• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jual Beli Kakao Basah Oleh Kelompok Tani Tunas Muda di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara (Perspektif Ekonomi Islam)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Jual Beli Kakao Basah Oleh Kelompok Tani Tunas Muda di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara (Perspektif Ekonomi Islam)"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Kewajiban Sebagai Salah Satu Syarat Guna Meraih Gelar Sarjana Ekonomi (SE) pada Fakultas Ekonomi dan

Bisnis Islam Program Studi Ekonomi Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo

Diajukan oleh:

Musdalifah NIM 14.16.4.0086

Dibimbing oleh:

1. Dr. Helmi Kamal, M.HI

2. Muh. Ruslan Abdullah, S.EI.,MA.

PROGRAM STUDI EKONOMI SYARIAH FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PALOPO

(2)

Yang di tulis oleh Musdalifah, dengan NIM 14.16.4.0086 Mahasiswa Program Studi Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam, Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Palopo, yang dimunaqasyahkan pada hari selasa 03 April 2018

bertepatan dengan 17 Rajab 1439 H, sesuai dengan catatan dan permintaan tim penguji dan diterima sebagai syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (S.E.).

Palopo, 03 April 2018 M 17 Rajab 1439 H TIM PENGUJI

1. Dr. Hj. Ramlah M, M.M Ketua Sidang ( ... ) 2. Dr. Takdir, S.H., M.H Sekertaris Sidang ( ... ) 3. Dr. Muhammad Tahmid Nur, M.Ag Penguji I ( ... ) 4. Muzayyanah Jabani, ST.,MM Penguji II ( ... ) 5. Dr. Helmi Kamal M.HI Pembimbing I ( ... ) 6. Muh. Ruslan Abdullah, S.EI.,MA Pembimbing II ( ... )

Mengetahui

Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Ketua Program Studi

Ekonomi Syariah

Dr. Hj. Ramlah M, M.M. Ilham

(3)

ىَلَع حكَرَبََو حمَ لَسَو َ لَص همُههللَا

؛ُدحعَ ب اهمَأ .َحيَْعَحجَْأ َهَبححَصَو َهَلآ ىَلَعَو َبِهنلَا ،َكَلحوُسَرَو َكَدحبَع ٍدهمَُمُ

Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah swt atas segala rahmat dan hidayah-Nya, serta sholawat dan salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Jual Beli Kakao Basah Pada Kelompok Tani Tunas Muda di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara (Perspektif Ekonomi Islam)” dengan baik.

Banyaknya pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara moril maupun spiritual. Terutama kepada kedua orang tua penulis yakni Patallongi dan Ida yang tak henti-hentinya mengirimkan doa kepada penulis sehingga bisa menjadi seperti sekarang ini, maka dalam kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rektor IAIN Palopo, Dr. Abdul Pirol, M.Ag, Wakil Rektor I, Dr. Rustam S.,M.Hum, Wakil Rektor II, Dr. Ahmad Syarief Iskandar.,M.M., dan Wakil Rektor III, Dr. Hasbi,M.Ag, yang telah kerja keras dalam membina dan mengembangkan serta meningkatkan mutu kualitas mahasiswa.

2. Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Palopo, Dr. Hj. Ramlah Makkulasse, M.M, Wakil dekan I, Dr. Takdir, SH.,MH, Wakil dekan II, Dr. Rahmawati Beddu, M.Ag, Wakil dekan III, Dr. Muhammad Tahmid Nur, M.Ag, Beserta Staf Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Palopo yang

(4)

Fasiha, S.EI.,M.EI, beserta seluruh Dosen yang telah banyak memberikan motivasi dan bimbingan dalam rangkaian proses perkuliahan sampai ketahap penyelesaian studi.

4. Pembimbing I, Dr. Helmi Kamal, M.HI, dan Pembimbing II, Muh. Ruslan Abdullah, S.EI., MA, yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan arahan dan bimbingan dalam penulisan skripsi ini.

5. Penguji I, Dr. Muhammad Tahmid Nur, M.Ag, dan Penguji II, Muzayyanah Jabani, S.T., M.M. yang telah banyak meluangkan waktunya untuk menguji penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan.

6. Kepala Perpustakaan dan segenap pegawai perpustakaan IAIN Palopo yang telah memberikan sumbangsih berupa pinjaman buku kepada penulis, mulai dari tahap perkuliahan sampai kepada penulisan skripsi.

7. Kepada anggota kelompok tani Tunas Muda dan Masyarakat di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara yang telah meluangkan waktunya untuk menjadi Informan dalam penelitian yang dilakukan oleh penulis ini.

8. Teman seperjuangan dalam melakukan penulisan, penelitian, hingga selesai. Nur Aisya Binti Atim, Nurhasbia Enre, Nurcaya, Nur Hasni Burhanuddin, Muh. Risman, teman-teman dari BBPLK Marketing Semarang dan seluruh teman-teman dari Program Studi Ekonomi Syariah

(5)

Semoga Allah swt, memberikan balasan kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya penulis menyadari, bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan, kesalahan dan masih jauh dari kesempurnaan karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis.

Palopo, Januari 2019 Penulis

MUSDALIFAH 14.16.4.0086

(6)

ix

HALAMAN SAMPUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

NOTA DINAS PEMBIMBING ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... v PRAKATA ... vi DAFTAR ISI ... ix DAFTAR TABEL ... xi ABSTRAK ... xii BAB I PENDAHULUAN ... 1

A.Latar Belakang Masalah ...1

B. Rumusan Masalah ...6

C.Tujuan Penelitian ...6

D.Manfaat Penelitian ...7

E. Definisi Operasional Variabel ...7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 9

A.Penelitian Terdahulu yang Relevan ...9

B. Kajian Pustaka ...11

C.Kerangka Pikir ...43

BAB III METODE PENELITIAN ... 45

A.Pendekatan dan Jenis Penelitian ...45

B. Lokasi Penelitian ...45

C.Sumber Data ...46

D.Informan/Subjek Penelitian ...46

E. Teknik Pengumpulan Data ...46

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 49

(7)

B. Sistem transaksi jual beli kakao basah pada kelompok tani Tunas Muda di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara ... 54 C. Pandangan ekonomi Islam tentang jual beli kakao basah pada kelompok

tani Tunas Muda ... 61

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ... 69 B. Saran ... 69

DAFTAR PUSTAKA ... 71 LAMPIRAN

(8)

Muda di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara (Perspektif Ekonomi Islam). Skripsi Program Studi Ekonomi Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam IAIN Palopo, Pembimbing I: Dr. Helmi Kamal, M.HI Pembimbing II: Muh. Ruslan Abdullah, S.EI.,MA. Kata Kunci: Sistem, jual beli, kakao, dan perspektif Islam

Dari berbagai macam persoalan fikih muamalah yang ada salah satu contoh permasalahan yang menarik untuk dikaji adalah sistem jual beli kakao basah pada kelompok tani Tunas Muda (perspektif ekonomi Islam). dimana di Kecamatan Malangke berlaku sistem transaksi jual beli kakao basah melalui kelompok tani ke kolektor sebelum lanjut ke perusahaan. Permasalahan pokok yang di bahas dalam skripsi ini adalah: (1) Bagaimana sistem transaksi jual beli kakao basah di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara. (2) Bagaimana pandangan Ekonomi Islam tentang jual beli kakao basah di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan Jenis penelitian kualitatif. Dengan menggunakan dua jenis pendekatan yaitu pendekatan sosial dan pendekatan syar’i. Sumber data yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua, yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah data yang diperoleh langsung dari ketua kelompok tani Tunas Muda dan Kolektor (pembeli). Sumber data ini berasal dari data yang diperoleh melalui hasil wawancara terhadap informan yang memiliki pengetahuan mengenai penelitian ini. Sedangkan data sekunder adalah data yang memberikan keterangan tambahan tentang penelitian.

Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pelaksanaan jual beli pada kelompok tani Tunas Muda menggunakan sistem transaksi jual beli yang telah menguntungkan bagi pihak penjual maupun pembeli sesuai dengan standar dan syarat yang harus dipenuhi tanpa adanya penipuan; (2) Pandangan ekonomi Islam terhadap pelaksanaan jual beli pada kelompok tani Tunas Muda jika ditinjau dari segi pelaksanaan jual beli yang berdasarkan rukun dan syarat jual beli sudah sesuai dengan tuntutan syariat Islam. Karena rukun dan syarat jual beli pada kelompok tani Tunas Muda sudah terpenuhi dengan adanya penjual, pembeli, ijab dan qabul, dan ada barang yang diperjual belikan dengan dasar suka rela tanpa adanya unsur pemaksaan serta transaksi tidak dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

(9)

1

A. Latar Belakang Masalah

Tanaman kakao merupakan tanaman berprospek menjanjikan di Kecamatan malangke. Sehingga petani selalu berusaha untuk tetap melestarikan tanaman kakao dengan cara membentuk kelompok tani serta memperdalam ilmu tentang budidaya tanaman kakao. Sehingga petani dapat mengerti apa masalah yang dihadapi dan bagaimana solusi yang akan dilakukan untuk mengatasi masalah pada tanaman kakao untuk tetap berkembang dalam menghasilkan buah dengan kualitas yang baik.

Kakao merupakan pohon budidaya di perkebunan yang berasal dari Amerika Selatan, namun sekarang ditanam di berbagai kawasan tropika. Dari biji tumbuhan ini dihasilkan produk olahan yang dikenal sebagai cokelat.

Biji kakao adalah biji buah pohon kakao yang telah melalui proses fermentasi dan pengeringan dan siap diolah. Biji kakao merupakan bahan utama pembuatan bubuk kakao (coklat), bubuk kakao adalah bahan dalam pembuatan kue, es krim, makanan ringan, susu, dan lain-lain. Karakter rasa coklat adalah gurih, dengan aroma yang khas sehingga disukai banyak orang khususnya anak-anak dan remaja.

Luwu Utara merupakan salah satu Kabupaten yang berkembang dengan sektor pertanian sebagai salah satu sumber mata pencarian penduduk, dikarenakan sebagian besar penduduk menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian.

(10)

Dalam hal ini sebagian besar pengguna lahan di Luwu Utara diperuntukkan sebagai lahan pertanian dan hampir 75% dari total angkatan kerja masih menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian tersebut. Sektor pertanian ini memiliki peranan yang sangat penting dalam perekonomian di Luwu Utara, dikarenakan sektor pertanian berfungsi sebagai landasan pembangunan ekonomi, keadaan yang seperti ini menuntut kebijakan pemerintah pada sektor pertanian yang disesuaikan dengan keadaan serta pengembangan yang terjadi dilapangan dalam mengatasi berbagai persoalan yang menyangkut kesejahteraan penduduk di Luwu Utara1. Sektor pertanian merupakan sektor yang paling utama dan terpenting dalam perekonomian Luwu Utara. Hampir seluruh sektor pertanian yang ada di Luwu Utara tersebut tidak lepas dari sektor pertanian. Untuk itu dalam pembangunan sektor pertanian diharapkan dapat tumbuh dan berkembang agar dapat memperbaiki keadaan serta kondisi perekonomian masyarakat.

Dalam sistem jual beli biji kakao yang sering dijumpai adalah jual beli biji kakao kering. Akan tetapi, seiring berkembangnya industri pertanian sehingga pembeli mulai menerapkan sistem jual beli biji kakao basah dalam industri pertanian. Dalam penjualan kakao basah ini pun masyarakat banyak yang tertarik dengan sistem jual beli kakao basah sebab ini adalah cara jual beli kakao yang baru. Dimana kakao bukan saja di jual dalam keadaan kering tetapi biji kakao bisa dijual secara basah disamping itu masalah tentang cuaca yang tidak kondusif yang dapat merusak biji kakao sehingga bisa saja akan turun harga. Namun dengan adanya sistem jual beli kakao basah tidak akan membuat masyarakat khawatir

(11)

dengan cuaca maupun membutuhkan waktu beberapa hari sebelum kakao tersebut dapat dijual.2

Kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam terutama dalam bermuamalah (jual beli) merupakan sebuah tuntunan kehidupan yang begitu penting, disamping itu juga merupakan anjuran yang memiliki dimensi ibadah. sedangkan muamalah itu sendiri berarti hubungan antara manusia yang satu dengan yang lainnya. Allah swt mensyaratkan berdagang sebagai pemberian untuk hamba-hambanya karena semua manusia secara pribadi mempunyai kebutuhan berupa sandang, pangan, dan lain-lainnya. Kebutuhan seperti ini tidak pernah terputus dari kehidupan manusia, kegiatan ekonomi dalam pandangan Islam merupakan tuntunan kehidupan. Disamping itu, juga merupakan anjuran yang memiliki dimensi ibadah. hal itu dapat dibuktikan dalam firman Allah swt dalam QS. Al-A’raf/7:103

⬧⬧◆

→⧫





◆➔◆

⬧



➔⧫

⬧



⧫⬧



Terjemahnya:

“sesungguhnya kami telah menempatkan kamu sekalian di muka bumi dan kami adakan bagimu di muka bumi itu (sumber) penghidupan. Amat sedikitlah kamu bersyukur”.

Jual beli menurut syari’at adalah pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan milik dengan ganti yang dapat dibenarkan. Islam melarang atau mengharamkan seluruh macam bentuk penipuan baik dalam masalah jual beli maupun dalam berbagai macam muamalah yang lain. Karena itu, dalam

2 Hasil Observasi pada Tanggal 11 November 2018

3Mushaf Fatimah, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, (Cet. I; Jakarta: Insan Media Pustaka,

(12)

melakukan transaksi jual beli yang harus diperhatikan adalah mencari barang yang halal untuk diperjual-belikan atau diperdagangkan dengan cara yang sejujurnya. Bersih dari segala sifat yang dapat merusak jual beli seperti penipuan, pencurian, perampasan, dan lain-lain.4

Pada sisi lain, Islam menempatkan kejujuran dalam aktivitas perdagangan dengan maksud agar pelaku ekonomi dapat menempatkan dua kebutuhannya secara proporsional, yaitu kebutuhan material dan spritual. Prinsip dasar perdagangan islam adalah adanya unsur kebebasan, keridaan, dan suka sama suka dalam melakukan transaksi.5

Peraturan ekonomi dalam Islam mencakup dua macam pelajaran-pelajaran dan hukum-hukum. Pertama, bagian yang tetap atau muhkam, yang di dalamnya tidak terdapat peluang untuk ijtihat. Kedua, kedudukan hukum yang bisa berubah atau bersifat temporal. Ketiga, adanya perbedaan pendapat di kalangan ulama ahli pikir dan penguasa ahli politik tentang hukum. Agama merupakan faktor penting dalam Islam. Namun, tidak berarti tujuan syariat Islam hanya terfokus pada pemeliharaan agama dalam pengertian akidah, ibadah, dan pokok-pokok kebajikan. Syariat Islam juga memperhatikan masalah jiwa, akal, keturunan, harta, dan kehormatan.6

Oleh karena perjanjian jual beli merupakan perbuatan hukum yang mempunyai konsekuensi terjadinya peralihan hak atas sesuatu barang dari pihak

4 Imam Al-Ghazali, Benang Tipis antara Halal dan Haram, (Cet. I; Surabaya: Putra

Pelajar, 2002),h. 214

s5 Muhammad, Aspek Hukum Dalam Muamalat, (Cet. I; Yogyakarta: Graha Ilmu, 2007),

h. 95

6 Yusuf Qardhawi, Norma Dan Etika Ekonomi Islam, (Cet. I; Jakarta: Gema Insani Press,

(13)

penjual kepada pihak pembeli, maka dengan sendirinya dalam perbuatan hukum ini haruslah dipenuhi rukun dan syarat sahnya jual beli.7

Dasar-dasar hukum dalam Qur’an yang diwajibkan kepada umat Islam untuk dipatuhi dengan sebaik-baiknya, baik dalam hubungannya dengan Allah maupun dengan istilah Syari’at.8

Dalam agama islam sudah jelas bahwa dalam menerapkan sistem jual beli pelaku tidak boleh mengikutihawa nafsunya. Karena dapat menyebabkan ketimpangan terhadap transaksi yang dibangun. Dan inilah yang menjadi tantangan bagi peneliti untuk melihat jelas sistem-sistem yang dijalankan disuatu tempat terkhusus pada kelompok tani Tunas Muda di Kecamatan Malangke yang menjadi objek penelitian pada skripsi ini. Karena dengan menerapkan sistem jual beli yang sesuai dengan syariat Islam maka ini merupakan salah satu jalan untuk mengerjakan yang ma’ruf.

Membahas mengenai jual beli di Kabupaten Luwu Utara, belakangan ini dapat dilihat bahwa persaingan para pedagang dalam mencari keuntungan tidaklah lepas dari apa yang dipahami, pedagang hanya berfikir bagaimana cara mendapatkan keuntungan besar tanpa melihat apakah ada yang dirugikan dalam bermuamalah (jual beli) atau tidak. Memang masih banyak yang dilakukan oleh masyarakat selama ini untuk mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Namun, jika dianalisa menurut agama Islam, masih terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan Syari’at Islam dalam melakukan transaksi.

7 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Cet. 2; Jakarta: Sinar Grafika, 2000), h.

129

(14)

Dalam jual beli ini masih ada beberapa atau sebagian besar masyarakat (penjual) yang melakukan kecurangan dalam jual beli khususnya untuk kakao basah. Banyak pembeli (kolektor) yang mengeluh akibat mendapati beberapa masyarakat yang melakukan kecurangan dalam jual beli atau sistem traksaksi dari jual beli kakao basah. Sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terhadap sistem traksaksi jual beli kakao basah yang ada pada kelompok tani Tunas Muda di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara dalam perspektif ekonomi Islam. dengan mengambil sebuah judul Penelitian “Jual Beli Kakao

Basah Pada Kelompok Tani Tunas Muda Di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara (Perspektif Ekonomi Islam)”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pernyataan yang telah diungkapkan dalam latar belakang masalah maka dirumuskan beberapa masalah sebagai berikut:

1. Bagaimana sistem transaksi jual beli kakao basah di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara.?

2. Bagaimana pandangan Ekonomi Islam tentang jual beli kakao basah di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara.?

C. Tujuan Penelitian

Pada dasarnya penelitian ini bertujuan untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan pada bagian rumusan masalah. Adapun tujuan yang akan dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sistem transaksi jual beli kakao basah di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara.

(15)

2. Untuk mengetahui bagaimana pandangan ekonomi Islam tentang jual beli kakao basah di Kecamatan Malangke Kabupaten Luwu Utara.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat ilmiah, untuk menambah ilmu pengetahuan pada umumnya, ilmu tentang pemahaman masyarakat terhadap perdagangan atau jual beli kakao basah di Luwu Utara dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya masyarakat Malangke.

2. Manfaat praktis menjadi suatu bahan renungan, intropeksi, pertimbangan dan penerapan dalam keseharian kita yang sejalan dengan kaidah-kaidah serta aturan-aturan yang ditetapkan dalam Al-qur’an dan As-sunnah.

3. Manfaat untuk membina masyarakat dalam peningkatan sistem ekonomi, serta dapat mewujudkan tujuan pasar yakni memudahkan masyarakat dalam melakukan transaksi berdagang dalam rangka untuk memajukan perekonomian masyarakat sehingga dapat menjadikan hidup lebih sejahtera.

E. Definisi Operasional Variabel

Jual beli adalah kegiatan menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain berdasarkan kesepakatan bersama bukan pemaksaan.

Kakao basah adalah biji kakao yang melalui proses pemetikan, pembelahan dan pembersihan biji sebelum masuk pada tahap fermentasi

kelompok tani adalah kumpulan beberapa orang (20-25) dalam satu desa yang didorong oleh deperteman pertanian, pembentukan ini diikuti beberapa divisi/unit usaha yang bersifat kondosional tergantung pada kendala yang

(16)

dihadapi petani di setiap lokasi, kelompok tani biasanya diarahkan sebagai lembaga ekonomi yang juga menjalankan fungsi kemitraan yang adil dan saling menguntungkan dengan pedagang sarana produksi dan hasil produksi.

Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid sebagaimana dirangkum dalam rukun Iman dan rukun Islam.

(17)

9

A. Penelitian Terdahulu yang Relevan

1. Kamisnawati, “Sistem Perdagangan Dalam Perspektif Ekonomi Islam Pada Pusat Niaga Desa Belawa Baru Kecematan Malangke”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana sistem perdagangan pada pusat niaga Desa Belawa Baru Kecematan Malangke. Dan bagaimana peran pusat niaga Desa Belawa Baru Kecematan Malangke dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat Malangke. Penelitian ini dilakukan secara langsung di lapangan (objek penelitian), interview (wawancara), dokumentasi dan metode library research.

Berdasarkan hasil penelitian pada pusat Niaga Desa Belawa Baru Kecematan Malangke. Pada kenyataannya bahwa proses jual beli yang ada di pasar Belawa Baru telah menjalankan sistem perdagangan dengan syarat Islam dan ada juga yang belum melaksanakan sistem perdagangan dengan baik meskipun mereka sudah mengetahuinya.1

2. Hasbullah, “Sistem Jual Beli Pupuk Pasca Panen Perspektif Ekonomi Islam Di Kelurahan Bosso Kecematan Walenrang Utara Kabupaten Luwu”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pandangan syariat Islam dalam sistem jual beli pupuk pasca panen yang terjadi di Kelurahan Bosso Kecematan

1 Kamisnawati, “Sistem Perdagangan Dalam Perspektif Ekonomi Islam Pada Pusat

(18)

Walenrang Utara Kabupaten Luwu. Penelitian ini dilakukan secara langsung dan metode liblary research.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktek jual beli pupuk pasca panen yang di lakukan oleh masyarakat di Kelurahan Bosso Kecematan Walenrang Utara Kabupaten Luwu di dalam sistem tersebut terdapat unsur- unsur pendzaliman terhadap petani sebagai konsumen. Karnanya ajaran Islam secara tegas melarang segala bentuk pendzaliman sebagai mana prinsip hukum Islam adalah “ tidak mendzalimi dan tidak dizalimi” dengan demikian sistem dalam jual beli pupuk pasca panen tersebut tidak di bolehkan.

3. Eka Yudistira, “Sistem Jual Beli Gabah Menurut Perspektif Ekonomi Islam (Studi kasus petani Desa Kaili Kecematan Suli Barat)”. Penelitian ini bertujuan mengetahui bagaimana sistem jual beli Gabah di Desa Kaili menurut ekonomi Islam. Penelitian ini dilakukan dengan riset kajian lapangan atau metode

field research.

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa sistem jual beli Gabah di Desa Kaili Kecematan Suli Barat didalamnya terdapat unsur pendzaliman seperti adanya persyaratan atau aturan yang diterapkan oleh pihak pengusaha dros kepada pihak petani sehingga menyebabkan beberapa kerugian di pihak petani seperti penelantaran padi pada saat panen, dan ketidakpuasan petani dengan harga beli padi. Karenanya ajaran islam secara tegas melarang segala

(19)

bentuk pendzaliman sebagaimana prinsip hukum Islam adalah “tidak menzalimi dan dizalimi”. Dengan demikian sistem jual beli tersebut tidak dibolehkan.2

Dari berbagai hasil penelitian diatas disimpulkan bahwa dalam penelitian tersebut memiliki tujuan yang sama yaitu mengenai jual beli dalam perspektif Islam. di mana jual beli sangat berperan penting dalam proses perpindahan kepemilikan suatu barang. Dalam hal ini, jual beli sangat menguntungkan semua pihak, baik bagi penjual maupun bagi pembeli. Adapun perbedaan pada penelitian diatas yaitu terletak pada lokasi penelitian. Sedangkan penulis lebih fokus pada sistem jual beli kakao basah dalam perspektif ekonomi Islam.

Walaupun ada penelitian yang membahas tentang jual beli dalam perspektif ekonomi Islam, namun penulis belum menemukan suatu penelitian yang membahas mengenai jual beli kakao basah dalam perspektif ekonomi Islam. demikian, ini jugalah yang membedakan penelitian yang akan penulis lakukan dengan penelitian sebelumnya.

B. Kajian Pustaka

1. Pengertian Jual Beli

Al-Bai’ (jual-beli), secara bahasa adalah mashdar dari ba’a yang berarti tukar-menukar harta dengan harta, atau membayar harga dan mendapatkan barangnya.3 Jual beli terdiri dari dua suku kata yaitu “jual” dan “beli” yang mempunyai arti bertolak belakang. Kata jual menunjukkan adanya perbuatan menjual, sedangkan kata beli menunjukkan adanya perbuatan membeli. Perbuatan

2 Eka Yudistira,”Sistem Jual Beli Gabah Menurut Perspektif Islam (studi kasus petani

kaili kecematan suli barat)”, S1, (Palopo: IAIN Palopo, 2015).

3 Shalih Bin Ghanim As-Sadlan dan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, Intisari

(20)

jual beli menunjukkan adanya perbuatan dalam satu peristiwa yaitu satu pihak menjual dan pihak lain membeli, maka dalam hal ini terjadilah proses jual beli.4

Menurut istilah (terminologi) yang dimaksud dengan jual beli adalah sebagai berikut:

a. Menukar barang dengan barang atau barang dengan uang dengan jalan melepaskan hak milik dari yang satu kepada yang lain atas dasar saling merelakan.

b. Pemilikan harta benda dengan jalan tukar menukar yang sesuai dengan aturan syara’.

c. Saling tukar harta, saling menerima, dapat dikelola (tasharruf) dengan ijab dan qabul, dengan cara yang sesuai dengan syara’.

d. Tukar-menukar benda dengan benda lain dengan cara yang khusus (diperbolehkan).

e. Penukaran benda dengan benda lain dengan jalan saling merelakan atau memindahkan hak milik dengan ada penggantinya dengan cara yang diperbolehkan.

f. Aqad yang tegak atas dasar penukaran harta dengan harta,maka jadilah penukaran hak milik secara tetap.

Dari beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa inti jual beli adalah suatu perjanjian tukar menukar benda atau barang yang mempunyai nilai secara sukarela di antara kedua belah pihak, yang satu menerima benda-benda dan pihak

4Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, edisi ke 2 (Jakarta: Sinar Grafika, 2000),

(21)

lain menerimanya sesuai dengan perjanjian atau ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.

Menurut istilah ahli fiqhi jual beli artinya pemberian harta karena menerima harta dengan ikrar penyerahan dan jawab penerimaan (ijab-qabul) dengan cara yang diizinkan.5

Sesuai dengan ketetapan hukum maksudnya ialah memenuhi persyaratan-persyaratan, rukun-rukun, dan hal-hal lain yang ada kaitannya dengan jual beli sehingga bila syarat-syarat dan rukunnya tidak terpenuhi berarti tidak sesuai dengan kehendak syara’.

Jual beli menurut bahasa artinya menukar sesuatu dengan sesuatu, sedang menurut syara’ artinya menukar harta dengan harta menurut cara-cara tertentu (‘aqad).6

Jual beli menurut ulama Malikiyah ada dua macam, yaitu jual beli yang bersifat umum dan jual beli yang bersifat khusus.

a. Jual beli dalam arti umum ialah suatu perikatan tukar menukar sesuatu yang bukan kemanfaatan dan kenikmatan. Perikatan adalah akad yang mengikat dua bela pihak. Tukar menukar yaitu salah satu pihak menyerahkan ganti penukaran atas sesuatu yang ditukarkan oleh pihak lain. Dan sesuatu yang bukan manfaat ialah bahwa benda yang ditukarkan adalah dzat (berbentuk), ia berfungsi sebagai objek penjualan, jadi bukan manfaatnya atau bukan hasilnya. b. Jual beli dalam arti khusus ialah ikatan tukar menukar sesuatu yang bukan

kemanfaatan dan bukan pula kelezatan yang mempunyai daya tarik,

5 Abdul Fatah Idris dan Abu Ahmadi, Fiqih Islam Lengkap, (Cet. 2; Jakarta: Rineka Cipta,

1994), h. 132

(22)

penukarannya bukan mas dan bukan pula perak, benda dapat direalisir dan ada seketika (tidak ditangguhkan) tidak merupakan utang baik barang itu ada dihadapan si pembeli maupun tidak, barang yang sudah diketahui sifat-sifatnya atau sudah diketahui terlebih dahulu.7

Jual beli juga merupakan suatu perbuatan tukar-menukar barang dengan barang atau uang dengan barang, tanpa bertujuan mencari keuntungan. Hal ini karena alasan orang menjual atau membeli barang adalah untuk suatu keperluan, tanpa menghiraukan untung ruginya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa setiap perdagangan dapat dikatakan jual beli, tetapi tidak setiap jual beli dapat dikatan perdagangan.8

2. Syarat sah jual beli

Adapun syarat sah jual beli ada empat yaitu:

a. Baligh, artinya keduanya (penjual dan pembeli) sudah dewasa, karena itu anak-anak tidak sah, kecuali dalam jual beli yang ringan.

b. Berakal sehat

c. Tidak suka melakukan pemborosan, artinya memubazirkan harta. d. Suka sama suka (kerelaan) tanpa dipaksa.

Syarat sah barang yang diperjualbelikan ialah:

a. Barang itu suci sebab tidak sah jual beli barang haram, seperti bangkai, babi, minuman keras, dan sebagainya.

b. Barang itu bermanfaat sebab barang yang tidak bermanfaat tidak sah, seperti lalat, nyamuk, dan sebagainya.

7 Hendi Suhendi, Fiqhi Muamalah, h. 67-69

8 Ibnu Mas’ud dan Zainal Abidin S, Fiqih Madzhab Syafi’i Edisi Lengkap Muamalat,

(23)

c. Barang itu milik sendiri atau diberi kuasa oleh pemiliknya.

d. Barang itu jelas dan dapat dikuasai oleh keduanya (penjual atau pembeli) e. Barang itu dapat diketahui keduanya dalam kadar, jenis, dan sifat-sifatnya.9

3. Rukun Jual Beli

Rukun jual beli ada tiga, yaitu akad (ijab kabul), orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan ma’kud alaih (objek akad). Sebagaimana yang dijelaskan dalam QS. Al-Baqarah/2:282 dijelaskan pula bahwa:

ۡۚۡمُتۡعَياَبَت اَذِإ ْا ٓوُدِه ۡشَأ َو

Terjemahnya:

“Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli”.10

Akad ialah ikatan kata antara penjual dan pembeli. Jual beli belum dikatakan sah sebelum ijab kabul dilakukan sebab ijab kabul menunjukkan kerelaan (keridhaan). Pada dasarnya ijab kabul dilakukan dengan lisan, tetapi kalau tidak mungkin, misalnya bisu atau yang lainnya, boleh ijab kabul dengan surat-menyurat yang mengandung arti ijab dan kabul.

Jual beli yang menjadi kebiasaan, misalnya jual beli sesuatu yang menjadi kebutuhan sehari-hari tidak disyaratkan ijab dan kabul, ini adalah pendapat jhumur. Adapun rukun jual-beli menurut jumhur ulama ada empat, yaitu

a. Bai’ (penjual). b. Mustari (pembeli). c. Shighat (ijab dan qabul).

9 A. Zainuddin dan Muhammad Jambari, Al-Islam 2: Muamalah dan Akhlaq, (Cet. I;

Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 12-13

10Mushaf Fatimah, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, (Cet. I; Jakarta: Insan Media Pustaka,

(24)

d. Ma’qud ‘alaih (benda atau barang).11

Menurut Fatwa Ulama Syafi’iyah, jual beli barang-barang yang kecil pun harus ijab dan kabul, tetapi menurut Imam Al-Nawawi dan Ulama Muta’akhirin Syafi’iyah berpendirian bahwa boleh jual beli barang-barang yang kecil dengan tidak ijab dan kabul seperti membeli sebungkus rokok.

4. Syarat-syarat Sah Ijab Kabul

Syarat-syarat sah ijab kabul ialah sebagai berikut.

1) Jangan ada yang memisahkan, pembeli jangan diam saja setelah penjual menyatakan ijab dan sebaliknya,

2) Jangan selingi dengan kata-kata lain antara ijab dan kabul.

3) Beragama islam, syarat ini khusus untuk pembeli saja dalam benda-benda tertentu, misalnya seseorang dilarang menjual hambanya yang beragama islam kepada pembeli yang tidak beragama islam, sebab besar kemungkinan pembeli tersebut akan merendahkan abid yang beragama islam, sedangkan Allah melarang orang-orang mukmin memberi jalan kepada orang kafir untuk merendahkan mukmin. Adapun syarat-syarat benda yang menjadi objek akad ialah sebagai berikut:

1) Suci atau mungkin untuk disucikan sehingga tidak sah penjualan benda-benda najis seperti anjing, babi, dan yang lainnya.

2) Memberi manfaat menurut syara’, maka dilarang jual beli benda-benda yang tidak boleh diambil manfaatnya menurut syara’, seperti menjual babi, kala, cicak, dan yang lainnya.

(25)

3) Jangan ditaklikan, yaitu dikaitkan atau digantungkan kepada hal-hal lain, seperti jika ayahku pergi, kujual motor ini kepadamu.

4) Tidak dibatasi waktunya, seperti perkataan kujual motor ini kepada tuan selama satu tahun, maka penjualan tersebut tidak sah sebab jual beli merupakan salah satu sebab pemilikan secara penuh dan tidak dibatasi apa pun kecuali syara’.

5) Dapat diserahkan dengan cepat maupun lambat tidaklah sah menjual binatang yang sudah lari dan tidak bisa ditangkap lagi. Barang-barang yang sudah hilang atau barang yang sulit diperoleh kembali karena samar, seperti seekor ikan jatuh ke kolam, tidak diketahui dengan pasti ikan tersebut sebab dalam kolam tersebut terdapat ikan-ikan yang sama.

6) Milik sendiri, tidaklah sah menjual barang orang lain dengan tidak se-izin pemiliknya atau barang-barang yang baru akan menjadi miliknya.

7) Diketahui (dilihat), barang yang diperjual-belikan harus dapat diketahui banyaknya, beratnya, takarannya, atau ukuran-ukuran yang lainnya, maka tidaklah sah jual beli yang menimbulkan keraguan salah satu pihak.12

5. Macam-macam Jual Beli

Jual beli berdasarkan pertukarannya secara umum dibagi empat macam yaitu:

a. Jual beli salam (pesanan) adalah jual beli melalui pesanan, yakni jual beli dengan cara menyerahkan terlebih dahulu uang muka kemudian barangnya diantar belakangan.

(26)

b. Jual beli muqayadhah (barter) adalah jual beli dengan cara menukar barang dengan barang, seperti menukar baju dengan sepatu.

c. Jual beli muthlaq adalah jual beli barang dengan sesuatu yang telah disepakati sebagai alat pertukaran, seperti uang.

d. Jual beli alat penukar dengan alat penukar adalah jual beli barang yang biasa dipakai sebagai alat penukar dengan alat penukar lainnya, seperti uang perak dengan uang emas.

Berdasarkan segi harga, jual beli dibagi pula menjadi empat bagian: 1. Jual beli yang menguntungkan (al-murabbahah)

2. Jual beli yang tidak menguntungkan, yaitu menjual dengan harga aslinya (at-tauliyah)

3. Jual beli rugi (al-khasarah).

4. Jual beli al-musawah, yaitu penjual menyembunyikan harga aslinya, tetapi kedua orang yang akad saling meridai, jual beli seperti inilah yang berkembang sekarang.13

Ditinjau dari segi benda yang dijadikan objek jual beli dapat dikemukakan pendapat Imam Taqiyuddin bahwa jual beli dibagi menjadi tiga bentuk:

1) Jual beli benda yang kelihatan ialah pada waktu melakukan akad jual beli benda atau barang yang diperjualbelikan ada didepan penjual dan pembeli. Hal ini lazim dilakukan masyarakat banyak dan boleh dilakukan, seperti membeli beras di pasar.

(27)

2) Jual beli yang disebut sifat-sifatnya dalam perjanjian ialah jual beli salam

(pesanan). Menurut kebiasaan para pedagang, salam adalah untuk jual beli yang tidak tunai (kontan), salam pada awalnya berarti meminjamkan barang atau sesuatu yang seimbang dengan harga tertentu, maksudnya ialah perjanjian yang penyerahan barang-barangnya ditangguhkan hingga masa tertentu, sebagai imbalan harga yang telah ditetapkan ketika akad.

3) Jual beli benda yang tidak ada serta tidak dapat dilihat ialah jual beli yang dilarang oleh agama islam karena barangnya tidak tentu atau masih gelap sehingga dikhawatirkan barang tersebut diperoleh dari curian atau barang titipan yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian salah satu pihak.

Ditinjau dari segi pelaku akad (subjek), jual beli menjadi tiga bagian yaitu: a. Akad jual beli yang dilakukan dengan lisan adalah akad yang dilakukan oleh

kebanyakan orang. Bagi orang bisu diganti dengan isyarat karena isyarat merupakan pembawaan alami dalam menampakkan kehendak. Hal yang dipandang dalam akad adalah maksud atau kehendak dan pengertian, bukan pembicaraan dan pernyataan.

b. Penyampaian akad jual beli melalui utusan, perantara, tulisan, atau surat-menyurat sama halnya dengan ijab kabul dengan ucapan, misalnya via Pos dan Giro. Jual beli ini dilakukan antara penjual dan pembeli tidak berhadapan dalam satu majelis akad, tetapi melalui Pos dan Giro, jual beli seperti ini dibolehkan menurut syara’.

c. Jual beli dengan perbuatan (saling memberikan) atau dikenal dengan istilah

(28)

seperti seseorang yang mengambil rokok yang sudah bertuliskan label harganya, dibandrol oleh penjual dan kemudian diberikan uang pembayarannya oleh penjual. Jual beli dengan cara demikian dilakukan tanpa sighat ijab kabul antara penjual dan pembeli, menurut sebagian syafi’iyah tentu hal ini dilarang sebab ijab dan kabul sebagai rukun jual beli.

5. Khiyar Dalam Jual Beli

Kata al-khiyar dalam bahasa Arab, berarti pilihan. Pembahasan al-khiyar

dikemukakan para Ulama Fiqih dalam permasalahan yang menyangkut transaksi dalam bidang perdata khususnya transaksi ekonomi, sebagai salah satu hak bagi kedua belah pihak yang melakukan transaksi (akad) ketika terjadi beberapa persoalan dalam transaksi.

Hak khiyar ditetapkan syariat islam bagi orang-orang yang melakukan transaksi perdata agar tidak dirugikan dalam transaksi yang mereka lakukan, sehingga kemaslahatan yang dituju dalam suatu transaksi tercapai dengan sebaik-baiknya. Status khiyar, menurut Ulama Fiqih adalah disyariatkan atau dibolehkan karena masing-masing pihak yang melakukan transaksi. Berikut dikemukakan beberapa pengertian masing-masing khiyar:

1) Khiyar al-Majlis

Hak pilih kedua belah pihak yang berakad untuk membatalkan akad, selama keduanya masih berada dalam majelis akad (di ruangan toko) dan belum berpisah badan. Artinya, suatu transaksi baru dianggap sah apabila kedua belah pihak melaksanakan akad telah terpisah badan atau salah seorang diantara mereka telah melakukan pilihan untuk menjual dan/atau membeli. Khiyar seperti ini

(29)

hanya berlaku dalam suatu transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak yang melaksanakan transaksi, seperti jual beli dan sewa-menyewa.

ْرَم َلاَق ُّيِئا َرَج ْرَجْلا ٍمِتاَح ُنْب ُدَّمَحُم اَنَثَّدَح

َبوُّيَأ ِنْب ىَيْحَي ْنَع اَن َرَبْخَأ ُّي ِرا َزَفْلا ُنا َو

اَبَأ ُتْعِمَس ُلوُقَي َو يِن ْرِ يَخ ُلوُقَي َّمُث َلاَق ُه َرَّيَخ الًُج َر َعَياَب اَذِإ َةَع ْر ُز وُبَأ َناَك َلاَق

ْفَي َلَ َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ َّاللَّ ُلوُس َر َلاَق ُلوُقَي َة َرْي َرُه

ٍضا َرَت ْنَع َّلَِإ ِناَنْثا َّنَق ِرَت

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Hatim Al Jarjarai, ia berkata; Marwan Al Fazari telah mengabarkan kepada kami, dari Yahya bin Ayyub, ia berkata; Abu Zur'ah apabila melakukan jual beli dengan seseorang maka ia memberinya kebebasan memilih. Kemudian ia berkata; berilah aku kebebasan memilih! Dan ia berkata; aku mendengar Abu Hurairah berkata; Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Janganlah dua orang berpisah kecuali dengan saling rela."14

Para pakar hadits menyatakan, bahwa yang dimaksudkan Rasulullah saw dengan kalimat “berpisah badan” adalah setelah melakukan akad jual beli barang diserahkan kepada pembeli dan harga barang diserahkan kepada penjual. Imam an-nawawi, muhadis pakar fiqih Syafi’i, mengatakan bahwa untuk menyatakan penjual dan pembeli telah berpisah badan, seluruhnya diserahkan sepenuhnya kepada kebiasaan masyarakat setempat dimana jual beli itu berlangsung. Sebagaimana yang telah di jelaskan, Rasulullah saw bersabda:

َنَثَّدَح

ِميِكَح ْنَع ِث ِراَحْلا ِنْب ِ َّاللَّ ِدْبَع ْنَع ِليِلَخْلا يِبَأ ْنَع َةَداَتَق ْنَع ُةَبْعُش ا

اَق َّرَفَتَي ْمَل اَم ِراَي ِخْلاِب ِناَعِ يَبْلا َلاَق َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ يِبَّنلا ْنَع ٍما َز ِح ِنْب

اَمُهَل َك ِروُب اَنَّيَب َو اَقَدَص ْنِإَف

اَمِهِعْيَب ُةَك َرَب َق ِحُم اَمَتَك َو اَبَذَك ْنِإ َو اَمِهِعْيَب يِف

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Syu'bah dari Qatadah dari Abu Al Khalil dari Abdullah bin Al Harits dari Hakim bin Hizam dari Nabi Shallallu 'alaihi wa sallam, beliau bersabda: "Orang yang bertransaksi jual beli berhak khiyar (memilih) selama keduanya belum berpisah. Jika keduanya jujur dan terbuka, maka keduanya akan mendapatkan keberkahan dalam jual beli, tapi

14Sunan Abu Daud/ Abu Daud Sulaiman bin Asyas Assubuhastani , Jual beli/ Juz 2/ Hal.

(30)

jika keduanya berdusta dan tidak terbuka, maka keberkahan jual beli antara keduanya akan hilang."15

2) Khiyar at-Ta’yin

Hak pilih bagi pembeli dalam menentukan barang yang berbeda kualitas dalam jual beli. Contoh adalah dalam pembelian keramik, misalnya, ada yang berkualitas super (KW 1) dan sedang (KW 2). Akan tetapi, pembeli tidak mengetahui secara pasti mana keramik yang super dan mana keramik yang berkualitas sedang. Untuk menentukan pilihan itu ia memerlukan pakar keramik dan arsitek. Khiyar seperti ini, menurut Ulama Hanafiyah adalah boleh. Dengan alasan, bahwa produk sejenis yang berbeda kualitas sangat banyak, yang kualitas itu tidak diketahui secara pasti oleh pembeli, sehingga ia memerlukan bantuan seorang pakar. Agar pembeli tidak tertipu dan agar produk yang ia cari sesuai dengan keperluannya, maka khiyar at-ta’yin diperbolehkan.

3) Khiyar asy-Syarth

Hak pilih yang ditetapkan bagi salah satu pihak yang berakad atau keduanya atau bagi orang lain untuk meneruskan atau membatalkan jual beli, selama masih dalam tenggang waktu yang ditentukan. Misalnya, pembeli mengatakan “saya beli barang ini dari engkau dengan syarat saya berhak memilih antara meneruskan atau membatalkan akad selama seminggu”. Para Ulama Fiqih sepakat menyatakan, bahwa khiyar asy-syarth ini dibolehkan dengan tujuan untuk memelihara hak-hak pembeli dari unsur penipuan yang mungkin terjadi dari pihak penjual. Khiyar asy-syarth, menurut mereka hanya berlaku dalam transaksi yang bersifat mengikat kedua belah pihak, seperti jual beli, sewa menyewa,

15 Shahih Muslim/ Abu Husain Muslim bin Hajjaj Alqusyairi Annaisaburi, Jual beli/ Juz

(31)

perserikatan dagang, dan ar-rahn (jaminan utang). Untuk transaksi yang sifatnya tidak mengikat kedua belah pihak, seperti hibah, pinjam-meminjam, perwakilan (al-wakalah), dan wasiat, khiyar seperti ini tidak berlaku. Demikian juga halnya dalam akad jual beli pesanan (bai’ as-salam) dan ash- sharf (valuta asing), khiyar asy-syarth juga tidak berlaku sekalipun kedua akad itu bersifat mengikat kedua belah pihak yang berakad, karena dalam jual beli pesanan, disyaratkan pihak pembeli menyerahkan seluruh harga barang ketika akad disetujui, dan dalam akad

ash-sharf diisyaratkan nilai tukar uang yang diperjual belikan harus diserahkan dan dapat dikuasai (diterima) masing-masing pihak setelah persetujuan dicapai dalam akad. Sedangkan khiyar asy-syarth menentukan, bahwa baik barang maupun nilai atau harga barang baru dapat dikuasai secara hukum, setelah tenggang waktu khiyar yang disepakati itu selesai.

Menurut Imam Abu Hanifah, Zufar ibn Huzail (728-774 M), pakar fiqih Hanafi dan Imam asy-Syafi’i (150-204 H/767-820 M), tenggang waktu dalam

khiyar asy-syarth tidak lebih dari tiga hari. Hal ini sejalan dengan hadits yang berbicara tentang khiyar asy-syarth, yaitu hadits tentang kasus Habban ibn Munqiz yang melakukan penipuan dalam jual beli, sehingga para konsumen mengadu kepada Rasulullah saw yang ketika itu bersabda sebagai berikut:

ِدْيَبُع ِنْب َليِعَمْسِإ ْنَع ٍمْيَثُخ ِنْب َناَمْثُع ِنْب ِ َّاللَّ ِدْبَع ْنَع ُّيِفِئاَّطلا ٍمْيَلُس ُنْب ىَيْحَي اَنَثَّدَح

َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ َّاللَّ ِلوُس َر َعَم اَنْج َرَخ َلاَق َةَعاَف ِر ِهِ دَج ْنَع ِهيِبَأ ْنَع َةَعاَف ِر ِنْب

اَذِإَف

اوُّدَم َو ْمُه َراَصْبَأ اوُعَف َر اَّمَلَف ِراَّجُّتلا َرَشْعَم اَي ْمُهاَداَنَف اة َرْكُب َنوُعَياَبَتَي ُساَّنلا

َلاَق ْمُهَقاَنْعَأ

َراَّجُّتلا َّنِإ

َقَدَص َو َّرَب َو َ َّاللَّ ىَقَّتا ْنَم َّلَِإ ا اراَّجُف ِةَماَيِقْلا َم ْوَي َنوُثَعْبُي

Artinya:

Telah menceritakan kepada kami Yahya bin Sulaim Ath Tha`ifi dari Abdullah bin Utsman bin Khutsaim dari Isma'il bin Ubaid bin Rifa'ah dari Bapaknya dari Kakeknya Rifa'ah ia berkata, "Saat kami keluar bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, ternyata ada orang-orang sedang

(32)

berjual beli di pagi yang masih buta. Beliau lantas menyeru mereka: "Wahai para pedagang." Tatkala mereka mengangkat pandangannya dan memanjangkan leher-leher mereka, beliau bersabda: "Sesungguhnya para pedagang akan dibangkitkan pada hari kiamat dalam keadaan berdosa, kecuali orang yang bertakwa kepada Allah, berbuat baik dan jujur."16

Ulama malikiyah berpendapat, bahwa tenggang waktu itu ditentukan sesuai dengan keperluan itu boleh berbeda untuk setiap objek akad. Untuk buah-buahan, khiyar tidak boleh lebih dari satu hari. Untuk objek lainnya, seperti tanah dan rumah diperlukan waktu lebih lama. Dengan demikian, menurut mereka, tenggang waktu amat tergantung pada objek yang diperjual belikan. Khiyar syarat berakhir dengan salah satu dari sebab berikut itu:

a) Terjadi penegasan pembatalan akad atau penetapannya. b) Berakhir batas waktu khiyar

c) Terjadi kerusakan pada objek akad. Jika kerusakan tersebut terjadi dalam penguasaan pihak penjual, maka akadnya batal dan berakhirlah khiyar. Namun, apabila kerusakan tersebut terjadi dalam penguasaan pembeli, maka berakhirlah khiyar namun tidak membatalkan akad.

d) Terjadi penambahan atau pengembangan dalam penguasaan pihak pembeli, baik dari segi jumlah seperti, beranak atau bertelur atau mengembang.

e) Wafatnya shahibul khiyar, ini menurut pendapat Mazhab Hanafiyah dan Hanabilah. Sedangkan Mazhab Syafi’iyah dan Malikiyah berpendapat bahwa hak khiyar dapat berpindah kepada ahli waris ketika shahibul khiyar berakhir.

16Sunan Ibnu Majah/ Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Alqazwini, Perdagangan/ Juz

(33)

4) Khiyar al’Aib

Hak untuk membatalkan atau melangsungkan jual beli bagi kedua belah pihak yang berakad, apabila terdapat suatu cacat pada objek yang diperjual belikan, dan cacat itu tidak diketahui pemiliknya ketika akad berlangsung. Misalnya, seseorang membeli telur ayam satu kilogram, kemudian satu butir diantaranya sudah busuk atau ketika telur dipecahkan sudah menjadi anak ayam. Hal ini sebelumnya belum diketahui, baikoleh penjual maupun penjual. Dalam kasus seperti ini, menurut para pakar fiqih, ditetapkan hak khiyar bagi pembeli. Dasar hukum khiyar al’aib di antaranya; adalah sabda Rasulullah saw yang berbunyi: “sesama muslim itu bersaudara; tidak halal bagi seorang muslim menjadi barangnya kepada muslim lain, padahal pada barang terdapat ‘aib/cacat”.(HR. Ibn Majah dari ‘Uqbah Ibn’ Amir)

Khiyar al’aib ini, menurut kesepakatan ulama fiqih, berlaku sejak diketahuinya cacat pada barang yang dijual belikan dan dapat diwarisi oleh ahli waris pemilik hak khiyar.

Adapun cacat yang menyebabkan munculnya hak khiyar, menurut ulama Hanafiyah dan Hanabilah adalah seluruh unsur yang merusak objek jual beli itu dan mengurangi nilainya menurut tradisi para pedagang. Tetapi, menurut Ulama Malikiyah dan Syafi’iyah selur cacat yang menyebabkan nilai barang itu berkurang atau hilang unsur yang diinginkan dari padanya. Adapun syarat-syarat berlakunya khiyar al’aib, menurut para pakar fiqih, cacat pada barang itu adalah: a) Cacat itu diketahui sebelum atau setelah akad tetapi belum serah terima barang

(34)

b) Pembeli tidak mengetahui, bahwa pada barang itu ada cacat ketika akad berlangsung.

c) Ketika akad berlangsung, pemilik barang (penjual) tidak mensyaratkan, bahwa apabila ada cacat tidak boleh dikembalikan.

d) Cacat itu tidak hilang samapai dilakukan pembatalan akad.

5) Khiyar ar-Ru’yah

Hak pilih bagi pembeli untuk menyatakan berlaku atau batal jual beli yang ia lakukan terhadap suatu objek yang belum ia lihat ketika akad berlangsung.

Jumhur Ulama mengemukakan beberapa syarat berlakunya khiyar ar-ru’yah, yaitu:

a) Objek yang dibeli tidak dilihat pembeli ketika akad berlangsung. b) Objek akad itu berupa materi, seperti tanah, rumah, dan kendaraan.

c) Akad itu sendiri mempunyai alternatif untuk dibatalkan seperti jual beli dan sewa menyewa. Apabila ketiga syarat ini tidak terpenuhi, menurut Jumhur Ulama, maka Khiyar ar-Ru’yah tidak berlaku. Apabila akad ini dibatalkan berdasarkan Khiyar ar-Ru’yah menurut Jumhur Ulama, pembatalan harus memenuhi syarat-syarat berikut:

a. Hak khiyar masih berlaku bagi pembeli;

b. Pembatalan itu tidak berakibat merugikan penjual, seperti pembatalan hanya dilakukan pada sebagian objek yang diperjual belikan; danPembatalan itu diketahui pihak penjual.

6) Khiyar Naqad (pembayaran) adalah melakukan jual beli dengan ketentuan, jika pihak pembeli tidak melunasi pembayaran, atau jika pihak

(35)

penjual tidak menyerahkan barang, dalam batas waktu tertentu, maka pihak yang dirugikan mempunyai hak untuk membatalkan akad atau tetap melangsungkannya.17

6. Hukum Jual Beli

Adapun hukum jual beli adalah sebagai berikut:

a. Mubah (boleh), merupakan asal hukum jual beli.

b. Wajib, misalnya wali menjual harta anak yatim apabila terpaksa.

c. Haram, sebagaimana yang telah diterangkan pada rupa-rupa jual beli yang dilarang.

d. Sunnah.misalnya jual beli kepada sahabat atau keluarga yang dikasihi dan kepada orang yang membutuhkan barang itu.18

Adapun Komisi Fatwa MUI Propinsi DKI Jakarta memfatwakan tentang hukum jual beli beli dengan disertai hadiah, sebagai berikut:

1. Para ulama telah bersepakat (ijma’) bahwa perdagangan (perniagaan/jual beli/al-bai’) adalah suatu kegiatan perekonomian yang dihalalkan (diperbolehkan) oleh syari’at Islam. Dalam Q.S al-Baqarah/2:275:

ْا ٰوَب ِ رلٱ َم َّرَح َو َعۡيَبۡلٱ ُ َّللَّٱ َّلَحَأ َو

Terjemahnya:

“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”.19

2. Suatu transaksi perdagangan dinilai sah dan halal jika memenuhi rukun-rukun (unsur-unsur) dan syarat-syarat jual beli sebagai berikut:

17 Gemala Dewi , Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di

Indonesia, (Cet. II; Jakarta: Kencana, 2006), h. 78-84

18 Sulaiman Rasjid, Fiqhi Islam, h. 289-290.

19Mushaf Fatimah, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, (Cet. I; Jakarta: Insan Media

(36)

a. Rukun jual beli ada empat yaitu; adanya pihak penjual (al-ba’ii’); pihak pembeli (al-musytari); barang yang diperjual belikan (al-mabi’); dan transaksi (‘aqad);

b. Transaksi (‘aqad) antara pihak penjual (al-ba’ii’) dan pembeli (al-musytari) harus dilakukan atas dasar suka sama suka (‘an-taraadh), dan tidak ada paksaan.

c. Barang yang diperjual belikan (al-mabi’) harus suci dan mempunyai nilai manfaat;

d. Barang-barang tersebut diperjual belikan dengan harga yang wajar.

e. Barang yang diperjual belikan (al-mabi’) harus transparan sehingga tidak ada unsur kesamaran (gharar), atau penipuan (al-ghasy), atau pengkhianatan (al-khiyanah).

3. Jual beli sesuatu benda yang disertai hadiah baik secara langsung maupun diundi dengan tujuan agar para konsumen tertarik untuk membeli produk-produk yang dipasarkan adalah sah dan halal dengan syarat-syarat sebagai berikut: Hadiah yang diberikan harus halal dan sesuai dengan yang dijanjikan. Jika hadiah berupa benda yang haram seperti minuman keras dan barang yang najis, maka tidak sah. Demikian juga jika hadiah yang diberikan tidak sesuai dengan yang dijanjikan, maka hal itu dinilai sebagai penipuan sehingga mengandung unsur dosa. Hadiah tidak mengandung unsur judi. Dalam arti, hadiah tersebut benar-benar merupakan pemberian yang bersifat Cuma-Cuma sebagai bagian dari promosi penjualan (sales promotion). Dengan demikian, seandainya para konsumen tidak beruntung mendapatkan hadiah, maka mereka

(37)

tidak dirugikan. Kualitas barang yang diperjual belikan harus sesuai dengan standart dan harganya tidak lebih tinggi dari harga pasaran.

4. Jika transaksi jual beli yang disertai hadiah secara diundi, dilakukan terhadap suatu benda yang kualitasnya di bawah standart dengan harga yang lebih tinggi dari harga pasaran, maka transaksi jual beli tersebut tidak sah dan tidak halal karena mengandung unsur judi. Karena dengan demikian, kupon hadiah yang akan diundi untuk mendapatkan hadiah bukan merupakan pemberian cuma-cuma, melainkan secara tidak langsung dijual kepada pembeli barang dengan uang (harga) yang sudah ditambahkan ke dalam harga penjualan barang. Dengan demikian, secara tidak langsung kupon undian tersebut diperjual belikan kepada pembeli barang, yang jika dia tidak mendapat hadiah maka akan rugi, sedangkan pihak penjual akan beruntung. Inilah yang disebut judi, karena definisi judi sebagaimana dijelaskan Mohammad Ali ash-Shabuni dalam kitabnya. Sebagaimana dikutip oleh Hamzah K, Tafsir Rawai’ al-Bayan Juz I:

“Setiap permainan yang menimbulkan keuntungan bagi sebagian orang dan kerugian bagi sebagian yang lain, maka itulah yang disebut perjuadian yang diharamkan (oleh Allah swt).20

Jual beli yang dilarang dan batal hukumnya adalah sebagai berikut:

a. Barang yang dihukumkan najis oleh agama, seperti anjing, babi, berhala, bangkai, dan khamar.

b. Jual beli sperma (mani) hewan, seperti mengawinkan seekor domba jantan dan betina agar dapat memperoleh turunan.

20 Hamzah K, Fiqih Islam Kontemporer, (Cet. I; Makassar: Berkah Utami, 2015), h.

(38)

c. Jual beli anak binatang yang masih berada dalam perut induknya.

d. Jual beli dengan muhaqallah. Baqalah berarti tanah, sawah, dan kebun, maksud

muhaqallah disini ialah menjual tanam-tanaman yang masih di ladang atau di sawah.

e. Jual beli dengan munabadzah, yaitu jual beli secara lempar melempar, seperti seseorang berkata, “lemparkan kepadaku apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa yang ada padaku”. Setelah terjadi lempar melempar, terjadilah jual beli.

f. Jual beli dengan muzabanah, yaitu menjual buah yang basah dengan buah yang kering, seperti menjual padi kering dengan bayaran padi basah, sedangkan ukurannya dengan dikilo akan merugikan pemilik padi kering.

g. Menentukan dua harga untuk satu barang yang diperjual-belikan. Menurut Syafi’i penjualan seperti ini mengandung dua arti, yang pertama seperti seseorang berkata “kujual buku ini seharga $ 10,- dengan tunai atau $ 15,- dengan cara utang”. Arti kedua ialah seperti seseorang berkata. “aku jual buku ini kepadamu dengan syarat kamu harus menjual tasmu padaku”.

h. Jual beli dengan syarat (iwadh mahjul), jual beli seperti ini, hampir sama dengan jual beli dengan menentukan dua harga, hanya saja disini di anggap sebagai syarat, seperti seseorang berkata, “aku jual rumahku yang butut ini kepadamu dengan syarat kamu mau menjual mobilmu padaku”.

i. Jual beli gharar, yaitu jual beli yang samar sehingga ada kemungkinan terjadi penipuan, seperti penjualan ikan yang masih di kolam atau menjual kacang tanah yang atasnya kelihatan bagus tetapi di bawahnya jelek.

(39)

j. Jual beli dengan mengecualikan sebagian benda yang dijual, seperti seseorang menjual sesuatu dari benda itu ada yang dikecualikan salah satu bagiannya, misalnya A menjual seluruh pohon-pohonan yang ada di kebunnya, kecuali pohon pisang. Jual beli ini sah sebab yang dikecualikannya jelas.

k. Larangan menjual makanan hingga dua kali ditakar. Hal ini menunjukkan kurangnya saling percaya antara penjual dan pembeli.21 Peraturan atau hukum jual-beli dalam Islam ditetapkan sebagai berikut:

a. Dibenarkan jual beli yang tidak berbentuk riba

b. Dalam jual beli perlu ada ijab-qabul (tanda-terima) yang diucapkan dengan lisan/perkataan, dan di bolehkan dalam hati masing-masing.

c. Dilarang memperjual-belikan darah, bangkai, hasil pencurian, waqaf, milik umum, minuman keras, babi, barang yang tidak ada harganya, dan barang yang tidak ada pemiliknya.

d. Akad jual-beli harus dilaksanakan dalam satu majelis, dapat diterima (taslim) dan dapat dipegang (qabadh)

e. Dalam jual-beli dibenarkan adanya hak meneruskan atau membatalkan pembelian suatu barang jika misalnya terdapat cacat (aib) atau melihat kepada keadaanya, dan menurut Hanafi dan Maliki “Hak khiyar” tersebut tidak boleh

lebih dari 3 hari

f. Dalam jual-beli tersebut harus dilaksanakan oleh orang yang berakal sedangkan pada anak kecil dibenarkan untuk benda-benda yang tidak bernilai tinggi, kecuali jika mereka telah dewasa (umur 15 tahun).

(40)

g. Jika barang-barang tersebut ditimbang atau diukur maka timbangan atau ukurannya harus tertentu dan diketahui.

h. Larangan menawar tawaran orang lain ataupun menjual sesuatu yang sudah dibeli oleh orang lain.

i. Larangan menimbun barang pada saat masyarakat banyak memerlukan barang tersebut.

j. Larangan jual beli-beli ke arah yang bermaksiat kepada tuhan misalnya menjual patung untuk disembah.

k. Larangan jual-beli yang berunsur kepada penipuan, atau paksaan.

l. Dalam jual beli harus terlihat jelas bendanya tetapi dibolehkan dengan melihat contoh barangnya seperti pesanan buku-buku.22

Ditinjau dari hukum dan sifat jual beli, jumhur ulama membagi jual beli menjadi dua macam, yaitu jual beli yang dikategorikan sah (shahih) dan jual beli yang dikategorikan tidak sah. Jual beli shahih adalah jual beli yang memenuhi ketentuan syara’, baik rukun maupun syaratnya, sedangkan jual beli tidak sah adalah jual beli yang tidak memenuhi salah satu syarat dan rukun sehingga jual beli menjadi rusak (fasid) atau batal. Dengan kata lain, menurut jumhur ulama, rusak dan batal memiliki arti yang sama.23

22 Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Cet. I; Jakarta: Rinrka Cipta, 1992), h.

392-393

(41)

7. Berselisih Dalam Jual Beli

Penjual dan pembeli dalam melakukan jual beli hendaknya berlaku jujur, berterus terang dan mengatakan yang sebenarnya, maka jangan berdusta dan jangan bersumpah dusta, sebab sumpah dan dusta menghilangkan berkah jual beli. Bila antara penjual dan pembeli berselisih pendapat dalam suatu benda yang diperjual belikan, maka yang dibenarkan ialah kata-kata yang punya barang, bila antaranya tidak ada saksi dan bukti lainnya.24 Sebagaimana Rasulullah saw bersabda:

ْن

َع ِرِدَكْنُمْلا ُنْب ُدَّمَحُم يِنَثَّدَح َلاَق ٍف ِ رَطُم ُنْب ُدَّمَحُم َناَّسَغ وُبَأ اَنَثَّدَح

َلاَق َمَّلَس َو ِهْيَلَع ُ َّاللَّ ىَّلَص ِ َّاللَّ َلوُس َر َّنَأ اَمُهْنَع ُ َّاللَّ َي ِض َر ِ َّاللَّ ِدْبَع ِنْب ِرِباَج

َس الًُج َر ُ َّاللَّ َم ِح َر

ىَضَتْقا اَذِإ َو ى َرَتْشا اَذِإ َو َعاَب اَذِإ ااحْم

Artinya:

telah menceritakan kepada kami Abu Ghossan Muhammad bin Muthorrif berkata, telah menceritakan kepada saya Muhammad bin Al Munkadir dari Jabir bin 'Abdullah radliallahu 'anhu bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Allah merahmati orang yang memudahkan ketika menjual dan ketika membeli dan juga orang yang meminta haknya".25

Dalam hadits ini terdapat anjuran untuk bersikap toleran dalam bermuamalah (transaksi), dan berakhlak mulia, meninggalkan pertikaian serta anjuran untuk tidak berlaku keras terhadap orang lain saat menuntut haknya serta mudah memberi maaf kepada mereka.26

24 Hendi Suhendi, Fiqhi Muamalah, op.cit., h.84.

25Shahih Bukhari/ Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim Albukhari Alja’fi,

Jual beli/ Juz 3/ Hal. 9, Darul Fikri/ Bairut-Libanon 1981 M

26 Mohammad Al Munajjed, “Petunjuk Nabi Shallallahu Alaihi Wa Sallam Dalam Jual

(42)

8. Tujuan dan Hikmah Dibolehkannya Jual Beli

Islam adalah agama yang tidak hanya mengatur interaksi antara manusia dengan sang pencipta, tetapi juga menggoreskan pedoman dalam interaksi manusia dengan manusia lainnya, tidak terkecuali dalam bidang perdagangan. Secara prinsip Islam melegalkan perdagangan, karena perdagangan merupakan salah satu cara manusia bisa memenuhi kebutuhannya. Namun tentu saja terdapat sejumlah syarat yang harus dipatuhi dalam dunia usaha perdagangan. Agar praktek perdagangan tersebut tidak lepas kendali, maka para pedagang harus memegang teguh tujuan jual beli dan hikmah dibolehkannya jual beli

1. Tujuan jual beli

Tujuan jual beli, bahwa manusia adalah makhluk sosial dan mempunyai saling ketergantungan satu dengan yang lain. Karena Allah SWT mensyaratkan jual beli sebagai salah satu sarana manusia memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam transaksi jual beli jelas tergambar adanya hubungan antara satu orang dengan lainnya, dimana seseorang memberikan apa yang ia miliki untuk kemudian ia memperoleh sesuatu yang berguna dari orang lain sesuai kebutuhan masing-masing. Sebagai salah satu sarana manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya ialah dengan jual beli. Dengan jual beli itu jelas tergambar adanya hubungan antara satu orang dengan yang lainnya. Hal ini bisa dilihat dalam pengertian jual beli yaitu adanya pihak penjual dan pembeli.

Dengan mengadakan transaksi jual beli. Manusia mempunyai tujuan yaitu untuk kelangsungan hidup manusia, yang teratur dan saling membantu antara sesamanya di dalam hidup bermasyarakat. Dimana pihak penjual mencari rizki

(43)

dan keuntungan. Sedangkan pembeli mencari alat untuk memenuhi kebutuhan hidupnya di dunia sehingga hidup lebih terjamin.

Sebagai umat beragama tujuan yang terpenting dalam hal jual beli adalah mendapatkan ridho Allah, agar jual beli tersebut berkah dan berhasil. Karena jual beli sebagai pemberian dan keleluasaan darinya. Secara pribadi mempunyai kebutuhan yang berupa sandang, pangan, dan lain-lainnya. Kebutuhan seperti ini tidak pernah putus selama manusia masih hidup.

2. Hikmah dibolehkannya jual beli

Uang, barang, dan dagangan lainnya terbagi di antara para manusia secara umum. Sementara kebutuhan manusia bergantung dengan apa yang ada di tangan temannya. Dia tidak akan memberikannya kecuali jika ada penggantinya. Diperbolehkannya jual-beli bisa memenuhi kebutuhan dan mengantarnya untuk mencapai apa yang diinginkan. Itulah sebabnya Allah menghalalkan jual-beli untuk merealisasikan kemaslahatan tersebut.27

Adapun hikmah dibolehkannya jual beli itu adalah menghindarkan manusia dari kesulitan dalam bermuamalah dengan hartanya. Seseorang memiliki harta di tangannya namun dia tidak memerlukannya. Sebaliknya dia memerlukan suatu bentuk harta, namun harta yang di perlukannya itu ada di tangan orang lain. Kalau seandainya orang lain yang memiliki harta yang diingininya itu juga memerlukan harta yang ada di tangannya yang tidak diperlukannya itu, maka dapat berlaku usaha tukar menukar yang dalam istilah berbahasa Arab disebut jual-beli. Namun karena apa yang diperlukan seseorang belum sama dengan apa yang diperlukan

27Shalih Bin Ghanim As-Sadlan dan Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajjid, Intisari

(44)

orang lain, tentu tidak dapat dilakukan cara tukar menukar itu. Untuk itu digunakan alat tukar yang resmi dan selanjutnya berlangsunglah jual-beli dalam arti sebenarnya. Seandainya jual-beli itu tidak disyari’atkan, manusia akan mengalami kesukaran dalam kehidupannya.28

9. Risiko dalam jual beli

Yang dimaksud dengan risiko dalam perjanjian adalah: “Kewajiban memikul

kewajiban yang disebabkan karena sesuatu kejadian di luar kesalahan salah satu pihak.”29

Dari rumusan di atas dapat dikemukakan bahwa risiko dalam perjanjian jual beli adalah suatu peristiwa yang mengakibatkan barang tersebut (yang dijadikan sebagai objek perjanjian jual beli) mengalami kerusakan. Peristiwa itu tidak dikehendaki oleh kedua belah pihak. Berarti terjadinya suatu keadaan yang memaksa di luar jangkauan para pihak.

Hal itu sejalan dengan pernyataan Subekti, bahwa persoalan risiko berpokok pangkal pada terjadinya suatu peristiwa di luar kesalahan salah satu pihak yang mengadakan perjanjian. Dengan kata lain, berpokok pangkal pada kejadian yang dalam hukum perjanjian dinamakan keadaan memaksa.

Dalam ajaran Islam, hal itu merupakan sesuatu yang wajar, sebab segala sesuatu itu dapat terjadi sesuai kehendak Allah swt dan tidak ada daya serta upaya bagi umat manusia jika Allah swt menghendaki. Dalam menanggung suatu akibat

28 Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Cet. I; Jakarta Timur: Prenada Media,

2003) h. 194

(45)

yang tidak dikehendaki itu kita harus melihat kapan kerusakan barang itu terjadi. Tentang terjadinya kerusakan dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian yaitu:

a. kerusakan barang sebelum serah terima

1. jika barang rusak semua atau sebagian sebelum diserahterimakan akibat perbuatan pembeli, maka jual beli tidak menjadi fasakh (batal), akad berlangsung seperti sediakala dan pembeli berkewajiban membayar penuh. Karena ia menjadi penyebab kerusakan.

2. Jika kerusakan akibat perbuatan orang lain, maka pembeli boleh menentukan pilihan antara kembali kepada orang lain atau membatalkan akad (perjanjian/kontrak).

3. Jual beli menjadi fasakh jika barang rusak sebelum serah terima akibat perbuatan penjual atau perbuatan barang itu sendiri atau bencana dari Allah.

4. Jika sebagian yang rusak lantaran perbuatan penjual, pembeli tidak berkewajiban membayar terhadap kerusakan tersebut, sedangkan untuk lainnya (yang utuh) pembeli boleh menentukan pilihan pengambilannya dengan potongan harga.

5. Jika kerusakan barang akibat ulah pembeli, pembeli tetap berkewajiban membayar. Penjual boleh menentukan pilihan antara membatalkan akad

atau mengambil sisa dengan membayar kekurangannya.

6. Jika kerusakan terjadi akibat bencana dan tuhan yang membuat berkurangnya kadar barang sehingga harga barang berkurang sesuai dengan yang rusak, pembeli boleh menentukan pilihan antara

Gambar

Tabel 4.1 : Syarat Jual Beli Kakao Basah  NO  SYARAT JUAL BELI KAKAO

Referensi

Dokumen terkait

sudah angkat tangan pada saat transaksi selesai. Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pandangan mahasiswa Muamalah terhadap jual-beli kosmetik yang mengandung

Hasil penelitian yang diperoleh adalah bahwa pelaksanaan jual beli ijon yang ada di Desa Blabakan ada dua cara yang pertama ketika padi masih dalam keadaan baru tanam,

Setelah melakukan penelitian dan menganalisis, maka dapat disimpulkan bahwa: 1) Pemberian uang muka dalam jual beli mata uang yang harus dibayarkan oleh pembeli

Dalam hal perkembangan hasil panen yang datanya di dapat dari kelompok tani Tunas Muda adanya peningkatan pada setiap tahunnya.Kepedulian dan bantuan obat-

Khiyar Ru’yah merupakan hak pembeli yang telah melihat barang yang menjadi objek jual beli untuk di teruskan atau di batalkan akadnya. Jika barang hanya contoh yang ada dalam

Berdasarkan hasil penelitian bisa disimpulkan bahwa praktik khiyar dalam akad jual beli istisna’ yang terjadi pada perabot UD Rezeki Keluarga ,dimana pihak pembeli

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh peneliti maka dapat disimpulkan bahwa praktik transaksi jual beli produk kesehatan dalam layanan rumah sakit umum daerah

5 Adanya alat Tukar.3 Kegiatan jual beli pada kantin jujur mahasiswa/i yang berada di kampus STAIN Jurai Siwo Metro tidak menghadirkan pedagang di dalamnya, sehingga para pembeli