• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGUATAN SISTEM PERBENIHAN DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PENGUATAN SISTEM PERBENIHAN DALAM UPAYA PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

PENGUATAN SISTEM PERBENIHAN DALAM UPAYA

PENINGKATAN PRODUKSI KEDELAI NASIONAL

Erythrina

Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian jalan Tentara Pelajar No. 10 Bogor Telp. (0251)8351277, Fax: (0251) 8350928

e-mail: bbp2tp@yahoo.com

ABSTRAK

Peningkatan produksi kedelai telah diupayakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi kedelai melalui SL-PTT kedelai belum mampu meningkatkan produksi secara signi-fikan, mengindikasikan gejala perlambatan, dan instabilitas produksi. Tulisan ini mengulas sistem perbenihan kedelai, terutama jalur benih antarlapang dan musim, pelatihan penangkar, penyediaan teknologi, dan sertifikasi benih. Walaupun rencana ketersediaan benih bisa lebih tinggi daripada kebutuhan benih, tetapi ketersediaan benih varietas unggul bersertifikat belum memenuhi kebutuhan dan jadwal tanam per bulan, sehingga sistem jalur benih antarlapang dan musim dapat dikembangkan antar agroekosistem atau pola tanam yang berbeda dalam provinsi yang sama maupun antarprovinsi. Hal ini akan membantu penyediaan benih sumber varietas unggul kedelai sehingga petani dapat memperoleh benih bermutu dan besertifikat secara mudah pada waktu yang dibutuhkan. Penangkar benih perlu dipilih yang mampu mene-rapkan teknologi produksi benih dan pelatihan bagi mereka sangat diperlukan. Teknologi pe-nyimpanan benih kedelai belum berkembang secara merata. Teknologi karung super cocok untuk petani yang ingin menyimpan benih dengan kadar air kurang dari 14%.

Kata kunci: kedelai, sistem perbenihan, jalur benih antarlapang

ABSTRACT

Strengthening the Soybean Seed Systems as Efforts of National Soybean Pro-duction Improvement. Increased soybean proPro-duction has been attempted through the intensification and extension. Intensification of soybean through FFS-ICM soybean also not been able to provide a significant increase of in national production, indicating a slowdown and instability symptom production. This paper reviews the soybean seed systems especially between season and field, training of seed growers, availability of appropriate technology, and seed certification. Although the total availability of seed plan can be higher than the total seed requirement, but the availability of certified soybean seed varieties have not met the required amount per month and planting schedule so that seed production between season and field can be developed between agro ecosystems or different cropping patterns in the province and between provinces. This will help provide source of soybean seed varieties so that farmers can get qualified and certified seeds are easy on the time required. Seed growers need to be chosen that is able to apply the technology for seed production and training them indispensable. Soybean seed storage technology has not developed evenly. Super sacks technology suitable for farmers who want to save the seeds with a moisture content of less than 14%.

(2)

PENDAHULUAN

Produksi kedelai nasional saat ini baru mencapai 807 ribu ton (BPS 2014), sedangkan kebutuhan telah mencapai 2,3 juta ton, terdapat kekurangan 1,5 juta ton. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi kedelai nasional merupakan suatu keharusan. Produksi kedelai yang rendah merupakan akibat dari harga jual di tingkat petani yang sangat fluktu-atif dan cenderung kurang memberikan insentif bagi mereka. Tanaman kedelai kurang menguntungkan dibandingkan dengan tanaman pangan lainnya, yang tercermin dari kurangnya minat petani untuk menanam kedelai. Di lain pihak, menurut pakar tempe asal Inggris (Agranoff 2013), kedelai Indonesia jauh lebih berkualitas dibanding kedelai impor asal Amerika Serikat karena bukan merupakan tanaman modifikasi genetik, rasanya enak dan air rendaman kedelai pun jernih. Satu kg kedelai varietas Anjasmoro menghasilkan 1,74 kg tempe, sedangkan satu kg kedelai impor AS menghasilkan 1,59 kg tempe.

Fasilitas PL 480 yang menyangkut tata niaga kedelai oleh Amerika Serikat dengan segala kemudahannya menyebabkan impor kedelai semakin besar. Dampak negatifnya adalah kegairahan petani menanam kedelai merosot dan area tanam kedelai turun drastis. Selama 20 tahun terakhir, luas panen kedelai menurun dari 1,468 juta ha pada tahun 1993 menjadi 0,554 juta ha pada tahun 2013, sementara produksi kedelai turun dari 1,707 juta ton menjadi 0,808 juta ton pada periode yang sama (Gambar 1). Kondisi ini relatif terbantu oleh meningkatnya produktivitas kedelai dari 1,163 t/ha pada tahun 1993 menjadi 1,457 t/ha pada tahun 2013, atau meningkat sekitar 15 kg/ha/tahun.

Peningkatan produksi kedelai telah diupayakan melalui intensifikasi dan ekstensifikasi. Intensifikasi kedelai di lahan kering telah lama dilaksanakan (Klau Berek et al. 1995; Mar-tani et al. 2011). Tetapi produktivitasnya tetap rendah karena kendala kemasaman tanah dan keracunan aluminium (Hilman 2005; Erythrina et al. 2005; Erythrina 2008). Inten-sifikasi kedelai di lahan sawah irigasi, tadah hujan, dan lahan kering melalui SL-PTT kede-lai juga belum mampu meningkatkan produksi nasional secara signifikan (Nurasa 2010). Badan Litbang Pertanian telah memiliki teknologi budidaya kedelai yang mencakup ber-bagai varietas unggul yang sesuai untuk lahan sawah irigasi, toleran masam dan naungan (sesuai di kawasan hutan Perhutani dan HTI) dan umur genjah (Harsono 2008).

Untuk meningkatkan produksi kedelai perlu dilakukan identifikasi kunci sukses pening-katan produksi (Marwoto 2011), yaitu (a) siapa yang menanam kedelai, insentif, dan ke-mudahan diperoleh, (b) di mana ditanam dan komoditas apa yang menjadi kompetitor-nya, (c) teknologi apa yang diterapkan, (d) siapa yang menyediakan benih dan sarana produksi, dan (e) adakah jaminan harga jual yang layak di tingkat petani. Kelima perta-nyaan tersebut harus dijawab dan dapat dirumuskan ke dalam program pengembangan kedelai ke depan.

Lebih lanjut Marwoto (2011) mengemukakan, agar sasaran pengembangan kedelai dapat tercapai, diperlukan dukungan kebijakan antara lain: (1) sistem perbenihan kedelai, mulai dari pelatihan, penyediaan teknologi dan sertifikasi, (2) program ameliorasi lahan masam/lahan marjinal untuk peningkatan produktivitas, (3) penetapan harga pembelian pemerintah (HPP) yang saling menguntungkan antara produsen dan konsumen, dan (4) kesediaan BULOG membeli kedelai petani bila harganya berada di bawah HPP.

Tulisan ini mengulas dukungan terhadap sistem perbenihan kedelai, terutama jalur benih antarlapang dan musim, pelatihan penangkar, penyediaan teknologi, dan sertifikasi benih.

(3)

EKSTENSIFIKASI DAN INTENSIFIKASI KEDELAI

Pada dasarnya teknologi kedelai yang disiapkan Kementerian Pertanian melalui Badan Litbang Pertanian sudah banyak, termasuk varietas unggul. Namun, varietas-varietas ini baru mampu berproduksi optimal jika didukung oleh kondisi lahan yang memadai dan ke-tersediaan benih di lokasi pengembangan (Jumakir dan Taufiq 2010). Pengalaman pada tahun 1980an menunjukkan pemberian subsidi kapur/kaptan sesuai anjuran mampu men-dorong kinerja penggunaan input produksi lainnya (benih dan pupuk) menjadi optimal, yang ditunjukkan oleh meningkatnya produktivitas kedelai secara signifikan (Roja 2006). Pada kondisi ini, keuntungan petani meningkat, sehingga mendorong mereka untuk me-nanam kedelai pada lahan yang lebih luas dan mengelola tanamannya lebih intensif.

Pada tahun 2014, sesuai Rencana Aksi Bukittinggi, perluasan area tanam dilakukan melalui (a) peningkatan indeks pertanaman (IP); (b) pemanfaatan lahan bera, pasang surut, perkebunan, kehutanan, serta tumpang sari; dan (c) pengembangan kedelai di lahan transmigrasi.

Program intensifikasi kedelai dilakukan melalui SL-PTT yang dimulai pada tahun 2008 seluas 100.000 ha dan mencapai luas 455.000 ha pada tahun 2013. Peningkatan pro-duktivitas terjadi pada areal eksisting melalui SL-PTT pola BLM dan subsidi benih (Ditjen-tan 2013). Program SL-PTT mampu meningkatkan produksi kedelai pada tahun 2009 dan 2010 sekitar 0,9 juta ton, kemudian cenderung menurun kembali, walaupun produktivitas terus meningkat (Gambar 1).

(4)

PRODUKSI DAN PRODUSEN BENIH KEDELAI

Benih berkualitas dan kelancaran distribusi sampai ke lahan petani merupakan salah satu faktor penting keberhasilan intensifikasi maupun ekstensifikasi kedelai. Salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah belum adanya sistem pengadaan dan penyediaan benih kedelai yang mantap.

Jumlah produsen benih kedelai di berbagai provinsi sekitar 85 orang, yang terdiri atas produsen benih besar, sedang dan kecil, dengan total produksi pada tahun 2013 sebesar 11.468 ton. Sedangkan penangkar benih berjumlah 199 orang dengan total produksi sekitar 7.906 ton/tahun (Tabel 1).

Tabel 1. Jumlah produsen dan penangkar benih kedelai, di beberapa sentra produksi di Indonesia, 2013.

Provinsi Luas panen (ha) produsen Jumlah benih Produksi (ton/tahun) Jumlah penangkar benih Produksi (ton/tahun) Aceh 35.003 4 1.145 12 1.115 Sumatera Utara 3.080 1 6 3 45 Riau 2.814 4 313 7 592 Sumatera Barat 771 1 7 9 188 Jambi 2.069 3 316 1 86 Bengkulu 3.300 1 1.500 - - Lampung 5.088 - - 2 227 Banten 9.258 - - 2 40 Jawa Barat 32.813 3 173 18 545 Jawa Tengah 68.760 5 1.535 4 110 D.I. Yokyakarta 23.272 2 307 26 770 Jawa Timur 211.360 13 2.205 6 118 Bali 5.518 1 8 - - Nusa Tenggara Barat 85.364 1 1.410 12 1.629 Nusa Tenggara Timur 1.983 2 12 - - Kalimantan Barat 1.286 2 27 14 70 Kalimantan Selatan 2.690 19 330 4 65 Kalimantan Tengah 1.823 3 4 33 91 Sulawesi Selatan 27.457 7 1.772 7 1.075 Sulawesi Utara 2.366 1 100 6 600 Sulawesi Tengah 7.660 6 153 6 103 Sulawesi Tenggara 3.875 3 66 2 48 Sulawesi Barat - - 5 112 Gorontalo 3.144 - 50 - - Maluku 187 1 2 - - Maluku Utara - - 3 6 Papua 3.321 1 24 1 3 Papua Barat 499 1 3 - - JUMLAH 544.761 85 11.468 199 7.906

(5)

Badan Litbang Pertanian berperan penting dan strategis dalam penyediaan dan alih teknologi kepada penyuluh agar sampai di lahan petani, terutama di lahan sub optimal. Di samping itu, jaringan Unit Pengelola Benih Sumber (UPBS) antara Balit komoditas dan BPTP yang bermitra dengan penangkar dapat menyediakan benih mendukung rekomen-dasi varietas unggul spesifik lokasi.

JALUR BENIH ANTARMUSIM DAN LAPANG

Sistem jalur benih antarlapang dan musim (Jabalsim) telah lama diformulasikan tetapi sampai sekarang belum melembaga. Konsep ini bertitik tolak pada kenyataan bahwa di satu wilayah pembangunan pertanian kedelai ditanam pada musim tanam yang tidak bersamaan (Direktorat Perbenihan 2013a). Gambar 2 menunjukkan rencana luas tanam kedelai sekitar 1 juta ha pada tahun 2013, membutuhkan benih 40.740 ton dan keterse-diaan benih mencapai 45.020 ton oleh PT SHS, PT Pertani, maupun penangkar model. Walaupun rencana total ketersediaan benih kedelai bisa lebih tinggi daripada total kebu-tuhan, tetapi ketersediaan benih varietas unggul bersertifikat belum memenuhi kebutuhan dan jadwal tanam.

0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nop Des

Kebutuhan benih (ton) Ketersediaan benih (ton)

Gambar 2. Kebutuhan benih kedelai menurut rencana luas tanam dibanding ketersediaan benih, tahun 2013.

Di Jawa Barat petani membagi periode tanam kedelai menjadi tiga musim tanam, yaitu: (a) ngawuku, pertanaman bulan Oktober–Januari, (b) moroket, pertanaman bulan Februari–Mei, dan (c) kaduhung, pertanaman bulan Juni–September (Fagi dan Djulin 2013). Berdasarkan hal tersebut, distribusi benih kedelai bisa diatur menurut jalur berikut: hasil panen ngawuku, digunakan sebagai benih pertanaman musim moroket. Hasil panen musim moroket digunakan sebagai benih pertanaman musim kaduhung, dan hasil panen musim kaduhung digunakan sebagai benih pertanaman musim ngawuku. Untuk meman-tapkan sistem jalur benih antarlapang perlu pendataan waktu tanam dan panen, luas panen, varietas yang ditanam, produksi dan produktivitas kedelai.

(6)

Di Jawa Barat, kedelai diusahakan dalam pola tanam berbasis padi pada lahan sawah irigasi. Jalur benih antarlapang dan musim memasukkan tanaman kedelai di lahan sawah (irigasi dan tadah hujan), lahan kering, dan tegalan (Gambar 3).

Gambar 3. Jalur benih antarlapang dan musim untuk pengadaan/penyediaan benih kedelai bermutu (Sumarno et. al. 1990).

Ditjentan (2013b) berupaya menumbuhkan penangkar benih melalui sistem jabalsim (Gambar 4): (a) pengembangan pola tanam kedelai di lahan kering, hutan dan perke-bunan pada akhir musim hujan untuk benih di lahan sawah, (b) peningkatan area perba-nyakan benih sumber (BS-BD, BD-BP) di Balai-balai Benih Pemerintah Daerah maupun produsen/penangkar benih yang memenuhi syarat, (c) melaksanakan pola perbanyakan benih ganda (Poly Generation Flow) khususnya dari area program produksi kedelai peme-rintah untuk menghasilkan BR1/BR2.

Gambar 4. Jalur benih antarlapang dan musim secara nasional (Ditjentan 2013b).

Strategi penyediaan benih unggul kedelai dapat dilakukan dengan meningkatkan ke-mampuan UPBS BPTP di sentra produksi dan dilengkapi dengan cold storage yang dapat menyimpan benih kedelai minimal satu tahun, sehingga dapat mendukung sistem jalur benih antarlapang dan musim di setiap provinsi.

Lahan kering (MH) Feb - April Lahan kering (MK1) April - Juni Lahan kering (MH) Nov - April Lahan kering (MK2) Juli - Okt

(7)

Tabel 2. Sistem pengembangan lembaga perbenihan (Ditjentan 2013b).

No Produksi klas benih Lokasi Produsen 1. Benih Penjenis (BS) Balitkabi UPBS Balitkabi

2. Benih Dasar (FS) Provinsi BBI, UPBS Balitkabi, UPBS BPTP 3. Benih Pokok (SS) Provinsi BBI, BBU, UPBS BPTP, Petani penangkar

4. Benih Sebar (ES) Provinsi Petani penangkar bermitra dengan BUMN, SHS dan Pertani

TEKNOLOGI PENYIMPANAN BENIH KEDELAI

Benih kedelai sangat peka terhadap lingkungan penyimpanan. Suhu dan kelembaban tinggi di daerah tropika basah cepat menurunkan daya kecambah benih. Dalam keadaan demikian, biji kedelai hanya mampu berkecambah lebih dari 80% sampai 3 bulan penyim-panan, lebih dari 3 bulan daya kecambah benih kedelai turun drastis.

Beberapa cara penyimpanan benih kedelai memberi informasi bahwa: (a) daya tum-buh benih dapat dipertahankan dalam jangka panjang dengan mempertahankan kadar air benih 8–9% (Kartono 2004), (b) suhu udara rendah mendekati 0 oC pada kelembaban rendah cocok untuk penyimpanan kedelai dalam jangka panjang (Kartono 2004; Purwanti 2004), (c) suhu ruang AC pada tingkat terendah dapat digunakan untuk menyimpan benih kedelai dalam jangka pendek (Purwanti 2004), dan (d) wadah penyimpanan kedap udara dapat dipakai untuk penyimpanan kedelai dalam jangka pendek (Rinaldi 2003).

Berdasarkan informasi tersebut dapat diusulkan beberapa alternatif cara penyediaan benih, yaitu: (1) penggunaan hasil panen biji kedelai langsung sebagai benih bagi perta-naman berikutnya, dan (2) penyimpanan benih jangka pendek 6–9 bulan. Kelebihan benih yang tidak terjual dapat ditampung dalam suatu sistem penyimpanan yang dapat mempertahankan daya tumbuh benih, minimal dalam jangka pendek (6–12 bulan).

Penyimpanan kedap udara adalah penempatan benih ke dalam wadah untuk mengu-rangi pergerakan udara (oksigen) antara atmosfer luar dengan kadar air benih yang disim-pan. Penyimpanan kedap udara dapat memperbaiki kualitas dan viabilitas benih karena menjaga stabilitas kandungan air dan mengurangi kerusakan karena hama tanpa penggu-naan pestisida. Viabilitas atau kelangsungan hidup benih di daerah tropis dapat diting-katkan menjadi 6–12 bulan (Puslitbangtan 2009).

Penyimpanan tertutup dapat mengendalikan serangga karena serangga menggunakan oksigen untuk respirasi dan mengeluarkan karbondioksida (kadar oksigen berkurang dari 21% menjadi kurang dari 5% dalam 10–21 hari) (Puslitbangtan 2009). Pada kondisi oksi-gen rendah ini, aktivitas serangga menjadi minimal dan reproduksi terhenti.

SERTIFIKASI BENIH KEDELAI

Menurut Saleh (2008), salah satu penyebab rendahnya produktivitas kedelai nasional adalah rendahnya mutu benih karena patogen tular benih seperti jamur, bakteri dan virus. Hingga saat ini uji kesehatan benih belum merupakan bagian integral dari proses sertifikasi benih kedelai. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 02/Permentan/SR.120/1/2014 menga-tur tentang produksi, sertifikasi, dan peredaran benih bina.

Produksi Benih Bina. Benih Bina diklasifikasikan menjadi: (a) Benih Penjenis (BS); (b) Benih Dasar (BD); (c) Benih Pokok (BP); dan (d) Benih Sebar (BR). Agar sasaran pro-duksi dapat tercapai maka BS, BD dan BP diperbanyak dengan pola baku perbanyakan tunggal (one generation flow) dan untuk BR diperbanyak dengan pola perbanyakan ganda

(8)

perbanyakan benih di mana benih yang dihasilkan kelasnya sama dengan kelas benih sumber yang digunakan. Dengan demikian, benih bina kedelai dapat dikelompokkan menjadi Benih Penjenis, Benih Dasar, Benih Pokok, Benih Sebar, Benih Sebar 1, dan Benih Sebar 2.

Pengujian Laboratorium. Pengujian mutu benih di laboratorium dilakukan terhadap contoh benih yang mewakili kelompok benih. Setelah calon benih ditetapkan sebagai kelompok benih, produsen benih mengajukan permohonan kepada penyelenggara serti-fikasi untuk diambil contoh benihnya. Kelompok benih harus jelas sejarah pembentukan kelompoknya dan seragam mutunya. Cara pengambilan contoh benih dilakukan sesuai dengan peraturan yang berlaku dan disampaikan ke laboratorium benih. Pengujian di laboratorium benih meliputi kadar air (KA), benih murni, kotoran benih, campuran vari-etas lain (CVL), dan daya berkecambah/ daya tumbuh minimal 80%.

Menurut Permentan Nomor 55/2009 tentang pedoman produksi benih kedelai, kacang tanah, kacang hijau, ubikayu dan ubijalar, masa berlaku label: (1) maksimum tiga bulan dari selesai uji atau empat bulan dari tanggal panen, dan (2) bila dengan perlakuan cold

storage, atau perlakuan yang dapat mempertahankan mutu benih, maksimum enam bulan

dari tanggal selesai uji atau tujuh bulan dari tanggal panen.

KESIMPULAN

1. Ketersediaan benih varietas unggul kedelai bersertifikat belum memenuhi kebutuhan dan jadwal tanam. Untuk itu, penangkar benih perlu dipilih yang mampu menerapkan teknologi produksi benih dan pelatihan bagi mereka sangat diperlukan.

2. Sistem jalur benih antarlapang dan musim dapat dikembangkan antaragroekosistem atau pola tanam yang berbeda dalam provinsi yang sama maupun antarprovinsi. Hal ini akan membantu penyediaan benih sumber kedelai, sehingga petani dapat memper-oleh benih bermutu secara mudah pada waktu yang dibutuhkan.

3. Teknologi penyimpanan benih kedelai belum berkembang secara merata. Teknologi karung super cocok untuk petani yang ingin menyimpan benih dengan kadar air kurang dari 14%. Karung kedap udara dan kedap air ini dapat digunakan sebagai pelapis karung penyimpanan benih dalam karung goni.

DAFTAR PUSTAKA

Agranoff, J. 2013. Pakar: Kedelai Indonesia Lebih Baik dari Impor. http://www.republika.co.id/ berita/nasional/umum/12/07/25/m7q0vk-pakar-kedelai-Indonesia-lebih-baik-dari-impor. Republika co.id. Jakarta, 2013, diakses 1 April 2014.

BPS, 2014. Luas panen, produksi, dan produktivitas kedelai di Indonesia, 1993–2013. http:// www.bps.go.id/tnmn_pgn.php?kat=3&id_subyek=53&notab=0.

Ditjentan, 2013a. Pedoman Pelaksanaan Sekolah Lapang Padi, Jagung, Kedelai, dan Kacang Tanah. Dirjen Tanaman Pangan. Kementerian Pertanian.

Ditjentan, 2013b. Pengembangan aneka kacang dan ubi. Dirjenderal Tanaman Pangan. Direktorat Perbenihan. 2013a. Data kondisi produsen benih tanaman pangan tahun 2013.

Dirjen Tanaman Pangan.

Direktorat Perbenihan. 2013b. Data kondisi penangkar benih tanaman pangan tahun 2013. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.

Erythrina, B. Hafif, dan Z. Zaini. 2005. Keragaan beberapa varietas kedelai di lahan kering ma-sam. Makalah Lokakarya Pengembangan Kedelai di Lahan sub-Optimal. Malang, 26 Juli

(9)

2005. 10 hlm.

Erythrina, 2008. Inovasi teknologi dan masalah pengembangan kedelai pada lahan kering masam. Pros. Simp. V Tanaman Pangan. Inovasi Teknologi Tanaman Pangan. Buku 3. Puslitbang Tanaman Pangan. Hlm. 657–663.

Fagi, A.M. dan A. Djulin 2013. Pengembangan sistem informasi produksi dan penyediaan benih kedelai. Unpublished. Usulan Policy Brief, Dirjen Sarana dan Prasarana Pertanian, Kementerian Pertanian. 17 hlm.

Harsono, A. 2008. Strategi pencapaian swasembada kedelai melalui perluasan areal tanam di lahan kering masam. Bul. Iptek Tan. Pangan 3(2):244–257.

Hilman, Y. 2005. Teknologi produksi kedelai di lahan kering masam. Makalah dalam Loka-karya Pengembangan Kedelai di Lahan sub-Optimal. Malang, 26 Juli 2005. 14 hlm. Jumakir dan A. Taufiq. 2010. Kajian teknologi budidaya dan kelayakan ekonomi usatani

kede-lai dengan pendekatan pengelolaan tanaman terpadu di lahan pasang surut jambi. Jurnal Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian 13(1):1–10.

Kartono, 2004. Teknik penyimpanan benih kedelai varietas wilis pada kadar air dan suhu pe-nyimpanan yang berbeda. Bull. Teknik Pertanian 9(2):79–82.

Klau Berek, A., B. Radjagukguk, and A. Maas. 1995. The effect of different organic mate-rials on the alleviation of Al toxicity in soybean on a red-yellow podzolic soil. Plant Soil Sci. 64:579–584.

Martani, E., S. Margino, D. Indradewa, and A. Supriyo. 2011. Isolation and Selection of Rhizobium Tolerant to Pesticides and Aluminum from Acid Soils in Indonesia. J Trop Soils 16 (1): 47–54.

Marwoto, 2011. Inovasi teknologi produksi kedelai dan dukungan kebijakan menuju swa-sembada. Dalam Policy Brief. Inovasi Teknologi dan Kelembagaan Pertanian. Badan Litbang Pertanian. Hlm 35–42.

Nurasa, T. 2010. Usahatani kedelai peserta SLPTT berdasarkan agroekosistem lahan kering, lahan sawah irigasi dan lahan sawah tadah hujan. Laporan Hasil Penelitian. Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Hlm 103–120.

Purwanti, S. 2004. Kajian suhu ruang simpan terhadap kualitas benih kedelai hitam dan kede-lai kuning. Ilmu Pertanian 11(1): 22–31.

Puslitbangtan, 2009. Karung Super IRRI. Penyimpan benih/gabah. Puslitbang Tan. Pangan. Rinaldi. 2003. Pengaruh metoda penyimpanan terhadap viabilitas dan vigor benoh kedelai

Jurnal Agronomi 8(2): 95–98.

Roja, A. 2006. Pengelolaan tanaman kedelai di lahan kering masam. Jurnal Ilmiah Tambua, 5(3): 281–287. Saleh, N. 2008. Penggunaan benih sehat sebagai sarana utama optimasi pencapaian

produk-tivitas kedelai. Bul. Iptek Tan. Pangan 3(2): 229–243.

Sumarno, D.M. Arsyad dan I. Manwan. 1990. Teknologi usahatani kedelai. Dalam Pengem-bangan Kedelai. Risalah Lokakarya, Bogor 13 Desember 1990. Hlm 23–53.

DISKUSI

Pertanyaan: (Lermansius Haloho, BPTP Medan): Fakta di petani ada kalanya produksi benih berlebih. Kedelai harus didistribusikan ke mana dan bagaimana solusinya?

Jawaban:

• Apabila produksi benih di petani berlebih, petani harus mencari informasi di kabupaten/wilayah mana lokasi pertanaman kedelai

• BPTP hendaknya memberikan pelatihan kepada petani mengenai teknologi penyimpanan benih kedelai.

Gambar

Gambar 1. Luas panen, produksi, dan produktivitas kedelai di Indonesia, 1993–2013 (BPS 2014)
Tabel 1. Jumlah produsen dan penangkar benih kedelai, di beberapa sentra produksi di Indonesia,  2013
Gambar 2. Kebutuhan benih kedelai menurut rencana luas tanam dibanding   ketersediaan benih, tahun 2013
Gambar 3. Jalur benih antarlapang dan musim untuk pengadaan/penyediaan benih kedelai   bermutu (Sumarno et
+2

Referensi

Dokumen terkait

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jarak tanam pada sistem tumpang sari nyata meningkatkan jumlah tongkol pertanaman, bobot kering akar dan tajuk jagung, tinggi tanaman

Terjadinya peningkatan produksi yang besar pada tahun 1999, tidak terlepas dari lahan yang ditanami kedelai memiliki luasan terbesar seiring dengan berkurangnya

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jarak tanam pada sistem tumpang sari nyata meningkatkan jumlah tongkol pertanaman, bobot kering akar dan tajuk jagung, tinggi tanaman

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa jarak tanam pada sistem tumpang sari nyata meningkatkan jumlah tongkol pertanaman, bobot kering akar dan tajuk jagung, tinggi tanaman

Penelitian tumpang sari jagung dan kedelai telah banyak dilaporkan, pengaturan jarak tanam dengan kepadatan populasi yang lebih rendah meningkatkan hasil berat kering dan indeks

Menurut Sukmawati (2011), dalam menyikapi keterbatasan lahan produktif perlu dilaksanakan pengembangan teknologi budidaya kede- lai pada lahan kering marginal yang selama ini