MAKALAH
(OBAT ASLI INDONESIA)
OLEH :
NAMA
: DWI PUJI INDRIYANI
KELAS
: SEMEN
SMK FARMASI SENTOSA DHARMA
2016
PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL MENJADI OBAT
PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL MENJADI OBAT
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang karena anugerah dari-Nya kami dapat menyelesaikan makalah tentang "PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL MENJADI OBAT
FITOFARMAKA" ini. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menunjukkan kepada kita
jalan yang lurus berupa ajaran agama Islam yang sempurna dan menjadi anugerah serta rahmat bagi seluruh alam semesta.
Penulis sangat bersyukur karena telah menyelesaikan makalah yang menjadi tugas pendidikan agama dengan judul " PEMBUATAN OBAT TRADISIONAL MENJADI OBAT
FITOFARMAKA ". Disamping itu, kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu kami selama pembuatan makalah ini berlangsung sehingga
terealisasikanlah makalah ini.
Demikian yang dapat kami sampaikan, semoga makalah ini bisa bermanfaat dan jangan lupa ajukan kritik dan saran terhadap makalah ini agar kedepannya bisa diperbaiki.
Bojonegoro, juli 2016
Daftar isi
1. KATA PENGANTAR 2. BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
3. BAB II
PEMBAHASAN
A. Kriteria Sediaan Fitofarmaka
B. Tahap-Tahap Pengembangan dan Pengujian Fitofarmaka
C. Uji Klinik
4. BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan B. Saran
BAB I
PENDAHULUAN
C. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara kedua terkaya di dunia dalam hal
keanekaragaman hayati. Terdapat sekitar 30.000 jenis (spesies) yang telah
diidentifikasi dan 950 spesies diantaranya diketahui memiliki fungsi biofarmaka
yaitu tumbuhan, hewan, maupun mikroba yang memiliki potensi sebagai obat,
makanan kesehatan, nutraceuticals, baik untuk manusia, hewan maupun
tanaman.
Dengan kekayaan tersebut Indonesia berpeluang besar untuk menjadi
salah satu negara terbesar dalam industri obat tradisional dan kosmetika alami
berbahan baku tumbuh-tumbuhan yang peluang pasarnya pun cukup besar.
Sebagai salah satu alternatif pengembangan biofarmaka, fitofarmaka
atau lebih dikenal dengan tanaman obat, sangat berpotensi dalam
pengembangan industri obat tradisional dan kosmetika Indonesia. Selama ini,
industri tersebut berkembang dengan memanfaatkan tumbuh-tumbuhan yang
diperoleh dari hutan alam dan sangat sedikit yang telah dibudidayakan petani.
Bila adapun, teknik budidaya dan pengolahan bahan baku belum menerapkan
persyaratan bahan baku yang diinginkan industri, yaitu bebas bahan kimia dan
Dalam memacu pengembangan agribisnis berbasis fitofarmaka di tingkat
petani, sangatlah penting peningkatan kemampuan petani dalam hal budidaya
tanaman obat. Di samping hal budidaya, segi pasca panen dan pemasaran juga
perlu ditingkatkan dalam upaya memacu pengembangan industri obat
tradisional dan kosmetika Indonesia.
Obat bahan alam yang semula banyak dimanfaatkan oleh negara-negara
di Asia, Amerika Selatan dan Afrika, sekarang meluas sampai ke negara-negara
maju di Australia dan Amerika Utara. Awalnya obat bahan alami digunakan
sebagai tradisi turun-temurun. Dengan semakin majunya ilmu pengetahuan dan
berkembangnya teknologi, baik produksi maupun informasi, uji praklinik dan
klinik dilakukan untuk memperoleh keyakinan khasiat obat bahan alam.
D. Rumusan Masalah
1. Pengembangan obat tradisional menjadi fitofarmaka ?
2. Kriteria sediaan fitofarmaka ?
3. Tahap-tahap pengembangan dan pengujiaan fitofarmaka ?
4. Uji klinik obat tradisional untuk dapat menjadi fitofarmaka ?
5. Contoh sediaan fitofarmaka ?
PEMBAHASAN
Obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan
tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral, sediaan sarian atau galenik, atau
campuran dari bahan tersebut, yang secara turun menurun telah digunakan untuk
pengobatan berdasarkan pengalaman. Obat tradisional merupakan produk yang
dibuat dari bahan alam yang jenis dan sifat kandungannya sangat beragam
sehingga untuk menjamin mutu obat tradisional diperlukan cara pembuatan yang
baik.
Fitofarmaka merupakan bentuk obat tradisional dari bahan alam yang dapat
disejajarkan dengan obat modern karena proses pembuatannya yang telah
terstandar, ditunjang dengan bukti ilmiah sampai dengan uji klinik pada manusia..
Dengan uji klinik akan lebih meyakinkan para profesi medis untuk menggunakan
obat herbal di sarana pelayanan kesehatan. Masyarakat juga bisa didorong untuk
menggunakan obat herbal karena manfaatnya jelas dengan pembuktian secara
ilimiah.
Pengembangan Obat Tradisonal Indonesia Menjadi Fitofarmaka industri
jamu dan yang didaftarkan ke Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM)
Republik Indonesia berjumlah 283 spesies tanaman. Senarai tumbuhan obat
Indonesia yang diterbitkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada
tahun 1986 mendokumentasi 940 tanaman obat dan jumlah tersebut tidak termasuk
tanaman obat yang telah punah atau langka dan mungkin ada pula tanaman obat
yang belum dicantumkan.
Republik Indonesia nomor : hk.00.05.41.1384. Untuk dapat memiliki izin edar
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 obat tradisional, obat herbal terstandar dan
fitofarmaka harus memenuhi kriteria sebagai berikut :
a. Menggunakan bahan berkhasiat dan bahan tambahan yang memenuhi
persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan / khasiat.
b. Dibuat sesuai dengan ketentuan tentang Pedoman Cara Pembuatan Obat
Tradisional yang baik atau cara pembuatan obat yang baik yang berlaku.
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin
penggunaan obat tradisional, obat herbal terstandar dan fitofarmaka secara
tepat, rasional dan aman sesuai dengan hasil evaluasi dalam rangka
pendaftaran.
Bila dikaji dari sejarah perkembangan, beberapa obat medern ternyata
sebagaian diantaranya juga diisolasi dari tanaman. Selain itu didapatkan juga
antikanker yang berasal dari sumber bahan alam seperti aktinomisin, biomisin, dan
daun orubisin yang diisolasi dari jamur dan bakteri.
Dalam belakangan ini di tengah banyaknya jenis obat modern di pasaran dan
munculnya berbagai jenis obat modern yang baru, terdapat kecenderungan global
untuk kembali ke alam (back to nature). Faktor yang mendorong masyarakat untuk
mendayagunakan obat bahan alam antara lain mahalnya harga obat modern /
sintetis dan banyaknya efek samping. Selain itu faktor promosi melalui media masa
juga ikut berperan dalam meningkatkan penggunaan obat bahan alam. Oleh karena
itu obat bahan alam menjadi semakin populer dan penggunaannya meningkat tidak
saja di negara sedang berkembang seperti Indonesia, tetapi juga pada negara maju
termasuk bahan baku mencapai 43.000 juta dolar Amerika. Penjualan obat herbal
meningkat dua kali lipat antara tahun 1991 dan 1994, dan antara 1994 dan 1998 di
Amerika Serikat.
Di Indonesia menurut survei nasional tahun 2000, didapatkan 15,6%
masyarakat menggunakan obat tradisional untuk pengobatan sendiri dan jumlah
tersebut meningkat menjadi 31,7% pada tahun 2001.10 jenis obat tradisional yang
digunakan dapat berupa obat tradisional buatan sendiri, jamu gendong maupun
obat tradisional industri pabrik.
Pada tanaman obat, kandungan kimia yang memiliki kerja terapeutik
termasuk pada golongan metabolit sekunder. Umumnya metabolit sekunder pada
tanaman bermanfaat sebagai mekanisme pertahanan terhadap berbagai predator
seperti serangga dan mikroorganisme dan hanya dihasilkan oleh tanaman tertentu
termasuk tanaman obat. Kandungan aktif tanaman obat antara lain berupa alkaloid,
flavonoid, minyak esensial, glikosida, tanin, saponin, resin, dan terpen. Lemak,
protein, karbohidrat merupakan metabolit primer yang dihasilkan oleh semua jenis
tanaman.
Sediaan fitofarmaka masih belum begitu populer di kalangan masyarakat,
dibandingkan jamu-jamuan dan herba terstandar. Akan tetapi, pada dasarnya
sediaan fitofarmaka mirip dengan sediaan jamu-jamuan karena juga berasal dari
bahan-bahan alami. Dalam ilmu pengobatan, fitofarmaka dapat diartikan sebagai
sediaan jamu-jamuan yang telah tersentuh oleh ilmu pengetahuan dan teknologi
modern. Dengan demikian khasiat dan penggunaan fitofarmaka dapat lebih
dasar ilmiah yang jelas.
Walaupun sama-sama diracik dari bahan alami, namun Fitofarmaka jauh
mengungguli sediaan jamu biasa, bahkan sediaan ini juga sudah dapat disetarakan
dengan obat-obatan modern. Ini disebabkan fitofarmaka telah melewati beberapa
proses yang setara dengan obat-obatan modern, diantaranya Fitofarmaka telah
melewati standarisasi mutu, baik dalam proses pembuatan hingga pengemasan
produk, sehingga dapat digunakan sesuai dengan dosis yang efektif dan tepat.
Selain itu sediaan fitofarmaka juga telah melewati beragam pengujian yaitu
uji praklinis seperti uji toksisitas, uji efektivitas, dan lai-lain dengan menggunakan
hewan percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia.
B. Kriteria Sediaan Fitofarmaka
Fitofarmaka harus memenuhi beberapa kriteria, diantaranya :
1. Aman dan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
2. Klaim khasiat harus dibuktikan berdasarkan uji klinik.
3. Telah dilakukan standarisasi terhadap bahan baku yang digunakan dalam
produk jadi.
4. Memenuhi persyaratan mutu yang berlaku.
B. Tahap-Tahap Pengembangan dan Pengujian Fitofarmaka
1. Tahap Seleksi
Proses pemilihan jenis bahan alam yang akan diteliti sesuai dengan
skala prioritas sebagai berikut:
a. Jenis obat alami yang diharapkan berkhasiat untuk penyakit-penyakit
utama
pengalaman pemakaian empiris sebelumnya.
c. Jenis obat asli yang diperkirakan dapat sebagai alternative pengobatan
untuk penyakit-penyakit yang belum ada atau masih belum jelas
pengobatannya.
2. Tahap Biological Screening
a. Ada atau tidaknya efek farmakologi calon fitofarmaka yang mengarah
ke khasiat terapetik (pra klinik in vivo).
b. Ada atau tidaknya efek keracunan akut (single dose), spectrum
toksisitas jika ada, dan sistem organ yang mana yang paling peka
terhadap efek keracunan tersebut (pra klinik, in vivo).
3. Tahap Penelitian Farmakodinamik
a. Untuk melihat pengaruh calon fitofarmaka terhadap masing-masing
sistem biologis organ tubuh.
b. Pra klinik, in vivo dan in vitro.
c. Tahap ini dipersyaratkan mutlak, hanya jika diperlukan saja untuk
mengetahui mekanisme kerja yang lebih rinci dari calon fitofarmaka.
4. Tahap Pengujian Toksisitas
keamanan, dan estetika untuk pemakaian pada manusia.
1) Teknologi farmasi tahap awal
2) Pembakuan (standarisasi): simplisia, ekstrak, sediaan OA
3) Parameter standar mutu: bahan baku OA, ekstrak, sediaan OA
6. Tahap Uji Klinik Pada Manusia
Ada 4 fase dalam uji klinik :
a. Fase 1 : Dilakukan pada sukarelawan sehat.
b. Fase 2 : Dilakukan pada kelompok pasien terbatas.
c. Fase 3 : Dilakukan pada pasien dengan jumlah yang lebih besar dari
fase 2
d. Fase 4 : Post marketing survailence, untuk melihat kemungkinan efek
samping yang tidak terkendali saat uji pra klinik maupun saat uji klinik
fase 1-3.
C. Uji Klinik
Untuk dapat menjadi fitofarmaka maka obat tradisional atau obat herbal
harus dibuktikan khasiat dan keamanannya melalui uji klinik. Seperti halnya
dengan obat moderen maka uji klinik berpembanding dengan alokasi acak dan
tersamar ganda (randomized double-blind controlled clinical trial) merupakan
desain uji klinik baku emas (gold standard).
Uji klinik pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional /
obat herbal tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji praklinik. Pada
uji klinik obat tradisional seperti halnya dengan uji klinik obat moderen, maka
prinsip etik uji klinik harus dipenuhi. Sukarelawan harus mendapat keterangan
yang jelas mengenai penelitian dan memberikan informed-consent sebelum
dapat menimbulkan efek yang terulangkan (reproducible).
D. Contoh Sediaan Fitofarmaka
Beberapa contoh fitofarmaka yang beredar di indonesia :
1. Rheumaneer® Nyonya Meneer
2. Stimuno® Dexa Medica
3. Nodiar® Kimia Farma
4. Tensigard® Phapros
5. X-Gra® Phapros
BAB III
PENUTUP
C. Kesimpulan
Fitofarmaka adalah sediaan obat bahan alam yang telah dibuktikan
keamanan dan khasiatnya secara ilmiah dengan uji praklinik dan uji klinik,
bahan baku dan produk jadinya telah di standardisasi.
Fitofarmaka telah melewati beragam pengujian yaitu uji praklinis seperti
uji toksisitas, uji efektivitas, dan lain-lain dengan menggunakan hewan
percobaan dan pengujian klinis yang dilakukan terhadap manusia. Uji klinik
pada manusia hanya dapat dilakukan apabila obat tradisional / obat herbal
tersebut telah terbukti aman dan berkhasiat pada uji praklinik.
Beberapa contoh fitofarmaka yang beredar di indonesia diantaranya,
yaitu : Rheumaneer® Nyonya Meneer, Stimuno® Dexa Medica, Nodiar® Kimia
Farma, Tensigard® Phapros dan X-Gra® Phapros.
Saya sebagai penyusun sadar bahwa makalah ini jauh dari
kesempurnaan karena memiliki keterbatasan-keterbatasan yang tidak dapat
dipungkiri, untuk itu diharapkan kritik dan saran yang membangun dari para
pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pengawas Obat dan Makanan RI. 2005. Pedoman Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. Senarai Tumbuhan Obat Indonesia. 1986.