• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORI BELAJAR SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEORI BELAJAR SOSIAL"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

TEORI BELAJAR SOSIAL TEORI BELAJAR SOSIAL ALBERT BANDURA ALBERT BANDURA DAFTAR ISI DAFTAR ISI Halaman Halaman KATA KATA PENGANTAR  PENGANTAR ………..……….. ii DAFTAR  DAFTAR  ISI ISI………..……….. ii ii BAB I. BAB I. PENDAHULUAN PENDAHULUAN……….………. 1 1 1.1

1.1 Latar Belakang Teori………Latar Belakang Teori……… 1 1 1.2 1.2 Biografi………..Biografi……….. 2 2 BAB

BAB II. II. LANDASANLANDASAN TEORI

TEORI………..……….. 55 2.1

2.1 Esensi Esensi teoriteori 2.2

2.2 Struktrur kepribadian………..Struktrur kepribadian……….. 5

5 2.3

2.3 Dinamika kepribadian ………..Dinamika kepribadian ……….. 1212 2.4

2.4 Perkembangan kepribadian……….Perkembangan kepribadian………. 13 13 2.5 2.5 Psikopatologi………..Psikopatologi……….. 20 20 2.6 2.6 Psikoterapi………Psikoterapi……… 21 21 2.7 2.7 Metodologi………Metodologi……… 23 23 2.8

2.8 Penerapan teori bandura………Penerapan teori bandura……… 23

(2)

2.9

2.9 Kliping……….Kliping………. 29

29 BAB

BAB V. V. KESIMPULAN KESIMPULAN DAN DAN SARANSARAN……….………. 31 31 5.1 5.1 Evaluasi………Evaluasi……… 31 31 5.2 5.2 Kesimpulan ………..Kesimpulan ……….. 32 32 5.3 5.3 Saran………Saran……… 34 34 DAFTAR  DAFTAR  PUSTAKA PUSTAKA……… 36 36 LAMPIRAN LAMPIRAN (JURNAL)……….. (JURNAL)……….. 37 37 BIOGRAFI BIOGRAFI

Tokoh ini dilahirkan pada tahun

Tokoh ini dilahirkan pada tahun 1925 di Alberta, Canada. Albert 1925 di Alberta, Canada. Albert menempuh pendidikanmenempuh pendidikan kesarjanaannya di bidang psikologi klinis di Universitas Iowa dan mencapai gelar Ph.D kesarjanaannya di bidang psikologi klinis di Universitas Iowa dan mencapai gelar Ph.D setahun kemudian pada tahun 1952. Setelah menempuh pelatihan

setahun kemudian pada tahun 1952. Setelah menempuh pelatihan post-doktoral di bidangpost-doktoral di bidang klinis selama satu tahun, pada tahun 1953 Bandura bekerja di Universitas Stanford, di mana klinis selama satu tahun, pada tahun 1953 Bandura bekerja di Universitas Stanford, di mana kini ia menjadi Profesor David Starr dalam bidang Ilmu Pengetahuan Sosial. Ia pernah kini ia menjadi Profesor David Starr dalam bidang Ilmu Pengetahuan Sosial. Ia pernah  bekerja sebagai Ketua Jurusan Psikologi Stanford dan pad

 bekerja sebagai Ketua Jurusan Psikologi Stanford dan pada tahun 1974 terpilih menjadia tahun 1974 terpilih menjadi Ketua American Psychological Association.

Ketua American Psychological Association. Albert Bandura menjabat se

Albert Bandura menjabat sebagai ketua APA pada tahun 1974 dan pernah bagai ketua APA pada tahun 1974 dan pernah dianugerahidianugerahi  penghargaan Distinguished Scientist Award pada tahun 1

 penghargaan Distinguished Scientist Award pada tahun 1972.972.

Pada bagian selanjutnya kelompok kami akan banyak membahas tentang teori kepribadian Pada bagian selanjutnya kelompok kami akan banyak membahas tentang teori kepribadian yang berprinsip pada belajar sosial (social learning). Teori belajar sosial (social learning yang berprinsip pada belajar sosial (social learning). Teori belajar sosial (social learning theory) dari Bandura, didasarkan pada konsep saling menentukan (reciprocal determinism), theory) dari Bandura, didasarkan pada konsep saling menentukan (reciprocal determinism), tanpa penguatan (beyond reinforcement), dan pengaturan diri/berfikir

tanpa penguatan (beyond reinforcement), dan pengaturan diri/berfikir (sel-regulation/cognition).

regulation/cognition).

Pada makalah ini juga berisi jurnal dan beberapa kasus berhubungan dengan penerapan teori Pada makalah ini juga berisi jurnal dan beberapa kasus berhubungan dengan penerapan teori  belajar sosial.  belajar sosial. BAB I BAB I PENDAHULUAN PENDAHULUAN

(3)

1. 1 LATAR BELAKANG TEORI

 Penelitian Bandura mencakup banyak masalah yang bersifat sentral untuk teori belajar sosial , dan lewat penelitian-penelitian itu teorinya dipertajam dan diperluas. Penelitian ini meliputi studi tentang imitasi dan identifikasi, Perkuatan Sosial, Perkuatan Diri dan Pemonitoran, serta Perubahan Tingkah Laku melalui pemodelan.

Bersama Richard Wakters sebagai penulis kedua, Bandura menulis Adolescent Aggression (1959), suatu laporan terinci tentang sebuah studi lapangan dimana prinsip-prinsip belajar  sosial dipakai untuk menganalisis perkembangan kepribadian sekelompok remaja pria

delinkuen dari kelas menengah, disusul dengan Social Learning and personality development (1963), sebuah buku dimana ia dan Walters memaparkan prinsip-prinsip belajar sosial yang telah mereka kembangkan beserta evidensi atau bukti yang menjadi dasar bagi teori tersebut. Pada tahun 1969, Bandura menerbitkanPrinciples of behavior modification, dimana ia

menguraikan penerapan teknik-teknik behavioral berdasarkan prinsip-prinsip belajar dalam memodifikasitingkah laku dan pada tahun 1973, ”Aggression: A social learning analysis”. Dalam bukunya yang secara teoretis ambisius, Social Learning Theory (1977), ia telah “berusaha menyajikan suatu kerangka teoretis yang terpadu untuk menganalisis pikiran dan tingkah laku manusia”.

Sama seperti halnya kebanyakan pendekatan teori belajar terhadap kepribadian, teori belajar  sosial berpangkal pada dalil bahwa tingkah laku manusia sebagian besar adalah hasil

 pemerolehan, dan bahwa prinsip-prinsip belajar adalah cukup untuk menjelaskan bagaimana tingkah laku berkembang dan menetap. Akan tetapi, teori-teori sebelumnya selain kurang memberi perhatian pada konteks sosial dimana tingkah laku ini muncul, juga kurang menyadari fakta bahwa banyak peristiwa belajar yang penting terjadi dengan perantaraan orang lain. Artinya, sambil mengamati tingkah laku orang lain, individu-individu belajar  mengimitasi atau meniru tingkah laku tersebut atau dalam hal tertentu menjadikan orang lain model bagi dirinya.

Dalam bukunya terbutan 1941, Social larning and imitation, Miller dan Dollard telah

mengakui peranan penting proses-proses imitatif dalam perkembangan kepribadian dan telah  berusaha menjelaskan beberapa jenis tingkah laku imitatif tertentu. Tetapi hanya sedikit pakar 

lain peneliti kepribadian mencoba memasukan gejala belajar lewat observasi ke dalam teori-teori belajar mereka, bahkan Miller dan Dollard pun jarang menyebut imitasi dalam tulisan-tulisan mereka yang kemudian. Bandura tidak hanya berusaha memperbaiki kelalaian

tersebut, tetapi juga memperluas analisis terhadap belajar lewat observasi ini melampaui  jenis-jenis situasi terbatas yang ditelaah oleh Miller dan Dollard.

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 ESENSI TEORI

Bagi bandura, walaupun prinsip belajar cukup untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus memperthatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma behaviorisme.

(4)

 Definisi Belajar sosial (social kognitif) adalah perilaku dibentuk melalui konteks sosial.  Perilaku dapat dipelajari baik, sebagai hasil reinformecement maupun reiforcement.

Pertama, Bandura berpendapat bahwa manusia dapat berfikir dan mengatur tingkah lakunya sendiri, sehingga mereka bukan semata – mata bidak yang menjadi objek pengaruh

lingkungan. Sifat kausal bukan dimiliki sendirian oleh lingkungan, karena orang dan lingkungan saling mempengaruhi.

Kedua, Bandura menyatakan, banyak aspek fungsi kepribadian meli batkan interaksi dengan orang lain. Dampaknya, teori kepribadian yang memadai harus memperhitungkan konteks sosial di mana tingkah laku itu diperoleh dan dipelihara.

Berikut akan dijelaskan terlebih dahulu mengenai determinan resiprokal, beyond reinforcement, dan self regulation.

1. 1. Determinis resiprokal

Pendekatan yang menjelaskan tingkah laku manusia dalam bentuk interaksi timbal balik yang terus menerus antara determinan kognitif, behavioral dan lingkungan. Orang menentukan / mempengaruhi tingkah lakunya dengan mengontrol lingkungan, tetapi orang itu juga

dikontrol oleh kekuatan lingkungan itu. Determenis resiprokal adalah konsep penting dalam teori belajar sosial Bandura, menjadi pijakan Bandura dalam memahami t ingkah laku. Teori  belajar sosial memakai saling detirminis sebagai prinsip dasar untuk menganalisis fenomena  psiko-sosial di berbagai tingkat kompleksitas, dari perkembangan interpersonal sampai

tingkah laku interpersonal serta fungsi interaktif sari organisasi dan sistem sosial. Gambar berikut menunjukkan Nilai komperhensif dari determinis resiprokal Bandura dibandingkan dengan teori Behaviorisme lainnya.

Bandura: Hubungan antara Pribadi, Lingkungan dan Tingkah laku saling mempengaruhi 2. Tanpa reinforcement

Bandura memandang teori Skinner dan Hull terlalu bergantung pada reinforcement. Jika setiap unik respon sosial yang orang malah tidak belajar apapun. Menurutnya reinforcement  penting dalam menentukan apakah suatu tingkah laku akan terus terjadi atau tidak, tetapi itu  bukan satu – satunya pembentuk tingkah laku. Orang dapat belajar melakukan sesuatu hanya

dengan mengamati dan kemudian mengulang apa yang dilihatnya. Belajar melalui observasi tanpa ada reinforsement yang terlibat, berarti tingkah laku ditentukan oleh antisipasi

konsekuensi, itu merupakan pokok teori belajar sosial. 1. 3. Kognisi dan Regulasi diri

Teori belajar tradisional sering terhalang oleh ke-tidak-senangan atau ketidak mampuan mereka untuk menjelaskan proses kognitif. Konsep Bandura menempatkan manusia sebagai  pribadi yang dapat mengatur diri sendiri (self regulation), mempengaruhi tingkah laku dengan

cara mengatur lingkungan, menciptakan dukungan kognitif, mengadakan konsekuensi bagi tingkah lakunya sendiri. Kemampuan kecerdasan untuk berfikir simbolik menjadi sarana yang kuat untuk menangani lingkungan, misalnya dengan menyimpan pengalaman (dalam ingatan) dalam wujud verbal dan gambaran imajinasi untuk kepentingan tingkahlaku pada

(5)

masa yang akan datang. Kemampuan untuk menggambarkan secara imajinatif hasil yang diinginkan pada masa yang akan datang mengembangkan strate gi tingkah laku yang membimbing ke arah tujuan jangka panjang.

Bandura melukiskan :

Teori Belajar Sosial berusaha menjelaskan tingkahlaku manusia dari segi interaksi timbal- balik yang berkesinambungan antara faktor kognitif, tingkahlaku, dan faktor lingkungan.

Dalam proses determinisme timbal-balik itulah terletak kesempatan bagi manusia untuk  mempengaruhi nasibnya maupun batas-batas kemampuannya untuk memimpin diri sendiri (self-direction). Konsepsi tentang cara manusia berfungsi semacam ini tidak menempatkan orang semata-mata sebagai objek tak berdaya yang dikontrol oleh pengaruh-pengaruh lingkungan ataupun sebagai pelaku-pelaku bebas yang dapat menjadi apa yang dipilihnya. Manusia dan lingkungannya merupakan faktor-faktor yang saling menentukan secara timbal  balik (Bandura, 1977)

2. 2 STRUKTUR KEPRIBADIAN Sistem Self (Self System)

Tidak seperti Skinner yang teorinya tidak memiliki konstruk self, Bandura yakin bahwa  pengaruh yang ditimbulkan oleh self sebagai salah satu determinan tingkah laku tidak dapat

dihilangkan tanpa membahayakan penjelasan & kekuatan peramalan.

Dengan kata lain, self diakui sebagai unsur struktur kepribadian. Saling determinis

menempatkan semua hal saling berinteraksi di mana pusat a tau pemula-nya adalah sistem self. Sistem self itu bukan unsur psikis yang mengontrol tingkah laku, tetapi mengacu ke struktur kognitif yang memberi pedoman mekanisme dan seperangkat fungs – fungsi

 persepsi, evaluasi, dan pengaturan tingkah laku. Pengaruh self tidak otomatis atau mengatur  tingkah laku secara otonom, tetapi self menjadi bagian dari interaksi resiprokal.

Regulasi Diri

Manusia mempunyai kemampuan berfikir, dan dengan kemampuan itu mereka memanipulasi lingkungan, sehingga terjadi perubahan lingkungan akibat kegiatan manusia. Balikannya dalam bentuk determinis resiprokal berarti orang dapat untuk mencapai t ujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi reaktif dan proaktif dalam regulasi diri. Strategi reaktif dipakai untuk mencapai tujuan, namun ketika tujuan hampir tercapai strategi proaktif menentukan tujuan baru yang lebih tinggi. Orang memotivasi dan membimbing tingkahlakunya sendiri melalui strategi proaktif, menciptakan ketidakseimbangan, agar dapat memobilisasi

kemampuan dan usahanya berdasarkan antisipasi apa saja yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Ada tiga proses yang dipakai untuk mengevaluasi tingkahlaku internal. Tingkahlaku manusia adalah hasil pengaruh resiprokal faktor eksternal dan faktor internal.

a.) Faktor Eksternal dalam Regulasi Diri

Faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dengan dua cara, pertama faktor eksternal memberi standar untuk mengevaluasi tingkah laku. Faktor lingkungan berinteraksi dengan  pengaruh – pengaruh pribadi, membentuk standar evaluasi diri seseorang. Melalui orang tua

(6)

dikehendaki. Melalui pengalaman berinteraksi dengan lin gkungan yang lebih luas anak  kemudian mengembangkan standar yang dapat dipakai untuk menilai prestasi diri.

Kedua, faktor eksternal mempengaruhi regulasi diri dalam bentuk penguatan (reinforcement). Hadiah intrinsik tidak selalu memberi kepuasan, orang membutuhkan intensif yang berasal dari lingkungan eksternal. Standar tingkah laku dan penguatan biasanya kerja sama; ketika orang dapat mencapai standar tingkah laku tertentu, perlu penguatan agar tingkah laku semacam itu menjadi pilihan untuk dilakukan lagi.

 b)Faktor Internal dalam Regulasi Diri

Faktor internal dalam regulasi diri dengan faktor internal dalam pengaturan diri sendiri. Bandura mengemukakan tiga bentuk pengaruh internal.

Efikasi Diri (Self  Effication) Bagaimana orang  bertingkahlaku dalam situasi tertentu tergantung kepada resiprokal antara lingkungan dengan kondisi kognitif, khususnya faktor  kognitif yang  berhubungan dengan keyakinannya  bahwa dia mampu

atau tidak  melakukan tindakan yang memuaskan. Bandura menyebut keyakinan atau harapan diri ini sebagai efiksasi diri,dan harapan hasilnya disebut ekspektasi hasil. 1. Efiksasi diri atau ekspektasi (self effication –  efficacy

expectation) adalah “Persepsi diri sendiri mengenai seberapa bagus diri dapat berfungsi Faktor Eksternal Faktor Internal

Self 

Observation

Judgmental Process Sel Responses Standar  masyarakat Dimensi Performansi Kualita Keseringan Kuantita Orisinalitas Kebenaran  bukti Dampak  Penyimpangan Etika Standar Pribadi Sumber model Sumber penguat Pedoman performasi  Norma standar  Perbandingan sosial Perbandingan  personal Perbandingan kolektif  Menghargai Aktivitas Sangat dihormati  Netral Direndahkan Atribusi Performansi Lokus pribadi Lokus eksternal Reaksi evaluasi diri Positif   Negatif  Dampak terhadap self  Dihadiahi Dihukum

(7)

dalam situasi tertentu”. Efikasi dari berhubungan dengan keyakinan bahwa diri memiliki kemampuan melakukan tindakan yang diharapkan.

2. Ekspektasi hasil (outcome expectations) adalah perkiraan atau estimasi diri bahwa tingkah laku yang dilakukan diri itu akan mencapai hasil tertentu.

Efikasi adalah penilaian diri, apakah dapat melakukan tindakan yang baik atau buruk, tepat atau salah, bisa atau tidak bisa mengerjakan sesuai dengan yang dipersyaratkan. Efikasi ini  berbeda dengan aspirasi (cita – cita), karena cita – cita menggambarkan sesuatu yang ideal yang seharusnya dapat dicapai. Sedangkan efikasi menggambarkan ekspektasi efikasi yang tinggi, bahwa dirinya mampu melaksanakan operasi tumor sesuai dengan standar profesional.  Namun ekspektasi hasilnya bisa rendah, karena hasil operasi itu sangat tergantung pada daya

tahan jantung pasien, kemurnian obat antibiotik, sterilitas dan infeksi, dan sebagainya. Orang  bisa memiliki ekspektasi hasil yang realistik (apa yang diharapkan sesuai dengan kenyataan

hasilnya), atau sebaliknya, ekspektasi hasilnya tidak realistik (mengharap terlalu tinggi dari hasil nyata yang dipakai). Orang yang ekspektasinya tinggi (percaya bahwa dia dapat

mengerjakan sesuai dengan tuntutan situasi) dan harapan hasilnya realistik (memperkirakan hasil sesuai dengan kemampuan diri). Orang itu akan bekerja keras dan bertahan

mengerjakan tugas sampai selesai. Sumber Efikasi Diri

Perubahan tingkah laku, dalam system Bandura kuncinya adalah perubahan ekspektasi (efikasi diri). Efikasi diri atau keyakinan kebiasaan diri itu dapat diperoleh, diubah, ditingkatkan atau diturunkan, melalui salah satu atau kombinasi empat sumber, yakni

 pengalaman menguasai sesuatu prestasi (performance accomplishment), pengalaman vikarius (vicarious experience), persuasi social (social persuation) dan pembangkitan emosi

(Emotinal/Physiological states). Pengalaman performansi

Adalah prestasi yang pernah dicapai pada masa yang telah l alu. Sebagai sumber, performansi masa lalu menjadi pengubah efikasi diri yang paling kuat pengaruhnya. Prestasi (masa lal u) yang bagus meningkatkan ekspektasi efikasi, sedang kegagalan akan menurunkan efikasi. Mencapai keberhasilan akan member dampak efikasi yang berbeda-beda, tergantung proses  pencapaiannya :

1. Semakin sulit tugasnya, keberhasilan akan membuat efikasi semakin tinggi.

2. Kerja sendiri, lebih meningkatkan efikasi dibanding kerja kelompok, dibantu orang lain.

3. Kegagalan menurunkan efikasi, kalau orang merasa sudah berusaha sebaik mungkin. 4. Kegagalan dalam suasana emosional/stress, dampaknya tidak seburuk kalau

kondisinya optimal.

5. Kegagalan sesudah orang memiliki keyakinan efikasi yang kuat, dampaknya tidak  seburuk kalau kegagalan itu terjadi pada orang yang keyakinan efikasinya belum kuat. 6. Orang yang biasa berhasil, sesekali gagal tidak mempengaruhi efikasi.

(8)

Diperoleh melalui model social. Efikasi akan meningkat ketika mengamati keberhasilan

orang lain, sebaliknya efikasi akan menurun jika mengamati orang yang kemampuannya kira-kira sama dengan dirinya ternyata gagal. Kalau figure yang diamati berbeda dengan diri

sipengamat, pengaruh vikarius tidak besar. Sebaliknya ketika mengamati kegagalan figure yang setara dengan dirinya, bisa jadi orang tidak mau mengerjakan apa yang pernah gagal dikerjakan figur yang diamatinya itu dalam jangka waktu yang lama.

Tabel Strategi Pengubahan Sumber Ekspektasi Efikasi Sumber Cara Induksi

Pengalaman Performansi

Participant modelling Meniru model yang berprestasi Performance

desenzation

Menghilangkan pengaruh buruk   prestasi masa lalu

Performance exposure

Menonjolkan keberhasilan yang  pernah diraih

Selfinstructed  performance

Melatih diri untuk melakukan yang terbaik 

Pengalaman Vikarius

Live modeling Mengamati model yang nyata Symbolic modelling Mengamati model

simbolik,film,komik,cerita. Persuasi

Verbal

Suggestion Mempengaruhi dengan kata-kata  berdasar kepercayaan

Exhortation Nasihat,peringatan yang mendesak/memaksa. Self-instruction Memerintah diri sendiri

Interpretive treatment Interpretasi baru memperbaiki interpretasi lama yang salah Pembangkitan

Emosi

Attribution Mengubah atribusi,

 penanggungjawab suatu kejadian emosional Relaxation  biofeedback  Relaksasi Symbolic desensitization

Menghilangkan sikap emosional dengan modeling simbolik  Symbolic exposure Memunculkan emosi secara

simbolik  Persuasi Sosial

Efikasi diri juga dapat diperoleh, diperkuat atau dilemahkan melalui persuasi social. Dampak  dari sumber ini terbatas, tetapi pada kondisi yang tepat persuasi dari orang lain dapat

mempengaruhi efikasi diri. Kondisi itu adalah rasa percaya kepada pemberi persuasi, dan sifat realistik dari apa yang dipersuasikan.

(9)

Keadaan emosi yang mengikuti suatu kegiatan akan mempengaruhi efikasi di bidang kegiatan itu. Emosi yang kuat, takut, cemas, stress, dapat mengurangi efikasi diri. Namun bisa terjadi,  peningkatan emosi (yang tidak berlebihan) dapat meningkatkan efikasi diri.

Perubahan tingkah laku akan terjadi kalau sumber ekspektasi efikasin ya berubah.

Pengubahan self-efficacy banyak dipakai untuk memperbaiki kesulitan dan adaptasi tingkah laku orang yang mengalami berbagai masalah behavioral. Keempat sumber itu diubah dengan  berbagai strategi yang diringkas dalam Tabel 36.

Efikasi Diri sebagai Prediktor Tingkah laku

Menurut Bandura, sumber pengontrol tingkah laku adalah res iprokal antara lingkungan, tingkah laku, dan pribadi. Efikasi diri merupakan variabel pribadi yang penting, yang kalau digabung dengan tujuan-tujuan spesifik dan pemahaman mengenai prestas i, akan menjadi  penentu tingkah laku mendatang yang penting. Berbeda dengan konsep-diri (Rogers) yang  bersifat kesatuan umum, efikasi diri bersifat fragmental. Setiap individu mempunyai efikasi

diri yang berbeda-beda pada situasi yang berbeda, tergantung kepada : 1. Kemampuan yang dituntut oleh situasi yang berbeda itu.

2. Kehadiran orang lain, khususnya saingan dalam situasi itu.

3. Keadaan fisiologis dan emosional ; kelelahan, kecemasan, apatis, murung.

Efikasi yang tinggi atau rendah, dikombinasikan dengan lingkungan yang responsif atau tidak  responsif, akan menghasilkan empat kemungkinan prediksi tingkah laku (Tabel)

Table Kombinasi Efikasi dengan Lingkungan sebagai Prediktor Tingkahlaku Efikasi Lingkungan Prediksi hasil tingkah laku

Tinggi Responsif Sukses, melaksanakan tugas yang sesuai dengan kemampuannya

Rendah Tidak  responsif 

Depresi, melihat orang lain sukses pada tugas yang dianggapnya sulit

Tinggi Tidak  responsif 

Berusaha keras mengubah lingkungan menjadi responsif, melakukan protes, aktivitas social, bahkan memaksakan  perubahan.

Rendah Responsif Orang menjadi apatis, pasrah, merasa tidak  mampu

Efikasi Kolektif (Collective Efficacy)

Keyakinan masyarakat bahwa usaha mereka secara bersama-sama dapat menghasilkan  perubahan social tertentu, disebut efikasi kolektif. Ini bukan „jiwa kelompok‟ tetapi lebih

sebagai efikasi pribadi dari banyak orang yang bekerja bersama. Bandura berpendapat, orang  berusaha mengontrol kehidupan dirinya bukan hanya melalui efikasi diri individual, tetapi  juga melalui efikasi kolektif. Misalnya, dalam bidang kesehatan, orang memiliki efikasi diri

yang tinggi untuk berhenti merokok atau melakukan diet, tetapi mungkin memiliki efikasi kolektif yang rendah dalam hal mengurangi polusi lingkungan, bahaya tempat kerja, dan  penyakit infeksi. Efikasi diri dan efikasi kolektif bersama-sama saling melengkapi untuk 

(10)

mengubah gaya hidup manusia. Efikasi kolektif timbul berkaitan dengan masalah-masalah  perusakan hutan, kebijakan perdagangan internasional, perusakan ozone, kemajuan teknologi,

hukum dan kejahatan, birokrasi, perang, kelaparan, bencana alam, dan sebagainya. Physicological arousal

Fisik yang baik meningkatkan kemampuan cope 2.3 DINAMIKA KEPRIBADIAN

Menurut Bandura, motivasi adalah konstruk kognitif yang mempunyai dua sumber, gambaran hasil pada masa yang akan datang (yang dapat menimbulkan motivasi tingkah laku saat ini), dan harapan keberhasilan didasarkan pada pengalaman menetapkan dan mencapai tujuan-tujuan antara. Dengan kata lain, harapan mendapat reinforsemen pada mas a yang akan datang memotivasi seseorang untuk bertingkah laku tertentu. Juga, dengan menetapkan tujuan atau tingkat performansi yang diinginkan, dan kemudian mengevaluasi performansi dirinya, orang temotivasi untuk bertindak pada tingkat tertentu. Anak yang lemah dalam matematik, tampak  meningkat performansinya ketika mereka menetapkan dan berusaha mencapai serangkaian tujuan yang berurutan yang memungkinkan evaluasi diri segera daripada menetapkan tujuan yang jauh dan membutuhkan waktu lama mencapainya. Jadi, terus menerus

mengamati,memikirkan, dan menilai tingkah laku diri, akan member intensif-diri sehingga  bertahan dalam berusaha mencapai standar yang telah ditentukan.

Bandura setuju bahwa penguatan menjadi penyebab belajar. Namun orang juga dapat belajar  dengan penguat yang diwakilkan (vicarious reinforcement), pen guat yang

ditunda(expectation reinforcement), atau bahkan tanpa penguat (beyond reinforcement): 1. Penguatan Vikarius (vicarious reinforcement): mengamati orang lain yang mendapat

 penguatan, membuat orang ikut puas dan berusaha belajar gigih agar menjadi seperti orang itu.

2. Penguatan yang ditunda (expectation reinforcement): orang terus menerus berbuat tanpa mendapat penguatan, karena yakin akan mendapat penguatan yang sangat memuaskan pada masa yang akan datang.

3. Tanpa penguatan (beyond reinforcement): belajar tanpa ada reinforsemen sama s ekali, mirip dengan konsep otonomi fungsional dari Allport.

Ekspektasi penguatan dapat dikembangkan dengan mengenali dampak dari tingkah

laku;pengamatan terhadap praktek mengganjar dan menghukum tingkah laku orang lain yang ada di lingkungan sosial, dan mengganjar dan menghukum tingkah laku orang lain yang ada dilingkungan sosial, dan mengganjar dan menghukum tingkah lakunya sendiri. Orang

mengembangkan standar pribadi berdasarkan standar sosial melalui interaksinya dengan orang tua, guru, dan teman sebayanya. Orang dapat mengganjar dan menghukum tingkah laku sendiri dengan menerima diri atau mengkritik diri. Penerimaan dan kritik diri ini sangat  besar perannya dalam membimbing tingkah laku, sehingga tingkah laku orang menjadi tetap

(konsisten), tidak terus menerus berubah akibat adanya perubahan sosial.

Dalam penelitian ditemukan, anak-anak yang diganjar dan dipuji untuk pencapaian yang relatif rendah akan tumbuh dan mengembangkan self-reward yang murah dibanding anak  yang standar pencapaiannya tinggi. Begitu pula anak yang mengamati model yang diganjar   pada standar pencapaian yang rendah akan menjadi orang dewasa yang murah dalam

(11)

mengganjar diri sendiri dibanding anak yang mengamati model dengan standar ganjaran tinggi.

2.4 PERKEMBANGAN KEPRIBADIAN Belajar Melalui Observasi

Menurut Bandura, kebanyakan belajar terjadi tanpa reinforsemen yang nyata. Dalam

 penelitiannya, ternyata orang dapat mempelajari respon baru dengan melihat respon orang lain, bahkan belajar tetap terjadi tanpa ikut melakukan hal yang dipelajari itu, dan model yang diamatinya juga tidak mendapat reinforsemen dari tingkah lakunya. Belajar melalui observasi  jauh lebih efisien dibanding belajar melalui pengalaman langsung. Melalui observasi orang

dapat memperoleh respon yang tidak terhingga banyaknya, yang mungkin diikuti dengan hubungan atau penguatan.

Peniruan (Modelling)

Inti dari belajar melalui observasi adalah modeling. Peniruan atau meniru sesungguhnya tidak  tepat untuk mengganti kata modeling, karena modeling bukan sekedar menirukan atau

mengulangi apa yang dilakukan orang model (orang lain), t etapi modeling melibatkan  penambahan dan atau pengurangan tinkah laku yang teramati, menggeneralisir berbagai  pengamatan sekaligus, melibatkan proses kognitif.

Penelitian terhadap tiga kelompok anak taman kanak-kanak: Kelompok pertama disuruh mengobservasi model orang dewasa yang bertingkah laku agresif, fisik dan verbal, terhadap  boneka karet. Kelompok kedua diminta mengobservasi model orang dewasa yang duduk 

tenang tanpa menaruh perhatian terhadap boneka karet didekatnya. Kelompok ketiga menjadi kelompok control yang tidak ditugasi mengamati dua jenis model itu. Ketiga kelompok anak  itu kemudian dibuat mengalami frustasi ringan, dan setiap anak sendirian ditempatkan di kamar yang ada boneka karet seperti yang dipakai penelitian. Ternyata tingkah laku setiap kelompok cenderung mirip dengan tingkah laku model yang diamatinya. Kel ompok pertama  bertingkah laku lebih agresif terhadap boneka dibanding kelompok lain. Kelompok kedua

sedikit lebih agresif dibanding kelompok kontrol.

Contoh lain, berdasarkan social learnig theory menyatakan bahwa tingkah laku manusia  bukan semata – mata bersifat refleks atau otomatis, melainkan juga merupakan akibat dari

reaksi yang tombul sebagai hasil interaksi antara lingkungan dengan skema kognitif. Menurut  bandura, sebagian besar tingkah laku manusia dipelajari melalui peniruan (imitation) maupun  penyajian contoh perilaku (modelling). Dalam hal ini orang tua dan guru memainkan peranan  penting sebagai seorang model atau tokoh bagi anak untuk menirukan perilaku membaca.

Anggota keluarga yang sering dilihat oleh anak membaca atau memegang buku di rumah akan merangsang anak untuk mencoba mengenal buku.( Setianti, Fetiara dan Alfi

Purnamasari, Efefektifitas Mendengarkan Pembacaan Cerita Untuk Meningkatkan Minat Baca Anak Sekolah Dasar. Jurnal Humanistik Fakultas Psikologi Ahmad Dahlan, Vol 5, No.1 Januari 2008)

Pembelaj aran L angsung 

 Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori belajar social dari Albert Bandura.  Pembelajaran langsung adalah model pembelajaran yang dirancang untuk mengajarkan

(12)

 pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural yang diajarkan setahap demi setahap. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling, yaitu suatu fase di mana Dosen

memodelkan atau mencontohkan melalui demonstrasi bagaimana suatu keterampilan itu dilakukan.

 Pada saat Dosen melakukan modeling Mahasiswa melakukan pengamatan terhadap

keterampilan yang dimodelkan itu. Selanjutnya Mahasiswa diberi kesempatan untuk meniru model yang dilakukan oleh Dosen melalui kesempatan latihan di bawah bimbingan Dosen. Modeling Tingkahlaku Baru

Melalui modeling orang dapat memperoleh tingkah laku baru. Ini dimungkinkan karena adanya kemampuan kognitif. Stimuli berbentuk tingkah laku model ditr ansformasi menjadi gambaran mental, dan yang lebih penting lagi ditransformasi menjadi symbol verbal yang dapat diingat kembali suatu saat nanti. Ketrampilan kognitif yang bersifat simbolik ini, membuat orang dapat mentransform apa yang dipelajarinya atau menggabung-gabung apa yang diamatinya dalam berbagai situasi menjadi pola tingkah laku baru.

Modeling Mengubah Tingkahlaku Lama

Di samping dampak mempelajari tingkah laku baru, modeling mempunyai dua macam dmpak  terhadap tingkah laku lama. Pertama, tingkah laku model yang diterima secara sosial dapat memperkuat respon yang sudah dimiliki pengamat. Kedua, tingkah laku model yang tidak  diterima secara sosial dapat memperkuat atau memperlemah pengamat untuk melakukan tingkah laku yang tidak diterima secara sosial, tergantung apakah tingkah laku model itu diganjar atau dihukum. Kalau tingkah laku yang tidak dikehendaki itu justru diganjar,  pengamat cenderung meniru tingkah laku itu, sebaliknya kalau tingkah laku yang tidak 

dikehendaki itu dihukum, respon pengamat menjadi semakin lemah. Modeling Simbolik 

Dewasa ini sebagian besar modeling tingkah laku berbentuk simbolik. Film dan televisi menyajikan contoh tingkah laku yang tak terhitung yang mungkin mempengaruhi

 pengamatnya. Sajian itu berpotensi sebagai sumber model tingkah laku. Modeling Kondisioning

Modeling dapat digabung dengan kondisioning klasik menjadi kondisioning klasik vikarius (vicarious classical conditioning). Modeling pon emosional. Pengamat mengobservasi model tingkah laku emosional yang mendapat penguatan. Muncul respon emosional yang sama di dalam diri pengamat, dan respon itu ditujukan ke obyek yang ada didekatnya (kondis ioning klasik) saat dia mengamati model itu, atau yang dianggap mempunyai hubungan dengan obyek yang menjadi sasaran emosional model yang diamati. Emosi seksual yang timbul akibat menonton film cabul dilampiaskan ke obyek yang ada didekatnya saat itu (misalnya: menjadi kasus pelecehan dan perkosaan anak).

M otivasi B elaj ar dan Teori Peri laku (B andura) 

 Konsep motivasi belajar berkaitan erat dengan prinsip bahwa perilaku yang memperoleh  penguatan (reinforcement) di masa lalu lebih memiliki kemungkinan diulang dibandingkan

(13)

(punishment). Dalam kenyataannya, daripada membahas konsep motivasi belajar, penganut  teori perilaku lebih memfokuskan pada seberapa jauh siswa telah belajar untuk mengerjakan  pekerjaan sekolah dalam rangka mendapatkan hasil yang diinginkan (Bandura, 1986 dan

Wielkeiwicks, 1995).

 Mengapa sejumlah siswa tetap bertahan dalam menghadapi kegagalan sedang yang lain menyerah? Mengapa ada sejumlah siswa yang bekerja u ntuk menyenangkan guru, yang lain berupaya mendapatkan nilai yang baik, dan sementara itu ada yang tidak berminat terhadap bahan pelajaran yang seharusnya mereka pelajari? Mengapa ada sejumlah siswa mencapai hasil belajar jauh lebih baik dari yang diperkirakan berdasarkan kemampuan mereka dan  sementara itu ada sejumlah siswa mencapai hasil belajar jauh lebih jelek jika dilihat potensi

kemampuan mereka? Mengkaji penguatan yang telah diterima dan kapan penguatan itu diperoleh dapat memberikan jawaban atas pertanyaan di atas, namun pada umumnya akan lebih mudah meninjaunya dari sudut motivasi untuk memenuhi berbagai kebutuhan.

Penghargaan (Rewar d) dan Penguatan (Reinf orcement) 

Suatu alasan mengapa penguatan yang pernah diterima merupakan penjelasan yang tidak  memadai untuk motivasi karena motivasi belajar manusia itu sangat kompleks dan tidak  bebas dari konteks (situasi yang berhubungan). Terhadap binatang yang sangat lapar kita dapat meramalkan bahwa makanan akan merupakan penguat yang sangat efektif. Terhadap manusia, meskipun ia lapar, kita tidak dapat sepenuhnya yakin apa yang merupakan penguat  dan apa yang bukan penguat, karena nilai penguatan dari penguat yang paling potensial   sebagian besar ditentukan oleh faktor-faktor pribadi dan situsional.

Penentuan Ni lai dari Suatu I nsentif 

 Ilustrasi berikut menunjukkan poin penting: nilai motivasi belajar dari suatu insentif tidak  dapat diasumsikan, karena nilai itu dapat bergantung pada banyak faktor (Chance, 1992).  Pada saat guru mengatakan “Saya ingin kamu semua mengumpulkan laporan buku pada

waktunya karena laporan itu akan diperhitungkan dalam menentukan nilaimu,” guru itu mungkin mengasumsikan bahwa nilai merupakan insentif yang efektif untuk siswa pada

umumnya. Tetapi bagaimanapun juga sejumlah siswa dapat tidak menghiraukan nilai karena orang tua mereka tidak menghiraukannya atau mereka memiliki catatan kegagalan di

 sekolah dan telah mengambil sikap bahwa nilai itu tidak penting. Apabila guru mengatakan kepada seorang siswa, “Pekerjaan yang bagus! Saya tahu k amu dapat mengerjakan tugas itu apabila kamu mencobanya!” Ucapan ini dapat memotivasi seorang siswa yang baru saja menyelesaikan suatu tugas yang ia anggap sulit namun dapat berarti hukuman (punishment) bagi siswa yang berfikir bahwa tugas itu mudah (karena pujian guru itu memiliki implikasi bahwa ia harus bekerja keras untuk menyelesaikan tugas itu). Seringkali sukar menentukan motivasi belajar siswa dari perilaku mereka karena banyak motivasi yang berbeda dapat  mempengaruhi perilaku. Kadang-kadang suatu jenis motivasi jelas-jelas menentukan  perilaku, tetapi pada saat yang lain, ada motivasi lain yang berpengaruh (mempengaruhi)

terhadap perilaku belajar siswa.

Faktor-faktor Penting dalam Belajar Melalui Observasi

Tentu saja, mengamati orang lain melakukan sesuatu tidak mesti berakibat belajar, karena  belajar melalui observasi memerlukan beberapa factor atau prakondisi. Menurut Bandura,

(14)

1. Perhatian (attention process): Sebelum meniru orang lain, perhatian harus dicurahkan ke orang itu. Perhatian ini dipengaruhi oleh asosiasi pengamat dengan modelnya, sifat model yang atraktif, dan arti penting tingkah laku yang diamati bagi si pengamat. 2. Representasi (representation process): Tingkah laku yang akan ditiru, harus

disimbolisasikan dalam ingatan. Baik dalam bentuk verbal maupun dalam bentuk  gambaran/imajinasi. Representasi verbal memungkinkan orang mengevaluasi secara verbal tingkah laku yang diamati, dan menentukan mana yang dibuang dan mana yang akan dicoba dilakukan. Representasi imajinasi memungkinkan dapat

dilakukannya latihan simbolik dalam pikiran, tanpa benar  – benar melakukannya secara fisik.

3. Peniruan tingkah laku model (behavior production process): s esudah mengamati dengan penuh perhatian, dan memasukkannya ke dalam ingatan, orang lalu  bertingkah laku. Mengubah dari gambaran pikiran menjadi tingkah laku

menimbulkan kebutuhan evaluasi; “Bagaimana melakukannya?” “Apa yang harus dikerjakan?” “Apakah sudah benar?” Berkaitan dengan kebenaran, hasil belajar  melalui observasi tidak dinilai berdasarkan kemiripan respons dengan tingkah laku yang ditiru, tetapi lebih pada tujuan belajar dan efikasi dari pembelajaran.

4. Motivasi dan penguatan (motivation and reinforcement process): Belajar melalui  pengamatan menjadi efektif kalau pembelajaran memiliki motivasi yang tinggi untuk 

dapat melakukan tingkah laku modelnya. Observasi mungkin memudahkan orang untuk menguasai tingkah laku tertentu, tetapi kalau motivasi untuk itu tidak ada, tidak   bakal terjadi proses daripada tingkah laku yang dihukum. Imitasi tetap terjadi

walaupun model tidak diganjar, sepanjang pengamat melihat model mendapat ciri-ciri  positif yang menjadi tanda dari gaya hidup yang berhasil, sehingga diyakini model

umumnya akan diganjar.

Motivasi banyak ditentukan oleh kesesuaian antara karakteristik pribadi pengamat dengan karakteristik modelnya. Ciri-ciri model seperti usia, status sosial, seks, keramahan, dan kemampuan, pening dalam menentukan tingkat imitasi. Anak lebih senang meniru model sesusilanya daripada model dewasa. Anak juga cenderung meniru model yang standar   prestasinya dalam jangkauannya, alih-alih model yang standarnya di luar jangkauannya.

Anak yang sangat dependen cenderung melimitasi model yang dependennya lebih ringan. Imitasi juga dipengaruhi oleh interaksi antara ciri model dengan observernya. Anak 

cenderung melimitasi orang tuanya yang hangat dan open (jw), gadis lebih melimitasi ibunya Dampak Belajar 

Setiap kali respons dibuat, akan diikuti dengan berbagai konsekuensi; ada yang 

konsekuensinya menyenangkan, ada yang tidak menyenangkan, ada yang tidak masuk  kekesadaran sehingga dampaknya sangat kecil. Penguatan baik positif maupun negatif  nampaknya tidak otomatis sejalan dengan konsekuensi respons. Konsekuensi dari suatu respons mempunyai tiga fungsi:

1.  Pemberi informasi: memberi informasi mengenai dampak dari tingkah laku informasi ini dapat disimpan untuk dipakai membimbing tingkah laku pada masa yang akan datang.

2.  Memotivasi tingkah laku yang akan datang: Menyajikan data sehingga orang dapat  membayangkan secara simbolik hasil tingkah laku yang akan dil akukannya, dan bertingkah laku sesuai dengan peramalan-peramalan yang dilakukannya. Dengan kata lain, tingkah laku ditentukan atau dimotivasi oleh masa yang akan datang, di

(15)

mana pemahaman mengenai apa yang akan terjadi pada masa yang akan datang itu diperoleh dari pemahaman mengenai konsekuensi suatu tingkah laku.

3.  Penguat tingkah laku: Keberhasilan akan menjadi penguat sehingga tingkah laku menjadi diulangi, sebaliknya kegagalan akan membuat tingkah laku cenderung tidak  diulang.

2.5 PSIKOPATOLOGI

Bandura sependapat dengan Eysenck dan Wolpe bahwa terapi tingkah laku dapat efektif  mengurangi reaksi kecemasan. Dia tidak percaya bahwa tekanan emosional menjadi elemen kunci penyebab reaksi takut yang berlebihan, sehingga harus dihilangkan agar tingkah laku dapat berubah. Menurutnya, masalah pokoknya adalah orang perca ya bahwa dirinya tidak  dapat menangani situasi tertentu secara efektif. Karena itu perlu dikembangkan self-efficacy, agar terjadi perubahan tingkah laku. Konsep determinis resiprokal menganggap tingkah laku dipelajari sebagai akibat dari interaksi antara pribadi tingkah laku lingkungan, termasuk  tingkah laku yang menyimpan. Tingkah laku patologis itu dipengaruhi oleh faktor kognitif,  proses neurofisiologis, pengalaman masa lalu yang mendapat penguatan, dan nilai fasilitatif 

dan lingkungan.

1. Reaksi Depresi: Standar pribadi dan penerapan tujuan yang terlalu tinggi, membuat orang rentan mengalami kegagalan, dan akan berakibat orang mengalami depresi. Sesudah dalam keadaan depresi, orang cenderung menilai rendah prestasi dirinya, sehingga “keberhasilan” tetap dipandang sebagai kegagalan. Akibatnya, terjadi kesengsaraan yang kronis, merasa tidak berharga, tidak mempunyai tujuan, dan depresi yang mendalam.

Penderita depresi melakukan regulasi diri pengamatan diri, proses sendiri, penderita depresi menilai salah performasinya, atau mengaburkan ingatan prestasinya yang telah l alu. Mereka meremehkan (underestimate) keberhasilannya sendiri, sebaliknya melebih-lebihkan

(overestimate) kegagalan yang dilakukannya. Dalam proses penilaian, penderita depresi memasang standar yang sangat tinggi sehingga apapun pencapaian yang diperoleh dinilai sebagai kegagalan, bahkan ketika orang lain memandang dia sangat berhasil, dia tetap

menghina prestasinya sendiri. Penderita menempatkan standar dan tujuan terlalu t inggi di atas kesadaran efikasi dirinya. Ketika melakukan reaksi diri, penderita depresi mengadili dirinya secara kasar, buruk, lebih-lebih terhadap kekurangan dirinya. Mereka menghukum diri sendiri secara berlebihan terhadap performasi diri yang kurang baik.

1. Fobia: Perasaan takut yang sangat kuat dan mendalam, sehingga berdampak buruk  terhadap kehidupan sehari-hari seseorang. Begitu mendalamnya perasaan takut itu, sehingga objek penyebabnya menjadi kabur, objek itu digeneralisasikan secara salah. Bandura mengemukan bahwa media, seperti televisi dan surat kabar tanpa sengaja menciptakan fobia. Cerita seram perkosaan, kekejaman perampok, pembunuhan  berantai, meneror masyarakat sehingga mereka (yang sebagian besar tidak pernah

mengalami hal itu) tetap merasa tidak aman walaupun pintu-pintu rumah telah

terkunci rapat-rapat. Fobia yang dipelajari dari pengamatan lingkungan, menjadi eksis akibat efikasi diri yang rendah, orang merasa tidak mampu menangani suatu masalah yang mengancam sehingga muncul perasaan takut yang kronis.

2. Agresi: Menurut Bandura, agresi diperoleh melalui pengamatan, pengalaman

langsung dengan renforsemen positif dan negatif, latihan atau perintah, dan keyakinan yang ganjil (bandingkan dengan Freud dan kawan-kawannya yang menganggap agresi

(16)

adalah dorongan bawaan). Agresi yang ekstrem menjadi disfungsi atau selahsuai  psikologis. Dari penelitian yang dilakukan Bandura, observasi terhadap perilaku

agresi akan menghasilkan respons peniruan yang berlebih. Pengamat akan bertingkah laku lebih agresif dibanding modelnya.

2.6 PSIKOTERAPI

Sama halnya dengan respons emosi yang dapat diperoleh secara langsung atau secara vicarious, menghilangkan tingkah laku (yang tidak dikehendaki) dapat dila kukan secara langsung atau secara vicarious pula. Penakut dapat mengubah rasa takutnya dengan melihat model yang tanpa rasa takut berinteraksi dengan hal yang ditakutkan itu.

Secara umum, terapi yang dilakukan Bandura adalah terapi kognitif sosial. Tujuannya untuk  memperbaiki regulasi self, melalui pengubahan tingkah laku dan mempertahankan perubahan tingkah laku yang terjadi. Ada tiga tingkatan keefektifan suatu tritmen yakni; ti ngkah induksi  perubahan, generalisasi, dan pemeliharaan.

1. Tingkat induksi perubahan: tritmen dikatakan efektif kalau dapat mengubah tingkah laku. Misalnya terapi menghilangkan takut ketinggian penderi akrofobia, sehingga dia  berani naik tangga yang tinggi.

2. Tingkat Generalisasi: tritmen yang lebih tinggi, memungkinkan terjadinya

generalisasi. Penderita akrofobia itu bukan hanya berani naik tangga, dia juga berani naik lift, naik kapal terbang, dan membersihkan kaca gedung bertingkat.

3. Tingkat Pemeliharaan: Sering terjadi tingkah laku positif hasil terapi berubah kembali menjadi tingkah laku negatif (khususnya pada tingkah laku habit negatif, merokok, alkoholik, narkotik). Terapi mencapai tingkat efektif yang tertinggi kalau hasil induksi dan generaslisai dapat terpelihara, tidak berubah menjadi negatif.

Bandura mengusulkan tiga macam pendekatan tritmen, yakni; latihan penguasaan (desensitisasi modeling), modeling terbuka, dan modeling simbolik.

1. Latihan penguasaan (desensitisasi modeling); mengajari klien untuk menguasai

tingkah laku yang sebelumnya tidak bisa dilakukan (misalnya karena takuti). Tritmen konseling dimulai dengan membantu klien mencapai relaksasi yang mendalam.

Kemudian konselor meminta klien membayangkan hal yang menakutkannya secara  bertahap. Misalnya, ular, dibayangkan melihat ular mainan di etalase toko. Kalau

klien dapat membayangkan kejadian itu tanpa rasa takut, mereka diminta

membayangkan bermain-main dengan ular mainan, kemudian melihat ular dikandang kebun binatang, kemudian menyentuh ular, sampai akhirnya menggendong ular. Ini adalah model desensitisasi sistematik yang pada paradigma behaviourisme

desensitisasi sistematik dalam pikiran (karena itu teknik ini terkadang disebut: modeling kognitif) tanpa memakai penguatan yang nyata.

2. Modeling terbuka (modeling partisipan); Klien melihat model nyata, biasanya diikuti dengan klien berpartisipasi dalam kegiatan model, dibantu oleh modelnya meniru tingkah laku yang dikehendaki, sampai akhirnya mampu melakukan sendiri tanpa  bantuan.

3. Modeling simbolik; Klien melihat model dalam film, atau gambar/cerita. Kepuasan vikarious (melihat model mendapat penguatan) mendorong klien untuk 

(17)

Ketika hasilnya dibandingkan, desensitisasi modeling dan modeling simbolik relatif sama kekuatannya untuk menghilangkan rasa takut. Namun yang paling berhasil menghilangkan rasa takut adalah modeling partisipan.

2.7 METODOLOGI

Bandura banyak meneliti masalah dunia nyata dalam laboratorium, seperti masalah agresi, fobia, penyembuhan dari serangan jantung, perolehan kemampuan matema tik pada anak. Tujuan pokoknya adalah untuk menyatukan kerangka konseptual yang dapat mencakup  berbagai hal yang mempengaruhi perubahan tingkah laku. Dalam setiap kegiatan,

keterampilan dan keyakinan diri yang menjamin pemakaian kemampuan secara optimal dibutuhkan agar diri dapat berfungsi sukses.

Bandura mengembangkan microanalytic approach: riset yang mementingkan asesmen yang ditil sepanjang waktu untuk mencapai keselarasan antara persepsi diri dengan tingkah laku  pada setiap tahap performasi tugas. Teknik ini cocok untuk strategi penelitian yang melacak   perubahan setiap saat, penelitian yang menganalisis proses, bukan hasil.

2.8 PENERAPAN TEORI BANDURA Studi tentang Pendidikan moral

 Pendidikan moral sendiri begitu penting dalam kehidupan manusia dan pada saat ini telah terjadi dekadensi moral (penurunan nilai-nilai moral) yang sangat parah dalam kehidupan  sehari-hari.

 Proses perkembangan sosial dan moral siswa menurut Albert Bandura selalu berkaitan dengan proses belajar sebab proses belajar tersebut sangat menentukan kemampuan siswa dalam bersikap dan berperilaku sosial yang selaras dengan norma moral agama, tradisi, hukum, dan norma moral lainnya yang berlaku dalam masyarakat siswa yang bersangkutan  sehingga perkembangan sosial anak selalu dihubungkan dengan perkembangan perilaku

moral yaitu perilaku baik dan buruk menurut norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Terorisme dan Persepsi Lama Barat

Pada dasarnya perilaku seseorang bersandar pada ukuran-ukuran moral yang dia yakini (Albert Bandura, 2003). Menurut Bandura, seseorang tidak merasa nyaman jika perbuatan yang dilakukannya menyalahi atau melanggar nilai-nilai kebaikan yang diyakininya. Perasaan tidak nyaman tersebut mencegah seseorang dari perbuatan yang diyakininya tidak baik. Lalu  bagaimana kaitannya dengan pelaku teror?

Bandura menyebutkan bahwa perbuatan baik maupun jahat itu dapat diinterpretasi secara luwes. Perbuatan membunuh bagi seorang aktivis HAM adalah kejahatan besar, namun tidak  demikian halnya bagi seorang prajurit yang sedang berada dalam medan peperangan. Contoh nyata digambarkan oleh Bandura pada kasus sersan York, salah seorang pejuang fenomenal dalam sejarah perang modern (Albert Bandura, 2003). Lantaran keyakinan agamanya yang kuat, sersan York tercatat sebagai penolak wajib militer, tetapi segala pembelaan dirinya ditolak. Di tansi tentara, komandan Batalionnya mengutip surat dan ayat dari Injil untuk  meyakinkan dia bahwa dalam keadaan-keadaan yang tepat agama Kristen memerintahkan

(18)

untuk membunuh orang lain. Setelah itu akhirnya sersan York menjadi seorang prajurit yang  bersemangat untuk membunuh.

Penjelasan Bandura itu menerangkan bahwa pelaku teror memiliki landasan moral. Teror  dinilai sebagai sebuah perbuatan baik bahkan mulia. Namun, jauh sebelum memasuki  pandangan itu, pelaku teror mengalami pergulatan nilai. Proses transformasi tersebut tidak 

sederhana. Teror bom bunuh diri di Palestina dan Irak misalnya, adalah potret tentang  pergulatan nilai yang sangat rumit. Mereka memilih bom bunuh diri setelah mengalami  pergulatan panjang dengan kekerasan dan ketidakadilan. Jadi, perubahan interpretasi tentang

aksi teror melibatkan pengalaman dan perspektif. Di sinilah terorisme menemukan kekuatan militansinya.

Hakikat Pertumbuhan dan Perkembangan Anak 

Albert Bandura (1969) menjelaskan sistem pengendalian perilaku Belajar adalah perubahan  perilaku sebagai fungsi pengalaman. Didalamnya tercakup perubahan-perubahan afektif,

motorik dan kognitif yang tidak dihasilkan oleh sebab-sebab lain.

Albert Bandura (1969) menjelaskan sistem pengendalian perilaku. Stimulus control. Perilaku yang muncul di bawah pengendalian stimulus eksternal, seperti bersin, bernafas dan

mengedipkan mata. Outcome control. Perilaku yang dilakukan untuk mencapai hasilnya,  berorientasi pada hasil yang akan dicapai. Symbolic control. Perilaku yang diarahkan oleh

kata-kata yang dirumuskan, atau diarahkan oleh antisipasi yang diimajinasikan dari hasil yang akan dicapai.

 Beberapa ide umum tentang pengalaman belajar:

1.  Keterlibatan dalam pengalaman belajar mempunyai pengaruh penting terhadap  pembelajaran.

2. Suasana yang bebas dan penuh kepercayaan akan menunjang kehendak peserta didik  untuk mau melaksanakan tugas sekalipun mengandung risiko.

3. Strategi yang mendalam dapat dipergunakan namun pengaruh penting terhadap beberapa aspek, seperti; usia, kematangan, kepercayaan dan penghargaan terhadap orang lain.

4.  Pada umumnya pembelajaran berpengaruh kepada hal-hal khusus seperti menghargai orang lain dan bersikap hati-hati kepada yang baru dikenal.

5. Terdapat banyak pengaruh yang dapat dipelajari melalui model (orang tua dan guru)  sedang peserta didik berusaha menirunya.

Gaya belajar adalah kunci untuk mengembangkan kinerja dalam pekerjaan, di sekolah

dalam situasi-situasi antara pribadi. Kepada guru diharapkan untuk menyadari bahwa setiap orang mempunyai cara yang tertentu untuk mempelajari informasi baru agar tercapai

 semaksimum mungkin. Pengalaman belajar seseorang sangat erat kaitannya dengan gaya belajar, cara belajarnya, yang dipengaruhi oleh berbagai variabel, yaitu faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis dan lingkungan.

 Pada awal pengalaman belajar, langkah pertama yang perlu dilakukan ialah mengenali modalitas kita masing-masing yaitu bagaimana menyerap informasi dengan mudah. Apakah modalitas kita visual, yaitu belajar melalui apa yang dilihat, apakah auditorial yaitu belajar  melalui apa yang didengar, apakah kinestetik, yaitu belajar melalui gerak dan sentuhan.

(19)

 Dalam mengajar, guru hendaknya mampu mengomunikasikan materi dan menyampaikan informasi dengan menggunakan berbagai metode mengajar agar setiap anak dapat 

menyerap dan memahaminya untuk kemudian digunakan pada saat diperlukan. Hal ini hanya dapat dicapai bila guru mengetahui karakteristik murid-muridnya yang vi sual, yang 

auditorial maupun yang kinestik.

 Konsepsi pengajaran tradisional yang mementingkan perkembangan intelektual kemudian berubah. Sekolah yang modern lebih memperhatikan seluruh pribadi anak it u, baik mengenai  segi emosi, sosial, jasmani maupun segi intelektualnya. Sekolah berusaha dengan sengaja

mengembangkan semua aspek pribadi anak dengan memberikan bahan pelajaran yang   sesuai dan dengan cara penyampaian yang bervariasi.

Sebenarnya pribadi anak itu tidak dapat dipecah-pecah beberapa bagian yang terpisah- pisah. Dalam segala tindakannya manusia itu bersikap sebagai suatu keseluruhan yang utuh.

Penyebaran Tv Kekerasan Melalui Modeling

Bandura punya alasan utama bahwa kita dapat belajar mengamati oleh orang lain. Dia

menganggap pengalaman yang menjadi cara yang khas manusia berubah. Dia menggunakan istilah pemodelan untuk menjelaskan Campbell dari dua midrange proses akuisisi Tanggapan (pengamatan pihak lain respon dan pemodelan), dan ia mengklaim bahwa pemodelan dapat memiliki banyak dampak langsung sebagai pengalaman.

Teori belajar sosial adalah teori umum dari perilaku manusia, tetapi Bandura dan orang-orang yang berkaitan dengan komunikasi massa telah menggunakannya secara khusus untuk 

menjelaskan efek media. Bandura peringatan bahwa “anak -anak dan orang dewasa mendapatkan sikap, emosi tanggapan, dan gaya baru yang melakukan melalui televisi modeling dan film.

Penelitian Bandura mengenai boneka Bobo merupakan demonstrasi dari belajar 

observasional dan ditunjukkan bahwa anak cenderung terlibat dalam perlakuan yang bengis terhadap boneka setelah melihat orang dewasa di televisi melakukan hal tersebut pada boneka yang sama. Bagimanapun, anak mungkin akan melakukan peniruan bila p erilaku model

mendapat penguatan. Permasalahannya, seperti diteliti oleh Otto Larson (1968), bahwa 56% karakter dalam acara televisi anak mencapai tujuannya melalui tindakan kekerasan.

Gambar perampas, pidana atau menggunakan kekuatan untuk mendapatkan cara sendiri. Sosial belajar teori postulates tiga tahapan penting dalam hubungan antara sebab-musabab televisi dan kekerasan fisik sebenarnya berbahaya lain: perhatian, ingatan, dan motivasi. Mereduksi Kecemasan Menurut Bandura

Bandura mengatakan bahwa perkiraan individu terhadap kemampuan sendiri dalam

mengatasi situasi merupakan salah satu faktor yang berguna dalam mereduksi kecemasan. Bandura menegaskan perkiraan yang positif terhadap kemampuan diri sendiri dalam

mengatasi situasi dan perkiraan individu yang positif terhadap kemungkinan terjadinya akibat  – akibat tertentu pada situasi yang akan dihadapi akan berpengaruh menurunkan kecemasan.

Lebih lanjut Bandura menjelaskan bahwa disfungsi dan penderitaan termasuk kecemasan yang dialami manusia disebabkan karena masalah cara berpikirnya hal ini disebabkan karena dalam berpikirnya sering mengingat pengalaman yang menyakitkan dan masa depan yang

(20)

tidak pasti, yang diciptakan sendiri sehingga manusia meragukan diri sendiri dan mempunyai ide menyalahkan diri sendiri. (Rahayu, Iin Tri dkk (Fakultas Psikologi UIN Malang).

Hubungan Pola Pikir Positif Dengan Kecemasan Berbicara di Depan Umum. Jurnal Psikologi UNDIP, V0l.1, No.2, Desember 2004)

Teori Bandura Dalam Penerapannya Dalam Bidang Computer Anxiety Dan Keahlian User Computing Dalam Penggunaan Teknologi Informasi

Teori kognitif sosial oleh Bandura dikembangkan dalam dua set ekspektasi kekuatan kognitif  utama yang menjadi guide perilaku. Pada seting pertama, ekspektasi dihubungkan dengan outcome. Para individu yang dapat lebih memahami aspek perilaku, akan percaya bahwa outcome yang lebih

 bernilai bila dibandingkan dengan individu yang tidak mampu memahami konsekuensi yang menguntungkan. Kedua, oleh Bandura (dalam Compeau dan Higgins, 1995) ekspektasi ini disebut sebagai self efficacy yang merupakan kepercayaan individu mengenai kemampuan untuk membentuk suatu perilaku tertentu. Adapun definisi self efficacy menurut Bandura (1986 dalam Campeau dan Higgins, 1995) adalah “People‟s judgmentsof their capabilities to organize and executee courses of acion requird to attain designated types of performances. It is concernednot with the skills one has but with judgements of what one can do with

whatever skills one possesses.” Dari definisi tersebut menunjukan karakteristik kunci dari konstrak self efficacy yakni komponen skill/keahlian dan ability/kemampuan dalam hal mengorganisir dan melaksanakan suatu tindakan.

Dalam konteks komputer, computer self efficacy menggambarkan persepsi individu tentang kemampuannya menggunakan komputer untuk menyelesaikan tugas-tugas seperti

menggunakan paket-paket software untuk analisis data, menulis surat mail merge dengan menggunakan word processor lebih dari pada sekedar keahlian yang sederhana seperti memformat disket atau booting ulang komputer.

Istilah self efficacy telah merupakan suatu konstrak penting dalam psikologi telah banyak  digunakan para peneliti seperti yang dikutip oleh Compeau dan Higgins (1995) yang

dikaitkan dengan variabel-variabel lain seperti untuk mempengaruhi keputusan perihal  perilaku yang dilakukan (Bandura, dkk,1977; Betz dan Hackett,1981), tanggapan emosional

(termasuk stres dan anxiety) dalam membentuk perilaku (Bandura, dkk1977; Stumpf,dkk, 1987), serta pencapaian kinerja aktual individu yang dihubungkan dengan perilaku (collins, 1985;Locke, dkk, 1984;Wood dan bandura, 1989).

BAB III PENUTUP 3.1 Evaluasi

Teori kognitif sosial Bandura mengembangkan hipotesis dan riset yang paling banyak   jumlahnya, dibanding teori kepribadian lainnya. Di antara ratusan penelitian yang menguji

asumsi-asumsi Bandura, topik yang paling luas diteliti adalah efikasi dir i dan modeling kekerasan. Ranah pendidikan dan dunia kerja memanfaatkan efikasi diri untuk meramalkan taraf sukses seseorang pada masa yang akan datang. Penelitian modeling yang paling penting dan banyak dikutip orang adalah menguji dampak kekerasan dan agresi film televisi dan film

(21)

 bioskop. Memang hanya 10 % dari penonton film kekerasan yang terpengaruh oleh film

kekerasan, di mana mereka menjadi lebih agresif dibandingkan kalau mereka tidak menonton film itu. Jumlah prosentase itu kalau dikalikan dengan populasi, memberi angka yang sangat  besar. Belum tentu yang 10 % itu menjadi “Jahat” namun paling tidak mereka mempunyai  peluang yang lebih besar untuk mengekspresikan agresi yang salahsuai.

Teori kognitif sosial dikelompokkan ke dalam paradigma behavioristik, karena hanya

membahas aspek kepribadian yang ada di permukaan, tingkah laku yang tampak. Penekanan  pada tingkah laku yang dapat diamati (observable) itu, berakibat Bandura melupakan atau

mengabaikan aspek perbedaan manusia, kekuatan motivasi yang disadari dan tidak disadari. Fungsi kognitif sebagai wakil nilai-nilai kemanusiaan, penentu tingkah laku. Teori kognitif  sosial mempelajari ekspektasi, kontrol, penguatan diri, kecemasan dan pert ahanan, dan

variabel yang terlibat dengan belajar melalui pengamatan. Namun semuanya dibiarkan dalam  potongan-potongan dan tidak disatukan dalam satu sintesa yang komprehensif. Fungsi

kognitif yang menjadi sentral dari variabel pribadi, tidak mendapat elaboras i yang cukup, sehingga cakupan proses kognitif bisa menjadi sangat luas semua atribut pribadi.

3.2 KESIMPULAN

Teori ini dikembangkan oleh Albert Bandura seorang psikolog pendidikan dari Stanford University, USA. Teori belajar ini dikembangkan untuk menjelaskan bagaimana orang  belajar dalam seting yang alami/lingkungan sebenarnya.

Bandura (1977) menghipotesiskan bahwa baik tingkah laku (B), li ngkungan (E) dan kejadian-kejadian internal pada pembelajar yang mempengaruhi persepsi dan aksi ( P) adalah

merupakan hubungan yang saling berpengaruh (interlocking).

Harapan dan nilai mempengaruhi tingkah laku. Tingkah laku sering dievaluasi, bebas dari umpan balik lingkungan sehingga mengubah kesan-kesan personal. Tingkah laku

mengaktifkan kontingensi lingkungan. Karakteristik fisik seperti ukuran, ukuran jenis kelamin dan atribut sosial menumbuhkan reaksi lingkungan yang berbeda.

Pengakuan sosial yang berbeda mempengaruhi konsepsi diri individu. Kontingensi yang aktif dapat merubah intensitas atau arah aktivitas .

Tingkah laku dihadirkan oleh model. Model diperhatikan oleh pelajar (ada penguatan oleh model). Tingkah laku (kemampuan dikode dan disimpan oleh pembelajar). Pemrosesan kode-kode simbolik 

Skema hubungan segitiga antara lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku, (Bandura, 1976).

Skema Proses Kognitif Pembelajar

Pembelajar mampu menunjukkan kompetensi/tingkah laku Performance/unjuk kerja Motivasi pembelajar mengolah tingkah laku

Proses perhatian sangat penting dalam pembelajaran karena ti ngkah laku yang baru

(kompetensi) tidak akan diperoleh tanpa adanya perhatian pembelajar. Proses retensi s angat  penting agar pengkodean simbolik tingkah laku ke dalam visual atau kode verbal dan

(22)

memegang peranan penting.

Proses motivasi yang penting adalah penguatan dari luar, penguatan dari dirinya sendiri dan Vicarius Reinforcement (penguatan karena imajinasi).

Lebih lanjut menurut Bandura (1982) penguasaan skill dan pengetahuan yang kompleks tidak  hanya bergantung pada proses perhatian, retensi, motor reproduksi dan motivasi, tetapi juga sangat dipengaruhi oleh unsur-unsur yang berasal dari diri pembelajar sendiri yakni “sense of  self Efficacy” dan “self – regulatory system”. Sense of self efficacy adalah keyakinan

 pembelajar bahwa ia dapat menguasai pengetahuan dan keterampilan sesuai standar yang  berlaku.

Self regulatory adalah menunjuk kepada 1) struktur kognitif yang memberi referensi tingkah laku dan hasil belajar, 2) sub proses kognitif yang merasakan, mengevaluasi, dan pengatur  tingkah laku kita (Bandura, 1978). Dalam pembelajaran sel-regulatory akan menentukan “goal setting” dan “self evaluation” pembelajar dan merupakan dorongan untuk meraih  prestasi belajar yang tinggi dan sebaliknya.

Menurut Bandura agar pembelajar sukses instruktur/guru/dosen/guru harus dapat menghadirkan model yang mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pembelajar, mengembangkan “self of mastery”, self efficacy, dan reinforcement bagi pembelajar. Dari uraian tentang teori belajar sosial, dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Belajar merupakan interaksi segitiga yang saling berpengaruh dan mengikat antara lingkungan, faktor-faktor personal dan tingkah laku yang meliputi proses-proses kognitif   belajar.

2. komponen-komponen belajar terdiri dari tingkah la ku, konsekuensi-konsekuensi terhadap model dan proses-proses kognitif pembelajar.

3. hasil belajar berupa kode-kode visual dan verbal yang mungkin dapat dimunculkan kembali atau tidak (retrievel).

4. dalam perencanaan pembelajaran skill yang kompleks, disamping

pembelajaran- pembelajaran komponen-komponen skill itu sendiri, perlu ditumbuhkan “sense of efficacy” dan self regulatory” pembelajar.

5. dalam proses pembelajaran, pembelajar sebaiknya diberi kesempatan yang cukup untuk  latihan secara mental sebelum latihan fisik, dan “reinforcement” dan hindari punishment yang tidak perlu.

3.3 SARAN

Berikut Bandura mengajukan usulan untuk mengembangkan strategi proses pembelajaran yaitu sebagi berikut :

Strategi Proses

1) Analisis tingkah laku yang akan dijadikan model yang terdiri :

a. Apakah karakter dari tingkah laku yang akan dijadikan model itu berupa konsep, motor skil atau efektif?

(23)

c. Dimanakah letak hal-hal yang penting (key point) dalam sekuen tersebut?

2) Tetapkan fungsi nilai dari tingkah laku dan pilihlah tingkah laku tersebut sebagai model. a. Apakah tingkah laku (kemampuan yang dipelajari) merupakan hal yang penting dalam kehidupan dimasa datang? (success prediction)

 b. Bila tingkah laku yang dipelajari kurang memberi manfaat (tidk begitu penting) model manakah yang lebih penting?

c. Apakah model harus hidup atau simbol?

Pertimbangan soal biaya, pengulangan demonstrasi dan kesempatan untuk menunjukkan fungsi nilai dan tingkah laku.

d. Apakah reinforcement yang akan didapat melalui model yang dipilih? 3) Pengembangan sekuen instruksional

a. Untuk mengajar motor skill, bagaimana caramengerjakan

 pekerjaan/kemampuan yang dipelajari :how to do this” dan bukannya “not this”.

Langkah-langkah manakah menurut sekuen yang harus dipresentasikan secara perlahan-lahan 4) Implementasi pengajaran untuk menunut proses kognitif dan motor reproduksi.

a. motor skill 1) hadirkan model

2) beri kesempatan kepada tiap-tiap pembelajar untuk latihan secarasimbolik  3) beri kesempatan kepada pembelajar untuk latihan dengan umpan balik visual  b. proses kognitif 

1) Tampilkan model, baik yang didukung oleh kode-kode verbal at au petunjuk untuk mencari konsistensi pada berbagai contoh

2) Beri kesempatan kepada pembelajar untuk membuat ihtisar atau summary

3) Jika yang dipelajari adalah pemecahan masalah atau strategi penerapan beri kesempatan  pembelajar untuk berpartisipasi secaraaktif 

4) Beri kesempatan pembelajar untuk membuat generalisasi ke berbagai siatuasi. Alwisol, Psikologi Kepribadian Edisi Revisi. 2008.UPT Penerbitan Universitaas Muhammadiyah:Malang

Davindoff. Linda L. 1981. Psikologi Suatu Pengantar. Jakarta: Erlangga.

Hall, Calvis S. & Gardner Lindzey. 1993. Teori-teori Sifat dan Behavioristik. Yogyakarta.: Penerbit Kanisius.

(24)

Kecemasan Berbicara di Depan Umum. Jurnal Psikologi UNDIP, V0l.1, No.2, Desember  2004, Hal 131-143

Rakhmat, Jalaluddin. 2003. Psikologi Komunikasi- Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Rustiana, computer anxiety dan keahlian user computing dalam penggunaan teknologi

informasi. Jurnal KINERJA, Universitas Atma Jaya Yogyakarta. Volume 9, No. 1, Th. 2005: Hal. 42-53

Setianti, Fetiara dan Alfi Purnamasari, Efefektifitas Mendengarkan Pembacaan Cerita Untuk  Meningkatkan Minat Baca Anak Sekolah Dasar. Jurnal Humanistik Fakultas Psikologi

Ahmad Dahlan, Vol 5, No.1 Januari 2008, Hal 15-26

Gambar

Tabel Strategi Pengubahan Sumber Ekspektasi Efikasi Sumber  Cara Induksi
Table Kombinasi Efikasi dengan Lingkungan sebagai Prediktor Tingkahlaku Efikasi  Lingkungan  Prediksi hasil tingkah laku

Referensi

Dokumen terkait

mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang itu Karena untuk mempelajari suatu materi matematika yang baru,?. pengalaman belajar yang lalu

Imitasi terjadi ketika anak-anak belajar perilaku baru dengan melihat orang lain bertindak

Berdasarkan kedua kesimpulan diatas maka belajar sosial adalah suatu proses tingkah laku dimana kita mengamati, bahkan meniru suatu pola perilaku orang lain (masyarakat) yang

• Hasil belajar diukur berdasarkan terjadi- tidaknya perubahan tingkah laku atau pemodifikasian tingkah laku yang lama menjadi tingkah laku yang baru... • Karakterisitik

Diharapkan kepada orang tua siswa untuk tetap mendukung dan selalu ikut berpartisipasi dalam segala kegiatan belajar anaknya dengan cara memberi dukungan,

psikologi baru yang dipelajari seperti kemampuan berbicara, mengaur indera-indera dan tindakan fisik, berpikir dengan simbol, dan meniru dan belajar dari orang tua. Masalah pada

Ustadz Aditya : sebenarnya kejadian ini bukan hal baru, yang baru itu orang yang baru belajar islam, ikut kajian satu dua kali ke ustadz yang di kelompok itu saja,

Ahli psikologi behavior memandang bahwa proses belajar terjadi melalui ikatan stimulus- respon, sedangkan psikologi gestalt berpendapat proses pemerolehan pengetahuan didapat