• Tidak ada hasil yang ditemukan

DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP PENDAPATAN PETANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP PENDAPATAN PETANI"

Copied!
103
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA

AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP

PENDAPATAN PETANI

(Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara)

SKRIPSI

ZAGARUDDIN SAGALA H 34076157

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2010

(2)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor , April 2010

Zagaruddin Sagala H 34076157

(3)

RINGKASAN

ZAGARUDDIN SAGALA. Dampak Program Pengembangan Agribisnis Pedesaan Terhadap Pendapatan Petani (Studi kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan EVA YOLYNDA AVINY).

Masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan yang dihadapi dalam permodalan pertanian berkaitan langsung dengan kelembagaan selama ini, yaitu lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit, birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya perdesaan, sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya. Dalam rangka menanggulangi permasalahan tersebut, dicanangkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program ini bertujuan untuk membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan pekerjaan di perdesaan serta membantu penguatan modal dalam kegiatan usaha di bidang pertanian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Kehadiran program PUAP diharapkan dapat mengatasi masalah kesulitan modal yang dihadapi petani.

Program PUAP di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Labuhan Batu telah dilaksanakan dengan jumlah dana yang diterima sebesar Rp 100 juta untuk setiap desa miskin atau Gapoktan. Salah satu Kecamatan yang telah menerima bantuan dana PUAP adalah Kecamatan Kualuh Selatan Desa Hasang. Penyaluran dana PUAP ini dilakukan melalui Gapoktan Satahi Desa Hasang dimana Gapoktan ini memiliki 8 kelompok tani. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis karakteristik anggota Gapoktan PUAP di Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu. (2) Menganalisis dampak program PUAP dilihat dari pendapatan anggota kelompok tani yang mengambil PUAP di Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu.

Penelitian ini dilaksanakan di Gapoktan atau di Desa Hasang di Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Desember 2009. Responden penelitian adalah para petani Domba anggota Gapoktan penerima BLM-PUAP sebanyak 53 responden dan penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani. Gapoktan di Kecamatan Kualuh Selatan memiliki karakteristik sebagai lembaga sosial ekonomi perdesaan yang memiliki struktur kepengurusan terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan beberapa seksi. Masing-masing jabatan mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama penting.

Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani domba di Desa Hasang menunjukkan bahwa pelaksanaan program PUAP pada dasarnya memberikan dampak terhadap produksi Domba dan tingkat pendapatan petani peserta program. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan usahataninya bahwa pada awal berjalannya program PUAP, jumlah rata-rata domba Gapoktan Desa Hasang per petani sebanyak 4 ekor dengan rata-rat bobot badan sebesar 30 kg dengan harga jual Rp 16.000 per kilogramnya, sehingga penerimaan tunai yang diperoleh petani anggota Gapoktan adalah sebesar Rp 1.920.000. Namun, setelah berjalannya program PUAP maka

(4)

jumlah produksi yang dihasilkan mengalami peningkatan sebanyak 3 ekor sehingga jumlahnya menjadi 7 ekor maka penerimaan tunai yang diperoleh sebesar Rp 3.360.000. Penerimaan diperhitungkan berdasarkan dari jumlah tenaga kerja, penyusutan alat dan material kandang, dimana ketiga komponen ini seharusnya diperhitungkan tetapi biaya yang dikeluarkan tidak dalam bentuk tunai. Dari penerimaan yang diperhitungkan dapat dilihat jumlah penerimaan yang diperoleh dari ketiga komponen tersebut pada awal PUAP dan setelah PUAP sebesar Rp 4.200.283.

Hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) usahatani domba yang diusahakan oleh petani responden menunjukkan bahwa usahatani ini memiliki penerimaan yang lebih besar dibanding biaya usahatani. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Artinya setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan maka akan memberikan penerimaan sebesar lebih dari satu satuan biaya atau usahatani tersebut menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio atas biaya tunai pada awal program PUAP sebesar 1.13. Artinya setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan pada usahatani domba dengan dengan jumlah awal program sebesar 4 ekor maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1,13. Sementara itu apabila memasukkan sejumlah biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya total, maka nilai R/C rasio sebesar 1,85. Rasio dengan nilai 1,85 berarti setiap pengeluaran biaya total sebesar Rp 1 akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1,85 dengan jumlah domba 4 ekor pada awal program PUAP berjalan.

Selanjutnya adalah melihat nilai R/C rasio dari usahatani domba setelah berjalannya program PUAP. Analisis imbangan R/C rasio biaya tunai sebesar 0,33. Artinya adalah setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1 akan memberikan kerugian sebesar Rp 0,33. Apabila dimasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai komponen total biaya maka R/C rasio yang dihasilkan sebesar 0,54 yang berarti setiap pengeluaran biaya total Rp 1 maka akan memberikan kerugian sebesar Rp 0.54 Berdasarkan hasil uraian di atas dapat diinformasikan bahwa nilai kedua R/C rasio di atas setelah berjalannya program PUAP menunjukkan nilai R/C rasio lebih besar dari satu, yang berarti dapat dikatakan bahwa usahatani domba pada Gapoktan Desa Hasang di Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu layak diusahakan untuk R/C rasio atas biaya tunai sedangkan R/C rasio atas biaya total secara binis tidak layak untuk dijalankan.

(5)

DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA

AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP

PENDAPATAN PETANI

(Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara)

ZAGARUDDIN SAGALA H 34076157

Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Pendapatan Petani di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara.

Nama : Zagaruddin Sagala

NIM : H34076157

Disetujui, Pembimbing

Eva Yolynda Aviny, SP.MM NIP. 19710402 200604 2 008

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur Kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) Terhadap Pendapatan Petani di Desa Hasang Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik petani penerima bantuan dana program PUAP serta dampak terhadap tingkat pendapatan petani di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara.

Skripsi ini sangat bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas akhir pada Program Sarjana Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil karya yang dapat diselesaikan oleh penulis selama mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kegiatan kuliah maupun tugas akhir ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memang membutuhkan.

Bogor, April 2010 Zagaruddin Sagala

(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada:

1. Eva Yolynda Aviny, SP.MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.

2. Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS. selaku dosen evaluator penulis pada saat kolokium proposal, atas waktu dan kritiknya didalam perbaikan skripsi ini. 3. Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama yang telah

memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam memperbaiki penulisan skripsi ini.

4. Rahmat Yanuar, SP. MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam upaya memaksimalkan penulisan skripsi ini.

5. Ayah, Mamak, adik-adikku dan seluruh keluarga besar “Sagala” atas segala kasih sayang serta dukungan lahir dan batin, semoga ini menjadi persembahan yang terbaik.

6. Pihak Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Hasang atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.

Bogor, Mei 2010

(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner penelitian ... 89 2. Struktur Organisasi Gapoktan Desa Hasang ... 95 3. Daftar Desa Penerima PUAP Kabupaten Labuhan

(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Perumusan Masalah ... 8 1.3 Tujuan Penelitian ... 13 1.4 Manfaat Penelitian ... 13 II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal Pada Pertanian ... 14

2.1.1 Tujuan PUAP ... 16

2.1.2 Sasaran Program PUAP ... 17

2.2 Kelembagaan dan Peran Kelembagaan ... 17

2.3 Gabungan Kelompok Tani ... 19

2.4 Kelompok Tani ... 20

2.5 Pengertian Kredit ... 20

2.6 Penelitian Terdahulu ... 22

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 25

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ... 25

3.2.1 Pendapatan Usahatani ... 29

3.2.2 Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) ... 31

3.3.3 Sistem Integrasi Ternak Dengan Tanaman ... 32

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 32

IV METODE PENELITIAN ... 36

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 36

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 36

4.3 Metode Pengumpulan Data ... 36

4.4 Metode Pengambilan Sampel ... 37

4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 38

4.5.1 Analisis Pendapatan Petani ... 38

4.5.2 Analisis R/C rasio ... 39

V GAMBARAN UMUM ... 41

5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ... 41

5.2.1 Desa Hasang ... 43

VI HASIL DAN PEMBAHASAN ... 45

(12)

6.2 Karakteristik responden di Gapoktan Desa Hasang ... 46

6.2.1 Jenis Kelamin ... 46

6.2.2 Usia Responden ... 46

6.2.3 Tingkat Pendidikan ... 48

6.2.4 Jenis Pekerjaan Responden ... 49

6.2.5 Pengalaman Mengambil Kredit ... 49

6.2.6 Jumlah Tanggungan ... 50

6.2.7 Status Kepemilikan dan Luas Lahan ... 51

6.2.8 Status Kepemilikan Ternak Domba ... 52

6.4 Proses Budidaya ... 56

6.4.1 Persiapan Kandang ... 56

6.4.2 Pemilihan Ternak ... 57

6.4.3 Pemeliharaan dab Penanganan Penyakit Ternak ... 57

6.4.4 Ternak Siap Panen dan Pemanenan ... 58

6.5 Kinerja Gapoktan Dalam Menyalurkan BLM PUAP ... 58

6.5.1 Evektivitas Penyaluran BLM PUAP Berdasarkan Kriteria Pihak Penyalur ... 59

6.5.1.1 Target dan Realisasi Pinjaman PUAP ... 59

6.5.1.2 Jangkauan Realisasi Pinjaman PUAP ... 61

6.5.1.3 Frekuensi Pinjaman ... 62

6.5.1.4 Persentase Tunggakan ... 63

6.5.1.5 Penyaluran BLM PUAP pada petani ... 64

6.6.2 Persyaratan Awal ... 64

6.6.3 Prosedur Pinjaman ... 65

6.6.4 Realisasi Pinjaman ... 65

6.6.5 Biaya Administrasi ... 65

6.6.6 Tingkat Bunga ... 65

6.7 Dampak PUAP dilihat dari pendapatan anggota Gapoktan ... 66

6.7.1 Pemanfaatan Dana BLM PUAP ... 66

6.7.2 Analisis Usahatani Awal dan Setelah Program PUAP .. 67

6.7.3 Alat-alat Pertanian ... 67

6.7.4 Output Usahatani ... 69

6.7.5 Pendapatan Anggota Gapoktan Awal dan SetelahPUAP 70

6.7.6 Analisis R/C Rasio Awal dan Setelah PUAP ... 73

6.7.8 Analsis Usahatani Karet,Sawit dan Domba ... 76

6.8 Manfaat Program PUAP Terhadap Ekonomi dan Non Ekonomi Petani ... 78

6.9 Manfaat Ternak Domba Dalam Bentuk Lain ... 79

6.9.1 Manfaat Pengembangan Bisnis ... 79

6.9.2 Manfaat integrasi terhadapat produksi ... 80

6.10 Implikasi Dari Penelitian... 81

VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 85

(13)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia

Menurut Daerah Tahun 2001-2007 ... 2

2. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Ekonomi

Tahun 2006-2007 ... 4

3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin

Sumatera Utara Tahun 1999-2009 ... 8

4. Luas, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut

Desa/Kelurahan 2007 ... 43

5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Hasang, Kecamatan Kualuh

SelatanTahun 2007 ... 44

6. Jumlah Responden Yang Mengambil Dana PUAP Berdasarkan Jenis Kelamin ... 46

7. Data Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Usia ... 47

8. Sebaran Responden Petani Domba Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 48

9. Data Jumlah Tanggungan Keluarga Responden ... 51

10. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria Luasan Lahan Sawit/Karet yang Dimiliki Tahun 2009 ... 52

11. Data Jumlah Kepemilikan Dombaan Pada Awal Dan Setelah Berjalannya PUAP. ... 53

12. Realisasi Dana BLM-PUAP di Desa Hasang Menurut Kelompok Tani Tahun 2009 ... 60

13. Realisasi Penerima PUAP di Desa Hasang berdasarkan kelompok tani Tahun 2009... 61

14. Tingkat Bunga Pinjaman pada Gapoktan Desa Hasang PUAP ... 63

(14)

15. Rata-Rata Nilai Penggunaan Peralatan Pada Usahatani Domba Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Labuhan Batu ... 67

16. Nilai Penyusutan Peralatan Pada Usahatani Petani Responden Anggota Gapoktan di Kecamatan Bram Itam dan Seberang Kota ... 68

17. Jumlah Domba pada Awal Berjalannya PUAP dan Setelah Berjalannya PUAP. ... 69

18. Jumlah Rata-Rata Kepemilikan Domba Oleh Petani pada Awal Dan Setelah Berjalannya PUAP ... 71

19. Pendapatan Usahatani Domba Desa Hasang Awal Berjalan dan Setelah Berjalan PUAP ... 72

20. Perbandingan R/C Rasio Sebelum dan Setelah PUAP ... 74

21. Jumlah Rata-Rata Pendapatan Usahatani Sawi, Karet Serta Domba Dalam Periode 13 Bulan. ... 77

(15)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

(16)

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagian besar penduduk Indonesia berdomisili di daerah perdesaan dan memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Pada tataran tingkat nasional jumlah daerah perdesaan dan cakupan daerah perdesaan jauh lebih luas dibanding daerah kota. Namun akibat pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi sementara ketersediaan sumberdaya lahan dan air yang merupakan faktor produksi utama pada usaha pertanian relatif tetap maka telah terjadi marjinalisasi daerah perdesaan. Pada sisi lain pembangunan di daerah kota yang identik dengan pembangunan sektor industri dan jasa belum sepenuhnya mampu menimbulkan dampak positif bagi kehidupan msyarakat desa sehingga daerah perdesaan relatif tertinggal dibanding daerah kota, dan dalam banyak kasus daerah perdesaan identik dengan daerah miskin. Petani miskin tersebut pada umumnya tergolong petani berlahan sempit atau petani tanpa lahan yang pekerjaan utamanya adalah sebagai buruh tani. Pada umumnya penduduk miskin tersebut memiliki akses yang lemah terhadap sumberdaya lahan pertanian, permodalan, teknologi pertanian, pasar input dan pasar output sehingga mereka tidak mampu meningkatkan taraf hidupnya secara mandiri dan tanpa didukung secara memadai sehingga menyebabkan kemiskinan selalu ada.

Dari data persentase penduduk miskin Indonesia menurut daerah tahun 2001-2007, penduduk miskin lebih besar terdapat di perdesaan dibanding dengan perkotaan. Sesuai dengan kesempatan kerja terbesar terjadi pada sektor pertanian sehingga terlihat sinkronisasi antara kesempatan kerja terbanyak dengan penduduk miskin, artinya penduduk miskin banyak yang bekerja di sektor pertanian khususnya di Desa. Hasil perhitungan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun baik di kota maupun di desa terus berfluktuatif. Pada periode yang sama tahun 2001-2007 dapat terlihat bahwa jumlah penduduk miskin lebih banyak di daerah perdesaan dari pada di perkotaan.

(17)

2 Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 2001-2007

Tahun

Jumlah Penduduk Miskin (Juta)

Persentase Penduduk Miskin

Kota Desa Kota+Desa Kota Desa Kota+Desa

2001 8,60 29,30 37,90 9,76 24,84 18,41 2002 13,30 25,10 38,40 14,46 21,10 18,20 2003 12,20 25,10 37,30 13,57 20,23 17,42 2004 11,40 24,80 36,10 12,13 20,11 16,66 2005 12,40 22,70 35,10 11,68 19,98 15,97 2006 14,49 24,81 39,30 13,47 21,81 17,75 2007 14,20 24,32 38,52 12,49 21,89 17,19 Sumber : BPS, (2008)1 (diolah)

Ini membuktikan bahwa desa masih menjadi pusat kemiskinan. Dilihat dari sisi mata pencaharian penduduk desa, dapat dikatakan bahwa kemiskinan mayoritas terjadi pada penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini selaras dengan pernyataan Menteri Pertanian pada suatu kesempatan bahwa 70 persen masyarakat miskin Indonesia adalah petani, terutama buruh tani yang jumlahnya sangat besar dan memang rawan terhadap kemiskinan (Deptan, 2008)

Pada umumnya suatu masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Lukman Hakim (2008)2, beberapa masalah pertanian yang dimaksud yaitu pertama, sebagian besar petani Indonesia sulit untuk mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya. Selain itu, masih banyak petani yang menggunakan cara-cara tradisional. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan ruang gerak petani terhadap fasilitas yang dimiliki sehingga membuat petani menjadi tertutup dan lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar.

1

BPS.2008.Penduduk Miskin Indonesia.[Terhubung Berkala]. http://www.

Google.com//search//penduduk Indonesia//penduduk miskin indonesia .html. [15 April 2009].

2 Lukman Hakim.2008. Kelembagaan dan Kemiskinan Indonesia.

(18)

Dalam kemajuan berusahatani harus memiliki akses informasi yang baik sehingga teknologi tentang pertanian dapat cepat diterima oleh petani. Akses informasi selama ini sangat sulit diterima oleh petani sehingga timbul masalah kedua yaitu petani mengalami keterbatasan pada akses informasi pertanian. Adanya penguasaan informasi oleh sebagian kecil pelaku pasar komoditas pertanian menjadikan petani semakin tersudut. Terlihat dari realitas ketidaktahuan petani akan adanya HPP (Harga Pembelian Pemerintah) dan pembelian oleh oknum terhadap hasil pertanian dibawah harga yang ditentukan oleh pemerintah, sehingga tidak sedikit petani yang tidak memperoleh keuntungan dari hasil pertaniannya bahkan mengalami kerugian. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian besar petani Indonesia tidak mengandalkan dari sektor pertanian, tetapi dari luar sektor petanian, misalnya kerja sampingan buruh pabrik, kuli bangunan dan lain sebagainya.

Selain kendala akses informasi masalah yang ketiga yaitu petani memiliki kendala atas sumberdaya manusia yang dimiliki. Terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani dan keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan terutama sawah. Ini terjadi karena masih adanya stigma yang berkembang di tengah masyarakat bahwa menjadi petani adalah pilihan terakhir setelah tidak memperoleh tempat di sektor lain. Faktor penyebab lainnya adalah banyaknya lahan pertanian yang dikonversi menjadi lahan industri diluar pertanian seperti pemukiman, industri otomotif, elektronik dan lain sebagainya yang menyebabkan lahan pertanian semakin menyempit. Selanjutnya masalah keempat adalah masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Masalah modal tersebut diantaranya adalah sebagian besar petani yang mengalami kekurangan modal untuk berusaha dan memenuhi kebutuhan hidupnya, belum adanya asuransi pertanian, masih adanya praktek sistem ijon dan sistem perbankan yang kurang peduli kepada petani3.

Dalam mengatasi permasalahan permodalan pada petani, biasanya petani melakukan peminjaman atau kredit kepada lembaga Bank dan non Bank. Akan tetapi pada pada umumnya pihak Bank sangat sulit memberikan kredit ke petani

(19)

4 karena sifat pertanian yang tergantung pada musim, perishable, bulky, voluminous yang pada akhirnya akan mempengaruhi produk ketika pemanenan sehingga kondisi ini merupakan kendala bagi pihak perbankan dalam memberikan kredit. Umumnya pihak perbankan lebih suka untuk memberikan dananya ke sektor lain yang tingkat pengembaliannya lebih tinggi, seperti sektor perdagangan, jasa, perindustrian dan sebagainya.

Dengan keberpihakan Bank pada sektor non pertanian mengakibatkan petani semakin sulit untuk memajukan usahatani diakibatkan modal yang terbatas. Dengan keterbatasan modal tersebut sektor jauh lebih maju dibandingkan dengan sektor pertanian. Akan tetapi meskipun sektor diluar pertanian jauh lebih pesat, sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar seperti pada Tabel 2 yang mencapai 0,22 persen untuk tenaga kerja laki-laki dan 0,41 persen tenaga kerja perempuan. Data kesempatan kerja di sektor pertanian menunjukkan bahwa dorongan permodalan pada sektor pertanian sangat dibutuhkan mengingat banyaknya tenaga kerja yang bergerak di bidang pertanian.

Tabel 2. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2006-2007

No Lapangan Usaha Tahun 2006 (%) Tahun 2007 (%)

Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan

1 Pertanian 0,22 0,41 0,41 0,41

2 Pertambangan dan Penggalian

0,01 0,00 0,01 0,00

3 Industri Pengolahan 0,11 0,15 0,11 0,14

4 Listrik, Gas dan Air 0,00 0,00 0,00 0,00

5 Bangunan 0,07 0,00 0,08 0,00

6 Perdagangan Besar, Eceran, Hotel dan Rumah Makan 0,17 0,27 0,16 0,28 7 Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi 0,09 0,01 0,09 0,01 8 Keuangan, Asuransi, Usaha Sewa

Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan

0,02 0,01 0,02 0,01

9 Jasa Kemasyarakatan 0,10 0,15 0,11 0,14

Sumber : BPS, (2009)4

4 BPS. Berita Resmi Statistik No.11/02/Th. XII,16 Februari 2009.[Terhubung Berkala].

(20)

Bila ditelusuri lebih jauh lagi, permasalahan yang dihadapi dalam permodalan pertanian berkaitan langsung dengan kelembagaan selama ini yaitu lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit, birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya perdesaan, sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya.

Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani. Secara umum usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi, belum menyentuh kegiatan pra dan pasca produksi, dan saat ini belum berkembang lembaga penjamin maupun lembaga keuangan khusus yang menangani sektor pertanian (Syahyuti, 2007). Dengan adanya prinsip 5C yang diberikan oleh pihak perbankan akan mengakibatkan keterbatasan petani dalam mengakses permodalam untuk usahatani. Keterbatasan tersebut berdampak terhadap pendapatan petani menurun yang berakibat kepada kemiskinan ditingkat petani. Untuk mengatasi kekurangan tersebut petani bisanya akan mencari modal ke pihak lain seperti tengkulak dan pihak pemberi modal lainnya, akan tetapi dalam kondisi ini pihak petani selalu dirugikan karena adanya keterikatan antara pemberi modal dengan petani. Keterikatan tersebut membuat petani dirugikan karena pihak pemberi modal dapat memberikan harga pembelian yang murah.

Dalam rangka menanggulangi permasalahan kemiskinan ditingkat petani, Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono telah mencanangkan program Revitalisasi pertanian pada tanggal 11 Juni 2005 dengan program-program utama antara lain: Peningkatan Ketahanan Pangan, Pengembangan Agribisnis, Peningkatan Kesejahteraan Petani dan Pengembangan Sumberdaya dan Pemantapan Pemanfaatannya, baik di bidang perikanan maupun kehutanan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan.

Program revitalisasi yang dicanangkan oleh presiden dalam pengembangan agribisnis memang sudah seharusnya segera dilakukan mengingat tingginya masalah petani dibidang agribisnis. Dengan demikian maka pemerintah

(21)

6 melalui departemen pertanian membuat suatu program terobosan dalam pengembangan agribisnis di perdesaan karena pada umumnya pusat agribisnis terdapat diperdesaan. Salah satu program jangka menengah (2005-2009) yang dicanangkan Departemen Pertanian adalah memfokuskan pada pembangunan pertanian perdesaan. Langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan pengembangan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan. Melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007 dibentuk tim Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (Departemen Pertanian, 2008)

Program PUAP merupakan program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. PUAP berbentuk fasilitasi bantuan modal usaha petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Program ini memiliki tujuan yaitu; (1) untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. (2) meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh dan penyedia mitra tani. (3) memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. (4) meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan (Syahyuti, 2007)

Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan dimulai sejak tahun 2008. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tersebut telah disalurkan sebagian besar kepada gapoktan-gapoktan dengan nilai sebesar Rp. 1,0573 Trilyun dengan jumlah rumah tangga petani yang terlibat adalah sekitar 1,32 juta5. Penyaluran dana PUAP disalurkan melalui gabungan kelompok tani (Gapoktan) selaku kelembagaan tani yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP. Hal ini dilakukan dengan harapan Gapoktan PUAP dapat menjadi kelembagaan ekonomi

5 Anwar, Khoiril. 2008. Bahan Penjelasan Kepada Pers Tentang Pelaksanaan PNPM Mandiri

Tahun Anggaran 2007-2008. www.google.com//search//PNPM mandiri.html. [Terhubung Berkala]. Diakses tanggal 30 mei 2009.

(22)

yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Penyaluran dana PUAP difokuskan untuk daerah-daerah yang tertinggal namun memiliki potensi pengembangan agribisnis ke depannya.

Berdasarkan kebijakan teknis program PUAP, sebaran lokasi PUAP meliputi 33 propinsi, 379 kabupaten atau kota, 1.834 kecamatan miskin dan 10.524 desa miskin. Salah satu provinsi yang memperoleh PUAP adalah Provinsi Sumatera Utara. Jumlah kuota PUAP untuk Sumatera Utara berjumlah 175 yang terbagi kabupaten atau kota6. Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang mendapat bantuan dana PUAP , bantuan tersebut pada dasarnya sangat membantu petani dalam pengadaan input usahataninya. Program PUAP di Sumatera Utara sudah berjalan selama satu tahun. Berdasarkan data susenas 2008 jumlah penduduk miskis Sumatera Utara cenderung menurun akibat adanya guliran dana bantuan pemerintah sejak jaman orde baru dan salah satunya adalah program PUAP.

Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan 2008 yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya cenderung menurun. Melihat tahun 2008 sampai dengan 2009 dimana pada tahun ini program PUAP telah berjalan kondisi jumlah kemiskinan Sumatera Utara juga menurun, hal ini mengindikasikan program yang diberikan pemerintah sangat berpengaruh signifikan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin Sumatera Utara sebanyak 1.499.700 orang atau sebesar 11,51 persen. Kondisi ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2008 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak 1.613.800 orang. Dengan demikian, ada penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 114.100 orang atau sebesar 1,04 persen.

(23)

8 Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun

1999 – Maret 2009

Sumber : Diolah Dari Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2008

Penurunan jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengindikasikan bahwa diduga dampak dari program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah cukup berperan dalam menurunkan penduduk miskin di Sumatera Utara. Pada tahun 2008 pemerintah kembali melakukan program bantuan kepada msyarakat khususnya petani yang bertujuan dalam pengentasan kemiskinan seperti PNPM Mandiri, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Dari program pemerintah tersebut diharapkan masyarakat khususnya petani dapat terbantu dalam masalah yang dihadapi dan diduga penurunan tingkat kemiskinan pada tahun 2008 sampai dengan Maret 2009 dikarenakan adanya dampak dari program pemerintah tersebut.

1.2 Perumusan Masalah

Sumber modal bagi pembiayaan dan modal pertanian dapat diperoleh dari lembaga Bank dan non Bank. Namun sebagian besar petani belum dapat mengakses sumber modal tersebut karena adanya keterbatasan dan ketidakmampuan petani untuk memenuhi persyaratan yang diajukan oleh pihak Bank. Adanya keterbatasan dan ketidakmampuan petani dalam mengakses sumber modal dikarenakan petani tidak dapat memenuhi syarat untuk pengajuan kepihak kreditor.

Tahun Jumlah (Ribu Jiwa) Persentase

Februari 1999 1 972,7 16,74 Februari 2002 1 883,9 15,84 Februari 2003 1 889,4 15,89 Maret 2004 1 800,1 14,93 Juli 2005 1 840,2 14,68 Mei 2006 1 979,7 15,66 Maret 2007 1 768,4 13,90 Maret 2008 1 613,8 12,55 Maret 2009 1 499,7 11,51

(24)

Di sisi debitor, karakteristik dari sebagian besar petani antara lain masih belum menjalankan bisnisnya dengan prinsip-prinsip manajemen modern, tidak atau belum memiliki badan usaha resmi, keterbatasan aset yang dimiliki, berlahan sempit, bermodal rendah, minim teknologi serta jumah tenaga kerja yang banyak. Sementara itu, di sisi kreditor sebagai lembaga pemodal menuntut adanya kegiatan bisnis yang dijalankan dengan prinsip-prinsip manajemen modern, ijin resmi serta adanya jaminan. Relatif tingginya tingkat bunga kredit perbankan, prosedur persyaratan yang relatif sulit untuk dipenuhi serta tidak adanya jaminan merupakan faktor penyebab petani menjadi tidak Bankable atau kesulitan mengakses kredit Bank.

Keterbatasan petani dalam mengakses sumber modal membuat petani mengalami beragam tekanan baik tekanan ekonomi maupun tekanan sosial. Tekanan ekonomi berhubungan langsung dalam pengadaan sarana produksi meliputi bibit, pupuk maupun obat-obatan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sementara itu, tekanan sosial lebih bersifat kepada penilaian sebagian besar masyarakat di luar petani yang menilai bahwa petani itu terbelakang dan tertinggal karena tidak mempunyai keinginan untuk maju. Ini yang menyebabkan sebagian besar petani mengalami kemunduran dan kemiskinan.

Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah telah berupaya mengatasi permasalahan modal petani melalui program pemberdayaan masyarakat perdesaan yang dituangkan dalam program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP). PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan kerja. Kehadiran program PUAP diharapkan dapat mengatasi masalah kesulitan modal yang dihadapi petani. Program ini bertujuan untuk membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan serta membantu penguatan modal dalam kegiatan usaha di bidang pertanian sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.

(25)

10 Dalam upaya meningkatkan kesejateraan petani di tingkat desa maka pemerintah melalui Departemen Pertanian memberikan bantuan permodalan dalam bentuk kredit yang disalurkan melalui gabungan kelompok tani (Gapoktan). Gapoktan merupakan salah satu lembaga yang dibentuk untuk mempermudah akses petani dalam mengadopsi informasi atau teknologi terbaru dibidang pertanian. Selain itu Gapoktan juga merupakan wadah bagi petani dan anggotanya dalam pengadaan sarana produksi pertanian seperti bibit tanaman, pupuk, benih unggul, alat dan mesin pertanian. Dengan adanya Gapoktan maka segala sesuatu yang diinginkan petani mengenai Saprodi dapat dikoordinir melalui Gapoktan tidak secara individu.

Bantuan permodalan yang diberikan kepada Gapoktan dalam bentuk PUAP ini dilakukan agar tingkat pendapatan petani jauh lebih meningkat. Program dana PUAP yang diberikan oleh Departemen Pertanian diberikan langsung ke Gapoktan guna memastikan dana tersebut sudah sampai ke petani. Dalam penelitian ini Gapoktan yang mendapat dana PUAP adalah Gapoktan Satahi Desa Hasang. Gapoktan Desa Hasang ini mendapat dana sebesar 100 juta dan dana tersebut telah disalurkan ke petani. Dalam penyalurannya dana tersebut tidak akan dapat dibagi secara merata keseluruh petani sebab jumlah petani yang sangat besar, oleh sebab itu dilakukannya pemberian dana ke petani secara bertahap agar dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh seluruh petani.

Pemanfaatan dana PUAP oleh Gapoktan dialokasikan dengan memberikan kredit kepada anggota kelompok tani, dimana penyaluran tersebut tidak diberikan dalam bentuk uang akan tetapi diberikan dalam bentuk hewan ternak domba. Domba yang diberikan ke anggota kelompok tani dilakukan dengan membayar kredit bulanan sesuai dengan harga domba sebesar 500 ribu. Kredit yang disalurkan oleh Gapoktan memiliki bunga 1,2 persen dari jumlah domba yang disalurkan kepada petani.

Pemberian hewan ternak sebagai bantuan program PUAP diakibatkan adanya interfensi dari pemerintah daerah dimana wakil Bupati Labuhan Batu H. Sudarwanto menyatakan bahwa kebutuhan daging untuk Kabupaten Labuhan Batu hanya terpenuhi sebesar 30 persen dari kebutuhan dan masih memiliki kekurangan pasokan sebanyak 70 persen. Kekurangan sebanyak 70 persen ini

(26)

diperoleh dari daerah lain diluar daerah Labuhan Batu. Dengan melihat kekurangan ini pemerintah daerah membuat suatu program bahwa dimana pasokan yang sebanyak 70 persen dari luar dapat dipenuhi dari daerah sendiri. Program ini dinyatakan wakil Bupati pada saat penyerahan simbolis bantuan ternak pada masyarakat di Kabupaten Labuhan Batu. Walau demikian program tersebut tidak merupakan salah satu syarat yang harus dilakukan oleh setiap Desa karena setiap Desa tidak memiliki kriteria yang cocok untuk dilakukan pengembangan peternakan khususnya ternak ruminansia kecil dan besar.

Desa Hasang sebagai salah satu daerah penghasil perkebunan di Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, mempunyai peluang yang cukup baik untuk terus dikembangkan. Dengan melihat kondisi perkebunan yang sangat luas maka Desa Hasang merupakan tempat yang baik untuk pengembangan peternakan khususnya ruminansia kecil seperti domba karena jumlah pakan yang hijauan yang melimpah. Sesuai dengan program PUAP yang sedang berjalan di Desa Hasang, bentuk bantuan permodalan dalam meningkatkan pendapatan petani Gapoktan Satahi Desa Hasang membuat suatu kesepakatan bahwa penyaluran dana PUAP tersebut dilakukan dengan memberikan hewan ternak domba sesuai dengan program yang dilakukan pemerintah daerah. Selain dari kesepakatan dari musyawarah Gapoktan Desa Hasang pemilihan domba sebagai bentuk bantuan dikarenakan adanya pengalaman sebelumnya yang merupakan bantuan akan tetapi bantuan tersebut tidak berjalan dengan sebagai mana mestinya karena bantuan tersebut tidak digunakan dalam keprluan usahatani melainkan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga.

Penyaluran ternak domba yang diberikan kepada petani di Desa Hasang ini sudah berjalan selama 1,1 tahun akan tetapi selama kurun waktu tersebut belum pernah dilakukannya evaluasi mengenai dampak dari program PUAP. Evaluasi yang dimaksud adalah ingin melihat apakah program PUAP tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap pendapatan petani atau tidak. Sesuai dengan tujuan program PUAP bahwa program ini bertujuan untuk memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi pedesaan untuk pengembangan kegiatan agribisnis. Untuk mewujudkan tujuan ini Gapoktan harus mampu sebagai mediator untuk dapat mengupah pola pikir petani untuk bergerak dalam

(27)

12 pengembangan agribisnis pedesaan guna menunjang kesejahteraan petani. Dalam hal ini apabila perubahan pola pikir petani telah terbentuk khususnya karakter, dimana tadinya petani melihat bantuan untuk usahatani konsumsi keluarga berubah menjadi melihat bantuan tersebut merupakan peluang dalam pengembangan agribisnis akan dapat menunjang kesejahteraan petani.

Gapoktan Desa Hasang ini memiliki jumlah anggota sebanyak 228 anggota dengan jumlah 8 kelompok tani. Dari jumlah anggota sebanyak 228 yang mendapat dana PUAP sebanyak 53 orang. Dilihat dari jumlah anggota, dana PUAP tersebut belum menyebar secara merata, hal ini diakibatkan jumlah pengajuan Rencana Usaha Anggota (RUA) ditiap kelompok tani untuk tahap pertama hanya 53 anggota dengan total bantuan dana 100 juta. Sesuai wawancara di lapangan sedikitnya anggota yang mengajukan pinjaman dana PUAP diakibatkan adanya ketidakmampuan petani dalam mengambil kredit diakibatkan banyaknya pengeluaran keluarga petani. Selain pengeluaran di tingkat petani, ada juga petani yang masih merasa tidak mampu melakukan budidaya domba karena pekerjaan yang sangat padat, sehingga tidak berani mengambil kredit PUAP tersebut. Melihat pendapat langsung dari petani yang tidak mengambil dana PUAP pada dasarnya petani tidak mengambil dana PUAP tersebut diakibatkan belum terbentuknya pola pikir untuk melakukan suatu pengembangan bisnis yang dapat meningkatkan pendapatan yang dapat mengatasi pengeluaran keluarga yang basar. Dari 53 petani yang mengambil dana PUAP tersebut beranggapan bahwa bantuan tersebut sangat baik untuk dikembangkan dalam menunjang kesejahteraan dan peningkatan pendapatan.

Berdasarkan hal tersebut menarik untuk diteliti apakah program PUAP di Desa Hasang telah mampu mewujudkan tujuan dari program PUAP tersebut. Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu :

1. Bagaimana karakteristik anggota Gapoktan yang mendapat dana PUAP di Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara?

2. Bagaimana dampak program PUAP dalam bentuk bantuan domba terhadap pendapatan petani yang mengambil PUAP di Desa Hasang,

(28)

Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Menganalisis karakteristik anggota Gapoktan yang mendapat dana PUAP di Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara.

2. Menganalisis dampak program PUAP terhadap pendapatan anggota kelompok tani yang mengambil PUAP di Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dengan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Desa Hasang, antara lain:

1. Bagi Gapoktan Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan diharapkan dapat bermanfaat untuk melihat dampak PUAP terhadap petani yang mendapat bantuan PUAP.

2. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan.

3. Bagi penulis, yaitu dapat menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh saat kuliah, mengaplikasikan teori, berfikir kristis dan sistematis.

(29)

II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian

Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan dibentuknya program tersebut adalah untuk meningkatkan produksi, meningkatkan penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan peningkatan produksi pangan secara nasional. Dalam perjalanannya, program BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan (Hasan, 1979 dalam Lubis 2005).

Pada Tahun 1985, kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari sistem kredit massal BIMAS, dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui KUD. Sejalan dengan perkembangannya, ternyata pola yang demikian banyak menemui kesulitan, utamanya dalam penyaluran kredit. Hal ini disebabkan karena tingkat tunggakan pada musim tanam sebelumnya sangat tinggi. Namun dalam kenyataannya, banyak kelompok tani yang berada dalam wilayah KUD yang tidak menerima dana KUT, padahal mereka yang berada di wilayah KUD tersebut justru memiliki kemampuan yang baik dalam pengembalian kredit.

Untuk mengatasi hal tersebut, Tahun 1995 pemerintah mencanangkan skim kredit KUT pola khusus. Pada pola ini, kelompok tani langsung menerima dana dari Bank pelaksana. Berbeda dari pola sebelumnya (pola umum) dimana kelompok tani menerima kredit dari KUD. Sepanjang perkembangannya, timbul masalah lain dalam penyaluran KUT yaitu terjadi tunggakan yang besar di sebagian daerah yang menerima dana program tersebut. Beberapa penyebab besarnya tunggakan tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah yang diterima petani, faktor bencana alam, dan penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana tersebut. Salah satu contohnya adalah sebagian petani mengalihkan dana KUT dari yang tadinya untuk keperluan usahatani, kemudian digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga.

(30)

Selanjutnya perkembangan bentuk program bantuan penguatan modal dari pemerintah lainnya adalah kredit ketahanan pangan (KKP). Program KKP diperkenalkan oleh pemerintah pada Oktober 2000 sebagai pengganti KUT. Program KKP merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman pangan (padi dan palawija), tebu, peternakan, perikanan dan pengadaan pangan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan pendapatan petani (Lubis, 2005).

Skim program ini pengaturannya melalui Bank pelaksana yang disalurkan melalui koperasi dan atau kelompok tani. Selanjutnya oleh kedua lembaga tersebut dana tersebut disalurkan kepada anggotanya. Pengajuan untuk memperoleh dana tersebut dilakukan melalui RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Pada dasarnya program yang diberikan kepada petani sangat membantu dalam mempermudah pengambilan kredit. Peran kredit yang strategis dalam pembangunan pertanian dan perdesaan telah mendorong pemerintah untuk menjadikannya sebagai instrumen kebijakan penting dalam pembangunan perekonomian. Menurut (Nasution, 1990), pemerintah sebenarnya telah memberikan subsidi pada beberapa hal, antara lain subsidi terhadap tingkat suku bunga, subsidi terhadap risiko kegagalan kredit, serta subsidi kepada biaya administrasi dalam penyaluran, pelayanan dan penarikan kredit.

Tahun 2002, pemerintah melalui Departemen Pertanian mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam berusaha berupa program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program BLM ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif, bantuan sarana dan prasarana dasar yang mendukung kegiatan sosial ekonomi, bantuan pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial ekonomi, bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan, dan bantuan pengembangan sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi produktif (Sumodiningrat, 1990 dalam Kasmadi, 2005).

(31)

16 Seiring dengan perkembangan dan perubahan kepemimpinan di pemerintahan, maka kebijakan penguatan modal di bidang pertanian pun berubah untuk lebih baik. Tahun 2008, pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mencanangkan program baru yang diberi nama Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM-Mandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan kerja. Jadi dapat dikatakan bahwa PUAP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri.

Kebijakan Departemen Pertanian dalam pemberdayaan masyarakat diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitasi bantuan penguatan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan sebagai pelaksana PUAP dalam hal penyaluran dana penguatan modal kepada anggota. Agar mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani. Gapoktan PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani (Deptan, 2008).

2.1.1 Tujuan PUAP

Tujuan utama Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP berdasarkan pedoman umum PUAP adalah untuk1 :

1. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah.

2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani.

3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis.

(32)

4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan.

2.1.2 Sasaran Program PUAP

Adapun sasaran yang diharapkan dari program PUAP ini adalah :

a. Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin atau tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa.

b. Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani.

c. Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani atau peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani, dan

d. Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan maupun musiman.

2.2 Kelembagaan dan Peran Kelembagaan

Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud lembaga adalah organisasi atau kaedah-kaedah baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu.

Sementara Gunadi (1998) dalam Nasution (2002), berpendapat bahwa kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkat aturan, prosedur, norma perilaku individual dan sangat penting artinya bagi pengembangan pertanian. Pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian yaitu : kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki (Hayami dan Kikuchi, 1987)2. Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak serta tanggung jawabnya. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, Bank dan sebagainya.

(33)

18 Suatu kelembagaan (instiution) baik sebagai suatu aturan main maupun sebagai suatu organisasi, dicirikan oleh adanya tiga komponen utama (Pakpahan, 1990 dalam Nasution, 2002) yaitu :

1. Batas kewenangan ( jurisdictional boundary)

Batas kewenangan merupakan batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh seseorang atau pihak tertentu terhadap sumberdaya, faktor produksi, barang dan jasa. Dalam suatu organisasi, batas kewenangan menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi tersebut.

2. Hak Kepemilikan (Property right)

Konsep property right selalu mengandung makna sosial yang berimpiklasi ekonomi. Konsep property right atau hak kepemilikan muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligation) dari semua masyarakat yang diatur oleh suatu peraturan yang menjadi pegangan, adat dan tradisi atau consensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan hak milik atau penguasaan apabila tidak ada pengesahan dari masyarakat sekarang. Pengertian diatas mengandung dua implikasi yakni, hak seseorang adalah kewajiban orang lain dan hak yang tercermin oleh kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumberdaya.

3. Aturan Representasi (Rule of representation)

Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi ditentukan oleh keputusan kebijakan organisasi dalam membagi beban dan manfaat terhadap anggota dalam organisasi tersebut.

Terkait dengan komunitas perdesaan, maka terdapat beberapa unit-unit sosial (kelompok, kelembagaan dan organisasi) yang merupakan aset untuk dapat dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Pengembangan kelembagaan di tingkat lokal dapat dilakukan dengan sistem jejaring kerjasama yang setara dan saling menguntungkan.

Menurut Sumarti, dkk (2008), kelembagaan di perdesaan dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu : pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa,

(34)

BPD, KUD, dan lain-lain. Kedua, kelembagaan tradisional atau lokal. Kelembagaan ini merupakan kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri yang sering memberikan “asuransi terselubung” bagi kelangsungan hidup komunitas tersebut. Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan cara-cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas seperti kebiasaan tolong-menolong, gotong-royong, simpan pinjam, arisan, lumbung paceklik dan lain sebagainya. Keberadaan lembaga di perdesaan memiliki fungsi yang mampu memberikan “energi sosial” yang merupakan kekuatan internal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah mereka sendiri.

Lembaga di perdesaan bukan hanya memberikan energi sosial pada masyarakat akan tetapi juga dapat sebagai tempat untuk membangun perekonomian ditingkat desa. Sesuai dengan terobosan Departemen Pertanian Republik Indonesia yang membuat suatu kelembagaan ditingkat perdesaan yang disebut Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Gapoktan yang ada ditingkat perdesaan memiliki bagian yang disebut Kelompok Tani (Poktan). Lembaga ini bertujuan untuk membuat suatu terobosan agar petani ditingkat perdesaan terbantu dalam pengembangan desa khususnya pertanian, karena yang tadinya petani melakukan budidaya pertanian dan pemasaran pertanian secara sendiri, dengan adanya kelembagaan ini semua kegiatan budidaya maupun pemasaran produk pertanian dapat dikoordinir secara berkelompok.

2.3 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan)

Departemen Pertanian (2008) mendefinisikan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi desa atau yang berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier.

Menurut Syahyuti (2007), Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggotanya dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan

(35)

20 layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap sumber informasi. Pada prinsipnya, lembaga Gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta memiliki peran penting terhadap pertanian.

2.4 Kelompok Tani

Menurut Departemen Pertanian (2008), kelompok tani diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria atau wanita) maupun petani taruna (pemuda atau pemudi), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.

Gapoktan yang berada di desa merupakan wadah bagi Departemen Pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam pengembangannya, Gapoktan selama ini petani banyak mendapatkan subsidi dari pemerintah seperti bibit, benih, dan yang saat ini yang diberikan pemerintah adalah Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). PUAP yang diberikan ini adalah bantuan pendanaan kepada petani agar petani terbantu dalam melakukan usahataninya. Dana yang diberikan ini berupa kredit pertanian, dimana dana tersebut diberikan kepada petani dengan syarat yang mudah seperti bunga yang rendah, kredit tanpa agunan dan sebagainya yang selama ini mempersulit petani.

2.5 Pengertian Kredit

Kata kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang artinya percaya, maka dalam arti luas kredit diartikan kepercayaan. Maksud dari percaya bagi si pemberi kredit adalah percaya kepada si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan yang mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu.

Menurut Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 tentang pokok-pokok perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam

(36)

melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Berdasarkan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No.7 Tahun 1992, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Maksud pemberian atau pengambilan kredit pada umumnya bertujuan agar penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilakukan lebih intensif, sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan produktivitas dan pendapatan.

Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi. Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting, yaitu pertumbuhan, perubahan struktur ekonomi dan pengurangan jumlah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh adanya peningkatan produksi (output). Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah jumlah input atau dengan cara menerapkan teknologi baru. Penambahan input maupun penggunaan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan modal. Dengan kata lain, pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan penggunaan modal.

Modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri atau dari modal pinjaman (kredit). Namun, mengingat modal sendiri umumnya relatif sedikit, maka kebutuhan akan kredit yang tersedia tepat waktu sangat diperlukan. Berdasarkan kepentingannya jenis kredit dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kredit produksi dan kredit konsumsi. Kredit produksi diberikan kepada peminjam untuk membiayai kegiatan usahanya yang bersifat produktif. Sedangkan kredit konsumsi diberikan kepada peminjam yang kekurangan dana membiayai konsumsi keluarga.

Menurut Suyatno (2006), dalam transaksi kredit terdapat unsur-unsur kredit, yaitu:

1. Kepercayaan

Merupakan keyakinan dari pihak pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar

(37)

22 diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Kepercayaan ini timbul karena sebelumnya pihak pemberi kredit telah melakukan penyelidikan dan analisa terhadap kemampuan dan kemauan calon nasabah dalam membayar kembali kredit yang akan disalurkan.

2. Suatu masa yang akan memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterimanya kembali pada masa yang akan datang.

3. Degree of Risk

Suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterimanya pada masa yang akan datang. Semakin lama jangka panjang waktu kredit yang diberikan semakin tinggi resiko yang dihadapinya, karena dalam waktu tersebut terdapat juga unsur ketidakpastian yang tidak diperhitungkan. Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Oleh karena itu, dalam pemberian kredit timbul adanya jaminan.

4. Prestasi atau Objek Kredit

Pemberian kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat diberikan dalam bentuk barang dan jasa, namun dapat dinilai dengan bentuk uang. Dalam prakteknya transaksi kredit pada umumnya adalah menyangkut uang.

2.6 Penelitian Terdahulu

Sejak pemerintahan dijaman orde baru telah meluncurkan kredit program yang diawali dengan kredit Bimas guna mendukung ketersediaan modal petani. Dari waktu ke waktu model program kredit pertanian ini telah mengalami perubahan, baik yang terkait dengan prosedur penyaluran, besaran dan bentuk kredit, bunga kredit maupun tenggang waktu pengembalian. Pemerintah juga memberikan bantuan modal dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) atau dana bergulir, maupun subsidi bunga. Bantuan yang selama ini sudah berjalan adalah; (1) Bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); (2) Bantuan

(38)

Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM); (3) Kredit Ketahanan Pangan (KKP); (4) Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP); (5) Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA). Dari program pemerintah tersebut telah dikaji dalam penelitian terdahulu yang telah diteliti oleh oleh masing-masing yaitu; (1) Kasmadi (2005); (2) Filtra (2007);(3) Lubis (2005); (4) Sume (2008); (5) Perdana (2007).

Dalam penelitian terdahulu terdapat beberapa alat analisis yang digunakan dalam mengukur keberhasilan program bantuan permodalan petani yaitu ; (1)uji t; (2) uji regresi logistik; (3) analisis pendapatan usaha tani. Untuk uji t terdapat pada penelitian kasmadi (2005) yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan dampak BLM terhadap kemandirian petani ternak di kelompok tani ternak Desa Tambun Jaya dan Tambun Raya Kecamatan Barasang. Uji t yang digunakan berfungsi untuk melihat apakah apakah ada perbedaan pendapatan setelah adanya pemeberian bantuan modal tersebut. Dari hasil uji t menunjukkan bahwa BLM yang diberikan kepada kelompok tani sangat bermanfaat dan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani.

Untuk uji regresi logistik terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Filtra (2007). Uji regresi logistik yang digunakan berfungsi untuk melihat apakah ada pengaruh dari pinjaman kredit pemerintah terhadap pertambahan pendapatan petani. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa program BPLM di Kabupaten Agam di nilai berhasil sehingga layak uuntuk dilanjutkan. Kemudian untuk alat analisis pendapatan usahatani terdapat pada penelitian Lubis (2005), Sume (2008), Perdana (2007). Analisis pendapatan usahatani ini dipakai peneliti untuk melihat bahwa dengan adanya bantuan permodalan berupa kredit yang diberikan kepada petani akan mengakibatkan petambahan pendapatan, kemudahan dalam mendapatkan saprodi, pasar dan yang lainnya. Dari ketiga peneliti tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya bantuan modal tersebut petani terbantu dalam pengadaan saprodi seperti bibit, pestisida, alat dan mesin pertanian serta aspek pasar yang baik. Dengan terbantunya petani dalam pengadaan saprodi dan pemasaran maka mengakibatkan pertambahan pendapatan yang baik dari sebelum adanya program bantuan tersebut.

(39)

24 Dari penelitian terdahulu tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Penelitian ini membahas tentang Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan terhadap pendapatan petani di Desa Hasang Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara. Selain itu penelitian ini akan dilakukan di kelembagaan yang di tunjuk oleh Departemen Pertanian yang dikhususkan untuk petani yang memiliki ekonomi lemah yaitu Gapoktan. Alat analisis yang digunakan yaitu dengan menggunakan analisis usahatani, dimana analisis ini ingin melihat bagaimana dampak PUAP terhadap pendapatan petani penerima PUAP pada awal dan setelah berjalannya program PUAP.

(40)

III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan. Dari suatu usaha yang memerlukan pembiayaan adalah usaha dibidang agribisnis pertanian. Saat ini pembiayaan agribisnis merupakan salah satu langkah dalam mendukung kemajuan petani dalam menjalankan usahataninya hingga proses pasca panen. Pada dasarnya perkembangan suatu usaha dipengaruhi oleh ketersediaan modal. Secara garis besar terdapat dua jenis modal (Tarigan, 2006), yaitu:

1. Modal sendiri, yaitu modal yang dimiliki secara pribadi yang dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya.

2. Modal dari luar (kredit), yaitu modal yang berasal dari pihak lain yang dapat digunakan untuk mengembangkan suatu usaha. Untuk memperoleh modal ini, seluruh prosedur yang ada harus dapat dipenuhi oleh calon debitur.

Modal sendiri, umumnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan suatu usaha. Oleh karena itu, ketersediaan modal dari pihak luar atau kredit sangat diperlukan. Sumber modal yang berasal dari luar dapat berasal dari sumber formal maupun non formal.

Kredit menurut kegunaannya dapat terbagi menjadi dua yaitu, kredit konsumtif dan kredit produktif. Kredit konsumtif merupakan sejumlah pinjaman yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan kredit produktif merupakan pinjaman yang digunakan dalam satu kegiatan produksi atau melakukan suatu usaha. Kebutuhan akan kredit juga menjadi sesuatu yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah dalam usahanya meningkatkan sektor usaha pertanian, telah melaksanakan dan mengeluarkan beberapa kebijakan dibidang pembiayaan disektor pertanian. Kebijakan dimulai dengan adanya kredit berupa Kredit Usaha Tani (KUT), Bimbingan Massal (Bimas), Kredit Kepada Koperasi (Kkop) dan sebagainya sampai dengan saat ini dengan konsep pembiayaan yang disalurkan kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yaitu Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP).

Gambar

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
Tabel 4. Luas, Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa/
Tabel  5.  Jumlah  Penduduk  Berdasarkan  Mata  Pencaharian  Masyarakat  Desa  Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan Tahun 2007
Tabel 7. Data Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Usia
+7

Referensi

Dokumen terkait

In this work, we investigate the performance of digital beamforming with low resolution ADCs based on link level simulations including channel estimation, MIMO equalization and

Dengan smartphone, Anda bisa menelpon, SMS dan ditambah lagi dengan perkembangan zaman yang semakin canggih, saat ini smartphone memiliki banyak aplikasi komunikasi yang

Kinerja karyawan pada dasarnya adalah hasil kerja karyawan selama periode tertentu. Pemikiran tersebut di bandingkan dengan target atau sasaran yang telah di

Apabila jumlah aset yang dimiliki perusahaan meningkat maka informasi yang diungkapkan perusahaan akan semakin banyak dan lengkap sehingga mampu meyakinkan investor

Begitu juga dengan sifat-sifat yang telah disepakati atau kesesuaian produk untuk aplikasi tertentu tidak dapat disimpulkan dari data yang ada dalam Lembaran Data Keselamatan

Dalam tugas akhir ini akan direncanakan struktur jembatan menggunakan busur rangka batang baja yang melewati sungai Grindulu, Kabupaten Pacitan dengan bentang total 354

Luostarisen ja Peltomaan mukaan laaja-alaiset oppimisen tavoitteet eivät to- teudu itsestään perusopetuksessa. Tavoitteiden saavuttamiseksi opetuksen tulee olla

Fiber to the x (FTTx) adalah istilah umum untuk setiap arsitektur jaringan broadband yang menggunakan serat optik untuk menggantikan seluruh atau sebagian dari kabel metal lokal