MAKALAH
MAKALAH
PARAMETER STANDAR BAHAN BAKU SIMPLISIA
PARAMETER STANDAR BAHAN BAKU SIMPLISIA
DISUSUN OLEH :
DISUSUN OLEH :
NOVA RA
NOVA RAYO PALAN
YO PALANDAN ( 1501017 )
DAN ( 1501017 )
AKADEMI FARMASI TORAJA
AKADEMI FARMASI TORAJA
2017
2017
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat-Nya makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Makalah ini berjudul “ Parameter stadarisasi bahan baku Simplisia Daun Pepaya(Caricae Folium)
Dalam penyusunan makalah ini banyak kesulitan yang dialami penulis, namun berkat bantuan dari berbagai pihak kesulitan tersebut dapat teratasi.Untuk itu, penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini.
Penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi yang ingin mengetahui hal-hal yang berkaitan dengan obat tradisional terutama peraturan mengenai kemasan obat tradisional . Dan Penulis pun menyadari makalah ini masih terdapat kekurangan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak sangat kami harapkan.
Makale, 20 November 2017
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.I Latar Belakang ... 1
1.2 Tujuan ... ... 1 BAB II ISI ... ...
2.1 Daun Pepaya ... ... 2.2 ...
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan keanekaragaman hayati terutama tumbuh-tumbuhan. Ada lebih dari 30.000 jenis tumbuhan yang terdapat di bumi Nusantara ini, dan lebih dari 1000 jenis telah diketahui dapat dimanfaatkan untuk pengobatan. Pada era globalisasi ini obat bahan alam baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri sangat pesat perkembangannya, dengan demikian agar produk- produk herbal tersebut dapat terjaga kualitas dan khasiatnya maka diperlukan suatu standarisasi baik pada bahan baku ataupun dalam bentuk sediaan ekstrak. Beberapa negara baik di Eropa, Asia, dan Amerika telah menetapkan beberapa standar terhadap bahan baku produk herbal ini, bahkan WHO juga telah menetapkan standar terhadap beberapa tanaman yang biasa digunakan sebagi bahan baku obat / produk herbal. Beberapa contoh jenis standar yang dimaksud adalah BHP ( British Herbal Pharmacopoeia), USP (United States Pharmacopoeia), JSHM ( Japanese Standards For Herbal Medicines), API (The Ayurvedic Pharmacopoeia of India), WHO's Guidelines For Medicinal Plant Materials.
Melihat jumlah simplisia yang semakin banyak digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan obat tradisional atau obat bahan alam, maka untuk menjamin bahwa kualitas herbal sama pada setiap produksinya dan memenuhi standar minimal harus dilakukan standarisasi terhadap bahan baku tersebut, baik yang berupa serbuk simplisia maupun yang berbentuk ekstrak. Persyaratan mutu ekstrak terdiri dari berbagai parameter
standar umum dan parameter standar spesifik. Dengan standarisasi, pemerintah melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan serta melindungi konsumen untuk tegaknya trilogi “mutu, keamanan dan manfaat”. Standarisasi juga menjamin mahwa produk akhir mempunyai nilai parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula) terlebih dahulu.
Khasiat ekstrak dengan simplisia asalnya belum tentu sama persis, karena simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein dan lain-lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain. Struktur kimia yang berbeda-beda akan mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan, udara, cahaya, logam berat dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia, akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Keajegan kadar senyawa aktif meerupakan syarat mutlak mutu ekstrak yang diproduksi. Oleh sebab itu serbuk simplisia dan ekstrak harus distandarisasi. Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya merupakan unsur-unsur terkait seperti paradigma mutu yang memenuhi standar dan jaminan stabilita produk. Hasil dari proses ekstraksi dapat mengahsilkan parameter spesifik dan non spesifik ekstrak yang terstandar dan diharapkan mampu menunjukkan kualitas ekstrak tersebut baik dalam hal kandungan bahan aktif, kadar iar maupun batas cemaran yang diperbolehkan.
Tanaman obat yang terdapat di Indonesia sangat beragam, sebagai salah satu contoh tanaman obat yang bisa dimanfaatkan yaitu tanaman pepaya (Carica papaya L.). Daun
pepaya (Carica papaya L.) mengandung alkaloid karpainin, karpain, pseudokarpain, vitamin C dan E, kolin, dan karposid. Daun pepaya mengandung suatu glukosinolat yang disebut benzil isotiosianat. Daun pepaya juga mengandung mineral seperti kalium, kalsium, magnesium, tembaga, zat besi, zink, dan mangan. Selain itu, daun pepaya mengandung senyawa alkaloid karpain, karikaksantin, violaksantin, papain, saponin, flavonoid, dan tannin (Milind dan Gurdita, 2011).
ISI
II.1 Daun pepaya ( Caricae Folium )
II.2 Uraian
a. Klasifikasi
b. Morfologi
c. Kandungan kimia
II.3 Nama Daerah
Sumatera : Kabael, peute , pertek, pastel,ralempaya, betik, ambetik, botik, bala, si kailo, kates, kepaya, kustela papaya, papaya, sangsile, batiek, kalikih, pancene, pisang, katuka, pisang patuka, pisang pelo, gedang, punti ka yu
Jawa : Gedang, ketela gantung, kates, ghedhang. Kalimantan : Bua medung, pisang malaka, buah dong, majan, pisang mantela, gadang, bandas. Nusatenggara :
gedang, kates, kampaja, kalujawa, padu, kaut, panja, kalailu, paja, kapala, hango, muku jawa, kasi. Sulawasi : kapalay, papaya, papaya, kaliki, sumoyori, unti jawa, tangan- tangan nikandre, kaliki rianre. Maliku : paliki, papae, papau, papaen, papai, papaya, sempain, tapaya, kapaya,. Irian : sampain, asawe, menam siberiani,, tapaya.
II.4 Pemerian
a. Organoleptik
Bau aromatik, khas, rasa sangat pahit b. Makroskopik
Helaian daun rapuh; warna permukaan atas hijau tua, permukaan bawah berwarna lebih muda; bentuk bundar dengan tulang-tulang daun menjari, pinggir
daun bercanggap sampai berbagai menjari, cuping – cuping daun berlekuk sampai berbagai tidak beraturan, tulang cupin daun menyirip. Ujung daun lancip, pangkal
daun berbentuk jantung. Tulang daun sangat menonjol dipermukaan bawah. Garis tengah helaian daun 25 cm sampai 75 cm.
c. Mikroskopik
Pada penampang melintang melalui tulang daun tampak epidermis atas terdiri dari 1 lapis sel berbentuk segi empat memanjang sampai polygonal., kutikula
tebal dan licin. Epidermis bawah terdiri dari 1 lapis sel berbentuk serupa dengan sel epidermis atas dengan ukuran yang lebih kecil, stonmata banyak. Mesofil meliputi jaringan palisade terdiri dari 1 lapis atau 2 lapis sel, lapisan kedua sangat pendek. Jaringan bung karang terdiri dari beberapa lapisan sel dengan rongga – rongga udara yang besar, hablur kalsium oksalat bentuk roset terdapat di dalam jaringan bunga karang dan perenkim tulang daun. Berkas pembuluh tipe kolateral, kelompok – kelompok floem terpisah satu dengan lainnya oleh parenkim. Diantara perenkim tulang daun terdapat saluran- saluran getah yang pada penambahan Sudan III LP, berwarna jingga. Pada sayatan paradermal tampak sel epidermis atas sel epidermis bawah berbentuk polygonal dengan dinding antiklinal lurus. Stotamata terdapat di epidermis bawah, tipe anomositik. Serbuk berwarna hijau kecoklatan. Fragmen pengenal adalah fragmen epidermis atas. Fragmen epidermis bawah dengan stomata
tipe anomositik, hablur kalsium oksalat berbentuk roset, lepas atau dalam parenkim, fragmen pembuluh kayu.
II.5 Baku pembanding
II.6 identifikasi kromatografi
a. Memberikan reaksi positif terhadap alkaloida menurut cara yang tertera pada cara identifikasi alkaloida :
1. Reaksi pengendapan, dengan pereaksi asam fosfomolibdat LP,Bouchardat LP,Wagner LP, dan mayer LP MEMBERIKAN ENDAPAN.
2. Reaksi warna, dengan asam sulfat P terjadi warna kuning dan dengan Frohde LP, terjadi warna hijau coklat
b. Pada 2 mg serbuk daun tabahkan 5 tetes asam sulfat 10 N, terjadi warna kuning coklat.
c. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes larutan Natrium hidroksida P 5% b/v terjadi warna kuning coklat.
d. Pada 2 mg serbuk daun tambahkan 5 tetes amoia ( 25 % ) P, terjadi warna kuning kehijauan
e. Pada 2 mg sern=buk daun tambahkan 5 tetes besi ( III, Korida LP, terjadi warna hijau tua.
f. Timabang 500 mg serbuk daun, campur dengan 5 ml methanol P dan panaskan di atas tangas air selama 2 menit, dinginkan, saring, cuci endapan dengan methanol P secukupnya sehingga diperoleh 5 ml filrat. Pada titik pertama lempeng KLT totolkan 20 μl filtarat, dan pada titik kedua tutulkN 10 zar warna II LP. Elusi dengan campuran etil asetat P metil etil keton P. Asam format air P ( 50 + 30 + 10 + 10 ) dengan jarak rambat 15 cm. amati dengan sinar biasa dan sinar oltraviolet 366 nm. Semprot lempeng dengan ali=umim=nium klorida LP, panaskan pada suhu 1100C selam 10 menit. Amati dengan sinar biasa dan
dengan dan dengan sinar ultraviolet 366 nm
II.7 Uji kemurnian
b. Kadar abu yang tidak larut dalam asam , tidak lebih dari 1 % c. Kadar sari yang larut dalam air, tidak kurang dari 30 % d. Kadr sari yang larut dalam etanol tidak kuranhg dari 15 % e. Bahan organik asing, tidak lebih dari 2 %
BAB III KESIMPULAN