• Tidak ada hasil yang ditemukan

y = a 0 + a 1 x 1 + a 2 x 2 + E ETS t = ERT t + EK t + EP t + EIS t

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "y = a 0 + a 1 x 1 + a 2 x 2 + E ETS t = ERT t + EK t + EP t + EIS t"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

i

STUDI PEMBANGUNAN PLTU MAMUJU 2X7 MW DITINJAU DARI ASPEK TEKNIS, EKONOMI DAN LINGKUNGAN SERTA PENGARUHNYA TERHADAP TARIF LISTRIK

REGIONAL SULAWESI BARAT

Yanuar Teguh Pribadi Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga Jurusan Teknik Elektro, Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh November

Kampus ITS Gedung B dan C Sukolilo Surabaya 60111

Abstrak

Pada tahun 2009, beban puncak Sulawesi Barat adalah sebesar 31,75 MW. Ini berarti Sulawesi Barat mengalami defisit pasokan listrik sebesar 26,83 MW karena daya mampu Sulawesi Barat hanya sebesar 4,92 MW dari kapasitas terpasang sebesar 7,10 MW. Karena hal inilah, terjadi berbagai permasalahan akibat kurangnya pasokan listrik, semisal pemadaman bergilir dan masih rendahnya rasio elektrifikasi Sulawesi Barat yaitu 35,97% pada tahun 2009. Topologi daerah yang berbukit dan bergunung telah menjadi hambatan tersendiri dalam pengembangan saluran transmisi dan distribusi tenaga listrik. Pembangunan PLTU Mamuju 2x7 MW diharapkan mampu memberikan pasokan listrik yang cukup untuk memenuhi kebutuhan listrik di kabupaten Mamuju pada khususnya, dan provinsi Sulawesi Barat pada umumnya. Dalam tugas akhir ini akan dilakukan analisa pembangunan PLTU Mamuju 2x7 MW ditinjau dari segi aspek teknis, ekonomi dan lingkungan, serta pengaruhnya terhadap tarif listrik regional Sulawesi Barat.

Kata kunci: PLTU, beban puncak, kebutuhan listrik I. PENDAHULUAN

Penggunaan batubara sebagai bahan bakar pembangkit bukan berarti tidak mengindahkan keinginan dunia untuk mengurangi pemanasan global. Kebutuhan akan segera terpenuhinya energi listrik di semua daerah dan ketersediaan batubara yang sangat besar di alam merupakan dua alasan utama mengapa batubara tetap digunakan sebagai bahan bakar dari suatu pembangkit listrik. Diharapkan pembangunan PLTU Mamuju 2x7 MW ini akan mampu memberikan pasokan listrik yang lebih dari cukup di daerah tersebut sehingga program penanganan krisis listrik dan peningkatan rasio elektrifikasi dapat terealisasi. Dan dengan terealisasinya tujuan ini diharapkan pembangunan perekonomian di Kabupaten Mamuju dan Sulawesi Barat pun akan semakin baik.

II. TEORI PENUNJANG 2.1 Metode Peramalan Kebutuhan Listrik 2.1.1 Model Regresi

Model regresi yang digunakan adalah model regresi linear berganda. Perluasan regresi berganda yang berguna adalah kasus dimana y berupa fungsi

linear dari dua variabel atau lebih, seperti dalam persamaan di bawah ini.

• y = a0 + a1x1 + a2x2 + E

2.1.2 Model Peramalan dengan DKL 3.01

Model yang digunakan dalam metode DKL 3.01 adalah model sektoral. Perkiraan kebutuhan tenaga listrik model sektoral digunakan untuk menyusun perkiraan kebutuhan tenaga listrik pada tingkat wilayah/distribusi. Pendekatan yang digunakan dalam menghitung kebutuhan listrik adalah dengan mengelompokkan pelanggan menjadi empat sektor yaitu:

1. Sektor Rumah Tangga 2. Sektor Komersil 3. Sektor Industri 4. Sektor Publik

2.2.3 Energi Terjual

Perkiraan energi terjual PLN diperoleh dengan menjumlahkan energi rumah tangga, energi komersil, energi publik dan energi industri dengan rumus sebagai berikut:

• ETSt = ERTt+ EKt+ EPt+ EISt

Dimana:

ETSt = energi terjual PLN total pada tahun t ERTt = energi terjual rumah tangga pada tahun t EKt = energi terjual komersil pada tahun t EPt = energi terjual publik pada tahun t EISt = energi terjual industri pada tahun t

2.2.4 Energi Produksi

Perkiraan energi produksi ditentukan dengan rumus sebagai berikut:

• EPT =

( )

Dimana:

EPTt = energi produksi pada tahun t (GWh) LTt = rugi-rugi transmisi dan distribusi pada

tahun t (%)

PSt = pemakaian sendiri pada tahun t (%)

2.2.5 Beban Puncak

Perkiraan beban puncak ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

(2)

ii

• BP =

,

Dimana:

LFt = faktor beban pada tahun t

2.3 Bahan Bakar Batubara

Pengertian umum batubara adalah batuan sedimen yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Berdasarkan tingkat proses pembentukan yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, batubara umumnya dibagi dalam lima kelas: antrasit, bituminus, sub-bituminus, lignit dan gambut. Secara detail dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.1 Kelas batubara

No. Jenis Batubara Kadar Air (%) Nilai Kalor (kCal/kg) 1 Gambut > 75 < 3200 2 Lignit 35 – 75 3200 – 4400 3 Sub-bituminus 10 – 35 4400 – 5700 4 Bituminus 8 – 10 5700 – 6900 5 Antrasit < 8 > 6900

2.4 Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan pembangkit listrik yang menggunakan uap sebagai penggerak generator utamanya. Prinsip dasarnya adalah dengan mengalirkan uap bertekanan tinggi menuju turbin sehingga turbin dapat berputar dan menggerakkan generator. Uap yang digunakan dihasilkan dari proses pembakaran bahan bakar. Bahan bakar ini dapat berupa minyak ataupun batubara. Selain jumlah cadangannya yang masih sangat besar, harga batubara juga lebih murah. PLTU batubara sendiri merupakan industri yang paling banyak mengonsumsi batubara.

2.5 Biaya Pembangkitan Tenaga Listrik

Biaya pembangkitan tenaga listrik adalah jumlah dari biaya modal, biaya bahan bakar, dan biaya operasi dan pemeliharaan.

2.5.1 Biaya Modal (Capital Cost)

Biaya modal atau Capital Cost (CC) dapat dihitung dengan persamaan:

• = ( )

Besarnya biaya pembangunan dapat dihitung dengan persamaan:

• =

Dan untuk menghitung Capital Recovery Factor (CRF) dapat digunakan persamaan:

• = ( ( ) )

Dimana i adalah tingkat suku bunga dalam persen dan n adalah umur pembangkit dalam tahun.

2.5.2 Biaya Operasi dan Pemeliharaan

Biaya operasional dan pemeliharaan (US$/kWh) atau operating and maintenance (O&M) cost terdiri dari dua komponen yaitu biaya O&M tetap (tergantung pada jenis bahan bakar, kapasitas pembangkit, dan teknologi), dan biaya O&M variabel yang berhubungan dengan pengoperasian pembangkit yang mempengaruhi yaitu pemeliharaan, gaji karyawan dan desain pembangkit.

2.5.2 Biaya Bahan Bakar (Fuel Cost)

Biaya bahan bakar merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi biaya pembangkit. Biaya bahan bakar dinyatakan dalam US$/kWh dengan persamaan berikut:

• Fc = 860.Ui/η

Dimana: Fc = fuel cost (US$/kWh)

η = efisiensi pembangkit (desimal) Ui = harga bahan bakar (US$/satuan

energi)

2.6 Indeks Pembangunan Manusia (IPM)

IPM merupakan indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari indeks harapan hidup (e0), indeks pendidikan (melek huruf dan rata-rata lama sekolah) dan indeks standar hidup layak. Dasar dimasukkannya penghitungan IPM ke dalam analisa pembangunan pembangkit adalah bahwa salah satu komponen dalam penghitungan IPM adalah angka PDRB (Produk Domestik Regional Bruto), dimana dari angka ini kemudian dapat dibentuk fungsi PDRB – rasio elektrifikasi dan fungsi PDRB – kWh per kapita. Sedangkan rasio elektrifikasi dan kWh per kapita sendiri erat hubungannya dengan ketersediaan energi listrik di suatu daerah yang mungkin didapatkan dari pembangkit-pembangkit listrik yang ada di daerah tersebut.

2.7 Clean Development Mechanism (CDM) CDM adalah mekanisme dibawah Kyoto Protocol/UNFCCC, yang dimaksudkan untuk: 1. Membantu negara maju/industri memenuhi

sebagian kewajibannya menurunkan emisi Green House Gases (GHGs) atau gas rumah kaca. 2. Membantu negara berkembang dalam upaya

menuju pembangunan berkelanjutan dan kontribusi terhadap pencapaian tujuan Konvensi Perubahan Iklim (UNFCCC).

(3)

iii III. KONDISI SULAWESI BARAT DALAM ASPEK KETENAGALISTRIKAN, EKONOMI

DAN SOSIAL 3.1 Provinsi Sulawesi Barat

Sulawesi Barat adalah provinsi pemekaran dari provinsi Sulawesi Selatan. Provinsi ini dibentuk pada tanggal 5 Oktober 2004 berdasarkan UU Nomor 26 Tahun 2004. Selama 10 tahun terakhir laju pertumbuhan penduduk Sulawesi Barat sebesar 2,67%. Nilai ini sesuai sensus terbaru tahun 2010.

Gambar 3.1 Peta Provinsi Sulawesi Barat

3.2 Kondisi Ketenagalistrikan di Sulawesi Barat Pada tahun 2009 daya mampu provinsi Sulawesi Barat sebesar 4,92 MW dari kapasitas terpasang 7,10 MW. Beban dasar Sulawesi Barat adalah sebesar 20,5 MW dengan beban puncak 31,75 MW. PLTU Mamuju 2x7 MW sesuai dengan karakteristik PLTU, lebih sesuai ditujukan untuk memenuhi kebutuhan beban dasar.

Berikut adalah kurva beban Sulawesi Barat yang menjadi acuan analisa pembangunan PLTU Mamuju.

Gambar 3.2 Kurva Beban Sulawesi Barat 3.2.1 Jumlah dan Konsumsi Energi Listrik

Layaknya daerah lainnya di Indonesia, kebutuhan energi listrik di Sulawesi Barat juga meningkat setiap tahunnta. Terus meningkatnya konsumsi energi listrik di Sulawesi Barat tersebut disebabkan jumlah penduduk yang terus bertambah dan semakin meningkatnya kemajuan daerah di Sulawesi Barat.

Tabel 3.1 Jumlah pelanggan menurut kelompok di Sulawesi Barat (unit)

Tahun Rumah

Tangga Industri Usaha Publik Total

2006 80.112 33 3.820 2.131 86.096

2007 81.161 32 4.014 2.316 87.523

2008 83.364 29 4.262 2.492 90.147

2009 84.615 34 4.324 2.530 91.503

Sumber: Statistik PLN dan DJLPE

Tabel 3.2 Penjualan tenaga listrik PLN menurut kelompok pelanggan di Sulawesi Barat (GWh)

Tahun Rumah

Tangga Industri Usaha Publik Total

2006 56,45 2,38 9,69 10,59 79,11

2007 58,75 2,67 14,08 11,02 86,52

2008 65,23 4,27 18,88 13,09 101,47

2009 72,69 6,82 25,30 15,55 120,36

Sumber: Statistik PLN dan DJLPE

3.2.2 Pasokan Energi Listrik

Berikut adalah pembangkit-pembangkit yang beroperasi di Sulawesi Barat. Dapat dilihat bahwa semua pembangkitnya berjenis PLT Diesel (PLTD).

Tabel 3.3 Pembangkit listrik di Sulawesi Barat Nama Pembangkit Kapasitas Terpasang (MW) Daya Mampu (MW) PLTD Mamuju 3,79 2,47 PLTD Mambi 0,24 0,12 PLTD Babana 0,16 0,15 PLTD Topoyo 0,60 0,49 PLTD Karossa 0,39 0,41 PLTD Baras 0,48 0,41 PLTD Pasangkayu 1,30 0,75 PLTD Sarjo 0,14 0,12 Total 7,10 4,92

Sumber: Statistik PLN dan DJLPE

3.3 Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Sulawesi Barat

Untuk mengukur tingkat kecepatan perkembangan IPM per wilayah di Indonesia dalam kurun waktu tertentu, digunakanlah reduksi shortfall per tahun, seperti ditampilkan dalam tabel berikut.

Tabel 3.4 Nilai dan rangking IPM beberapa provinsi di Indonesia

Provinsi Tahun 2007 Tahun 2008 Reduksi

Shortfall

IPM Rangking IPM Rangking

DKI Jakarta 76,59 1 77,03 1 1,88 Sulawesi Utara 74,68 2 75,16 2 1,90 Sulawesi Tengah 69,34 22 70,09 22 2,45 Sulawesi Selatan 69,62 21 70,22 21 1,97 Sulawesi Tenggara 68,32 25 69,00 25 2,15 Sulawesi Barat 67,72 28 68,55 27 2,57

(4)

iv IV. ANALISA PEMBANGUNAN

PLTU MAMUJU 2x7 MW

4.1 Analisa Kondisi Kelistrikan di Sulawesi Barat Kebutuhan energi listrik Provinsi Sulawesi Barat saat ini dipasok dari 3 Gardu Induk 150 kV (Polmas, Majene dan Mamuju) yang sudah terinterkoneksi dengan sistem Sulawesi Barat. Energi listrik yang mensuplai gardu induk tersebut dipasok dari beberapa pembangkit yang terhubung pada sistem kelistrikan Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat (Sulselbar). Kapasitas terpasang ke 3 Gardu Induk tersebut saat ini sebesar 60 MVA. Untuk beban isolated masih disuplai dari PLTD.

4.2 Analisa Perkiraan Kebutuhan Energi Listrik 4.2.1 Peramalan Beban Dengan Metode Regresi

Berikut adalah tabel perkiraan total konsumsi energi listrik Sulawesi Barat menggunakan metode regresi.

Tabel 4.1 Perkiraan konsumsi energi listrik Sulawesi Barat menggunakan metode regresi

Tahun Konsumsi Energi Listrik (GWh) 2010 162,15 2011 188,85 2012 215,34 2013 241,61 2014 267,67 2015 293,51 2016 319,13 2017 344,52 2018 369,68 2019 394,60 2020 419,28

4.2.2 Peramalan Beban Dengan Metode DKL 3.01

Berikut adalah tabel hasil peramalan konsumsi energi listrik menurut kelompok konsumen menggunakan metode DKL 3.01. Total konsumsi energi merupakan penjumlahan dari konsumsi energi sektor rumah tangga, industri, komersil dan publik.

Tabel 4.2 Perkiraan konsumsi energi listrik total di Sulawesi Barat menggunakan metode DKL 3.01

Tahun

Konsumsi Energi Listrik (GWh) Rumah

Tangga Industri Usaha Publik Total

2010 80,91 10,90 33,90 18,47 144,18 2011 89,97 17,41 45,43 21,95 174,75 2012 99,94 27,81 60,87 26,07 214,69 2013 110,91 44,42 81,57 30,98 267,88 2014 122,99 70,96 109,30 36,80 340,06 2015 136,29 113,36 146,47 43,72 439,83 2016 150,93 181,08 196,26 51,94 580,21 Tahun

Konsumsi Energi Listrik (GWh) Rumah

Tangga Industri Usaha Publik Total

2017 167,04 289,27 262,99 61,70 781,01

2018 184,77 462,10 352,41 73,30 1.072,58

2019 204,28 738,19 472,23 87,08 1.501,78

2020 225,74 1.179,24 632,79 103,45 2.141,22

4.3 Neraca Daya Energi Listrik Sulawesi Barat Berikut adalah neraca daya jaringan Sistem Sulawesi Barat dengan memperhitungkan kebutuhan energi listrik Kabupaten Mamuju sebagai prioritas utama. Dalam neraca daya ini faktor kapasitas dari pembangkit-pembangkit baru adalah sebesar 0,85.

Tabel 4.3 Neraca daya jaringan sistem Sulawesi Barat Tahun Kapasitas Terpasang (MW) Daya Mampu (MW) Beban Puncak Mamuju (MW) Sisa Energi (MW) Beban Puncak Sulbar (MW) Selisih (MW) Ket. 2010 15,10 11,72 - - 38,03 -26,31 * 2011 15,10 11,72 - - 46,09 -34,37 2012 29,10 23,62 9,95 13,67 46,68 -33,01 ** 2013 29,10 23,62 11,24 12,38 59,41 -47,03 2014 79,10 66,12 12,48 53,64 77,21 -23,57 *** 2015 79,10 66,12 13,85 52,27 102,16 -49,89 2016 79,10 66,12 15,36 50,76 137,68 -86,92 2017 79,10 66,12 17,02 49,10 188,98 -139,88 2018 79,10 66,12 18,86 47,26 264,04 -216,78 2019 196,10 165,57 20,89 144,68 375,22 -230,54 **** 2020 196,10 165,57 22,97 142,60 541,79 -399,19 Keterangan:

* : Mulai beroperasi PLTM Balla 1x1 MW, PLTM Bonehau 2x2 MW, PLTM Budong-budong 2x1 MW dan PLTM Kalukkku 2x0,5MW

** : Mulai beroperasi PLTU Mamuju 2x7 MW dan mulai diprioritaskannya Kabupaten Mamuju sebagai penerima utama energi listrik dari PLTU Mamuju

*** : Mulai beroperasi PLTU Mamuju (FTP2) 2x25 MW

**** : Mulai beroperasi PLTA Poko 1x117 MW

4.4 Analisa Aspek Teknis

4.4.1 Tata Letak Komponen PLTU Mamuju PLTU Mamuju 2x7 MW terletak di kota Mamuju. Lokasinya berada di tepi laut, berseberangan dengan Kalimantan Timur sebagai pemasok bahan bakar.

Karena berkapasitas 2x7 MW, maka PLTU ini pada dasarnya memiliki 2 boiler, 2 cerobong, 2 turbin dan 2 generator.

(5)

v 4.4.2 Analisa Pemilihan Komponen dan Kebutuhan Batubara PLTU Mamuju

4.4.2.1 Boiler

Boiler adalah bejana tertutup dimana panas pembakaran dialirkan ke air sampai terbentuk uap air panas atau steam. Parameter uap air keluar dari boiler adalah bertekanan ±35 bar dan temperatur ±450ºC.

Gambar 4.1 Boiler

4.4.2.2 Kebutuhan Batubara

Batubara yang digunakan sebagai bahan bakar adalah tipe lignit (4.200 kCal.kg). Total kebutuhan batubara untuk mengoperasikan PLTU Mamuju adalah 6.620 kg/jam atau 6,62 ton/jam. Batubara didatangkan dari Kalimantan Timur dengan cadangan 40.195,57 juta ton. Jika PLTU Mamuju beroperasi selama 25 tahun maka batubara yang dibutuhkan sebesar 1,449 juta ton. Jumlah tersebut hanya 0,0036% dari cadangan batubara Kalimantan Timur.

4.4.2.3 Turbin

Turbin yang digunakan di PLTU Mamuju adalah jenis turbin uap dan disesuaikan dengan kapasitas PLTU Mamuju sebesar 2x7 MW.

1. Type = Condensing

2. Rated Output = 9.385 HP 3. Speed = 3000 rpm 4. Main Steam Pressure = 35 bar 5. Main Steam Temperature = 435ºC

4.4.2.4 Generator

Generator adalah mesin yang berfungsi untuk mengkonversikan energi gerak menjadi energi listrik. Energi gerak berasal dari putaran turbin uap dimana poros turbin uap dikopel dengan rotor generator. Generator yang digunakan adalah generator sinkron 2 kutub. Parameter generator yang akan digunakan PLTU Mamuju adalah sebagai berikut:

1. Rated output = 8,24 MVA/7 MW 2. Rated voltage = 13,8 kV

3. Power factor = 0,85 (lagging)

4. Speed = 3000 rpm 5. Frequency = 50 Hz 6. Number of phase = 3 7. Efficiency ≥ 98,7 % 8. Connection = Wye 4.4.2.5 Kondensor

Kondensor adalah peralatan yang digunakan untuk mendinginkan uap sehingga berubah menjadi air. Sumber air pendingin adalah air laut Selat Makassar yang telah didesalinasi.

Gambar 4.2 Kondensor 4.4.2.6 Transformator

Output dari generator PLTU Mamuju memiliki rating 7 MW, 13,8 kV. Oleh karena itu tegangan output harus dinaikkan dari 13,8 kV menjadi 150 kV. Hal ini dilakukan dengan menggunakan peralatan transformator step-up. Spesifikasi transformator step-up yang digunakan adalah sebagai berikut:

1. Capacity = 10 MVA 2. High Voltage = 150 kV Delta 3. Low Voltage = 13,8 kV Wye 4. Number of Phase = 3

5. Frequency = 50 Hz 6. Cooling Type = Oil

4.5 Analisa Aspek Ekonomi 4.5.1 Biaya Pembangkitan Total

Biaya pembangkitan total atau total generating cost (TC) adalah penjumlahan dari seluruh biaya yang telah dihitung, yaitu capital cost (CC), fuel cost (FC) dan operating and maintenance cost (O&M cost). Berikut adalah hasil perhitungan untuk TC untuk masing-masing tingkat suku bunga 6%, 9% dan 12%.

Tabel 4.4 Biaya pembangkitan total

Perhitungan Tingkat Suku Bunga

6% 9% 12%

Biaya Pembangunan (US$/kW) 1200 1200 1200

Umur Operasi (Tahun) 25 25 25

Kapasitas Pembangkit (kW) 14.000 14.000 14.000

Biaya Modal (US$/kWh) 0,01257 0,01644 0,02047

Biaya Bahan Bakar (US$/kWh) 0,02508 0,02508 0,02508

Biaya O&M (US$/kWh) 0,00483 0,00483 0,00483

(6)

vi 4.5.2 Harga Jual Listrik PLTU Mamuju Berdasarkan Kemampuan Daya Beli Penduduk

Pada tahun 2009 pendapatan per kapita rata-rata penduduk Sulawesi Barat setiap tahun sebesar Rp 8.597.076,- (Rp. 716.422,97 per bulan). Apabila diasumsikan setiap penduduk Sulawesi Barat mengalokasikan sekitar 6% dari pendapatannya untuk konsumsi listrik dan jumlah anggota keluarga setiap rumah tangga adalah 4 orang, maka biaya untuk konsumsi listrik per rumah tangga per bulan adalah Rp. 171.941,51. Dari biaya tersebut dapat diketahui bahwa rata-rata rumah tangga di Sulawesi Barat menggunakan daya pemakaian kelas 900 VA.

Untuk daya 900 VA, dengan diasumsikan faktor daya (cos θ) sebesar 0,85 maka daya aktifnya adalah:

• = cos = 900 0,85 = 0,72

Dengan faktor beban Sulawesi Barat sebesar 0,55 maka energi listrik yang dikonsumsi per bulan:

• = 0,72 24 30 0,55 = 285,12

Biaya beban adalah sebesar Rp. 20.000,- per bulan. Sedangkan untuk biaya pemakaian dibagi lagi ke dalam 3 blok yaitu:

1. Blok I, 0-20 kWh, biaya pemakaiannya Rp. 275,- per kWh

2. Blok II, 20-60 kWh,biaya pemakaiannya Rp. 445,- per kWh

3. Blok III, di atas 60 kWh, biaya pemakaiannya Rp. 495,- per kWh

Maka menurut pembagian kelompok tersebut, konsumsi listrik Sulawesi Barat termasuk ke dalam Blok III dengan biaya pemakaian Rp. 495,-. Rata-rata biaya listrik per rumah tangga per bulan dapat dihitung sebagai berikut:

• = 20.000 + (285,12 495)

= . 161.134,40

Kemudian dihitung daya beli listrik, yaitu perbandingan antara biaya listrik dengan pendapatan per kapita yang digunakan untuk keperluan listrik terhadap biaya pemakaian. Daya beli listrik dapat dihitung sebagai berikut:

• = . ,

. , . 495,00

= . 539,45

Telah diketahui sebelumnya bahwa biaya pembangkitan terbesar adalah biaya pembangkitan pada tingkat suku bunga 12% yaitu 0,05038 US$/kWh atau Rp. 503,80 per kWh. Nilai ini masih di bawah pengeluaran penduduk yang dialokasikan untuk listrik yaitu sebesar Rp. 539,45 per kWh. Hal ini menunjukkan daya beli penduduk Sulawesi Barat masih di atas harga jual listrik PLTU Mamuju.

4.5.3 Pendapatan Per Tahun dan Payback Period Dari perhitungan pendapatan per tahun dapat diketahui bahwa untuk semua tingkat suku bunga dapat menghasilkan keuntungan. Untuk suku bunga 6% keuntungannya adalah Rp. 678,20 per kWh dengan pendapatan per tahun sebesar 70,69 milyar rupiah. Untuk suku bunga 9% keuntungannya adalah Rp. 639,50 per kWh dengan pendapatan per tahun sebesar 66,66 milyar rupiah. Untuk suku bunga 12% keuntungannya adalah Rp. 599,20 per kWh dengan pendapatan per tahun sebesar 58,29 milyar rupiah.

Dan dari perhitungan payback period dapat diketahui bahwa untuk suku bunga 6%, investasi dapat dikembalikan secara utuh setelah 2,37 tahun. Untuk suku bunga 9%, investasi dapat dikembalikan secara utuh setelah 2,52 tahun. Dan untuk suku bunga 12%, investasi dapat dikembalikan secara utuh setelah 2,88 tahun.

4.5.4 Analisa Perhitungan BPP Setelah Pembangunan PLTU

Dengan memperhitungkan BPP dari masing-masing jenis pembangkit di Sulawesi Barat dan perbandingan pasokan energi, dapat disimpulkan bahwa setelah pembangunan PLTU Mamuju, nilai BPP untuk Sulawesi Barat turun dari semula Rp. 1.586,98 per kWh menjadi Rp. 1.089,40 per kWh dan nilai ini masih lebih rendah dari BPP untuk tingkat Tegangan Tinggi (TT) wilayah Sistem Sulawesi Barat adalah sebesar Rp. 1.103,00 per kWh. Hal ini akan menguntungkan masyarakat karena beban ekonomi menjadi lebih ringan.

4.6 Analisa Aspek Sosial

Pada tahun 2008, tingkat pencapaian Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Sulawesi Barat mengalami peningkatan, semula sebesar 67,72% menjadi 68,55% (masih di bawah IPM nasional 71,17%) dengan nilai reduksi shortfall 2,57%. Sulawesi Barat berada di peringkat 27 nasional.

Angka harapan hidup di Provinsi Sulawesi Barat berdasarkan data 2009 sekitar 67,40%, atau mengalami peningkatan sekitar 0,38% dibandingkan 2008 sekitar 67,2%. Di Sulawesi Barat, persentase penduduk yang sudah melek huruf sebesar 96,03% dari penduduk total, dan persentase penduduk yang masih buta huruf sebesar 3,97% dari penduduk total. Dan PDRB Sulawesi Barat atas dasar harga berlaku pada tahun 2008 sekitar 7.778, meningkat 0,23% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Dari diagram rasio elektrifikasi sebagai fungsi PDRB dapat diketahui bahwa Sulawesi Barat termasuk wilayah yang memiliki rasio elektrifikasi rendah dan PDRB per kapita yang juga rendah. Dari diagram rasio elektrifikasi sebagai fungsi kWh per kapita dapat diketahui bahwa Sulawesi Barat termasuk wilayah yang memiliki rasio elektrifikasi rendah dan kWh per kapita yang juga rendah.

(7)

vii Dapat disimpulkan bahwa dengan dibangunnya PLTU Mamuju akan memiliki pengaruh sosial sebagai berikut:

1. PLTU Mamuju selain sebagai pemasok energi listrik untuk Sulawesi Barat, juga dapat dianggap sebagai suatu organisasi perusahaan yang mencari keuntungan. Dan sebagai organisasi, maka PLTU Mamuju memiliki tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Tanggung jawab ini disebut dengan Coorporate Social Responsibility (CSR).

2. Contoh bentuk dari CSR ini adalah pendirian sekolah, rumah sakit, koperasi, proyek-proyek komunitas, pemberian beasiswa dan pendirian yayasan sosial. Dengan adanya rumah sakit dan pelayanan kesehatan maka angka harapan hidup akan meningkat.

3. PLTU Mamuju sebagai organisasi pasti membutuhkan tenaga kerja untuk pengelolaan dan pengoperasian. Hal ini berarti penyediaan lapangan kerja baru. Dengan adanya keuntungan dari beroperasinya PLTU Mamuju dan dengan bertambahnya pendapatan masyarakat yang bekerja di PLTU Mamuju maka berpotensi untuk menaikkan angka PDRB.

4.7 Analisa Aspek Lingkungan

4.7.1 Analisa Perkiraan Dampak Lingkungan Pengelolaan yang baik dan benar dengan memperhatikan perubahan lingkungan dan sumber dampak yang terjadi, akan dapat menekan dampak negatif yang mungkin terjadi bahkan mungkin dapat mengubah dari negatif berbalik menjadi positif. Analisa dilakukan dengan memantau perkiraan dampak yang dapat terjadi, ditinjau dalam 4 tahap yaitu:

1. Tahap Persiapan 2. Tahap Konstruksi 3. Tahap Operasional 4. Tahap Pasca Operasi

4.7.2 Carbon Tax

Dari grafik emisi gas, untuk pembangkit dengan bahan bakar batubara menghasilkan emisi yang paling banyak yaitu 960 CER kg/kWh. Karena emisi gas PLTU (960) melebihi baseline emisi gas (728), maka PLTU Mamuju harus membayar carbon tax. Besarnya carbon tax:

• = 4,5 ⁄

= 0,32 /

Jadi besarnya carbon tax yang harus dibayar adalah 0,32 cent/kWh. Per tahun energi yang dihasilkan PLTU Mamuju adalah 104.244.000 kWh, sehingga carbon tax yang harus dibayar per tahun adalah:

• = 0,32 104.244.000

= 33.358.080

Jadi besarnya carbon tax yang harus dibayar per tahun mencapai 33.358.080 cent US$ atau 333.580,8 US$ atau 3.335.808.000 rupiah atau 3,336 milyar rupiah (diasumsikan 1 US$ = 10.000 rupiah). CDM ini berlaku jika keputusan dari konferensi Protokol Kyoto diperpanjang tidak hanya sampai 2013 tetapi sampai tahun-tahun berikutnya.

V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisa dan perhitungan yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sesuai dengan kurva beban Sulawesi Barat, pada tahun 2009 beban puncak di Propinsi Sulawesi Barat sebesar 31,75 MW. Ini berarti Sulawesi Barat mengalami defisit pasokan listrik sebesar 26,83 MW karena daya mampu Sulawesi Barat hanya sebesar 4,92 MW dari kapasitas terpasang sebesar 7,10 MW. Maka dari itu perlu segera dibangun pembangkit-pembangkit baru untuk memenuhi permintaan energi.

2. Dari neraca daya didapatkan bahwa Sulawesi Barat selalu mengalami defisit energi sedangkan Kabupaten Mamuju selalu surplus. Pada tahun 2019, surplus energi Kabupaten Mamuju sebesar 142,60 MW dan defisit energi Sulawesi Barat sebesar -399,19 MW. Defisit ini dapat diatasi dengan menambah pasokan energi dari provinsi lain.

3. Kebutuhan batubara untuk mengoperasikan PLTU Mamuju adalah 6.620 kg/jam atau 6,62 ton/jam. Batubara didatangkan dari Kalimantan Timur dengan cadangan 40.195,57 juta ton. Jika PLTU Mamuju beroperasi selama 25 tahun maka batubara yang dibutuhkan sebesar 1,449 juta ton. Jumlah tersebut hanya 0,0036% dari cadangan batubara Kalimantan Timur.

4. Setelah pembangunan PLTU Mamuju, nilai BPP untuk Sulawesi Barat turun dari semula Rp. 1.586,98 per kWh menjadi Rp. 1.089,40 per kWh dan nilai ini masih lebih rendah dari BPP untuk tingkat Tegangan Tinggi (TT) wilayah Sistem Sulawesi Barat adalah sebesar Rp. 1.103,00 per kWh. Dengan investasi sebesar 16,8 juta US$ diperoleh payback period dengan suku bunga 6% adalah 2,37 tahun, untuk suku bunga 9% adalah 2,52 tahun dan untuk suku bunga 12% adalah 2,88 tahun.

5. IPM Sulawesi Barat pada tahun 2008 adalah sebesar 68,55%. Dan berada di peringkat 27 nasional. Angka ini masih di bawah IPM Indonesia yaitu sebesar 71,17%. Pada tahun 2007, IPM Sulawesi Barat adalah 67,72% dan berada di peringkat 28 nasional. Reduksi shortfall Sulawesi Barat dari tahun 2007 ke tahun 2008 adalah 2,57%. Pengaruh pembangunan PLTU Mamuju 2x7 MW terhadap perkembangan IPM Sulawesi Barat adalah bahwa dengan dibangunnya PLTU Mamuju

(8)

viii diharapkan mampu mendongkrak aspek kesehatan, pendidikan dan perekonomian wilayah Sulawesi Barat sehingga akan menaikkan angka IPM Sulawesi Barat dan nilai reduksi shortfall.

5.2 Rekomendasi

Rekomendasi yang dapat diberikan sehubungan dengan pembangunan PLTU Mamuju 2x7 MW adalah sebagai berikut:

1. Perlunya segera dilakukan upaya-upaya efisiensi dalam penyediaan tenaga listrik di Sulawesi Barat agar dapat menekan BPP tenaga listrik. 2. Perlu dibangun pembangkit baru untuk

menggantikan PLTD di Sulawesi Barat.

3. Strategi pembangunan ketenagalistrikan di Sulawesi Barat haruslah mengutamakan pembangkit yang memanfaatkan energi secara efisien, ekonomis, serta ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Mahmudsyah, Syariffuddin, “Diktat Mata Kuliah Pembangkitan dan Manajemen Energi Listrik”, ITS, Surabaya, 2009.

2. Budi, Agung E.S, “Analisis Pembangunan PLTU Batubara 3 Bangka Belitung 2x30 MW di Kepulauan Bangka Belitung dan Pengaruhnya terhadap Tarif Listrik Regional Bangka Belitung”, Paper - ITS, Surabaya, 2010.

3. Subagio, Agung, “Studi Kelayakan Pembangunan PLTU Batubara”, Departemen Teknik Mesin UI, Jakarta, 2010.

4. Wikipedia, “Provinsi Sulawesi Barat”, <URL: http://www.wikipedia/com/sulawesi_barat.htm>, 2009.

5. Wikipedia, “Kabupaten Mamuju”, <URL: http://www.wikipedia/com/kab_mamuju.htm>, 2009.

6. Badan Pusat Statistik Provinsi Sulawesi Barat, “Sulawesi Barat Dalam Angka 2009”, BPS Sulbar, Mamuju, 2009.

7. Badan Pusat Statistik Kabupaten Mamuju, “Kabupaten Mamuju Dalam Angka 2009”, BPS Mamuju, Mamuju, 2009.

8. Direktorat Jenderal Listrik dan Penyediaan Energi, “Statistik Ketenagalistrikan dan Energi Indonesia 2006-2009”, DJLPE-ESDM, Jakarta, 2009.

9. PT. PLN (Persero), “Statistik PLN 2008”, PT. PLN, Jakarta, 2008.

10. PT. PLN (Persero), “Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik 2010-2019”, PT. PLN, Jakarta 2010.

11. Hadiyanto, “Anatomi Sumberdaya Batubara dan Asumsi Pemanfaatan Untuk PLTU di Indonesia”, Badan Geologi Departemen ESDM, Jakarta 2007.

12. Miranti, Ermina, “Prospek Industri Batubara di Indonesia”, Riset Bank BUMN, Jakarta, 2008.

13. Departemen ESDM, “Harga Batubara Acuan (HBA) per November 2010”, Departemen ESDM, Jakarta, 2010.

14. Tim Kajian Batubara Nasional, “Batubara Indonesia”, Pusat Litbang Teknologi Mineral dan Batubara, Jakarta, 2006.

15. Badan Pusat Statistik Indonesia, “Nilai dan Peringkat IPM Provinsi di Indonesia 2009”, BPS Indonesia, Jakarta, 2009.

16. Badan Nasional Penanggulangan Bencana, “Peta Indeks Pembangunan Manusia Tingkat Provinsi”, BNPB, Jakarta, 2009.

RIWAYAT HUDUP PENULIS

Yanuar Teguh Pribadi lahir di Mojokerto pada tanggal 13

Januari 1984. Dia

menyelesaikan pendidikan dasarnya di SDN Kedundung II, berlanjut di SMPN I Mojokerto dan SMUN I Sooko Mojokerto.

Beranjak dewasa, Yanuar menapakkan kakinya ke jenjang pendidikan tinggi. Keinginan menggebu untuk mempelajari litrik membuat dia memilih D3 Elektro ITS sebagai langkah awal. Lulus Diploma, dia terjun ke dunia kerja sebagai staf lapangan. Kondisi kerja yang monoton memicu semangatnya untuk menuntut ilmu lebih tinggi lagi. Selagi masih muda, kuraih apa yang bisa kuraih, begitu pikirnya. Jadilah dia sekarang, mahasiswa Program Lintas Jalur Jurusan Teknik Elektro ITS, dengan Teknik Sistem Tenaga sebagai minat khususnya. Yanuar yakin, dengan tekad dan semangat yang bulat, dia bisa menjadi jauh lebih lagi, dan mungkin, mengubah dunia! Siapa yang tahu.

Gambar

Tabel 2.1 Kelas batubara
Gambar 3.1 Peta Provinsi Sulawesi Barat
Tabel  4.1  Perkiraan  konsumsi  energi  listrik  Sulawesi Barat menggunakan metode regresi
Gambar 4.1 Boiler

Referensi

Dokumen terkait

Penanaman kelapa sawit dilakukan masing-masing karyawan selama 1 hari kerja (HK) dengan kemampuan atau prestasi 28 pokok tanaman kelapa sawit per karyawan dan hasil yang

Dari kasus tersebut, penulis akan menghitung losses (susut daya) yang dihasilkan dan mensimulasikan sambungan rumah yang tidak standar tersebut pada software

Seorang wanita, usia 50 tahun, datang ke puskesmas dengan keluhan kaki tidak dapat berjalan sejak 3 minggu yang lalu. Riwayat sebelumnya pasien sering keputihan berbau

dan menghasilkan sebuah ka)angan *ang diinginkan oleh s ang $enulis te)sebut. #edangkan %udul bisa dia)tikan sebagai u%ung tombak sebuah ka)angan ka)ena dengan %udul *ang mena)ik

Saya sangat dibantu dalam mencari tempat tinggal selama satu bulan, saya dan teman-teman juga dimudahkan dalam koordinasi program kerja yang sekiranya membutuhkan

Siswa yang mempunyai tingkat Adversity Quotient yang tinggi akan selalu berusaha dalam menyelesaikan tugas yang diberikan oleh guru, meskipun siswa tersebut menemui

Hal ini dibuktikan dengan Fhitung&gt; Ftabel, yaitu 13,538&gt;1,79 dengan tingkat signifikansi 0,000 &lt; 0,05, maka H0 ditolak artinya terdapat pengaruh

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa mayoritas ibu hamil yang mengalami abortus di Rumah Sakit Bangkatan PTPN 2 Binjai Tahun 2016