• Tidak ada hasil yang ditemukan

PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PEMBANGUNAN KESEJAHTERAAN SOSIAL"

Copied!
85
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)

EVALUASI PROGRAM

PEMBANGUNAN

KESEJAHTERAAN SOSIAL

DI DESA PERBATASAN - KALIMANTAN BARAT

P3KS Press (Anggota IKAPI) 2012

(4)

Indah Huruswati dkk

Evaluasi Program Pembangunan Kesejahteraan Sosial Di Desa Perbatasan Kalimantan Barat, Jakarta: P3KS Press, 2012.

vi+ 76 halaman, 14.8 x 21 cm ISBN 978-602-8427-76-0

Konsultan : Dr. Herie Saksono. Penulis : Indah Huruswati

Alit Kurniasari Agus Budi Purwanto M. Sabeni

Tata letak : Imaji Perwajahan : Tim Peneliti Cetakan I : Tahun 2012

Penerbit : P3KS Press (Anggota IKAPI)

Jl. Dewi Sartika III No. 200, Jakarta - Timur Email. puslitbangkesos@depsos.go.id Website: puslit.depsos.go.id

Sanksi Pelanggaran Pasal 72

Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta

1. Barang siapa dengan sengaja melanggar dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat (1) atau pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah) atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah).

2. Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau hak terkait sebagaimana di maksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(5)

Puji syukur kehadirat Allah SWT, atas segala rahmat, karunia dan kemudahanNYA, tersusunlah buku hasil penelitian “Evaluasi Program Pembangunan Kesejahteraan Sosial di Desa Perbatasan Kalimantan Barat” yang dilakukan pada TA. 2012.

Kondisi wilayah perbatasan antar negara dalam Kesatuan Negara Republik Indonesia hingga saat ini di beberapa titik daerah masih dihadapkan pada berbagai keterbatasan baik infrastruktur wilayah maupun kesejahteraan hidup masyarakatnya. Sementara keberadaan wilayah perbatasan antar negara dianggap merupakan beranda terdepan dari suatu negara.

Penanganan permasalahan di wilayah perbatasan antar negara merupakan tantangan besar bagi pemerintah maupun berbagai pihak terkait, mengingat kompleksitas permasalahan yang ada dan keterbatasan sumber daya maupun akses wilayah.

Pembangunan wilayah perbatasan merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu wilayah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial, ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama dan tidak jauh berbeda dibandingkan dengan kondisi masyarakat Indonesia di wilayah lainnya.

Implementasi upaya penanganan yang berupa program-program pembangunan dituntut sinergitas dari berbagai pihak baik pusat maupun daerah melalui koordinasi intensif, kesamaan persepsi dan komitmen tinggi. Tentunya program pembangunan lebih difokuskan pada percepatan pembangunan daerah yang kondisi sosial, budaya ekonomi, keuangan daerah, aksesibilitas serta ketersediaan infrastruktur masih tertinggal dibanding dengan daerah lainnya.

Mengingat berbagai kondisi kehidupan masyarakat menyangkut berbagai aspek kehidupan baik ideologi, politik, ekonomi, sosial dan budaya dari negara sendiri dan negara tetangga, maka pendekatan

(6)

masyarakat.

Peningkatan kapasitas masyarakat dalam segala aspek kehidupan dan penyediaan infrastruktur wilayah yang memadai menjadi target orientasi pembangunan, untuk mewujudkan terciptanya kehidupan masyarakat yang sejajar dengan kondisi masyarakat di daerah maju lainnya.

Berbagai program pembangunan yang dilaksanakan berbagai pihak merupakan upaya menjawab permasalahan yang dihadapi masyarakat perbatasan melalui pemberdayaan kelompok/ masyarakat dan bertumpu pada kearifan lokal serta pemanfaatan secara optimal, potensi sumberdaya yang ada.

Dari berbagai kondisi yang ada di lapangan, kiranya hasil penelitian ini dapat dimafaatkan oleh berbagai pihak terkait guna penyempurnaan pelaksanaan program, pembangunan di kawasan perbatasan antar negara.

Menyadari akan segala keterbatasan dan kesempurnaan buku hasil penelitian ini, maka saran dan kritik yang membangun dari para pembaca khususnya penggiat pembangunan kesejahteraan sosial sangat diharapkan. Terima kasih

Jakarta, Desember 2012

Pusat Penelitian dan Pengembangan Kesejahteraan sosial

Kepala,

(7)

KATA PENGANTAR iii

DAFTAR ISI v

BAB I : PENDAHULUAN

A. Wawasan Perbatasan Antar Negara 1

B. Paradigma Penelitian 4

C. Pendekatan 8

BAB II : POTENSI DAN PROGRAM PEMBANGUNAN 11

A. KECAMATAN PALOH 12 1. Sumber Daya 15 2. Perekonomian Masyarakat 19 3. Kesehatan 22 4. Sosial Budaya 23 5. Pendidikan 26 6. Potensi Wisata 27 7. Masalah Sosial 28

8. Program Pembangunan di Desa Temajuk 29

9. Kebutuhan Masyarakat 32

10.Faktor-faktor Yang Berpengaruh dalam

Pelaksanaan Program 33

B. KECAMATAN SAJINGAN BESAR 35

1. Sumber Daya 37 2. Perekonomian Masyarakat 41 3. Kesehatan 45 4. Sosial Budaya 47 5. Pendidikan 49 6. Potensi Wisata 50

7. Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial (PMKS) 51 8. Program Pembangunan di Kecamatan Sajingan 52 9. Faktor-faktor yang berpengaruh dalam

(8)

KESEJAHTERAAN SOSIAL DI DAERAH PERBATASAN 57 BAB IV : PENUTUP 63 A. Kesimpulan 63 B. Rekomendasi 65 MATRIK SINKRONISASI 67 DAFTAR PUSTAKA 72 INDEKS 74

(9)

A. Wawasan Perbatasan Antar Negara

Pemerintah ingin menjadikan wilayah perbatasan sebagai beranda depan negeri, yakni pintu gerbang utama negara. Konsekuensinya adalah kondisinya harus elok dan bagus, sarana dan prasarana mesti optimal, dan masyarakatnya maju serta sejahtera. Namun yang tampak adalah kondisi kehidupan masyarakat yang cukup memprihatinkan. Pos lintas batas yang cukup megah, ternyata tidak mencerminkan kesejahteraan warganya. Temuan penelitian yang dilakukan oleh tim penelitian Puslitbang Kesos tahun 20101, di desa Aruk, kecamatan Sajingan

Besar, kabupaten Sambas, permasalahan utama yang ada terkait dengan infrastruktur jalan dan transportasi yang masih sulit sehingga berdampak pada kehidupan masyarakat sehari-hari; pelayanan kesehatan yang kurang memadai sehingga kalau ada penanganan darurat harus ke Malaysia, dengan surat rujukan dari puskesmas; tidak ada pusat perekonomian, yang terdekat adalah ke Malaysia (desa terdekat di Malaysia: kampung Biawak, kecamatan Lundu), masyarakat lebih memilih ke sana dibanding ke kabupaten Sambas. Tidak heran masyarakat membeli gula dan gas ke Malaysia (yang utama), hargapun jauh lebih murah. Ironisnya, perkebunan sawit yang ada dan menjadi prioritas penghasilan di wilayah ini, tidak memberi kontribusi kepada masyarakat setempat. Dampak dari perluasan perkebunan sawit yaitu lahan perladangan warga menjadi berkurang (dari ladang berpindah menjadi menetap - transformasi budaya masyarakat

1. Indah Huruswati, 2010, “Masalah, Kebutuhan dan Sumber Daya Daerah Perbatasan: Studi Kasus

5 Kabupaten di Kalimantan”, Jakarta: P3KS Press.

(10)

setempat). Begitupun halnya dengan tenaga kerja untuk usaha yang ada di sana, tidak memanfaatkan tenaga setempat, sehingga masyarakat tidak punya peluang usaha di daerahnya sendiri; tenaga kerja didatangkan dari Jawa dan kabupaten lain. Temuan lain yang juga menjadi perhatian adalah kesewenangan aparat (polisi) terhadap warga, terutama warga yang akan dan pulang bekerja, pasukan gula dan tong gaz (orang yang membeli kebutuhan rumahtangga ke Malaysia a.l. gula pasir, gas dan sebagainya) mereka diminta setoran untuk beberapa pos jaga yang ada di PLB dan sekitarnya (bisa 5 pos).

Terkait dengan tenaga kerja ke Malaysia cukup besar – masyarakat tidak menyadari bekerja di LN, karena tidak ada tuntutan paspor untuk desa-desa terdekat di Malaysia, cukup dengan menggunakan surat PLB (Pass Lintas Batas), yang dibuat dengan biaya sebesar Rp. 50.000,-. Itupun tidak banyak warga yang memiliki; padahal menurut petugas imigrasi kecamatan Sajingan, banyak kemudahan yang diberikan untuk mengurus PLB ini.

Secara umum kawasan perbatasan masih mengalami kesulitan aksesibilitas baik darat, udara maupun laut. Kawasan perbatasan masih mengalami kesulitan komunikasi dan informasi, serta minimnya sumber energi listrik.

Percepatan pembangunan kawasan perbatasan dengan menggunakan pendekatan kesejahteraan, telah dicanangkan sejak RPJMN 2010. Tentunya pendekatan yang dilakukan, tidak semata menggunakan pendekatan yang bersifat keamanan seperti pada tahun-tahun sebelumnya, tetapi juga memperhatikan pendekatan kesejahteraan. Tujuan dan sasaran pengembangan wilayah Kalimantan diantaranya adalah: meningkatkan standar hidup masyarakat di wilayah Kalimantan; meningkatkan ketersediaan, kualitas dan jangkauan pelayanan prasarana dan sarana transportasi, baik darat, laut maupun udara; meningkatkan jumlah, mutu dan jangkauan sistem

(11)

jaringan prasarana dasar (jalan, pelabuhan, lapangan udara, telekomunikasi, listrik dan telepon); meningkatkan aksesibilitas masyarakat wilayah Kalimantan terhadap pelayanan publik dasar, dan sebagainya. Sampai dengan tahun 2012, apakah persoalan-persoalan yang ada di wilayah perbatasan berdasar temuan penelitian yang ada, sudah ditangani sesuai dengan tujuan serta sasaran percepatan pembangunan kawasan perbatasan.

Usaha-usaha menjadikan wilayah perbatasan sebagai beranda negeri dengan berbagai persoalan yang ada, tentunya memerlukan bantuan, dukungan dan kerjasama dari semua pihak, baik dari kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah di wilayah perbatasan maupun dari para pemangku kepentingan. Untuk itu perlu dilakukan upaya membangun masyarakat dengan suatu pendekatan partisipatif dan dengan melibatkan seluas mungkin warga masyarakat serta organisasi lokal, kearifan lokal dan kebutuhan lokal serta menghormati institusi adat yang merupakan potensi dan sumber kesejahteraan sosial (PSKS) atau modal sosial (Social Capital). Yang diperlukan adalah suatu rumusan strategi sesuai dengan karakteristik masyarakat perbatasan, dalam upaya meningkatkan kesejahteraan mereka.

Berangkat dari pemikiran tersebut, pertanyaan penelitiannya adalah sejauhmana tujuan dan sasaran pengembangan wilayah perbatasan ini telah dicapai. Apakah permasalahan yang ada di masyarakat sudah teratasi? Apakah kebutuhan masyarakat tentang peningkatan kesejahteraan telah terpenuhi, paling tidak mereka dapat hidup secara layak, aman dan tenteram. Apakah potensi dan sumber daya yang ada, sudah dapat mendukung pembangunan di daerah dimaksud? Pada akhirnya, untuk mendukung program-program pembangunan kawasan perbatasan, alternatif program seperti apa yang dapat dilaksanakan diwilayah ini, terutama di kabupaten Sambas sebagai lokasi kasus.

(12)

Secara umum penelitian ini dilakukan dengan tujuan:

1. Mengetahui upaya peningkatan kesejahteraan sosial masyarakat yang telah dilakukan oleh berbagai lembaga/ institusi di wilayah kabupaten Sambas, terutama dengan melihat: bentuk-bentuk, proses pelaksanaan dan hasil kegiatan yang dilakukan baik oleh unit teknis di lingkungan Kementerian Sosial, dinas/instansi sosial provinsi dan kabupaten, serta pemerintah daerah/setempat.

2. Faktor pendukung, penghambat pelaksanaan program/ kegiatan, dan

3. Upaya sinkronisasi pelaksanaan program di daerah perbatasan.

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperoleh informasi tentang program pengembangan masyarakat yang ada, sesuai dengan kebutuhan dan sumberdaya daerah, yang pada akhirnya dapat digunakan sebagai bahan perumusan kebijakan program pembangunan kesejahteraan sosial masyarakat di kabupaten Sambas sebagai wilayah perbatasan antar negara.

B. Paradigma Penelitian

Pembangunan daerah perbatasan merupakan upaya terencana untuk mengubah suatu daerah yang dihuni oleh komunitas dengan berbagai permasalahan sosial ekonomi dan keterbatasan fisik, menjadi daerah yang maju dengan komunitas yang kualitas hidupnya sama atau tidak jauh tertinggal dibandingkan dengan masyarakat Indonesia di wilayah lainnya, terutama wilayah yang terdekat.

Beberapa persoalan tentang kecenderungan orang untuk mencari fasilitas yang lebih baik bagi kebutuhan hidupnya menjadi kunci dari beberapa persoalan masyarakat yang hidup di daerah perbatasan. Adanya daya tarik yang lebih baik dalam memperoleh kesejahteraan di negara lain dalam hal ini di negara Malaysia meningkatkan orientasi atau kecenderungan masyarakat

(13)

di Indonesia khususnya di perbatasan untuk menyeberang ke negara tetangga dan mendapatkan fasilitas yang dibutuhkannya di negara tersebut. Di samping itu juga adanya ketidaktersediaan fasilitas untuk memperoleh kesejahteraan hidup di daerahnya sendiri atau persoalan jarak yang jauh dari fasilitas kesejahteraan di wilayah Indonesia, akan mendorong orang-orang perbatasan ini untuk pergi ke negara lain, seperti ke daerah Kuching atau Tebedu dan Tawau di Malaysia.

Di pihak lain, khususnya dari dalam masyarakat sendiri, orientasi terhadap persoalan kesejahteraan terkait dengan ikatan dari kesukubangsaan. Ini menjadi daya ikat dari sukubangsa yang bersangkutan khususnya identitas kewilayahan serta kuatnya ikatan kekerabatan dari sukubangsa yang bersangkutan. Persoalannya adalah interpretasi atau persepsi terhadap gejala sosial khususnya persoalan-persoalan sosial atau masalah sosial dan juga masalah kesejahteraan sosial akan menyangkut pola-pola budaya dari masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu persepsi masyarakat terhadap masalah dan kesejahteraan sosial menjadi hal yang penting.

Persoalan yang umum timbul dari orientasi ini diantaranya adalah daya tarik fasilitas sosial budaya, daya dorong dari dalam masyarakat sendiri yang merupakan masalah sosial yang didasari pada budaya setempat, jarak tempuh dalam memperoleh fasilitas tersebut, sumber daya atau kemampuan diri serta kemudahan memperoleh apa yang dibutuhkan oleh dirinya.

Tampaknya untuk pembangunan sosial masih dihadapkan pada masalah seperti kemiskinan, bencana alam, rawan sosial ekonomi, yang berakibat pada meningkatnya penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) dan masyarakat rentan lainnya. Dari lokasi yang diteliti, permasalahan kesejahteraan sosial yang menonjol adalah kemiskinan yang berdampak pada berbagai masalah lainnya seperti meningkatnya fakir miskin, rumah tidak layak huni, minim pelayanan kesehatan, wanita

(14)

rawan sosial ekonomi, tindak kekerasan dalam rumahtangga, keterlantaran pada anak dan lanjut usia, sarana pendidikan yang tidak terjangkau warga yang berdampak pada rendahnya tingkat pendidikan bahkan putus sekolah. Tentunya permasalahan ini mempunyai arti dan kriteria yang berbeda antara arti menurut Kementerian Sosial dan yang dipahami masyarakat sesuai dengan kondisi setempat.

Masalah kesejahteraan sosial memang dapat terjadi di setiap wilayah dan disebabkan oleh berbagai hal yang saling berkait. Faktor penyebab masalah kesejahteraan sosial dapat berupa faktor internal dan faktor eksternal sekaligus. Faktor internal pada umumnya menunjuk pada sistem sosial yang mengandung benih ketimpangan struktural dalam masyarakat. Biasanya terdapat segolongan masyarakat yang kurang memiliki akses terhadap peluang-peluang sosial ekonomi, sehingga menjadi rentan terhadap masalah kesejahteraan sosial. Keterbatasan aset produksi dapat juga menyebabkan kemiskinan, kemiskinan menyebabkan kurang pangan dan gizi, yang pada akhirnya dapat menyebabkan keterbelakangan fisik dan mental.

Dalam kaitannya dengan faktor eksternal, bisa termasuk intervensi pemerintah, lembaga pemerintah dan pengusaha swasta. Intervensi program dari pemerintah yang pada awalnya bertujuan intervensi pemecahan masalah, ternyata justru menyebabkan ketergantungan masyarakat terhadap pemerintah dan/atau menimbulkan suatu jenis masalah yang sebelumnya tidak ada dalam masyarakat (Dove, 1985)

Secara potensial setiap masyarakat mempunyai mekanisme untuk mengatasi masalah kesejahteraan sosial yang terjadi pada masyarakat tersebut. Seperti pemanfaatan potensi kesejahteraan sosial yang ada dalam bentuk sumber daya alami, sumber daya manusia, dan sumber daya sosial. Bagaimana kemampuan mengorganisir sumber daya alam atau manusia atau perpaduan keduanya. Untuk mempertahankan kehidupannya, masyarakat

(15)

memanfaatkan dan mengorganisasikan semua sumber daya ini dalam berbagai aktivitas seperti aktivitas ekonomi, politik, keagamaan, kesenian, gotong royong dan sebagainya. Pemanfaatan dan pengorganisasian aktivitas ini diistilahkan sebagai lembaga (institusi) sosial. Pengertian lembaga disini mencakup bentuk-bentuk organisasi/kelompok kongkrit dan pranata sosial (misalnya tolong menolong). Masyarakat lokal dalam lembaga sosialnya, mengorganisir diri untuk mengelola sumber daya alam, sumber daya manusia dan uluran tangan pihak luar (pemerintah atau swasta) yang ada dalam masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya secara umum mengatasi masalah kesejahteraan sosial secara khusus. Kemampuan setiap lembaga sosial untuk melindungi masyarakatnya dari setiap masalah kesejahteraan sosial ditentukan oleh norma, kelakuan berpola, peralatan dan anggota masyarakat pendukung lembaga tersebut (Koentjaraningrat, 2004).

Harus disadari percepatan pembangunan di perbatasan menjadi amat penting karena perbatasan memiliki beberapa nilai-nilai strategis, yang antara lain meliputi: (a) mempunyai potensi sumber daya yang besar pengaruhnya terhadap aspek ekonomi, demografi, politis, dan hankam, serta pengembangan ruang wilayah di sekitarnya. (b) mempunyai dampak penting baik terhadap kegiatan yang sejenis maupun kegiatan lainnya, (c) merupakan faktor pendorong bagi peningkatan kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat baik di wilayah yang bersangkutan maupun di wilayah sekitarnya, (d) mempunyai keterkaitan yang saling mempengaruhi dengan kegiatan yang dilaksanakan di wilayah lainnya yang berbatasan baik dalam lingkup nasional maupun regional, (e) mempunyai dampak terhadap kondisi politis dan pertahanan keamanan nasional dan regional.

Mengacu pada tujuan pengembangan wilayah Kalimantan, sasaran yang dicapai dalam rangka pengembangan wilayah Kalimantan pada tahun 2012 adalah sebagai berikut:

(16)

1. Meningkatnya standar hidup masyarakat wilayah Kalimantan yang ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan, yaitu pertumbuhan ekonomi, kemiskinan, dan pengangguran.

2. Meningkatnya ketersediaan, kualitas, dan jangkauan pelayanan prasarana dan sarana transportasi, baik darat, laut maupun udara;

3. Meningkatnya jumlah, mutu, dan jangkauan sistem jaringan prasarana dasar (jalan, pelabuhan, lapangan udara, telekomunikasi, listrik dan telepon);

4. Meningkatnya aksesibilitas masyarakat wilayah Kalimantan terhadap pelayanan publik dasar. (Bappeda Provinsi Kalimantan Barat, 2010)

C. Pendekatan

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data observasi partisipasi, wawancara mendalam, dan dokumentasi. Peneliti juga melakukan rekaman data dan hasil rekaman tersebut digunakan untuk mendukung catatan harian peneliti. Wawancara dan observasi dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara dan observasi.

Lokasi penelitian ditentukan secara purposive, dengan mempertimbangkan bahwa lokasi merupakan daerah perbatasan; kurang tersentuh oleh pembangunan; komunikasi dan transportasi dengan wilayah lain sangat terbatas, berpotensi timbul permasalahan sosial yang cenderung meningkat. Untuk lokasi Kabupaten Sambas dipilih Kecamatan Sajingan Besar dan Kecamatan Paloh dengan dasar pemikiran bahwa kecamatan ini termasuk kecamatan paling dekat dengan perbatasan dan tingkat intensitas hubungan dengan warga negara tetangga sangat tinggi. Memang letak geografis kurang mendukung, kurang terjangkau oleh pembangunan secara memadai.

(17)

reliable, dilakukan diskusi kelompok dengan peserta diskusi: tokoh masyarakat yang mewakili bidang ketokohannya. Mereka terdiri dari kepala kampung, tokoh agama, Karang Taruna, PKK, guru, dan tokoh masyarakat lainnya, yang dianggap mempunyai informasi yang dibutuhkan dalam penelitian. Dari antara peserta diskusi, dipilih beberapa orang dapat yang mewakili wilayah (dusun) untuk melakukan pemetaan wilayah dan pemetaan permasalahan sosial. Sebagai data pendukung, juga dilakukan studi dokumentasi, wawancara mendalam dan pengamatan terhadap kehidupan masyarakat di lokasi penelitian.

Wawancara dilakukan juga kepada instansi terkait dengan program-program pembangunan yang masuk ke lokasi penelitian dan beberapa warga yang dianggap dapat memberi informasi terkait dengan kondisi lingkungan tempat tinggal mereka, termasuk mengenai potensi dan sumber daya yang ada.

(18)
(19)

Kabupaten Sambas adalah salah satu Daerah Tingkat II di provinsi Kalimantan Barat. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 6.395,70 km² atau 639.570 ha (4,36% dari luas wilayah propinsi Kalimantan Barat) merupakan wilayah kabupaten yang terletak pada bagian pantai barat paling utara dari wilayah provinsi Kalimantan Barat. Panjang pantai ± 128,5 km dan panjang perbatasan negara ± 97 km.

Secara administratif, kabupaten Sambas berbatasan sebelah utara dengan Serawak (Malaysia Timur), sebelah selatan dengan kota Singkawang, sebelah barat dengan Laut Natuna dan sebelah timur dengan kabupaten Bengkayang.

Kabupaten Sambas yang terbentuk sekarang ini adalah hasil pemekaran kabupaten pada tahun 2000. Sebelumnya semenjak tahun 1960 wilayah kabupaten Sambas meliputi juga kota Singkawang dan kabupaten Bengkayang sekarang. Pembentukan kabupaten Sambas pada tahun 1960 itu adalah berdasarkan bekas wilayah kekuasaan Kesultanan Sambas.

Wilayah administratif Sambas meliputi 17 (tujuhbelas) kecamatan yaitu kecamatan Sambas, Sebawi, Galing, Tebas, Semparuk, Pemangkat, Selakau, Tekarang, Jawai, Jawai Selatan, Tanggaran, Sajad, Sejangkung, Paloh, Teluk Keramat, Subah, dan kecamatan Sajingan; dengan desa secara keseluruhan berjumlah 175 desa.

Kabupaten Sambas termasuk daerah beriklim tropis dengan curah hujan bulanan rata-rata 187.348 mm dan jumlah hari hujan rata-rata 11 hari/bulan. Curah hujan yang tertinggi terjadi pada bulan September sampai dengan Januari dan curah hujan terendah antara bulan Juni sampai dengan Agustus. Namun pada saat kedatangan peneliti di bulan Juli, hujan masih terasa dimana-mana. Temperatur udara rata-rata berkisar antara 22,9 - 31,05°C.

(20)

Berdasarkan data penduduk, jumlah penduduk kabupaten Sambas ada sekitar 492.799 jiwa terdiri dari penduduk laki-laki 252.434 jiwa dan penduduk perempuan 240.365 jiwa dengan kepadatan rata-rata 78 jiwa/km² (BPS, 2009). Mereka terdiri dari suku Dayak, Melayu Sambas, Cina dan lainnya.

Struktur perekonomian kabupaten Sambas masih didominasi oleh sektor pertanian sebesar 42,58 persen pada tahun 2008, dan ternyata PDRB per kapita kabupaten Sambas mencapai Rp. 9.555.895,97,-. Tampaknya kontribusi perekonomian kabupaten Sambas cukup besar yaitu berada pada posisi keempat setelah kota Pontianak, kabupaten Pontianak dan kabupaten Ketapang. Dengan terbentuknya kabupaten Kubu Raya maka posisi kabupaten Sambas berada di posisi ketiga. Berdasarkan data statistik tahun 2009 struktur perekonomiannya mulai bergeser dari sektor primer ke sektor tersier, dalam arti sektor jasa mengalami pertumbuhan tertinggi dibandingkan dengan sektor lainnya.

Permasalahan sosial tertinggi di kabupaten Sambas, adalah masalah kemiskinan dengan jumlah penduduk miskin sekitar 29.012 KK miskin atau sejumlah 74.968 jiwa.

Ada dua kecamatan di kabupaten Sambas yang berbatasan langsung dengan Malaysia yakni kecamatan Paloh dan kecamatan Sajingan Besar. Jarak kedua kecamatan itu cukup jauh dari ibukota Kabupaten Sambas.

A. KECAMATAN PALOH

Kecamatan Paloh merupakan kecamatan pantai yang berada di wilayah Kabupaten Sambas dan terletak di wilayah perbatasan dengan Negara Malaysia Timur (Serawak) dengan luas wilayah ± 1.697,30 ha, sekitar 17,96 % dari seluruh kabupaten Sambas. Kecamatan ini berbatasan dengan: sebelah utara dengan kecamatan Laut Cina Selatan, sebelah selatan dengan kecamatan Galing, sebelah timur dengan kecamatan Sajingan Besar dan Serawak, dan sebelah barat dengan Laut Natuna.

(21)

Kecamatan Paloh sejak terbentuknya, membawahi 7 Desa yang terdiri dari: Desa Sebubus, Desa Nibung, Desa Malek, Desa Tanah Hitam, Desa Matang Danau dan Desa Kalimantan. Kemudian berdasarkan Keputusan Bupati Sambas Nomor 186 Tahun 2002 tentang Pembentukan Desa Temajuk, Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas, maka terbentuklah Desa Temajuk yang merupakan pemekaran dari Desa Sebubus, sehingga jumlah Desa di Kecamatan Paloh bertambah menjadi 7 desa dengan Desa Temajuk. Desa terluas adalah Desa Sebubus dengan luas 326,21 km² atau 28,41 persen sedangkan yang terkecil adalah Desa Matang Danau dengan luas sebesar 44,01 km² atau 3,83 persen dari luas wilayah Kecamatan Paloh.

Selanjutnya berdasarkan Keputusan Bupati Sambas Nomor: 327.A tahun 2003 tentang Pembentukan Desa Semangau Kecamatan Sambas, Desa Mentibar, Kecamatan Paloh dan Desa Mensade Kecamatan Subah Kabupaten Sambas, maka terbentuklah Desa Mentibar yang merupakan pemekaran Desa Malek, sehingga jumlah Desa di Kecamatan Paloh bertambah satu desa lagi menjadi 8 desa dengan desa Mentibar.

Tabel 1. Luas Wilayah Kecamatan Paloh

No Desa / Kelurahan Luas (km²) Persentase Terhadap Luas Kecamatan (%)

1 Kalimantan 64,87 5,65 2 Matang Danau 44,01 3,83 3 Tanah Hitam 125,06 10,89 4 Malek 136,7 11,9 5 Nibung 147,85 12,88 6 Sebubus 326,21 28,41 7 Temajuk 231 20,12 8 Mentibar 72,58 6,32 Kecamatan Paloh 1.148,28 100 Sumber : Kecamatan Paloh Dalam Angka 2010

(22)

Temajuk merupakan salah satu desa yang berada tepat di ekor Kalimantan di wilayah paling utara Kabupaten Sambas, yang langsung berbatasan dengan negara Malaysia. Menurut informasi yang diperoleh dari warga, TEMAJUK berasal dari asal kata TEmpat MAsuk jalUr Komunis. Konon menurut cerita warga, dahulunya tempat ini merupakan markas besar atau persembunyian komunis, tepatnya di kawasan sungai Bayuwan, sebaliknya kawasan Tanjung Bendera merupakan markas TNI AD (yang karena berkibarnya bendera merah putih di tanjung ini maka akhirnya disebut Tanjung Bendera).

Temajuk menjadi desa definitif berdasarkan SK Bupati nomor 186 tgl 5 Juni tahun 2002. Nama TEMAJUK sendiri sebenarnya sudah ada sebelumnya. Pada tahun 1980 Pemerintah Kecamatan menunjuk sejumlah 18 orang warga desa yang ada di Kecamatan Paloh dan sekitarnya untuk melakukan survei lokasi lahan pemukiman. Setahun kemudian (tahun 1981) salah seorang dari tim tersebut bernama Safari berinisiatif kembali mengajak teman-temannya untuk membuka lahan baru di Temajuk, namun hanya 10 orang yang memenuhi ajakan tersebut. Dengan niat ingin maju dan berkembang, mereka secara bergotong-royong dengan penuh semangat melakukan penebangan hutan membuka lahan untuk pertanian maupun permukiman. Pada tahun 1983 mereka disusul 12 orang warga lagi bersamaan dengan masuknya program AMD Manunggal 7 ke Temajuk (sumber: Tim Perencana Kelompok Sadar Wisata, 2012).

Data desa (2012) menunjukkan luas desa Temajuk mencapai 233 km²dan secara administratif terdiri dari 3 dusun (16 RT). Jumlah penduduk mencapai 1.776 jiwa (laki-laki: 869 dan perempuan: 907) dengan 490 kepala keluarga

Kondisi infrastruktur untuk desa Temajuk jika ditinjau dari kebutuhan minimal masyarakat dapat dikatakan sudah tersedia meskipun belum memadai. Kondisi sarana jalan dari kota kecamatan menuju desa Temajuk (sepanjang kurang lebih 46 km) sudah tersedia dengan kondisi: 10 km aspal/beton rusak; 25 km jalan tanah urug

(23)

yang sedang dikerjakan Dinas PU dan 11 km (di penghujung masuk desa) jalan pasir yang sangat membahayakan masyarakat pengendara motor. Jalan antar dusun di desa pada umumnya adalah rabat beton yang dibiayai oleh PNPM dan swadaya warga masyarakat. Kondisi jalan darat sebagaimana tersebut baru dinikmati warga masyarakat Temajuk pada awal tahun 2011 yang lalu. Sebelumnya untuk menuju kota kecamatan masyarakat melalui pinggiran pantai (dengan sepeda motor) saat air laut surut antara jam 07.00 hingga 14.00.

Desa Temajuk berbatasan langsung dengan kampung Melano, Malaysia dengan tanda batas negara berupa bangunan Gapura saja, sehingga warga masyarakat kedua negara sangat bebas keluar masuk tanpa adanya pemeriksaan. Mengingat belum adanya kantor imigrasi di daerah ini, maka jika ada warga negara lain yang masuk desa Temajuk melalui kampung Melano Malaysia cukup melapor kepada Kepala Desa.

1. Sumber Daya

a. Sumber Daya Manusia

Jumlah penduduk desa Temajuk yang mencapai 1.776 jiwa (laki-laki: 869 dan perempuan: 907), yang terhimpun dalam 490 kepala keluarga tersebut merupakan SDM desa. Dari jumlah tersebut mayoritas berlatarbelakang pendidikan Sekolah Dasar (54,10%); SLTP (25,30%); SLTA (18,62%); Perguruan Tinggi (1,70%).

Mata pencaharian warga masyarakat 85% bergerak disektor perkebunan/pertanian dan 15% adalah sebagai nelayan dengan perkiraan pendapatan perkapita sebesar Rp. 150.000,- s/d 200.000,- per bulan.

Dengan kondisi latar belakang SDM tersebut, maka untuk mengolah sumber daya alam yang melimpah dan tersedia di wilayah ini, sangat dibutuhkan terobosan untuk meningkatkan kapasitas warga masyarakat. Upaya tersebut tentunya tidak harus melalui pendidikan formal ataupun persamaannya,

(24)

namun akan lebih tepat melalui pemberian latihan-latihan berbagai keterampilan dari institusi pemerintah maupun swasta/LSM bagi warga masyarakat guna meningkatkan kemampuan masyarakat.

Upaya lain yang dapat ditempuh oleh pemerintah dalam hal ini Dinas Pendidikan adalah dengan memberikan beasiswa (yang mengikat) kepada siswa berprestasi yang berasal dari Temajuk untuk jalur pendidikan kejuruan dan setelah selesai belajar, yang bersangkutan harus kembali ke desa tersebut untuk bersama-sama membangun desa.

b. Sumber Daya Alam

Merupakan suatu rahmat bagi masyarakat desa Temajuk karena di daerah ini terkandung banyak potensi alam yang dapat diupayakan untuk digali guna kesejahteraan masyarakat. Potensi alam yang melimpah meliputi lahan hutan dan pantai. Lahan hutan yang ada mencapai luas kurang lebih 1.550 ha, saat ini menghasilkan madu lebah cukup mamadai. Lahan kering mencapai luas 1000 ha merupakan potensi yang luar biasa untuk mewujudkan kesejahteraan penduduk desa. Pada lahan kering tersebut terhampar tanaman karet, kelapa, keladi, kacang, buah-buahan (pisang, semangka, durian dll). Selama ini menurut pengakuan para petani hasilnya cukup memuaskan. Lahan pantai yang masuk wilayah desa Temajuk panjangnya mencapai kurang lebih 26 km yang menghasilkan ikan, udang lobster, ubur-ubur, penyu dan batu-batuan laut. Selain itu juga terkandung terumbu karang yang indah dan sepanjang pantai ini merupakan wilayah potensial sebagai daerah wisata.

Sumber daya alam yang melimpah ini pengelolaannya masih dilakukan secara tradisional dan bersifat mandiri sekedar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari keluarga. Pendayagunaan hasil alam yang bersifat industrial untuk kepentingan jangka panjang hingga saat ini belum dilakukan.

(25)

Untuk mewujudkan hal ini memang membutuhkan modal cukup besar dan belum ada pihak swasta/pemilik modal yang menggarap sumber daya alam ini guna meningkatkan pendapatan masyarakat. Lahan pantai yang sudah jelas potensial untuk daerah wisata belum digarap secara serius baik oleh pemerintah maupun pihak swasta. Penanganan potensi wisata hingga saat ini baru bersifat seadanya, seiring dengan berjalannya pembangunan infrastruktur pendukung lainnya seperti: sarana transportasi, telekomunikasi, kondisi jalan dan lain-lain.

c. Sumber Daya Sosial

Kehidupan masyarakat desa yang mayoritas etnis melayu masih memegang teguh nilai-nilai luhur adat seperti gotong-royong. Dalam mewujudkan keharmonisan hidup warga masyarakat, saat ini terdapat beberapa organisasi sosial kemasyarakatan antara lain:

1) Karang Taruna (KT) “Temajuk”

Karang taruna di Temajuk, telah dibentuk sejak tahun 2010 dengan SK Kepala Desa. Karang Taruna pada dasarnya merupakan wadah pengembangan generasi muda untuk mengekspresikan diri para anggotanya dalam pembangunan fisik maupun mental. Keberadaannya merupakan potensi yang strategis untuk pembangunan dalam segala bidang, namun hingga saat ini menurut Pengurus KT maupun beberapa tokoh masyarakat, mereka belum mendapatkan pembinaan yang memadai.

Kegiatan yang nampak dilakukan selama ini baru dalam bidang Olah Raga dan belum berlangsung secara rutin (baru dilakukan pada saat momen tertentu seperti peringatan Hari Kemerdekaan RI).

2) PKK, Posyandu, Kelompok Pengajian (Dewasa dan Anak). PKK Temajuk yang merupakan wadah aktualisasi peran

(26)

kaum ibu dalam pembangunan khususnya kesejahteraan kehidupan keluarga, hingga saat ini telah melakukan berbagai kegiatan adalah: arisan ibu-ibu (bulanan), simpan pinjam, latihan-latihan keterampilan. Kegiatan-kegiatan tersebut dilaksanakan secara bergiliran dirumah-rumah warga (terutama yang berkenan dan tempat/rumahnya memadai). Hal ini dimaksudkan untuk saling mengenal antar warga lebih dekat dan sekaligus saling mengenal lingkungan desa/kampung. Kegiatan Posyandu yang berorientasi pada upaya mewujudkan kondisi kesehatan Balita dan Ibu Hamil dilakukan setiap bulan baik di Puskesmas Pembantu (Pustu) ataupun di rumah-rumah Kader Posyandu. Jenis program yang dilakukan adalah: pemeriksaan balita; penimbangan berat badan/tinggi badan; pemberian makanan tambahan (bubur kacang hijau, susu). Selama ini kegiatan Posyandu berjalan secara rutin dan tertib. 3) Kelompok Pemuda Perbatasan (KPP), dibentuk oleh

Badan Pengelola Perbatasan dengan Dinas Pemuda, Budpar.

KPP dibentuk dengan maksud untuk memberdayakan generasi muda dalam menjaga wilayah perbatasan dari berbagai gangguan dan sekaligus mewujudkan keutuhan NKRI. Namun demikian sejak dibentuk kelompok ini tidak mendapatkan pembinaan yang jelas, sehingga peran mereka dalam pembangunan desa/ wilayah juga belum nampak.

4) Kelompok Informasi Perbatasan (Kimtas), yang dibentuk oleh Dinas Kominfo.

Ditunjang kemajuan teknologi informasi dan mulai dibangunnya jaringan telekomunikasi di desa ini, terbentuklah Kimtas dengan maksud agar anggota kelompok ini mampu menginformasikan segala sesuatu

(27)

yang terjadi di wilayah perbatasan kepada pihak lain. 5) Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis)

Pokdawis yang keberadaannya diprakarsai oleh Dinas Pariwisata, dilatarbelakangi oleh potensi wilayah sebagai daerah wisata. Respon masyarakat terhadap kelompok ini sangat besar karena masyarakat juga berharap adanya peningkatan kesejahteraan dan berkembangnya wilayah bila hal ini dikerjakan secara serius.

Kelompok ini telah bergerak aktif dibandingkan dengan kelompok/organisasi lainnya, bahkan telah melakukan upaya menyusun Rencana Kegiatan dan Pembangunan Pariwisata Temajuk, secara rapi dan rasional.

Dari beberapa organisasi sosial kemasyarakatan yang ada, selama ini dapat berjalan sebatas kemampuannya sesuai fungsi masing-masing untuk mendukung pelaksanaan program pembangunan desa.

2. Perekonomian Masyarakat

Penopang ekonomi masyarakat Temajuk, yang utama adalah hasil dari sektor pertanian/perkebunan yang dikelolanya dan hasil nelayan. Mata pencaharian utama masyarakat adalah pertanian/perkebunan yang meliputi: lada, ubi, tanaman karet, kelapa, keladi, kacang, buah-buahan. Dari sektor nelayan dihasilkan tangkapan ikan nelayan tradisional untuk kebutuhan warga masyarakat sendiri dan jika hasilnya melimpah dijual ke kota kabupaten melalui tengkulak. Secara ekonomis, seluruh kelebihan hasil produksi masyarakat Temajuk dijual ke kota Sambas dan negara tetangga.

Penghasilan lain yang cukup menjanjikan adalah pengolahan panen ubur-ubur pantai (setahun sekali), bahkan pada saat musim panen menyedot banyak warga masyarakat yang terlibat untuk mengambil/mengolahnya. Hasil ini dikirim ke negara Malaysia yang konon kabarnya adalah untuk bahan obat-obatan. Sampai

(28)

dengan saat ini belum ada pihak dari Pemerintah Indonesia baik kabupaten, provinsi maupun pusat yang merespon terhadap hasil tangkapan ubur-ubur ini, sementara hasil setiap musimnya sangat melimpah.

Dalam hal proses produksi pengelolaan dan pengolahan lahan, jenis tanaman yang selama ini digarap warga adalah kacang tanah, kacang kedelai, keladi, pala dan buah-buahan. Bibit diupayakan oleh masyarakat sendiri diperoleh dari Dinas Pertanian. Untuk pengolahan dan penanaman bibit awalnya warga mendapat penyuluhan dari PPL Pertanian namun penyuluhan tersebut dirasakan warga hanya sekedar penyuluhan saja. Petugas tidak melakukan pendampingan terhadap aktivitas para petani selama musim tanam. Pengelolaan dan pengolahan lahan tanaman dirasakan oleh masyarakat sangat tidak optimal dan akhirnya mempengaruhi kualitas maupun kuantitas hasil.

Hingga saat ini sistim tanam di Temajuk masih mengandalkan air musim hujan/tadah hujan, karena sistim pengairan irigasi sedang diupayakan membangunan saluran air dari sumber mata air ke ladang/persawahan. Upaya menjaga/merawat tanaman dari hama penyakit, sebagian petani telah menggunakan obat hama/pestisida, namun untuk pupuk masih memanfaatkan pupuk tradisional.

Distribusi dan pemasaran hasil panen menjadi permasalahan tersendiri bagi petani setempat. Hasil panen padi (khususnya yang dihasilkan warga) lebih banyak dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari keluarga sendiri, mengingat satu sisi hasil panen dapat dikatakan tidak melimpah dan kalaupun dijual membutuhkan biaya transportasi yang cukup mahal.

Hasil panen dari pertanian/perkebunan maupun nelayan nampak cukup memadai kebutuhan masyarakat Temajuk, namun pemasaran di lingkungan desa sendiri kurang menguntungkan karena warga lainnya juga sama-sama panen. Penjualan sisa hasil setelah untuk pemenuhan kebutuhan sendiri ke kota

(29)

kabupaten memerlukan biaya transportasi yang cukup tinggi. Untuk hasil tanaman kacang kedelai telah ada 2 orang warga (pendatang dari Jawa Tengah) yang mengolahnya menjadi tahu, tempe secara tradisional dan dijual dilingkungan sendiri antar warga permukiman sebagai lauk pauk. Cara ini dirasakan oleh keluarga yang memproduksi merupakan penghasilan yang cukup lumayan. Hasil buah-buahan (pisang), beberapa warga mengolahnya menjadi makanan/jajanan pisang goreng dan keripik dijajakan di warung-warung. Pengolahan hasil panen dari bahan makanan menjadi beberapa jenis komoditas makanan, memang belum banyak dilakukan warga masyarakat karena kurangnya pengetahuan dan keterampilan masyarakat maupun alat/teknologi pengolahan.

Untuk melakukan transaksi jual beli hasil panen dan kebutuhan sehari-hari di Temajuk telah tersedia fasilitas pasar tradisional, yang ramai pada hari-hari tertentu dan telah banyak pula kios-kios untuk pemenuhan kebutuhan sehari-hari.

Dalam rangka meningkatkan pendapatan masyarakat petani dan nelayan dari hasil pertanian yang ada, pemerintah desa telah merespon himbauan Dinas Koperasi, dengan membentuk koperasi desa. Saat ini koperasi telah terbentuk namun belum dapat berperan optimal karena berbagai keterbatasan. Sementara ini koperasi baru bergerak di bidang simpan pinjam, dan itupan kesadaran masyarakat/anggota untuk menumbuhkembangkan koperasi masih sangat rendah.

Pemenuhan kebutuhan fisik anggota keluarga (dalam hal ini makanan) jenis konsumsi makanan bagi mayoritas masyarakat menurut penuturannya belum dapat memenuhi kebutuhan 4 sehat 5 sempurna atau dengan kata lain makan seadanya. Jenis makanan pokok konsumsi sehari-hari bagi warga masyarakat adalah nasi/beras dan sebagai sampingannya adalah ketela, keladi dari hasil panen sendiri.Untuk lauk pauk seperti ikan segar dapat dibeli dari para nelayan atau hasil pancingan

(30)

sendiri, tahu tempe dapat dibeli dilingkungan permukiman (ada 2 warga memproduksi) dan lainnya seperti telor, ikan asin dapat diperoleh di kios-kios. Untuk dapat menikmati lauk pauk berupa telur ayam harus mengeluarkan uang senilai Rp. 1.500,- per butir. Kondisi demikian yang sangat dirasakan berat oleh sebagian besar warga untuk memenuhi kebutuhan sehat bagi keluarganya. Untuk memasak setiap hari sebagian besar warga menggunakan kayu bakar karena mudah mendapatkannya di hutan, mengingat harga minyak tanah cukup mahal (antara Rp. 10.000,- s/d Rp. 12.000,- per liter. Bagi keluarga mampu mereka menggunakan minyak tanah atau gas elpiji.

Dalam hal penerangan, umumnya warga menggunakan pelita minyak tanah dan sebagian kecil menggunakan listrik/jenset. Pernah ada program bantuan penerangan tenaga surya kepada beberapa rumah tangga, namun saat ini telah banyak yang tidak berfungsi.

Dari berbagai kondisi alam yang ada nampaknya kehidupan penduduk sangat diuntungkan oleh kesuburan tanah yang seharusnya dapat diolah menjadi lahan tanaman pangan yang sangat dibutuhkan, namun masyarakat terkendala dengan kondisi infrastruktur jalan yang sulit dijangkau oleh masyarakat dan pangsa pasar lainnya. Kondisi jalan yang sulit menyebabkan biaya transportasi menjadi mahal, hampir tidak terjangkau oleh masyarakat apalagi untuk memperhitungkan hasil produksi lahan pertanian mengejar harga pasar. Secara operasional dalam perhitungan untung dan ruginya perolehan hasil dengan biaya pengerjaan dan tenaga kerja yang dikeluarkan tidak diperhitungkan.

3. Kesehatan

Dalam rangka mewujudkan kondisi kesehatan baik fisik maupun batin sebagian besar masyarakat mengikuti pola hidup sehat ala leluhurnya. Jenis penyakit yang banyak dan sering diderita warga adalah sakit pusing, panas dingin. Bagi warga

(31)

yang sakit umumnya berobat ke Pustu, namun sebagian warga masih meyakini ke orang pintar/dukun. Fasilitas kesehatan yang tersedia di Temajuk adalah Puskesmas Pembantu/Pustu (1 unit) dan Polindes (1 unit) dengan tenaga medis 1 orang Bidan Desa dan 1 orang Mantri. Dari fasilitas yang ada menurut masyarakat, Pustu yang tersedia belum mampu menangani persalinan yang bermasalah (seperti: bayi lahir namun plasenta/ ari-ari masih tertinggal), sebagaimana yang dialami beberapa ibu. Kondisi demikian mengharuskan pasien dirujuk ke Rumah Sakit kabupaten dengan transportasi yang sulit. Untuk kelahiran biasa, pada umumnya masyarakat memanfaatkan jasa “paraji/ dukun beranak”.

Terkait dengan kondisi kesehatan lingkungan, pada umumnya rumah-rumah penduduk telah memenuhi syarat minimal seperti: tersedia jendela yang cukup, penataan ruang (tersedia kamar tidur, ruang keluarga dan dapur). Namun untuk tempat buang hajat besar (WC) masih banyak warga yang belum memiliki WC sehingga mereka lakukan di kebun/hutan.

Dalam hal mewujudkan kesehatan terdapat momen-momen unik yang terjadi di Desa Temajuk yang berbatasan langsung dengan Malaysia (Kampung Teluk Melano dan Kampung Teluk Serabang). Di dua kampung Malaysia ini tidak terdapat fasilitas kesehatan, namun secara rutin setiap bulan warga kampung tersebut didatangi Tim Kesehatan Terbang, selama 1 s/d 2 hari. Pada momen tersebut warga masyarakat Desa Temajuk yang sedang sakit diundang untuk periksa bersama (gratis). Sebaliknya pada saat warga masyarakat kedua kampung di Malaysia tersebut mengalami sakit, mereka melakukan periksa kesehatan ke Pustu di Desa Temajuk (tentunya dengan membayar biaya sesuai ketentuan Pustu). Hal inilah yang merupakan salah satu wujud kerukunan hidup bagi warga masyarakat kedua negara.

4. Sosial Budaya

(32)

melayu dan hanya beberapa warga pendatang dari daerah lain. Budaya kehidupan sehari-hari masyarakat tentunya sangat dipengaruhi Adat Melayu yang terus berupaya dilestarikan sampai dengan saat ini. Namun demikian menurut beberapa tokoh masyarakat, pola kehidupan yang ada lebih nampak pola kehidupan nasional modern. Dikatakan demikian mengingat pengurus lembaga adat melayu juga tidak terlalu nampak. Pengurus adat di tingkat desa cukup dipercayakan kepada para tokoh masyarakat yang berusia lebih tua/sepuh yang dipandang memiliki pemahaman dan pengetahuan yang memadai tentang adat melayu. Peran tokoh adat lebih diutamakan dalam mengatur kehidupan dan penyelesaian permasalahan yang muncul dikalangan masyarakat adat. Peran pengurus adat antara lain lebih ditekankan pada penyelenggaraan upacara adat, menyelesaikan perselisihan antar warga, memberikan nasehat, melestarikan nilai-nilai adat dan menjadi penasehat pernikahan. Setiap permasalahan yang terjadi terlebih dahulu diselesaikan secara adat oleh pengurus adat dan jika tidak terselesaikan ditingkat desa akan dilanjutkan ketingkat pemerintah desa. Dalam kehidupan beragama 99% warga masyarakat beragama Islam dan dalam menjalankan ibadahnya di desa ini tersedia fasilitas sarana ibadah 3 Masjid dan 6 Surau/Mushola. Kegiatan yang rutin dilakukan masyarakat selain ibadah wajib berjama’ah adalah pengajian rutin mingguan dan bulanan bagi bapak-bapak; ibu-ibu dan remaja/anak-anak.

Kehidupan sosial sehari-hari warga masyarakat nampak harmonis dengan mengutamakan kebersamaan dalam menjalani kehidupan. Budaya kegotong-royongan saling membantu masih sangat kental terutama pada saat acara hajatan/pesta; musibah/ kematian dan pembangunan rumah warga (terutama pada keluarga kurang mampu). Kondisi demikian terus dilestarikan oleh warga masyarakat.

(33)

Dalam hal perkawinan maupun pembagian harta waris masyarakat nampaknya sudah cenderung menganut kebiasaan yang berlaku secara umum. Untuk acara perkawinan diawali dengan acara pinangan yang dilakukan keluarga pihak laki-laki terlebih dahulu, setelah itu dilakukan kunjungan balasan dari keluarga pihak perempuan ke keluarga laki-laki. Mahar dalam perkawinan tidak ditentukan sesuai keinginan pihak perempuan, namun disesuaikan dengan keinginan dan kemampuan pihak laki-laki. Setelah anak menikah dan kemudian belum mampu hidup mandiri (berumah tangga sendiri), maka anak masih tetap menumpang orang tuanya. Dalam hal ini tidak ada kelaziman anak harus menumpang dirumah orang tua istri/suami, namun umumnya menumpang dirumah orang tuanya yang kondisinya memungkinkan.

Untuk pembagian hak waris, masyarakat lebih menekankan/ menganut pada aturan atau syariat agama yang dianutnya (Islam). Dengan demikian dalam hal pembagian waris keterlibatan unsur adat dapat dikatakan sangat kecil bahkan tidak ada.

Wawasan kebangsaan/rasa nasionalisme bagi warga masyarakat di perbatasan yang frekuensi hubungannya dengan warga negara tetangga sangat tinggi (berbatasan langsung dengan negara tetangga), banyak pihak yang mengkhawatirkan bahwa rasa nasionalisme masyarakat tersebut terhadap NKRI rendah. Kekhawatiran demikian tidak terjadi pada masyarakat Desa Temajuk meskipun setiap hari hidup berdampingan secara langsung dengan masyarakat tetangga (Malaysia). Salah satu wujud nyata tingginya nasionalisme masyarakat Temajuk adalah pada peringatan “Hari Kemerdekaan RI”. Setiap tahun masyarakat Desa Temajuk melakukan Upacara Bendera (pengibaran maupun penurunan). Upacara Bendera dilakukan ala nasional yang didalamnya terdiri komponen: Paskibra (berseragam putih lengkap), Korp Musik, dan lain sebagainya. Peserta upacara adalah warga masyarakat yang terdiri dari unsur: Siswa SD, SLP, SLA; Komponen pemuda/Karang Taruna dan organisasi sosial

(34)

lainnya; Tokoh Masyarakat/Perintis Desa; Masyarakat dari setiap RT; TNI-Polri yang bertugas di perbatasan dengan Inspektur Upacara adalah Kepala Desa.

Dalam rangka mewujudkan pelaksanaan upacara yang khidmat, maka untuk konfigurasi dan tata upacara bagi semua petugas dilatih oleh TNI-Pamtas dan Polri perbatasan. Pelaksanaan upacara yang dilakukan secara meriah, khidmat setiap tahun ini adalah semata-mata swadaya masyarakat tanpa dukungan anggaran dari pihak lain termasuk pemerintah daerah. Kondisi demikian menunjukkan rasa nasionalisme yang tinggi dan tekad untuk tetap mempertahankan Kesatuan NKRI bagi warga masyarakat Temajuk (kegiatan upacara terlampir).

5. Pendidikan

Untuk menunjang keberlangsungan proses pendidikan bagi warga masyarakat khususnya warga Desa Temajuk, sangat tergantung oleh tersedianya sarana, dan prasarana serta tenaga pengajar yang memadai. Sampai dengan saat ini (2012), jumlah prasarana SD, SLTP dan SLTA di Desa Temajuk terdapat: 1 TK; 2 SD; 1 SLTP; 1 SLTA dan 1 PAUD yang baru akan beroperasi dengan menggunakan bangunan Lumbung Desa.

Pada tingkat PAUD, jumlah calon murid cukup banyak (mencapai sekitar 40 an anak) dan respon masyarakat terhadap pendidikan dini untuk anak-anak sangat positif. Hal itu nampak pada antusiasme masyarakat dalam mempersiapkan penyelenggaraan PAUD tersebut melalui pertemuan-pertemuan orang tua dengan perangkat desa dan bergotong-royong mempercantik tempat belajar.

Tingkat SLTP, jumlah murid tiap kelas berkisar antara 25 – 30 orang dengan sarana, prasarana yang cukup memadai.

Untuk jenjang pendidikan menengah atas, jumlah murid SLTA di setiap kelas berkisar antara 15 - 20 orang dengan sarana, prasarana pendidikan yang masih memprihatinkan. Sekolah

(35)

tersebut belum memiliki ruang praktikum yang memadai. Selain itu tenaga pengajar masih sangat kurang, dalam arti belum tersedia guru untuk setiap bidang mata pelajaran, sehingga banyak guru yang merangkap. Beberapa guru yang ada juga jarang masuk kelas/mengajar dengan dalih masih mengikuti kuliah di kota kabupaten/provinsi maupun bertempat tinggal yang jauh diluar daerah. Kondisi demikian menjadikan proses belajar siswa sering kosong pelajaran bahkan diliburkan. Laporan pihak sekolah dan pengurus komite sekolah kepada Dinas Pendidikan beberapa bulan yang lalu kurang mendapat perhatian serius sehingga kondisi sekolah belum ada perubahan. 6. Potensi Wisata

Temajuk yang sebagian wilayahnya berbatasan dengan laut memiliki pantai yang sangat indah, sehingga sangat potensial sebagai daerah wisata dengan panjang pantai 26 KM. Dengan kondisi tersebut kini Temajuk dicanangkan menjadi obyek Wisata Bahari. Di beberapa titik sepanjang pantai, saat ini telah banyak masyarakat desa maupun warga Malaysia yang berekreasi terutama pada sore hari untuk menikmati indahnya pemandangan detik-detik terbenamnya matahari (sunset). Untuk mengembangkan daerah pantai menjadi daerah wisata (yang saat ini di beberapa titik telah terbangun embrio-embrio tujuan wisata), Pemda Kabupaten Sambas telah berupaya mewujudkan program ini melalui pembentukan Kelompok Sadar Wisata di beberapa daerah. Merespon program ini masyarakat Temajuk melalui kebijakan Kepala Desa telah berupaya membentuk Kelompok Sadar Wisata “Pesona Bahari” Desa Temajuk. Pada awal tahun 2012 Kelompok Sadar Wisata “Pesona Bahari” ini telah tersusun Rencana Kegiatan dan Pembangunan Pariwisata Temajuk yang merupakan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (2012- 2016). Hasil penyusunan Rencana Kegiatan dan Pembangunan Pariwisata Temajuk telah dituangkan dalam bentuk buku yang rapih dan

(36)

disebarluaskan ke beberapa pihak (terutama Dinas Pariwisata) untuk mendapatkan dukungan.

7. Masalah Sosial

Berdasarkan hasil pemetaan singkat yang dilakukan oleh pengurus masing-masing RT/dusun; wawancara dengan beberapa tokoh setempat dan observasi selama di lapangan, ada beberapa permasalahan yang dapat diidentifikasi, yakni: a. Banyaknya Rumah Tidak Layak Huni (RTLH). Tampaknya warga

menganggap rumah merupakan ukuran ketidakmampuan seseorang dalam kehidupannya. Masih banyak ditemui rumah warga dalam kondisi kayu yang sudah lapuk, tiang penyangga yang rawan patah karena lapuk, atap bocor, dinding rumah dan lantai rumah sudah mulai basah. Kondisi rumah seperti ini banyak ditemui di desa Temajuk. Terdapat beberapa rumah warga yang dihuni oleh lebih dari 2 Kepala Keluarga.

b. Keluarga fakir miskin.

Dari hasil identifikasi yang dilakukan beberapa tokoh masyarakat DesaTemajuk (3 dusun dengan 16 RT yang ada) terhadap penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS), diperoleh informasi beberapa jenis PMKS yakni:

Tabel 2. Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial Di Desa Temajuk

No JENIS PMKS JUMLAH

1 Wanita Rawan Sosial Ekonomi 23

2 Lanjut usia (tidak produktif) 25

3 Keluarga Fakir miskin 192

4 Rumah Tidak Layak Huni 118

5 Cacat Netra 1

6 Cacat Rungu 3

(37)

8. Program Pembangunan di Desa Temajuk

Beberapa program yang telah masuk dan dilaksanakan di Desa Temajuk antara lain adalah:

a. Pembangunan jalan antar RT/Dusun (program PNPM)

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) masuk Desa Temajuk pada tahun 2010, dengan kegiatan prioritas yang disepakati masyarakat adalah pembangunan/ pengerasan rabat beton jalan penghubung antar RT/Dusun. Hal ini diprioritaskan mengingat kondisi jalan didaerah ini adalah pasir berdebu yang sulit untuk dilewati orang maupun kendaraan. Untuk dapat mencapai volume/panjang jalan yang terbangun, maka lebar jalan yang dibeton rata-rata selebar 1,5 M untuk gang dan 2 M untuk jalan utama. Hingga saat ini pembangunan jalan antar RT/Dusun telah mencapai sekitar 85%.

Dengan terbangunnya sarana jalan antar RT/Dusun, dirasakan masyarakat sangat bermanfaat untuk melakukan komunikasi antar warga, distribusi hasil perekonomian dan mendorong penyebaran pembangunan/penataan wilayah (seperti: rumah-rumah penduduk, kios-kios) sehingga nampak kerapihan tata ruang desa.

b. Pembangunan Penampungan/Bak Air Bersih (Dinas PU) Pemenuhan kebutuhan air bersih bagi warga Temajuk, utamanya adalah berasal dari sumber air pegunungan yang cukup jauh dari permukiman warga. Untuk mengalirkan air ke lingkungan warga masyarakat, Dinas PU antara tahun 2008 mulai membangun jaringan air bersih dan menempatkan beberapa bak penampungan air. Saat ini kondisi jaringan tersebut sudah kurang berfungsi karena banyak bocor/ korosi.

Disisi lain saat ini kondisi sumber mata air sudah mulai kecil (terutama saat musim kemarau). Oleh karena itu untuk

(38)

memenuhi kebutuhan, kini masyarakat sangat mengharap adanya program pemerintah untuk Pompa Bor. Dengan adanya pembangunan Pompa Bor diharapkan kebutuhan air bersih terutama pada musim kemarau akan tetap terpenuhi. c. Pemberdayaan Masyarakat Miskin (Dinas Sosial)

Untuk penanganan kemiskinan, Dinas Sosial pada tahun 2011 telah melakukan sosialisasi pola penanganan melalui pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Kegiatan setiap KUBE ditekankan untuk memberdayakan potensi lokal yang ada dan diperkirakan dapat menjawab kebutuhan masyarakat.

Pada tahun 2012 di Desa Temajuk teralokasi anggaran untuk 6 KUBE, antara lain adalah KUBE ternak. Saat ini anggota kelompok telah terpilih dengan kesiapan kebutuhan administrasi dan sedang menunggu realisasi program.

d. Pembangunan Jaringan Telekomunikasi Seluler (Dinas Kominfo)

Dalam rangka penyebarluasan sarana telekomunikasi, saat ini telah terbangun satu pemancar Telkom Seluler, meskipun belum mampu beroperasi secara optimal. Sinyal belum tertangkap disetiap wilayah desa (dalam arti baru bisa tertangkap di tempat-tempat tertentu).

Selain itu menurut anggota Kelompok Informasi Perbatasan (Kimtas), kuota saluran masih sangat terbatas yaitu baru sampai dengan 50 saluran pengguna pada saat bersamaan (yang artinya jika pada saat tertentu telah ada 50 saluran HP yang aktif/melakukan komunikasi, maka pengguna berikutnya harus mengantri).Dengan kondisi demikianpun, masyarakat mengatakan bahwa hal tersebut sudah sangat membantu kebutuhan masyarakat untuk komunikasi dengan daerah lain.

(39)

Hingga saat ini Pemerintah Desa Temajuk bersama Kimtas terus berupaya kepada PT. Telkom untuk dapat memperkuat sinyal dan menambah kuota saluran/sambungan, mengingat kebutuhan komunikasi yang sangat penting, selain semakin banyaknya warga masyarakat yang telah memiliki Handphone/HP.

e. Pembangunan Taman Rekreasi (Dinas Pariwisata)

Memanfaatkan potensi alam/pantai sepanjang sekitar 26 KM di desa Temajuk sebagai daerah wisata, saat ini tepatnya di bibir pantai (di Dusun Camarbulan) telah terbangun Taman Rekreasi dengan berdirinya 1 unit bangunan Cotage (3 Kamar). Di lokasi inilah banyak warga masyarakat lokal maupun wisatawan asing yang datang melalui Malaysia menikmati pemandangan tenggelamnya matahari (sunset). Pembangunan sarana Taman Rekreasi Temajuk ini diprakarsai oleh Dinas Pariwisata dan kemudian Bupati Kabupaten Sambas mengeluarkan instruksi agar semua SKPD/ Dinas dilingkungan Pemkab Sambas untuk berkontribusi melengkapi sarana/prasarana Taman Rekreasi tersebut. Untuk sementara bagi pengunjung yang memasuki area wisata ini belum dikenakan biaya apapun.

Dengan rintisan terbangunnya beberapa sarana maupun mulai berkembangnya pengunjung di Taman Rekreasi ini, Kepala Desa dan perangkatnya serta pengurus Pokdarwis sangat mengharapkan agar pemerintah segera memberikan pelatihan-pelatihan keterampilan kepada para anggota Pokdarwis seperti: pengelolaan cottage, pembuatan souvenir dll). Hal ini dimaksudkan untuk memberdayakan masyarakat khususnya anggota Pokdarwis yang sekaligus diharapkan bisa mendapatkan manfaat ekonomis dari potensi yang ada. f. Koperasi Nelayan (Dinas Koperasi dan Dinas Perikanan)

(40)

warga nelayan, Dinas Koperasi bekerjasama dengan Dinas Perikanan telah berupaya memotivasi masyarakat melalui pembentukan koperasi dengan pemberian bantuan modal dan sarana pengawetan ikan.

Hasil tangkapan ikan dari masyarakat dihimpun di koperasi dan selanjutnya dijual ke agen/pedagang di kota kabupaten. g. Pembangunan Rumah Tidak Layak Huni/RTLH (Pemkab

Sambas)

Untuk membantu perbaikan rumah bagi warga tidak mampu, Pemkab Sambas melalui Seksi Kesra memberikan stimulan Bahan Bangunan Rumah. Pemberian stimulan ini ditujukan kepada masyarakat yang benar-benar mengalami kesulitan untuk memperbaiki rumahnya yang telah rusak (berdasarkan prioritas hasil musyawarah desa).

Jumlah stimulan yang diberikan untuk perbaikan 1 rumah warga sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah). Secara teknis uang tersebut hanya untuk pembelian bahan (kayu, seng, paku) dan untuk pelaksanaan renovasinya dilakukan secara gotong-royong dengan warga masyarakat sekitarnya. 9. Kebutuhan Masyarakat

Sebagaimana kondisi masyarakat dan wilayah Temajuk pada umumnya, maka kebutuhan yang dirasakan masyarakat antara lain:

a. Penerangan; dengan mewujudkan pembangunan penerangan karena hingga saat ini belum ada aliran listrik. Dengan adanya listrik pengembangan industri akan lebih mudah. b. Ketersediaan Sarana Air Bersih, dengan pembangunan sumur

bor

c. Perbaikan infrastruktur jalan menuju kota kecamatan untuk peningkatan ekonomi masyarakat,

(41)

Pengobatan bagi RTM (Rumah Tangga Miskin) dengan penerbitan kembali SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) bagi keluarga miskin dan kelengkapan fasilitas kesehatan. e. Peningkatan pengetahuan dan keterampilan masyarakat

melalui pelatihan-pelatihan guna menunjang program pengembangan daerah wisata.

f. Pendidikan; Peningkatan sarana prasarana penunjang pendidikan (laboratorium, komputer dll) dan terpenuhinya kebutuhan tenaga guru bidang studi.

g. Optimalisasi Pembinaan Generasi Muda melalui wadah-wadah yang telah dibentuk di desa (seperti Karang Taruna). Saat ini Karang Taruna Temajuk telah terbentuk, namun aktivitasnya masih sangat minim karena tidak adanya upaya pembinaan yang jelas dan terarah.

10. Faktor-faktor Yang Berpengaruh Dalam Pelaksanaan Program a. Faktor Penghambat

1) Sarana transportasi yang masih sulit dari desa menuju kota kecamatan, menjadikan keengganan berbagai pihak dalam melaksanakan program pembangunan. 2) Sangat kurangnya pendampingan dalam pelaksanaan

berbagai program pemberdayaan masyarakat, dalam arti pada saat program pemberdayaan telah berjalan kemudian langsung ditinggalkan oleh institusi pelaksana program tanpa adanya monitoring kegiatan. Kondisi demikian berdampak pada persepsi masyarakat bahwa program hanya berlangsung saat itu saja, tidak berkelanjutan dan tidak beresiko apapun jika tidak dilakukan secara baik dan benar.

3) Kurangnya sinkronisasi dan kejelasan kewenangan Badan Pengelola Wilayah Perbatasan di tingkat kabupaten, provinsi maupun pusat terhadap mekanisme pelaksanaan pembangunan di wilayah perbatasan antar negara.

(42)

4) Kurang diperhatikannya peran masyarakat lokal didalam menjaga, membangun dan memanfaatkan potensi di wilayah perbatasan. Contoh kasus: dalam hal penetapan batas negara, pemanfaatan lahan disekitar patok batas negara, semua ini menjadi kewenangan negara (dalam hal ini TNI). Sementara masyarakat meyakini bahwa yang mengetahui secara persis batas negara adalah para leluhur yang kemudian pengetahuan itu diwariskan ke generasi selanjutnya (masyarakat lokal). Ironisnya di wilayah Malaysia, disamping persis batas negara lahan-lahan dan potensi yang ada tersebut dikelola oleh masyarakat dengan ditanami karet, buah-buahan dll. 5) Ego sektor dari institusi penyelenggara pembangunan

(baik pemerintah daerah maupun pusat) ditengarai masih sangat nampak, sehingga koordinasi maupun keterpaduan pelaksanaan program sulit dilakukan. Selama ini pelaksanaan program pembangunan dari berbagai institusi masih bersifat parsial.

6) Rendahnya peranserta pihak swasta/investor untuk melakukan pengembangan wilayah perbatasan.

b. Faktor Pendukung

1) Motivasi warga masyarakat untuk maju dan berkembang nampak sangat besar, yang diwujudkan dengan upaya dari berbagai elemen masyarakat dalam merespon isue pembangunan wilayah.

2) Tingginya wawasan kebangsaan warga masyarakat terhadap keutuhan NKRI, meskipun mereka merasa tidak mendapatkan perlakuan sebagaimana mestinya sebagai masyarakat di wilayah perbatasan.

3) Kegigihan perangkat desa dan para tokoh masyarakat dalam upayanya mengembangkan masyarakat.

4) Kekompakan elemen masyarakat maupun instansi yang ada di desa (Pamtas-TNI, Polri), dalam pelaksanaan

(43)

program pembangunan terutama dalam perubahan sikap mental masyarakat.

B. KECAMATAN SAJINGAN BESAR

Kondisi umum Kecamatan Sajingan Besar yang terletak di bagian utara kabupaten Sambas, secara geografis berbatasan sebelah utara dengan Serawak (Malaysia Timur), sebelah selatan dengan kecamatan Galing, sebelah timur dengan Serawak (Malaysia Timur) dan sebelah barat dengan kecamatan Paloh. Luas Kecamatan Sajingan Besar adalah 1.404,94 km² atau sekitar 21,75 persen dari luas wilayah Kabupaten Sambas, merupakan yang terluas di Kabupaten Sambas (Sumber: BPN Kabupaten Sambas).

Kecamatan Sajingan Besar terbagi menjadi 5 desa, yaitu desa Kaliau, Sebunga, Sanatab, Santaban dan Sei Bening, membawahi beberapa dusun. RW dan RT; berikut pembagian wilayah setiap desa:

Tabel 3. Pembagian wilayah berdasarkan Dusun, RW, RT

No Nama Desa Dusun RW RT

1. Sebunga 4 4 7 2. Kaliau 3 3 6 3. Sanatab 3 3 6 4. Santaban 3 3 8 5. Sei Bening 2 3 7 Jumlah 15 16 34

Sumber data: monografi kecamatan tahun 2011

Berdasarkan luas wilayah, maka desa yang paling kecil adalah desa Sanatab 8.391 km2 atau seluas 8,1 persen dan desa terluas adalah Desa Santaban seluas 28.887 km2 atau seluas 28,2 persen darinluas kecamatan Sajingan besar. dan desa Sei Bening seluas 18987 km² atau 18,54 persen.

(44)

Tabel 4. Luas wilayah Kecamatan Sajingan

No Nama Desa Luas (km²) % thd kecamatan

1 Sebunga 28.531 27.8 %

2 Kaliau 17.577 17,16 %

3 Sanatab 8.391 8,1 %

4 Santaban 28.887 28,2 %

5 Sei Bening 18.987 18,54 %

Sumber data: monografi Kecamatan Sajingan tahun 2011

Kecamatan Sajingan Besar sebagai pintu gerbang batas internasional, Pusat Pengembangan Perbatasan, atau Border Development Center, (BDC) Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat. BDC dibangun di Kecamatan Sajingan Besar, Sebagai kebijakan nasional yang hampir sama dengan pintu gerbang internasional di Entikong, dengan maksud dapat mengubah citra masyarakat terbelakang (Marginalized Society) menjadi halaman terdepan masyarakat internasional lebih terbuka.

Letak BDC sekitar 7 Km dari kantor Kecamatan Sajingan Besar dan sekitar 87 km dari Ibukota Kabupaten Sambas, dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda empat dan roda dua. Kondisi jalan yang bergelombang naik turun, berbatuan bercampur pasir dan tanah merah, hanya beberapa km saja yang beraspal, bahkan pada beberapa bagian jalan terdapat tanah yang rawan longsor, karena aliran air dari bukit sekitarnya melewati jalan. BDC, secara resmi dioperasikan pada tanggal 1 januari 2011, dilengkapi dengan kantor Imigrasi, Bea Cukai, Karantina. Dengan diresmikannya BDC tersebut, mempunyai arti bahwa arus transportasi dan komunikasi secara internasional dari kota Kecamatan Lundu, Malaysia, ke Sambas Kalimantan Barat dapat ditempuh secara langsung. Sarana-prasarana jalan-jalan besar, telekomunikasi, kendaraan roda empat, dan berbagai fasilitas modern telah mulai menyambungkan batas wilayah kedua Negara dalam suatu gentlemen agreement antara kedua Negara.

(45)

Selain itu mulai diberlakukannya paspor bagi penduduk yang akan ke dan dari negara masing-masing, tidak lagi menggunakan Surat Lintas Batas.

1. Sumber Daya

a. Sumber Daya Manusia

Jumlah Penduduk di kecamatan Sajingan sebanyak 8.605 jiwa, dengan komposisi antara laki-laki dan perempuan hampir berimbang. Desa yang memiliki penduduk terbanyak adalah di desa Sanatab dan yang paling sedikit jumlah penduduknya di desa Sei Bening. Jika dibandingkan dengan luas wilayah dari jumlah penduduk maka desa Sanatab dengan jumlah penduduk 2394 jiwa dan luas wilayah 8,1% menggambarkan kepadatan penduduk lebih tinggi dibandingkan dengan desa Sei Bening dengan jumlah penduduk 916 jiwa tetapi luas wilayahnya 18,54%, dari luas seluruh kecamatan.

Tabel 5. Penduduk Kecamatan Sajingan berdasarkan Jenis Kelamin

No Desa KK L P Jumlah 1 Sebunga 904 904 763 1667 2 Kaliau 995 995 881 1876 3 Sanatab 1206 1206 1188 2394 4 Santaban 933 933 829 1762 5 Sei Bening 443 443 473 916 Jumlah 4.481 4.471 4.134 8.605

Sumber data: monografi kecamatan Sajingan tahun 2011

Tingkat pendidikan penduduk di kecamatan Sajingan Besar, paling banyak adalah tamat SD, sementara jumlah penduduk tamat sekolah lanjutan pertama maupun atas, hampir sama jumlahnya yaitu antara 980-990 orang. Kondisi ini menggambarkan bahwa lebih dari setengah jumlah murid yang bersekolah di tingkat SD, tidak melanjutkan sekolah ke tingkat SLTP maupun SLTA.

(46)

Tabel 6. Jumlah Penduduk berdasarkan Tingkat Pendidikan. No Desa BS TTSD SD SLTP SLTA AK PT BH 1 Kaliau 127 31 243 199 395 16 3 41 2 Sebunga 148 319 612 336 210 3 3 10 3 Sanatab 1271 - - - 91 17 5 300 4 Santaban 358 178 738 338 213 47 15 105 5 Sei Bening 34 85 700 105 85 8 1 33 Jumlah 1938 613 2293 978 994 91 27 489

Sumber data: monografi kecamatan tahun 2011

Jika disandingkan antara jumlah penduduk lulusan SD dengan kelompok umur, yang menunjukan jumlah paling banyak yaitu pada kelompok unmur antara 25-55 tahun, yaitu 2025 jiwa atau hampir 40%. Hal tersebut memberi gambaran bahwa mayoritas penduduk usia produktif hanya mencapai lulusan SD, maka tidak heran jika jenis mata pencaharian penduduk hanya pada pekerjaan informal.

Tabel 7. Penduduk berdasarkan kelompok umur No Desa

Penduduk Menurut Kelompok Umur

Jumlah Usia

0-6 7-12Usia 13-18Usia 19-24Usia 25-55Usia 56-79Usia 80 >Usia

1 Kaliau' 571 392 286 276 240 239 42 2046 2 Sebunga 144 249 243 240 656 112 5 1649 3 Sanatab 860 466 243 367 311 289 69 2605 4 Santaban 664 314 260 278 220 234 21 1992 5 Sungai Bening 95 175 140 140 598 115 27 1290 Jumlah 2334 1596 1172 1301 2025 989 164 9582

Sumber data: monografi Kecamatan Sajingan tahun 2011

Kondisi tersebut menggambarkan minimnya kapasitas SDM masyarakat, dalam meningkatkan kehidupannya, terutama semakin terbatasnya kesempatan penduduk untuk memperoleh jenis pekerjaan formal, termasuk memasuki pasaran kerja yang menuntut l;atar belakang pendidikan memadai. Wajar saja jenis pekerjaan penduduk, didominasi dengan pekerjaan informal, seperti sebagai buruh tani, buruh sadap karet atau buruh di

(47)

perkebunan sawit. Meski ada diantaranya yang menjadi TKI ke negara jiran, namun jika dibandingkan dengan jumlah kepala keluarga, maka jumlah penduduk yang menjadi TKI, cukup rendah dibandingkan penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani.

Tabel 8. Mata pencaharian penduduk Sajingan No Desa Jumlah KK Pertanian (%) TKI (jiwa)

1 Sebunga 94 94 32

2 Kaliau 95 98 25

3 Sanatab 96 96 20

4 Santaban 349 95 17

5 Sei Bening 206 97 15

Sumber data: monografi kecamatan Sajingan, tahun 2011 b. Sumber Daya Sosial

Beberapa potensi sosial lainnya yang terdapat di kecamatan Sajingan meliputi 13 Orsos, 5 Karang Taruna yang terdapat pada masing-masing desa, 11 Wahana Kesejahteraan Sosial, yang menyebar di 5 desa. Sementara tenaga kesejahteraan sosial yang membantu pembangunan di Kecamatan sajingan sebanyak 15 orang PSM dan 5 TKSK dimana masing-masing kecamatan memiliki 1 orang TKSK.

1) Kelompok Simpan Pinjam (Perempuan); kelompok ini bergerak dalam bidang ekonomi, berupa koperasi simpan pinjam yang dikelola oleh perempuan atau ibu-ibu rumah tangga. Misalnya Kelompok simpan pinjam di desa Sabunga, yang berdiri sejak tahun 2009 cukup membantu ibu-ibu rumah tangga (anggota) dalam menopang ekonomi rumah tangganya. Kelompok ini pula yang cukup aktif dalam kegiatan kemasyarkatan maupun program-program yang digulirkan di masyarakat. Keikutsertaan anggotanya terhadap program Stop BAB Sembarangan (SBABS) nyatanya cukup efektif menjadi pelopor dalam pemilikan KM/WC di rumah masing-masing.

(48)

2) Kelompok Tani Wanita (KTW) beranggotakan ibu-ibu rumah tangga, yang dibentuk pada tahun 2011, beranggotakan 10 orang. Pada awalnya kelompok ini dikoordinir oleh salah satu ibu kepala Desa Kaliau, untuk mengelola bantuan stimulan sebesar 2 juta rupiah, namun berjalannya waktu, kelompok tani tersebut tidak dapat berkembang, bahkan bantuan stimulan yang seharusnya dimanfaatkan secara bergulir diantar anggota, nyatanya mengalami hambatan sampai akhirnya kelompok tani membubarkan diri.

3) Infrasruktur yang ada di kecamatan Sajingan, yang berlokasi dekat dengan PLB, meliputi puskesmas, guesthouse, balai Penyuluh Pertanian, Balai Pemeriksaan Obat dan Makanan.

c. Sumber Daya Alam

Jenis lahan yang ada di kecamatan Sajingan cukup bervariasi, mulai dari tanah sawah terdiri tadah hujan atau rendengan, tanah kering berupa kebun dan tegalan serta huma, sampai hutan lindung, produksi, suaka alam, dan wisata. Dengan curah hujan di kecamatan sajingan Besar sebesar 24.000-35.000 mm/tahun, dengan katagori lahan cukup subur. Wilayah yang memiliki sumber daya alam terdiri dari tanah sawah yaitu di desa Kaliau, seluas 262 ha, desa Sebunga seluas 160 ha dan desa Santaban seluas 155 ha. Sedangkan wilayah yang memiliki lahan kering berupa kebun atau tegalan di desa Kaliau seluas 425 ha, desa Sebunga 462 ha, desa Santaban seluas 33,768 ha dan desa sei Bening seluas 180 ha. Berbagai jenis tanaman dapat tumbuh di wilayah tersbut, karena lahannya yang subur, banyak ditanam dengan jenis rempah-rempah seperti lada (sahang), buah-buahan seperti durian, selain itu karet, kayu jati banyak dimiliki penduduk setempat. Bahkan pohon tengkawang yang menurut penduduk setempat dapat menghasilkan minyak, cukup banyak tumbuh di tanah Sajingan.

(49)

Jika melihat luasnya lahan baik untuk persawahan maupun perkebunan di desa-desa seperti dimaksud, dapat dikelola dengan optimal, melalui pendampingan intensif maka wilayah dimaksud berpotensi menjadi wilayah penghasil tanaman produksi maupun konsumsi, yang akan berdampak bagi peningkatan kehidupan dan kesejahteraan masyarakat setempat.

Sementara untuk wilayah Sei Bening, banyak didominasi oleh lahan dalam katagori hutan lindung yaitu 2900 ha, hutan produksi seluas 17.000 ha, hutan suaka alam seluas 31.608 ha dan hutan wisata seluas 3.825 ha.

Potensi alam wilayah Sajingan Besar kenyataannya telah menjadi area perkebunan sawit, dan desa yang paling besar menjadi area perkebunan sawit yaitu desa Sabunga seluas 28.531 ha atau 85% dan desa Kaliau seluas 13.118 atau 75% dari luas wilayah seluruhnya , sementara desa Santaban hanya 5% saja yang menjadi perkebunan sawit.

Luasnya wilayah di kedua desa yang menjadi perkebunan sawit, nyatanya telah menimbulkan berbagai persoalan, misalnya masyarakat di desa Sabunga yang dari awalnya bermata pencaharian lahan berpindah, setelah adanya perkebunan sawit, maka penduduk hanya mampu bercocok tanam dengan cara lahan berpindah sebanyak 2 kali saja, sehingga lahan yang digarap tidak dapat ditanami dengan tanaman produktif seperti kayu jati atau karet, karena lahan tersebut hanya bisa digunakan untuk tanaman konsumtif semata . Secara tidak langsung kondisi tersbut akan berakibat pada berkurangnya investasi keluarga untuk memperoleh “tabungan” dalam jangka panjang,

2. Perekonomian Masyarakat

Kegiatan mata pencaharian penduduk Sajingan umumnya pada bidang pertanian, baik untuk jenis tanaman konsumsi

Gambar

Tabel 1. Luas Wilayah Kecamatan Paloh
Tabel 3. Pembagian wilayah berdasarkan Dusun, RW, RT
Tabel 4. Luas wilayah Kecamatan Sajingan
Tabel  5. Penduduk Kecamatan Sajingan berdasarkan Jenis Kelamin
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan pengaruh metode inokulasi BDB terhadap kemampuan antagonis bakteri endofit terjadi karena metode inokulasi BDB pada tanaman pisang mempengaruhi fase patogenesis

Berdasarkan hasil jawaban siswa pada gambar 2 diatas, dapat dikatakan bahwa kemampuan pemecahan masalah matematis siswa untuk indikator memahami masalah kelas eksperimen lebih baik,

Pengaturan basic configurasi router ini adalah administrator melakukan konfigu- rasi router yang meliputi hostname penamaan dari router itu sendiri, interface Memberikan

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor

2. Jika hal tersebut terjadi bukan disebabkan ke- cerobohan pemilik maka tidak ada kewajiban untuk menggantinya, kecuali jika hewan ter- sebut telah telah berstatus sebagai

Tujuan dari penelitian ini adalah menentukan karakteristik ketahanan BAL indigenous kefir dan asal produk olahan susu sapi Bifidobacterium longum Y-01 dan

Aplikasi teori Vygotsky tentang Zona Perkembangan Proksimal (ZDP) ini adalah bahwa peran guru sebagai mediator pada kegiatan belajar siswa saat mereka saling berbagi pengetahuan

Pada pengumpulan data melalui wawancara guru, peneliti mencoba membuat pedoman pertanyaan-pertanyaan yang sesuai dengan tabel di atas. Berikut adalah pedoman pertanyaan