• Tidak ada hasil yang ditemukan

B i n t o r o Abdi Negoro arsitektur universitas mercu buana. Utara : RS MMC. Timur : GOR Sumantri Brojonegoro. Barat : Kantor swasta

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "B i n t o r o Abdi Negoro arsitektur universitas mercu buana. Utara : RS MMC. Timur : GOR Sumantri Brojonegoro. Barat : Kantor swasta"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN UMUM

2.1 Gambaran Umum Proyek

Judul proyek : Sekolah Khusus Autisme

Tema Proyek : Arsitektur Hijau

Lokasi Proyek : Jl. HR. Rasuna Said

Peruntukkan lahan : Bangunan sekolah

Sifat Proyek : Fiktif

Pemilik/Pengelola : Swasta

Luas Lahan : ± 7020 m

KDB : 60 %

2

KLB : 2.4

Ketinggian bangunan : maksimal 4 lantai

Batasan Tapak

 Utara : RS MMC

 Timur : GOR Sumantri Brojonegoro

 Barat : Kantor swasta

 Selatan : Kantor Pemerintah

Sarana Pendukung : Perkantoran, perumahan elit

Sasaran Proyek : Penyandang Autisme, khususnya

(2)

2.2 Pengertian Sekolah

Pada dasarnya pengertian sekolah yaitu bangunan tempat belajar dan biasanya lebih mengarah kepada pendidikan formal.

2.3 Pengertian Autisme

Autisme berasal dari bahasa yunani auto, yang berarti “sendiri”. Autisme sebenarnya sudah ada sejak dulu, namun baru diperkenalkan istilahnya pada tahun 1943 oleh Lee Kenner.

Autisme merupakan suatu gangguan perkembangan dari fungsi serebral, khususnya fungsi yang mengatur kemampuan interaksi sosial dan gangguan komunikasi. Secara umum prevalensinya di seluruh dunia berkisar antara 0,7 - 21,1 per 10.000. Di negara maju, seperti Amerika Serikat, dilaporkan prevalensi autisme sekitar 34 per 10.000 anak usia 3 - 10 tahun. Gangguan autisme ini 4 kali lebih banyak didapatkan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan, dan tidak dipengaruhi oleh ras, etnik, status sosial, gaya hidup, ataupun tingkat pendidikan.

Pada umumnya gejala timbul pada tiga tahun pertama kehidupan

anak dan dapat berlanjut sampai seumur hidupnya. Autisme dapat dideteksi sejak bayi. Tanda-tanda anak yang menderita autisme sudah tampak pada 3 - 6 bulan pertama kehidupannya, kemudian semakin bertambah usianya anak tampak acuh tak acuh, mengalami gangguan bicara dan tidak berinteraksi dengan normal. Keadaan ini membingungkan orang tua.

(3)

Dahulu autisme dipandang sebagai suatu kelainan psikologis atau psikiatrik. Namun sekarang, diketahui bahwa gangguan autisme bukan semata-mata disebabkan oleh faktor psikologis, melainkan disebabkan oleh gangguan multifaktor, seperti genetik atau biologik, infeksi, metabolik, imunologik dan faktor lingkungan. Demikian pula untuk pengelolaan autisme, diperlukan penatalaksanaan terpadu melalui pendekatan multidisipliner, yaitu pendekatan berbagai keahlian dari cabang ilmu kedokteran, seperti psikiatri, pediatri dan neurologi

Beberapa tahun terakhir ini berbagai istilah berkembang untuk

menggambarkan kondisi yang disebut autisme ini, diantaranya autis, autistik, autistic spectrum disorder (ASD), atau gangguan perkembangan pervasi (pervasive developmental disorder, PPD ). Namun akhirnya di banyak negara di dunia, disepakati untuk menggunakan suatu definisi operasional untuk autisme berdasarkan suatu sistem diagnostik yang dibuat oleh The American Psychiatric Association ( APA ) yaitu Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th edition atau yang umum disebut DSM-IV. Menurut DSM-IV ini yang dimaksud dengan autisme adalah semua jenis gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh keadaan klinis sebagai berikut: gangguan dalam komunikasi; gangguan dalam interaksi sosial; dan gangguan perilaku, berupa perilaku yang terbatas, stereotipik, dan diulang-ulang.

(4)

2.3.1 Gangguan dalam komunikasi.

Anak dengan gangguan autisme cenderung mengalami hambatan

mengekspresikan diri, sulit bertanya jawab sesuai konteks, sering membeo ucapan orang lain, atau bahkan mengalami hambatan bicara secara total dan berbagai bentuk masalah gangguan komunikasi lainnya

2.3.2 Gangguan dalam interaksi sosial

Secara umum terdapat keengganan untuk berinteraksi secara aktif

dengan orang lain, sering terganggu dengan keberadaan orang lain di sekitarnya, tidak dapat bermain bersama anak lain, lebih senang menyendiri.

2.3.3 Gangguan perilaku

Adanya perilaku stereotipik seperti mengepakkan tangan,

melompat-lompat, berjalan jinjit, senang pada benda yang berputar atau memutar-mutarkan benda, mengetuk-ngetukkan benda ke benda lain, obsesi yang tidak wajar pada suatu bagian benda dan berbagai bentuk masalah perilaku lain yang tidak wajar bagi anak seusianya.

(5)

Menunjukkan ketidaktertarikan

Untuk lebih jelas, ciri-ciri umum autisme dapat dilihat pada gambar berikut.

2.3.4 Masalah Indera

Orang dengan autisme kemungkinan memiliki permasalahan dengan inderanya, dimana indera mereka bisa menjadi hipersensitif atau sebaliknya, hiposensitif. Ini berarti orang tersebut bisa sangat peka

Dapat melakukan beberapa hal dengan sangat baik dan cepat, namun bukan hal yang melibatkan pemahaman sosial.

Kesulitan dalam menafsirkan bahasa tubuh dan ekspresi wajah

Kesulitan dalam berinteraksi

Melihat dan memperlakukan objek dengan cara yang “berbeda”

(6)

terhadap suara tertentu, cahaya, aroma atau sentuhan dan lain-lain. Dan dapat pula tidak merasakan sesuatu pada inderanya, misalnya rasa sakit.

2.3.5 Kemampuan Khusus

Beberapa orang dengan kondisi autisme, yang memiliki banyak kekurangan di hampir semua bidang, biasanya akan menunjukkan bakat atau kelebihan tertentu misalnya dalam bidang musik, komputer, matematik, dan sebagainya. Namun kebanyakan penderita autisme memiliki daya ingat yang sangat kuat, terutama pada hal yang membuat mereka tertarik

2.3.6 Penyebab Autisme

Penyebab yang pasti belum diketahui. Berdasarkan gambaran klinis dari gangguan autisme ini berbagai hipotesis penyebab diajukan oleh para peneliti. Teori yang dianut saat ini adalah bahwa gangguan autisme ini mempunyai dasar kelainan organik di otak yang dicetuskan oleh berbagai faktor seperti :

• Genetik, Kira-kira 20 % kasus-kasus autisme disebabkan oleh

faktor genetik. Penyakit genetik yang paling sering dihubungkan dengan autisme adalah sindrom fragile-X ( 20-30% ) dan tuberous sclerosis ( 17 - 58%). Beberapa laporan

penelitian menyatakan bahwa Sindroma Down juga

(7)

• Infeksi, Penyakit infeksi yang sering dihubungkan dengan autisme antara lain infeksi Rubella pada masa prenatal ataupun ensefalitis ( pasca natal ).

• Gangguan metabolik, Gangguan metabolik yang sering

dikaitkan dengan autisme adalah fenilketonuria

• Imunologik, Gangguan autisme dapat dipicu pula oleh keadaan

alergi (makanan,bahan kimia, inhalan ).

• Faktor lingkungan, Faktor lingkungan sebagai faktor pencetus

autisme dikaitkan dengan adanya paparan zat-zat yang bersifat toksik selama kehamilan, seperti konsumsi alkohol, penggunaan obat-obatan, paparan logam-logam berat misalnya merkuri.

Banyak Penelitian melaporkan bahwa autisme dapat dihubungkan dengan kelainan pada hampir semua struktur di otak, misalnya kelainan pada serebelum, korteks serebri, sistim limbik, korpus kalosum, ganglia basalis, dan batang otak.

Ada 2 sistem yang digunakan untuk menentukan diagnosis autisme, yaitu kriteria diagnosis yang dibuat oleh :

1. WHO, yaitu International Classification of Diseases 10th revision ( ICD-10).

2. American Psychiartic Association ( APA ), yang mempublikasikan Diagnostic and Statical Manual of Mental Disorder, 4th edition ( DSM-IV) pada tahun 1994, dan kemudian direvisi pada tahun

(8)

2000, yaitu Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder, 4th edition, text revision (DSM-IV).

Kedua sistem ini menyebutkan tentang kriteria gangguan autisme dan gangguan perkembangan pervasif.

Saat ini, kriteria diagnosis DSM-IV merupakan kriteria diagnosis yang digunakan secara luas terutama di Amerika Serikat. Di Indonesia, juga ada kecenderungan menggunakan DSM IV sebagai kriteria diagnosis gangguan autisme, seperti yang disampaikan oleh Pusponegoro (2003) dalam konferensi Nasional Autisme I tahun 2003. DSM IV merinci kriteria diagnosis gangguan autistik seperti yang tercatum dalam tabel.

Enam atau lebih gejala dari (1), (2), dan (3), dengan paling sedikit 2 dari (1) dan 1 dari masing- masing (2) dan (3).

Tabel. Kriteria Diagnosis menurut DSM IV

(1). Gangguan kualitatif interaksi sosial, yang terlihat sebagai paling

sedikit 2 dari gejala berikut :

• Gangguan yang jelas dalam perilaku non verbal, misalnya

kontak mata, ekspresi wajah, posisi tubuh, dan mimik untuk mengatur interaksi sosial

• Tidak bermain dengan teman seumurnya, dengan cara yang

sesuai.

• Tidak berbagi kesenangan, minat, atau kemampuan mencapai

(9)

mainan pada orang tua, tidak menunjuk ke suatu benda yang menarik, tidak berbagi kesenangan dengan orang tua.

• Kurangnya interaksi sosial timbal balik, misalnya tidak

berpartisipasi aktif dalam bermain, lebih senang bermain sendiri.

(2). Gangguan kualitatif komunikasi yang terlihat sebagai paling tidak satu

dari gejala berikut :

• Keterlambatan atau belum dapat mengucapkan kata-kata

berbicara, tanpa disertai usaha kompensasi dengan cara lain misalnya mimik atau bahasa tubuh.

• Bila dapat berbicara, terlihat gangguan kesanggupan memulai

atau mempertahanan komunikasi dengan orang lain.

• Penggunaan bahasa yang stereotipik dan berulang, atau bahasa

yang tidak dimengerti.

• Tidak adanya cara bermain yang bervariasi dan spontan, atau

bermain meniru secara sosial yang sesuai dengan umur perkembangannya.

(3). Pola perilaku, minat, dan aktivitas yang terbatas, berulang dan tidak

berubah yang ditunjukan dengan adanya 2 dari gejala berikut :

• Minat yang terbatas, stereotipik dan menetap serta abnormal

(10)

• Keterikatan pada ritual yang spesifik tetapi tidak fungsional secara kaku dan tidak fleksibel.

• Gerakan motorik yang stereotipik dan berulang, misalnya

flapping tangan dan jari, gerakan tubuh yang kompleks

• Perenungan yang persisten terhadap bagian suatu benda.

Keterlambatan atau fungsi abnormal pada ketrampilan berikut, yang muncul sebelum umur 3 tahun.

1. Interaksi sosial

2. Bahasa yang digunakan sebagai komunikasi sosial 3 .Bermain simbolik atau imajinatif.

Gangguan tidak lebih mengarah kepada sindroma Rett atau Childhood Desintegrative Disorder

1. Gangguan Perkembangan Bahasa ( Disfasia)

Disfasia terjadi karena gangguan perkembangan otak hemisfer kiri, yang berfungsi sebagai pusat berbahasa. Ada beberapa subtipe gangguan ini yang mirip dengan autism khususnya ditinjau dari perkembangan bahasa wicaranya, yaitu tipe disfasia ekspresif atau campuran reseptif - ekspresif. Bedanya dengan autisme, pada disfasia tidak dijumpai perilaku repetitif / obsesif

2. Reterdasi Mental

(11)

anak tersebut, oleh karena dengan penatalaksanaan yang tidak tepat anak tidak akan mendapat banyak kemajuan yang berarti. Adanya tanda awal autisme, seperti saat usia 12 bulan anak belum dapat mengoceh, tidak dapat menunjuk, atau tidak menunjukkan adanya gerakan-gerakan isyarat lainnya sesuai dengan usianya, merupakan indikasi dilakukannya suatu uji skrining perkembangan. Uji skrining perkembangan dapat dimulai dengan menggunakan DDST ( Denver Developmental Screening Test ), yang merupakan perangkat penilaian perkembangan umum dilakukan secara rutin di pusat-pusat pelayanan primer.

Begitu seorang anak dicurigai mengalami autistik, assessment yang lengkap perlu dilakukan, meliputi fungsi kognitif, bahasa, komunikasi, perilaku, untuk mengetahui taraf gangguan perkembangan yang dialaminya agar dapat segera dilakukan intervensi sesuai dengan kebutuhannya.

2.4 Pengertian Judul Proyek

Sekolah khusus autisme adalah sekolah yang diperuntukkan bagi anak autis yang tidak memungkinkan mengikuti pendidikan dan pengajaran di sekolah reguler (terpadu dan inklusi). Karakteristik anak ini adalah sangat sulit untuk dapat berkonsentrasi dengan adanya distraksi disekeliling mereka. Dalam hal ini, anak tersebut diberi pendidikan dan pengajaran yang difokuskan dalam program fungsional, misalnya Program Bina Diri (ADL), bakat dan minat yang sesuai dengan potensi yang

(12)

sangat baik dalam bidang tertentu misalnya olah raga, musik, melukis, komputer, matematika, keterampilan dsb. Anak-anak ini sebaiknya dimasukkan ke dalam kelas khusus, sehingga potensi mereka dapat dikembang secara maksimal.

Contoh program pendidikan di Sekolah Khusus Autistik, terdiri dari program dasar (kemampuan kognitif, bahasa, sensomotorik, kemandirian, sosialisasi, seni dan bekerja), program keterampilan (melukis, memasak, menjahit, sablon, kerajinan, kayu, dsb) dan program-program lainnya yang disesuaikan dengan kemampuan anak.

2.5 Klasifikasi Autisme Berdasarkan ASD

RINGAN SEDANG BERAT

• Kontak mata dalam melakukan interaksi dengan orang lain

• Pemahaman verbal dan symbol sudah cukup baik

• Tidak selalu melakukan kontak mata dalam berinteraksi

• Pemahaman verbal dan symbol belum sempurna

• Tidak terdapat kontak mata saat berinteraksi

• Pemahaman verbal dan symbol kurang / sama sekali tidak ada

• Melakukan tindak kekerasan

Ruang yang dibutuhkan :

• R. kelas bagi autisme ringan

• R. terapi wicara • R. terapi okupasi

Ruang yang dibutuhkan :

• R. kelas bagi autisme sedang

• R. terapi wicara • R. terapi okupasi

Ruang yang dibutuhkan :

• R. terapi perilaku • R. terapi wicara • R. terapi okupasi

(13)

2.6 Fasilitas Pendukung Sekolah Khusus Autisme 2.6.1 Fasilitas terapi

a. Terapi perilaku

Terapi perilaku didasarkan atas proses belajar dan mempunyai tujuan mengubah perilaku yang tidak diinginkan menjadi perilaku yang diinginkan. Pada umumnya terapi perilaku ini ditujukan untuk dua hal yaitu :

• mengurangi atau menghilangkan perilaku yang berlebihan

(mengamuk, agresif, melukai diri sendiri, teriak-teriak, hiperaktif tanpa tujuan dan perilaku lain yang tidak bermanfaat).

• Memunculkan perilaku yang masih berkekurangan yaitu :

belum bisa bicara, belum merespon bila diajak bicara, kontak mata yang kurang, tidak punya inisiatif, tidak bisa berinteraksi wajar dengan lingkungannya/kurang mampu bersosialisasi. (Sasanti, 2004;2)

Dibeberapa tempat terapi di Indonesia, umumnya dilakukan terapi perilaku yang menggabungkan berbagai metode menjadi suatu ramuan yang disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kasus anak. Yang umum dipakai sebagai dasarnya adalah ABA (Applied Behaviour Analysis) yang dikembangkan oleh Dr. Ivar Lovaas dan dilaksanakan dengan cara DDT (Discrete Trial

(14)

Maurice yang ditulis dalam buku Bahavioural Intervention for Young Children with Autism. A Manual for Parents and Professionals. Pro-Ed, Austin-Texas, 1996.

Ada beberapa tahapan dalam kurikulum tersebut diatas yaitu, tahap awal, tahap menengah dan tahap akhir. Tiap-tiap tahap terdiri dari enam kelompok kemampuan, yaitu: mengikuti tugas/pekerjaan, imitasi/meniru, bahasa reseptif, bahasa eksprisif, pre-akademik, dan bantu diri. Untuk tahap mahir dimasukkan kurikulum bahasa abstrak, akademik, serta kemampuan sosialisasi kesiapan masuk sekolah.

b. Terapi biomedis

Berdasarkan temuan dari berbagai penelitian dalam bidang biologis, serta bukti-bukti yang didapat dari pemeriksaan laboratorium, maka terjadi perubahan paradigma dalam penanganan gangguan spektrum Autisme. Paham yang sudah banyak diakui saat ini adalah bahwa GSA (Gangguan Spektrum Autisme) adalah sindrom yang kompleks yang didasari atas adanya gangguan fisiologis serta biokimia yang mempengaruhi hasil akhir dalam gangguan kognitif, perilaku dan emosionalnya, maka gangguan biologisnya yang harus dibenahi. Ini merupakan filosofi dari terapi biomedik (Sasanti, 2004:3).

(15)

• Pemberian obat-obatan (sesuai dengan gejala-gejala klinis/hasil laboratorium yang ditemukan). Juga bisa diberikan: psikotropika, antibiotik, anti jamur, anti virus, anti parasit.

• Pengaturan diet tanpa pengawet, tanpa pewarna buatan,

pengaturan makanan dengan cara eliminasi sementara dan rotasi, dan lain-lain.

• Pemberian Enzim pencernaan

• Pemberian Vitamin dan Mineral

• Asupan lain, misalnya asam lemak esensial, asam amino,

antioksidan, probiotik, dll

• Perbaikan fungsi imunologi, sesuai dengan gangguannya

(16)

c. Terapi tambahan lain

Termasuk disini adalah terapi sensori integrasi, terapi musik, terapi wicara, terapi okupasi, terapi seni, terapi relaksasi, akupuntur, dll. Pemilihan jenis terapi tambahan yang diperlukan untuk masing-masing anak tentu harus dipertimbangkan dengan seksama melihat dari gejala klinis yang menonjol serta target yang ingin dicapai.

2.6.2 Fasilitas Pendidikan Formal

Fasilitas ini ditujukan bagi penderita autisme yang masih dapat mengikuti pelajaran layaknya pendidikan di sekolah regular, yaitu penderita autisme yang termasuk golongan ringan hingga sedang. Agar proses pendidikan lebih maksimal, maka siswa-siswa dengan kondisi yang sama diletakkan pada kelas yang sama. Terdiri dari tingkat TK, SD, SMP dan SMA. Jumlah siswa per kelas adalah 5 anak dengan 1 pengajar.

Kelas-kelas keterampilan

Kelas-kelas ini ditujukan untuk mengembangkan bakat dan minat dari para siswa. Kelas-kelas ini sangat bervariasi, antara lain kelas komputer, musik, menjahit, sablon, olahraga, seni lukis, dan lain-lain.

Referensi

Dokumen terkait

Pemetikan jendangan di Unit Perkebunan Bedakah dilaksanakan 2 - 3 bulan setelah pemangkasan dan apabila 60 % areal sudah siap untuk dijendang. Pertumbuhan tunasnya telah

Hasil penelitian huungan antara sosiodemografi dan kondisi lingkungan terhadap keberadaan jentik di Desa Mangunjiwan Kecamatan Demak menunjukkan bahwa variabel yang

Apabila mahasiswa tidak dapat hadir karena sakit, maka wajib mengumpulkan surat sakit dari dokter praktik/ klinik berlisensi/ Rumah sakit paling lambat 1 hari setelah

Pada studi ini, penulis menggunakan metode penelitian kualitatif yang telah digunakan pada penelitian terdahulu, yakni penelitian yang dilakukan oleh Alfarisy dan

Dengan dilaksanakannya KKN Kondisi Luar Biasa ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan lingkungan dalam mengembangkan program penghijauan 100 bibit tanaman dilakukan

Dari hasil analisa kelayakan tersebut, dapat dilihat, baik menggunakan Cattenary maupun Tanpa Cattenary untuk jalur 1 dan jalur 2, diperoleh hasil nilai NPV negatif,

Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, akibat infeksi Endoftalmitis merupakan peradangan berat dalam bola mata, akibat infeksi setelah trauma atau bedah, atau

Berdasarkan hasill wawancara dengan imam sebagai penari Kajang Berliuk di Sanggar Sang Nila Utama, mengatakan : “ kostum yang digunakan pada pertunjukan tari Kajang