kelainan paru yang tidak luas. - Kasus TB ekstra paru selain dari yang disebut dalam kategori I

 Kategori IV, ditujukan terhadap : TB kronik.

Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak (BTA), kriteria pasien TB paru adalah sebagai berikut:7

1. Tuberkulosis paru BTA positif.

a) Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.

b) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto toraks dada menunjukkan gambaran tuberkulosis.

c) 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan biakan kuman TB positif.

d) 1 atau lebih spesimen dahak hasilnya positif setelah 3 spesimen dahak SPS pada pemeriksaan sebelumnya hasilnya BTA negatif dan tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

2. Tuberkulosis paru BTA negatif

Kasus yang tidak memenuhi definisi pada TB paru BTA positif. Kriteria diagnostik TB paru BTA negatif harus meliputi:

a) Paling tidak 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA negative b) Foto toraks abnormal menunjukkan gambaran tuberkulosis.

(7)

c) Tidak ada perbaikan setelah pemberian antibiotika non OAT.

d) Ditentukan (dipertimbangkan) oleh dokter untuk diberi pengobatan. Berdasarkan tipe pasien:2,7

1. Kasus baru, bila pasien belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan obat kurang dari satu bulan.

2. Kasus relaps (kambuh), bila pasien sebelumnya pernah mendapat pengobatan TB dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan sputum BTA (+).

3. Kasus defaulted atau drop out , bila pasien telah menjalani pengobatan ≥ 1 bulan dan tidak mengambil obat 2 bulan berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatan selesai.

4. Kasus gagal, bila pasien BTA positif yang masif tetap positif atau kembali positif pada akhir bulan ke 5 atau akhir pengobatan.

5. Kasus kronik, bila pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih positif setelah selesai pengobatan ulang dengan pengobatan kategori 2 dengan pengawasan yang baik.

6. Kasus bekas TB, bila hasil pemeriksaan BTA negatif dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak aktif.

2.5 Diagnosis

a. Anamnesis

Gejala klinis TB diagi dalam 2 bagian yaitu gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala sistemik berupa demam, malaise, keringat malam, anoreksia, dan berat badan menurun. Pada paru akan timbul gajala lokal berupa gejala respiratori seperti batuk, sputum purulen, batuk darah, nyeri dada dan sesak nafas. Tanda dan gejala respiratori tergantung luas lesi. Keluhan yang terbanyak adalah:1,37,8

 Demam

Demam merupakan gejala pertama dari TB paru, biasanya subfibril, mirip demam influenza yang segera mereda. Tergantung dari daya tahan tubuh dan virulensi kuman, serangan demam yang berikut dapat terjadi setelah 3 bulan, 6 bulan, 9 bulan (multiplikasi 3 bulan). Demam seperti influenza ini hilang timbul dan makin lama makin panjang masa

(8)

serangannya, sedangkan masa bebas serangan akan makin pendek. Demam dapat mencapai suhu tinggi yaitu 40-41°C.

 Batuk/batuk darah (> 2 minggu):

Batuk baru timbul apabila proses penyakit telah melibatkan bronkus. Batuk mula-mula terjadi oleh karena iritasi bronkus, selanjutnya akibat adanya peradangan pada bronkus, batuk akan menjadi produktif. Batuk produktif ini berguna untuk membuang produk-produk ekskresi peradangan. Dahak dapat bersifat mukoid atau purulen.

Batuk darah terjadi akibat pecahnya pembuluh darah. Berat dan ringannya batuk darah yang timbul tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah. Batuk darah tidak selalu timbul akibat pecahnya aneurisma pada dinding kavitas, juga dapat terjadi karena ulserasi pada mukosa bronkus. Batuk darah inilah yang paling sering membawa penderita berobat ke dokter.

 Sesak Napas

Pada penyakit yang ringan belum dirasakan sesak napas. Sesak napas akan ditemukan pada penyakit yang sudah lanjut, yang infiltrasinya sudah meliputi setengah bagian paru-paru.

 Nyeri dada

Hal ini jarang ditemukan. Nyeri dada dapat timbul bila infiltrasi radang sudah sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. Terjadi gesekan kedua pleura sewaktu pasien menarik atau melepaskan nafasnya.

 Malaise

Gejala malaise sering ditemukan berupa anoreksia ( tidak ada nafsu makan), badan makin kurus, berat badan turun, sakit kepala, meriang, nyeri otot, keringat malam. Gejala ini makin lama makin berat dan terjadi hilang timbul secara tidak teratur.

b. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan pertama terhadap keadaan umum pasien mungkin ditemukan konjungtiva dan kulit yang pucat karena anemia, suhu demam subfebris, badan kurus atau berat badan menurun.4,6

(9)

Dasar kelainan anatomis tuberkulosis paru terletak pada lobuli, jadi meliputi alveoli dan beberapa bronkiolus terminalis. Tanda-tanda dini berupa konsolidasi serta didapatkan sekret di bronkus kecil. Karena proses menjalar pelan-pelan dan menahun, maka biasanya penderita datang dengan keadaan yang sudah lanjut sehingga kelainan fisik mudah diketahui, berupa:7,8

- Kelainan parenkim yaitu konsolidasi, fibrosis, atelektasis, dan/atau kerusakan parenkim dengan sisa suatu kavitas.

- Kelainan saluran pernafasan: berupa radang dari mukosa disertai dengan penyempitan maupun penimbunan sekret.

- Kelainan pleura : oleh karena proses terletak dekat pleura, maka hampir selalu terjadi reaksi pleura berupa penabalan atau nyeri pleura.

Konsolidasi dan fibrosis pada parenkim paru dengan saluran pernafasan yang masih terbuka akan meningkatkan penghantaran getaran suara sehingga fremitus suara meningkat. Suara nafas menjadi bronko-vesikuler atau bronkial, didapatkan bronkofoni atau suara bisik yang disebut whispered pectoraliloque.8

Sekret yang berada di dalam bronkus akan menyebabkan suara tambahan berupa ronki basah. Suara ronki kasar atau halus tergantung dari tempat sekret berada. Penyempitan saluran pernafasan menimbulkan ronki kering, dan penyempitan ini disertai kavitas dapat terdengar suara yang disebut hallow sound sampai amforik.8,9

c. Pemeriksaan laboratorium

 Sputum

Sputum dijadikan tanda yang patognomonis, dengan ditemukannya kuman BTA, diagnosis tuberkulosis sudah dapat dipastikan. Di samping itu, pemeriksaan sputum juga dapat memberikan evaluasi terhadap pengobatan yang sudah diberikan. Cara pengambilan sputum yaitu 3 kali (sewaktu-pagi-sewaktu).4,6,7,8

Kuman baru dapat ditemukan apabila bronkus yang terlibat proses penyakit ini terbuka keluar sehingga sputum yang mengandung kuman BTA mudah keluar. Diperkirakan di Indonesia terdapat 50 % pasien BTA + tetapi kuman tersebut tidak ditemukan dalam sputum. Kriteria sputum BTA positif adalah bila sekurang-kurangnya ditemukan ditemukan 3 kuman dalam 1 sediaan, atau dengan kata lain diperlukan 5000 kuman dalam 1 ml sputum.4,7

(10)

Cara pemeriksaan sediaan sputum:8

1. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop biasa.

2. Pemeriksaan sediaan langsung dengan mikroskop fluoresens (pewarnaan khusus) 3. Pemeriksaan terhadap resistensi obat

4. Pemeriksaan dengan biakan (kultur). Setelah 4-6 minggu penanaman, koloni kuman mulai tampak. Bila setelah 8 minggu tidak tampak biakan dinyatakan negatif.

Interpretasi pemeriksaan mikroskopis dibaca dengan skala International Union

Against Tuberculosis and Lung Disease (IUATLD):

1. Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang disebut negatif

2. Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman yang ditemukan

3. Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+) 4. Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut ++ (2+) 5. Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang disebut +++ (3+)

Kadang – kadang dari hasil pemeriksaan mikroskopis biasa terdapat kuman BTA (+), tetapi pada biakan hasilnya negatif. Ini terjadi pada fenomena Death bacilli atau

nonculturable bacilli yang disebabkan keampuhan panduan obat antituberkulosis jangka

pendek yang cepat mematikan kuman BTA dalam waktu singkat.2

 Darah

Pemeriksaan ini hasilnya tidak sensitif dan tidak spesifik. Pada saat tuberkulosis baru mulai (aktif), akan didapatkan jumlah lekosit yang sedikit meninggi dengan hitung jenis pergeseran ke kiri. Jumlah limfosit masih dibawah normal. Laju endap darah mulai meningkat. Bila penyakit mulai sembuh, jumlah lekosit kembali normal dan jumlah limfosit masih tinggi. Laju endap darah mulai turun ke arah normal. Hasil pemeriksaan lain dari darah didapatkan anemia ringan normokrom normositer, gama globulin meningkat, kadar natrium darah menurun.7

d. Pemeriksaan Radiologis

Pemeriksaan standar ialah foto thoraks PA. Pada pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam bentuk (multiform). Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif:8

- Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus bawah paru.

(11)

- Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau nodular.

- Bayangan bercak milier

- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang) Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:8

- Fibrotik - Kalsifikasi

- Schwarte atau penebalan pleura

Luas lesi yang tampak pada foto thorax dinyatakan sebagai berikut sesuai dengan Ámerican Thoracic Society dan National Tuberculosis Association:6,8

a. Lesi minimal (minimal lesion)

Bila proses mengenai sebagian dari satu atau dua paru dengan luas tidak lebih dari sela iga 2 depan (volume paru yang terletak di atas chondrosternal junction dari iga kedua depan dan prosesus spinosus dari vertebra torakalis 4 atau korpus vertebra torakalis 5, serta tidak dijumpai kaviti.

b. Lesi sedang (Moderately lesion)

Bila proses penyakit lebih luas dari lesi minimal dan dapat menyebar dengan densitas sedang, tetapi luas proses tidak boleh lebih luas dari satu paru atau jumlah seluruh proses yang ada paling banyak seluas satu paru atau bila proses tuberkulosis mempunyai densitas lebih padat, lebih tebal (confluent), maka luas proses tersebut tidak boleh leih dari sepertiga luas satu paru dan proses ini dapat atau tidak disertai kavitas. Bila disertai kavitas, maka luas semua kavitas (diamete) tidak boleh lebih dari 4 cm.

c. Lesi luas (far Advanced)

Bila proses lebih luas dari lesi minimal.

(12)

2.6 Penatalaksanaan Tuberkulosis Paru

Pengobatan tuberkulosis ditujukan untuk menyembuhkan penderita, mencegah kekambuhan dan menurunkan tingkat penularan. Pengobatan dibagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan:10,11

a. Tahap intensif

Penderita mendapat obat setiap hari, awasi langsung. Bila pengobatan tahap intensif diberikan secara tepat, biasanya penderita menular menjadi tidak menular dalam 2 minggu. Sebagian besar penderita BTA positif akan menjadi negatif pada akhir pengobatan

(13)

b. Tahap lanjutan

Paduan obat yang digunakan terdiri dari panduan obat utama dan obat tambahan. 1. Jenis obat utama (lini 1) yang digunakan adalah:11

a. Isoniazid (INH), bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.

b. Rifampisin, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman semi dorman yang tidak dapat dibunuh INH.

c. Prazinamid, bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman yang berada dalam sel dengan suasana asam.

d. Streptomisin, bersifat bakterisid. e. Ethambutol, bersifat bakteriostatik. 2. Jenis obat tambahan lainnya (lini 2):10

OAT lini 2 adalah asam para-aminosalisilat, ethionamide, fluorokinolon, aminoglikosida dan capreomycin, cycloserine, penghambat betalaktam, clarithromycin, linezolid.

Obat-obatan tersebut tersedia dalam kemasan obat tunggal dan obat kombinasi (Fixed Dose Combination/FDC). FDC direkomendasikan bila tidak dilakukan pengawasan menelan obat.9

Program Nasional Penanggulangan TB paru di Indonesia menggunakan paduan OAT:11,12

1. Kategori I (2HRZE/4H3R3)

Diberikan untuk penderita baru TB paru BTA positif, TB paru BTA negatif rontgen positif yang sakit berat, dan penderita TB paru ekstra paru berat.

2. Kategori II (2HRZES/HRZE/5H3R3E)

Diberikan untuk penderita kambuh (relaps), penderita gagal (failure) dan penderita dengan pengobatan lalai (drop out).

(14)

Diberikan untuk penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan, pasien ekstra paru ringan yaitu limfadenitis TB, TB kulit, TB tulang (kecuali tulang belakang), sendi dan kelenjar adrenal.

4. Obat sisipan (HRZE)

Bila pada akhir tahap intensif pengobatan penderita baru BTA positif dengan kategori I atau penderita BTA positif pengobatan ulang dengan kategori II hasil pemeriksaan dahak masih BTA positif.

Dosis OAT yaitu:13

Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT

Obat Dosis (mg/Kg BB/Hari) Dosis yang Dianjurkan Dosis Maks (mg) Dosis (mg)/BB (kg) Harian (mg/KgBB/ Hari Intermitten (mg/kgBB/ Kali <40 40-60 >60 R 8-12 10 10 600 300 450 600 H 4-6 5 10 300 150 300 450 Z 20-30 25 35 750 1000 1500 E 15-20 15 30 750 1000 1500 S 15-18 15 15 1000 Sesuai BB 750 1000

International Union Against Tuberkulosis and Lung Disease (IUALTD)

Tabel 2. Panduan OAT yang dianjurkan pada pengobatan TB Paru11

Kategori (Program)

Kasus Panduan OAT Program Nasional

Panduan Alternatif

I  TB paru BTA (+), kasus baru

 BTA (-), lesi luas/ kasus berat

 TB ekstrapulmonal berat

(15)

 TB kasus berat + HIV 2RHZE/ 6HE II  Kambuh  Gagal pengobatan  Putus obat 2RHZES/ 1HRZE/ 5H3R3E3 2RHZES/ 1HRZE/ 5HRE

III  TB paru BT (-), lesi minimal, HIV (-)  Ekstrapulmonal ringan, HIV (-) 2RHZ/ 4R3H3 2RHZ/ 4RH 2 RHZ/ 6HE IV TB kronik  MDR-TB

Rujuk ke spesialis Untuk mendapat OAT lini 2

Tabel 3. Dosis Obat Antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap13

Fase intensif (2 bulan)

Fase lanjutan (4 bulan)

BB Harian Harian 3x/minggu Harian 3x/minggu (RHZE) 150/75/400/275 (RHZ) 150/75/40 0 (RHZ) 150/150/50 0 (RH) 150/75 (RH) 150/150 30-37 2 2 2 2 2 38-54 3 3 3 3 3 55-70 4 4 4 4 4 >71 5 5 5 5 5

Tabel 4. Tabel efek samping OAT pada orang dewasa13

Obat-obatan Efek Samping Utama

1. Isoniazid Hepatitis (meningakt dengan umur, kelainan fungsi hati, pecandu alkohol)

 Neuropati perifer (hati-hati pada penderita DM, uremia, malnutrisi)

2. Rifampisin  Gangguan saluran cerna

 Hepatitis

(16)

 Rash

 Gejala seperti flu

 Kelainan darah 3. Pirazinamid  Hepatitis

 Rash

 Nyeri sendi

 Hiperurisemia

 Gangguan saluran cerna 4. Etambutol  Optic neuritis

5. Streptomisin (p.e)  Ototoksik (hidari pada penderita >60 tahun)

 Gangguan fungsi ginjal 6. Ciprofloksasin  Gangguan saluran cerna 7. Ofloksasin  Gangguan saluran cerna

 Gangguan tidur, sakit kepala 8. Kanamisin  Seperti streptomisin

2.7 Evaluasi Pengobatan 1. Gejala klinis

Biasanya pasien di kontrol dalam 1 minggu pertama selanjutnya setiap 2 minggu selama tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Secara klinis hendaknya terdapat perbaikan keluhan-keluhan pasien seperti batuk-batuk berkurang, batuk darah hilang, nafsu makan bertambah, berat badan meningkat.9- 11

2. Bakteriologis

Biasanya setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi negatif. World Health Organization menganjurkan kontrol sputum BTA dilakukan pada akhir bulan ke 2, 4, dan 6. Pemeriksaan resistensi dilakukan pada pasien baru yang BTA nya masih positif setelah tahap intensif dan pada awal terapi bagi pasien yang mendapat pengobatan berulang. Bila sudah negatif sputum BTA tetap di periksakan minimal 3x berturut- turut. 9- 11

3. Radiologis

Bila fasilitas memungkinkan foto kontrol dapat dibuat pada akhir pengobatan sebagai dokumentasi untuk perbandingan bila nanti timbul kasus kambuh. Karena perubahan gambaran radiologis tidak secepat perubahan bakteriologis, evaluasi foto dada dilakukan setiap 3 bulan sekali. Bila secara bakteriologis ada perbaikan tetapi klinis dan radiologis tidak, harus dicurigai penyakit lain disamping tuberkulosis paru. Perlu dipikirkan juga ada gangguan imunologis pada pasien tersebut antara lain AIDS2. Pasien

(17)

yang gagal pengobatan dapat diberikan resimen pengobatan yang dimodifikasi dengan menambahkan sedikitnya 3 obat baru (dimana kuman masih sensitif terhadap obat tersebut). Pasien dengan MDR diterapi dengan 4-6 obat selama 18-24 bulan (jika terdapat resistensi terhadap etambutol dan pirazinamid maka pengobatan diberikan selama 24 bulan). 9- 11

2.8 Komplikasi

Penyakit tuberkulosis paru bila tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan komplikasi, yang dibagi atas: 9- 11

- Komplikasi dini: pleuritis, efusi pleura, empiema, dan laringitis

- Komplikasi lanjut: obstruksi jalan nafas (SOPT: Sindrom Obstruksi Paska Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat, fibrosis paru, kor-pulmonal, sindrom gagal nafas, yang sering terjadi pada TB milier dan kavitas TB.

- Komplikasi sistemik : menigitis TB, tamponade jantung, kerusakan Ginjal dan Hepar

(18)

ILUSTRASI KASUS

Identitas pasien :

Nama : Tn. M No. MR : 859382 Umur : 56 tahun Jenis kelamin : Laki – laki Pekerjaan : Petani Status : Menikah Alamat : Kampar MRS : 14 Juli 2014 Pemeriksaan : 15 Juli 2014 ANAMNESIS (Autoanamnesis) Keluhan Utama :

Batuk berdarah sejak 3 hari Sebelum Masuk Rumah Sakit (SMRS)

(19)

- 3 bulan SMRS, pasien mengeluh batuk berdahak, sesak dan terasa panas di dada. Dahak berwarna putih hingga kuning, tidak ada darah. Terjadi penurunan nafsu makan pada pasien. Pasien mengeluh terjadi penurunan berat badan ± 12 kg. Pasien mengaku berobat kepuskesmas dan beberapa kali membeli obat batuk tetapi keluhan batuk juga tidak hilang.

- 2 bulan SMRS pasien masih mengeluh batuk, dahak campur darah, setiap kali batuk. Batuk disertai sesak napas dan panas pada dada. Pasien juga mengeluh badan terasa lemas, menggigil dan sering berkeringat di malam hari hingga baju dan rambut menjadi basah. Pasien juga mengaku sering demam hilang timbul. Demam tidak begitu tinggi, dan sering terjadi pada malam hari, membaik di pagi hari. Pasien juga mengeluhkan tidak nyenyak tidur. Pasien berobat ke puskesmas, dirujuk ke RS Bangkinang untuk pemeriksaan rontgen dada. Kemudian pasien didiagnosis TB paru dan diberi obat untuk 6 bulan.

- 2 minggu SMR, pasien merasa keluhan sudah berkurang, batuk darah tidak ada lagi, sehingga pasien berhenti minum obat.

- 2 hari SMRS, pasien mengeluhkan sesak semakin hebat, batuk semakin sering dan bertambah berat, dan menyebabkan dadanya sakit, sakit pada dada juga dikeluhkan sampai ke punggung. Batuk disertai darah, volume seperempat gelas setiap kali batuk. Pasien merasa sangat lemah, demam tinggi pada malam hari dan berkeringat banyak sampai bajunya basah, mual (+), muntah (-), tidak ada nafsu makan, BAB hanya sesekali dengan konsistensi dan warna normal dan BAK tidak ada keluhan.

Riwayat Penyakit Dahulu

- Asma (-)

- Riwayat minum obat enam bulan (+) dan terputus pada bulan kedua - HT (-) DM (-)

Riwayat Penyakit Keluarga

- Keluarga menderita penyakit yang sama (-) - Riwayat asma dalam keluarga (-)

Riwayat Pekerjaan, sosioekonomi, dan kebiasaan

- Pasien seorang petani, berkeluarga, sekitar 3 bulan SMRS pasien sering tidur larut malam dan bergadang

- Riwayat merokok (+) - Riwayat minum alkohol (-)

(20)

Pemeriksaan umum

- Kesadaran : komposmentis - Keadaan umum : Tampak sakit sedang - Tekanan darah : 110/70 mmHg - Nadi : 98 x/menit - Nafas : 26 x/menit - Suhu : 36,1oc

- Keadaan gizi : BB = 48 kg TB = 169 cm IMT= 16,78(Gizi kurang)

Pemeriksaan fisik Kepala

- Mata : Konjungtiva anemis (+/+), sklera tidak ikterik, pupil bulat, isokor, reflek cahaya (+/+)

- Hidung: simetris (+/+), scar (-), massa(-), darah (-), secret (-) - Telinga : simetris (+/+),scar (-), massa(-), darah (-), secret (-)

- Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), tidak ada peninggian JPV

Toraks

- Paru:

Inspeksi : Bentuk dan gerakan dada simetris kanan kiri, otot napas tambahan (+) Palpasi : vocal fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler, ronkhi (+) pada hemitoraks sinistra, wheezing (-) - Jantung :

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat

Palpasi : iktus kordis teraba 2 jari medial LMC sinistra kiri RIC V Perkusi : Batas jantung kanan : Linea parasternalis dekstra ICS II

Batas jantung kiri : 2 jari medial linea midclavicula sinistra ICS V Auskultasi : Suara jantung normal, bising murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : perut datar, venektasi (-), scar (-), papil eritema (+)

(21)

Perkusi : timpani

Auskultasi: bising usus normal

Ekstremitas

Look : Bengkak (-), scar (-).

Feel : Akral hangat (+), pitting udem (-), CRT>2 detik

Pemeriksaan penunjang

28 Juni 2014

Laboratorium darah rutin

Hb 9,7 g/dL Ht 34,2 /mm3

Leukosit 26,7x103/mm3

Eritrosit 363x106 /mm3

Trombosit 227x103/mm3

Pemeriksaan Kimia Darah

GLU : 94mg/dL URE 1 : 36 mg/dL CRE 1 : 0,71 mg/Dl ALB : 3,2 mg/dL GLB : 3,92 g/Dl BUN : 16,8 mg/dL Pemeriksaan sputum

Sewaktu hari I (30 Juni 2014) : BTA (+)

Pagi hari II (1 Juli 2014) : BTA (-)

Rontgen toraks PA:

Diagnosis kerja : Hemoptoe e.c TB paru BTA (+) putus obat + anemia e.c low intake DAFTAR MASALAH:

(22)

2. Anemia

ANALISIS MASALAH

Pada anamnesis didapatkan adanya hemoptosis ± 3 bulan SMRS. Pada pasien ini dapat dipastikan perdarahan berasal dari saluran pernapasan, dan dicurigai disebabkan oleh proses inflamasi, infeksi parenkim paru, atau adanya gangguan perdarahan (trombositopenia). Adanya anamnesis tambahan dada terasa sakit dan panas, semakin berat saat batuk, badan lemah, tidak nafsu makan, sering berkeringat banyak, penurunan berat badan memberikan keluhan yang diderita kepada gejala klinis respiratorik dan gejala umum dari infeksi TB paru, dikonfirmasi dengan keterangan riwayat putus obat 6 bulan dari puskesmas pada bulan kedua. Dilakukan pemeriksaan fisik paru didapatkan ronki (+). Ditambah dengan foto toraks yang didapatkan gambaran kavitas dan infiltrat pada paru kiri dan kanan. Pemeriksaan darah didapatkan peningkatan leukosit yang menandakan adanya infeksi. Hasil ini menunjukkan aktivitas penyakit dari pasien ini masih dalam status aktif., dan dilakukan pemeriksaan sputum dengan hasil (+).

Selain itu pada pasien ini didapatkan penurunan berat badan dan pasien mengeluhkan nafsu makannya berkurang. Kurangnya intake zat gizi dalam segi kuantitas, apalagi kurangnya kualitas zat gizi itu sendiri dalam waktu yang lama, diperburuk dengan adanya perdarahan dapat menyebabkan anemia pada pasien yang terlihat pada kadar Hb dibawah normal (9,7 g/dL). Adanya kemungkinan penyebab trombositopenia pada masalah perdarahan disingkirkan dengan adanya trombosit dalam batas normal (227X103/mm3)

Rencana Penatalaksanaan:

Non Farmakologi :

- Makanan yang banyak mengandung karbohidrat dan protein

- Pola hidup sehat, menjaga kebersihan tempat tinggal dan lingkungan sekitarnya

- Membuang dahak pada tempat khusus yang disediakan, dan tidak

Farmakologi : - O2 4L/menit - IVFD RL 20 tpm - OAT II (2RHZES/RHZE/5RHE); R=450mg, H=300mg, Z=1000mg, E=1000mg, Strepto=750mg. - Kalnex 500 mg 3x1 - Curcuma tablet 200mg 2x1

(23)

membuang disembarang tempat

Penyuluhan

Pasien perlu diingatkan bahwa pengobatan TB ini berlangsung lama, minimal 6 bulan dan jangan sampai putus obat lagi, sehingga penting sekali peran Pengawas Minum Obat dari pihak keluarga terdekat. Pasien juga diberitahukan tentang efek samping obat, seperti Rifampisin dapat menyebabkan kencing berwarna merah, sehingga jika menemukan hal demikian pasien tidak langsung memberhentikan OAT. Di samping itu pasien juga perlu diberitahukan bahwa penyakitnya ini menular, jadi pasien diingatkan untuk tidak membuang dahaknya sembarangan dan menutup mulut dengan sapu tangan setiap kali batuk, hindari kontak yang berlebihan dengan anak-anak ataupun balita.

Follow Up

16 JuLi 2014

S : sesak napas, batuk berdarah(+), berkeringat banyak, lemas, nafsu makan kurang O : TD 100/60 mmhg, Nadi 89x/menit, RR 26/menit, T 36,9 C, wheezing (-) dan ronki (-/+)

A : hemoptoe e.c TB paru BTA (+)putus obat + anemia e.c low intake P : - O2 4L/menit

- IVFD RL 20 tpm

- OAT II (2RHZES/RH ZE/5RHE);R=450mg,H=300 mg,Z=1000mg,E=1000mg, Strepto=750mg.

- Kalnex 500 mg 3x1 Curcuma tablet 200mg 2x1

(24)

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO. Global Tuberculosis Report 2012. France. 2012.

2. Tuberkulosis. Pedoman Diagnosis dan Penatalaksanaan di Indonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Jakarta: 2011.

3. Departemen Kesehatan RI. Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis. Jakarta: 2008.

4. Dinkes Provinsi Riau. Laporan evaluasi pertriwulan Tuberkulosis elektronik 2008 kota Pekanbaru. Pekanbaru: 2008.

5. Poliklinik Paru RSUD Arifin Achmad Provinsi Riau. Register TB.03 penderita TB dengan program DOTS 2008. Pekanbaru: 2008.

6. FK UI. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta: 2007.

7. Brooks GF, Butel JS, Morse SA. Mikrobiologi Kedokteran (Medical Microbiology). Jakarta: Salemba Medika. 2005.

8. Djojodibroto RD. Respirologt (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC. 2009.

9. Depkes RI. Lembar Fakta Tuberkulosis.

10. Sahputra RA. Analisis Faktor Risiko Penderita Turberkulodis yang Berobat di Poliklinik Paru RSUD Arifin Achmad Pekanbaru Periode Mei-Oktober 2009 [skripsi]. Pekanbaru: 2009.

(25)

11. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan TB di Indonesia. Jakarta. 2002.

Gambar

Gambar Mycobacterium Tuberculosis 4 2.3 Patogenesis Tuberkulosis
Foto rontgen thorak tuberkulosis paru
Tabel 1. Jenis dan Dosis OAT Obat Dosis (mg/Kg BB/Hari) Dosis yang Dianjurkan DosisMaks(mg) Dosis (mg)/BB (kg)Harian (mg/KgBB/ Hari Intermitten (mg/kgBB/Kali &lt;40 40-60 &gt;60 R 8-12 10 10 600 300 450 600 H 4-6 5 10 300 150 300 450 Z 20-30 25 35 750 1000
Tabel 3. Dosis Obat Antituberkulosis Kombinasi Dosis Tetap 13 Fase intensif

Referensi

Dokumen terkait

Metode pengumpul data yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah melalui studi dokumen dan metode studi pustaka ( library research ). Analisis data

“Katakanlah (hai Muhammad) sesungguhnya perkara perkara mu’jizat itu berada di sisi Allah”. Gambaran ini menyebabkan sipembaca sejarah Nabi Muhammad SallaLlahu ‘alaibi Wassalam

(2007) bahwa t ingkat ko nsumsi pakan harian juvenil kerapu macan relat if sama saat diberi pakan dengan jumlah penambahan asam amino t ript o pan sebanyak 0%–1%.. Hal yang

Peran bidan dalam penurunan angka kematian dan kesakitan pada ibu dan bayi adalah dengan memberikan asuhan kebidanan yang komprehensif mencakup kegiatan

a) Menyiapkan alat penimbangan bayi, Kartu Menuju Sehat (KMS), alat peraga, alat pengukur lingkar lengan atas untuk ibu hamil dan bayi/ anak, obat-obatan yang dibutuhkan

Peneliti juga mendokumentasikan foto tata letak produk yang dipajang dalam toko seni silver smith, dan juga mendokumentasikan foto bersama dengan informan

Kemandirian anak balita sangat penting untuk menentukan perkembangan sosialisasi di masa depan, hal ini tidak lepas dari peran penting orang tua khususnya dalam

Conesta Utama Surabaya untuk menentukan faktor penyebab kecacatan sehingga kualitas produk yang baik akan didapatkan dan tujuan perusahaan dalam menghasilkan produk yang