• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP SIKAP ILMIAH IPA SISWA KELAS V SD DI DESA YEHEMBANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP SIKAP ILMIAH IPA SISWA KELAS V SD DI DESA YEHEMBANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GENERATIF TERHADAP

SIKAP ILMIAH IPA SISWA KELAS V SD DI DESA YEHEMBANG

Gst.A.Km Yudarini

1

, Ni Wyn Arini

2

, Putu Nanci Riastini

3 123

Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP

Universitas Pendidikan Ganesha

Singaraja, Indonesia

e-mail: Gustiayukomangyudarini@gmail.com

1

,WayanArini@yahoo.com

2

,

chem_currie@yahoo.com3

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui deskripsi perbedaan yang signifikan sikap ilmiah pada mata pelajaran IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran generatif dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Desa Yehembang Tahun Pelajaran 2013/2014. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu. Populasi dalam penelitian ini adalah kelompok siswa SD di Desa Yehembang yang berjumlah 69 orang. Sampel penelitian ini adalah kelas V di SD Negeri 5 Yehembang berjumlah 35 orang sebagai kelompok eksperimen dan kelas V SD Negeri 1 Yehembang berjumlah 34 orang sebagai kelompok kontrol. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan metode tes kuesioner dan instrumen yang digunakan adalah tes sikap ilmiah. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan teknik analisis statistik deskriptif dan statistik inferensial dengan teknik uji-t. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat perbedaan sikap ilmiah siswa antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran generatif dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional. Besarnya thitung adalah 8,86, sedangkan ttabel adalah 2,000 pada taraf signifikansi 5%.

Hal ini menunjukkan thitung > ttabel. Selanjutnya rata-rata skor sikap ilmiah kelompok siswa

yang di belajarkan dengan model pembelajaran generatif lebih tinggi daripada kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional (Xeks =

134,37 > Xktrl = 94,32). Dengan demikian, model pembelajaran generatif berpengaruh

terhadap sikap ilmiah siswa pada kelas V SD Di Desa Yehembang Tahun Pelajaran 2013/2014.

Kata kunci: model pembelajaran Generatif, sikap ilmiah Abstract

The purpose of this research was to describe the significant differences science attititudein science subject between the students that taught with generative learning model and those that taught with conventional learning model in grade V Yehembang Elementary School in academic year 2014/2014. This research was a quasi-experiment. The research population was all students in grade V which belong to Elementary School Desa Yehembang with the total 69 students. The samples was all students in grade V which belong to Elementary School 5 Desa Yehambang with the total 35 students from experiment group and 34 students which belong to Elementary School 1 Desa Yehembang.The data were analysed using a descriptive statistic and inferencial statistic. The result of this research showed that there were the differencesscience attitude between the students taught with generative learning model and taught with conventional model learning (tarithmetic = 8.86 ; ttable = 2,00).The average score of the

students taught with generative learning model is 134,37 higher than the students taught with conventional learning model = 94,32. In this research generative learning model can be considered to be significant in developing science attitude student.

(2)

PENDAHULUAN

Salah satu disiplin ilmu untuk mencapai tujuan pendidikan adalah pembelajaran IPA. Pembelajaran IPA dapat menjadi salah satu alat untuk mencapai tujuan pendidikan (Sudana, dkk, 2013). Pembelajaran IPA akan dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada seluruh proses pendidikan yang terjadi pada siswa, karena siswa selalu berhadapan dengan alam yang merupakan objek dari pembelajaran IPA. Hal ini akan membantu siswa mengembangkan kemampuan bertanya, berpikir dasar, kemampuan tingkat tinggi, maupun sikap ilmiahnya.

Pembelajaran IPA di SD merupakan sebuah kesempatan bagi siswa dalam mengembangkan sikap ilmiah. Bundu (2006:42) menyatakan bahwa “sikap ilmiah adalah aspek tingkah laku yang tidak dapat diajarkan melalui satuan pembelajaran tertentu, tetapi merupakan tingkah laku (behavior) yang “ditangkap” melalui contoh-contoh positif yang harus terus didukung, dipupuk, dan dikembangkan sehinggga dapat dimiliki oleh siswa”. Artinya, pembelajaran IPA selalu berhubungan dengan kegiatan ilmiah untuk membuktikan suatu teori. Kegiatan seperti ini secara tidak langsung akan dapat menimbulkan sikap ilmiah pada siswa, misalnya sikap hasrat ingin tahu, sikap kerjasama, sikap tanggung jawab, dan sikap tidak putus asa. Sikap seperti ini merupakan dasar bagi siswa melakukan proses-proses ilmiah untuk membuat penemuan-penemuan yang bermakna.

Sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA sering dikaitkan dengan sikap terhadap

IPA. Keduanya saling berhubungan dan keduanya memengaruhi perbuatan. Suastra (2006:3) menyatakan bahwa, “sikap ilmiah merupakan sikap ingin tahu, kerendahan hati, sikap keterbukaan, jujur, pendekatan positif terhadap kegagalan”. Berikutnya, Bundu (2006:39) menyatakan bahwa, “paling kurang ada empat jenis sikap yang perlu mendapat perhatian dalam pengembangan sikap ilmiah siswa sekolah dasar yaitu, (1) sikap terhadap pekerjaan di sekolah, (2) sikap terhadap diri mereka sebagai siswa, (3) sikap terhadap ilmu pengetahuan, khususnya IPA dan, (4) sikap terhadap objek dan kejadian di lingkungan sekitar”. Mengacu pada kedua pendapat tersebut, diketahui bahwa sikap ilmiah mempengaruhi keinginan seseorang untuk ikut serta dalam kegiatan tertentu, cara seseorang merespon kepada orang lain, objek, atau peristiwa. Sikap ini yang menjadi penentu hasil belajar.

Namun kenyataannya, upaya pembinaan sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA tampaknya belum optimal, termasuk di sekolah dasar di Desa Yehembang. Berdasarkan hasil studi dokumen di SD Negeri 1 Yehembang, SD Negeri 3 Yehembang, SD Negeri 5 Yehembang, dan SD Negeri 7 Yehembang pada tanggal 30 November - 2 Desember 2013, tampak bahwa nilai rata-rata sikap ilmiah siswa belum mencapai standar minimal yang ditetapkan. Nilai rata-rata persentase sikap ilmiah siswa (sikap ingin tahu, sikap kerjasama, sikap tidak mudah putus asa, dan sikap tanggung jawab) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Persentase Sikap Ilmiah Siswa Kelas V SD Di Desa Yehembang pada Mata Pelajaran IPA

No. Nama Sekolah Persentase(%) Responden

1. Sikap ingin tahu 41,41

101 orang

2. Sikap kerjasama 37,37

3. Sikap tidak putus asa 30,3

4. Sikap tanggung jawab 46,46

Tampak bahwa nilai rata-rata sikap ilmiah siswa belum mencapai standar minimal yang ditetapkan. Nilai rata-rata persentase sikap ilmiah siswa (sikap ingin

tahu, sikap kerjasama, sikap tidak mudah putus asa, dan sikap tanggung jawab) pada mata pelajaran IPA kelas V SD di Desa Yehembang berada pada interval 0 - 52.

(3)

Jika dikonversikan terhadap PAP skala 5, interval tersebut masih berada pada kategori rendah. Kenyataan ini diperkuat dengan hasil observasi pembelajaran IPA yang dilakukan di SD Negeri 1, 3, 5, dan 7 Yehembang pada tanggal 30 November - 2 Desember 2013. Berdasarkan hasil observasi di kelas V SD, pembelajaran yang dilaksanakan masih mencerminkan pembelajaran yang bersifat konvensional. Pembelajaran yang dilaksanakan masih berpusat pada guru, sehingga siswa lebih banyak belajar dengan bimbingan guru. Selain itu, sebagian besar pembelajaran berorientasi materi yang ada pada buku ajar atau LKS. Kegiatan ilmiah jarang dilakukan siswa. Jika ada kegiatan memanipulasi media, siswa melakukannya tanpa arahan dari guru. Siswa tidak menanyakan kembali kepada guru walaupun pada saat pembelajaran ada materi yang belum dimengerti. Selain itu, pada saat pratikum di kelas siswa kurang bekerja sama. Hal ini dapat dilihat dari sikap siswa yang cenderung melaksanakan pratikum tanpa bekerja sama dengan anggota kelompok, sehingga hasil yang diperoleh oleh siswa kurang memuaskan dan menyebabkan siswa menjadi putus asa. Pembelajaran tersebut berimbas pada sikap ilmiah. Imbas yang dimaksud tampak dari perilaku sikap yang kurang bertanggung jawab dan kurang disiplin pada saat melaksanakan pratikum IPA di kelas. Artinya, sikap ilmiah siswa terabaikan.

Berdasarkan paparan di atas, salah satu alternatif untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang terjadi adalah perlu adanya variasi penggunaan model pembelajaran dalam pembelajaran IPA. Model pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengatasi kelemahan yang ada adalah model pembelajaran generatif. Rosalin (2008:126) menyatakan bahwa “model pembelajaran generatif adalah konstruksivisme dengan sintaks orientasi-motivasi, pengungkapan ide-konsep awal, tantangan dan restruturisasi sajian konsep, aplikasi, rangkuman, evaluasi dan refleksi”. Artinya, dalam model pembelajaran generatif, siswa sendirilah yang aktif secara mental membangun pengetahuannya. Guru lebih berperan sebagai fasilitator dan

mediator dalam proses pembelajaran. Dengan demikian, model ini secara tidak langsung akan melatih sikap ilmiah siswa.

Selanjutnya, Wena (2009:177) menyatakan bahwa, “model pembelajaran generatif terdiri dari empat tahap yaitu, (1) pendahuluan, (2) pemfokusan, (3) tantangan atau tahap pengenalan konsep, (4) penerapan konsep”. Jadi, pembelajaran generatif terdiri atas empat tahap yaitu pendahuluan, tahap pemusatan, tahap tantangan, dan tahap aplikasi atau penerapan konsep.

Fase pertama adalah eksplorasi, siswa mengeksplorasi tentang konsep-konsep yang akan dipelajari. Konsep awal siswa yang tereksplorasi pada fase ini digunakan sebagai program belajar berikutnya. Fase ke dua adalah pemusatan dilakukan oleh guru agar perhatian siswa terarah pada konsep-konsep yang dipelajari. Guru memberikan motivasi pada siswa dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka dan para siswa juga mengajukan pertanyaan yang berkaitan dengan konsep yang dipelajari, kemudian mempresentasikan konsepnya kepada teman mereka melalui diskusi kelompok. Fase ke tiga adalah tantangan, pada fase ini dilakukan penyajian bukti-bukti ilmiah kepada siswa. Dalam fase ini, guru berperan sebagai fasilitator atau mediator pembelajaran. Guru mempertimbangkan, menghargai semua gagasan siswa, serta mempertahankan suasana diskusi. Fase ke empat adalah aplikasi, kegiatan siswa pada fase ini memecahkan soal-soal/masalah berdasarkan konsep-konsep ilmiah dan menyajikan solusi masalah kepada teman sejawatnya di kelas. Berdasarkan langkah-langkah di atas, tampak jelas bahwa semua fase menuntut untuk menumbuhkan sikap ilmiah, meliputi sikap bertanggung jawab, sikap ingin tahu, sikap kerjasama, dan sikap tidak mudah putus asa.

Pembelajaran Generatif bertujuan agar siswa memiliki pengetahuan, kemampuan, serta keterampilan untuk mengkonstruksi atau membangun pengetahuan secara mandiri (Moma, 2012). Senada dengan pendapat Moma (2012), Wena (2009) menyatakan juga bahwa dengan pembelajaran generatif siswa memiliki pengetahuan, kemampuan, serta

(4)

keterampilan untuk mengkonstruksi pengetahuan secara mandiri melalui kegiatan mengkaitkan pengetahuan awal yang telah dimiliki sebelumnya dengan konsep yang dipelajari. Jadi, pembelajaran generatif bertujuan untuk membangun pengetahuan siswa secara mandiri dengan mengaitkan pengetahuan awal yang dimiliki siswa dengan konsep-konsep yang akan dipelajari.

Menurut Rahmatsyah (2012), keunggulan model pembelajaran Generatif yaitu dapat memotivasi siswa dalam pembelajaran IPA karena pada dasarnya siswa menemukan sendiri pengetahuan yang ingin diperolehnya. Selain itu, model pembelajaran Generatif dapat mendorong siswa untuk memiliki rasa ingin tahu dan rasa percaya diri. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan perbedaan yang signifikan sikap ilmiah pada mata pelajaran IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran generatif dan kelompok siswa yang dibelajarkan menggunakan model pembelajaran konvensional. Maka dari itu, perlu dilaksanakan penelitian tentang pengaruh model pembelajaran Generatif terhadap sikap ilmiah siswa pada mata pelajaran IPA siswa kelas V SD di Desa Yehembang.

METODE

Jenis penelitian yang dilaksanakan pada penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu atau quasi experiment karena, tidak semua variabel yang muncul dalam kondisi eksperimen dapat diatur dan dikontrol secara ketat. Adapun rancangan dalam penelitian ini mengikuti rancangan eksperimen non equivalen post-tes only

control group design.

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh kelas V SD di Desa Yehembang tahun pelajaran 2013/2014. Jumlah seluruh siswa kelas V pada SD di Desa Yehembang tersebut adalah 101 siswa. Untuk menentukan kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, dilakukan pengundian sebanyak 2 kali.Tahap pertama, dilakukan pengundian untuk menentukan pasangan kelas yang digunakan sebagai sampel. Tahap kedua, dilakukan pengundian untuk menentukan

kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil pengundian, ditetapkan SD Negeri 5 Yehembang sebagai kelas eksperimen dan SD Negeri 1 Yehembang sebagai kelas kontrol.

Untuk mengetahui kesetaraan sikap ilmiah siswa kelas V setiap SD yang terdapat di Desa Yehembang, maka dilakukan uji kesetaraan. Uji kesetaraan penelitian ini menggunakan uji-t. Berdasarkan hasil analisis menggunakan ANAVA satu jalur pada taraf signifikansi 5%, diperoleh nilai Fhitung sebesar 0,106 dan

nilai Ftabel pada dbantar = 3 dan dbdalam = 97

adalah 2,72. Dengan demikian, Fhitung lebih

kecil daripada Ftabel (Fhitung< Ftabel), maka H0

diterima. Jadi, tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai sikap ilmiah IPA siswa kelas V SD di Desa Yehembang atau dengan kata lain kemampuan siswa kelas V SD di Desa Yehembang adalah setara.

Pelaksanaan penelitian ini terdiri dari serangkaian kegiatan. Adapun prosedur yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut. 1) Menentukan sampel penelitian dengan teknik undian, 2) Menyusun dan merancang perangkat pembelajaran berupa RPP dan LKS sesuai dengan model pembelajaran yang digunakan, serta menyusun instrumen aspek sikap ilmiah, 3) Mengonsultasikan instrumen dengan dosen IPA dan guru mata pelajaran IPA, 4) Mengadakan uji coba instrumen agar layak digunakan dalam penelitian, 5) Menguji validitas dan reliabilitas instrumen dan melakukan revisi, 6) Melakukan pembelajaran di kelas. Kelas eksperimen menggunakan model pembelajaran Generatif dan kelas kontrol menggunakan model konvensional, 7) Pengambilan data sikap ilmiah pada kelompok kontrol dan eksperimen, 8) Menganalisis data hasil penelitian dan menguji hipotesis penelitian, 9) Menyusun laporan hasil penelitian.

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah data sikap ilmiah siswa. Untuk memperoleh data mengenai sikap ilmiah maka dilakukan pengumpulan data melalui metode kuesioner. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner pertanyaan tertutup. Kuesioner jenis ini merupakan kuesioner yang menyediakan beberapa pilihan, sehingga siswa lebih

(5)

mudah untuk menjawab kuesioner tersebut. Instrumen adalah suatu alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian. Adapun instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data ini adalah lembar kuesioner. Lembar kuesioner atau angket yang diberikan kepada siswa memuat pertanyaan yang sesuai dengan indikator sikap ilmiah.

Untuk mengukur sikap ilmiah siswa digunakan angket dengan jumlah pertanyaan sebanyak 35 butir. Penskoran menggunakan skala likert, yaitu skor berkisar 1 sampai 5. Pengisian kuesioner sikap ilmiah menggunakan tanda check list (√) pada salah satu kolom alternatif jawaban yang paling sesuai dengan pilihan siswa (responden). Penyusunan instrumen sikap ilmiah berpedoman pada kisi-kisi kuesioner yang disusun berdasarkan kompetensi yang akan dicapai.

Pada instrumen sikap ilmiah IPA diperoleh 30 soal yang valid dan digunakan sebagai post-test dalam penelitian,

reliabilitas tes yaitu 0,95 memiliki kriteria sangat tinggi.

Dalam penelitian ini analisis deskriptif yaitu mean (Me), median (Md), dan modus (Mo), standar deviasi dan varians. Untuk menentukan tinggi rendahnya dikonversikan dengan menggunakan kriteria rata-rata ideal (Xi) dan standar deviasi ideal (SDi).

Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini, yaitu analisis uji-t sampel independent (tidak berkolerasi), dengan rumus Polled Varians. Rumus Polled Varians digunakan karena n1 ≠ n2 dan memiliki varians yang homogen

HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi data hasil penelitian memaparkan rata-rata, median, dan modus, dari data post test siswa, baik untuk kelas eksperimen dan kontrol. Adapun rekapitulasi hasil perhitungan skor sikap ilmiah siswa disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Sikap Ilmiah

Statistik Deskriptif Sikap Ilmiah

Kelompok Eksperimen Kelompok Kontrol

Mean

134,37

94,32

Median

138,18

91,16

Modus

138,45

81,05

Varians

3017,83

1719,92

Standar Deviasi

54,93

41,46

Skor maksimum

140

134

Skor minimum

120

76

Rentangan

20

58

Berdasarkan Tabel 2, dapat diketahui bahwa data sikap ilmiah pada kelompok eksperimen Mo>Md>Me. Data sikap ilmiah kelompok eksperimen disajikan ke dalam bentuk kurva polygon seperti gambar 1.

Gambar 1. Kurva Polygon Sikap Imliah Kelompok Eksperimen

(6)

Berdasarkan gambar 1, tampak bahwa Mo>Me>M (138,45>138,18<134,37) sehingga kurva termasuk ke dalam kurva juling negatif. Artinya, skor sikap ilmiah sebagian besar cenderung tinggi. Jika dikonversi ke dalam pedoman konversi skala lima, diperoleh bahwa sikap ilmiah kelompok eksperimen berada pada klasifikasi sangat baik.

Berdasarkan tabel 2, dapat diketahui bahwa data sikap ilmiah pada kelompok kontrol Mo<Md<M. Data sikap ilmiah pada kelompok kontrol disajikan ke dalam bentuk kurva polygon seperti Gambar 2.

Gambar 2. Kurva Polygon Sikap Ilmiah Kelompok Kontrol

Pada gambar 2, tampak bahwa Mo<Me<M (81,05<91,16<94,32), sehingga kurva termasuk ke dalam kurva juling positif. Artinya, skor sikap ilmiah sebagian besar cenderung sedang. Jika dikonversi ke dalam pedoman konversi skala lima diperoleh sikap ilmiah kelompok kontrol berada pada klasifikasi sedang.

Sebelum dilakukan pengujian terhadap hipotesis melalui metode statistika dengan formula uji-t, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat terhadap data yang meliputi uji normalitas sebaran data dan uji homogenitas varians.

Uji normalitas dilakukan untuk meyakini bahwa uji statisik yang digunakan dalam pengujian hipotesis benar-benar bisa dilakukan. Uji normalitas dalam penelitian ini menggunakan chi kuadrat Berdasarkan analisis data diperoleh hasil seperti Tabel 3.

Tabel 3 Hasil Uji Normalitas Sebaran Data

No Kelompok Sikap Ilmiah hitung tabel Keterangan

1 Post-test Eksperimen 8,204 9,49 Normal

2 Post-test Kontrol 7,123 9,49 Normal

Berdasarkan Tabel 3, X2hitung

kelompok eksperimen adalah 8,204 dan X2tabel = 9,49. Ini berarti bahwa, X2hitung <

X2tabel atau data sikap ilmiah kelompok

eksperimen berdistribusi normal. Selanjutnya, X2hitung kelompok kontrol adalah

sebesar 7,123 dan X2tabel = 9,49. Ini berarti

bahwa X2hitung < X2tabel atau data sikap ilmiah

kelompok kontrol berdistribusi normal.

Uji homogenitas dilakukan terhadap varians pasangan antar kelompok eksperimen dan kontrol. Uji yang digunakan adalah Uji-F dengan kriteria data homogen jika Fhitung < Ftabel. Berdasarkan analisis data,

diperoleh hasil uji homogenitas tampak pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Uji Homogenitas Varian Antar Kelompok

No Kelompok F hitung F tabel (5%) Status

1 Sikap Ilmiah (kelompok eksperimen dan kelompok kontrol)

(7)

Berdasarkan Tabel 4, Fhitung adalah

1,754 sedangkan F tabel adalah 1,80 pada

taraf signifikansi 5%. Artinya, Fhitung < Ftabel

sehingga homogen.

Berdasarkan hasil uji prasyarat, diperoleh bahwa data pada kedua kelompok berasal dari populasi yang berdistribusi normal dan mempunyai varians antar

kelompok yang sama atau homogen, oleh karena itu, uji hipotesis dapat dilakukan.

Uji Hipotesis dilakukan dengan menggunakan uji-t sampel independent (tidak berkorelasi) dengan rumus polled

varians dengan kriteria tolak H0 jika thitung >

ttabel. Rangkuman hasil uji hipotesis pertama

disajikan pada Tabel 5.

Tabel 5. Rangkuman Hasil Uji-t Independent dengan Polled Varians

Kelompok N

X

S2 Dk thitung ttabel Kesimpulan

Eksperimen 35 134,37 3017,831 67

8,86 2,000 signifikan Kontrol 34 94,32 1719,92

Sesuai dengan Tabel 5, diperoleh t

hitung = 8,86 dan t tabel = 2,000 untuk dk =

67 pada taraf signifikansi 5%. Hal ini berarti thitung > ttabel. Berdasarkan kriteria pengujian

maka H0 ditolak dan H1 diterima. Dengan

demikian, dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan sikap ilmiah antara kelompok siswa yang dibelajarkan model pembelajaran generatif dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada siswa kelas V SD di Desa Yehembang Tahun Pelajaran 2013/2014.

Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa rata-rata skor sikap ilmiah kelompok siswa yang dibelajarkan model pembelajaran generatif lebih besar dibandingkan dengan rata-rata skor sikap ilmiah kelompok siswa yang dibelajarkan model pembelajaran konvensional (134,37>94,32). Selanjutnya, berdasarkan hasil analisis uji-t diketahui bahwa thitung =

8,86 dan ttabel = 2,000 pada dk = 67 dan

taraf signifikansi 5%. Dari hasil perhitungan tersebut, tampak bahwa thitung > ttabel.

Artinya, terdapat perbedaan sikap ilmiah yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran generatif dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Hal ini berarti bahwa terdapat perbedaan sikap ilmiah yang signifikan antara kelompok siswa yang dibelajarkan model pembelajaran generatif dan kelompok siswa yang dibelajarkan model pembelajaran konvensional disebabkan oleh perbedaan langkah pembelajaran antara model pembelajaran

generatif dan model pembelajaran konvensional. Perbedaan yang signifikan sikap ilmiah IPA antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran generatif dengan model pembelajaran konvensional disebabkan oleh perbedaan langkah-langkah dalam proses pembelajaran. Menurut Suastra (2010) langkah-langkah pembelajaran dalam pembelajaran generatif meliputi fase eksplorasi, fase pemusatan, fase tantangan dan fase aplikasi.

Langkah pertama pada model pembelajaran generatif diawali dengan fase ekplorasi. Dalam proses pembelajaran yang telah dilakukan, siswa memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Rasa ingin tahu siswa yang tinggi dapat memotivasi siswa dalam memahami materi yang dipelajari. Konsep awal yang diterima siswa sebagai penentuan keberhasilan belajar siswa. Hal ini didukung oleh pendapat Sudana (2013) menyatakan bahwa rasa ingin tahu siswa akan dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dengan jalan mengkaitkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan awal yang dimiliki oleh siswa. Konsepsi awal (prakonsepsi) siswa yang tereksplorasi pada fase ini digunakan sebagai acuan dalam menentukan keberhasilan proses belajar pada fase selanjutnya.

Langkah kedua adalah fase pemusatan, guru memberi motivasi pada siswa dan mengajukan pertanyaan-pertanyaan terbuka. Berdasarkan pertanyaan-pertanyaan tersebut, siswa berusaha bekerjasama dalam menjawab pertanyaan yang diberikan. Sikap

(8)

kerjasama yang baik melalui kegiatan diskusi dengan teman sejawat dapat meningkatkan pengetahuan yang dimiliki, sehingga sikap ilmiah siswa meningkat. Hal ini didukung oleh pendapat Suastra (2006) menyatakan bahwa sikap kerjasama dalam diskusi dapat menigkatkan sikap ilmiah siswa karena siswa selalu berusaha untuk memecahkan permasalahan dan pertanyaan-pertanyaan pada proses pembelajaran.

Langkah ketiga yaitu fase tantangan, guru menyajikan bukti-bukti ilmiah kepada siswa. Pada proses pembelajaran siswa bertanggung jawab terhadap hasil diskusi maupun hasil praktikum yang telah dilaksanakan. Selain itu, siswa tidak putus asa dalam membuktikan hasil pengamatan dalam diskusi dan hasil praktikum yang miskonsepsi terhadap konsep yang dipelajari. Kegiatan ini membuat siswa lebih memahami konsep yang dipelajari, sehingga siswa mengetahui konsep yang benar. Hal Ini didukung oleh pendapat Suastra (2009:14) yang menyatakan bahwa “dalam belajar IPA tidak saja dapat dipelajari dengan materi atau konsep-konsep saja, namun harus diimbangi dengan melakukan praktikum atau pengamatan”. Pernyataan ini dapat dimaknai bahwa dengan melakukan praktikum dan pengamatan siswa mampu mengetahui konsep yang benar dan sesuai dengan teori.

Langkah keempat yaitu fase aplikasi, siswa melakukan generalisasi atau mentransfer gagasannya ke dalam contoh lain. Pada pelaksanaan pembelajaran, siswa mampu mengaplikasikan pemahaman yang dimiliki ke dalam contoh yang lain khususnya dalam kehidupan sehari-hari. Siswa bertanggungjawab terhadap tindakan yang dilakukan sesuai dengan pemahaman yang diperolehnya.

Keempat fase tersebut mampu membantu siswa merealisasikan pengetahuan yang telah diperoleh untuk diterapkan pada situasi yang baru, proses ini menuntun siswa untuk memperoleh pengetahuan baru dan menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Senada dengan pendapat Wena (2009) menyatakan bahwa dengan pembelajaran generatif siswa memiliki pengetahuan dan

kemampuan dalam membangun pengetahuannya sendiri dengan mengkaitkan materi yang dipelajari dengan pengetahuan baru yang dimiliki. Selain itu, hasil penelitian oleh Moma, dkk, (2013) juga menyatakan proses pembelajaran dengan model pembelajaran generatif, memberikan kesempatan siswa untuk mengungkapkan gagasan atau alasan terhadap suatu masalah yang diberikan, sehingga siswa lebih memahami pengetahuan yang ditemukan sendiri dengan konsep-konsep yang dipelajari dan proses pembelajaran yang dilakukan lebih baik.

Berbeda halnya pada kelas kontrol dengan model pembelajaran konvensional yang bercirikan pembelajaran berpusat pada guru, guru lebih banyak mendominasi kegiatan pembelajaran. Pada proses pembelajaran, siswa cenderung pasif dan hanya mencatat, menghafal, mengerjakan tugas, dan mendengarkan sesuai perintah guru tanpa berupaya untuk menemukan sendiri konsep-konsep yang dipelajari. Kegiatan ini menyebabkan siswa menjadi kurang mampu dalam mengaplikasikan konsep yang dipelajari dalam kehidupan sehari-hari karena pengetahuan awal yang dimiliki siswa tidak diperhatikan seperti potensi-potensi siswa dan pendapat siswa. Temuan ini sejalan dengan pendapat Rasana (2009) menyatakan bahwa pembelajaran konvensional merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru. Dalam pembelajarannya siswa cenderung pasif, siswa lebih banyak mendengarkan, menghafal, dan mengerjakan tugas yang diberikan guru sehingga berimplikasi langsung pada proses pembelajaran di kelas, yaitu kurang diperhatikannya potensi-potensi siswa dan pendapat siswa. Dengan demikian, sikap ilmiah IPA siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran generatif lebih baik dibandingkan dengan siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional.

SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan sikap ilmiah siswa antara kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran

(9)

generatif dan kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional pada kelas V SD di Desa Yehembang tahun pelajaran 2013/2014. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata skor sikap ilmiah siswa dan hasil uji-t. Rata-rata skor sikap ilmiah kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran generatif lebih tinggi dari pada rata-rata skor sikap ilmiah kelompok siswa yang dibelajarkan dengan model pembelajaran konvensional (Xeks 134,37 Xktrl 94,32). Selanjutnya, berdasarkan hasil penghitungan uji-t, diketahui bahwa thitung =

8,86 dan ttabel dengan db = 67 pada taraf

signifikansi 5% = 2,00. Hal ini berarti, thitung

lebih besar dari ttabel (thitung > ttabel), sehingga

H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan

demikian, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran generatif berpengaruh terhadap sikap ilmiah siswa kelas V SD di Desa Yehembang tahun pelajaran 2013/2014.

Adapun beberapa saran yang dapat disampaikan berdasarkan penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut. 1) Para guru IPA SD di Desa Yehembang pada khususnya dan guru IPA pada umumnya agar kreatif dan inovatif memilih model pembelajaran sehingga pembelajaran menjadi efektif serta dapat menanamkan sikap ilmiah pada siswa, 2) Pihak sekolah hendaknya menggunakan hasil penelitian ini sebagai rujukan dalam upaya menambah wawasan dan pengetahuan untuk meningkatkan kualitas sekolah dan mampu menciptakan siswa yang memiliki sikap ilmiah yang baik di sekolah maupun di luar sekolah, 3) Peneliti lain yang akan mengadakan penelitian disarankan untuk mengadakan penelitian lebih lanjut dengan menerapkan model pembelajaran Generatif karena pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Generatif dapat memberikan pengaruh terhadap sikap ilmiah siswa. Penelitian lanjutan yang berkaitan dengan model pembelajaran Generatif perlu dilakukan dengan materi-materi IPA yang lain dengan melibatkan sampel yang lebih luas dan variabel-variabel yang lain. Semoga hasil atau temuan yang diperoleh dalam penelitian ini dapat dijadikan acuan

dan pertimbangan dalam menyempurnakan hasil yang diperoleh dalam penelitian selanjutnya.

DAFTAR RUJUKAN

Agung, A. A. Gede. 2011. Metodologi

Penelitian Pendidikan. Singaraja: FIP

Undiksha Singaraja.

Arikunto, Suharsimi. 2005. Dasar-Dasar

Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi).

Yogyakarta: Bumi Aksara.

Hamdani, Dedy, dkk. 2012. “Pengaruh

Model Pembelajaran Generatif dengan

Menggunakan Alat Peraga terhadap Pemahaman Konsep Cahaya Kelas VIII di SMP N 7 Bengkulu”. Jurnal

Exacta, Volume X, Nomor 1 (hlm.

79-88).

Koyan, I Wayan. 2007. Statistik Dasar dan

Lanjut (Teknik Analisis Data

Kuantitatif). Singaraja: Universitas Pendidikan Ganesha.

Lusiana, dkk. 2009. Penerapan Model

Pembelajaran Generatif Untuk

Pelajaran Matematika Di Kelas X SMA

Negeri 8 Palembang. Jurnal

Pendidikan Matematika Volume 3. NO. 2 Desember 2009.

Moma, La. 2012. “Menumbuhkan Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis melalui Pembelajaran Generatif Siswa SMP”. Makalah disajikan dalam

Seminar Nasional Matematika dan

Pendidikan Matematika. FKIP

Universitas Pattimura Ambon, Universitas Yogyakarta 10 November 2012.

---. 2013. “The Enhancement of Junior

High School Student Mathematical

Creative Thinking Abilities through Generative Learning”. Mathematical

Theory and Modeling, Volume 3,

Nomor 8 (hlm. 146-157).

Rahmatsyah, dkk. 2012. “Perbedaan Hasil Belajar Siswa Menggunakan Model Pembelajaran Generatif Dengan Direct

(10)

Instruction Pada Materi Pokok Usaha

Dan Energi Di Kelas XI Semester I Madrasah Negeri 1 Takengon Tahun Pelajaran 2012/2013”. Jurnal Penelitian

Inovasi Pembelajaran Fisika, Volume 4,

Nomor 1 (hlm.43-44).

Rosalin, Elin.2008. Gagasan Merancang Pembelajaran Kontekstual. Bandung: PT Karsa Mandiri Persada.

Santyasa, I Wayan. 2005. Belajar dan

Pembelajaran. Singaraja: Undiksha.

Suastra, I. W. 2006. Belajar dan Pembelajaran Sains. Buku Ajar (tidak

diterbitkan). Undiksha.

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek.

Gambar

Tabel 2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan Skor Sikap Ilmiah
Gambar 2. Kurva Polygon Sikap Ilmiah  Kelompok Kontrol

Referensi

Dokumen terkait

This research study would like to examine the impact of board structure, managerial ownership and gender diversity to the ability in preventing financial distress as

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana gambaran pelaksanaan komunikasi terapeutik dalam asuhan keperawatan anak usia prasekolah pada perawat di

Pada kegiatan pendataan santri-santri TPA AZZAWIYAH membutuhkan pengolahan data yang cepat dan baik, tidak membuang waktu banyak dan data-data yang ada tersusun lebih rapih selain

Hasil dari penelitian adalah sebagai berikut: (1) Batik Majapahit adalah batik yang dikerjakan oleh masyarakat yang tinggal di wilayah bekas kerajaan Majapahit

38 Oleh karena itu, filsafat tidak hanya menjadi sebuah wacana pemikiran, namun sejatinya telah menjadi satu identitas dari sekian produk pandangan hidup yang memberikan

There is an overlap between some themes in CityGML and the data themes identified by Inspire annexes, such as transportation networks, land use, terrain models or buildings.

dampak aktivitas jasmani (sepakbola dan boxing) terhadap kepercayaan diri dengan HIV positif di rumah cemara bandung.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu

Saya Niken Ravita Damanik adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.Saat ini saya sedang melakukan penelitian dengan judul “Hubungan antara Merokok