• Tidak ada hasil yang ditemukan

PRASANGKA MAHASISWA PAPUA PADA MASYARAKAT ETNIS JAWA DI KOTA MALANG

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "PRASANGKA MAHASISWA PAPUA PADA MASYARAKAT ETNIS JAWA DI KOTA MALANG"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

PRASANGKA MAHASISWA PAPUA PADA MASYARAKAT ETNIS JAWA DI KOTA MALANG

Klaudia Ulaan

Program Studi Psikologi Universitas Brawijaya Malang ( kla_ulaan@yahoo.co.id)

ABSTRACT

Indonesia consists of hundreds of distinct native ethnic and linguistic groups. The largest and politically dominant ethnic group are the Javanese. A shared identity has developed, defined by a national language, ethnic diversity, religious pluralism within a majority Muslim population articulates the diversity that shapes the country. but the diversity of Indonesian ethnic often lead inter-ethnic conflict. Inter-ethnic conflict triggered by a prejudice. Prejudice also thrives on the people of Papua and Java. The prejudice between them brings this study reveals prejudice on Papuan indigenous students who continue their studies in Malang. Papuan indigenous students have to live and socialize in Malang, which dominated by Javanese student. This study uses a qualitative method to Phenomenology approach. The subjects of this study were five Papuan students who have a prejudice of javanese student and have to live in Malang. The data collection techniques are non-participant observation and semi-structured interviews, and also use analysis technique of Miles and Huberman. The validity of the data tested by Credibilitas, Transferability, dependability, and Confirmabilitas test. Based on the research results, it is known that there is a different sources of prejudice among the subjects. it is caused by different experiences and perspectives of each subjects. In this type of prejudice, two subjects classified as asertive type and another three subjects classified as ambivalent type. The impact of prejudice owned by four subjects have similarities: the presence of social exclusion and different forms of social conflict. The impact of prejudice to all subjects also explains that there is a social distance between Papuan students and Javanese etnic.

Keywords : Prejudice, Papuan Student, Javanese etnic ABSTRAK

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki keragaman etnis. Keragaman ini membawa indonesia sering dihadapkan pada berbagai permasalahan diantaranya adalah adanya prasangka. Prasangka juga berkembang pada masyarakat Papua dan Jawa. Prasangka antar kedua etnis membawa penelitian ini mengungkapkan prasangka pada mahasiswa asli Papua yang melanjutkan penelitian di kota Malang, dimana mahasiswa Papua yang memiliki prasangka harus hidup dan bersosialisasi dengan masyarakat etnis Jawa yang mendominasi kota Malang. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan Fenomenologi. Subjek dalam penelitian ini adalah 5 mahasiswa Papua yang memiliki prasangka pada masyarakat etnis Jawa. Teknik pengumpulan data adalah observasi Non-partisipan dan wawancara semi terstruktur. Teknik analisa menggunakan model Miles dan Huberman. Validitas menggunakan uji Credibilitas, Transferabilitas, Dependabilitas, dan Confirmabilitas. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui sumber prasangka yang berbeda antar subjek. Hal ini dikarenakan berbedanya pengalaman dan cara pandang masing-masing subjek. Dalam tipe prasangka, dua subjek tergolong tipe asertive dan tiga subjek tergolong tipe ambivalent. Dampak prasangka yang dimiliki keempat subjek memiliki kesamaan yaitu pengucilan sosial dan adanya konflik sosial yang berbeda bentuk satu sama lainnya. Dampak prasangka pada kelima subjek juga menjelaskan adanya jarak sosial antara mahasiswa Papua dengan masyarakat etnis Jawa.

(2)

LATAR BELAKANG

Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki keragaman etnis. Menurut Jawa Pos National Network, Badan Pusat Statistik (BPS) telah melakukan survei mengenai jumlah etnis di Indonesia. Menurut hasil sensus penduduk, terakhir diketahui bahwa Indonesia terdiri dari 1.128 etnis (Afiz, 2010). Menjadi negara dengan banyak keberagaman etnis adalah tidak mudah karena cenderung diperhadapkan pada permasalahan antar etnis. Indonesia yang merupakan negara multikultural memiliki berbagai konflik sosial yang melibatkan berbagai etnis. Bila dilihat dari perkembangan sejarah menurut Puspa (2011), konflik biasanya terjadi antara golongan pribumi dari etnis Tionghoa dan golongan non pribumi yaitu masyarakat asli Indonesia, meskipun untuk saat ini mengalami pergeseran dengan bertambahnya konflik antar etnis. Sebagai contoh konflik antar etnis Madura dan Dayak. Setidaknya telah terjadi dua kali kerusuhan berskala besar antara kedua suku ini, yaitu peristiwa Sampit (2001) dan Senggau Ledo (1996). Kedua kerusuhan ini merembet ke hampir semua wilayah Kalimantan dan berakhir dengan pengusiran dan pengungsian ribuan warga Madura, dengan jumlah korban hingga 500 orang. Konflik serupa juga terjadi di Tanah Ambon, dimana terjadi pengusiran terhadap etnis Bugis, Buton dan Makasar (BBM). Pertikaian di Ambon, terlebih dahulu dipicu oleh kondisi perekonomian, dimana masyarakat pendatang yang terdiri dari etnis Bugis, Buton dan Makasar lebih mengusai dan lebih berperan dibandingkan orang Ambon sendiri. Keadaan yang demikian menimbulkan deprivasi orang Ambon, dimana mereka merasa kalah di tanah sendiri oleh pendatang, dan hal ini juga yang pada akhirnya menimbulkan prasangka mayoritas-minoritas. (Mendatu, 2007).

Prasangka yang terjadi antara pendatang dengan penduduk lokal yang berakhir pada konflik salah satunya adalah masyarakat etnis Jawa yang bertransmigrasi ke tanah Papua. Penelitian Mulyadi (Putra, 2012),bagi masyarakat Papua, para pendatang, khususnya pendatang Jawa dipandang sebagai penjajah. Bahkan mereka mereduksi kategori pendatang pada mereka yang berambut lurus. Lebih sempit lagi pendatang yang berambut lurus digambarkan oleh orang asli Papua sebagai orang Jawa. Terkadang mereka memanggil orang Jawa dengan Amber sebagai bentuk pengkategorian kelompok yang dibenci. Menurut pandangan mereka, orang Jawa telah menguasai sebagian perekonomian di Papua.

Kesenjangan sosial yang terjadi di Papua tersebut membawa prasangka masyarakat lokal yaitu masyarakat Papua terhadap masyarakat pendatang, sehingga apabila terjadi kejadian negatif sebagai contoh menabrak babi, ataupun terjadi pencurian, seringkali masyarakat pendatang yang salah satunya adalah masyarakat Jawa yang menjadi sasaran utama. Meskipun kenyataanya tidak semua tindak kejahatan selalu dilakukan oleh masyarakat pendatang. (Interview awal dengan Yiswi penduduk Jawa yang bekerja di Papua, September 2012).

Fenomena yang terjadi antara kedua etnis ini, yaitu Papua dan Jawa pada akhirnya menghadirkan prasangka. Menurut Levy dan Hughes (Putra, 2012), prasangka sejatinya adalah fenomena yang hadir dalam hubungan antar kelompok, bukan antar individu. Individu yang menjadi target prasangka adalah individu yang menjadi bagian dari kelompok, bukan karena karakteristik individu itu sendiri. Individu disimplifikasi ke dalam satu kesatuan karakteristik yang sama dengan kelompoknya. Sama halnya dengan penduduk pendatang dari Jawa di Papua.

Prasangka dikategorikan ke dalam tiga tipe oleh Geartner, Jones dan Kovel (Soeboer, 1990). Pertama, tipe dominative dimana individu dalam tipe ini akan secara terbuka mengekspresikan prasangkanya dan melakukan tindakan berupa penyerangan. Kedua, tipe ambivalent dimana individu dalam tipe ini akan mengekpresikan perasaan tidak sukanya, namun disaat bersamaan individu dalam tipe ini juga merasa bersimpati kepada target

(3)

prasangka. Ketiga, tipe aversive dimana individu dalam tipe ini bersikap positif namun sebenarnya berusaha sedapat mungkin untuk tidak berinteraksi dengan target prasangka. Fenomena kesenjangan sosial antara Jawa dan Papua, berbanding terbalik dengan kondisi di Kota Malang yang notabene merupakan salah satu kota dari pulau Jawa, yang mana masyarakatnya dianggap kaum penjajah di pulau Papua. Kota Malang merupakan kota pendidikan di Jawa Timur yang memiliki beragam masyarakat yang tinggal didalamnya. Sebagai salah satu kota pusat pendidikan, terdapat berbagai pendatang dengan latar belakang suku yang berbeda, termasuk didalamnya pendatang dari Papua. Berdasar data yang dihimpun dari IMPAM (Ikatan Mahasiswa Papua di Malang) tahun 2012 ini terdapat sekitar 7000 masyarakat asli Papua yang menetap di malang, dengan kurang lebih 2000 mahasiswa yang tersebar di berbagai perguruan tinggi yang ada.

Menurut Susetyo (Puspa, 2011), etnis Jawa yang dikenal sebagai suku bangsa yang sopan dan halus bertutur kata diharapkan mampu membawa budanya tersebut baik pada sesama etnis maupun etnis yang lainnya. Semakin lengkap dengan sifat yang dimiliki etnis Jawa yaitu kebiasaan mengukur (menerapkan) segala sesuatu dengan ukuran diri sendiri, yang berarti akan selalu menghargai orang lain, menjaga tutur kata agar tidak menyinggung orang lain, berperangai lembut karena menyadari bahwa hidup tidak mungkin sendiri. Peneliti ingin melihat bagaimana prasangka yang berkembang pada pendatang yang difokuskan pada mahasiswa Papua pada kondisi budaya Jawa. Bertolak dari prasangka orang Papua terhadap orang Jawa di tanah Papua, peneliti berusaha melihat bagaimana prasangka mahasiswa Papua yang melanjutkan pendidikan di tanah Jawa.

LANDASAN TEORI A. Prasangka

1. Definisi Prasangka

Kamus Besar Bahasa Indonesia mengartikan prasangka sebagai suatu pendapat yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui sendiri . Sementara itu definisi klasik prasangka pertama kali diperkenalkan oleh Gordon Allport. Menurutnya prasangka yang berasal dari kata praejudicium tersebut adalah pernyataan atau kesimpulan tentang sesuatu berdasarkan perasaan atau pengalaman yang dangkal terhadap seseorang atau sekelompok orang tertentu. Lanjut Allport, prasangka adalah antipati berdasarkan generalisasi yang salah atau generalisasi yang tidak luwes.

Menurut Worchel dkk (Mendatu,2007), pengertian prasangka dibatasi sebagai sifat negatif yang tidak dapat dibenarkan terhadap suatu kelompok dan individu anggotanya. Prasangka atau prejudice merupakan perilaku negatif yang mengarahkan kelompok pada individualis berdasarkan pada keterbatasan atau kesalahan informasi tentang kelompok. Selanjutnya Augostinos dan Reynolds (Sarwono, 2002), menjelaskan bahwa prasangka dapat disimpulkan sebagai upaya atau keinginan merendahkan individu atau kelompok lain. Dalam hal ini Augostinos dan Reynolds memaparkan ada empat pemahaman penting yang merupakan karakteristik prasangka, yaitu : a) orientasi yang lebih bersifat negatif terhadap suatu anggota kelompok. Meskipun prasangka dapat bersifat positif, akan tetapi sebagian besar prasangka cenderung menilai hal yang negatif. b) Buruk dan tidak mendasar. Prasangka lebih banyak berangkat dari penilaian atau kesimpulan yang tidak mendasar. Sifat prasangka lebih dekat pada penilaian yang berlandaskan emosional negatif. c) Irasional dan banyak kekeliruan atau kesalahan. Karena prasangka muncul akibat penilaian cepat dan tidak didasari oleh bukti-bukti kuat, maka kesalahan menilai pada suatu kelompok lebih banyak terjadi. d) Rigid. Prasangka bersifat rigid karena sebagian besar prasangka sulit untuk dirubah.

Melalui beberapa pengertian yang telah disebutkan oleh beberapa ahli, prasangka merupakan suatu sikap yang cenderung negatif dalam menilai anggota kelompok tertentu

(4)

tanpa mempertimbangkan fakta-fakta lainnya dan kemudian menggeneralisasikannya terhadap seluruh anggota kelompok.

2. Sumber Prasangka

Sarwono (2002) menjelaskan prasangka dapat bersumber baik pada interaksi sosial (hubungan antar kelompok) maupun pada proses yang terjadi dalam diri individu (dinamika kepribadian). Hal senada juga dikemukan dalam Myers (1988) bahwa prasangka memiliki beberapa sumber yang dapat digolongkan dalam tiga jenis, yaitu sumber sosial, sumber emosi dan sumber kognitif.

a. Sumber Sosial

Dalam sumber sosial terbagi menjadi dua yaitu identitas sosial dan konformitas. Identitas Sosial menurut Turner dan Tajfel (Sarwono, 2007) menyatakan bahwa manusia melakukan kategorisasi, identifikasi dan perbandingan dimana hal tersebut akan membagi dunia individu menjadi dua kategori yang berbeda, yaitu orang lain yang satu kelompok dengannya (ingroup) dan orang lain yang berbeda kelompok dengannya (outgroup). Anggota outgroup diasumsikan memiliki trait atau sifat yang kurang menyenangkan, dipersepsikan semuanya memiliki kesamaan dan sering tidak disukai. Sedangkan konformitas menurut Feldman adalah perubahan tingkah laku individu karena adanya keinginan untuk mengikuti keyakinan dan standar orang lain. Konformitas dapat ditimbulkan karena adanya tekanan. Terdapat dua macam tekanan sosial, yaitu normative social influence dan informational social influence (Deutsch & Gerard; Kaplan &Miller; Campbell & Fairey, 2002). Normative social influence adalah tekanan sosial untuk bersikap konform yang merupakan refleksi dari norma sosial yang berlaku. Sementara itu dan informational social influence adalah tekanan sosial untuk bersikap konform yang disebabkan oleh asumsi individu bahwa orang lain memiliki pengetahuan yang tidak dimilikinya. Ketika melibatkan prasangka, maka konformitas akan menjadi berbahaya (Widyarini).

b. Sumber Emosi

Dalam sumber emosi terbagi menjadi dua yaitu frustasi dan Agresi serta kepribadian otoriter. Frustasi dan Agresi menjelma ke dalam tindakan-tindakan diskrimnatif dan agresif terhadap target prasangka. Tindakan agresif tersebut diuraikan para ahli sebagai akibat dari adanya perasaan frustasi sehingga disebut dengan istilah frustasi agresi (Gerungan,1988). Perihal agresi, menurut Dollard, dkk (Putra 2012), agresi terdiri atas berbagai bentuk penyampaian. Bentuk agresi ini dapat berbentuk fisik, misalnya pemukulan atau simbolik, misalnya kebencian atau rasa tidak suka. Sedangkan kepribadian otoriter merupakan emosi yang ikut berkontribusi terhadap prasangka. Theodor Adorno dan kawan-kawan (Liliweri,2005) mengatakan bahwa karakteristik dasar dari pribadi otoriter adalah bahwa mereka bertahan pada tatanan yang konvensional, tidak bisa menerima kritik dan saran serta ingin berkuasa (status quo). Sikap umum lain adalah intoleran terhadap sesama apalagi etnik dan ras lain, bersikap agresif terhadap orang yang mempunyai kekuasaan dan kewenangan.

c. Sumber Kognitif

Sumber kognitif pembentuk prasangka adalah stereotipe yang merupakan kerangka kognitif yang berisi pengetahuan dan belief tentang kelompok sosial tertentu dan dilihat sebagai tipikal yang dimiliki oleh anggota kelompok tertentu. Individu yang memiliki stereotip tentang kelompok sosial tertentu akan melihat bahwa semua anggota kelompok sosial tersebut memiliki traits tertentu. Stereotip juga membuat seseorang dapat menaruh perhatian pada informasi spesifik yang relevan yang biasanya konsisten dengan

(5)

stereotipe. Jika yang ditemuinya adalah informasi yang tidak konsisten dengan stereotip, maka akan diubah dengan cara yang halus agar menjadi konsisten (Meinarno, 2009). d. Tipe-Tipe Prasangka

Geartner, dkk (Soeboer, 1990) mengemukakan tiga tipe prasangka yaitu dominative, ambivalent, dan aversive. (a) Tipe Dominative, merupakan tipe yang mengekspresikan sikap negatifnya (prasangka) secara terbuka terhadap target prasangka, dapat melakukan tindakan berupa penyerangan atau perilaku-perilaku agresif pada target prasangka dan berusaha untuk memelihara posisi superior/ eksklusivitas kelompoknya.(b) Tipe Ambivalen, merupakan tipe yang merasa simpati pada target prasangka dan di waktu bersamaan juga merasa khawatir target prasangka dapat merugikan mereka. Pada tipe ini, individu dapat mengekspresikan perasaan negatif mereka pada target prasangka.(c)Tipe aversive merupakan tipe yang dapat berinteraksi dan mengadakan kontak dengan ramah dan sopan terhadap objek prasangka, menunjukkan sikap positif dan bersedia membantu anggota kelompok target prasangka namun sesungguhnya Individu dalam tipe ini berusaha sebisa mungkin untuk tidak melakukan interaksi dengan target prasangka.

e. Dampak Prasangka

Dampak prasangka menurut Putra (2012) adalah (a)Pengucilan Sosial, yang dipahami sebagai pengucilan terus menerus dan gradual dari partisipasi secara penuh di dalam lingkungan sosial. Studi dalam psikologi telah menunjukkan dampak negatif dari pengucilan sosial, diantaranya adalah menurunkan perilaku prososial. (b) Konflik Sosial yang merupakan salah satu bentuk proses sosial yang disosiatif selain persaingan dan kontraversi akibat adanya perbedaan-perbedaan tertentu dalam masyarakat maupun pribadi, seperti akibat perbedaan ras, suku bangsa, agama, adat istiadat, golongan politik, pandangan hidup, profesi dan budaya lainnya. Dilihat dari segi bentuknya, konflik sosial menurut Ahmadi (2007) mempunyai beberapa bentuk, antara konflik pribadi, konflik kelompok, konflik antar kelas sosial, konflik rasial, konflik politik, konflik budaya.

B. Mahasiswa

1. Definisi Mahasiswa

Mahasiswa secara sederhana dapat didefinisikan sebagai kelompok masyarakat yang mengenyam pendidikan formal tingkat tinggi. A.M Fatwa dalam Syaifullah Syam (2005) mengemukakan bahwa mahasiswa merupakan kelompok generasi muda yang mempunyai peran strategis dalam kancah pembangunan bangsa, karena mahasiswa merupakan sumber kekuatan moral (moral force) bagi bangsa Indonesia. Artinya, bahwa mahasiswa merupakan bagian integral dari masyarakat yang dengan seleksi tertentu sehingga dapat mengenyam pendidikan formal tingkat tinggi (Pradana, 2011).

2. Mahasiswa Papua di Kota Malang

Kota Malang, adalah sebuah kota di provinsi Jawa Timur,Indonesia. Kota ini berada di dataran tinggi yang cukup sejuk, terletak 90 km sebelah selatan kota surabaya dan wilayahnya dikelilingi oleh kabupaten Malang. Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur dan dikenal dengan julukan kota pendidikan. Sebagai kota pendidikan, banyak mahasiswa berasal dari luar Malang yang kemudian menetap di Malang, salah satu nya adalah mahasiswa yang berasal dari Papua. Berdasarkan hasil Interview dengan Ketua IPMAPA (Ikatan Pelajar Mahasiswa Papua), didapati data dimana terdapat sekitar 7000 masyarakat asli yang menetap di kota Malang, dengan sekitar 2000 pemuda dan pemudi yang tercatat sebagai mahasiswa di berbagai perguruan tinggi baik negeri maupun swasta di kota Malang (Interview Awal, Agustus 2012).

(6)

3. Etnis Jawa

Dari segi populasi jumlah penduduk, etnis Jawa menempati urutan pertama etnis terbesar di Indonesia. Diperkiran etnis ini berjumlah sekitar 100 juta jiwa. Sebagian besar diantaranya mendiami pulau Jawa. Hal ini mengakibatkan pulau Jawa menjadi pulau terpadat di dunia. Luasnya hanya sekitar 7% dari luas wilayah Indonesia, namun sekitar 60% penduduk Indonesia berdiam disini (Ahira, 2010).

Menurut Santoso kehidupan bermasyarakat etnis Jawa tersuratkan dalam petuah Jawa, yaitu susah padha susah, seneng padha seneng, eling padha eling, pring padha pring, yang merupakan salah satu ajaran R.M Sosrokartono, yang menyatakan orang harus bersatu dalam masyarakatnya. Susah senang dirasakan bersama dan harus mengingat bahwa pada hakekatnya manusia adalah sama. Manusia akan menemukan ketentraman, kecintaan dan pertolongan dari banyak orang (Puspa, 2011).

METODE PENELITIAN

1. Desain Penelitian dan Partisipan

Desain penelitian berangkat dari fenomena kasus antara masyarakat etnis Jawa dan orang Papua, sehingga pendekatan yang digunakan adalah fenomenologi. Menurut Husserl, dalam setiap hal, manusia memiliki pemahaman serta penghayatan terhadap fenomena yang dilaluinya dan pemahaman serta penghayatannya tersebut sangat berpengaruh pada perilakunya (Herdiansyah 2010). Partisipan dalam penelitian ini terbagi menjadi lima mahasiswa Papua dengan kriteria memiliki prasangka pada masyarakat etnis Jawa dan subjek sekunder yang merupakan Ibu kost dan sahabat dari subjek primer.

2. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini adalah observasi non-partisipan dan wawancara semi terstruktur pada sumber data primer dan sumber data sekunder. Teknik analisis data yang digunakan tehadap data-data yang sudah diperoleh menggunakan model Miles dan Huberman dengan melalui empat tahapan yaitu pengumpulan data, reduksi data, display data dan kesimpulan. Validitas menggunakan uji credibilitas, transferabilitas, dependabilitas dan confirmabilitas.

HASIL

Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, ditemukan bahwa keseluruhan subjek yang berprasangka pada masyarakat etnis Jawa memiliki sumber prasangka, penggolongan tipe prasangka dan dampak prasangka yang berbeda satu sama lain. Perbedaan ini dikarenakan berbedanya pengalaman dan cara menyikapi masing-masing subjek.

1. Sumber Prasangka

Menurut Turner dan Tajfel (Sarwono, 2007) manusia melakukan kategorisasi, identifikasi dan perbandingan dimana hal tersebut akan membagi dunia individu menjadi dua kategori yang berbeda, yaitu orang lain yang satu kelompok dengannya dinamakan ingroup dan orang lain yang berbeda kelompok dengannya dinamakan outgroup.. Pengkategorian ini merupakan sumber prasangka yang disebut dengan identitas sosial dimana dari semua subjek penelitian kecuali subjek JM mengalaminya. Subjek YM, YB, SS dan JH memiliki pengkategorian trait ingroup (sesama orang Papua) yang cenderung sama satu sama lain yaitu memiliki nilai kasih yang besar sehingga selalu berusaha menghargai orang lain dengan bersikap ramah dan senang memberi salam tanpa melihat latar belakang dan bentuk fisik. Pada pengkategorian trait outgroup keempat subjek tersebut memiliki persamaan pandangan tetapi dengan bentuk yang berbeda.. Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh berbedanya pengalaman yang diterima masing-masing subjek dari masyarakat etnis Jawa. Adapun trait dari masyarakat etnis Jawa menurut subjek YM,YB,SS dan JH adalah kurang menghargai orang Papua. Bagi subjek YM masyarakat etnis Jawa kurang menghargai dirinya sebagai

(7)

orang Papua nampak dari seringnya subjek YM dilihat dengan pandangan aneh dan sekaligus ditertawakan. Hal lainnya adalah tidak dianggapnya orang Papua sebagai bagian dari Indonesia. Senada dengan pandangan subjek YM, subjek YB pun merasakan bahwa dirinya sebagai orang Papua seringkalli dilihat dengan pandangan aneh dan menakutkan serta apabila memberi salam kepada masyarakat etnis Jawa, memiliki kemungkinan tidak dibalas karena masyarakat etnis Jawa tidak seperti orang Papua yang senang saling menyapa satu sama lain. Lain halnya dengan subjek SS, trait kurang menghargai dari masyarakat etnis Jawa nampak dari kecenderungan tidak mau berbagi dengan orang Papua serta tidak memberi balasan yang baik ketika subjek SS sebagai orang Papua ingin mendekatkan diri dengan masyarakat etnis Jawa. Bagi subjek JH, trait kurang menghargai dari masyarakat etnis Jawa nampak dari tidak terbuka dan tidak ingin bersatunya masyarakat etnis Jawa dengan orang Papua. Berbeda dengan subjek YM dan YB, pengkategorian trait outgroup pada subjek JH dan SS dikhususkan bagi masyarakat etnis Jawa yang tidak seiman dikarenakan bagi kedua subjek tersebut masyarakat etnis Jawa yang seiman berbeda. Dikatakan subjek SS masyarakat etnis Jawa seiman menghargai dirinya dengan mau menerima apa adanya tanpa melihat dari segi fisik dan bagi subjek JH masyarakat etnis Jawa seiman mau bersatu dengan orang Papua. Pada subjek JM, tidak ditemukan adanya pengkategorian trait yang adalah salah satu sumber terbentuknya prasangka. Hal ini dikarenakan bagi subjek JM masing-masing trait yang dimiliki baik oleh orang Papua maupun masyarakat etnis Jawa tidak membawa dirinya untuk mengkategorisasikan dan memberi perbedaan atribut yang mengakibatkan subjek JM memiliki kecenderungan untuk memilih salah satu dari dua kelompok tersebut yaitu orang Papua dan masyarakat etnis Jawa. Subjek JM memaknai pengalaman kurang menyenangkan dari masyarakat etnis Jawa secara positif sehingga membawa dirinya tidak menjauhi masyarakat etnis Jawa.

Konformitas sebagai salah satu sumber sosial pembentuk prasangka tidak dimiliki oleh kelima subjek penelitian. Hal ini dikarenakan masing-masing subjek bisa menerima segala norma serta adat istiadat yang berlaku dengan baik. Menurut Feldman konformitas adalah perubahan tingkah laku individu karena adanya keinginan untuk mengikuti keyakinan dan standart orang lain (Baron dan Byrne,2002).

Frustasi dan Agresi dimiliki kelima subjek penelitian. Perihal agresi, menurut Dollard, dkk (Putra, 2012), agresi terdiri atas berbagai bentuk penyampaian. Bentuk agresi ini dapat berbentuk fisik, misalnya pemukulan atau simbolik, misalnya kebencian atau rasa tidak suka. Hal ini pula yang terjadi pada masing-masing subjek penelitian dengan didasarkan pada pengalaman kurang menyenangkan dari masyarakat etnis Jawa yang berbeda satu sama lain. Masing-masing pengalaman membawa kelima subjek merasakan frustasi yang pada akhirnya membawa agresi yaitu perasaan benci ataupun tidak suka terhadap masyarakat etnis Jawa. Kepribadian otoriter juga merupakan salah satu sumber emosi pembentuk prasangka. Kekhasan yang dimiliki oleh orang-orang yang berkepribadian otoriter adalah intoleran, menolak, membenci orang atau kelompok yang melanggar atau keluar dari nilai-nilai konsensional. Berdasarkan penelitian, kelima subjek tidak tergolong memiliki kepribadian otoriter. Hal ini juga dipengaruhi oleh identitas sosial dari orang Papua yang memiliki kasih yang besar dan tidak terbatas bagi siapapun. Oleh sebab itu walaupun memiliki perasaan benci ataupun tidak suka pada masyarakat etnis Jawa, masing-masing subjek tetap memiliki toleransi, tidak menaruh dendam ataupun merasa superior.

Persamaan lainnya dari kelima subjek penelitian adalah adanya stereotipe kepada masyarakat etnis Jawa yang merupakan sumber kognitif pembentuk prasangka. Menurut Meinarno (2009), stereotip adalah kepercayaan bahwa anggota kelompok tertentu memiliki karakteristik atau sifat tertentu.

(8)

2. Tipe Prasangka

Prasangka menurut Geartner,Jones dan Kovel (Soeboer 1990) mengemukakan tiga tipe prasangka yaitu dominative,ambivalent dan asertive. Yang membedakan ketiga tipe tersebut adalah masing-masing komponen yaitu kognitif, afektif dan konatif. Berdasarkan prasangka yang dimiliki oleh kelima subjek penelitian, masing-masing subjek tergolong dalam salah satu dari tipe prasangka tersebut. Subjek YM dan JM tergolong dalam tipe prasangka asertive dimana dalam aspek kognitif, kedua subjek memiliki kognisi bahwa bersikap baik dan ramah adalah suatu hal yang penting terlebih masing-masing subjek adalah orang Papua yang dikenal sebagai manusia yang penuh kasih walaupun sebenarnya memiliki rasa benci ataupun tidak suka terhadap masyarakat etnis Jawa yang merupakan perwujudan dari aspek afektif. Dalam aspek terdapat perbedaan pada kedua subjek, pada subjek YM mengurangi hubungan yang intim dengan masyarakat etnis Jawa, tetapi pada subjek JM bukan pada pendekatan personal melainkan lebih luas yaitu mengharapkan kemerdekaan, yaitu pemisahan dari pemerintahan Indonesia yang secara tidak langsung juga pemisahan dengan masyarakat etnis Jawa yang dianggap banyak merugikan orang Papua.

Pada ketiga subjek lainnya yaitu subjek YB, SS dan JH tergolong dalam tipe prasangka ambivalent dimana masing-masing subjek meyakini kognisi bahwa berinteraksi dengan masyarakat etnis Jawa akan membawa suatu masalah. Subjek YB meyakini masalah tersebut adalah dengan dipandangnya orang Papua secara aneh dan menakutkan, pada subjek SS dipandang kurang pintar dan selanjutnya subjek JH yang juga merasakan seperti subjek SS yaitu dipandang kurang pintar dan kasar. Pada aspek afektif pada dasarnya masing-masing subjek memiliki keinginan atau perasaan ingin mendekatkan diri dengan masyarakat etnis Jawa, tetapi karena kognisi akan keyakinan mendapat masalah pada akhirnya membawa rasa khawatir dan membuat ketiga subjek tersebut memilih untuk mengurangi interaksi dengan masyarakat etnis Jawa. Terdapat perbedaan bentuk penarikan diri masing-masing subjek terhadap masyarakat etnis Jawa yaitu pada subjek YB secara umum menyeluruh terhadap masyarakat etnis Jawa kecuali bapak dan ibu kostnya sedangkan pada subjek SS dan JH dikhususkan pada masyarakat etnis Jawa yang tidak seiman.

3. Dampak Prasangka

Dampak prasangka menurut Idhamsyah dan Ardiningtiyas (Putra, 2012) adalah adanya pengucilan sosial dan konflik sosial. Konflik sosial sendiri menurut Ahmadi (2007) memiliki beberapa bentuk yaitu konflik pribadi, konflik kelompok, konflik antar kelas sosial, konflik rasial, konflik politik dan konflik budaya. Berdasarkan prasangka yang dimiliki kelima subjek, masing-masing memiliki dampak prasangka. Konflik sosial terjadi pada kelima subjek, dengan bentuk yang berbeda. Pada subjek YM dan YB terjadi konflik berbentuk sosial pribadi dan pada subjek JM konflik berbentuk sosial politik dan sosial budaya. Selain konflik sosial keempat subjek kecuali subjek JM mengalami dampak prasangka yaitu pengucilan sosial. Pengucilan sosial ini tampak dari kurangnya interaksi dari masing-masing subjek terhadap pergaulan dengan masyarakat etnis Jawa. Ke empat subjek cenderung tidak aktif dalam kegiatan organisasi maupun kegiatan masyarakat di lingkungan tempat tinggal. Masing-masing subjek lebih memilih untuk berkumpul dengan teman-teman sesama Papua, berdiam diri di kost ataupun kontarakan serta mengikuti organisasi anak-anak Papua yang ada di Malang ataupun kegiatan yang bersifat religius seperti persekutuan di Kampus dan Gereja. Berdasarkan data yang didapat peneliti, ditemukan kembali dampak dari prasangka yang juga dialami oleh masing-masing subjek yaitu terbentuknya jarak sosial (social distance) antara mahasiswa Papua dengan masyarakat etnis Jawa. Menurut Mendatu (2007) jarak sosial adalah suatu jarak psikologis yang terdapat diantara dua orang atau lebih yang berpengaruh terhadap keinginan untuk melakukan kontak sosial yang akrab. Semakin besar prasangka yang timbul maka semakin besar jarak sosial yang terjadi.

(9)

DISKUSI

Penelitian ini memiliki beberapa hal yang perlu untuk didiskusikan lebih lanjut yang nantinya dapat berguna bagi penelitian selanjutnya, yang pertama tentang aspek penelitian yang terlalu luas. Oleh karena itu pada penelitian berikutnya dapat lebih memfokuskan pada satu aspek yang lebih spesifik. Yang kedua, di dalam penelitian ini terdapat teori-teori baru yang muncul mengenai dampak prasangka ketika peneliti melaksanakan penelitian di lapangan. Diharapkan pada penelitian selanjutnya dapat mengembangkan teori baru tersebut agar topik mengenai prasangka khususnya pada aspek dampak prasangka antara masyarakat etnis Jawa dan mahasiswa Papua yang melanjutkan pendidikan di pulau Jawa dapat lebih dimengerti secara mendalam.

DAFTAR PUSTAKA

Afiz. (2010). Indonesia Miliki 1.128 Suku Bangsa (online). http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=57455. Diunduh 5 Agusts 2012 Ahira. (2000). Suku Jawa (online). http://www.anneahira.com/suku-jawa.htm. diunduh 12

September 2012

Ahmadi, Abu. (2007). Psikologi Sosial. Jakarta: Rineka Cipta Gerungan, W.A. (1988). Psikologi Sosial. Bandung: Eresco

Haluk, Markus. (2010). Transmigrasi dan dampaknya bagi keberlangsungan hak hidup

manusia papua (online). xa.yimg.com/kq/groups/8684911/204573091/name/MATERI.

Diunduh 10 Agustus 2010

Herdiansyah, Haris. (2010). Metodologi penelitian kualitatif untuk ilmu-ilmu sosial. Jakarta : Salmeba Humanika

Liliweri, Alo. (2005). Prasangka dan Konflik: Komunikasi Lintas Budaya Masyarakat Multikultural. Yogyakarta: LkiS

Meinarno, Eko. (2009). Psikologi Sosial. Jakarta: Salemba Humanika

Mendatu Achmanto. (2007). Prasangka dalam konflik antar etnik (online). http://smartpsikologi.blogspot.com/2007/08/prasangka-dalam-konflik-antar-etnik.html. Diunduh pada 5 Agustus 2012

Myers, David G. (1988). Social Psychology. Edisi kedua. Singapura : McGraw-Hill Book Pradana, Putra.(2011). Tantangan disintegrasi bangsa dan globalisasi terhadap nasionalisme

Indonesia. (online). http://www.scribd.com/doc/41524050/1/Tujuan-Umum. Diunduh 12 Agustus 2012

Puspa, Triana (2011). MBILUNG: prasangka masyarakat Jawa transmigran terhadap penduduk lokal di Lampung. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta Putra, Idhamsyah Eka. (2012). Psikologi Prasangka, Sebab, Dampak dan Solusi. Cetakan I.

(10)

Ratih. (2010). Transmigran asal Jawa Ditolak (online). http://www.jpnn.com/index.php?mib=berita.detail&id=59004. Diunduh 5 Agustus 2012

Sarwono, Sarlito Wirawan. (2002). Psikologi Sosial : Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Cetakan ketiga. Jakarta: Balai Pustaka

Sarwono, Sarlito Wirawan. (2007). Psikologi prasangka orang Indonesia: kumpulan studi empirik prasangka dalam berbagai aspek kehidupan orang Indonesia. Cetakan I. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada

Soeboer, Rubiana. (1990). Prasangka dan diskriminasi. Jurnal Psikologi Sosial no 4/th III. Jurusan psikologi fakultas psikologi Universitas Indonesia

Widyarini, Nilam. Prasangka.(online). Handout perkuliahan psikologi sosial II. Diunduh 26 Agustus 2012

Referensi

Dokumen terkait

1) Arus kas dari bunga dan dividen yang diterima dan dibayarkan, masing- masing harus diungkapkan tersendiri. Bunga dan dividen harus diklasifikasikan secara konsisten antar

Berdasarkan perhitungan energi dari masing-masing sampel dan pembacaan peak dari masing-masing grafik spektrum pengukuran panjang gelombang absorbsi- eksitasi diatas

komputer, tubuh sama sekali tidak diistirahatkan, atau minimal tubuh sering digerak-gerakan, agar ketika sudah selesai menggunakan komputer, kita dapat terhindari dari leher yang

Berdasarkan PDB pengeluaran, semua komponen pengeluaran mengalami ekspansi dengan ekspansi tertinggi terjadi pada komponen investasi fisik/PMTB (9,16%), diikuti oleh

Dengan cara mempertautkan atau menghubungkan satu dengan yang lain untuk memberi arti pada phenomena-penomena atau data yang telah dilambangkan ke dalam fikiran baik

Untuk mengendalikan pelaksanaan Optimasi Lahan di tingkat Propinsi, Kepala Dinas Pertanian Propinsi melakukan pengendalian kegiatan melalui pembinaan reguler dan

Berdasarkan rumusan masalah yang sudah dipaparkan pada bab pendahuluan, maka paparan hasil penelitian mengacu pada tiga permasalahan yakni, 1) keaktifan siswa belajar

diujicobakan terlebih dahulu pada kelas lain untuk mengetahui tingkat kesukaran, daya beda, validitas, dan reliabilitas soal. Teknik pengumpulan data yang digunakan