• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu langkah strategis dalam menunjang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. 1.1 Latar Belakang Masalah. Pariwisata merupakan salah satu langkah strategis dalam menunjang"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

1

1.1 Latar Belakang Masalah

Pariwisata merupakan salah satu langkah strategis dalam menunjang perekonomian negara dan masyarakatnya. Saat ini pariwisata dipercaya sebagai salah satu solusi yang tepat untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat. Dengan adanya kegiatan pariwisata, hal ini dapat mendukung bagi terciptanya lapangan kerja baru dan memberikan peluang serta kesempatan untuk masyarakat sekitar daerah wisata dengan berpartisipasi di dalamnya.

Partisipasi maupun keterlibatan langsung dari masyarakat merupakan aspek penting dalam pengembangan pariwisata di suatu daerah. Melalui keterlibatan tersebut, masyarakat akan memperoleh manfaat dari kegiatan pariwisata yang berkembang di daerahnya. Keterlibatan masyarakat dalam pengembangan pariwisata sangat besar pengaruhnya. Pada dasarnya pembangunan pariwisata tidak dapat dijauhkan dari sumber daya dan keunikan komunitas lokal, baik yang berupa elemen fisik maupun non fisik (tradisi dan budaya) serta menjadi unsur pendorong utama dari kegiatan wisata itu sendiri sehingga pariwisata dapa dilihat sebagai kegiatan yang berbasis pada komunitas setempat (Murphy dalam Sunaryo, 2013: 138).

Sesuai dengan pendapat tersebut, Kotagede adalah salah satu kawasan wisata di Yogyakarta yang masih menyimpan banyak peninggalan bersejarah terutama dilihat dari bangunan kuno yang masih ditinggalkan. Kotagede yang

(2)

terletak di ujung tenggara dari Kota Yogyakarta ini merupakan bekas pusat Kerajaan Mataram Islam yang didirikan oleh Sutawijaya putra dari Ki Ageng Pemanahan (Utomo dkk, 2005: 108). Suasana tradisional di Kotagede masih sangat nampak melalui kegiatan masyarakat dari berbagai komunitas yang tumbuh dan berkembang di Kotagede. Banyak sekali komunitas yang bersifat nonformal di Kotagede, atau lebih kepada kumpul-kumpul, baik dari bidang kesenian, budaya, sosial kemasyarakatan, olahraga, kepemudaan, religi dan lain-lainnya. Beberapa komunitas yang ada di Kotagede tersebut seperti Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede, Perpustakaan Heritage Kotagede, Sanggar Tari Sekar Mayang, Komunitas Batik Kajengan, Kelompok Kethoprak Prenggo Budoyo, dan lain sebagainya1.

Komunitas-komunitas tersebut memiliki fokus masing-masing sesuai ketertarikan bidang yang dilaksanakan selama ini. Misalnya seperti Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede yang mengadakan kegiatan jelajah pusaka bagi yang tertarik belajar dan mengetahui hal-hal tentang Kotagede. Selain itu, ada pula Perpustakaan Heritage Kotagede yang menyimpan berbagai buku lengkap tentang Kotagede. Masih satu area dengan Perpustakaan Heritage Kotagede, terdapat Sanggar Tari Sekar Mayang yang setiap minggunya belajar Tari Jawa Klasik Gaya Yogyakarta dan kreasi baru. Ada pula Komunitas Batik Kajengan yang

1

Hasil wawancara peneliti dengan Ibu Shinta Noor Kumala selaku Koordinator Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede pada Selasa, 10 Februari 2015.

(3)

memiliki kegiatan rutin setiap minggunya dengan membatik yang dilakukan oleh ibu-ibu sekitar. Batik yang dibuat biasanya berupa batik tulis dan batik jumputan2.

Jika dilihat dari kegiatan yang dilaksanakan, salah satu komunitas di Kotagede yang memiliki fokus pada pengembangan pariwisata dari sisi budaya dan arsitekturalnya adalah Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede. Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede (Kotagede Heritage Trail) adalah komunitas informal tidak berstruktur yang memiliki kegiatan khusus untuk mengatur permintaan-permintaan jelajah pusaka3 di Kotagede sebagai kota pusaka yang menarik untuk dijelajahi. Kegiatan jelajah pusaka yang dimulai pada tahun 1998 ini telah menarik banyak wisatawan baik dari kalangan akademik, instansi, maupun masyarakat umum yang memiliki ketertarikan khusus. Tujuan utama dari Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede memang bukan semata komersial, dalam artian hanya mengutamakan faktor ekonomi komunitas maupun warga, namun lebih kepada pembelajaran sejarah pusaka baik untuk wisatawan maupun warga Kotagede sendiri sebagai sebuah wilayah cagar budaya yang dilindungi.

Banyaknya bangunan kuno yang masih ditinggalkan tentunya menyadarkan masyarakat lokal untuk tetap menjaga dan melestarikan aset budaya yang telah ditinggalkan oleh leluhur. Upaya pelestarian tersebut tidak dapat

2

Batik Jumputan merupakan batik yang dibuat dengan cara ikat celup, diikat dengan tali lalu dicelup dengan warna. Batik ini tidak menggunakan malam tetapi kainnya diikat dan dikerut dengan tali. Diakses dari http://fitinline.com/article/read/batik-jumputan/# pada tanggal 20 Februari 2015 pukul 14.05 WIB.

3

Jelajah pusaka merupakan kegiatan menjelajahi atau jalan-jalan untuk mengenal warisan peninggalan sejarah di Kotagede yang dapat berguna untuk kegiatan pembelajaran, penambahan wawasan atau kegiatan berwisata dengan harapan selain memberikan pengalaman baru juga dapat menciptakan kesadaran untuk melestarikan pusaka dengan bijak (hasil wawancara peneliti dengan Ibu Shinta Noor Kumala, Koordinator Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede pada Selasa, 10 Februari 2015).

(4)

dilakukan tanpa adanya keterlibatan dari masyarakat lokal. Melalui Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede, penelitian ini dilakukan untuk mengetahui keterlibatan masyarakat lokal dalam upaya pengembangan wisata budaya di Kawasan Kotagede dari kegiatan wisata yang sudah dilakukan selama ini.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang terdapat pada latar belakang di atas, maka permasalahan penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Apa sajakah kegiatan Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede dalam upaya pengembangan wisata budaya di Kawasan Kotagede?

2. Bagaimanakah keterlibatan masyarakat dalam kegiatan Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede?

3. Apakah peran Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede dalam upaya pengembangan wisata budaya di Kotagede?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui bentuk-bentuk kegiatan Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede dalam upaya pengembangan wisata budaya di Kotagede.

2. Mengetahui keterlibatan masyarakat di dalam kegiatan Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede.

(5)

3. Mengetahui peran Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede dalam upaya pengembangan wisata budaya di Kotagede.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat memiliki manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat Teoretis

Hasil dari penelitian ini nantinya diharapkan dapat memberikan kontribusi akademis secara langsung di bidang ilmu pariwisata khususnya tentang analisis pengembangan pariwisata yang berbasis masyarakat sehingga dapat diketahui besarnya peran masyarakat sekitar daerah wisata dalam pengembangan pariwisatanya terutama wisata budaya yang ada di daerah terebut.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah sebagai bahan acuan bagi pemerintah dalam pengambilan kebijakan di bidang pengembangan sektor kepariwisataan, khususnya sektor pariwisata yang berbasis masyarakat. Selain itu, dapat dijadikan pedoman bagi pengelola Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede dalam pengembangan wisata budaya di Kawasan Kotagede.

1.5 Tinjauan Pustaka

Penelitian tentang Kawasan Kotagede serta yang berhubungan dengan topik penelitian ini sudah pernah dilakukan oleh peneliti-peneliti terdahulu. Salah

(6)

satunya adalah penelitian tentang peran pemerintah dalam upaya pelestarian dan perlindungan Kawasan Cagar Budaya Kotagede berdasarkan Undang-undang Cagar Budaya nomor 11 tahun 2010 yang pernah dilakukan oleh Hari Prasetyo (2014). Penelitian ini menemukan ada banyaknya kesesuaian program dan porsi pada masing-masing pemangku kepentingan dalam upaya pelestarian dan perlindungan Kawasan Cagar Budaya Kotagede yang dalam upaya pelestarian ini pemerintah telah berperan sebagai koordinator, regulator, dan dinamisator. Pemerintah berperan melalui peraturan-peraturan dan perundangan yang telah dikeluarkan, pemberian bimbingan, dan pengarahan secara intensif dan efektif kepada masyarakat. Selain itu juga sebagai fasilitator dalam berbagai pelaksanaan kegiatan pengelolaan dan pelestarian Kawasan Cagar Budaya Kotagede untuk menjembatani berbagai kepentingan masyarakat dan pemerintah dalam optimalisasi program maupun implementasi peraturan dan kebijakan.

Penelitian lain oleh Bobby Citra Octaviano (2013) tentang kualitas produk wisata arsitektural di Kawasan Kotagede Yogyakarta yang menghasilkan tiga temuan yaitu pertama, Kotagede memiliki keragaman daya tarik peninggalan budaya, namun citra kerajinan perak masih sangat diingat masyarakat daripada daya tarik arsitektural bangunan peninggalan budaya atau daya tarik lainnya. Kedua, berdasarkan penilaian dari masyarakat yang berlatar belakang pada dunia arsitektur, potensi bangunan-bangunan peninggalan budaya di Kotagede sangat unik dan menarik sebagai atraksi wisata, tetapi daya tarik wisata arsitektural tersebut kurang dikenal secara umum. Berdasarkan hal tersebut, perlu diadakan penelitian lebih lanjut mengenai kualitas produk wisata setempat, yang tidak

(7)

hanya membahas arsitektur sebagai daya tarik wisatanya saja tetapi juga sebagai atraksi yang didukung oleh faktor akses dan amenitas. Ketiga, berdasarkan penilaian dari narasumber dengan berbagai latar belakang yang berbeda menghasilkan penilaian rendahnya kualitas akses dan kelengkapan amenitas untuk menunjang atraksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Retno Ayu Kusumowati (2006) mengenai partisipasi masyarakat dalam pengembangan wisata desa di Desa Candirejo, Borobudur. Penelitian ini menghasilkan temuan bahwa pengembangan wisata desa yang dilakukan oleh pemerintah desa dipengaruhi oleh program-program pemerintah maupun non pemerintah, budaya masyarakat, SDM, potensi dan posisi wilayah serta peranan kepala desa dan pengelolaan wisata desa itu sendiri. Partisipasi yang cukup tinggi tergambar dengan sudah dikelolanya pengembangan wisata di Desa Candirejo oleh koperasi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa partisipasi masyarakat Desa Candirejo telah sampai pada tahap kontrol masyarakat, karena masyarakat telah bebas mengelola wisata desa lewat koperasi. Partisipasi masyarakat itu sendiri juga dipengaruhi oleh adanya perubahan Desa Candirejo menjadi desa tujuan wisata, persepsi masyarakat tentang desa wisata,

local resources, dan kebanggan menjadi warga Desa Candirejo.

Hasil penelitian Enggar Dwi Cahyo (2014) mengenai ruang partisipasi masyarakat dalam pengembangan Objek Wisata Pedesaan Dolan Ndeso di Dusun Jurang Depok, Desa Banjarasri, Kulon Progo memaparkan bahwa adanya ruang-ruang partisipasi masyarakat dalam perencanaan program, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan program. Ruang partisipasi warga yang paling besar

(8)

terdapat dalam pelaksanaan program, dengan melihat kondisi partisipasi warga pada ruang-ruang partisipasi yang tersedia di objek wisata pedesaan Dolan Ndeso, derajat partisipasi warga berada pada tahap pemberian informasi. Tahap ini belum dapat memberikan jaminan untuk kegiatan wisata yang bersinggungan langsung dengan warga dapat bertahan dalam waktu yang lama.

Perbedaan penelitian “Peran Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede Dalam Pengembangan Wisata Budaya di Kawasan Kotagede” dengan penelitian-penelitian di atas terletak pada fokus yang diteliti. Penelitian yang dilakukan oleh Hari Prasetyo (2014) dan Bobby Citra Octaviano (2013) memiliki lokus penelitian yang sama yaitu berada di Kawasan Kotagede yang meneliti tentang bangunan peninggalan bersejarah serta arsitekturalnya. Lokus yang sama juga digunakan peneliti untuk meneliti daya tarik wisata yang ada di Kawasan Kotagede serta yang membedakan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah fokus penelitian yang meneliti tentang Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede dan perannya dalam pengembangan wisata budaya yang belum pernah diteliti sebelumnya.

1.6 Landasan Teori

Budaya sangat penting peranannya dalam pariwisata, keanekaragaman budaya yang ada di suatu tempat dapat dijadikan sebagai faktor utama yang menarik wisatawan untuk melakukan perjalanan wisata. Istilah budaya bukan hanya mengacu pada sastra dan seni, tetapi juga pada keseluruhan cara hidup yang

(9)

dilakukan manusia dalam kehidupan sehari-hari yang diturunkan dari satu generasi ke generasi berikutnya (Pitana dan Diarta, 2009: 75). Jenis wisata yang menggunakan sumber daya budaya sebagai modal utama dalam atraksi wisata dikenal dengan sebutan wisata budaya. Menurut Pendit (2006: 38), wisata budaya adalah perjalanan yang dilakukan atas dasar keinginan untuk memperluas pandangan hidup seseorang dengan cara mengadakan kunjungan ke tempat lain atau ke luar negeri, mempelajari keadaan masyarakatnya, kebiasaan dan adat istiadat mereka, cara hidup mereka, kebudayaan serta kesenian mereka.

Wisata budaya memberikan kesempatan kontak pribadi secara langsung dengan masyarakat lokal dan individu yang memiliki pengetahuan khusus tentang suatu objek budaya, tujuannya adalah memahami secara langsung makna suatu budaya dibandingkan dengan sekedar mendeskripsikan hal-hal mengenai budaya. Kawasan Kotagede merupakan salah satu kawasan cagar budaya yang memiliki bangunan-bangunan peninggalan bekas kota lama pada masa Kerajaan Mataram Islam. Kawasan ini telah ditetapkan sebagai kawasan konservasi tingkat internasional dalam ‘Yogyakarta Declaration and Kotagede Declaration’ di Yogyakarta melalui workshop dan simposium ke 4 oleh Asia and West Pacific

Network Urban Consevation (AWPNUC) pada tahun 1996 (Poerwadi dan

Tribinuka, 2008: 81).

Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya pasal 85 pemerintah, pemerintah daerah dapat memanfaatkan Cagar Budaya salah satunya untuk kepentingan pariwisata. Dalam pemanfaatan pembangunan kepariwisataan pada suatu kawasan yang berguna untuk meningkatkan

(10)

kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat sekitar destinasi, pembangunan kepariwisataan memerlukan strategi perencanaan pengembangan pariwisata yang berorientasi pada pemberdayaan masyarakat yang mengutamakan peran dan partisipasi masyarakat setempat sebagai subjek pembangunan. Strategi tersebut dikenal dengan istilah pembangunan Pariwisata Berbasis Masyarakat (PBM) atau

Community-Based Tourism (CBT). Menurut Hausler (Sunaryo, 2013: 139),

pariwisata berbasis masyarakat sesungguhnya adalah salah satu pendekatan dalam pembangunan dan pengembangan pariwisata yang mengacu pada masyarakat lokal, baik yang terlibat langsung dalam kegiatan pariwisata maupun tidak langsung, pada bentuk pemberian akses manajemen dan sistem pembangunan kepariwisataan yang berpangkal pada pemberdayaan politis melalui kehidupan yang lebih demokratis, termasuk dalam pembagian keuntungan dari kegiatan kepariwisataan secara lebih adil bagi masyarakat lokal.

Peran dan keterlibatan masyarakat sangat besar pengaruhnya dalam pengembangan pariwisata. Salah satu upaya pengembangan pariwisata dapat dilakukan melalui pemberdayaan masyarakat. Sebelum melakukan upaya pemberdayaan masyarakat, diperlukan suatu strategi atau pendekatan kepada masyarakat agar dapat tercipta keterikatan dan kerjasama yang baik. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata menyebutkan di dalam pedoman penyusunan RIPPDA kabupaten (2001: 4) bahwa dalam pendekatan masyarakat diperlukan adanya keterlibatan secara nyata dari masyarakat lokal dalam proses perencanaan dan pengambilan keputusan sehingga pengembangan yang dilaksanakan mampu diterima dan memperoleh manfaat sosial ekonomi. Melalui upaya pemberdayaan,

(11)

warga masyarakat didorong agar memiliki kemampuan untuk memanfaatkan sumberdaya yang dimilikinya secara optimal serta terlibat dengan maksimal dalam mekanisme produksi, ekonomi, dan sosial. Menurut Sunaryo (2013: 222) dalam melaksanakan pemberdayaan masyarakat melalui pengembangan kepariwisataan harus mengacu pada beberapa aspek yang perlu mendapatkan perhatian dari para pelaku pembangunan kepariwisataan bagi penguatan kapasitas serta peran masyarakat. Aspek tersebut yaitu berupa pengembangan kelembagaan masyarakat dan pelibatan peran masyarakat. Proses pelibatan peran serta masyarakat dalam pembangunan kepariwisataan tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1) Pada tahap perencanaan

Pada tahap ini keterlibatan masyarakat lokal terutama berhubungan dengan identifikasi masalah atau persoalan, identifikasi potensi pengembangan, analisis dan peramalan terhadap kondisi lingkungan di masa mendatang, pengembangan alternatif rencana dan fasilitas, dan sebagainnya.

2) Pada tahap implementasi

Pada tahap ini bentuk keterlibatan masyarakat terutama berhubungan dengan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program pengembangan atau pembangunan, pengelolaan objek atau usaha yang terkait dengan kegiatan kepariwisataan.

3) Pada tahap monitoring dan evaluasi

Bentuk partisipasi masyarakat terlihat melalui peran dan posisi masyarakat melalui tahap monitoring evaluasi serta memperoleh nilai manfaat secara

(12)

ekonomi maupun sosial budaya yang berdampak pada peningkatan kesejahteraan sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal.

Menurut Suansri (Sunaryo, 2013: 142), usaha mengembangkan pariwisata yang berbasis masyarakat harus mencakup lima dimensi pengembangan yang merupakan aspek utama dari pembangunan kepariwisataan yaitu sebagai berikut:

a. Dimensi Ekonomi; mencakup indikator berupa adanya pendanaan untuk pengembangan komunitas, penciptaan lapangan pekerjaan di sektor pariwisata, serta bertambahnya pendapatan masyarakat lokal dari sektor pariwisata;

b. Dimensi Sosial; mencakup indikator yaitu meningkatnya kualitas hidup, peningkatan kemampuan komunitas, pembagian peran gender yang adil antara laki-laki dan perempuan, generasi muda dan tua, serta menguatkan organisasi komunitas;

c. Dimensi Budaya; mengajak masyarakat untuk menghormati nilai budaya yang berbeda, membantu berkembangnya pertukaran budaya, berkembangnya nilai budaya pembangunan yang melekat erat dari kebudayaan setempat;

d. Dimensi Lingkungan; terjaganya lingkungan sekitar, adanya sistem pengelolaan sampah yang baik, meningkatnya kepedulian masyarakat mengenai konservasi lingkungan;

e. Dimensi Politik; mencakup indikator yaitu peningkatan partisipasi dari masyarakat lokal, peningkatan ruang komunitas yang lebih luas, dan adanya jaminan hak-hak masyarakat adat dalam pengelolaan SDA.

(13)

Apabila kelima dimensi tersebut dapat terpenuhi, sudah dipastikan bahwa kegiatan pariwisata yang ada di suatu daerah sangat berpengaruh dan masyarakat sekitar telah memperoleh manfaat dari kegiatan pariwisata yang telah dijalankan. Pengembangan pariwisata di Kotagede akan terlihat melalui peran dan keterlibatan masyarakat dalam kegiatan pariwisata yang telah dilaksanakan di daerahnya. Partisipasi masyarakat tersebut tentunya akan berdampak baik positif maupun negatif terhadap bidang ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, dan politik dari kehidupan sehari-hari masyarakat itu sendiri.

1.7 Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian dengan jenis ini akan menghasilkan data deskriptif baik tertulis maupun lisan dengan mengamati aktivitas dan perilaku orang-orang yang ada di sekitar (Sugiyono, 2008: 19).

1.7.1 Metode Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data primer dan data sekunder untuk memperoleh informasi yang dapat dijadikan bahan dalam penelitian. Teknik pengumpulan data primer dilakukan secara langsung pada lokasi penelitian atau objek yang akan diteliti dengan diperoleh melalui wawancara dengan narasumber yang bersangkutan dan observasi langsung ke lapangan. Lokasi penelitian adalah Kawasan Cagar Budaya Kotagede sebagai salah satu kawasan peninggalan budaya yang bersejarah. Objek

(14)

yang akan diteliti adalah Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede, komunitas ini merupakan salah satu komunitas di Kotagede yang memiliki tujuan melestarikan Kawasan Cagar Budaya Kotagede dan memberdayakan masyarakat sekitarnya. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan dokumentasi yang berkaitan dengan Kawasan Cagar Budaya Kotagede dan yang bersangkutan dengan penelitian.

Pada penelitian ini peneliti menentukan informan dengan teknik purposive

sampling (Sugiyono, 2009: 85), artinya dengan memilih narasumber yang

benar-benar mengetahui tentang Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede dan Kawasan Kotagede sehingga mereka dapat memberikan informasi dan masukan yang tepat mengenai peran dan keterlibatan masyarakat dalam pengembangan wisata budaya di Kawasan Kotagede melalui komunitas tersebut. Metode wawancara dilaksanakan dengan narasumber yang berasal dari anggota Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede, masyarakat Kotagede, dan wisatawan yang melakukan kegiatan wisata jelajah pusaka Kotagede. Data yang didapat dari wawancara berupa peranan Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede dalam pengembangan wisata budaya di Kawasan Kotagede serta manfaat yang diperoleh masyarakat dari pengembangan pariwisata berbasis masyarakat yang telah dijalankan. Metode observasi dilakukan untuk mengamati keterlibatan masyarakat pada kegiatan pariwisata di Kawasan Kotagede serta melihat langsung kegiatan yang dilakukan oleh Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede dalam upaya pengembangan pariwisatanya. Studi pustaka dilakukan melalui buku, laman web, dan laporan penelitian yang berkaitan dengan penelitian mengenai Kawasan Kotagede,

(15)

pengembangan pariwisata berbasis masyarakat, serta peran dan partisipasi masyarakat.

1.7.2 Analisis Data dan Penyajian Hasil Penelitian

Analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode kualitatif melalui data-data yang telah terkumpul dan berkaitan dengan peran Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede dalam pengembangan wisata budaya di Kotagede. Teknik penyajian data yang digunakan berupa pengkategorian data, penyajian foto, serta penjelasan secara deskriptif tentang hasil wawancara dan temuan data lainnya. Penyajian data yang dilakukan bertujuan untuk memaparkan masyarakat yang terlibat dalam Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede, kegiatan Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede, serta peran Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede dalam pengembangan wisata budaya di Kawasan Kotagede.

Peran masyarakat pada kegiatan pariwisata yang dilakukan oleh Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede akan dilihat melalui tahap perencanaan, tahap pelaksanaan program, serta tahap monitoring dan evaluasi. Pengembangan pariwisata dengan melibatkan masyarakat di Kawasan Kotagede sebagai salah satu langkah dalam pelestarian kawasan cagar budaya yang ada di Kotagede. Peran dan keterlibatan masyarakat sekitar juga akan dilihat melalui lima dimensi pengembangan yang merupakan aspek utama dari pembangunan kepariwisataan (Suansri dalam Sunaryo, 2013: 142). Lima dimensi tersebut mencakup dimensi ekonomi, dimensi sosial, dimensi budaya, dimensi lingkungan, dan dimensi politik. Kelima dimensi pengembangan ini dapat menjadi tolak ukur sejauh mana peran dan keterlibatan masyarakat Kotagede dalam kegiatan pariwisata yang telah

(16)

dilaksanakan dan seberapa besar manfaat yang dapat diperoleh masyarakat sekitar baik yang terlibat maupun tidak.

1.8 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun menjadi empat bab dengan fokus pembahasan masing-masing pada setiap bab yang diharapkan dapat menjadi satu kesatuan dalam penulisan penelitian. Adapun pembagian masing-masing bab sebagai berikut:

Bab satu memuat pendahuluan yang berisi deskripsi alasan pengambilan tema berupa latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka, landasan teori, metode penelitian serta sistematika penulisan.

Bab dua berisi tentang gambaran umum yang mendeskripsikan keadaan dari lokasi penelitian beserta potensi kepariwisataan di Kawasan Kotagede, Daerah Istimewa Yogyakarta dan profil umum mengenai Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede.

Bab tiga berupa pemaparan hasil analisis data yang telah ditemukan di lokasi penelitian mengenai kegiatan yang telah dilakukan oleh Komunitas Jelajah Pusaka Kotagede dan keterlibatan masyarakat pada kegiatan jelajah pusaka Kotagede dalam upaya pengembangan wisata budaya di Kawasan Kotagede, serta manfaat yang dapat diperoleh masyarakat dari adanya kegiatan wisata jelajah pusaka Kotagede.

(17)

Bab empat merupakan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta kontribusi bagi pengembangan Kawasan Kotagede terutama di bidang kepariwisataannya.

Referensi

Dokumen terkait

Untuk merancang permainan game education berjudul Feed Living Beings diperlukan solusi rumus untuk membuat education itu dapat berjalan sesuai proses yang diinginkan agar goal

61 63003 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Anindyaguna 62 63004 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Surakarta 63 63006 Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Atma Bhakti 64 63007 Sekolah Tinggi Ilmu

Penyusunan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat yang harus ditempuh oleh setiap mahasiswa Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Diponegoro dalam

Jelaskan rencana mendapatkan umpan balik guna memperbaiki tata pamong, kepemimpinan, sistem pengelolaan dan penjaminan mutu dalam rangka peningkatan kualitas program

PSEKP selain merupakan institusi penelitian dan kebijakan di Indonesia yang sangat responsif dalam melakukan kajian sosial ekonomi dan kebijakan pertanian dan telah banyak

Untuk itu guna mengantisipasi akan adanya kegagalan proses maka PT.XYZ menerapkan Quality management System ISO/TS 16949 dengan tools yang digunakan seperti FMEA (

Sesuai dengan fokus masalah yang akan diteliti yaitu bagaimana erotisme ditampilkan dalam lirik lagu “Cinta Satu Malam”, “Mojok di Malam Jumat”, dan “Aw Aw”

Pada media perlakuan selain kontrol (PDA) pertumbuhan miselium tidak dapat tumbuh radial karena pada media perlakuan alternatif (bekatul padi, jagung dan kulit ari biji