Pros/dlnlJ Per_an dan Prosontasilimiah Funoslonal ToknIs Non PonoDtL 18 Doso:nber 2006 ISSN :1410 - 5381
PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM TAK STABIL P ADA SEL LIMFOSIT PEKERJA RADIASI
Masnelli Lubis dan Iwiq Indrawati PTKMR - BAT AN
ABSTRAK
PEMERIKSAAN ABERASI KROMOSOM TAK STABIL PADA SEL LIMFOSIT
PEKERJA RADIASI. Kerusakan struktur kromosom merupakan efek segera akibat
pajanan radiasi dim ana frekuensinya setara dengan dosis radiasi yang diterima. Aberasi kromosom yang spesifik akibat radiasi adalah disentrik dan cincin. Tujuan makalah ini adalah untuk menentukan frekuensi aberasi kromosom berdasarkan jumlah yang terbentuk
dalam memprediksi dampak terhadap kesehatan yang mungkin terjadi akibat pajanan
radiasi pada pekerja radiasi dari berbagai macam sumber radiasLSebanyak 0,75 ml sampel darah dikultur dalam RPMI 1640 yang diperkaya fetal bovine serum, L-glutamin, penisilin
streptomisin, Hepes buffer dan PHA dan kemudian diinkubasi selama 72 jam. Tiga jam
sebelum pan en, kultur ditambahkan 0,1 ml colchisin. Setelah dipanen, selanjutnya dibuat preparat sel dan diwarnai dengan Giemsa 4% untuk pengamatan kromosom pada 500-1000
sel. Dari 10 pekerja radiasi yang diamati, tujuh pekerja tidak mengalami kerusakan
kromosom, sel limfosit berada dalam keadaan normal. Hal ini kemungkinan disebabkan
karena paparan radiasi yang diterima oleh pekerja tidak efektif dalam menginduksi aberasi
kromosom atau sel limfosit yang membawa aberasi kromosom tersebut telah mengalami
kematian dan diganti dengan sellimfosit yang baru dimana pengambilan darah dilakukan beberapa waktu kemudian setelah pajanan. Sedangkan sellimfosit dari tiga pekerja radiasi lainnya mengandung disentrik, cine in dan f~agmen asentrik, hal ini sesuai dengan hasil pemantauan bahwa ketiga pekerja pernah menerima dosis radiasi melebihi nilai batas dosis yang diijinkan.
Kala kunci : aberasi kromosom, disentrik, limfosit, dosis, radiasi
ABSTRACT
THE OBSERVATION OF UNSTABLE CHROMOSOME ABERRATION IN
LIMPHOCYTE CELLS OF RADIATION WORKERS. The damage of chromosomal
structure is early effect of radiation exposure where its frequency is proportional to the dose of radiation. The specific chromosome aberrations induced by radiation are dicentric and ring. Determination of frequency of chromosome aberration based on the number of chromosome induced in predicting the impact on health that may be caused by radiation exposure to radiation workers with various radiation sources.Three fourth milliliter of
blood sample was cultured in RPMI 1640 supplemented with fetal bovine serum,
L-glutamin, penicilline-streptomycine, Hepes buffer and PHA and then incubated for 72
hours. Three hours before harvest, 0.1 cholchisin was added to the culture. After
harvesting, a cell preparate was performed and then was stained with 4% Giemsa solution
for the observation of chromosome in 500-1000 cells. Of 10 workers examined, the
number of cell from 7 of them was in normal range. This may be caused by the dose of radiation exposure received by those workers could not effectively induce chromosome aberration or lymphocyte cell carrying these chromosome aberration had been died and replaced by new lymphocyte cell and moreover the blood sampling was conducted several weeks after exposure. On other hand, lymphocyte cell of three other workers contained
Pros/dInQ Pertamuan dan Presentaslllmlah FungslonaJYak",s Non PeneDtL 13 Desember 2006 ISSN :1410 - 5381
dicentric, ring and acentric fragments, this is in accordingly with the result of monitoring where these workers had received radiation dose larger than permitted dose limit value. Keywords: chromosome aberration, dicentric, lymphocyte, dose, radiation
f
PENDAHULVAN
Pemanfaatan radiasi pengion di semua bidang kehidupan seperti industri,
kedokteran, pertanian, penelitian dan pendidikan mengandung risiko kesehatan bagi para pekerjanya. Efek yang terjadi biasanya adalah efek stokastik dan efek deterministik yang merupakan efek biologi pada tubuh [1]. Untuk mencegah adanya efek radiasi maka perIu
dilakukan upaya proteksi terhadap sumber radiasinya secara langsung dan kesehatan
pekerjanya. Landasan hukum yang berkaitan dengan pemeriksaan kesehatan pekerja
radiasi adalah undang-undang No. 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran dan Pasal 9
dari Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 172/MENKES/PER/Ill/l 991
tentang Pengawasan kesehatan pekerja radiasi yang menyatakan bahwa : I) Pemeriksaan kesehatan terhadap pekerja radiasi diadakan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali setahun, 2) Pemeriksaan sewaktu-waktu dapat dilakukan berdasarkan pertimbangan dosis radiasi yang diterima atau keadaan kesehatan pekerja radiasi. Pemeriksaan kesehatan pekerja radiasi
adalah pemerikssan secara umum dan apabila diperIukan dapat dilakukan pemeriksaan
aberasi kromosom untuk memantau adanya efek radiasi terhadap tubuh pekerja [1]
Seiring dengan perkembangan penggunaan zat radioaktif clan atau sumber radiasi
lainnya serta meningkatnya tuntutan jaminan keselamatan dalam melakukan pekerjaan,
maka program pemantauan dosis pekerja memegang peranan penting dalam rangka
pemanfaatan radiasi dalam berbagai bidang. Dengan demikian program pemantauan dosis perorangan harus merupakan bagian dari setiap kegiatan pemamfaatan teknologi nuklir [2].
Menurut ICRP publikasi No. 60 tahun 1991, Nilai Batas Dosis (NBD) dosis efektif
untuk pekerja radiasi 20 mSv per tahun, yang direratakan selama 5 tahun, tetapi tidak boleh melampaui 50 mSv dalam setahun. Sedangkan dosis efektif tahunan pada lensa mata nilai
NBD adalah 150 mSv, untuk kulit (Icm2) nilai NBD adalah 500 mSv dan untuk tangan
dan kaki nilai NBD adalah 500 mSv [3].
Ketika tubuh terkena pajanan radiasi, sebagian besar sel tubuh dapat mengalami kerusakan sitogenetik khususnya kromosom. Kerusakan sturuktur kromosom atau aberasi kromosom merupakan efek segera akibat pajanan radiasi sehingga dapat digunakan untuk
Prosllllno PortalDUan dan Prasantasl UmIahFunoslonal Takn/s Non PlllllllltL 18 Daswnbor 2008 ISSN :1410 -5381
keperluan pendugaan dosis untuk maksud proteksi radiasi para pekerja. Aberasi kromosom yang spesifik akibat radiasi adalah disentrik dan cincin dalam sel limfosit darah peri fer yang merupakan salah satu jenis sel darah putih yang bersirkulasi di seluruh tubuh dan sangat sensitif terhadap radiasi sehingga kerusakan yang terjadi dalam darah peri fer dapat memberikan gambaran mengenai dosis paparan radiasi yang diterima individu. Frekuensi terjadinya aberasi kromosom bergantung antara lain pad a dosis, energi dan jenis radiasi yang diterima [4].
Aberasi kromosom merupakan indikator kerusakan akibat paparan radiasi pada
tubuh yang dapat diandalkan. Pemeriksaan aberasi kromosom, selain untuk
memperkirakan tingkat keparahan efek radiasi dan risiko pada kesehatan, juga dapat
digunakan sebagai dosimeter biologi. Terdapat 2 kelompok utama aberasi kromosom yang diinduksi oleh radiasi pengion pada sellimfosit darah yaitu aberasi kromosom tidak stab ii,
seperti kromosom disentrik (kromosom dengan dua sentromer) dan kromosom bentuk
cincin, serta aberasi kromosom stabil yaitu translokasi (terjadi perpindahan atau pertukaran fragmen dari dua atau lebih kromosom) [5,6].
Kelompok kromosom bersifat tidak stabil akan mengalami kematian pada saat
pembelahan sel, sehingga tidak akan diturunkan pada sel anak. Analisis aberasi kromosom bentuk ini sangat dibatasi oleh waktu dan khusus digunakan untuk memperkirakan dosis radiasi yang diterima pekerja radiasi di atas dosis yang diijinkan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan secepat mungkin [7].
Secara fisik keboleh jadian terjadinya aberasi kromosom adalah interaksi single hit antara berkas radiasi dan target (kromosom sellimfosit). Dalam peristiwa ini energi radiasi terserap dalam tubuh manusia, oleh karena itu jumlah aberasi yang terjadi dapat dijadikan sebagai indikasi jumlah dosis radiasi yang diterima oleh tubuh manusia dan sekaligus juga merupakan petunjuk bagi tingkat kerusakan biologis pad a tubuh man usia. Semakin banyak aberasi kromosom yang terbentuk menunjukkan semakin besar dosis radiasi yang diterima [7,8].
Tujuan makalah ini adalah untuk menentukan frekuensi aberasi kromosom
berdasarkan jumlah yang terbentuk dalam memprediksi dampak terhadap kesehatan yang
mungkin terjadi akibat pajanan radiasi pad a pekerja radiasi dari berbagai macam sumber radiasi. Diharapkan makalah ini dapat menjadi bahan masukan bagi pekerja radiasi untuk
pengawasan dan pengelolaan lingkungan untuk meminimalisasi efek samping pajanan
ProsldlnU Portamuan dan Prosontasillmlah Funuslonal ToknIs Non PonoDtL 18 Dosombor 2DD6
TAT A KERJA
ISSN:1410·5381
Pengambilan sam pel
Pengambilan sam pel dilakukan terhadap 10 pekerja radiasi dengan usia berkisar antara 23 - 59 tahun, masa kerja dan berbagai sumber radiasi yang digunakan. Dari setiap pekerja radiasi diambil sampel darah perifer sekitar 5 ml, menggunakan syringe dan segera diberi 0,003 ml heparin sebagai antikoagulan.
Pembiakan darah
Sampel darah dibiakkan secara triplo. Ke dalam tabung kultur, dimasukkan media pertumbuhan yaitu 7,5 ml RPMI-1640, 0,1 ml L- Glutamin, 1 ml serum Fetal bovine, 0,2 ml Penisilin Streptomisin, 0,2 ml Hepes buffer, 0,75 ml darah dan 0,06 ml PHA. Tabung kemudian ditutup rapat, dikocok dan disimpan dalam inkubator pada suhu 37°C selama 72 jam. Setelah diinkubasi selama 69 jam, ke dalam biakan ditambahkan 0,1 ml colchisin.
Setelah masa inkubasi mencapai 72 jam, kultur sel darah dipanen.
Pemanenan hasil kultur
Biakan dipindahkan ke tabung sentrifus dan disentrifus pada kecepatan 1300 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang dan endapan darah diaduk, kemudian ditambahkan
10 ml KCI 0,56%, dikocok dan disimpan pada waterbath suhu 37°C selama 13 menit.
Selanjutnya tabung kultur disentrifus pada 1300 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang tetapi disisakan 1-2 ml dan tabung dUentik agar tidak terjadi gumpalan. Kemudian pada endapan ditambahkan 4 ml larutan carnoy (methanol : asam asetat = 3 : 1), divortex, tambahkan lagi larutan carnoy hingga volume mencapai 10 ml kemudian larutan dikocok
sam'pai homogen. Larutan disentrifus kembali dengan kecepatan 1300 rpm selama 10
menit. Langkah ini diulang beberapa kali sampai diperoleh supernatan yang jernih dan endapan sellimfosit berwarna putih.
Pembuatan preparat dan pewarnaan
Endapan diteteskan di atas objek gelas kira-kira 4 tetes, dibiarkan kering pada suhu ruangan. Setelah kering preparat diwarnai dengan Giemsa 4% selama 10 men it, kemudian dibilas dengan aquadest dan dibiarkan kering pada suhu ruang. Preparat yang telah kering ditutup dengan coverglass dan selanjutnya diamati di bawah mikroskop.
Prosldlng Par_an dan Prosontasillmiah fWigslonaJ ToJuJis Non PonoDtL 18 Dosombar 2006 ISSN :1410 - 5381
Pengamatan
Untuk mengetahui adanya aberasi kromosom, dengan menghitung dan mengamati
jumlah sel aberasi kromosom pada preparat seperti disentrik, cincin dan asentrik fragmen.
Sel yang dihitung biasanya berkisar dari 500 sampai 1000 sel pada stadium metafase
dengan perbesaran 1000x. Jika pada pengamatan sampai 500 sel tidak ditemukan kelainan atau aberasi kromosom seperti disentrik dan cincin, maka pengamatan dihentikan. Jika
ditemukan kelainan kromosom maka pengamatan dilanjutkan sampai mencapai 1000 sel.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Telah dilakukan pemeriksaan aberasi kromosom tak stabil terhadap sam pel darah 10 pekerja radiasi dan hasilnya disajikan dalam Tabel 1. Analisis dilakukan di bawah mikroskop dengan perbesaran 1000x.
Tabel 1. Data aberasi kromosom tak stabil pada sellimfosit pekerja radiasi
KodeUsia Lama
Sumber radiasiJumlah di- Asentrik
No. Nama (tahun)(thn)Yang berhubungan dengancincinmetafasepekeri abekerja sel sentrik
fragmen 1.
A298 '.llr, 'J'I, Mo, "1'c50000 0 2.
B*32430 3'"lr, ,JJ'I, Mo 1000 3.
C325 '.llr 'J'I Jlp, Mo, "'Tc00 0 500 4.
D*5937I0 I'.lIr,JJ'I, Mo, HasH fish929
235U 5.
E*47193I 3'.lIr 'JI I Mo ""'fc1000 6.
F
4316 HasH Fisi lJ'U00 0 500 7.
G542200 0192Ir,131I, Mo 500 8.
H30600 0'.lIr, 'J' I, Mo, HasH500 fisi 235U, 32p 9.
I
29400 0131I, Mo 500 10.
J
26500 0131I, Mo, HasH Fisi250
Aberasi kromosom disentrik, kromosom cine in dan asentrik fragmen hanya
teramati pad a 3 sampel darah pekerja radiasi. Dari data yang diperoleh,
I
orang pekerjaradiasi terse but pernah menerima dosis radiasi melebihi NBD tahunan yakni dosis
ekivalen untuk seluruh tubuh atau Hp (10) dan 2 orang pekerja radiasi yang terinduksi sudah cukup lama bekerja dalam waktu lebih dari 19 tahun, kemungkinan selama bekerja pernah menerima dosis melebihi nilai batas dosis yang diizinkan. Terjadinya frekuensi
aberasi kromosom akibat radiasi latar pada sel limfosit adalah
I
dalam 1000 sel.Sedangkan 7 pekerja lain menunjukan kromosom yang normal baik jumlah maupun
aberasi yang tidak bergantung pada umur dan lama kerja. Hal ini kemungkinan karena
ProsJdlng partemuan dan Prosentasillmiah Funaslonal Toknls Non PenoUtL 19 Dosombor 2006 ISSf4 :1410 - 5381
menginduksi terbentuknya kerusakan kromosom. Meskipun aberasi kromosom tak stabil
telah terbentuk, tetapi sel limfosit yang membawa aberasi kromosom tersebut mungkin telah mengalami kematian dan diganti dengan sel limfosit yang baru, karena pengambilan darah dilakukan beberapa waktu kemudian setelah terjadi paparan. Selain itu terdapat dua pekerja radiasi lain yang dalam analisis jumlah sel metafase kurang dari 500 sel yakni hanya 250 dan 929 sel, hal ini kemungkinan karena sampel sel darah pekerja yang kurang sehat sehingga pertumbuhan sel pada saat dibiakkan kurang optimal.
Terjadinya aberasi kromosom pada pekerja radiasi ternyata tidak berpengaruh dari
segi usia dan lama bekerja, tetapi bergantung pada kondisi pekerja saat melakukan
pekerjaannya. Ada beberapa hal yang kemungkinan menyebabkan pekerja radiasi terse but terkena paparan radiasi, antara lain jenis pekerjaan yang dilakukan sehari-hari yang berhubungan dengan risiko yang diterima pekerja radiasi, baik dengan sumber radiasi tinggi ataupun rendah, dan tidak memperhatikan peraturan keselamatan kerja yang berlaku.
Terbentuknya aberasi kromosom dalam suatu penyerapan dosis merupakan suatu
proses probabilistik. Karena probabilitas terbentuknya aberasi kromosom relatif kecil maka diperlukan sampel darah yang banyak. Untuk dosis lebih besar dari 1,0 Gy diperlukan pengamatan sekitar 200 sel metafase, sedangkan untuk dosis yang lebih rendah diperlukan sekitar 1000 sel metafase [5]. Frekuensi kromosom disentrik oleh radiasi latar pada sel limfosit sekitar 1 per 1000 sel, radiasi dapat menginduksi disentrik dengan laju sekitar
4/100 seVGy. Frekuensi kromosom disentrik dan cinein meningkat pada darah dengan
radiasi latar lebih tinggi. Hasil penelitian seeara in vitro pad~ sel limfosit manusia
menunjukkan bahwa dosis radiasi sinar X terendah yang dapat menginduksi aberasi
kromosom tidak stabil (disentrik dan cine in) dan mutasi adalah 20 mGy, sedangkan dosis
radiasi sinar gamma yang dapat menginduksi aberasi kromosom stabil adalah 250 mGy.
Beberapa studi tidak diperoleh informasi tentang efek radiasi pad a dosis jauh dibawah
dosis 20 mGy untuk aberasi kromosom, 100 mGy untuk transformasi lokasi sel dan 200
mGy untuk mutasi somatik. Bentuk pasti dari respon untuk efek selular pad a dosis rendah masih belum jelas [9].
Pemakaian alat-alat keselamatan kerja dalam melakukan pekerjaan sehari-hari
sangatlah membantu untuk menghindari segala resiko yang akan menyebabkan bahaya
bagi keselamatan tubuh, seperti pemakaian dosimeter fisik, jas laboratorium, masker, sarung tangan, alas kaki dan penutup kepala. Apabila aturan-aturan keselamatan kerja
ProsldlnU Portsmuan daR Presontasillmlah FWlUsionaJTeknls Non PonoUtL 18 De_or 2006 ~SN:1410·6381
tersebut diterapkan dengan baik tentu risiko terjadinya kerusakan sel pada tubuh akan dapat dihindari, baik paparan radiasi internal maupun eksternal.
Paparan radiasi akut seluruh tubuh dengan dosis tinggi berpotensi besar untuk menimbulkan sindroma radiasi akut dengan gejala kerusakan pada organ pembuat darah, saluran pencernaan makanan, atau bahkan susunan syaraf pusat dan sistem jantung dan peredaran darah dengan akibat yang parah hingga kematian LD 50/60 atau median lethal
dose 60 hari setelah terpapar adalah sebesar 3-5 Gray, tanpa pertolongan medik.
Pemaparan lokal dengan dosis radiasi tinggi akan menimbulkan akibat yang bervariasi dari yang teringan berupa kemerahan kulit (eksterna) hingga nekrosis atau kematian jaringan. Bila di bawah kulit yang terpapar secara lokal terse but terdapat organ-organ penting (usus,
gonad, paru-paru dsb) maka dengan sendirinya organ tersebut akan mendapatkan
pemaparan juga dengan dampak fatal pada organ-organ itu. S'edangkan kontaminasi
internal akan menimbulkan dampak kesehatan yang bervariasi tergantung intensitas dan jenis bahan radio aktif kontaminan. Selain cfek akut masih ada kemungkinan korban pad a
suatu saat akan mendapatkan efek tunda berupa leukemia, kanker atau efek genetik [2].
Untuk menciptakan kondisi kerja yang aman harus mengikuti kaidah-kaidah yang
telah digariskan. ICRP menekankan tiga azas dalam pemanfaatan teknik nuklir dalam
berbagai bidang kegiatan. Ketiga azas terse but adalah : justifikasi atau pembenaran, optimisasi proteksi dan pembatasan penerimaan dosis. Azas optimisasi dimaksudkan agar
kemungkinan penerimaan dosis radiasi oleh pekerja maupun anggota masyarakat dapat
ditekan serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi. Jadi
penekanan penerimaan dosis radiasi ini tidak bisa dilakukan hanya dengan mengandalkan pad a aspek teknis saja, misal menggunakan peralatan atau teknologi terbaik yang belum tentu layak secara ekonomi [10].
Untuk itu selayaknya bagi pekerja yang bekerja dengan sumber radiasi sangat
penting untuk memperhatikan soal keselamatan. Jika tubuh terkena paparan radiasi, sel-sel
darah yang rusak akan dapat cepat pulih kembali bergantung pada dosis radiasi yang
diterima, sehingga tidak berakibat fatal pada tubuh dan sistem peredaran darah. Namun untuk memastikan terjadinya kerusakan pada kromosom, perlu dilakukan analisis aberasi
kromosom seperti yang dilakukan dalam penelitian ini. Jumlah pekerja radiasi yang
diperiksa masih sangat sedikit dibandingkan dengan jumlah total pekerja radiasi, sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan sampel dan literatur yang lebih ban yak lagi.
ProsIdInO P8I'tomuan dan Pr8S8ntaslllml3l~ Funoslonal Toknls Non PonoDtL 19 Dosambor 2006
KESIMPULAN
~SN :14ID • 5381
Dari 10 sampel sellimfosit pekerja radiasi, tiga diantaranya terdapat adanya aberasi kromosom bentuk disentrik, cincin dan fragment asentrik. Terdapat kemungkinan bahwa pekerja radiasi tersebut memang terkena pajanan radiasi saat bekerja tanpa menggunakan alat pelindung tubuh dan tidak memakai peralatan keselamatan radiasi saat bekerja.
DAFTAR PUSTAKA
1. BAT AN, Pedoman Pemeriksaan Kesehatan Pekerja Radiasi, No. Dokumen RBN,
KNOI02.002, Batan, Jakarta, 2000.
2. WIHARTO, K., Illicit trafficking bahan nuklir dan bahan radioaktif : Kajian Kasus-kasus. Buletin ALARA Volume 6 Nomor 1, hal. 57 - 61, 2004,
3. HISW ARA, E, SUY A TI, DAN MUKHLIS, A., Nilai Batas Dosis : Riwayat
Perkembangan dan dasar Penetapannya, Pros. Presentasi ilmiah Keselamatan Radasi
dan lingkungan, Jakarta, hal. 33 - 42, 1994.
4. HALL, E. J., Radiobiology for. the Radiobiologist, JB Lippincott Company,
Philadelphia, 5-th Edition, 2000.
5. INTERNATIONAL ATOMIC ENERGY AGENCY, Cytogenetic Analysis For
Radiation Dose Assessment. A Manual Series No. 405, IAEA-Vienna Austria, 2001.
6. EDWARDS., AA., The use of chromosomal aberrations in human lymphocytes for
biological dosimetri, Radiation research 148,539-544,1977.
7. INDRA WA TI, I. dan LUSIY ANTI, Y., Studi aberasi kromosom pada pekerja radiasi, Prosiding Presentasi llmiah Keselamatan Radiasi Dan Lingkungan, Jakarta, hal. 481 -485, 1995
8. LUSIYANTI, Y. INDRAWATI, I., LUBIS, M., BUDIANTARI,C.T., Aberasi
kromosom Limfosit Peri fer Tak Stabil yang Diinduksi Sinar gamma Co-60 Laju Dosis
Rendah, Prosiding Presentasi llmiah Keselamatan Radiasi Dan Lingkungan IX,
Jakarta, hal 165 - 173, 2004.
9. UNITED NATIONS SClENTIFICS COMMITTEE ON THE EFFECTS OF ATOMIC
RADIATION 2000 REPORT TO THE GENERAL ASSEMBLY. Sources and Effecst
Prosldlna POI'tonwan IIan Prosontasillmiah fWlDslona/ Toknls Non PlllllllltL 18 Dosombor 2006 ISSH :1410 • 5381
10. YULIA TI, H., SUY A TI dan KUSUMA WA TI, D.D, Entrance dose pasien radiografi lumbosacral, Prosiding Presentasi llmiah Keselamatan Radiasi dan Lingkungan IX, Jakarta, hal128 - 129,2005.
Tanya jawab :
1. Penanya : Nurrohmah (PTKMR-BATAN) Pertanyaan
Dalam presentase, saudara menyatakan bahwa salah satu penyebab penerimaan dosis
yang besar oleh pekerja radiasi adalah tidak digunakan sistem peralatan keselamatan
radiasi, yang ditanyakan adalah apakah tidak digunakannya sistem peralatan
keselamatan radiasi menyebabkan seorang pekerja radiasi dapat menerima dosis radiasi yang besar. Bagaimana dengan azas/prinsip proteksi radiasi?
Jawaban : Masnelli Lubis (PTKMR - BATAN)
Jika seorang pekerja radiasi bekerja dengan tidak menggunakan sistem peralatan
keselamatan radiasi tentu tidak bisa mendeteksi radiasi yang terpapar pada tubuh, tapi
dengan menggunakan metoda aberasi kromosom dengan pengambilan sam pel darah
sedini mungkin bisa dideteksi, namun tergantung dari besarnya dosis radiasi yang
diterima tubuh. Azas /prinsip proteksi radiasi dimaksudkan agar kemungkinan
penerimaan dosis radiasi oleh pekerja maupun anggota masyarakat dapat ditekan
serendah mungkin dengan mempertimbangkan faktor sosial dan ekonomi.
2. Penanya : Agustiar (PKTN - BAT AN) Pertanyaan
1. Dalam melakukan kegiatan ini ibu mengacu standar apa?
2. Apakah ibu melakukan kalibrasi, dimana?
3. Mungkin bisa dijelaskan proses sehingga alat ibu tersebut standar?
Jawaban : Masnelli Lubis (PTKMR- BATAN)
1. Kegiatan pada penelitian aberasi kromosom di bidang Biomedika mengacu pad a
standar ICRP tahun 1960.
2. Kalibrasi alat dilakukan pada PT. KALlMAN
3. Proses standar alat tidak dilakukan sendiri, tapi dilakukan oleh petugas kalibrasi, di bidang kami hanya bisa melakukan proses uji steril alat.
PrDsIdInU Pertenwan dan PrusWltasillmlah FWlUsIonaI Tuknls Non PllllUlltL 18 DusBmlJer 2006 ISSN :1410 • 5381
3. Penanya : Rusydi S (pPGN - BAT AN) Pertanyaan
Mana yang lebih berbahaya radiasi internal atau external terhadap aberasi kromosorn?
Jawaban : Masnelli Lubis (pTKMR- BATAN)
Radiasi internal dan external sarna-sarna berbahaya terhadap aberasi krornosom, namun pada radiasi internal radiasi Alfa lebih berbahaya dari yang lain dan radiasi Gamma untuk radiasi external.