• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia ABSTRACT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia ABSTRACT"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 PENGGUNAAN KULTUR CAMPURAN JAMUR DAN AKTINOMISETES

LIGNOSELULOLITIK ISOLAT LOKAL RIAU DALAM PENGOMPOSAN LIMBAH PABRIK KELAPA

SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.)

Heddy Ria Faulin1, Atria Martina2, Rodesia Mustika Roza2 1

Mahasiswa Program Studi S1 Biologi 2

Dosen Mikrobiologi Jurusan Biologi

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Kampus Binawidya Pekanbaru, 28293, Indonesia

heddy_ria24@yahoo.com

ABSTRACT

Riau is well known as a primary province in producing crude palm oil. The waste of palm oil industry, such as Empty Fruit Bunch (EFB) and Palm Oil Mill Effluent (POME), contains cellulose, hemicellulose, lignin and nutrients that potential to be used as compost. Bio-activator is used to shorten composting time, and the used of fungi as bio-activator in composting is common. However, there is no information about potential of actinomycetes or mixed cultures of fungi and actinomycetes in composting. The aim of this research to study the potential mix cultures of fungi and actinomycetes in composting EFB and POME. Selected isolates is lignocellulolytic microorganism from peat soil of Riau which consist of 2 isolates of fungi (Aspergillus RPL1-14 and Apphylophorales RPL3-3) and 2 isolates of actinomycetes (Streptomyces RB1S3 and Frankia L3A7). Composting treatments included control negatif (seedling media without isolates), control positive by using effective microorganisms (EM4), starter 1 (RPL1-14 + RPL3-3 + RB1S3), starter 2 (RPL1-14 + RPL3-3 + L3A7) and starter 3 (RPL1-14 + RPL3-3 + RB1S3 + L3A7). Composting was conducted with 2 kg EFB and 250 ml POME as substrate, 1750 ml aquadest and were inoculated by 400 ml starter for 40 days. Total population of fungi in compost was 5,2-7,0 x 104 cfu g-1, actinomycetes 7,3-13,7 x 107 cfu g-1, cellulolytic microorganism 4,5-13,1 x 107 cfu g-1, ligninolytic fungi 4,5-5,5 x 104 cfu g-1 and

ligninolytic actinomycetes 3,7-7,2 x 104 cfu g-1. Some characteristic of compost such

as total N, P and K was accordance with SNI compost 19-7030-2004, they were 1,93-2,22%, 0,18-0,19% and 1,5-1,77%, respectively. Based on the result we can concluded that the quality of compost is almost the same for all treatment.

Keywords : bio-activator, compost, lignocellulolytic microorganism, waste of the palm oil industry.

(2)

2 ABSTRACT

Riau merupakan provinsi utama penghasil minyak kelapa sawit. Limbah industry kelapa sawit seperti Tandan kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS) mengandung selulosa, hemiselulosa, lignin dan unsur hara yang berpotensi untuk dijadikan kompos. Bioaktivator digunakan untuk mempersingkat waktu pengomposan, penggunaan jamur sebagai bioaktivator pengomposan sudah umum dilakukan. Namun, tidak begitu halnya dengan aktinomisetes ataupun kultur campuran jamur dan aktinomisetes. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian untuk menguji potensi kultur campuran jamur dan aktinomisetes dalam pengomposan limbah industri kelapa sawit. Isolat yang dipilih merupakan mikroorganisme lignoselulolitik asal tanah gambut Riau yang terdiri dari 2 isolat jamur (Aspergillus sp. RPL1-14 dan Aphyllophorales RPL3-3) dan 2 isolat

aktinomisetes (Streptomyces sp. RB1S3 dan Frankia L3A7). Perlakuan kompos

meliputi kontrol negatif (tanpa isolat), kontrol positif (P1) dengan penambahan

mikroorganisme efektif (EM), starter 1 (RPL1-14 + RPL3-3 + RB1S3), starter 2 (RPL1-14 + RPL3-3 + L3A7) dan starter 3 (RPL1-14 + RPL3-3 + RB1S3 + L3A7. Pengomposan menggunakan 2 kg TKKS dan 250 ml LCPKS sebagai substrat, 1750 ml akuades dan diinokulasikan starter 400 ml kemudian dikomposkan selama 40 hari.

Total populasi jamur pada kompos berkisar 5,2-7,0 x 104 cfu g-1, aktinomisetes

7,3-13,7 x 107 cfu g-1, mikroorganisme selulolitik 4,5-13,1 x 107 cfu g-1, jamur ligninolitik 4,5-5,5 x 104 cfu g-1 dan aktinomisetes ligninolitik 3,7-7,2 x 104 cfu g-1. Beberapa karakteristik kompos telah sesuai dengan standar SNI kompos 19-7030-2004 seperti total N, P dan K secara berurutan 1,93-2,22%, 0,18-0,19% dan 1,5-1,77%. Kualitas kompos yang dihasilkan untuk semua perlakuan hampir sama. Kata kunci : bioaktivator, kompos, mikroorganisme lignoselulolitik, limbah industri

kelapa sawit.

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara produsen kelapa sawit terbesar di dunia dengan total kapasitas produksi nasional mencapai 25,7 juta ton/tahun. Provinsi Riau menempati urutan

teratas yang memiliki lahan

perkebunan kelapa sawit yakni seluas 2,2 juta ha (Frislidia 2013). Lahan perkebunan yang setiap tahun semakin bertambah mendorong peningkatan hasil produksi kelapa sawit, hal ini akan meningkatkan jumlah industri kelapa sawit yang beroperasi untuk

mengolah produksi buah kelapa sawit. Industri pengolahan buah kelapa sawit menghasilkan minyak kelapa sawit

atau Crude Palm Oil (CPO) dan

minyak biji kelapa sawit atau Crude

Palm Kernel Oil (CPKO). Minyak

sawit CPO dan CPKO dapat

digunakan sebagai bahan baku dari bahan makanan seperti mentega, minyak goreng, sumber berbagai jenis asam lemak nabati, bahan aditif dalam industri coklat, es krim dan pakan ternak (Amrisaadudin 2013).

Dampak negatif yang

(3)

3

kelapa sawit diantaranya pencemaran lingkungan yang berasal dari bahan berbahaya yang terkandung dalam limbah dan berdampak bagi kesehatan masyarakat. Limbah industri kelapa sawit seperti Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) mengandung material yang tersusun atas unsur karbon seperti selulosa 42,7%, hemiselulosa 27,3% dan lignin 17,2% sementara Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit

(LCPKS) mengandung bahan

tersuspensi seperti selulosa, protein

dan lemak (Nursanti et al. 2013).

Berbagai usaha telah digunakan untuk pemanfaatan limbah industri kelapa sawit agar jumlahnya tidak

meningkat drastis per tahunnya,

diantaranya penggunaan tandan

kosong kelapa sawit sebagai bahan bakar industri kelapa sawit. Namun, hal ini justru menimbulkan dampak negatif karena menyebabkan polusi udara. Selain itu, tandan kosong kelapa sawit juga sering digunakan sebagai pupuk dengan menumpukkan tandan kosong di sekitar pohon dan hal ini juga tidak begitu membawa dampak karena tumpukan tandan kosong membutuhkan waktu yang lama untuk dapat terdekomposisi

menjadi pupuk (Kavitha et al. 2013).

Usaha yang saat ini banyak

dikembangkan adalah pembuatan

kompos dengan memanfaatkan bahan

organik yang merupakan limbah

industri kelapa sawit seperti TKKS dan LCPKS. Kompos dijadikan alternatif untuk pemanfaatan limbah

industri kelapa sawit karena

pengomposan menyediakan hara lebih cepat. Hal ini disebabkan oleh adanya

asosiasi beberapa jenis mikroba

anaerob maupun aerob yang berperan

dalam dekomposisi limbah industri kelapa sawit.

Kompos membutuhkan

mikroorganisme yang berperan

sebagai bioaktivator untuk

mempersingkat waktu pengomposan. Bioaktivator yang digunakan dalam

pengomposan biasanya memiliki

kemampuan untuk

mendekomposisikan bahan yang

dikomposkan. Soetopo dan Endang (2008) melaporkan bahwa jamur

selulolitik (Trichoderma harzianum

dan Trichoderma reesei) dan jamur

lignoselulolitik (Phanerochaete

crysosporium) mampu mendegradasi selulosa dalam limbah. Namun

diantara ketiga jamur tersebut, T.

harzianum yang memiliki aktivitas tertinggi dalam mendegradasi selulosa.

TKKS dan LCPKS sulit

terdekomposisi karena mengandung selulosa, hemiselulosa dan lignin. Oleh sebab itu, untuk mempersingkat

waktu pengomposan perlu

penambahan bioaktivator yang

memiliki kemampuan mendegradasi selulosa dan lignin. Kultur jamur dan aktinomisetes isolat lokal Riau yang

digunakan pada penelitian ini

merupakan isolat lokal Riau yang telah

diketahui memiliki aktivitas

lignoselulolitik dan diharapkan

mampu mendegradasi selulosa dan lignin yang terdapat pada TKKS dan

LCPKS sehingga mampu

mempersingkat waktu pengomposan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji potensi kultur campuran jamur dan

aktinomisetes isolat lokal Riau

terhadap pengomposan TKKS dan LCPKS.

(4)

4 METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2014 – Mei 2015 di Laboratorium Mikrobiologi Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Analisis Kadar C, N, P dan K dilakukan di PT. Central Plantation Service.

Alat yang digunakan yaitu oven, autoklaf, tabung reaksi, cawan

petri, erlenmeyer, botol kaca,

timbangan analitik, microwave, pipet

volum, pipet tetes, rak tabung reaksi,

spatula, beaker glass, refrigerator,

laminar air flow, jarum ose, lampu

bunsen, batang pengaduk, hot plate,

aluminium foil, kertas pH, ember (diameter 23cm, tinggi 29 cm), termometer, kamera digital, penggaris dan alat tulis, mesin pencacah. Bahan

yang digunakan Tandan Kosong

Kelapa Sawit (TKKS), Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit (LCPKS), isolat lokal jamur (Aspergillus sp. RPL1-14

dan Aphyllophorales RPL3-3) dan

aktinomisetes (Streptomyces sp.

RB1S3 dan Frankia L3A7), EM-4,

kentang, dextrosa, akuades, agar bacto,

pati, kasein, NaCl, KNO3, K2HPO4,

MgSO4.7H2O, CaCO3, FeSO4.7H2O,

KH2PO4, C4H12N2O6, CaCl2.2H2O,

ekstrak yeast, CuSO4.5H2O,

(NH4)2SO4, MnSO4.4H2O, guaiakol,

pepton, gliserol 87%, NaOH, HCl, K2SO4, congo red, selulosa.

Penelitian ini terdiri dari

beberapa tahap, yaitu: pembuatan medium, peremajaan isolat, persiapan kultur starter, proses pengomposan serta analisis kualitas kompos yang meliputi karakteristik fisika, kimia dan biologi. Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan

Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 3 ulangan.

Perlakuan pada faktor substrat:

1. TKKS (2 kg) + LCPKS (250 ml) + akuades (1750 ml) + inokulum (400 ml) 2. Kontrol negatif (P0): TKKS (2 kg) + LCPKS (250 ml) + akuades (1750 ml) 3. Kontrol positif (P1): TKKS (2 kg) + LCPKS (250 ml) + akuades (1750 ml) + EM-4 (400 ml)

Perlakuan pada faktor inokulum:

1. Starter pertama terdiri dari

campuran isolat lokal

Aspergillus sp. RPL1-14 +

Aphyllophorales RPL3-3 +

Streptomyces sp. RB1S3

2. Starter kedua terdiri dari

campuran isolat lokal

Aspergillus sp. RPL1-14 +

Aphyllophorales RPL3-3 +

Frankia L3A7

3. Starter ketiga terdiri dari

campuran isolat lokal

Aspergillus sp. RPL1-14 +

Aphyllophorales RPL3-3 +

Streptomyces sp. RB1S3 +

Frankia L3A7.

Pengomposan dilakukan dengan

cara menggabungkan TKKS,

inokulum starter, akuades dan LCPKS ke dalam fermentor. Selain itu, juga dilakukan pengukuran temperatur 4 hari sekali, pembalikan tumpukan kompos satu kali dalam seminggu dan penambahan LCPKS sebanyak 1 kali yakni pada hari ketujuh pengomposan. Pengomposan dilakukan selama 40 hari, selama pengomposan dilakukan juga satu kali penambahan starter yakni pada hari ke-16 pengomposan.

(5)

5

Parameter yang diukur adalah

karakteristik kimia, diantaranya: pH, C-organik, total N, P, K dan rasio C/N kompos dan karakteristik biologi yaitu total populasi jamur, aktinomisetes,

mikroorganisme selulolitik, jamur

ligninolitik dan aktinomisetes

ligninolitik dengan metode plate

count. Analisis data penelitian ini menggunakan dua cara. Karakteristik kimia dibandingkan dengan standar kualitas kompos SNI 19-7030-2004 dan karakteristik biologi menggunakan One Way ANOVA dan bila terdapat beda nyata diuji lanjut menggunakan LSD.

HASIL DAN PEMBAHASAN a. Karakteristik Sifat Kimia

Hasil karakteristik beberapa

sifat kimia kompos setelah 40 hari pengomposan sesuai SNI 19-7030-2004 diantaranya nilai N, P dan K, sementara pH, C-organik dan rasio C/N tidak sesuai dengan standar SNI (Tabel 1). pH awal sebelum pengomposan penelitian bersifat basa karena berada pada nilai 9. pH akhir kompos semua perlakuan tidak ada yang sesuai dengan batas maksimum dan minimum SNI 19-7030-2004 yaitu

6,80-7,49, namun mengalami

penurunan jika dibandingkan dengan

pH sebelum pengomposan, hal

kemungkinan ini dikarenakan waktu pengomposan yang kurang lama. pH kompos pada penelitian lebih tinggi dibandingkan dengan pH kompos Chalimatus (2013), yang berkisar

antara 7,40-7,71 dan merupakan

pengomposan yang mencampurkan

Trichoderma harzianum dan

mikroorganisme dari kotoran sapi

dalam pengomposan limbah sludge

pabrik kertas. C-organik kompos yang sesuai dengan SNI 19-7030-2004 berkisar antara 9,80-32%, sementara C-organik pada pengomposan ini berkisar antara 48-50,2%. C-organik sebelum dikomposkan sebesar 39,9% dan setelah 40 hari pengomposan kadar C-organik semua perlakuan justru mengalami peningkatan. C-organik yang tinggi kemungkinan

disebabkan oleh massa

mikroorganisme yang ditambahkan ke kompos, seperti hasil analisis

C-organik pada penelitian yang

dilakukan oleh Pangestuti (2008) yang memperlihatkan bahwa kandungan C-organik tertinggi sebesar 62,34%

terdapat pada perlakuan dengan

penambahan aktivator pada kompos sebanyak 1 ml/kg.

Tabel 1.Karakteristik sifat kimia sebelum pengomposan dan setelah pengomposan

Parameter Sebelum Pengomposan Perlakuan SNI P0 P1 S1 S2 S3 pH 9 8,05 7,90 8,04 8,05 7,88 6,8-7,49 C-Organik(%) 39,3 50 48,4 50,2 49,8 50,2 9,80-32 Total N (%) 1,01 2,18 2,07 1,93 1,97 2,22 Min 0,40 Rasio C/N 38,9 22,9 23,4 26 25,3 22,6 10-20 Total P(%) 0,08 0,19 0,18 0,19 0,19 0,18 Min 0,10 Total K (%) 0,95 1,77 1,67 1,5 1,57 1,6 Min 0,20

(6)

6

Total N setelah pengomposan mengalami peningkatan dibandingkan sebelum pengomposan. Total N sebelum pengomposan adalah 1,01%. Total N tertinggi terdapat pada perlakuan S3 sebesar 2,22% dan yang

paling rendah pada perlakuan S1

sebesar 1,93%. Total N pada

penelitian ini lebih tinggi jika

dibandingkan dengan penelitian yang

dilakukan oleh Purnamayani et al.

(2014) yang mengkombinasikan

kompos TKKS dengan pupuk kandang yang memiliki total N 1,2% setelah pengomposan.

Rasio C/N yang paling rendah terdapat pada perlakuan S3 yakni 22,6

dan rasio tertinggi adalah 26 yakni

pada perlakuan S1. Rasio C/N kompos

matang menurut SNI 19-7030-2004 berkisar antara 10-20. Rasio C/N yang tinggi kemungkinan disebabkan oleh C-organik yang meningkat setelah pengomposan. Rasio C/N kompos pada penelitian ini tidak ada yang sesuai standar SNI, tetapi mengalami penurunan jika dibandingkan sebelum pengomposan, hal ini juga dikarenakan kurang lamanya waktu pengomposan. Rasio C/N yang memenuhi nilai SNI

19-7030-2004 menandakan bahwa

kompos sudah matang dan

dekomposisi didalamnya berlangsung sempurna.

Total P untuk semua perlakuan memiliki persentase yang hampir sama yakni 0,19 dan 0,18%. Hasil total P penelitian ini lebih rendah jika dibandingkan dengan yang dilakukan oleh Kasli (2008), dimana total P berkisar antara 0,66-1,20%. Total K sebelum pengomposan sebesar 0,95% dan lebih tinggi jika dibandingkan

dengan standar SNI. Hal ini

kemungkinan dikarenakan TKKS

mengandung serat yang tinggi. Total K setelah pengomposan berkisar antara 1,5-1,77%. Menurut penelitian yang

dilakukan oleh Purnamayani et al.

(2012) kompos campuran TKKS dan LCPKS memiliki kandungan K yang tinggi yakni 2,39%.

c. Karakteristik Sifat Biologi

Starter jamur dan aktinomisetes yang ditambahkan pada pengomposan

bertujuan sebagai aktivator dan

diharapkan mampu mempersingkat masa pengomposan. Analisis sidik

ragam total populasi jamur,

aktinomisetes dan jamur ligninolitik tidak menunjukkan adanya beda nyata antar perlakuan (Tabel 2). Beda nyata antar perlakuan terdapat pada analisis

sidik ragam total populasi

mikroorganisme selulolitik dan

aktinomisetes ligninolitik yang

terdapat pada perlakuan S1 dan S3.

Total populasi jamur tertinggi didapat pada perlakuan P1 (7,0 x 104 cfu g-1)

dan yang terendah terdapat pada perlakuan S3 (5,1x 104 cfu g-1).

Perlakuan P1 merupakan kontrol

positif yang menggunakan EM-4 sebagai aktivator. Hyga dan Parr (1995) dalam Dwicaksono (2013)

mengatakan bahwa Effective

microorganisms (EM) mengandung

beberapa spesies mikroorganisme yang mampu berfermentasi seperti: bakteri asam laktat (Lactobacillus sp.), jamur

fermentasi (Saccharomyces sp.),

bakteri fotosintetik

(Rhodopseudomonas sp.) dan

aktinomisetes yang diketahui mampu mempercepat laju dekomposisi.

(7)

7

Rata-rata total populasi

aktinomisetes tertinggi terdapat pada perlakuan P0 (13,7 x 107 cfu g-1) dan

yang terendah terdapat pada perlakuan S1 (7,3 x 107 cfu g-1). Perlakuan P0

tidak ditambahkan starter atau

aktivator EM-4 namun memiliki total

populasi yang tinggi, hal ini

menandakan bahwa aktinomisetes

indigenus banyak terdapat pada

perlakuan tersebut.

Tabel 2.Total populasi mikroorganisme pada akhir pengomposan

No Parameter Perlakuan P0 P1 S1 S2 S3 1. 2. 3. 4. 5.

Total Populasi Jamur (104)

Total Populasi Aktinomisetes (107) Total Mikroorganisme Selulolitik (107) Total Populasi Jamur Ligninolitik (104) Total Populasi Aktinomisetes

Ligninolitik (104) 5,2 13,7 10,0b 4,5 6,0 b 7,0 9,4 9,7b 4,9 6,3 b 5,2 7,3 4,5ab 5,5 7,2 bc 6,1 10,1 10,5b 5,5 6,1 b 5,1 8,9 13,1bc 4,6 3,7 ab

Ket = angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata berdasarkan uji

One Way ANOVA pada taraf nyata 5%.

Catatan = analisis data total populasi mikroorganisme dilakukan secara terpisah. Total populasi mikroorganisme

selulolitik tertinggi terdapat pada perlakuan S3 (13,1 x 104 cfu g-1) dan

yang terendah pada perlakuan S1 (4,5 x

104 cfu g-1). Populasi tertinggi pada

perlakuan S3 kemungkinan karena

aktivitas selulolitik yang tinggi dari

mikroorganisme indigenus, starter

jamur dan aktinomisetes yang

digunakan, selain itu juga

kemungkinan disebabkan tidak adanya atau rendahnya kompetisi yang terjadi antar isolat selulolitik yang digunakan. Aktivitas selulolitik yang tinggi dari mikroorganisme pengomposan sangat

dibutuhkan untuk pengomposan

tandan kosong kelapa sawit karena komponen penyusun terbesar tandan kosong adalah selulosa. Alexander

(1977) dalam Zumrotiningrum et al.

(2003) mengatakan umumnya selulosa dapat didegradasi oleh jamur yang

berasal dari genus Alternaria,

Aspergillus, Fomes, Fusarium,

Myrothecium, Penicillium, Polyporus, Rhizopus dan Verticillum, diantara

genus tersebut Aspergillus, Fusarium

dan Penicillium merupakan genus yang juga dapat mendegradasi lignin yang terdapat pada jerami gandum.

Populasi jamur ligninolitik

tertinggi terdapat pada S1 dan S2

dengan total populasi 5,5 x 104 cfu g-1

dan yang terendah ditemukan pada P0

dengan total populasi 4,5 x 104 cfu g-1.

Aspergillus sp. RPL1-14 dan

Apphylophorales RPL3-3 yang

digunakan untuk ketiga perlakuan starter merupakan jamur yang telah

(8)

8

Penelitian yang dilakukan oleh

Sianturi (2013) menunjukkan bahwa Aspergillus sp. RPL1-14 merupakan jamur ligninolitik yang memiliki aktivitas selulolitik yang tinggi dengan rasio 3,55, sementara penelitian yang

dilakukan oleh Sari (2013)

menunjukkan bahwa Apphylophorales

RPL3-3 merupakan jamur ligninolitik dengan aktivitas tinggi (rasio 2,75).

Total populasi tertinggi

aktinomisetes ligninolitik didapatkan pada perlakuan S1 (7,2 x 104 cfu g-1)

dan yang terendah pada perlakuan S3

(3,7x 104 cfu g-1). Isolat Streptomyces

RB1S3 merupakan aktinomisetes

ligninolitik dengan rasio tergolong tinggi yakni 6,8 pada penelitian yang dilakukan oleh Handayani (2012) yang juga diketahui memiliki aktivitas selulolitik yang tinggi dengan rasio 5,69 pada penelitian yang dilakukan oleh Sianturi (2012), sedangkan isolat

Frankia L3A7 merupakan

aktinomisetes selulolitik dengan

aktivitas ligninolitik yang tinggi

dengan rasio 12,29 pada penelitian yang dilakukan oleh Adlini (2014).

Total Populasi S3 yang menggunakan

2 jenis aktinomisetes lebih rendah

daripada S1 yang hanya menggunakan

1 jenis aktinomisetes, hal ini

kemungkinan disebabkan oleh adanya kompetisi diantara 2 jenis isolat aktinomisetes yang digunakan.

KESIMPULAN

Karakteristik kimia kompos sebagian sesuai dengan SNI 19-7030-2004, yaitu total N 1,93-2,22%, P

0,18-0,19% dan K 1,5-1,77%,

sementara nilai pH, C-organik dan rasio C/N yang dihasilkan lebih tinggi dari standar SNI. Total populasi

mikroorganisme selulolitik dan total

populasi aktinomisetes ligninolitik

antara perlakuan S1 dan S3 terdapat

perbedaan nyata. Kompos yang

dihasilkan dengan penambahan

mikroorganisme pada masing-masing perlakuan maupun kontrol memiliki kualitas yang hampir sama.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penulis mengucapkan rasa

terima kasih kepada LPPM Universitas

Riau yang telah memberikan

kepercayaan dan kesempatan atas pendanaan penelitian ini.

DAFTAR PUSTAKA

Adlini NI. 2014. Seleksi Mikroba Selulolitik dalam Mendegradasi Lignin Asal Tanah Gambut

Rimbo PanjangKabupaten

Kampar Provinsi Riau [skripsi].

Pekanbaru: Fakultas

Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Riau.

Amrisaadudin. 2013. Manfaat dan

Kegunaan Kelapa Sawit.

www.amrisaadudin.wordpress.c

om. Diakses tanggal 18

September 2014.

Chalimatus H, Latifah, Mahatmanti FW. 2013. Efektifitas Jamur Trichoderma harzianum dalam Pengomposan Limbah Sludge

Pabrik Kertas. Indonesian

journal of Chemical Science 2: 224-229.

Dwicaksono MR, Suharto B,

Susanawati LD. 2013. Pengaruh

(9)

9

Microorganisms pada Limbah Cair Industri Perikanan terhadap

Kualitas Pupuk Cair Organik.

Jurnal Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Hlm 7-11.

Frislidia. 2013. Perkebunan Sawit Riau

Terluas di Indonesia.

www.antaranews.com. Diakses tanggal 18 September 2014. Handayani S. 2012. Isolasi dan Seleksi

Aktinomisetes Ligninolitik dari Tanah Gambut Rimbo Panjang

Kabupaten Kampar, Riau.

[skripsi] Pekanbaru: FAkultas

Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Riau.

Hastuti PB. 2009. Pemanfaatan

Limbah Tandan Kosong Kelapa Sawit Sebagai Teh Kompos pada Tanaman Selada. Institut Pertanian Stiper. Yogyakarta. 16(1): 6-14.

Kasli. 2008. Pembuatan Pupuk Hayati Hasil Dekomposisi Beberapa

Limbah Organik dengan

Dekomposernya. Jerami

1(3):153-160.

Kavitha B, Jothimani P, Rajannan G. 2013. Empty Fruit Bunch- A Potential Organic Manure For

Agriculture. International

Journal of Science Environment and Technology 2(5): 930-937. Nursanti I, Dedik B, Napoleon A,

Yakup P. 2013. Pengolahan Limbah Cair Pabrik Kelapa Sawit Kolam Anaerob Sekunder

I menjadi Pupuk Organik

melalui Pemberian Zeolit. Di

dalam: Seminar Nasional Sains

& Teknologi V. Lembaga

Penelitian Universitas

Lampung. Hlm 616-626.

Pangestuti M. 2008. Kajian

Penambahan Isolat Bakteri

Indigenous Sampah Kota

terhadap Kualitas Kompos dari

Berbagai Imbangan Seresah

Kacang Tanah ( Arachis

hypogaea) dan Jerami Padi ( Oryza sativa.L) [skripsi]. Surakarta: Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Purnamayani R, Purnama H, Busyra.

2014. Kombinasi Kompos

Tandan Kosong Kelapa Sawit dan Pupuk Kandang sebagai

Substitusi Pupuk Kalium

terhadap Produksi Tanaman

Gambas (Lufa acutangula) di

Kabupaten Merangin. Di dalam Prosiding Seminar Nasional lahan Suboptimal; Palembang 26-27 September 2014. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Hlm 326-332.

Purnamayani R, Purnama H, Edi, Syafri. 2012. Aplikasi Kompos Tandan Kosong Kelapa Sawit

pada Tanaman Timun (Cucumis

sativa) di Kabupaten Merangin.

Jambi: Balai Pengkajian

Teknologi Pertanian.

Sari EP. 2012. Isolasi dan Seleksi Kapang Ligninolitik dari Tanah Gambut Diperkebunan Karet Desa Rimbo Panjang Kabupaten

kampar Riau [skripsi].

Pekanbaru: Fakultas

Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Riau.

(10)

10

Sianturi I. 2012. Seleksi Aktinomisetes

dan Kapang Ligninolitik

Pendegradasi Selulosa Asal

Tanah Gambut Rimbo Panjang

Kabupaten Kampar Riau

[skripsi]. Pekanbaru: Fakultas

Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam, Universitas Riau.

Soetopo RS dan Endang RCC. 2008. Efektifitas Proses Pengomposan Limbah Sludge IPAL Industri

Kertas dengan Jamur. Berita

Selulosa.43(2): 93-100.

Zumrotiningrum BA, Ari S, Wiryanto. 2004. Seleksi dan Identifikasi Isolat Cendawan Selulolitik dan Lignoselulolitik dari Limbah Penyulingan Daun Kayu Putih (Melaleuca leucadendron L.) dari KPH Gundih, Kabupaten

Grobogan. Biofarmasi 2(1):

Gambar

Tabel 1. Karakteristik sifat kimia sebelum pengomposan dan setelah pengomposan  Parameter   Sebelum  Pengomposan  Perlakuan  SNI  P 0 P 1 S 1 S 2 S 3   pH  9  8,05  7,90  8,04  8,05  7,88  6,8-7,49  C-Organik(%)  39,3  50  48,4  50,2  49,8  50,2  9,80-32
Tabel 2. Total populasi mikroorganisme pada akhir pengomposan

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari penelitian ini menunjukan aspek yang memiliki tingkat keberlanjutan sangat baik meliputi aspek teknik penangkapan ikan, ekonomi dan kelembagaan,

hanya budaya Hoabinh, Vietnam yang sama dengan budaya yang ada di Pulau Nias, sehingga diduga kalau asal usul Suku Nias berasal dari daratan Asia di sebuah daerah yang

Dari hasil pengukuran menggunakan Mann-Whitney didapatkan bahwa kualitas tidur pada kelompok senam dan kelompok kontrol tidak terdapat perbedaan bermakna sehingga

Indonesia sebagai negara yang dominan di Asia Tenggara harus mengatur strategi agar tidak terlalu dominan, karena kalau nggak maka panjat tebing hanya akan jadi cerita buat

Ada juga penelitian yang dilakukan oleh Yessi Gusleni mengenai “Penilaian Keterpaduan Jaringan Transportasi Antarkota di Bandung Metropolitan Area” dengan menggunakan metoda

Diskusi panel merupakan forum pertukaran pikiran yang dilakukan oleh sekelompok orang di hadapan sekelompk pendengar mengenai suatu masalah tertentu yang telah

Dea Rohmah, D0213030, Seandainya Itu Aku ( Sebuah Video Dokumenter tentang Orang dengan Gangguan Jiwa dan Komunikasi Terapeutik di Griya PMI Peduli Kota Surakarta),

Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan untuk turut berpartisipasi sebagai responden penelitian yang dilakukan oleh mahasiswa S-1 Keperawatan Universitas