• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Karakteristik Umum Bangunan Sekolah

Kota Bogor memiliki 284 unit sekolah dasar (SD), 242 unit (85,2%) diantaranya merupakan sekolah dasar negeri, sedangkan sisanya (42 unit atau 14,8%) merupakan sekolah dasar milik masyarakat/swasta. Keseluruhan sekolah tersebut merupakan tempat belajar bagi 111.430 orang siswa SD di Kota Bogor. Dalam hal ini Kecamatan Bogor Barat merupakan wilayah yang paling banyak jumlah unit sekolahnya (66 unit atau 23,2%) dan paling banyak jumlah siswanya (24.248 siswa atau 21,8%). Sementara itu jumlah unit sekolah dasar (SD) di kecamatan lainnya berkisar antara 34 sampai 53 unit (Tabel 4.1.1).

Tabel 4.1.1. Jumlah Sekolah Dasar (SD) dan Siswa Sekolah Dasar (SD) per Kecamatan di Kota Bogor

No Kecamatan

SD Negeri SD Swasta Jumlah

Sekolah (unit) Murid (orang) Sekolah (unit) Murid (orang) Sekolah (unit) Murid (orang) 1 Bogor Selatan 44 18.361 9 2.440 52 20.801 2 Bogor Timur 28 10.593 6 2.459 31 13.052 3 Bogor Utara 37 13.834 6 1.124 44 14.958 4 Bogor Tengah 44 17.543 5 2.600 54 20.143 5 Bogor Barat 56 20.106 10 4.142 67 24.248 6 Tanah Sareal 33 15.765 6 2.463 41 18.228 Kota Bogor 242 96.202 42 15.228 284 111.430 Sumber: Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kota Bogor 2010.

Bangunan Sekolah Dasar (SD) di Kota Bogor sebagian besar (55,5% atau 20 unit) dibangun pada periode tahun 1952 sampai tahun 1981 atau berumur antara 31 tahun sampai 60 tahun. Dengan perkataan lain sebagian besar bangunan sekolah contoh di Kota Bogor sudah memasuki “masa kritis” dalam hal kemungkinan mengalami kerusakan. Komposisi umur bangunan sekolah contoh di Kota Bogor akan ditunjukkan pada Gambar 4.1.1.

(2)

Gam Ban dijadikan budaya, ti Bogor Te sekolah ca 4.1.2 di ba Gambar 4 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% Persentase 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% Frekuensi (% ) mbar 4.1.1. K gunan seko bangunan idak boleh ngah merup agar budaya awah ini: 4.1.2. Freku Cont 0-30 tah 16.7 % % % % % % % % % 0-30 ta 16.67% 33.3 Komposisi olah yang b cagar bud diubah ben pakan Keca a terbanyak uensi Komp oh. hun 70% U ahun 33% 50% Umur Bang berumur leb daya. Bang ntuk bangun amatan Con k (70% atau posisi Umu 31-60 tahun 55.50% Umur Bangun 31-60 tahun 45% 15% 40 Umur Ban gunan SD C ih dari 60 t gunan yang nan aslinya ntoh yang u 7 unit), se ur Banguna ≥61 nan ≥61 t 20% 0% ngunan Contoh di K tahun oleh g tergolong . Dalam ha memiliki ju eperti terlih an Sekolah 1 tahun 27.80% tahun 70% 10% Kota Bogor. pemerintah g sebagai al ini Kecam umlah bang hat pada Ga per Kecam 0-30 31-6 ≥61 Bogor Selatan Bogor Tengah Bogor h kota cagar matan gunan ambar matan 0 tahun 60 tahun tahun n h Utara

(3)

Seluruh bangunan sekolah contoh merupakan bangunan permanen, sebagian besar (86,1% atau 31 unit) berlantai satu dengan luas bangunan berkisar antara 311 m2 sampai 2868 m2. Lantai bangunan sekolah tersebut kebanyakan terbuat dari keramik (90, 49% atau 257 ruang), sedangkan bahan lainnya adalah plesteran (7,755 atau 22 ruang) dan marmer (1,76% atau 5 ruang). Pondasi bangunan umumnya berupa pondasi bertipe menerus bersloop beton (94,4%), sisanya pondasi titik (5,6%). Pondasi menerus dibutuhkan untuk menopang beban menerus yang berasal dari dinding pemikul atau dinding batu bata penyekat ruang beban yang dipikul kemudian disalurkan dengan sistem garis/beban merata. Pondasi titik diperlukan untuk meneruskan beban-beban terpusat atau terkumpul (pada kolom) dan meneruskannya ke dalam tanah. Pondasi titik terdapat hanya ada pada kolom-kolom utama bangunan sekolah.

Sementara itu seluruh bangunan sekolah berdinding batu bata yang permukaanya diplester. Kusen pintu dan kusen jendela pada umumnya terbuat dari kayu (99,30%) dan sisanya menggunakan alumunium (0,70%). Kayu yang digunakan untuk komponen kusen umumnya menggunakan kayu kelas awet IV dan V, seperti kayu meranti dan kelapa. Plafon bangunan sekolah pada umumnya terbuat dari eternit (89,79%), sisanya menggunakan kayu lapis (7,75%) dan papan (2,46%). Sebagian besar sekolah contoh (75,70%) menggunakan kayu sebagai bahan rangka atap /kuda-kuda. Sisanya menggunakan baja ringan (22,89%), dan besi (1,41%). Jenis kayu yang digunakan sebagai rangka atap bangunan sekolah bervariasi. Untuk rangka atap bangunan sekolah yang dibangun sebelum tahun 1951 (berumur ≥61 tahun ) pada umumnya terbuat dari kayu jati (Tectona grandis) yang termasuk kayu kelas awet II, sedangkan rangka atap bangunan sekolah yang dibangun setelah tahun 1951 (berumur 0-60 tahun) pada umumnya terbuat dari kayu kelas awet IV dan V seperti meranti, sengon, dan lain-lain. Penelitian juga menunjukkan bahwa atap bangunan sekolah hampir seluruhnya menggunakan genteng.

4.2. Frekuensi Kerusakan Bangunan Sekolah

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (83,33% atau 30 unit) bangunan sekolah dasar (SD) di Kota Bogor, mengalami kerusakan ringan,

(4)

sedangkan baik (5,56 Bogor Te Kecamata Ga Hal di Kecam Bogor Se dilakukan ringan yan tingkat ke Kecamata tahun. Sel sebagai ko yang terja komponen Jati (Tect dengan ko 0% 5% 10% 15% 20% 25% 30% 35% Frekuensi (%) 1) Rusak 2) Rusak n sisanya da 6% atau 2 engah lebih an Bogor Se ambar 4.2.1 ini diduga matan Bogor latan dan K perawatan ng terjadi p erusakan leb an Bogor Te lain frekuen omponen b adi pada b n bangunan ona grandi ondisi baik % % % % % % % % Bogor S 2.78% ringan, jika I sedang, jika I alam keada unit). Ditin h baik dib elatan dan K . Keadaan B karena frek r Tengah itu Kecamatan n dan peme pada bangun bih rendah engah merup nsi perawat bangunan m bangunan se dengan jen is) yang m k yang ada Selatan 25% 5.56% K K antara 61 sa IK antara 41 s aan rusak ru njau dari lo bandingkan Kecamatan B Bangunan S kuensi peraw u sendiri re Bogor Ut eliharaan ba nan sekolah , meskipun pakan bangu an dan pem merupakan f ekolah di nis kayu yan merupakan k di Kecama Bogor Tenga 0% 33.33% Kecamatan C ampai 80 sampai 60 usak sedang okasinya ba n dengan k Bogor Utara Sekolah per watan dan p elatif lebih ara (Lampi angunan SD h tersebut d n sebagian b unan yang s meliharaan, faktor peny Kecamatan ng digunaka kayu kelas atan Bogor ah Bog 2.78 % 0% Contoh g (11,11% angunan SD keadaan ba a (Gambar 4 Kecamatan pemeliharaa tinggi darip iran 6). R D menyeba dapat seger besar bang sudah berum jenis kayu yebab renda n Bogor Te an kebanya awet II. r Selatan d gor Utara 8% 25% 5.56% atau 4 unit D di Kecam angunan S 4.2.1). n Contoh. an banguna pada Kecam Relatif serin abkan kerus a diperbaik unan sekol mur lebih da yang digun ahnya kerus engah. Di akan adalah Sekolah co dan Bogor U % Ba Ru Rin Ru sed t) dan matan D di an SD matan ngnya sakan ki dan lah di ari 60 nakan sakan mana kayu ontoh Utara ik usak ngan usak dang

(5)

merupakan unit sekolah yang baru saja mengalami renovasi pada tahun 2011/2012. Keadaan umum bangunan sekolah per Kelurahan Contoh disajikan pada Tabel 4.2.1.

Tabel 4.2.1. Keadaan Umum Bangunan Gedung SD per Kelurahan Contoh

No Kecamatan/Kelurahan Jumlah Sekolah (unit) Jumlah R.Kelas (ruang) Jl Sekolah yang Rusak Jl Ruang Kelas yang rusak unit % ruang % 1 Kec. Bogor Selatan

1. Kel. Batutulis 4 40 3 8,34% 26 9,16% 2. Kel. Bondongan 4 22 4 11,11% 22 7,75% 3. Kel. Ranggamekar 4 27 4 11,11% 27 9,51% 2 Kec. Bogor Tengah

1. Kel. Pabaton 4 34 4 11,11% 34 11,97% 2. Kel. Paledang 4 44 4 11,11% 44 15,49% 3. Kel. Gudang 4 23 4 11,11% 23 8,10% 3 Kec. Bogor Utara

1. Kel. Bantarjati 4 34 3 11,11% 25 8,80% 2. Kel. Tegal Gundil 4 33 4 11,11% 33 11,61% 3. Kel. Kedung Halang 4 27 4 11,11% 27 9,51%

Berdasarkan data Balitbang Kemdiknas Tahun 2010, jumlah gedung sekolah dasar (SD) di Kota Bogor hingga tahun 2010 yang mengalami rusak berat sebanyak 847 gedung (8,74% dari 9.695 gedung SD rusak berat di Provinsi Jawa Barat). Sampai pada Oktober 2011, ada 545 ruang kelas SD di Kota Bogor yang mengalami kerusakan. Jumlah ini hampir seperempat dari jumlah keseluruhan ruang kelas SD yang ada di Kota Bogor yang mencapai 1.995 ruang kelas. Dari jumlah tersebut, 361 ruang kelas mengalami kerusakan ringan hingga sedang, sedangkan 184 ruang kelas tercatat rusak berat.

Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 dan 79 Tahun 2007, Pemerintah juga telah menetapkan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Pendidikan yang merupakan acuan atau “rambu-rambu minimal” bagi pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Kabupaten/Kota, untuk menyelenggarakan pendidikan dasar dan pendidikan menengah sesuai dengan paradigma desentralisasi pendidikan. Di dalam SPM tersebut antara lain ditentukan jenis dan syarat-syarat prasarana pendidikan, termasuk bangunan sekolah yang harus disediakan oleh Pemerintah Kabupaten/Kota dalam rangka memenuhi amanat UUD 1945, sekaligus dalam rangka “menjangkau” Standar Nasional Pendidikan.

(6)

Dalam menjangkau Standar Nasional Pendidikan ini harus disiapkan kebijakan sistematis yang memungkinkan realisasinya sesuai peraturan dan standar yang ada.

4.3. Jenis dan Bentuk Kerusakan Bangunan Sekolah

Kerusakan bangunan sekolah dapat disebabkan oleh faktor mekanis, faktor biologis, dan faktor fisis. Kerusakan mekanis merupakan jenis kerusakan yang disebabkan oleh gaya, baik statis maupun dinamis. Bentuk kerusakan misalnya berupa retak, patah atau pecah;, sehingga daya dukung untuk menahan beban makin berkurang. Kerusakan mekanis teerjadi hampir di seluruh komponen bangunan. Sementara itu kerusakan bangunan oleh faktor biologis dijelaskan oleh Watt (1999) sebagai interaksi antara bangunan dan lingkungan biotiknya berupa tumbuhan dan hewan. Adapun faktor perusak biologis yang ditemukan selama penelitian adalah lapuk, serta serangan rayap kayu kering Cryptotermes spp. dan rayap tanah (jenis Coptotermes curvignathus dan Macrotermes gilvus). Kerusakan oleh faktor biologis tidak terbatas pada komponen kayu saja, melainkan pada semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung lignoselulosa. Menurut Priadi (2011), Kota Bogor termasuk ke dalam Kelas Kerawanan Pelapukan Bangunan sangat tinggi. Oleh karena itu diduga ini salah satu faktor pendukung berkembangnya organisme perusak kayu pada bangunan gedung.

Letak demografis Kota Bogor diduga menjadi salah satu faktor tingginya kerusakan bangunan sekolah. Tingginya curah hujan dan kelembaban udara menyebabkan faktor biologis berupa organisme perusak kayu tumbuh dan berkembang dengan cepat. Kerusakan yang disebabkan oleh perusak biologis bisa berakibat fatal ditinjau dari bidang konstruksi dan nilai bangunan. Kerusakan oleh faktor biologis pun tidak terbatas pada komponen kayu saja, melainkan pada semua komponen yang terbuat dari bahan organik atau bahan yang mengandung lignoselulosa. Curah hujan yang tinggi juga menyebabkan bangunan lebih mudah mengalami lembap (damp) dan lapuk (decay).

Jenis kerusakan fisis umumnya disebabkan oleh faktor iklim setempat, seperti suhu dan kelembaban. Gejala yang terjadi misalnya berupa keausan, terkelupasnya lapisan cat, perubahan warna, pemudaran cat dan sebagainya.

(7)

Selain itu lingkunga kerusakan kapiler m yang digu selanjutny diantarany yang diseb awal pang tidak han komponen komponen sebagian k dan pintu. Hasi faktor den menyerang frekuensi banyak p retakan/pe 4.3.1.) G 0% 20% 40% 60% 80% 100% Frekuensi  (%) retak-retak an, yaitu pe n fisis dap maupun air unakan di d ya mengalam ya lembab/ d babkan oleh gkal kerusak nya akan n bangunan n bangunan komponen b il penelitian ngan inten g seluruh faktor me ula bentuk ecah yang Gambar 4.3 Meka kecil atau r erubahan s pat disebabk hujan. Uns dalam dan mi proses damp pada h atap boco kan secara f menyebabk melainkan n. Frekuens bangunan se n menunjuk sitas terting komponen ekanis terha k kerusakan terjadi ham 3.1. Frekuen anis 100% retak rambu suhu panas kan juga ol sur-unsur k sekitar ban alami deng sebagian be or. Kebocor fisis, karena kan lembap akan berke si kerusakan ekolah yaitu kkan kerusa ggi, hal in n bangunan adap kerus n yang dia mpir pada

nsi jenis ker

Fisis 70% Jenis Kerusa ut dapat jug dan dingi leh agen pe kimia dan k ngunan aka gan lingkun esar kompo ran yang te a jika dibiar p/damp yan embang men n secara fi u rangka at akan karena ni disebabk n (Gamba sakan komp akibatkanny seluruh ko rusakan kom B % akan a disebabka in yang dr erusak air, komponen b an berintera ngannya. C nen akibat t erjadi pada rkan terlalu ng mengub njadi pelapu isis akibat ap, plafon, a faktor mek kan karena r 4.3.1.). ponen ban ya yaitu ke omponen b mponen ban Biologis 50% an oleh peng astis. Selai baik berup bahan bang aksi dengan ontoh gejal terkena air atap merup lama kebo bah warna ukan/decay air terjadi lisplang, je kanis merup faktor me Semakin ngunan, sem erusakan b bangunan (T ngunan. garuh in itu pa air gunan n air, la ini hujan pakan coran a asli y pada pada endela pakan ekanis besar makin erupa Tabel

(8)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk kerusakan bangunan sekolah yang paling banyak ditemukan retak/ pecah, disusul oleh lapuk (decay), keropos akibat serangan rayap, perubahan warna dan atap bocor. Menarik untuk dicatat bahwa frekuensi/persentase kebocoran pada penutup atap/genting bangunan sekolah contoh juga cukup tinggi (57%). Jenis kerusakan bangunan sekolah contoh dan frekuensinya pada masing-masing komponen bangunan disajikan pada Tabel 4.3.1.

Tabel 4.3.1. Bentuk dan Frekuensi Kerusakan Komponen Bangunan Sekolah Contoh

Komponen Bangunan Bentuk Jumlah Kerusakan Persentase

1. Upper Structure

1.1. Penutup Atap Bocor 162 57%

1.2. Rangka Atap Lapuk 122 43%

Serangan Rayap 102 36% Retak/Pecah 48 17% 1.3. Plafon Lapuk 216 76% Serangan Rayap 57 20% Retak/Pecah 99 35% Lembap/Perubahan Warna 38 14% 1.4. Lisplang Lapuk 142 50% Serangan Rayap 71 25% Retak/Pecah 68 24% 2. Main Structure 2.1. Dinding Retak/Pecah 156 55% Lembap/Perubahan Warna 37 13% 2.2. Tiang/Kolom Retak/Pecah 48 17% 3. Sub Structure 3.1. Lantai Retak/Pecah 136 48% 3.2. Pondasi Retak/Pecah 17 6% 4. Non Structure 4.1. Jendela Lapuk 54 19% Serangan Rayap 108 38% Retak/Pecah 85 30% 4.2. Pintu Lapuk 40 14% Serangan Rayap 77 27% Retak/Pecah 99 35%

Data pada Tabel 4.3.1. juga mengungkapkan bahwa plafon, penutup atap/genteng, dinding, lisplang, lantai, dan rangka atap/kuda-kuda merupakan komponen bangunan yang paling rawan terhadap kerusakan (frekuensi kerusakan >40%). Di sisi lain komponen bangunan yang relatif “aman” dari kerusakan adalah tiang/kolom (17%) dan pondasi (6%).

Berdasarkan identifikasi terhadap spesimen rayap yang ditemukan menyerang kayu bangunan sekolah, diketahui bahwa jenis tersebut adalah rayap

(9)

tanah Cop Cryptoterm (1958) da curvignath pada komp (2010), ra tanah C. perkotaan Keru tersendiri 1. Kerus Atap menutup b hujan. Ke pecahnya Keru segera dita pada struk struktur at penurunan kebocoran disusul ol penelitian Gamb ptotermes c mes spp. I an Tho (199 hus merupa ponen bang ayap dikena curvignath di daerah n usakan pad sebagai ber sakan pada p sangat b bangunan d erusakan pa penutup ban usakan sep angani dan ktur atap b tap bahkan n daya du n atap sekol leh pelapuk (Gambar 4 bar 4.3.2. Pe curvignathu Identifikasi 92). Hasil p akan jenis r gunan sekol al sebagai k us Holmgre negara tropi da masing-m rikut: atap bangun berperan b dari sinar m ada atap ban ngunan (gen perti keboco dibiarkan te angunan ya struktur uta ukung (det lah yang ke kan pada s .3.2.). elapukan pa us, Macrote rayap men penelitian m ayap yang p lah contoh. kelompok h en adalah k s. masing ban nan esar dalam matahari, ata ngunan teru nteng) atau oran pada erlalu lama ang terbuat ama bangun terioration) emudian me struktur ata ada rangka a ermes gilvu nggunakan menunjukka paling bany Menurut Le hama yang kelompok p ngunan seko m bangunan ap juga ber utama boco bergeserny atap bangu akan meny t dari kayu. nan sekolah . Fenomen enyebabkan ap, sempat

atap dan pla

us, dan ray kunci iden an bahwa sp yak menyeb ee (2007) d serius dala penting dar olah memil n, selain b rfungsi seba or dapat dia ya penutup a unan sekola yebabkan pe . Jika hal i h akan rusak na “pengab n timbulnya ditemui pe afon bangun yap kayu k ntifikasi Ah pesies raya abkan kerus dalam Diba am dunia. R i hama sera liki karakte berfungsi u agai penaha akibatkan k atap. ah apabila elapukan (d ini terjadi, k dan meng baian” terh a lembap (d enulis pada nan sekolah kering hmad p C. sakan et al. Rayap angga eristik untuk an air karena tidak decay) maka alami hadap damp) a saat h.

(10)

Di samping itu kebocoran akibat bergesernya penutup atap, apabila tidak segera diperbaiki, akan menyebabkan peningkatan kadar air/kelembaban pada kayu rangka atap seperti kaso, reng dan kuda-kuda. Hal ini sudah barang tentu menyebabkan potensi terjadinya kerusakan komponen bangunan sekolah oleh faktor biologis (biodeteriration) yang akan berpengaruh terhadap masa pakai (service life) konstruksi atap. Penurunan kekuatan atap dapat menyebabkan robohnya atap bangunan sekolah seperti yang akan ditunjukkan pada Gambar 4.3.3.

Selain penutup atap, pada komponen kuda-kuda juga banyak ditemukan kerusakan seperti lapuk (decay), serangan rayap (Gambar 4.3.4.), retak/pecah dan perubahan warna. Rayap yang menyerang rangka atap diidentifikasi di laboratorium dan berdasar pada kunci identifikasi Akhmad (1958) dan Tho (1992), diketahui bahwa jenis rayap perusak yang menyerang komponen kayu bangunan sekolah contoh antara lain spesies Coptotermes curvignathus Holmgren (Gambar 4.3.5.). Rayap C. curvignathus dapat memperluas serangannya sampai bagian-bagian yang tinggi dengan membuat sarang kedua atau sarang tambahan (secondary nest) di dalam bangunan yang jauh dari tanah dengan memanfaatkan sumber-sumber kelembaban dan makanan yang tersedia dalam bangunan tersebut (Gambar 4.3.6.). Tarmumingkeng (2004) menjelaskan makanan rayap adalah selulosa baik berbentuk arsip kantor, buku, perabot, kayu bagian konstruksi, serasah, sampah, tunggak

(11)

G Gambar 4 Gambar 4.3.4 4.3.5. Ray rang 4. Serangan yap Coptote gka atap sal

n rayap pada

ermes curv lah satu ban

a kuda-kuda vignathus H ngunan seko a bangunan Holmgren y olah (perbes sekolah. yang meny saran 10x ). erang

(12)

Gambar 4 2. Kerus Keru lempengan rayap (Ga akibat keb rayap pad atap yang bahan kom kelas awe awet IV, s sekolah y adanya d perekat) p 4.3.6. Saran yang sakan pada p usakan pada n plafon (G ambar 4.3.8 bocoran pe da rangka pl g bocor. Se mponen ran et III bahkan sehingga m yang mengg delaminasi pada plafon ng sekunder menyerang plafon a plafon ban Gambar 4.3.7 8.), atau pe enutup atap lafon dapat lain itu dar ngka plafon n ada juga mudah untuk gunakan kay (pengelupa yang terbua r dari rayap g rangka ata ngunan seko 7.), dan ker erubahan w p (Gambar diakibatkan ri hasil waw pada umum yang meng k diserang o yu kelas aw asan lapisan at dari kayu p Coptoterm ap di salah s olah umumn oposnya ran warna/lemba 4.3.9.). Be n keadaan p wancara, k mnya jenis k ggunakan je oleh rayap. wet II. Pad

n veneer u lapis (Gam mes curvign satu bangun nya berupa ngka plafon ap pada lem esarnya fre plafon yan kayu yang d kayu borneo enis kayu se Hanya beb da beberapa akibat “lep mbar 4.3.10. nathus Holm nan sekolah. lapuk, peca n akibat sera mpengan p kuensi sera ng lembab a digunakan u o yang term engon dari berapa bang a kasus diju pasnya” la ). mgren ahnya angan plafon angan akibat untuk masuk kelas gunan umpai apisan

(13)

Gambar 4.3 Gamb 3.7. Pecahny bar 4.3.8. S ya lempeng erangan ray gan plafon b

yap pada ran

bangunan se

ngka plafon

ekolah.

(14)

Gamb Gambar 4 bar 4.3.9. Pe 4.3.10. Lap seko erubahan wa pisan finir ( olah. arna pada le (veneer) ya empengan p ang terkelu plafon akiba upas pada p at kebocoran plafon bang n. gunan

(15)

3. Kerusakan pada rangka dinding

Kerusakan pada rangka dinding bangunan sekolah yang dijumpai berupa retaknya kolom, terkelupasnya plesteran pada permukaan kolom, sloof, atau ringbalk. Keretakan yang terjadi pada kolom diduga diakibatkan oleh menurunnya pondasi secara tidak merata, atau karena daya dukung pondasi yang kurang memadai. Keretakan pada kolom bisa dikategorikan menjadi tiga jenis, kerusakan yang sifatnya tidak membahayakan, sedang dan membahayakan bila tidak segera ditangani. Sementara itu terkelupasnya plesteran pada permukaan kolom diduga disebabkan oleh rendahnya kualitas bahan (adukan) yang digunakan ketika proses pengecoran (pra-konstruksi). Kontrol terhadap tahapan pembangunan sangat diperlukan untuk mencegah penurunan kualitas beton.

4. Kerusakan pada dinding

Kerusakan pada dinding umumnya berupa retak-retak termasuk retak rambut (Gambar 4.3.11.). Hal ini diduga terjadi akibat turunnya pondasi yang menyangga dinding tersebut. Di samping itu dijumpai juga pengelupasan permukaan dinding (Gambar 4.3.12.), perubahan warna dan terkelupasnya cat dinding, serta adanya lumut pada permukaan dinding (Gambar 4.3.13.). Keretakan dapat dikategorikan menjadi retak struktur yang terdiri dari retak lentur yang memiliki pola vertikal/tegak biasanya disebabkan oleh beban yang melebihi kemampuan balok dan retak geser yang memiliki pola diagonal/miring biasa terjadi setelah adanya retak lentur yang memiliki pola vertikal. Retak geser juga dapat terjadi jika balok terkena gaya gempa. Selain itu keretakan balok dapat disebabkan proses pengerjaan yang kurang sempurna. Retak-retak kecil atau retak rambut, banyak disebabkan oleh pengaruh lingkungan. Umumnya terjadi karena balok terpapar sinar matahari dan hujan.

(16)

Gam Ga Gambar 4 mbar 4.3.12 ambar 4.3.1 4.3.11. Kere . Terkelupa 3. Lumut p etakan pada asnya permu ada permuk dinding ban ukaan dindin kaan dinding ngunan sek ng banguna g bangunan kolah. an sekolah. n sekolah.

(17)

5. Kerusakan pada pondasi

Pondasi adalah suatu bagian konstruksi bangunan yang berfungsi sebagai penopang bangunan dan meneruskan beban bangunan atas (upper structure) ke lapisan tanah yang cukup kuat daya dukungnya. Pembebanan pada pondasi meliputi beban mati, beban berguna, beban hidup, dan beban gempa. Pemilihan dan perencanaan jenis pondasi harus betul-betul diperhitungkan untuk dapat menjamin kestabilan bangunan. Sebelum perencanaan pondasi dilakukan terlebih dahulu perlu mengetahui perilaku tanah baik sifat fisik maupun mekanis tanah.

Pondasi bangunan sekolah pada umumnya tidak dapat diamati secara komprehensif, sehingga penilaian kerusakannya hanya didasarkan pada dampak yang ditimbulkannya, misalnya keretakan pada dinding dan pecahnya keramik/permukaan lantai bangunan sekolah. Walaupun kerusakan pondasi bangunan sekolah sangat sulit diamati, namun mengingat ada beberapa bangunan sekolah yang mengalami keretakan dinding dan pecahnya keramik/permukaan lantai bangunan sekolah, diduga kerusakan pondasi juga terjadi pada beberapa bangunan sekolah. Kerusakan pondasi diduga akibat kurang stabilnya lapisan tanah penyangga atau rendahnya kualitas pondasi itu sendiri yang mengakibatkan penurunan sebagian pondasi bangunan. Selain itu dapat juga disebabkan karena ukuran pondasi yang kurang besar sehingga tidak sesuai dengan beban bangunan di atasnya dan adanya tanah yang mengalami perubahan karakteristik akibat kejadian alam seperti banjir, gempa bumi.

Kerusakan pada pondasi yang disebabkan oleh faktor biologis khususnya jenis rayap tanah, tidak ditemukan di bangunan sekolah contoh. Hal ini diduga karena bahan yang digunakan untuk pondasi seperti adukan semen mengandung material kapur. Pranggodo et al. (1983) menyatakan bahwa pemberian kapur di sekeliling pondasi bangunan diduga dapat mencegah timbulnya serangan rayap subteran pada bangunan tersebut.

6. Kerusakan pada lantai

Kerusakan pada lantai umumnya berupa retak/pecah keramik (Gambar 4.3.14.). Pecahnya keramik lantai bisa disebabkan oleh beton di bawahnya. Lantai beton yang terkena beban yang melebihi kapasitasnya akan retak/pecah.

(18)

Akibatnya samping i gaya geser memenuhi Kualitas l ketahanan yang lemb Selain itu kurang. H (Gambar 4 Gamba Ga a lantai ke tu, dapat ju r sehingga m i syarat, se lantai bang n komponen bab serta s kerapihan Hal ini ditan

4.3.15.). ar 4.3.14. Ke ambar 4.3.15 eramik yan uga karena mengalami erta akibat gunan sekol n kusen jend erangan fak dalam pem dai dengan eretakan da 5. Terlepasn ng menemp adanya gem pergerakan kesalahan t lah padahal dela dan kom

ktor perusa mbuatan ples banyaknya an pecah ker nya keramik pel di atas mpa menyeb n, penggunaa teknis dalam l salah satu mponen ban ak bangunan steran, keram a lapisan lan ramik pada k pada lanta snya turut babkan lant an kualitas m pengerja u faktor ya ngunan lainn n terutama mik dan teh ntai (kerami

lantai bangu

ai bangunan

retak/pecah tai beton ter beton yang aan lantai b ang menent nya dari kea secara bio hel masih s ik) yang ter

unan sekola n sekolah. h. Di rkena tidak beton. tukan adaan logis. sangat rlepas ah.

(19)

7. Kerusakan pada kusen pintu dan jendela

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar (97,2%) bangunan sekolah contoh masih menggunakan kayu sebagai bahan kusen, daun pintu dan daun jendelanya. Secara visual teramati bahwa sebagian kayu yang digunakan berkelas rendah (kelas kuat rendah, kelas awet rendah). Kerusakan pada kusen berbahan kayu sangat bervariasi, termasuk akibat serangan rayap, retak dan lapuk (Gambar 4.3.16.). Di samping itu, ditemukan pula kaca jendela yang retak/pecah, jendela yang sulit atau tidak dapat ditutup kembali, serta engsel dan anak kunci yang rusak. Kerusakan ini dapat disebabkan karena pemasangan yang kurang baik atau memakai kayu yang masih basah pada waktu pembuatannya. Jendela dan kusen juga berkurang nilainya karena tidak terawat dari kotoran dan debu yang menempel pada ventilasi serta warna cat yang sudah berubah. Sebagian kusen jendela dan pintu mengalami keropos akibat serangan rayap (Gambar 4.3.17.), sebagai contoh spesies yang menyerang kusen jendela SD Bondongan 4 adalah jenis Coptotermes curvignathus, untuk yang menyerang kusen pintu SD Ceger 2 adalah Macrotermes gilvus dan rayap kayu kering Cryptotermes spp. di bangunan SD Pengadilan 2.

Tarumingkeng (2004) menyatakan bahwa rayap kayu kering biasanya menyerang melalui dua cara yaitu penerbangan laron (alates) ke kayu, kemudian berkembang biak, dan serangan yang menyebar dari obyek lain yang telah diserang dan letaknya berdekatan.

(a) (b)

Gambar 4.3.16. Serangan Rayap pada (a) Kusen Pintu dan (b) Kusen Jendela bangunan Sekolah Contoh.

(20)

(a) (b)

(c)

Gambar 4.3.17. Contoh kasta prajurit (a) rayap tanah Macrotermes gilvus, (b) rayap tanah Coptotermes curvignathus dan (c) rayap kayu kering Cryptotermes spp. yang menyerang komponen kusen. 8. Kerusakan pada sistem drainase

Drainase merupakan salah satu bagian penting dari bangunan, mulai dari saluran air hujan sampai resapan serta septic tank. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa sekolah contoh tidak memiliki saluran pembuangan air hujan sehingga seringkali ada genangan air yang mengotori lantai dan dinding bangunan. Di beberapa sekolah juga ditemukan beberapa kran air yang rusak sehingga tidak mendukung sanitasi di kamar mandi atau WC sekolah tersebut.

(21)

4.4. Pen Seko 1. Peng Hasi hubungan value>0,0 relatif tida Gamb Seba sekolah b (dibangun (dibangun tahun han Kerusakan struktural 0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80% 90% 100% Frekuensi  (%) garuh Um olah garuh Umur il analisis c antara um 05). Demiki ak mempeng bar 4.4.1. H agai contoh erbeda umu n pada tahu n pada tahu nya mengala n yang terli seperti pin 0‐30 16.67% 66. mur, Freku r Bangunan cross-tabula mur banguna

ian juga has garuhi kond Hubungan u h di SD Peng ur, yaitu ba un 1920) da un 2002), te ami kerusa ihat di lapa ntu dan jen

0 .67% 16.67% ensi Peme n ation, menu an dengan i sil studi di disi banguna umur bangun gadilan 2 B angunan lam an banguna ernyata ban akan struktu angan lebih ndela serta 31‐60 0% 95% 5% Umur Bangu liharaan d unjukkan b indeks kete lapang, me an sekolah ( nan terhadap Bogor yang m ma yang be an baru ya ngunan lam ural yang te h banyak te pada penu >61 10% 7 % unan (tahun) dan Perawa bahwa tidak erandalan ba enunjukkan (Gambar 4.4 p intensitas memiliki du erumur lebi ang berumu ma yang sud ergolong ke erjadi pada utup lantai 1 70% 20% atan Bang k terlihat ad angunan SD umur bang 4.1.). s kerusakan ua unit bang ih dari 90 t ur sepuluh t dah berumu erusakan ri komponen (sub-struc Baik Rusak ri Rusak se gunan danya D (P-gunan n. gunan tahun tahun ur 90 ngan. non-ture). ingan edang

(22)

Sedangkan pada pekerjaan struktural terutama pada atap dan rangka atap (kuda-kuda) terlihat masih kokoh. Sebaliknya bangunan baru di SD Pengadilan 2 Bogor justru memiliki kerusakan struktural dan non struktural lebih tinggi jika dibandingkan dengan bangunan lama. Menurut sejarah dari pihak sekolah, pelaksanaan bangunan lama SD Pengadilan 2 pada saat itu dilakukan oleh pihak Belanda, dan untuk bangunan baru dari SD Pengadilan 2 dikerjakan secara bergotong-royong oleh masyarakat terutama orang tua murid. Bangunan sekolah yang dibangun oleh pihak Belanda memiliki sistem rancang bangunan pada bangunan yang jauh lebih baik, lokasi yang dipilih dan pelaksanaannya juga relatif tergolong baik. Selain itu faktor ketersediaan bahan baku juga mendukung pada waktu itu, bahan pada rangka atap bangunan sekolah lama menggunakan kayu kelas awet II jenis Jati (Tectona grandis), kemudian penutup atap juga menggunakan jenis genteng “kodok” yang memiliki ketebalan dan kekerasan yang tinggi. Sedangkan untuk bangunan sekolah yang baru, bahan yang digunakan adalah kayu yang termasuk ke dalam kelas awet IV dengan jenis yang beragam, untuk penutup atap menggunakan jenis genteng kampung biasa yang memiliki ketebalan dan kekerasan kurang baik. Ketersediaan kayu awet sebagai bahan baku bangunan yang semakin berkurang menyebabkan pasar didominasi oleh jenis kayu kelas awet rendah (non-durable species). Selain itu penggunaan kayu dari pohon-pohon berumur muda sejak dua puluh tahun terakhir ini semakin memperburuk kerentanan bangunan sekolah terhadap ancaman kerusakan bangunan.

Menurut Yap (1999), kayu dari kelas awet I, II dan III dapat bertahan sampai lama jika ditempatkan pada kondisi yang tidak disenangi oleh unsur-unsur perusak kayu. Sedangkan kelas awet IV dan V akan bertahan hanya kurang dari 20 tahun jika dilakukan perlakuan yang sama.

2. Pengaruh Perawatan dan Pemeliharaan Bangunan

Dari analisis cross-tabulation (Lampiran 5) terlihat bahwa frekuensi perawatan dan pemeliharaan memiliki pengaruh yang nyata (P-value <0,05) terhadap indeks keterandalan bangunan sekolah. Hal ini sesuai dengan tujuan perawatan itu sendiri yaitu usaha untuk memperbaiki kerusakan yang terjadi agar

(23)

bangunan gedung tetap laik fungsi. Perawatan bangunan dapat digolongkan sesuai dengan tingkat kerusakan pada bangunan. Usaha perawatan yang dilakukan pada berbagai bangunan gedung sekolah dasar di tiap Kecamatan Contoh sangat bervariasi menurut bahan dan bagian pekerjaan bangunan. Walaupun perawatan dan pemeliharaan digolongkan baik, namun pada dasarnya perawatan dan pemeliharaan yang dilakukan di seluruh sekolah contoh masih bersifat sederhana, yaitu pembersihan lantai dan halaman, pengecatan, pergantian komponen yang mulai rusak baik komponen struktural maupun non-struktural.

Tingkat kerusakan komponen bangunan bergantung pada intensitas perawatan pemeliharaan bangunan. Hasil observasi dilapangan menunjukan bahwa dari 36 bangunan SD dengan frekuensi pemeliharaan bangunan dengan pengecatan satu kali dalam setahun sebanyak 47,22%, yang dua kali dalam setahun sebanyak 36,11 dan sisanya 16,67% merupakan pemeliharaan yang dilakukan lebih dari 2 kali dalam setahun. Menurut Allsop et al. (2003), pemberian cat merupakan salah satu cara pencegahan kayu dari serangan jamur pelapuk. Pemberian cat pada permukaan kayu dapat mengurangi daya serap kayu terhadap tetesan air, sehingga kayu tidak terlalu lembab.

Triwiyono (2003) dalam Sulaiman (2005) menyatakan bahwa setiap kerusakan diusahakan dapat dideteksi sedini mungkin. Satu kerusakan dapat merembet, memicu dan memperparah kerusakan lainnya. Semakin dini dilakukan perbaikan maka semakin kecil biaya perbaikan tersebut atau semakin kecil biaya investasi total bangunan.

Pihak sekolah kebanyakan melakukan usaha pencegahan kerusakan bangunan bagian atap dengan cara mengganti genteng penutup atap. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa jika dibandingkan dengan jenis penutup atap lainnya (seng alumunium, asbes gelombang dan seng logam bergelombang), genteng merupakan jenis penutup atap yang ideal dalam mempertahankan keterandalan bangunan. Jika terjadi kerusakan atau keretakan pada genteng maka pihak sekolah akan menggantinya dengan genteng yang masih baik kondisinya sebelum terjadi kebocoran.

Gambar

Tabel 4.2.1. Keadaan Umum Bangunan Gedung SD per Kelurahan Contoh
Tabel 4.3.1. Bentuk dan Frekuensi Kerusakan Komponen Bangunan  Sekolah Contoh
Gambar 4.3.3. Atap salah satu ruang kelas yang roboh .
Gambar  4 2.  Kerus Keru lempengan rayap (Ga akibat keb rayap pad atap yang bahan kom kelas awe awet IV, s sekolah  y adanya  d perekat) p 4.3.6
+3

Referensi

Dokumen terkait

I-2 : Citra CP Prima yang sedang menurun memang membutuhkan proses atau waktu yang tidak singkat untuk mengembalikannya seperti sebelumnya tetapi saya sangat yakin bahwa

Perkebunan Stroberi sebagai fasilitas rekreasi edukatif memerlukan fasilitas penunjang lainnya sebagai pendukung suatu area wisata baru yang representatif, sesuai tuntutan dari

Model pemasaran dengan menggunakan internet atau online diprediksi akan menjadi sebuah nilai tambah bagi produk atau jasa di masa mendatang.Tujuan utama dari program

Merupakan wisata yang berhubungan dengan makanan dan minuman yang memiliki aneka cita rasa.. disusun sedemikian rupa sehingga komputer dapat memproses input menjadi

Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa masalah yang perlu untuk dikaji dan diteliti, tetapi karena keterbatasan pengetahuan dan kemampuan maka penelitian akan dibatasi

003/Menkes/ 2010 lebih ditujukan untuk intervensi sisi hilir (dokter) dalam menjamin penelitian berbasis pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan (klinik jamu) maka diperlukan

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi pencarian pengobatan pertama kali (mengobati sendiri, berobat ke layanan kesehatan primer, atau

Sebagai konsekuensinya, pada tingkat ini pendidikan bukan hanya sebagai hak tetapi juga sebagai kewajiban bagi setiap warga negara pada tingkat umur tertentu (di