• Tidak ada hasil yang ditemukan

Referat Depresi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Referat Depresi"

Copied!
31
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1.1

1.1 Latar BelakangLatar Belakang

Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang Depresi merupakan satu masa terganggunya fungsi manusia yang  berkaitan

 berkaitan dengan dengan alam alam perasaan perasaan yang yang sedih sedih dan dan gejala gejala penyertanya, penyertanya, termasuk termasuk   perubahan pada

 perubahan pada pola pola tidur dan tidur dan nafsu nafsu makan, makan, psikomotor, konsentrasi, psikomotor, konsentrasi, anhedonia,anhedonia, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan dkk, kelelahan, rasa putus asa dan tak berdaya, serta gagasan bunuh diri (Kaplan dkk, 1992).

1992).

Depresi telah dicatat dan diketahui sudah sejak jaman masa lampau, Depresi telah dicatat dan diketahui sudah sejak jaman masa lampau, diskripsi tentang apa yang dinamakan gangguan mood dapat ditemukan pada diskripsi tentang apa yang dinamakan gangguan mood dapat ditemukan pada dokumen purbakala. Kira-kira tahun 400 SM. Hipokrates menggunakan istilah dokumen purbakala. Kira-kira tahun 400 SM. Hipokrates menggunakan istilah mania dan melankolis untuk menggambarkan gangguan mental ini. Di tahun 1854 mania dan melankolis untuk menggambarkan gangguan mental ini. Di tahun 1854 Gules Folret menggambarkan suatu keadaan yang disebut

Gules Folret menggambarkan suatu keadaan yang disebut falic circulaine, falic circulaine, dimanadimana  pasien mengalami perubahan mood.

 pasien mengalami perubahan mood.

Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering ditemukan Depresi merupakan salah satu gangguan psikiatrik yang sering ditemukan dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada pengamatan yang dengan prevalensi seumur hidup adalah kira kira 15%. Pada pengamatan yang universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi gangguan depresi berat pada universal terlepas dari kultur atau negara prevalensi gangguan depresi berat pada wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada umumnya onset untuk gangguan wanita dua kali lebih besar dari pria. Pada umumnya onset untuk gangguan depresi berat adalah pada usia 20 sampai 50 tahun, namun yang paling sering depresi berat adalah pada usia 20 sampai 50 tahun, namun yang paling sering adalah pada usia 40 tahun. Depresi berat juga sering terjadi pada orang yang tidak  adalah pada usia 40 tahun. Depresi berat juga sering terjadi pada orang yang tidak  menikah dan bercerai atau berpisah.

menikah dan bercerai atau berpisah.

Patogenesis depresi kenyataannya sampai saat ini masih membingungkan Patogenesis depresi kenyataannya sampai saat ini masih membingungkan dan belumlah pasti sehingga banyak teori-teori semuanya timbul dan berkembang dan belumlah pasti sehingga banyak teori-teori semuanya timbul dan berkembang seiring dengan kemajuan bidang psikofarmakologi.

(2)

BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 2.1 DepresiDepresi 2.1.1 Kelainan Afektif  2.1.1 Kelainan Afektif 

Istilah kelainan afektif mencakup penyakit-penyakit dengan Istilah kelainan afektif mencakup penyakit-penyakit dengan gangguan afek (mood) sebagai gejala primer, sedangkan semua gejala lain gangguan afek (mood) sebagai gejala primer, sedangkan semua gejala lain  bersifat

 bersifat sekunder. sekunder. Afek Afek bisa bisa terus terus menerus menerus depresi depresi atau atau gembira gembira (dalam(dalam mania) dan kedua episode ini bisa timbul pada orang yang sama, karena it mania) dan kedua episode ini bisa timbul pada orang yang sama, karena it uu dinamai “psikosis manik 

dinamai “psikosis manik --depresif”. Penyakit dengan hanya satu jenisdepresif”. Penyakit dengan hanya satu jenis serangan disebut unipolar, dan jika episode manik dan depresif keduanya serangan disebut unipolar, dan jika episode manik dan depresif keduanya ada disebut bipolar (

ada disebut bipolar (Ingram dkk, 1993).Ingram dkk, 1993).

Mood merupakan subjetivitas peresapan emosi yang dialami dan Mood merupakan subjetivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat dutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain; termasuk  dapat dutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain; termasuk  sebagai contoh adalah depresi, elasi dan marah. Kepustakaan lain, sebagai contoh adalah depresi, elasi dan marah. Kepustakaan lain, mengemukakan mood, merupakan perasaan, atau nada “perasaan hati” mengemukakan mood, merupakan perasaan, atau nada “perasaan hati” seseorang, khususnya yang dihayati secara batiniah (Ismail

seseorang, khususnya yang dihayati secara batiniah (Ismail dkk, 2010).dkk, 2010). Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk  makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk   perubahan dalam

 perubahan dalam tingkat aktivitas, tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara kemampuan kognitif, bicara dan fungsidan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya

Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya (handicap(handicap)) interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan (Ismail

interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan (Ismail dkk, 2010).dkk, 2010).

Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJ-III (Depkes RI,1993):

PPDGJ-III (Depkes RI,1993): F30

F30 Episode Episode Manik Manik  F30.0 Hipomania F30.0 Hipomania F30.1

(3)

BAB II

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 2.1 DepresiDepresi 2.1.1 Kelainan Afektif  2.1.1 Kelainan Afektif 

Istilah kelainan afektif mencakup penyakit-penyakit dengan Istilah kelainan afektif mencakup penyakit-penyakit dengan gangguan afek (mood) sebagai gejala primer, sedangkan semua gejala lain gangguan afek (mood) sebagai gejala primer, sedangkan semua gejala lain  bersifat

 bersifat sekunder. sekunder. Afek Afek bisa bisa terus terus menerus menerus depresi depresi atau atau gembira gembira (dalam(dalam mania) dan kedua episode ini bisa timbul pada orang yang sama, karena it mania) dan kedua episode ini bisa timbul pada orang yang sama, karena it uu dinamai “psikosis manik 

dinamai “psikosis manik --depresif”. Penyakit dengan hanya satu jenisdepresif”. Penyakit dengan hanya satu jenis serangan disebut unipolar, dan jika episode manik dan depresif keduanya serangan disebut unipolar, dan jika episode manik dan depresif keduanya ada disebut bipolar (

ada disebut bipolar (Ingram dkk, 1993).Ingram dkk, 1993).

Mood merupakan subjetivitas peresapan emosi yang dialami dan Mood merupakan subjetivitas peresapan emosi yang dialami dan dapat dutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain; termasuk  dapat dutarakan oleh pasien dan terpantau oleh orang lain; termasuk  sebagai contoh adalah depresi, elasi dan marah. Kepustakaan lain, sebagai contoh adalah depresi, elasi dan marah. Kepustakaan lain, mengemukakan mood, merupakan perasaan, atau nada “perasaan hati” mengemukakan mood, merupakan perasaan, atau nada “perasaan hati” seseorang, khususnya yang dihayati secara batiniah (Ismail

seseorang, khususnya yang dihayati secara batiniah (Ismail dkk, 2010).dkk, 2010). Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk  makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk   perubahan dalam

 perubahan dalam tingkat aktivitas, tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara kemampuan kognitif, bicara dan fungsidan fungsi vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya

Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya (handicap(handicap)) interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan (Ismail

interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan (Ismail dkk, 2010).dkk, 2010).

Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut Klasifikasi gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menurut PPDGJ-III (Depkes RI,1993):

PPDGJ-III (Depkes RI,1993): F30

F30 Episode Episode Manik Manik  F30.0 Hipomania F30.0 Hipomania

(4)

F30.8

F30.8 Mania Mania dengan dengan gejala gejala psikotik psikotik  F30.9

F30.9 Episode Episode Manik Manik YTTYTT F31

F31 Gangguan Gangguan Afektif Afektif Bipolar Bipolar  F31.0

F31.0 Gangguan Gangguan afektif bafektif bipolar, ipolar, episode episode hipomanik hipomanik  F31.1

F31.1 Gangguan Gangguan afektif bipolar, afektif bipolar, episode kini episode kini manik tanpa gejalamanik tanpa gejala  psikotik 

 psikotik  F31.2

F31.2 Gangguan Gangguan afektif bipolar, afektif bipolar, episode kini episode kini manik denmanik dengan gejalagan gejala  psikotik 

 psikotik  F31.3

F31.3 Gangguan Gangguan afektif bipolar, epafektif bipolar, episode kini isode kini depresif ringan depresif ringan atauatau sedang

sedang

.30 Tanpa gejala somatik  .30 Tanpa gejala somatik  .31 Dengan gejala somatik  .31 Dengan gejala somatik  F31.4

F31.4 Gangguan Gangguan afektif bipolar, afektif bipolar, episode kini episode kini depresif berat depresif berat tanpatanpa gejala psikotik 

gejala psikotik 

F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat

dengan gejala psikotik  dengan gejala psikotik  F31.6

F31.6 Gangguan Gangguan afektif bipoafektif bipolar, episode lar, episode kini kini campurancampuran F31.7

F31.7 Gangguan Gangguan afektif bipolar, afektif bipolar, episode kepisode kini dalam ini dalam remisiremisi F31.8

F31.8 Gangguan Gangguan afektif afektif bipolar bipolar lainnyalainnya F31.9

F31.9 Gangguan Gangguan afektif afektif bipolar bipolar yttytt F32

F32 Episode Episode Depresif Depresif  F32.0

F32.0 Episode Episode depresif depresif ringanringan .00 Tanpa gejala somatik  .00 Tanpa gejala somatik  .01 Dengan gejala somatik  .01 Dengan gejala somatik  F32.1

F32.1 Episode Episode depresif depresif sedangsedang .10 Tanpa gejala somatik  .10 Tanpa gejala somatik  .11 Dengan gejala somatik  .11 Dengan gejala somatik  F32.2

F32.2 Episode Episode depresif depresif berat berat tanpa tanpa gejala pgejala psikotik sikotik  F32.3

F32.3 Episode Episode depresif depresif berat berat dengan dengan gejala gejala psikotik psikotik  F32.8

F32.8 Episode Episode depresif depresif lainnyalainnya F32.9

F32.9 Episode Episode depresif depresif YTTYTT F33

(5)

F33.0 Gangguan depresif berulang, episode kini ringan .00 Tanpa gejala somatik 

.01 Dengan gejala somatik 

F33.1 Gangguan depresif berulang, episode kini sedang 10 Tanpa gejala somatik 

.11 Dengan gejala somatik 

F33.2 Gangguan depresif berulang, episode kini berat tanpa gejala  psikotik 

F33.3 Gangguan depresif berulang, episode kini berat dengan gejala psikotik 

F33.4 Gangguan depresif berulang, kini dalam remisi F33.8 Gangguan depresif berulang lainnya

F33.9 Gangguan depresif berulang YTT

F34 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Menetap F34.0 Siklotimia

F34.1 Distimia

F34.8 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap lainnya

F34.9 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) menetap YTT F38 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) Lainnya

F38.0 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) tunggal lainnya .00 Episode afektif campuran

F38.1 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) berulang lainnya

.10 Gangguan depresif singkat berulang

F38.8 Gangguan suasana perasaan (mood/afektif) lainnya YDT F39 Gangguan Suasana Perasaan (Mood/Afektif) YTT

2.1.2 Definisi

Depresi adalah gangguan psikiatri yang menonjolkan mood sebagai masalahnya, dengan berbagai gambaran klinis yakni gangguan episode

(6)

You're Reading a Preview Unlock full access with a free trial.

(7)

kelahiran, perbedaan stressor psikososial dan model perilaku keputusasaan yang dipelajari (Kaplan, 2010).

Pada penelitian yang dilakukan NIMH (2002) ditemukan  bahwa prevalensi yang tinggi pada wanita dibandingkan pria kemungkinan dikarenakan adanya ketidakseimbangan regulasi hormon yang langsung mempengaruhi substansi otak yang mengatur emosi dan mood contohnya dapat dilihat pada situasi PMS ( Pre Menstrual  Syndrome). Untuk wanita yang telah menikah, depresi dapat diperparah dengan masalah keluarga dan pekerjaan, merawat anak dan orangtua lanjut usia, kekerasan dalam rumah tangga dan kemiskinan.

2. Usia

Rata-rata usia sekitar 40 tahun-an. Hampir 50% onset diantara usia 20-50 tahun. Gangguan depresi berat dapat timbul pada masa anak  atau lanjut usia. Data terkini menunjukkan gangguan depresi berat diusia kurang dari 20 tahun. Mungkin berhubungan dengan meningkatnya pengguna alkohol dan penyalahgunaan zat dalam kelompok usia tersebut (Ismail dkk, 2010).

Pada umumnya, rata-rata usia onset untuk gangguan depresif   berat adalah kira-kira 40 tahun, dimana 50% dari semua pasien

mempunyai onset antara usia 20 dan 50 tahun. Gangguan depresif   berat juga memiliki onset selama masa anak-anak atau pada lanjut usia.

Beberapa data epidemiologis menyatakan bahwa insidensi gangguan depresif berat mungkin meningkat pada orang-orang yang berusia kurang dari 20 tahun (Kaplan, 2010). Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Akhtar (2007) didapatkan bahwa tingkat prevalensi tertinggi terjadi pada kelompok usia 20-24 tahun (14,3%) dan yang terendah pada kelompok usia >75 tahun (4,3%), sementara data yang didapatkan dari NIMH (2002) menyebutkan bahwa tingkat depresi terbanyak ditemukan pada kelompok usia >18 tahun (10%).

(8)

3. Status Perkawinan

Paling sering terjadi pada orang yang tidak mempunyai hubungan interpersonal yang erat atau pada mereka yang bercerai atau berpisah. Wanita yang tidak menikah memiliki kecenderungan lebih rendah untuk menderita depresi dibandingkan dengan wanita yang menikah namun hal ini berbanding terbalik untuk laki-laki (Ismail dkk, 2010).

Pada umumnya, gangguan depresif berat terjadi paling sering pada orang yang tidak memiliki hubungan interpersonal yang erat, pasangan yang bercerai atau berpisah (Kaplan, 2010). Penelitian yang dilakukan oleh Akhtar (2007) memperlihatkan bahwa prevalensi tertinggi dari depresi didapatkan pada pasangan yang bercerai atau berpisah.

4. Faktor Sosioekonomi dan Budaya

Tidak ditemukan korelasi antara status sosioekonomi dan gangguan depresi berat. Depresi lebih sering terjadi di daerah pedesaan disbanding daerah perkotaan (Ismail dkk, 2010).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh National Academy on An Aging Society (2000) didapatkan data bahwa pada kelompok  responden dengan pendapatan rendah ditemukan tingkat depresi yang cukup tinggi yaitu sebesar 51%. Pada penelitian Akhtar (2007) ditemukan tingkat depresi terendah pada kelompok pendidikan Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar (9,1%) dan sebaliknya tingkat depresi yang tertinggi ditemukan pada responden dengan kelompok   pendidikan yang lebih tinggi sebesar (13,4%). Walaupun hasil ini

dapat menjadi indikasi adanya perbedaan tingkat depresi pada tingkat  pendidikan, namun hal tersebut tidak memiliki korelasi positif dengan

terjadinya gangguan depresif (Kaplan, 2010).

2.1.4 Etiologi

Etiologi depresi terdiri dari: 1. Faktor genetik 

(9)

Dari penelitian keluarga didapatkan gangguan depresi mayor  dan gangguan bipolar terkait erat dengan hubungan saudara; juga pada anak kembar, suatu bukti adanya kerentanan biologik, pada genetik  keluarga tersebut.

Data genetik dengan kuat menyatakan bahwa suatu faktor   penting di dalam perkembangan gangguan mood adalah genetika.

Tetapi, pola penurunan genetika adalah jelas melalui mekanisme yang kompleks. Bukan saja tidak mungkin untuk menyingkirkan efek   psikososial, tetapi faktor non genetik kemungkinan memainkan  peranan kausatif dalam perkembangan gangguan mood pada sekurangnya beberapa orang. Penelitian keluarga menemukan bahwa sanak saudara derajat pertama dari penderita gangguan depresif berat  berkemungkinan 2 sampai 3 kali lebih besar daripada sanak saudara

derajat pertama (Kaplan, 2010; Tomb, 2004).

2. Faktor Biokmia

Sejumlah besar penelitian telah melaporkan berbagai kelainan di dalam metabolit amin biogenik yang mencakup neurotransmitter  norepinefrin, serotonin dan dopamine (Gambar 2.1.4.1). Dalam  penelitian lain juga disebutkan bahwa selain faktor neurotransmitter 

yang telah disebutkan di atas, ada beberapa penyebab lain yang dapat mencetuskan timbulnya depresi yaitu neurotransmitter asam amino khususnya GABA (Gamma-Aminobutyric Acid ) dan peptida neuroaktif, regulasi neurendokrin dan neuroanatomis (Kaplan, 2010).

Pada regulasi neuroendokrin, gangguan mood dapat disebabkan terutama oleh adanya kelainan pada sumbu adrenal, tiroid dan hormon  pertumbuhan. Selain itu kelainan lain yang telah digambarkan pada  pasien dengan gangguan mood adalah penurunan sekresi nocturnal melantonin, penurunan pelepasan prolaktin terhadap pemberian tryptophan, penurunan kadar dasar FSH ( Follicle Stimullating Hormon) dan LH ( Luteinizing Hormon), dan penurunan kadar testosteron pada laki-laki (Trisdale, 2003).

(10)

Gambar 2.1.4.1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitter 

Ada dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu: a. Hipotesis Katekolamin

Beberapa penyakit depresi berhubungan dengan defisiensi katekolamin pada reseptor otak. Reserpin yang menekan amina otak diketahui kadang-kadang menimbulkan depresi lambat (Ingram dkk, 1993).

Disamping itu, MHPG (Metabolit primer noradrenalin otak) menurun dalam urin pasien depresi sewaktu mereka mengalami episode depresi dan meningkat di saat mereka gembira (Ingram dkk, 1993).

 b. Hipotesis Indolamin

Hipotesis indolamin membuat pernyataan serupa untuk 5-hidroxitriptamin (5 HT). metabolit utamnya asam 5-hidroksi indolasetat (5HIAA) menurun dalam LCS pasien depresi, dan 5 HIAA rendah pada otak pasien yang bunuh diri. L-Triptofan, yang mempunyai efek antidepresi meningkatkan 5HT otak (Ingram dkk, 1993).

(11)

3. Faktor Hormon

Kelainan depresi mayor dihubungkan dengan hipersekresi kortisol dan kegagalan menekan sekresi kortisol sesudah pemberian dexametason. Pasien depresi resisten terhadap penekanan dexametason dan hasil abnormal ini didapatkan pada sekitar 50% pasien, terutama  pada pasien dengan depresi bipolar, waham dan ada riwayat penyakit

ini dalam keluarga (Ingram dkk, 1993).

Wanita dua kali lebih sering dihubungkan dengan pruerperium atau menopause. Bunuh diri dan saat masuk rumah sakit biasanya sebelum menstruasi. Selama penyakit afektif berlangsung sering timbul amenore. Hal ini menggambarkan bahwa gangguan endokrin mungkin merupakan faktor penting dalam menentukan etiologi (Ingram dkk, 1993).

4. Faktor Kepribadian Premorbid

Personalitas siklotimik menjadi sasaran gangguan afek ringan selama hidupnya, keadaan ini tidak berhubungan dengan penyebab eksterna. Kepribadian depresi ditunjukkan dengan perilaku murung,  pesimis dan kurang bersemangat. Personalitas hipomania berperilaku

lebih riang, energetik dan lebih ramah dari rata-rata (Ismail dkk, 2010). Mereka dengan rasa percaya diri rendah, senantiasa melihat dirinya dan dunia luar dengan penilaian pesimistik. Jika mereka mengalami stres besar, mereka cenderung akan mengalami depresi. Para psikolog menyatakan bahwa mereka yang mengalami gangguan depresif  mempunyai riwayat pembelajaran depresi dalam pertumbuhan  perkembangan dirinya. Mereka belajar seperti model yang mereka tiru

dalam keluarga, ketika menghadapi masalah psikologik maka respon mereka meniru perasaan, pikiran dan perilaku gangguan depresif. Orang belajar dengan proses adaptif dan maladaptif ketika menghadapi stres kehidupan dalam kehidupannya di keluarga, sekolah, sosial dan lingkungan kerjanya. Faktor lingkungan mempengaruhi perkembangan  psikologik dan usaha seseorang mengatasi masalah. Faktor 

(12)

 pembelajaran sosial juga menerangkan kepada kita mengapa masalah  psikologik kejadiannya lebih sering muncul pada anggota keluarga dari generasi ke generasi. Jika anak dibesarkan dalam suasana pesimistik, dimana dorongan untuk keberhasilan jarang atau tidak biasa, maka anak itu akan tumbuh dan berkembang dengan kerentanan tinggi terhadap gangguan depresif (Ismail dkk, 2010).

5. Faktor Lingkungan

Enam bulan sebelum depresi, pasien depresi mengalami lebih  banyak peristiwa dalam hidupnya. Mereka merasa kejadian ini tidak 

memuaskan dan mereka keluar dari lingkungan social. 80% serangan  pertama depresi didahului oleh stress, tetapi angka ini akan jatuh

menjadi hanya 50% pada serangan berikutnya. Pasien depresi diketahui juga lebih sering pada anak yang kehilangan orang tua di masa kanak-kanak dibandingkan dengan populasi lainnya ( Ingram dkk, 1993).

Menurut Freud, kehilangan obyek cinta, seperti orang yang dicintai,  pekerjaan tempatnya berdedikasi, hubungan relasi, harta, sakit terminal, sakit kronis dan krisis dalam keluarga merupakan pemicu episode gangguan depresif. Seringkali kombinasi faktor biologik, psikologik  dan lingkungan merupakan campuran yang membuat gangguan depresif muncul (Ismail dkk, 2010).

Satu pengamatan klinis yang telah lama direplikasi adalah bahwa  peristiwa kehidupan yang menyebabkan stress lebih sering mendahului episode pertama gangguan mood daripada episode selanjutnya (Kaplan, 2010; Slotten, 2004). Satu teori yang diajukan untuk menjelaskan  pengamatan tersebut adalah bahwa stress yang menyertai episode  pertama menyebabkan perubahan biologi otak yang bertahan lama. Perubahan yang bertahan lama tersebut dapat meyebabkan perubahan keadaan fungsional berbagai neurotransmitter dan sistem pemberi sinyal intraneuronal. Hasil akhir dari perubahan tersebut akan menyebabkan seseorang berada pada resiko yang lebih tinggi untuk 

(13)

menderita episode gangguan mood selanjutnya, bahkan tanpa adanya stresor external (Kaplan, 2010).

2.1.5 Klasifikasi 1. Episode Depresif 

Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum di bawah ini: ringan, sedang dan berat, individu biasanya menderita suasana perasaan (mood) yang depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energy yang menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya ada rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim lainnya adalah (Depkes RI, 1993):

a. Konsentrasi dan perhatian berkurang  b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan pada episode tipe ringan sekalipun)

d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri f. Tidur terganggu

g.  Nafsu makan berkurang

Suasana perasaan (mood) yang menurun itu berubah sedikit dari hari ke hari, dan sering kali tak terpengaruh oleh keadaan sekitarnya, namun dapat memperlihatkan variasi diurnal yang khas seiring berlalunya waktu. Sebagaimana pada episode manik, gambaran klinisnya juga menunjukkan variasi individual yang mencolok, dan gambaran tak khas adalah lumrah, terutama di masa remaja. Pada  beberapa kasus, anxietas, kegelisahan dan agitasi motorik mungkin  pada waktu-waktu tertentu lebih menonjol daripada depresinya, dan  perubahan suasana perasaan (mood) mungkin juga terselubung oleh cirri tambahan seperti iritabilitas, minum alkohol berlebih, perilaku histrionik, dan eksaserbasi gejala fobik atau obsesif yang sudah ada

(14)

sebelumnya, atau oleh preokupasi hipokondrik. Untuk episode depresif  dari ketiga-tiganya tingkat keparahan, biasanya diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat dibenarkan jika gejala luar biasa  beratnya dan berlangsung cepat (Depkes RI, 1993).

Beberapa di antara gejala tersebut di atas mungkin mencolok  dan memperkembangkan cirri khas yang dipandang secara luas mempunyai makna klinis khusus. Contoh paling khas dari gejala somatik ialah kehilangan minat atau kesenangan pada kegiatan yang  biasanya dapat dinikmati, tiadanya reaksi emosional terhadap

lingkungan atau peristiwa yang biasanya menyenangkan, bangun pagi lebih awal 2 jam atau lebih daripada biasanya, depresi yang lebih parah  pada pagi hari, bukti objektif dari retardasi atau agitasi psikomotor 

yang nyata (disebutkan atau dilaporkan oleh orang lain), kehilangan nafsu makan secara mencolok, penurunan berat badan (sering ditentukan sebagai 5% atau lebih dari berat badan bulan terakhir), kehilangan libido secara mencolok. Biasanya, sindrom somatik ini hanya dianggapp ada apabila sekitar empat dari gejala itu pasti dijumpai (Depkes RI, 1993).

F32.0 Episode depresif ringan

Suasana perasaan mood yang depresif, kehilangan minat dan kesenangan, dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang sebagai gejala depresi yang paling khas; sekurang-kurangnya dua dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lazim di atas harus ada untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat di antaranya. Lamanya seluruh episode berlansung ialah sekurang-kurangnya sekitar 2 minggu (Depkes RI, 1993).

Individu yang mengalami episode depresif ringan biasanya resah tentang gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan  pekerjaan biasa dan kegiatan social, namun mungkin ia tidak akan  berhenti berfungsi sama sekali (Depkes RI, 1993).

(15)

F32.1 Episode depresif sedang

Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala yang paling khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan, ditambah sekurang-kurangnya tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala mungkin tampil amat menyolok, namun ini tidak  esensial apabila secara keseluruhan ada cukup banyak variasi gejalanya. Lamanya seluruh episode berlangsung minimal sekitar 2 minggu (Depkes RI, 1993).

Individu dengan episode depresif taraf; sedang biasanya menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,  pekerjaan dan urusan rumah tangga (Depkes RI, 1993).

F32.2 Episode depresif berat tanpa gejala psikotik 

Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi merupakan ciri terkemuka. Kehilangan harga diri dan  perasaan dirinya tak berguna mungkin mencolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa kasus berat. Anggapan di sini ialah bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada episode dpresif berat.

Semua tiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresif ringan dan sedang harus ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya, dan beberapa diantaranya harus berintensitas  berat. Namun, apabila gejala penting (misalnya agitasi atau retardasi)

menyolok, maka pasien mungkin tidak mau atau tidak mampu utnuk  melaporkan banyak gejalanya secara terinci. Dalam hal demikian,  penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih dapat dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan  beronset sangat cepat, maka mungkin dibenarkan untuk menegakkan

(16)

Selama episode depresif berat, sangat tidak mungkin  penderita akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau

urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas.

Kategori ini hendaknya digunakan hanya untuk episode depresif berat tunggal tanpa gejala psikotik; untuk episode selanjutnya, harus digunakan subkategori dari gangguan depresif berulang.

F32.3 Episode depresif berat dengan gejala psikotik 

Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2 terssebut di atas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif. Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung  jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya  berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju  pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan

sebagai serasi atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood).

Diagnosis banding. Stupor depresif perlu dibedakan dari skizofrenia katatonik, stupor disosiatif, dan bentuk stupor organik  lainnya. Kategori ini hendaknya hanya digunakan untuk episode depresif berat tunggal dengan gejala psikotik; untuk episode selanjutnya harus digunakan subkategori gangguan depresif berulang.

F32.8 Episode depresif lainnya

Episode yang termasuk di sini adalah yang tidak sesuai dengan gambaran yang diberikan untuk episode deprresif pada F32.0-F32.3, meskipun kesan diagnostik menyeluruh menunjukkan sifatnya sebagai depresi. Contohnya termasuk campuran gejala depresif  (khususnya jenis somatik) yang berfluktuasi dengan gejala non diagnostik seperti ketegangan, keresahan dan penderitaan; dan campuran gejala depresif somatik dengan nyeri atau keletihan

(17)

menetap yang bukan akibat penyebab organik (seperti yang kadang-kadang terlihat pada pelayanan rumah sakit umum).

F32.9 Episode depresif YTT

F33 Gangguan Depresif Berulang

Gangguan ini tersifat dengan episode berulang dari depresi sebagaimana dijabarkan dalam episode depresif ringan, sedang, atau  berat, tanpa riwayat adanya episode tersendiri dari peninggian suasana  perasaan dan hiperaktivitas yang memenuhi kriteria mania dan hiperaktivitas ringan yang memenuhi kriteria hipomania segera sesudah suatu episode depresif (kadang-kadang tampaknya dicetuskan oleh tindakan pengobatan depresi). Usia dari onset, keparahan, lamanya berlangsung, dan frekuensi episode dari depresi, semuany sangat bervariasi. Umumnya episode pertama terjadi pada usia lebih tua dibanding dengangangguan bipolar, dengan usia onset rata-rata lima puluhan. Episode masing-masing juga lamanya antara 3 dan 12  bulan (rata-rata lamanya sekitar 6 bulan) akan tetapi frekuensinya

lebih jarang. Pemulihan keadaaan biasanya sempurna di antara episode, namun sebagian kecil pasien mungkin mendapat depresi yang akhirnya menetap, terutama pada usia lanjut (untuk keadaan ini, kategori ini harus tetap digunakan). Episode masing-masing dalam  berbagai tingkat keparahan, seringkali dicetuskan oleh peristiwa kehidupan yang penuh sters; dalam berbagai budaya, baik episode tersendiri maupun depresi menetap dua kali lebih banyak pada wanita daripada pria.

Bagaimanapun seringnya seseorang pasien gangguan depresif berulang mengalami episode depresif sebagai penderitaan, tidak mustahil baginya akan mengalami episode manik. Jika ternyata terjadi episode manik, maka diagnosisnya harus diubahmenjadi gangguan afektif bipolar.

(18)

2.1.6 Gejala

Episode depresi. Mood terdepresi, kehilangan minat dan  berkurangnya energy adalah gejala utama dari depresi. Pasien mungkin mengatakan perasaannya sedih, tidak mempunyai harapan, dicampakkan, atau tidak berharga. Emosi pada mood depresi kualitasnya berbeda dengan emosi duka cita atau kesedihan yang normal (Ingram dkk, 1993).

Pasien dalam keadaan mood terdepresi memperlihatkan kehilangan energi dan minat, merasa bersalah, sulit berkonsentrasi, hilangnya nafsu makan, berpikir mati atau bunuh diri. Tanda dan gejala lain termasuk   perubahan dalam tingkat aktivitas, kemampuan kognitif, bicara dan fungsi

vegetative (termasuk tidur, aktivitas seksual dan ritme biologik yang lain). Gangguan ini hampir selalu menghasilkan hendaya interpersonal, sosial dan fungsi pekerjaan (Ismail dkk, 2010).

Adapun gambaran klinik dari pasien depresi ini antara lain (Ingram dkk, 1993):

1. Adanya gejala psikologis berupa penurunan vitalitas umum, yang mungkin dinyatakan pasien sebagai suatu kehilangan dan sedih. Biasanya dia menarik diri dari kehidupan sosialnya. Segala sesuatu kelihatannya tanpa harapan, selalu murung, ansietas mungkin ada atau  pasien mungkin mencoba untuk menyembunyikan keluhannya (depresi

senyum).

2. Variasi diurnal, dimana semua gejala cenderung memburuk pada dini hari dan membaik di siang hari.

3. Bunuh diri, dapat menjadi tanda awal penyakit. Kemungkinan bunuh diri sulit diduga sebelumnya, tetapi selalu harus diperhitungkan. Pikiran bunuh diri seharusnya selalu ditanyakan dan jika ada harus dianggap serius. Penderita depresi jarang membunuh keluarganya, tetapi kalau terjadi biasanya karena dia merasa harus menyelamatkan keluarganya dari kehidupan yang sengsara.

4. Retardasi atau perlambatan berpikir biasa ditemukan dan dicerminkan dalam pembicaraan serta pergerakannya. Ada kemiskinan pikiran dan kesulitan berkonsentrasi. Pada kasus lain agitasi mungkin menjadi

(19)

gejala dominan, disertai dengan adanya kegelisahan motorik yang nyata.

5. Perasaan bersalah sering ditemukan disertai mengomeli diri sendiri dan turunnya penilaian diri. Dalam kasus berat, bisa timbul waham dimana  penyakit yang dideritanya merupakan suatu hukuman untuk dosanya di masa lampau, baik itu dosa yang dikhayalkannya maupun kesalahan yang memang benar-benar pernah ia lakukan. Pasien juga bisa merasa  bahwa dia dipandang rendah dan dituduh bejad oleh orang lain. Kemungkinan ada keasyikan sendiri, hipokondriasis dan waham hipokondria. Mungkin juga ada waham kemiskinan atau waham nihilistik.

6. Halusinasi jarang ditemukan, tetapi dapat timbul pada kasus berat. 7. Depersonalisasi dan derealisasi tidak jarang terjadi. Pasien menyatakan

 bahwa dia kehilangan perasaan dan mempunyai sensasi asing. Dia merasa tidak nyata dan baginya benda-benda terlihat tidak nyata.

8. Pikiran dan tindakan berisi perasaan bersalah atau menyalahkan diri sendiri mungkin ditemukan.

9. Insomnia sering ditemukan. Gejala khasnya pasien mula-mula bangun dini hari, kemudian semakin lama semakin pagi dan bahkan akhirnya dapat menjadi insomnia total.

10. Anoreksia, konstipasi, gangguan pencernaan, penurunan berat badan, amenore dan kehilangan libido biasa ditemukan. Mungkin terjadi kelelahan dan letargi, atau tanda autonom ansietas.

Pikiran untuk melakukan bunuh diri dapat timbul pada sekitar dua  pertiga pasien depresi, dan 10-15% melakukan bunuh diri. Mereka yang dirawat dirumah sakit dengan percobaan bunuh diri dan ide bunuh diri mempunyai umur hidup lebih panjang disbanding yang tidak dirawat. Beberapa pasien depresi terkadang tidak menyadari ia mengalami depresi dan tidak mengeluh tentang gangguan mood meskipun mereka menarik diri dari keluarga, teman dan aktifitas yang sebelumnya menarik bagi dirinya. Hampir semua pasien depresi (97%) mengeluh tentang penurunan energi

(20)

kendala disekolah dan pekerjaan, dan menurunnya motivasi untuk terlibat dalam kegiatan baru. Sekitar 80% pasien mengeluh masalah tidur, khusunya terjaga dini hari (terminal insomnia) dan sering terbangun dimalam hari karena memikirkan masalh yang dihadapi. Kebanyakan  pasien menunjukkan peningkatan atau penurunan nafsu makan, demikian  pula dengan bertambah dan menurunnya berat badan serta mengalami tidur 

lebih lama dari yang biasa (Depkes RI, 1993).

2.1.7 Diagnosis

Konsep gangguan jiwa yang terdapat dalam PPDGJ III ini merujuk  kepada DSM-IV dan konsep disability  berasal dari The ICD-10 Classification of Mental and Behavioral Disorders. Menurut PPDGJ (2003), gangguan afektif berupa depresi dapat terbagi menjadi episode depresif dan episode depresif berulang, dimana episode depresif sendiri terbagi menjadi episode depresif ringan, sedang, dan berat. Sedangkan untuk episode berulang terbagi menjadi episode berulang episode kini ringan, episode kini sedang, episode kini berat tanpa gejala psikotik, episode kini berat dengan gejala psikotik dan episode kini dalam remisi.

DSM-IV mendefinisikan sejumlah gangguan psikiatrik yang dapat diidentifikasi (meskipun ada kemungkinan tumpang tindih) dan berisi kriteria diagnostik yang spesifik untuk setiap diagnosis. Diagnosis dibuat  berdasarkan kenyataan dari riwayat pasien yang khas dan tampilan klinis

yang cocok dan memenuhi sejumlah kriteria diagnostik yang ditentukan (suatu diagnostik politetik, tidak perlu seluruh kriteria dipenuhi untuk  membuat diagnosa).

DSM-IV telah memperbaiki reabilitas diagnosis (kemungkinan orang yang berbeda akan membuat diagnosis yang sama pada pasien yang sama), tetapi hanya mempunyai dampak yang sederhana terhadap validitas. Hal ini  boleh jadi karena DSM-IV telah memecah kondisi psikiatrik menjadi terlalu  banyak bagian-bagian dan setiap bagian tidak mewakili suatu kondisi yang sah. Walaupun DSM-IV dapat dipergunakan lintas kultural, penggunaannya

(21)

 pada situasi tertentu memerlukan kehati-hatian dalam menginterpretasikan gejala-gejala.

Di samping kriteria yang ditentukan secara operasional, DSM-IV juga menggunakan sistem klasifikasi multiaksial untuk menangkap informasi  penting lainnya, yaitu:

1. Aksis I : Gangguan-gangguan klinis yang digambarkan di atas. 2. Aksis II : Gangguan-gangguan kepribadian atau retardasi mental 3. Aksis III : Gangguan-gangguan fisik yang berhubungan dengan

gangguan mental

4. Aksis IV : Daftar masalah psikososial dan lingkungan, bisaanya

selama setahun sebelumnya, tetapi tidak selalu demikian, seperti tidak punya pekerjaan, perceraian, problem keuangan, korban  penelantaran anak dan lain-lain.

DSM-IV telah menyusun gangguan mood tambahan baik di dalam  badan teks dan didalam appendiks. Gangguan-gangguan tersebut adalah sindrom yang berhubungan dengan depresi, berupa gangguan depresif  ringan (minor depressive diorder ), gangguan depresif singkat rekuren, dan gangguan disforik pramenstruasi. Pada gangguan depresif ringan keparahan gejala tidak mencapai keparahan yang diperlukan untuk diagnosis gangguan depresif berat. Pada gangguan depresif singkat rekuren gejala episode depresif memang mencapai keparahan gejala yang diperlukan untuk  diagnosis gangguan depresif berat tetapi hanya untuk waktu singkat, dengan lama waktu yang tidak memenuhi kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat.

DSM-IV menuliskan kriteria diagnostik untuk gangguan depresif berat secara terpisah dari kriteria diagnostik untuk diagnosis berhubungan dengan depresi, dan juga menuliskan deskriptor keparahan untuk episode depresif   berat.

(22)

a. Depresif Berat dengan Ciri Psikotik 

Adanya ciri psikotik pada gangguan depresif berat mencerminkan  penyakit yang parah dan merupakan indikator prognostik yang buruk.

 b. Depresif Berat dengan Ciri Melankolik 

Kepentingan yang potensial untuk mengenali ciri melankolik dari gangguan depresif berat adalah untuk mengidentifikasi suatu kelompok   pasien yang dinyatakan oleh beberapa data adalah lebih responsive

terhadap terapi farmakologi daripada pasien nonmelankolik.

c. Depresif Berat dengan Ciri Atipikal

Diperkenalkannya tipe depresi dengan ciri atipikal yang didefinisikan secara resmi adaah sebagai respons terhadap penelitian dan data klinis yang menyatakan bahwa pasien atipikal memiliki karakteristik yang spesifik dan dapat diramalkan. Ciri atipikal klasik  adalah makan berlebihan dan tidur berlebihan.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang

Selain dari klasifikasi yang telah dipaparkan di atas, ada beberapa instrumen-instrumen pengukur tingkat depresi dapat digunakan untuk  membantu memberikan penilaian yang objektif terhadap kondisi depresi yang dialami oleh pasien. Berikut ini adalah beberapa instrumen yang sering digunakan, yaitu:

a. Beck’s Depression Inventory

 b. Hamilton Depression Scale

c. The Zung Self-Rating Depression Scale

Beck Depression Inventory (BDI) adalah tes depresi untuk  mengukur keparahan dan kedalaman dari gejala – gejala depresi seperti yang tertera dalam the American Psychiatric Association's Diagnostik and  Statistical Manual of Mental Disorders Fourth Edition (DSM-IV) pada  pasien dengan depresi klinis. BDI dapat digunakan untuk dewasa ataupun remaja yang berumur 13 tahun ke atascan be used for both adults and

(23)

adolescents 13 years of age and older, dan merupakan sebuah ukuran standar dari depresi yang terutama digunakan dalam penelitian dan untuk  mengevaluasi dari efekttivitas pengobatan dan terapi.

BDI tidak dapat digunakan sebagai instrumen untuk mendiagnosis, tetapi lebih kepada identifikasi dari adanya depresi dan tingkat keparahannya sesuai dengan criteria dari DSM-IV. Pertanyaan-pertanyaan yang tertera pada BDI II menilai gejala-gejala khas dari depresi seperti gangguan mood, pesimisme, perasaan gagal, ketidakpuasan diri, perasaan  bersalah, merasa dihukum, ketidaksukaan terhadap diri sendiri,  pendakwaan terhadap diri, pikiran untuk bunuh diri, menangis, irittabilitas,  penarikan diri dari kehidupan sosial, gambaran tubuh, kesulitan bekerja, insomnia, kelelahan, nafsu makan, kehilangan berat badan dan kehilangan libido.

2.1.9 Penatalaksanaan

Pengobatan pasien dengan gangguan mood harus diamanahkan  pada sejumlah tujuan. Pertama, keamanan pasien harus terjamin. Kedua,  pemeriksaan diagnostik yang lengkap pada pasien harus dilakukan. Ketiga, suatu rencana pengobatan harus dimulai yang menjawab bukan hanya gejala sementara tetapi juga kesehatan pasien selanjutnya (Kaplan, 2010).

Dokter harus mengintegrasikan farmakoterapi dengan intervensi  psikoterapeutik. Jika dokter memandang gangguan mood pada dasarnya  berkembang dari masalah psikodinamika, ambivalensi mengenai kegunaan obat dapat menyebabkan respons yang buruk, ketidakpatuhan, dan kemungkinan dosis yang tidak adekuat untuk jangka waktu yang singkat. Sebaliknya, jika dokter mengabaikan kebutuhan psikososial pasien, hasil dari farmakoterapi mungkin terganggu (NIMH, 2002).

1. Terapi Farmakologis

Antidepresan yang tersedia sekarang cukup bervariasi di dalam efek farmakologisnya. Variasi tersebut merupakan dasar untuk 

(24)

antidepresan lainnya. Variasi tersebut juga merupakan dasar untuk  membedakan efek samping yang terlihat pada antidepresan (Kaplan, 2010).

Pembedaan yang paling dasar diantara antidepresan adalah pada  proses farmakologis yang terjadi, dimana ada antidepresan yang memiliki efek farmakodinamika jangka pendek utamanya pada tempat ambilan kembali (reuptake sites) atau pada tingkat inhibisi enzim monoamine oksidasi. bekerja untuk menormalkan neurotransmitter  yang abnormal di otak khususnya epinefrin dan norepinefrin. Antidepresan lain bekerja pada dopamin. Hal ini sesuai dengan etiologi dari depresi yang kemungkinan diakibatkan dari abnormalitas dari sistem neurotransmitter di otak (NIMH, 2002). Obat antidepresan yang akan dibahas adalah antidepresi generasi pertama (Trisiklik dan MAOIs), antidepresi golongan kedua (SSRIs) dan antidepresi golongan ketiga (SRNIs) (Arozal, 2007).

a. Trisiklik 

Trisiklik merupakan antidepresan yang paling umum digunakan sebagai pengobatan lini pertama untuk gangguan depresif berat (Kaplan, 2010). Golongan trisiklik ini dapat dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik primer, tetrasiklik amin sekunder (nortriptyline, desipramine) dan tetrasiklik tersier  (imipramine, amitriptlyne). Dari ketiga golongan obat tersebut, yang  paling sering digunakan adalah tetrasiklik amin sekunder karena mempunyai efek samping yang lebih minimal. Obat golongan tetrasiklik sering dipilih karena tingkat kepuasan klinisi dikarenakan harganya yang murah karena sebagian besar golongan dari obat ini tersedia dalam formulasi generik (Kaplan, 2010).

Golongan obat trisiklik bekerja dengan menghambat reuptake neurotransmitter di otak. Secara biokimia, obat amin sekunder  diduga bekerja sebagai penghambat reuptake norepinefrin, sedangkan amin tersier menghambat reuptake serotonin pada sinaps neuron.hal ini mempunyai implikasi bahwa depresi akibat

(25)

kekurangan norepinefrin lebih responsive terhadap amin sekunder, sedangkan depresi akibat kekurangan serotonin akan lebih responsive terhadap amin tersier (Arozal, 2007).

 b. MAOIs ( Monoamine Oxidase Inhibitors)

MAOIs telah digunakan sebagai antidepresan sejak 15 tahun yang lalu. Golongan ini bekerja dalam proses penghambatan deaminasi oksidatif katekolamin di mitokondria, akibatnya kadar  einefrin, noreprinefrin dan 5-HT dalam otak naik (Arozal, 2007). Obat ini sekarang jarang digunakan sebagai lini pertama dalam  pengobatan depresi karena bersifat sangat toksik bagi tubuh. Selain karena dapat menyebabkan krisis hipertensif akibat interaksi dengan tiramin yang berasal dari makanan-makanan tertentu seperti keju, anggur dan acar, MAOIs juga dapat menghambat enzim-enzim di hati terutama sitokrom P450 yang akhirnya akan mengganggu metabolisme obat di hati. (Kaplan, 2010).

c. SSRIs (Selective Serotonin Reuptake Inhibitors)

SSRIs adalah jenis pengobatan yang juga menjadi pilihan lini pertama pada gangguan depresif berat seain golongan trisiklik  (Kaplan, 2010). Obat golongan ini mencakup fluoxetine, citalopram dan setraline. SSRIs sering dipilih oleh klinisi yang  pengalamannya mendukung data penelitian bahwa SSRIs sama manjurnya dengan trisiklik dan jauh lebih baik ditoleransi oleh tubuh karena mempunyai efek samping yang cukup minimal karena kurang memperlihatkan pengaruh terhadap sistem kolinergik, adrenergik dan histaminergik. Interaksi farmakodinamik yang berbahaya akan terjadi bila SSRIs dikombinasikan dengan MAOIs, karena akan terjadi peningkatan efek serotonin secara berlebihan yang disebut sindrom serotonin dengan gejala hipertermia, kejang, kolaps kardiovaskular dan gangguan tanda vital (Arozal, 2007).

(26)

d. SNRIs (Serotonin and Norepinephrine Inhibitors )

Golongan antidepresan SNRIs bekerja dengan mekanisme yang hampir sama dengan golongan SSRIs, hanya saja pada SNRIs juga menghambat darireuptake norepinefrin (NIMH, 2002).

Selain dari golongan obat yang telah dibahas sebelumnya, masih ada beberapa alternatif yang digunakan untuk terapi medikamentosa  pada pasien depresi dengan keadaan tertentu. Hal tersebut dapat terlihat

lebih jelas pada gambar di bawah ini (Mann, 2005).

Gambar 2.1.10.1 Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama

e. Terapi Non Farmakologis

Tiga jenis psikoterapi jangka pendek yang digunakan dalam  pengobatan depresif berat adalah terapi kognitif, terapi interpersonal dan terapi perilaku (Kaplan, 2010). NIMH (2002) telah menemukan predictor respons terhadap berbagai pengobatan sebagai berikut ini : (1) disfungsi sosial yang rendah menyatakan

(27)

respons yang baik terhadap terapi interpersonal, (2) disfungsi kognitif yang rendah menyatakan respons yang baik terhadap terapi kognitif-perilaku dan farmakoterapi, (3) disfungsi kerja yang tinggi mengarahkan respons yang baik terhadap farmakoterapi, (4) keparahan depresi yang tinggi menyatakan respons yang baik  terhadap terapi interpersonal dan farmakoterapi.

Pada awalnya, terapi ini dikembangkan oleh Aaron Beck  yang memusatkan pada distorsi kognitif yang didalilkan ada pada gangguan depresi berat. Tujuan terapi ini untuk menghilangkan episode depresif dan mencegah rekurennya dengan membantu  pasien mengidentifikasi dan uji kognitif negatif (Kaplan, 2010).

Terapi interpersonal dikembangkan oleh Gerald Klerman, memusatkan pada satu atau dua masalah interpersonal pasien yang sedang dialami sekarang, dengan menggunakan dua anggapan:  pertama, masalah interpersonal sekarang kemungkinan memiliki

akar pada hubungan awal yang disfungsional. Kedua, masalah interpersonal sekarang kemungkinan terlibat di dalam mencetuskan atau memperberat gejala depresif sekarang (Kaplan, 2010).

2.1.10 Prognosis

Gangguan mood cenderung memiliki perjalanan penyakit yang  panjang dan pasien cenderung mengalami kekambuhan. Episode depresif 

yang tidak diobati berlangsung 6 sampai 13 bulan, sementara sebagian  besar episode yang diobati berlangsung kira-kira 3 bulan. Menghentikan

antidepresan sebelum 3 bulan hampir selalu menyebabkan kembalinya gejala (Kaplan, 2010).

Pasien yang dirawat di rumah sakit untuk episode pertama gangguan depresif berat memiliki kemungkinan 50% untuk pulih dalam tahun pertama. Banyak penelitian telah berusaha untuk mengidentifikasi indikator prognostik yang baik dan buruk di dalam perjalanan gangguan depresif berat. Episode ringan, tidak adanya gejala psikotik, fungsi

(28)

keluarga yang stabil, tidak adanya gangguan kepribadian, tinggal dalam waktu singkat di rumah sakit dalam waktu yang singkat, dan tidak lebih dari satu kali perawatan di rumah sakit adalah indikator prognostik yang  baik. Prognosis buruk dapat meningkat oleh adanya penyerta gangguan distimik, penyalahgunaan alkohol dan zat lain, gejala gangguan kecemasan, dan riwayat lebih dari satu episode sebelumnya. (Kaplan, 2010).

2.2 Depresi Berat Dengan Gejala Psikotik  2.2.1 Definisi

Depresi berat dengan gejala psikotik adalah Depresi berat dengan gejala psikotik adalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat, malas beraktivitas dan biasanya menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, perkerjaan rumah dan urusan rumah tangga, gangguan pola tidur  dan terdapat waham dan halunsinasi atau stupor depresi.

2.2.2 Kriteria Diagnostik 

a. Kriteria depresi berat dengan gejal psikotik menurut DSM-IV : 1. Mood menurun hampir sepanjang hari, hampir setiap hari,

seperti yang ditunjukkan baik melalui laporan subjektif  (perasaan sedih atau kosong), atau pengamatan orang lain (tampak bersedih)

2. Menurunnya minat atau kesenangan yang nyata pada semua atau hampir semua aktivitas hampir sepanjang hari, hampir  setiap hari.

3. Penurunan berat badan yang bermakna walaupun tidak diet atau berat badan bertambaH.

4. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari

5. Agitasi atau retardasi psikomotor atau kegelisahan hampir  setiap hari

(29)

7. Perasaan tidak berarti atau rasa bersalah yang tidak sesuai atau  berlebihan

8. Menurunnya kemampuan berpikir atau konsentrasi, ataun keragu-raguan hampir setiap hari

9. Pikiran berulang mengenai kematian, upaya melakukan bunuh diri.

10. Waham dan halusinasi.

a. Ciri psikotik kongruen mood : waham dan halusinasi yang seluruh isinya konsisten dengan depresif yang khas yaitu ketidakmampuan pribadi, rasa bersalah, kematian.

 b. Ciri psikotik tidak kongruen mood : Waham dan halusinasi yang isinya tidak meliputi depresif khas yaitu ketidakmampuan pribadi, rasa bersalah, kematian. Waham yang termasuk adalah gejala seperti waham kejar, insersi pikiran, siar pikiran dan waham kendali.

Lima atau lebih gejala/ kriteria diatas telah ada selama periode waktu 2 minggu dan menunjukan perubahan fungsi sebelumnya. Setidaknya 1 gejala mood menurun atau 2 gejala kehilangan minat atau kesenangan.

 b. Kriteria depresi berat dengan gejal psikotik menurut DSM-IV 1. Konsentrasi dan perhatian berkurang

2. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang

3. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna 4. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis

5. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri 6. Tidur terganggu

7.  Nafsu makan berkurang

8.  biasanya menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, perkerjaan rumah dan urusan rumah

(30)

9. waham dan halunsinasi atau stupor depresi, Wahamnya  biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau

malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa  bertanggung jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa suara yang menghina atau menuduh atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak serasi dengan suasana perasaan (mood).

(31)

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Depresi adalah suatu kondisi yang lebih dari suatu keadaan sedih, bila kondisi depresi seseorang sampai menyebabkan terganggunya aktivitas sosial sehari-harinya maka hal itu disebut sebagai suatu Gangguan Depresi. Beberapa gejala Gangguan Depresi berat dengan gejala psikotik adalah perasaan sedih, rasa lelah yang berlebihan setelah aktivitas rutin yang biasa, hilang minat dan semangat, malas beraktivitas, dan gangguan pola tidur dan terdapat waham dan halusinasi atau stupor depresi. Depresi sering merupakan salah satu penyebab utama kejadian bunuh diri.

Terapi yang diberikan yaitu Farmakologi dan psikoterapi atau konseling. Dukungan dari orang-orang terdekat serta dukungan spiritual juga sangat

Gambar

Gambar 2.1.4.1. Mekanisme terjadinya depresi dengan etiologi neurotransmitter  Ada dua hipotesis terjadinya depresi secara biokimia, yaitu:
Gambar 2.1.10.1 Pilihan obat-obatan antidepresan pada lini pertama

Referensi

Dokumen terkait

Teknologi pada unit Pembibitan Padi ini merupakan teknologi yang terintegrasi terdiri atas: (a) Mesin perendam dan pemeram benih; (b) Penghalus tanah ( Hammer Mill) ; (c)

Pada pengukuran laju endap darah (LED) dengan menggunakn metode Westergren manual, sampel darah yang digunakan adalah darah vena dengan antikoagulan EDTA dengan perbandingan

HASIL PENILAIAN SEJA WAT SEBIDANG ATAU PEER REVIEW KARYA ILMIAH : BUKU.. Judul Buku Jumlah Penulis Status Pengusul

Kitab itu dikarang oleh Mpu Dharmaja pada masa Sri Kameswara yang dalam Smaradahana dianggap sebagai titisan Dewa Kama.. istriSri kameswara yang bernama Sri Kirana yang sangat

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa jenis vegetasi tingkat pohon yang dominan pada tingkat pohon adalah jenis nyatoh (Palaquium sp.) pada

setiap perusahaan akan hanya memperoleh laba normal di mana biaya rata-rata sama dengan biaya variabel rata-rata, karena dalam jangka panjang semua biaya adalah

Hal ini disebabkan karena pada lapisan yang tebal jumlah molekul ZnPcSn lebih banyak sehingga nukleasi lapisan sehingga ukuran pori lebih homogen selain itu pada proses

Perlu dijelaskan pada PKL yang dilaksanakan terdapat 3 bidang kerajinan yang sesuai dengan Jurusan Teknologi Hasil Hutan yaitu Kerajinan Serat Alam Non Kayu (anyaman rotan,