• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN A B C

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HASIL DAN PEMBAHASAN A B C"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tahap I: Seleksi Limbah Organik sebagai Media Tumbuh

A. niger mampu tumbuh pada semua media. Pertumbuhan spora dan propagul ditandai dengan terbentunya koloni setelah ditumbuhkan pada media PDA. Koloni yang terbentuk dari masing-masing media menunjukkan hasil yang berbeda-beda (Gambar 2).

A B C

D E F

Gambar 2 Koloni A. niger yang tumbuh pada PDA dari inokulum basah umur 40 hari. Media tongkol jagung (A), gedebog pisang (B), jerami padi (C),

sampah pasar (D), batang sorgum (E), dan biji jagung (F) yang sudah diencerkan 10-6

Sampai hari ketiga koloni A. niger berwarna putih hingga kuning. Setelah hari keempat, terbentuk konidiofor yang lebat yang berwarna coklat tua hingga hitam, dan terbentuknya kepala konidia yang berwarna hitam.

Pertumbuhan terbesar terjadi pada media biji jagung pecah dan disusul berturut-turut adalah sampah pasar, batang sorgum, gedebog pisang, tongkol jagung dan pertumbuhan terkecil pada jerami padi. Variasi pertumbuhan A. niger ditandai dengan jumlah spora dan jumlah propagul yang berbeda-beda (Tabel 1 dan 2).

(2)

Tabel 1 Jumlah spora yang terbentuk dari berbagai media

Jumlah Spora tiap Gram Media (103)

No Media

20 hari 40 hari 60 hari

1 Tongkol jagung 29 + 2,9 b 41 + 2,1 b 44 + 1,5 ab 2 Gedebog pisang 33 + 1,5 b 43 + 1,5 b 47 + 1,6 ab 3 Jerami padi 14 + 1,5 a 17 + 1,9 a 20 + 2,1 a 4 Sampah pasar 56 + 1,1 c 67 + 2,2 c 71 + 2,2 c 5 Batang sorgum 51 + 2,3 c 57 + 3,0 bc 60 + 1,9 c 6 Biji jagung pecah 304 + 24,4 d 317+ 24,9 d 320 + 26,4 d Ket: Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P< 0.05. (+) menunjukkan besaran standar error.

Tabel 2 Jumlah propagul yang terbentuk dari berbagai media

Jumlah Propagul tiap Gram Media (105)

No Media

20 hari 40 hari 60 hari

1 Tongkol jagung 19 + 0,3 b 25 + 1,2 b 26 + 2,0 b 2 Gedebog pisang 22 + 1,2 b 28 + 4,3 bc 29 + 2,4 b 3 Jerami padi 11 + 1,8 a 13 + 1,2 a 14 + 2,0 a 4 Sampah pasar 30 + 1,8 c 35 + 2,6 c 39 + 3,1 c 5 Batang sorgum 27 + 1,5 c 30 + 3,4 bc 32 + 2,6 bc 6 Biji jagung pecah 110 + 1,0 d 112 + 3,0 d 113 + 1,5 d Ket: Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P< 0.05. (+) menunjukkan besaran standar error.

Pada 20 hari pertama jumlah spora menunjukkan angka yang cukup besar. Jumlah ini meningkat pada umur 40 hari dan 60 hari. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah spora meningkat seiring dengan bertambahnya waktu inkubasi. Hal yang sama terjadi pada jumlah propagul. Meskipun jumlah spora dan propagul mengalami peningkatan tetapi kecepatan pertumbuhannya semakin menurun.

Kecepatan pertumbuhan A. niger pada semua media organik padat menunjukkan angka yang berbeda-beda. Meskipun kecepatan pertumbuhannya berbeda-beda tetapi pola pertumbuhan A. niger pada masing-masing media organik padat relatif sama. Pada dua puluh hari pertama pertumbuhan A. niger paling cepat, pada dua puluh hari kedua pertumbuhan A. niger semakin lambat

(3)

dan semakin lambat lagi pada dua puluh hari ketiga. Kecepatan pertumbuhan menurun seiring dengan berkurangnya bahan-bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan. Pada akhirnya pertumbuhan bisa berhenti jika bahan-bahan yang diperlukan untuk pertumbuhan habis.

Setelah diberi perlakuan pengeringan di dalam oven pada suhu 400C selama 3 hari, jumlah spora dan propagul dari berbagai media menunjukkan angka yang berbeda-beda (Tabel 3 dan 4).

Tabel 3 Jumlah spora yang terbentuk dari berbagai media setelah perlakuan pengeringan

Jumlah Spora tiap Gram Media (103)

No Media

20 hari 40 hari 60 hari

1 Tongkol jagung 43 + 1,1 bc 58 + 3,9 b 67 + 0,7 b 2 Gedebog pisang 48 + 0,8 b 62 + 1,1 b 69 + 1,1 b 3 Jerami padi 19 + 1,6 a 23 + 1,0 a 27 + 0,7 a 4 Sampah pasar 97 + 2,2 c 115 + 3,0 c 121 + 1,5 c 5 Batang sorgum 89 + 1,9 c 100 + 1,3 c 102 + 0,9 c 6 Biji jagung pecah 535 + 20,2 d 550 + 12,6 d 555 + 18,0 d Ket: Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P< 0.05. (+) menunjukkan besaran standar error.

Tabel 4 Jumlah propagul yang terbentuk dari berbagai media setelah perlakuan pengeringan

Jumlah Propagul tiap Gram Media (105)

No Media

20 hari 40 hari 60 hari

1 Tongkol jagung 21 + 2,0 b 27 + 2,0 b 28 + 1,7 b 2 Gedebog pisang 25 + 2,4 bc 32 + 2,8 bc 33 + 2,6 b 3 Jerami padi 12 + 1,5 a 14 + 1,2 a 16 + 1,2 a 4 Sampah pasar 36 + 2,1 d 41 + 1,7 c 43 + 2,3 c 5 Batang sorgum 31 + 4,1 cd 34 + 3,7 bc 35 + 2,0 bc 6 Biji jagung pecah 136 + 3,2 e 138 + 3,9 d 139 + 4,0 d Ket: Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata

berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P< 0.05. (+) menunjukkan besaran standar error.

(4)

Biji jagung merupakan media yang paling mudah dimanfaatkan untuk pertumbuhan A. niger karena media ini mempunyai kandungan gizi paling lengkap. Biji jagung mempunyai kandungan karbohidrat yang tinggi, 73,7% dan protein 9,2% (Koswara 1987). Selain itu meskipun setiap media organik padat lainnya sudah dirajang, namun media biji jagung adalah media yang paling kecil ukurannya, sehingga proses penguraiannya juga paling mudah. Menurut Gaur (1981), proses dekomposisi dapat dipercepat dengan mengecilkan ukuran bahan-bahan organik sehingga luas permukaan kontak lebih tinggi dan menjadi lebih peka terhadap aktivitas mikrobiologis.

Sampah pasar merupakan media yang memberikan pertumbuhan terbaik dibandingkan dengan sampah organik padat hasil pertanian lainnya. Sampah pasar organik terdiri dari sisa-sisa dedaunan, sayur-sayuran dan buah-buahan sehingga mudah teruraikan dan menyediakan bahan organik yang siap digunakan oleh A. niger.

Kandungan kimiawi batang sorgum menunjukkan kandungan nutrisi yang tinggi yang terutama berupa karbohidrat. Selain protein dan lemak terdapat zat-zat lain. Kandungan kimiawi yang terdapat pada batang sorgum dapat memberikan pertumbuhan spora A. niger yang baik setelah biji jagung dan sampah pasar.

Gedebog pisang tergolong sampah pertanian yang agak sulit diuraikan. Kandungan bahan organik pun kurang mendukung untuk pertumbuhan A.niger. Gedebog pisang mempunyai kandungan karbohidrat, protein dan mineral. Karbohidrat yang terdapat pada gedebog pisang selain terdiri atas pati sebesar 5,07% juga terdiri dari karbohidrat kompleks lainnya seperti selulosa, hemiselulosa dan lainnya (Ekawati 1993). Kandungan karbohidrat kompleks ini harus diuraikan dulu sebelum diserap ke dalam sel dengan menggunakan beberapa enzim ekstraseluler, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama.

Tongkol jagung memiliki kandungan karbohidrat yang berupa selulosa dan hemiselulosa, serta lignin (Koswara 1987). Karbohidrat ini harus dipecah dahulu sebelum diserap ke dalam sel. Selain itu tongkol jagung merupakan sampah pertanian yang paling keras. Meskipun sebelumnya tongkol jagung direndam dan direbus tetapi tongkol jagung paling sulit untuk dihancurkan. Ukuran sampah tongkol jagung meskipun tidak panjang tetapi ukurannya persegi maka luas

(5)

permukaannya juga lebih sempit. Hal ini berbeda dengan sampah lainnya dalam hal luas permukaan. Kondisi seperti ini membuat tongkol jagung lebih sulit dimanfaatkan untuk pertumbuhan A. niger.

Jerami padi merupakan sampah pertanian yang memberikan pertumbuhan A. niger paling lambat. Jerami padi memiliki kandungan zat gizi yang minim, kandungan protein yang sedikit, dan daya cernanya rendah. Jerami memiliki kandungan lignin, selulosa, dan silika yang merupakan faktor penyebab rendahnya daya urai sampah ini. Lignin merupakan zat kompleks yang tidak mudah hancur. Selulosa adalah suatu polisakarida yang mempunyai formula umum seperti pati. Silika terdapat sebagian besar dalam dinding sel dan bagian-bagian keras dari tumbuh-tumbuhan (Akmal 1994). Lignin, selulosa dan silika adalah karbohidrat kompleks yang tidak bisa langsung diserap ke dalam sel tetapi harus diuraikan dulu menjadi bentuk yang lebih sederhana.

Perbedaan angka pertumbuhan A. niger pada masing-masing media menunjukkan bahwa karakteristik masing-masing media berbeda-beda, termasuk kemudahan penguraiannya. A. niger dalam pertumbuhannya memanfaatkan zat makanan yang telah tersedia, molekul sederhana yang terdapat di sekeliling hifa bisa langsung diserap sedangkan molekul yang lebih kompleks harus diuraikan dahulu sebelum diserap ke dalam sel. Bahan organik dari media digunakan oleh A. niger untuk aktivitas transport molekul, pemeliharaan struktur sel dan mobilitas sel (Frazier & Wetshoff 1981).

Menurut Obeng dan Wright (1987) proses penguraian sampah (dekomposisi) dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu 1) tahapan dalam proses dekomposisi, 2) suhu , 3) komposisi bahan, 4) ukuran partikel, dan 5) kandungan air. Faktor lain yang berpengaruh terhadap dekomposisi ialah kualitas substrat organik, kondisi lingkungan, sifat kimia substrat, dan aktivitas mikroorganismenya (Haraguchi et al. 2002).

Menurut Dalzell et al (1987), standar rasio C/N untuk kompos optimum ialah 25-35:1. Sedangkan menurut Burges (1998), keberhasilan sporulasi cendawan pada media secara optimum terjadi pada rasio C/N 30:1. Berdasarkan standar tersebut maka media yang memiliki rasio C/N terdekat dengan rasio C/N standar ialah sampah organik pasar (13-26:1), berikutnya berturut turut ialah

(6)

gedebog pisang, biji jagung, batang sorgum, jerami padi, dan tongkol jagung (Lampiran 12).

Meskipun rasio C/N merupakan salah satu parameter utama yang digunakan untuk menentukan kualitas bahan yang didekomposisi (media) tetapi urutan besarnya rasio C/N tidak selalu sinergis dengan jumlah spora dan propagul yang tumbuh dari media tersebut. Sehingga rasio C/N pada fase padat tidak dapat digunakan sebagai indikator mutlak dikarenakan adanya variasi yang mempengaruhi pengomposan tersebut, seperti komposisi substrat yang didegradasikan (Abdelhamid et al. 2004). Akan tetapi rasio C/N sampah organik pasar berada pada posisi rasio C/N yang direkomendasikan.

Jumlah spora dan propagul berbeda selama pengamatan. Perbedaan ini disebabkan karena spora merupakan salah satu struktur reproduktif aseksual cendawan, sedangkan propagul meliputi struktur reproduktif dan struktur somatik cendawan. Propagul bisa berasal dari spora, bisa pula berasal dari bagian lain, misalnya hifa, miselium atau bagian lainnya.

Setelah diberi perlakuan pengeringan, jumlah spora maupun jumlah propagul tampaknya lebih besar dibandingkan dengan hitungan inokulum basah. Setelah dikonversi dengan penurunan kadar air yang terjadi pada masing-masing media organik padat, jumlah spora dan jumlah propagul setelah perlakuan pengeringan terjadi penurunan (Tabel 5 dan 6).

Tabel 5 Penurunan jumlah spora setelah perlakuan pengeringan

Penurunan Jumlah Spora (%)

No Media

20 hari 40 hari 60 hari Rerata

1 Tongkol jagung 7,5 6,2 7,3 7,0

2 Gedebog pisang 5,9 6,0 6,3 6,1

3 Jerami padi 5,5 5,5 5,6 5,5

4 Sampah pasar 2,4 1,9 2,6 2,3

5 Batang sorgum 3,6 2,5 2,5 2,9

(7)

Tabel 6 Penurunan jumlah propagul setelah perlakuan pengeringan

Penuruan Jumlah Propagul (%)

No Media

20 hari 40 hari 60 hari Rerata

1 Tongkol jagung 20,6 19,6 17,8 19,3

2 Gedebog pisang 16,3 12,2 13,2 13,9

3 Jerami padi 18,6 13,5 16,9 16,3

4 Sampah pasar 13,3 12,7 12,2 12,7

5 Batang sorgum 14,8 16,5 15,5 15,6

6 Biji jagung pecah 12,6 12,7 12,5 12,6

Penurunan jumlah spora pada masing-masing media bervariasi, rata-rata 4,3%. Penurunan ini disebabkan karena ada kerusakan spora akibat proses pengeringan. Spora pada cendawan merupakan alat perkembangbiakan, bukan alat pertahanan diri dalam menghadapi kondisi yang tidak menguntungkan. Sedangkan penurunan jumlah propagul rata-rata 15%. Penurunan jumlah propagul lebih besar dibandingkan dengan penurunan jumlah spora. Hal ini diduga bahwa proses pengeringan mempunyai pengaruh lebih besar terhadap viabilitas miselia dibandingkan dengan spora. Menurut Pitt dan Hocking (1997) A. niger tumbuh optimum pada suhu 35-370C, suhu minimum 6-80C dan maksimum 45-470C. Pada perlakuan pengeringan dengan suhu 400C selama 3 hari sebagian besar propagul A. niger masih bertahan hidup.

Berdasarkan jumlah spora dan propagul dari masing-masing media organik padat limbah pertanian maka media yang dapat memberikan pertumbuhan paling baik ialah sampah organik pasar.

(8)

Tahap II: Pengujian Kualitas Inokulum pada Media Karier Terpilih

Daya Simpan

Setelah terpilih media yang memberikan pertumbuhan A. niger terbaik, yaitu sampah pasar maka pada tahap selanjutnya ialah uji daya simpan inokulum pada media karier terpilih pada suhu ruang selama 3 bulan. Parameter yang digunakan adalah jumlah spora dan propagul dan kolonisasi pada akar tanaman yang diuji pada 0, 1, 2, dan 3 bulan penyimpanan serta respon tumbuhnya.

Jumlah spora dan propagul dalam waktu simpan 0, 1, 2, dan 3 bulan tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan, meskipun mengalami penurunan (Tabel 7 dan 8). Hal ini adalah sesuai fungsi karier, yaitu untuk membawa dan mempertahankan kondisi inokulum. Menutut Burges (1998), karier adalah agen pembawa yang dapat memperlama masa tumbuh suatu inokulum dan kemampuan hidup suatu inokulum juga tergantung pada media karier yang membawanya.

Tabel 7 Jumlah spora yang terbentuk pada berbagai umur media karier Jumlah Spora tiap Gram (103)

No Media Karier

0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 1 Biji jagung + A. niger 552b 542b 522b 515b

2 Biji jagung 64a 59a 57a 55a

3 Sampah pasar + A. niger 962c 960c 945c 940c

4 Sampah pasar 589b 584b 575b 559b

Ket: Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P< 0.05.

Tabel 8 Jumlah propagul yang terbentuk pada berbagai umur media karier

Jumlah Propagul tiap Gram (106)

No Media Karier

0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 1 Biji jagung + A. niger 14 b 14 b 13 b 13 b

2 Biji jagung 3 a 2 a 1 a 1 a

3 Sampah pasar + A. niger 24 c 23 c 22 c 19 c

4 Sampah pasar 16 b 16 b 15 b 14 b

Ket: Angka dalam kolom yang sama yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P< 0.05.

(9)

Pada media karier biji jagung dan sampah pasar tanpa inokulasi (media karier nomor 2 dan 4) ternyata ditemukan adanya spora dan tentunya propagul. Namun dalam pengamatan lebih cermat, spora pada media karier tersebut berbeda dengan spora pada media karier yang diberi inokulum A. niger. Propagul yang sengaja dibiarkan lebih lama juga menunjukkan bahwa propagul pada media karier yang diberi inokulum berbeda dengan propagul pada media karier yang tidak diberi inokulum A. niger.

Spora pada media yang diberi inokulum berwarna hitam lebih gelap (Gambar 3A), sedangkan pada media karier tanpa inokulum lebih terang dan tampak kehijauan (Gambar 3B). Propagul yang tumbuh pada media karier yang diberi inokulum tampak hitam gelap (Gambar 4A), sedangkan pada media karier tanpa inokulum propagulnya berwarna hijau kekuningan (Gambar 4B). Spora ini dimungkinkan berasal dari sisa spora yang tidak mati saat media disterilkan.

A B

Gambar 3 Spora cendawan pada media karier perlakuan (A) dan kontrol (B)

A B

Gambar 4 Koloni cendawan pada media karier perlakuan (A) dan kontrol (B)

(10)

Di samping perhitungan jumlah spora dan propagul, pengamatan terhadap karier dilakukan terhadap penampakan fisik. Semua karier dari perlakuan sejak 0 bulan sampai 3 bulan dalam bentuk serbuk tidak mengalami perubahan (Gambar 5 dan Lampiran 6). Karakteristik warna, ukuran, tekstur dan aroma dari semua karier yang diuji tetap sama. Kondisi ini berkaitan dengan kondisi penyimpanan. Penyimpanan media karier dilaksanakan dalam kondisi sebagai serbuk kering. Menurut Burges (1998), penyimpanan media karier terbaik dalam kondisi sebagai serbuk. Rendahnya kadar air dapat mengurangi aktivitas metabolisme cendawan sehingga tetap dapat hidup dalam kondisi dorman dan aktivitas inokulum pada masing-masing media karier tetap dapat dikendalikan.

(A) 1 2 3 4

(B) 1 2 3 4

Gambar 5 Penampilan media karier umur simpan 0 dan 3 bulan. (A) umur karier 0 bulan, (B) umur karier 3 bulan. 1. biji jagung + A. niger, 2. biji jagung, 3. sampah pasar + A. niger, 4. sampah pasar

Kolonisasi

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa proses kolonisasi dapat terjadi pada semua macam dan umur media perlakuan. Kolonisasi pada tanaman jagung lebih besar daripada tanaman padi. Hal ini diduga karena luas permukaan akar tanaman jagung lebih besar dibandingkan dengan tanaman padi.

(11)

Kemampuan kolonisasi dari media karier yang diinokulasi A. niger lebih besar secara signifikan dibandingkan dengan yang tidak diinokulasi sejak karier berumur 0 sampai 3 bulan baik pada tanaman padi maupun pada tanaman jagung. Kemampuan kolonisasi A. niger pada media karier sejak berumur 0 sampai 2 bulan meskipun mengalami penurunan tetapi tidak berbeda secara signifikan. Kemampuan kolonisasi menurun secara signifikan terjadi pada media karier umur 3 bulan baik pada tanaman padi maupun pada tanaman jagung (Tabel 9 dan 10). Meskipun demikian kemampuan kolonisasi pada umur 3 bulan penyimpanan masih memberikan respon tumbuh yang baik.

Tabel 9 Persentase kolonisasi A. niger pada tanaman padi

Persentase Kolonisasi pada Padi (%)

No Media Karier

0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 1 Biji jagung + A. niger

43de 36d 32d 22b

2 Biji jagung*

8b 8b 4a 3a

3 Sampah pasar + A. niger

59e 49e 41de 34d

4 Sampah pasar*

21c 13c 10b 7b

5 Kontrol (hanya pasir steril)

- 0a 0a 0a

Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P< 0.05. * struktur kolonisasi berbeda dengan A. niger

Tabel 10 Persentase kolonisasi A. niger pada tanaman jagung

Persentase Kolonisasi pada Jagung (%)

No Media Karier

0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 1 Biji jagung + A. niger

49d 43d 36d 28c

2 Biji jagung*

12b 8b 7b 4a

3 Sampah pasar + A. niger

64e 52e 42de 32c

4 Sampah pasar*

31c 20c 13c 10b

5 Kontrol (hanya pasir steril)

- 0a 0a 0a

Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P< 0.05. * struktur kolonisasi berbeda dengan A. niger

(12)

Selain dilakukan perhitungan persentase kolonisasi, dilakukan pula pengukuran terhadap panjang kolonisasi. Pengukuran panjang kolonisasi dilakukan dengan mengkonversi seluruh jumlah akar terhadap sejumlah akar yang terukur (Tabel 11 dan 12).

Tabel 11 Panjang kolonisasi pada tanaman padi

Panjang Kolonisasi pada Padi (cm)

No Media Karier

0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 1 Biji jagung + A. niger

865d 560c 359b 241b

2 Biji jagung*

156a 112a 48a 29a

3 Sampah pasar + A. niger

2317d 1517d 979d 652c 4 Sampah pasar*

814d 504c 387b 271b

5 Kontrol (hanya pasir steril)

- 0a 0a 0a

Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P< 0.05. * struktur kolonisasi berbeda dengan A. niger

Tabel 12 Panjang kolonisasi pada tanaman jagung

Panjang Kolonisasi pada Jagung (cm)

No Media Karier

0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 1 Biji jagung + A. niger

3141c 2403c 1475c 1029c 2 Biji jagung*

757b 339a 259a 120a

3 Sampah pasar + A. niger

8614d 5627d 3889d 2891c 4 Sampah pasar*

1202c 775b 504b 388a

5 Kontrol (hanya pasir steril)

- 0a 0a 0a

Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P< 0.05. * struktur kolonisasi berbeda dengan A. niger

Secara umum proses kolonisasi cendawan pada akar tumbuhan diawali dengan perkecambahan propagul dan dilanjutkan pertumbuhan hifa. Dalam proses selanjutnya terjadi kontak antara hifa dengan permukaan akar inang yang akan menghasilkan apresorium kemudian terjadi penetrasi ke dalam jaringan akar dan membentuk hifa interseluler dan intraseluler serta hifa eksternal. Pembentukan struktur hifa lengkap untuk selanjutnya terjadi simbiosis yang fungsional (Bonfante & Perotto 1995).

(13)

Gambar 6 Struktur kolonisasi A. niger di dalam akar pada umur 6 minggu setelah inokulasi pada perbesaran 100 x. a. struktur hifa penetrasi, b. apresorium, c. hifa internal, d. hifa eksternal

Perbedaan kolonisasi (persentase dan panjang akar yang terkolonisasi) disebabkan karena berbagai hal. Dalam penelitian ini tentunya yang berpengaruh adalah kandungan kimiawi media karier, kondisi media tumbuh, jenis tanaman dan faktor miroorganismenya, yaitu kondisi A. niger baik dari segi jumlah maupun kondisi fisiologisnya. Sedangkan menurut Bendavid-Val et al. 1997, kolonisasi akar dapat dipengaruhi oleh suhu, cahaya, eksudat akar dan kondisi fisiologis propagul.

Suhu mempunyai pengaruh paling signifikan terhadap perkecambahan spora, pertumbuhan hifa, kolonisasi dan sporulasi dibanding dengan faktor-faktor lainnya. Suhu tinggi umumnya menghasilkan kolonisasi yang lebih tinggi. Kolonisasi miselium pada permukaan akar paling baik di antara 28-340C pada akar tumbuhan (Estaun, Camprubi & Calvet 1996).

Cahaya juga menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap kolonisasi Kolonisasi cendawan pada akar tanaman ramin jika anakan ramin disemaikan pada intensitas cahaya kurang dari 5.570 lux atau lebih dari 16.300 lux (Muin 2003).

Terjadinya proses kolonisasi dapat berubah-ubah menurut musim, tipe tanah, kandungan air tanah, konsentrasi P, komposisi komunitas dan spesies tumbuhan (Allosops 1998). Smith & Read (1997) menyatakan bahwa kolonisasi akar oleh cendawan dapat berasal dari tiga sumber inokulum yaitu spora, potongan akar yang terinfeksi dan hifa secara keseluruhan yang disebut propagul.

b

a

c

10 um 15 um

(14)

Senyawa seperti CO2, eksudat akar tumbuhan dan faktor lingkungan lainnya

dapat merangsang perkecambahan propagul cendawan. Eksudat akar tumbuhan inang berupa flavonoid dapat menstimulir perkecambahan spora dan pertumbuhan hifa (Giovanneti et al. 1993). Isoflavon dapat menginduksi pertumbuhan hifa, percabangan, dan diferensiasi serta penetrasi sel ke inang. Propagul cendawan akan berkecambah pada saat spora, molekul lipid, protein, glikogen, yang terkandung di dalam spora terhidrolisis membentuk senyawa yang kaya akan energi, sehingga dapat digunakan untuk aktivitas metabolisme dan sintesis DNA (Becard et al. 1995).

Penetrasi cendawan ke jaringan inang dilakukan oleh apresorium yang menekan jaringan akar yang diinfeksi. Tekanan mekanis tersebut menyebabkan cendawan mampu menembus sel khususnya melalui pembentukan hifa penetrasi. Melanin merupakan salah satu komponen yang berperan penting dalam meningkatkan tekanan hidrostatik. Tekanan hidrostatik komponen dinding sel tersebut disebabkan karena melanin menangkap cairan dalam apresoria sehingga menyebabkan terjadinya peningkatan gradien osmosis dan penyerapan air (Bonfante & Perotto 1995). Pembentukan apresorium dapat dianggap sebagai tanda keberhasilan cendawan menginfeksi inangnya, seperti halnya cendawan patogen membentuk haustorium menginfeksi inangnya.

Pertumbuhan dan perkembangan hifa ekternal sangat berbeda-beda bergantung pada jenis tanah, tumbuhan dan cendawannya. Pada beberapa kasus, pertumbuhan cendawan dalam tanah dapat mencapai 80 sampai 134 kali panjang akar yang dapat dikolonisasinya. Selain itu cendawan dapat pula tampak kurang berkembang (Bonfante & Fosolo 1984). Ditinjau dari morfologinya, hifa eksternal ini dapat tumbuh dan menuju ke permukaan akar untuk membentuk unit kolonisasi.

(15)

Selain dapat meningkatkan hampir semua pertumbuhan tanaman yang diuji, pengaruh inokulasi A. niger dapat juga terlihat dari keadaan tanaman yang sehat, dan mempunyai daun yang lebih hijau (Khastini 2007). Penelitian yang dilakukan Zulfitri (2007) menunjukkan pengaruh inokulasi A. niger pada tanaman jarak dapat meningkatkan jumlah klorofil tanaman tersebut secara signifikan dibandingkan dengan perlakuan kontrol dan perlakuan inokulasi mikoriza. Kandungan klorofil yang tinggi pada tanaman memungkinkan tanaman dapat melakukan fotosintesis secara maksimal sehingga asimilat yang dihasilkan dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman tersebut.

Proses kolonisasi A. niger pada akar tanaman berlangsung secara intraseluler, sedangkan pada cendawan mikoriza arbuskula berlangsung secara interseluler maupun intraseluler (Khastini 2007). Penelitian yang dilakukan oleh Varma et al. (1998) menunjukkan bahwa cendawan mutualistik akar Piriformospora indica juga mebentuk koloni pada akar secara interseluler. Hal yang sama juga terjadi pada A. niger (Sukarno, komunikasi pribadi).

Pada penelitian ini pengukuran kolonisasi dilakukan dengan menggunakan metode double staining, yaitu vital staining dengan NBT dan nonvital stainning dengan asam fuchsin. Dengan metode ini dapat diketahui bahwa A. niger yang membentuk koloni pada akar sebagian besar dalam keadaaan aktif. Besarnya kolonisasi hidup terjadi sampai umur simpan media karier 3 bulan. Kolonisasi A. niger yang mati berkisar di bawah 20%. Meskipun daya kolonisasi yang terjadi mengalami penurunan, tetapi kemampuan hidup A. niger setelah terjadinya kolonisasi tetap tinggi (Tabel 13 dan 14).

Tabel 13 Persentase kolonisasi mati A. niger pada tanaman padi

Persentase Kolonisasi dengan Pewarna Asam Fuchsin (%)

No Media Karier

0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 1 Biji jagung + A. niger 11b 14c 13c 18d

2 Biji jagung* 13c 13c 0a 0a

3 Sampah pasar + A. niger 9b 13c 13c 9b

4 Sampah pasar* 15c 18d 10b 13c

Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P< 0.05. * struktur kolonisasi berbeda dengan A. niger

(16)

Tabel 14 Persentase kolonisasi mati A. niger pada tanaman jagung

Persentase Kolonisasi dengan Pewarna Asam Fuchsin (%)

No Media Karier

0 bulan 1 bulan 2 bulan 3 bulan 1 Biji jagung + A. niger 13cd 12c 11c 15d

2 Biji jagung* 18d 13cd 17d 0a

3 Sampah pasar + A. niger 9b 12c 10b 14d

4 Sampah pasar* 10b 11c 17d 11c

Ket: Angka dalam kolom yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji jarak berganda Duncan, P< 0.05. * struktur kolonisasi berbeda dengan A. niger

Pada penelitian ini, proses kolonisasi dapat berlangsung secara intensif baik pada tanaman padi maupun pada tanaman jagung. Pada minggu keenam pada tanaman yang diberi inokulum A. niger, respon tumbuhnya tampak lebih baik dibanding dengan tanaman tanpa inokulum. Pada tanaman dengan media sampah pasar memberikan pertumbuhan yang lebih baik dibanding dengan biji jagung. Pada tanaman dengan media karier sampah + A. niger menunjukkan respon tumbuh yang lebih baik dibandingkan dengan media karier lainnya maupun dengan kontrol, meskipun belum tampak berbeda secara signifikan. Namun, pengaruh media organik sampah pasar lebih besar dibandingkan dengan pengaruh inokulum A. niger (Gambar 7 dan 8). Hal ini diduga karena sampah pasar memiliki kandungan zat organik yang sudah siap dipakai, misalnya rasio C/N. Besarnya rasio C/N sampah pasar ialah 13-26:1, sedangkan rasio C/N biji jagung 38-50:1.

(17)

A B C D E

Gambar 7 Pertumbuhan tanaman padi pada berbagai media karier dengan umur simpan satu bulan pada umur tanaman 6 minggu setelah inokulasi. A. biji jagung + A. niger, B. biji jagung, C. sampah pasar + A.niger, D. sampah pasar, E. kontrol (hanya pasir steril)

A B C D E

Gambar 8 Pertumbuhan tanaman jagung pada berbagai media karier dengan umur simpan satu bulan pada umur tanaman 6 minggu setelah inokulasi. A. biji jagung + A. niger, B. biji jagung, C. sampah pasar + A. niger, D. sampah pasar, E. kontrol (hanya pasir steril)

(18)

Kolonisasi merupakan awal dari simbiosis. Pada penelitian ini meskipun sudah ada kolonisasi tetapi belum sampai terjadi simbiosis yang fungsional. Simbiosis ini memberi keuntungan bagi tanaman, di antaranya membran cendawan merupakan bagian yang penting karena pada membran ini terjadi transfer dua arah antara tumbuhan dan cendawan. Pelekukan membran perifungi menunjukkan adanya aktivitas H+/ATPase, jadi kemungkinan membran di sekitar cendawan (perifungi) sangat berperan untuk transpor hara (Bonfante & Perotto 1995). Adanya hifa eksternal memungkinkan tumbuhan mengeksploitasi volume tanah lebih besar, tipisnya hifa lebih cocok untuk mengatasi keterbatasan difusi P yang lambat dalam tanah. Selain itu hifa juga dapat menyerap air. Sehingga hifa eksternal dapat meningkatkan potensi sistem perakaran untuk mengabsorpsi unsur hara dan air (Friese & Allen 1991).

Pemberian inokulum A. niger dari berbagai karier memberikan respon tumbuh tanaman yang berbeda-beda. Secara keseluruhan pemberian inokulum A. niger dari karier sampah pasar memberi respon tumbuh yang paling baik pada tanaman padi (Gambar 9) dan tanaman jagung (Gambar 10).

(19)

Tinggi tajuk padi

0 20 40 60 80 0 1 2 3,

umur karier (bulan)

p a n ja n g ( c m )

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A.niger sampah pasar kontrol

Jumlah anakan padi

0 5 10 15

0 1 2 3,

umur karier (bulan)

ju m la h a n a k a n

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A. niger sampah pasar kontrol

A B

Berat basah tajuk padi

0 5 10 15 20 25 0 1 2 3,

umur karier (bulan)

b e ra t b a s a h ( g )

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A.niger sampah pasar kontrol

Berat kering tajuk padi

0 1 2 3 4 5 0 1 2 3,

umur karier (bulan)

b e ra t k e ri n g ( g )

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A.niger sampah pasar kontrol

C D

Berat basah akar padi

0 2 4 6 8 10 12 0 1 2 3,

umur karier (bulan)

b e ra t b a s a h ( g )

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A.niger sampah pasar kontrol

Berat kering akar padi

0 0.5 1 1.5 2 0 1 2 3,

umur karier (bulan)

b e ra t k e ri n g ( g )

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A.niger sampah pasar kontrol

E F

Panjang akar padi

0 5 10 15 20 25 30 0 1 2 3,

umur karier (bulan)

p a n ja n g a k a r (c m )

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A.niger sampah pasar kontrol

G

Gambar 9 Respon tumbuh tanaman padi pada umur 6 minggu setelah inokulasi A. niger pada berbagai macam media karier. A. tinggi tajuk, B. jumlah malai, C. berat basah tajuk, D. berat kering tajuk, E. berat basah akar, F. berat kering akar, G. panjang akar

(20)

Tinggi tajuk jagung

0 50 100 150

0 1 2 3,

umur karier (bulan)

p a n ja n g ( c m )

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A.niger sampah pasar kontrol

Jumlah daun jagung

0 5 10 15

0 1 2 3,

umur karier (bulan)

ju m la h d a u n

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A.niger sampah pasar kontrol

A B

Berat basah tajuk jagung

0 50 100 150

0 1 2 3,

umur karier (bulan)

b e ra t b a s a h ( g )

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A.niger sampah pasar kontrol

Berat kering tajuk jagung

0 5 10 15 20 0 1 2 3,

umur karier (bulan)

b e ra t k e ri n g ( g )

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A.niger sampah pasar kontrol

C D

Berat basah akar jagung

0 10 20 30 40 50 0 1 2 3,

umur karier (bulan)

b e ra t b a s a h ( g )

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A.niger sampah pasar kontrol

Berat kering akar jagung

0 2 4 6 8 0 1 2 3,

umur karier (bulan)

b e ra t k e ri n g ( g )

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A.niger sampah pasar kontrol

E F

Panjang akar jagung

0 10 20 30 40 50 60 0 1 2 3,

umur karier (bulan)

p a n ja n g a k a r (c m )

biji jagung + A.niger biji jagung sampah pasar + A.niger sampah pasar kontrol

G

Gambar 10 Respon tumbuh tanaman jagung pada umur 6 minggu setelah inokulasi A. niger pada berbagai macam media karier, A. tinggi tajuk, B. jumlah daun, C. berat basah tajuk, D. berat kering tajuk, E. berat basah akar, F. berat kering akar, G. panjang akar

Gambar

Gambar  2  Koloni  A.  niger  yang  tumbuh  pada  PDA  dari  inokulum  basah  umur        40 hari
Gambar 3  Spora cendawan pada media karier perlakuan (A) dan kontrol (B)
Gambar 5   Penampilan media karier umur simpan 0 dan 3 bulan. (A) umur karier  0  bulan,  (B)  umur  karier  3  bulan
Gambar 6    Struktur kolonisasi   A. niger  di dalam akar pada umur 6 minggu   setelah inokulasi pada perbesaran 100 x
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa limbah padat (sludge) pabrik kertas sebagai pupuk organik pada campuran media tanah dan pakis berpengaruh positif terhadap

Penggunaan blotong dari sisa pengolahan limbah gula dapat dimanfaatkan sebagai bahan media pertumbuhan jamur merang karena termasuk pupuk organik yang berupa bahan padat berwarna

Ada pengaruh pemberian pupuk organik cair dari limbah pasar terhadap pertumbuhan tanaman selada ( Lactuca sativa L ) dengan menggunakan media hidroponik, tetapi

Ada pengaruh pemberian pupuk organik cair dari limbah pasar terhadap pertumbuhan tanaman selada (Lactuca sativa L) dengan menggunakan media hidroponik, tetapi

Walaupun efisiensi pemanfaatan tidak berbeda nyata dengan suhu media pemeliharaan, tapi dari hasil yang ditunjukkan suhu 29°C (perlakuan C) merupakan suhu terbaik dalam

Uji Pupuk Organik Cair dari Limbah Pasar terhadap Pertumbuhan Tanaman Selada (Lactuca Sativa L.) dengan Media Hidroponik.. Seminar Nasional IX Pendidikan Biologi

Ada pengaruh pemberian pupuk organik cair dari limbah pasar terhadap pertumbuhan tanaman selada ( Lactuca sativa L ) dengan menggunakan media hidroponik, tetapi

Faktor peluang utama yang dimiliki oleh pertanian di Bogor adalah pangsa pasar produk pertanian yang cukup besar akibat dari banyaknya jumlah penduduk yang diikuti oleh