• Tidak ada hasil yang ditemukan

7 Unsur Kebudayaan Suku Tolaki

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "7 Unsur Kebudayaan Suku Tolaki"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I BAB I

PENDAHULUAN PENDAHULUAN

1.1

1.1 Latar BelakangLatar Belakang

Sulawesi merupakan sebuah pulau dengan panjang garis pantai sekitar 3.500 Sulawesi merupakan sebuah pulau dengan panjang garis pantai sekitar 3.500 mil, terdiri atas empat semenanjung utama yang terpisahkan oleh teluk dalam, dengan mil, terdiri atas empat semenanjung utama yang terpisahkan oleh teluk dalam, dengan dua semenanjung mengarah ke selatan dan dua lainnya ke utara.

dua semenanjung mengarah ke selatan dan dua lainnya ke utara.

Secara geografis suku Tolaki mendiami wilayah daratan Sulawesi bagian Secara geografis suku Tolaki mendiami wilayah daratan Sulawesi bagian Tenggara, yang mendiami beberapa daerah kabupaten yaitu Kabupaten Konawe, Kota Tenggara, yang mendiami beberapa daerah kabupaten yaitu Kabupaten Konawe, Kota Kendari, Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara, dan Kolaka Timur. Kendari, Konawe Selatan, Konawe Utara, Kolaka, Kolaka Utara, dan Kolaka Timur. Beberapa daerah kabupaten tersebut berada di daerah daratan Sulawesi bagian Beberapa daerah kabupaten tersebut berada di daerah daratan Sulawesi bagian Tenggara.

Tenggara.

Setiap manusia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda itu di sebabkan Setiap manusia memiliki kebudayaan yang berbeda-beda itu di sebabkan mereka memiliki komunitas tersendiri di wilayahnya sehingga apabila kita amati mereka memiliki komunitas tersendiri di wilayahnya sehingga apabila kita amati manusia di belahan dunia manapun memiliki kebudayaannya masing-masing tak manusia di belahan dunia manapun memiliki kebudayaannya masing-masing tak terkecuali di indonesia yang memiliki banyak keberagaman budaya. Perbedaan terkecuali di indonesia yang memiliki banyak keberagaman budaya. Perbedaan kebudayaan ini sangatlah wajar karna perbedaan yang dimiliki seperti faktor kebudayaan ini sangatlah wajar karna perbedaan yang dimiliki seperti faktor Lingkungan, faktor alam, manusia itu sendiri dan berbagai faktor lainnya yang Lingkungan, faktor alam, manusia itu sendiri dan berbagai faktor lainnya yang menimbulkan Keberagaman budaya tersebut.

menimbulkan Keberagaman budaya tersebut.

Demikian pula dengan suku Tolaki di Sulawesi Tenggara, Kendari atau Demikian pula dengan suku Tolaki di Sulawesi Tenggara, Kendari atau tepatnya di Konawe. Mereka memiliki simbol adat yang yakni “

tepatnya di Konawe. Mereka memiliki simbol adat yang yakni “ Kalo Kalo.‘ Sedangkan.‘ Sedangkan

tradisinya disebut

tradisinya disebut  Kalo Kalosara.sara.  Kalo Kalo  sendiri terbuat dari rotan dan dibuat secara  sendiri terbuat dari rotan dan dibuat secara

melingkar.

melingkar. Kalo Kalo  merupakan simbol persatuan dan kesatuan. Biasanya, masyarakat  merupakan simbol persatuan dan kesatuan. Biasanya, masyarakat

Mekongga dan Tolaki jika terjadi suatu masalah sosial yang memerlukan Mekongga dan Tolaki jika terjadi suatu masalah sosial yang memerlukan  penyelesaian, maka mereka akan kembali pada

(2)
(3)

1.2 Rumusan Masalah 1.2 Rumusan Masalah

Apa saja unsur-unsur kebudayaan suku tolaki? Apa saja unsur-unsur kebudayaan suku tolaki?

1.3 Tujuan Masalah 1.3 Tujuan Masalah

Untuk mengetahui unsure-unsur kebudayaan suku tolaki. Untuk mengetahui unsure-unsur kebudayaan suku tolaki.

(4)

BAB II BAB II PEMBAHASAN PEMBAHASAN 2.1 2.1 BahasaBahasa

Bahasa Tolaki adalah salaha satu bahasa yang tergolong dalam keluarga bahasa Bahasa Tolaki adalah salaha satu bahasa yang tergolong dalam keluarga bahasa Bungku-laki (Kruijt 1921). Didalam keluarga bahasa itu termasuk pula bahasa mori. Bungku-laki (Kruijt 1921). Didalam keluarga bahasa itu termasuk pula bahasa mori. Bahasa tolaki bersama dengan bahasa Mapute, Landawe, Moronene, dan Bahasa Bahasa tolaki bersama dengan bahasa Mapute, Landawe, Moronene, dan Bahasa Laiwui, termasuk kelompok bahasa bungku (Esser 1927). Sedangkan bahasa tolaki Laiwui, termasuk kelompok bahasa bungku (Esser 1927). Sedangkan bahasa tolaki itu sendiri mempunyai paling sedikit dua dialek yaitu dialek bahasa konawe, dan itu sendiri mempunyai paling sedikit dua dialek yaitu dialek bahasa konawe, dan dialek bahasa mekongga. Bahasa mori terdiri atas bahasa-bahasa disekitar danau dialek bahasa mekongga. Bahasa mori terdiri atas bahasa-bahasa disekitar danau Matana.

Matana.

Penduduk yang berbahasa Tolaki sebagai cabang dari keluarga bahasa Bungku-Laki Penduduk yang berbahasa Tolaki sebagai cabang dari keluarga bahasa Bungku-Laki yang berpusat di wilayah sekitar Danau Matana bergeser kearah Selatan di hulu yang berpusat di wilayah sekitar Danau Matana bergeser kearah Selatan di hulu Sungai Lasolo dan Konawe’eha yang mula

Sungai Lasolo dan Konawe’eha yang mula-mula berlokasi di Andolaki, lokasi-mula berlokasi di Andolaki, lokasi  pemukiman pertama orang tolaki. Selanjutnya bahasa ini bergeser ke Timur sampai di  pemukiman pertama orang tolaki. Selanjutnya bahasa ini bergeser ke Timur sampai di  ppesisir Sungai

 ppesisir Sungai Lasolo dan Lasolo dan Sungai Sungai Lalindu dLalindu di Kecamatan i Kecamatan Asera; ke Asera; ke tenggara tenggara sampaisampai di

wilayah-di wilayah-wilayah Kecamatan Mowewe, Tirawuta,Lambuya, Una’aha, Wawotobi,wilayah Kecamatan Mowewe, Tirawuta,Lambuya, Una’aha, Wawotobi, Lasolo, Sambara, Mandonga, Kendari, Ranome’eto, P’unggaluku, Tinanggea, Lasolo, Sambara, Mandonga, Kendari, Ranome’eto, P’unggaluku, Tinanggea, Moramo, dan

Moramo, dan Wawoni’i; ke selatan sampai di wilayah Kecamatan Wundulako danWawoni’i; ke selatan sampai di wilayah Kecamatan Wundulako dan Kolaka; dan ke Barat sampai di wilayah Kecamatan Lasusua dan Pakue

Kolaka; dan ke Barat sampai di wilayah Kecamatan Lasusua dan Pakue

Penggunaan Bahasa Tolaki dan Penggolongannya: Penggunaan Bahasa Tolaki dan Penggolongannya:

Dalam bahasa Tolaki banyak bahasa yang lain, tampak bervariasi kedalam beberapa Dalam bahasa Tolaki banyak bahasa yang lain, tampak bervariasi kedalam beberapa gaya. Orang Toalaki sendiri membedakan adanya tiga jenis bahasa Toalaki, yaitu: gaya. Orang Toalaki sendiri membedakan adanya tiga jenis bahasa Toalaki, yaitu:

1.

(5)

Bahasa golongan bangsawan adalah bahasa yang dipakai dalam  berkomunikasi antara sesama golongan bangsawan. Jikalau seorang dari golongan menengah atau dari golongan budak berbicara yang ditujukan kepada seseorang golongan bangsawan maka ia juga menggunakan kata-kata dalam bahasa bangsawan. Contoh bahasa bangsawan misalnya perkataan: ipetaliando inggomiu mombe’ihi, artinya: wahai engkau yang dipertuan dipersilahkan mengisi. Maksudnya: silakan makan. Jika kata “silakan makan” ini diucapkan dalam bahasa golongan menegah yang dilakukan oleh seorang golongan menengah untuk sesamanya, maka akan demikian :leundo ponga, artinya: marilah makan. Bahasa bangsawan ini dalam wujudnya penuh dengan aturan sopan santun.

2. Tulura lolo (bahasa golongan menengah)

Bahasa golongan menengah adalah bahasa yang dipakai di kalangan umum masyarakat. Berbeda dengan bahasa golongan bangsawan yang penuh dengan  perasaan melebihkan, meninggikan, membesarkan, pada bahasa ini antara  pembicara dengan pendengar tak ada perbedaan derajat meskipun berbeda umur, dan status social dalam masyarakat. Contoh bahasa golongan menengah misalnya: leundo atopongga, artinya: mari kita makan: akuto mo’iso, artinya: saya sudah akan tidur.

3. Tulura ata (bahasa golongan budak)

Bahasa golongan budak adalah bahasa yang dipakai dalam kalangan budak. Bahasa ini disebut juga bahasa dalo langgai (bahasa orang bodoh-bodoh), maksudnya: bahasa yang kurang mengikuti aturan bahasa umum agar mudah dipahami oleh pendengarnya. Contoh bahasa dalam golongan budak ini misalnya: akuto mongga mearo a’kuto, artinya: saya sudah akan makan karena saya sudah lapar

(6)

2.2 Sistem Mata Pencaharian Orang Tolaki

Mata pencaharian pokok orang Tolaki adalah bercocok tanam di ladang, menanam  padi di sawah, berkebun tanaman jangka panjang, berternak kerbau dan lain-lain.

Sebagai mata pencaharian sampingan, ada di antara mereka yang sewaktu-waktu meramu misalnya menggali ubi hutan, berburu rusa, anuang, ayam hutan, dan  berbagai jenis burung, serta manangkap ikan di rawa-rawa dan sungai.

1. Bercocok tanam di ladang

Padi ditanam pada umumnya diladang. Pengolahan tanah untuk suatu ladang  penanaman padi dilakukan secara berpindah-pindah pada lokasi-lokasi yang

dipandang subur dan dapat menghasilkan produksi yang diharapkan.

Pengolahan suatu tanah ladang selain merupakan kegiatan utama dari anggota rumah tangga yang bersangkutan juga mendapat bantuan dari tetangga-tetangga yang terdekat secara gotong-royong.

Lokasi perladangan biasanya merupakan suatu kompleks yang terdiri dari sejumlah  bidang tanah ladang yang saling berbatasan satu sama lain. Hampir setiap fase  pengolahan tanah ladang sampai pada fase terakhir pemetikan hasil selalu dirangkaikan dengan suatu upacara keagamaan yang bertujuan untuk memuja sanggoleo mbae (roh padi, dewi padi) dan untuk menolak bala dari makhluk halus.

2. Menanam padi di sawah

Selain menanam padi di ladang, ada pula beberapa orang tolaki yang menanam padi di sawah. Sawah hanya terdapat di Lambuya, di Rate-rate, di Tinondo, dan di Mowewe. Namun kini setelah pemerintah membangun irigasi di beberapa tempat,antara lain di Pu'unggalaku, di Ameroro, dan di Wundulako, orang Tolaki

(7)

mulai lebih intensif belajar mengolah sawah dan sementara itu pemerintah setempat telah melarang penduduk berladang liar yang bulum sepenuhnya ditaati.

Menanam padi di sawah bagi orang Tolaki belumlah merupakan pekerjaan yang menarik dibandingkan dengan adat mereka untuk bercocok tanam di ladang. Mereka tidak begitu tahan berdiri di tengah sawah untuk mencangkul dan membuat  pematang.

Lokasi persawahan biasanya selain menjadi satu pada suatu wilayah dataran yang luas, juga ada diantaranya yang terpencar secara terpisah, tergantung pada adanya lokasi yang memungkinkan untuk digarap sebagai tanah persawahan. Karena lokasi ini tidak jauh dari lokasi perkampungan, maka tidak semua dari mereka mendirikan rumah di kompleks tanah persawahan, karena mereka masih dapat pulang-pergi dari rumah ke sawah.

Tidak seperti pada proses kegiatan perladangan yang hampir seluruhnya dilakukan dengan upacara-upacara, maka dalam kegiatan di sawah tidak ada sesuatu upacara yang harus dilakukan, karena bagi mereka, bersawah bukan cara bertani yang turun-temurun, tetapi merupakan hal baru. Tidak ada pantangan-pantangan dan keharusan-keharusan di dalamnya untuk ditaati.

3. Berkebun tanaman jangka panjang

Sebagai makanan tambahan selain beras, orang Tolaki juga menanam sagu. Sagu ditanam pada tanah-tanah berlumpur di pinggir-pinggir sungai dan rawa.

Lain halnya dengan sistem pengolahan padi di ladang yang penuh dengan upacara dan ritus, maka dalam sistem pengolahan sagu tidak diperlukan upacara kecuali  pengucapan mantera-mantera pada saat untuk sumandu, karena sagu bukan

(8)

Tanaman jangka panjang lainnya seperti kelapa, mangga, durian, langsat, kopi, kapok, pinang, dan lain-lain ditanam pada kintal-kintal dan pada halaman-halaman rumah di kampung.

Pemeliharaan tanaman semacam ini tidak dilakukan secara terus menerus tetapi hanya bila ada kesempatan sisa waktu bekerja di ladang, sehingga kurang produktif dalam arti ekonomi.

4. Berburu dan beternak

Untuk bahan protein, orang Tolaki memelihara ternak kerbau, kambing, dan ayam selain itu, mereka juga menangkap ikan di rawa-rawa dan di sungai, berburu rusa dan anuang, serta menangkap unggas seperti ayam hutan dan berjenis-jenis burung yang dapat dimakan.

Selain untuk dimakan dagingnya, kerbau mempunyai peranan khusus dalam masyarakat Tolaki sebagai lambang kekayaan dan kesejahteraan pemiliknya. Berbeda dengan kambing, daging kambing semata-mata hanya untuk hidangan pada hari lebaran dan pada upacara-upacara ritual. Sedangkan ayam, daging dan telurnya selain untuk bahan konsumsi rumah tangga, ada juga yang dijual sewaktu-waktu sekedar untuk membeli garam dan sabun. Orang Tolaki juga memelihara ayam jantan untuk sabungan.

Bukti adanya kegotongroyongan dalam rangkaian berburu dan beternak ini hanya tampak pada saat berburu rusa dengan anjing, berburu rusa dengan kuda, dan dalam membuat pagar perangkap untuk menangkap kerbau liar. Berburu semata-mata hanyalah aktivitas pria. Selain itu anak laki-laki menggembalakan kerbau. Wanita  bertugas menangkap ikan dan mengambil kerang-kerangan di rawa dan di sungai juga memelihara kambing dan ayam yang dibantu oleh anak-anaknya. Ada semacam  pembagian ayam untuk anak-anak dalam suatu rumah tangga untuk dipelihara dan

(9)

5. Meramu

Pada musim-musim kekurangan makanan, orang Tolaki mengolah sejenis ubi hutan yang disebut uwikoro (gadung). Ubi gadung ini tidak ditanam tetapi tumbuh sendiri di hutan.

Pekerjaan mengolah ubi gadung ini pada dasarnya adalah pekerjaan wanita, namun kadang-kadang apabila diperlukan, pria ikut juga membantu. Pekerjaan ini hanya aktivitas anggota keluarga inti dan tidak memerlukan bantuan dari pihak kerabat lainnya.

2.3 Sistem Teknologi Tradisional Orang Tolaki

Jenis alat-alat

1. Alat-alat produktif

Alat-alat produktif tradisional orang Tolaki meliputi : a. Alat bertani ladang :

- o pade (parang) - o pali (kampak)

- rambaha (batu asahan) - potasu (tugal)

- saira (sabit) - o sowi (tuai)

- pehae (pengikat padi) - o nohu (lesung)

(10)

- o alu (alu)

- o duku (tampi beras)

 b. Alat menokok sagu :

- o suli dan tarasulu (untuk memecah bulir sagu) - landaka (keranjang besar untuk memeras air sagu) - o ani (tempat pengendapan sagu)

c. Alat berburu dan menangkap hewan liar : - karada (tombak)

- o sungga (bambu runcing)

- o taho, ohotai, ohopi (untuk menangkap ayam hutan atau burung) - tu'oi (ranjau)

- katilombu (lubang perangkap) - wotika (alat tusuk)

- parado (tali penangkap kerbau liar) - o boso (pagar perangkap)

d. Alat beternak :

- walaka (tiang tambatan kerbau) - o lo (tali)

- selekeri dan kalelawu (cincin hidung kerbau)

e. Alat menangkap ikan. : - o kabi (kail)

- o pimbi (bubu)

- sa'ulawi (anyaman bambu) - soramba (tombak berkait) - o pape (panah) lupai (tubah)

(11)

2. Senjata

Senjata tradisional orang Tolaki yang paling utama adalah ta'awu (parang panjang), kinia (perisai), karada (tombak), kasai (tombak berkait). Alat-alat senjata ini khusus dipakai oleh kaum pria. Senjata untuk kaum wanita adalah o piso (pisau). Keris juga dipakai untuk senjata, tetapi keris bukan hasil memandai orang Tolaki, mereka membelinya dari orang Bugis atau orang Jawa.

3. Wadah

Banyak macam wadah buatan orang Tolaki, seperti misalnya kombilo (tempat menyimpan barang-barang anyaman), o lepa (bakul menyimpan bahan-bahan makanan), pangisa (tempat menyimpan barang-barang perhiasan), o bungge (tempan menyimpan barang pakaian wanita) burua (peti tempat menyimpan barang- barang pakaian pria) o baki (baki) o basu (basung) o kuro (periuk) kawali (kuali).

Orang Tolaki juga memakai kuningan yang mereka beli dari orang Buton.

4. Alat-alat membuat dan menyalakan api

Orang Tolaki tradisional membuat api dengan menggunakan dua jenis alat yaitu o tinggu (alat membuat api dari batu dan waru) dan o eri (alat membuat api dari  bambu). Mereka juga mengenal tiga alat untuk menyalakan api, yakni peahi (alat

meniup api yang berasal dari pelepah sagu) tulali (alat meniup api yang berasal dari  bambu) dan sosoa (alat meniup api yang berasal dari potongan kayu bulat yang

(12)

5. Alat-alat makan dan minum

Sebelumnya, orang Tolaki memakai alat-alat makan dan minum dari bahan porselin yang mereka beli di toko, mereka memakai alat makan dan minum yang disebut siwole (anyaman untuk nasi) o aha (tempat lauk-pauk) o dula (tempat makanan dari sagu) o boku (tempat kuah) o bila (tempat minum) o songgi (alat makanan sagu). Alat-alat makan dan minum yang telah mereka miliki sebagai harta pusaka buatan Cina, Jepang, dan Eropa adalah o pingga (piring porselin) o tonde (gelas porselin) o  benggi, lambaga, wuapangi, takara, koloi (masing-masing adalah jenis-jenis tempayan, tempat menyimpan minuman keras). Selain itu mereka juga memiliki  barang-barang kuningan yang dibeli dari Buton, yaitu o randa (alas piring) palako (tempat hidangan sirih) usaka (lesung kecil tempat menumbuh sirih) kolunggu (tempat kapur sirih)

6. Alat-alat pakaian dan perhiasan

Orang Tolaki pernah memakai pakaian tradisional dari bahan fuya, yang mereka sebut kinawo yaitu bahan pakaian yang diproses dari kulit kayu yang dinamakan usangi dan wehuko. Tenunan tradisional orang Tolaki yang biasa disebut sawu ulu (sarung kepala, sarung utama, sarung pokok). Alat-alat kelengkapan tubuh lainnya adalah o songgo (songko) usu-usu (penutup kepala) o babu (baju) o tembi (cawat) saluaro (celana) pebo (ikat pinggang). Saat orang Tolaki keluar rumah untuk  berkunjung ke rumah tetangga, ia membawa o kadu (kantun g untuk bahan-bahan sirih

dan pinang serta kapur sirih untuk orang tua), o be'u (tempat sirih dan pinang khusus untuk wanita dan orang tua), hudaka (tempat rokok khusus untuk orang muda) dan taitasi (tas).

Perhiasan banyak jenisnya, seperti kalunggalu (ikat kepala pada wanita), andi-andi (anting-anting), eno-eno (kalung), sambiala (kalung pada badan), bolosu (gelang pada lengan dan pada pergelangan tangan), kale-kale (gelang pada tangan), o langge

(13)

(gelang pada kaki), kalepasi (gelang tangan dari akar bahar). Beberapa perhiasan rumah, yaitu o tenda (perhiasan pada langit-langit), tabere (perhiasan pada sepanjang dinding kamar dan ruangan tamu khususnya pada saat pesta). Juga beberapa anyaman seperti ambahi mbo'iso'a (tikar tidur), ambahi mbererehu'a (tikar tempat duduk), dan ambahimbombuai'a (tikar untuk menjemur), serta siwole uwa (anyaman khusus untuk meletakkan kalo, yang dipandang sebagai salah satu atribut kalo saat upacara).

7. Alat-alat perlindungan

Beberapa alat perlindungan orang Tolaki adalah pineworu (tempat berlindung sementara), laika wuta (pondok berlantai tanah ditengah ladang), o boru (tudung),  payu (tempat berlindung yang dipindah-pindahkan), patande (dangau), o ala (lumbung), dan laika (rumah tempat tinggal). Dan khusus untuk rumah/istana raja disebut komali.

8. Alat-alat transport

Alat transport tradisional di darat adalah kapinda (alat alas kaki), o tigo (aat berjalan di lumpur), o soda (alat pikulan di bahu), kalabandi (alat pikulan di kepala), kalata (alat usungan orang sakit), lembara (alat usungan mayat), o sama (alat pikulan pada kerbau), o teke (alat pikulan pada kuda). Sedangkan alat transport di sungai dan di rawa adalah o nia (rakit), o bangga (perahu sampan), dan londoi (batangan yang mengapung).

(14)

Bahan dasar pembuatan dari tiap alat-peralatan

Pada dasarnya bahan-bahan yang dipakai alat-peralatan dari suatu suku bangsa pasti sesuai dengan bahan-bahan potensi alam dan lingkungan sekitarnya dimana ia hidup. Sesuai dengan potensi alam dan lingkungan sekitarnya, maka alat-peralatan orang Tolaki terbuat dari salah satu atau penggabungan dari bahan-bahan mentah, yaitu : 1. Tanah, khususnya tanah liat adalah bahan mentah untuk pembuatan periuk, kuali, dan cerek.

2. Batu adalah bahan mentah untuk alat menyalakan api dan untuk mengasah. 3. Aneka ragam tumbuhan, seperti kayu bulat untuk tugal, lesung, alu, pembela  batang sagu, pagar perangkap, tiang tambatan kerbau, tempat menampung tepung sagu, peniup api dalam menempah besi, ramuan alat perlindungan, dan untuk rakit dan perahu sampan. Kulit kayu untuk fuya, tali. Akar untuk pengikat. Bambu untuk alat-alat berburu, menangkap ikan, menyalakan api, ramuan alat perlindungan, dan untuk mengambil air. Daun pandan dan lain-lain semacamnya unruk wadah dan tikar. Anggrek untuk tikar dan macam-macam anyaman. Rotan untuk keranjang dan sebagai bahan pengikat dari semua jenis alat peralatan yang memerlukan ikatan. Bahan-bahan mentah dari pohon enau, seperti waruya untuk menyalakan api, tangkainya untuk nyiru dan anyaman wadah untuk atribut kalo, airnya untuk gula merah, tuak dan arak dan sabutnya untuk tali dan sikat kaki. 4. Aneka ragam tanaman, seperti sagu yang kulitnya, tangkainya dan daunnya untuk ramuan rumah dan pelepahnya untuk wadah. Kelapa yang sabutnya untuk tali dan sikat kaki, tempurungnya untuk piring makan.

5. Kulit dan tanduk hewan, misalnya kulit kerbau dan kambing untuk penutup gedung, selain itu kulit kerbau juga dipakai untuk tali penangkap kerbau liar. Tanduk kerbau dipakai sebagai gantungan dan perhiasan ruangan, demikian halnya dengan tanduk rusa dan tandung anuang, keculai itu tanduk kerbau dipakai juga untuk hiasan

(15)

 bumbungan rumah, dan tanduk rusa juga dipakai untuk alat pengait tali penangkap kerbau liar.

6. Besi, emas dan kuningan adalah bahan-bahan mentah untuk alat-alat produktif, senjata dan perhiasan. Misalnya besi untuk parang, kampak, pisau, kelewang,  penggali lubang, dan mata panah. Emas untuk anting-anting, kalung, gelang, cincin.

Serta kuningan lainnya untuk gelang badan, gelang kaki.

2.4 Sistem Sosial Orang Tolaki

Secara historis, lembaga adat kalosara merupakan landasan dasar dari keseluruhan sistem sosial budaya orang Tolaki termasuk kepemimpinan, kaidah-kaidah hidup  bermasyarakat, sistem norma-norma, sistem hukum dan aturan-aturan lainnya. Di dalam kehidupan sosial budaya orang Tolaki sehari-hari secara umum baik merupakan rakyat biasa, sebagai seorang tokoh formal maupun nonformal, nilai-nilai kepemimpinan yang terkandung dalam lembaga adatkalosara berintikan persatuan dan kesatuan, keserasian dan keharmonisan, keamanan dan kedamaian, dan sebagainya. Lembaga kalosara juga menjadi landasan kultural bagi setiap individu orang Tolaki di dalam menciptakan suasana kehidupan bersama yang aman damai serta di dalam menegakkan aturan baik berupa hukum adat maupun hukum Negara. Karena itu bagi orang Tolaki menghargai, mengkeramatkan dan mensucikan kalo berarti mentaati ajaran-ajaran nenek moyang mereka. Apabila mereka berbuat sebaliknya, diyakini akan mendatangkan bala atau durhaka.

Di mata orang Tolaki tradisional, o kambo dianggap sebagai tanah tumpah darah dengan sistem sosial yang relatif homogen serta dengan tingkat solidaritas sosial yang tinggi. Seluruh warga yang berada diwilayah ini berada dalam ikatan genealogis

(16)

yang dekat, yakni seluruhnya merupakan anggota rumpun keluarga besar tertentu. Warga yang masih sedang berada (berdiam) di wilayaho kambo disebut

istilah ‘menggambo’ , dan penguhuni aslinya disebut dengan istilah “mbu kambo”.

Warga yang bertandang dan bermukim di kampung lain disebut dengan istilah ‘lako mesuere nggambo’ , atau yang sedang merantau ke daerah lain disebut dengan istilah

‘ lako mesuere wonua’ . Warga dari luar yang datang bertandang atau bermukim di

wilayah o kambo, sering disebut dengan istilah ‘toono ari suere nggambo’  (pendatang

dari kampung lain/untuk sesama warga Tolaki) atau toono leu (pendatang dari daerah lain, baik untuk sesama warga Tolaki maupun untuk warga migran).

1. Sistem kekerabatan

Dalam masyarakat orang Tolaki, seperti pada semua masyarakat, sistem hubungan kekerabatan terjadi karena keturunan dan perkawinan. Hubungan kerabat karena keturunan disebut meohai yang berarti hubungan saudara, anamotuo yang berarti hubungan orang tua. Sedangkan hubungan karena perkawinan disebut pinetono yang  berarti hubungan suami-istri, hubungan keluarga istri dan hubungan keluarga suami.

Hubungan saudara tampak sebagai apa yang disebut mekotukombo atau hubungan saudara kandung, yang terdiri atas tiga macam, yaitu :

- meohai aso ama aso ina yaitu hubungan saudara kandung seayah dan seibu. - meohai aso ama suere ina yaitu hubungan saudara kandung seayah lain ibu. - meohai aso ina suere ama yaitu hubungan saudara kandung seibu lain ayah.

Selain hubungan saudara sebagai saudara kandung, ada juga hubungan saudara yang disebut meopoteha yaitu hubungan saudara sepupu. Hubungan saudara sepupu ini  juga terdiri atas tiga macam, yaitu :

(17)

- meopoteha monggo ruo yaitu hubungan sepupu derajat dua. - meopoteha monggo tolu yaitu hubungan sepupu derajat tiga.

Hubungan dengan orang tua tampak dalam unsur-unsur yang disebut mbeo'ana atau hubungan orang tua dengan anak dan mbeopue atau hubungan kakek atau nenek dengan cucu. Hubungan antara orang tua dengan anak terdiri dari unsur-unsur sebagai mbeo'ana kotukombo (hubungan orang tua dengan anak kandung) dan mbeolaki'ana (hubungan paman atau bibi dengan kemenakan). Hubungan paman atau bibi dengan kemenakan terdiri pula atas unsur mbeolaki'ana nggotukombo (hubungan paman atau  bibi dengan kemenakan kandung) dan unsur mbeolaki'ana mboteha (hubungan paman

atau bibi dengan kemenakan sepupu). Masing-masing paman sepupu, bibi sepupu, dan kemenakan terdiri pula atas tiga unsur, yakni sebagai sepupu derajat satu, sebagai sepupu derajat dua, dan sebagai sepupu derajat tiga.

Selanjutnya hubungan antara kakek atau nenek dengan cucu terdiri dari tiga tingkat,  baik ke atas maupun ke bawah, yakni :

-meopue-mbue atau hubungan kakek nenek dengan cucu. -meopuetuko-mbuetuko atau hubungan piut dengan cici. -meopusele-mbusele atau hubungan buyut dengan cece.

Menurut orang Tolaki, kakek atau nenek itu ada tujuh lapis. Lapisan ketujuh yang disebut puembitulapi (kakek atau nenek lapisan ketujuh) tidak dikenal lagi dan dipertanyakan oleh cucunya lapisan terbawah, oleh karena itu ada istilah  puembinesuko'ako yang berarti kakek atau nenek yang dipertanyakan.

2. Keluarga inti dan kelompok kekerabatan

Keluarga inti dan rumah tangga. Sebagai akibat dari perkawinan terjadi di keluarga inti, yang dalam bahasa Tolaki disebut o rapu yang berarti rumpun pohon, maksudnya

(18)

adalah "rumpun keluarga" yang terdiri atas meowali mbeo'ana (ayah, ibu, dan sejumlah anak), termasuk di dalamnya ayah tiri, ibu tiri, dan anak tiri. Adanya kategori tiri ini adalah akibat poligini, yaitu seorang yang beristri lebih dari satu dan atas akibat dari seorang janda yang kawin lagi. Adapun anak angkat yang disebut ana nio'ana atau anak yang dipelihara sebagai anak kandung, dalam segi-segi sosial tertentu dibedakan dari anak kandung sendiri.

Suatu rumah tangga orang Tolaki tidak hanya terdiri dari ayah dan ibu serta sejumlah anak saja, tetapi juga terdiri dari ipar-ipar yang belum kawin, atau mertua janda, mertua duda, paman duda, atau janda, atau dengan kemenakan yang yatim piatu. Ada yang diantaranya tinggal untuk sementara dan ada juga yang tinggal menetap. Oleh karena itu tidak mengherankan jikalau rumah orang Tolaki itu biasanya rumah besar. Seorang suami yang beristri lebih dari satu adalah kepala rumah tangga dari setiap istrinya sebab jarang ada istri yang mau tinggal bersama dengan istri muda di satu rumah.

3. Kelompok kekerabatan

Kelompok kekerabatan yang lebih besar dari keluarga inti adalah keluarga luas, keluarga kindred, dan keluarga ambilineal. Keluarga luas orang Tolaki disebut mbeohai kotukombo mbeowali mbeo'ana yakni kesatuan keluarga-keluarga saudara sekandung dan suami atau istri serta anak-anaknya. Kesatuan keluarga-keluarga ini merupakan satu kesatuan ekonomi rumah tangga. Pada orang Tolaki, keluarga kindred disebut:

1. Mbeopoteha mbeowali mbeo'ana yakni kelompok kerabat dari semua saudara sepupu derajat satu sampai sepupu derajat tiga bersama istri-istri dan suami-suami mereka dan anak-anak mereka.

(19)

saudara-saudara sekandung istri dengan suami dan istri mereka dan anak-anak mereka. 3. Mbeopoteha mbeo'ela mbeohine mbeombea mbeo'asa asa mbeowali mbeoana yakni kelompok kerabat dari semua saudara sekandung istri dan saudara-saudara sepupu istri (dari pihak ayah maupun ibu istri) derajat satu sampai derajat tiga ditambah dengan semua suami dan istri mereka serta anak-anak mereka. Selanjutnya kelompok kerabat ambilineal pada orang Tolaki disebut mbe'aso mbue, yakni kelompok kerabat asal dari satu nenek moyang.

Adapun wujud dari kelompok kekerabaran kindred pada orang Tolaki tersebut adalah warga yang masih saling kenal mengenal karena masih terdiri dari saudara-saudara sepupu sampai derajat tiga, biarpun masing-masing tinggal terpencar pada bagian- bagian wilayah dari beberapa desa, tetapi mereka juga berkumpul pada saat-saat tertentu untuk melakukan sesuatu yang berhubungan dengan fungsi-fungsi sosial dari kelompok kerabat. Karena prinsip keturunan yang berlaku bagi mereka adalah  bilateral, maka dalam menetapkan seorang ego sebagai pemimpin dalam melakukan fungsi-fungsi sosial dimaksud, mereka biasanya memilih seorang tokoh yang cukup dikenal oleh para anggota kerabat kindred karena wibawanya, apakah melalui garis keturunan pria ataukah melalui garis keturunan wanita.

Sedangkan kelompok kerabat ambilineal pada orang Tolaki adalah kelompok kerabat yang warganya amat banyak sehingga tidak saling kenal-mengenal, karena anggotanya terdiri dari saudara-saudara di luar sepupu, juga karena tinggal sendiri-sendiri terpencar di banyak desa yang sangat berjauhan letaknya. Karena prinsip keturunan mereka adalah ambilineal, seperti bilateral tetapi mengacu ke suatu nenek moyang tertentu, maka dalam memperhitungkan hubungan kekerabatan mereka mengambil seseorang nenek moyang yang cukup dikenal karena peranannya selama hidupnya untuk panfkal perhitungan dari garis pria dan garis wanita kedua-duanya.

(20)

2.5 Sistem Religi Suku Tolaki

Sebelum orang Tolaki menganut agama Islam dan ada di antaranya yang menganut agama Protestan, mereka telah mengenal Tuhan, yang mereka sebut o ombu (Yang disebah, dipuja). Dia-lah yang menciptakan jagat raya dan segala isinya. Ia berada di langit paling atas sesudah lapisan langit ketujuh. Ia kadang diidentikkan dengan langit. Orang tua-tua dari kalangan mereka sering mengucapkan doa dengan berkata “po'ehemo sangia urano lahuene”

yang berarti semoga kehendaknya Tuhan, tetesannya langit tercurah kepada kita sekalian.

Manusia tidak dapat berhubungan langsung dengannya tetapi dengan perantaraan sangia (dewa) dan dengen mbera hanu halusu (segala makhluk halus). Kini, orang Tolaki setelah menganut agama Islam atau Protestan menyebut Tuhan melalui istilah Ombu Ala Ta'ala (Tuhan Allah) atau Ombu Samena (Tuhan yang sesungguhnya).

Orang Tolaki mengenal banyak dewa. Setiap dewa diberikan nama menurut nama status dan fungsinya atau menurut nama tempat persemayamnya disalah satu bagian alam. Dewa tertinggi disebut sangia Mbu’u (kepala dewa). Dewa inilah yang  bertindak sebagai penyambung lidah, titah Tuhan. Ia juga disebut Sangia Lahuene

(dewa langit) karena ia bersemayam di langit. Dewa-dewa lainnya ialah:

a. Sangiano o wuta (dewa bumi) atau guruno o wuta (gurunya tanah) yang mengatur dan memelihara kehidupan diatas bumi.

 b. Sangia ipuri wuta (dewa di pusat bumi) yang mengatur dan memelihara kehidupan didalam bumi.

c. Sangia I puri tahi (dewa di dasar laut) yang mengatur dan memelihara laut dan segala sumber air.

(21)

e. Sangia ilosoano oleo (dewa d Timur) yang mengatur dan memelihara wilayah  jagat di bagian timur termasuk menetapkan terbitnya matahari pada setiap hari

menjelang malam.

f. Sangia I tepuliano oleo (dewa di Barat) yang mengatur dan memelihara wilayah jagat di bagian Barat termasuk menetapkan terbenamnya matahari  pada setiap hari menjelang malam.

g. Sangia I ulu iwoi (dewa di hulu sungai atau dewa di Selatan) yang menguasai wilayah jagat di sebelah Utara termasuk mengatur mengalirnya sumber air sampai ke laut.

h. Sangia I para I woi (dewa di muara sungai atau dewa di Selatan) yang menguasai wilayah jagat di bagian Selatan termasuk menerima dan mengatur air masuk dilaut.

i. Dewi padi yang dinamakan Sanggoleo mbae (ruh padi), wurake mbae (nyawa  padi) wulia mbae (halusnya padi), warakano ombuno o pae (inti persona

dewanya padi

Jumlah dewa yang dikenal orang Tolaki adalah sembilan. Kesepuluhnya adalah Tuhan.

Orang Tolaki meyakini bahwa segala sesuatu, baik makhluk hidup maupun benda- benda memiliki roh. Roh ini memungkinkan kehidupan setiap makhluk dan memantapkan kedudukan setiap benda. Mereka mempunyai kekuatan yang melampaui kekuatan alam nyata. Menurut orang Tolaki, roh itu ada yang baik dan ada yang jelek atau jahat sifatnya. Roh yang baik itu adalah o wali (jin), sanggoleo (semangat), dan o nitu mate (roh orang mati). Sedangkan roh yang jahat adalah o nitu i ahoma (setan), pondiana (kuntilanak), o so (burung jahat penjelmaan orang), dan o  po (roh orang jahat yang suka melancong di malam hari yang suka mengganggu manusia yang sedang tidur). Kata orang Tolaki “segala jenis penyakit yang diderita

(22)

orang adalah disebabkan oleh roh jahat”. Jadi bukan disebabkan oleh sejenis kuman menurut seorang dokter.

Mereka juga mempercayai bahwa roh orang yang meninggal itu setelah lama tinggal di surga kembali pindah ke tubuh bayi yang baru lahir. Gejala kelahiran kembali itu atau reinkarnasi disebut mesarungga (roh yang menumpang ke tubuh lain), sumoso (roh yang melekat pada tubuh lain), toro mbendua (roh yang hidup kembali melalui tubuh orang lain).

Upacara-upacara keagamaan

Beberapa macam upacara keagamaan orang Tolaki bersifat "ritus" yaitu yang bersifat  perpisahan menjadi satu dengan yang bersifat peralihan dan yang "upacara" yakni

yang bersifat integrasi dan pengukuhan.

Upacara yang bersifat perpisahan menjadi satu dengan yang bersifat peralihan adalah: 1. Mesosambakai (upacara kelahiran)

2. Mepokui ( potong rambut)

3. Manggilo,mesuna, mewaka ( upacara sunatan) 4. Mateaha (upacara kematian)

5. Upacara pertanian, yaitu:

- Merondu (upacara pembukaan hutan perladangan) - Mombotudu (upacara penanaman padi diladang) - Monahu nda’u (upacara tahun perladangan) 6. Upacara tolak bala dan syukuran, yaitu:

- Mosusu tombi-tombi monduha bangga-bangga (upacara pencegahan wabah penyakit)

- Mosehe (upacara pensucian diri karena melanggar adat) Upacara yang bersifat integrasi dan pengukuhan adalah :

(23)

- Upacara mepakawi (upacara perkawinan)

- Pombotoroa mokole (upacara pelantikan raja di zaman dahulu) - Mombesara (upacara penyambutan raja dan pejabat pemerintah) - Mekindoroa (upacara perdamaian)

Selain menggunakan hewan kurban, orang Tolaki juga memakai sejumlah jenis alat-alat upacara asal dari benda-benda alamiah, tumbuh-tumbuhan, tanaman, dan asal dari alat perlengkapan hidup.

2.6 Sistem Kesenian Orang Tolaki

Pada orang Tolaki, seni sebagai ekspresi keagamaan tampak pada beberapa macam seni, seperti bahasa puisi pada lagu mitologi yang disebut lagu tebaununggu, dan lagu isara (masing-masing nama pahlawan yang melambangkan dewa bumi dan dewa langit). Tarian pemujaan yang disebut tarian lariangi (tarian pemujaan seorang raja yang diperlakukan sebagai dewa di bumi), dan tarian lulo sangia biasanya tarian ini adalah bentuk doa kepada roh nenek moyang atau kepada dewa agar penyakit yang diderita seorang raja sembuh adanya, dan tarian umoara yaitu tarian perang yang mengekspresikan kekuatan sakti, dan kekuatan sosial pada diri seseorang pahlawan yang siap untuk terjun ke medan perang. Selain itu tampak juga pada upacara-upacara sunatan, upacara potong rambut, dan pada upacara kematian.

(24)

Bentuk-bentuk kesenian orang Tolaki

1. Seni desain

Seni desain tradisional banyak tampak pada alat-alat perlengkapan hidup, seperti : -Pinesowi (desain segitiga)

Desain segitiga tampak pada bumbungan rumah bagian depan dan bagian belakang,  pada leher dan lengan baju, pada pinggir anyamantikar.

-Pineta'ulumbaku (desain daun pakis)

Desain daun pakis tampak pada anyaman wadah kalo. - Pineta'ulundono (desain kepala orang)

Desain kepala orang tampak pada kain tabir dan pada perisai. -Sinolana (desain garis vertikal-horizontal atau vertikal-horizontal-silang) Desain garis vertikal-horizontal atau vertikal-horizontal-silang tampak pada dinding anyaman bambu dan langit-langit yang dianyam, pada anyaman tikar, pada anyaman  bakul.

- Silapa omba (desain segi empat)

Desain segi empat tampak pada kain sarung bantal, kain sarung kasur tidur, dan pada langit-langit kelambu.

-Tinaboriri (desain lingkaran)

Desain lingkaran tampak pada tudung pemele sinar matahari, pada tubung saji, dan  pada songko.

- Pinehu (desain sudut)

Desain sudut ruang tampak pada wadah anyaman, wadah yang berbentuk segi enam atau delapan.

(25)

Desain ikat tampak pada ikatan rumah, pada ikatan hulu dari alat-alat produksi dan senjata.

2. Seni rias tradisional

Seni rias tradisional yaitu : a. Rias pada tubuh seperti :

-O timu (gulungan rambut di kepala)

- Sadaki (bedak dari beras untuk rias pada paras perempuan dan tatuage pada dada dan lengan khusus laki-laki)

- O tila (penghitam alis khusus perempuan)

- Kamea-mea (pemerah bibir khusus perempuan) - Tirangga (pemerah bibir khusus perempuan)  b. Rias pada pakaian, seperti:

- Kalunggalu (kalung pada kepala) -Andi-andi (anting-anting pada telinga) - Eno-eno (kalung emas)

- Sambiala (selempang pada dada khusus kanak-kanak) - Bolosu (gelang pada lengan)

- Kale-kale (gelang pada pergelangan tangan) - O langge (gelang pada kaki)

- Pati-pati (perhiasan pada baju)

3. Seni vokal

Seni vokal orang Tolaki dapat dikenal melalui lagu-lagu rakyat antara lain : - Huhu yaitu lagu untuk menidurkan anak.

(26)

 pemimpin atau mengandung nasihat atau petuah.

- Taenango yaitu lagu yang melukiskan kisah kepahlawanan. -Sua-sua yaitu lagu yang melukiskan rasa ingin berkenalan. - Kabia yaitu lagu-lagu percintaan.

Dua lagu kepahlawanan yang terkenal hingga kini masih hidup adalah Tebaununggu yaitu yang mengisahkan peristiwa penyebaran agama Islam dari Aceh ke Indonesia  bagian Timur, dan Isara yang mengisahkan perang total di darat, di laut, di udara

dalam usaha memberantas segala kejahatan yang pernah melanda orang Tolaki.

4. Seni instrumental

Seni instrumental dapat dikenal melalui alat-alat musik orang tolaki, antara lain : a. Alat musik yang dipukul :

- Dimbawuta yaitu alat musik yang konstruksinya terdiri dari tanah yang dilobangi dan ditutupi dengan pelepah sagu dan sehelai rotan yang dipukul dan mengeluarkan  bunyi.

- Kanda-kanda oa atau kandengu-ndengu yaitu alat musik dari bambu atau kayu ringan yang dibelah

 b. Alat musik yang ditabuh, seperti: - Karandu (gong).

- Tamburu (tambur).

- O dimba (sejenis tambur).

c. Alat musik yang dipetik, seperti:

- Dimba-dimba nggowuna (alat musik dari bambu). - Gambusu (gambus).

d. Alat musik yang ditiup, seperti : - Wuwuho (alat musik bambu). - O suli (suling dari bambu).

(27)

5. Seni sastra tradisional

Suatu ciri dari seni sastra puisi yang membedakannya dengan seni sastra porosa adalah jumlah baris dari setiap baitnya, jumlah suku katanya pada tiap baris, dan  persamaan bunyi yang ada baris-barisnya baik di akhir, doawal maupun ditengah

kalimat.

Seni sastra dalam bentuk porosa adalah : - O nango (dongeng)

- Tula-tula (kisah) - Kukua (sisilah)

- Pe'oliwi (pesan-pesan leluhur)

Seni sastra dalam bentuk puisi, adalah : - Taenango (syair yang dilagukan) - Kinoho atau lolama (pantun) - O doa (mantera)

- Singguru (teka-teki)

- Bitara ndolea (perumpamaan)

6. Seni tari tradisional

Pada dasarnya jenis tari orang Tolaki hanya ada dua, yaitu O lulo (tari pergaulan, tari  penyambutan, dan tari penyembahan) dan umo'ara (tari perang). O lulo dapat dibedakan atas tari yang disebut lulo molulo (tari pergaulan), lulo lariangi (tari  penyambutan raja), dan lulo sangia (tari pemujaan)

(28)

2.2 Sistem Pengetahuan Suku Tolaki

1. Klasifikasi dua pada manusia

Mula-mula mereka membagi manusia ke dalalam dua unsure, yakni o kanda (tubuh kasar, jasmani) dan penao (tubuh halus, jiwa, rohani). Kedua unsure dasar ini masing-masing dibagi lagi dalam beberapa unsur. Jasmani terdiri dari dua unsure, yakni unsure yang kuat dan unsure yang lemah. Unsure yang kuat adalah o wuku (tulang), o uha (urat), o wu ( rambut), dan o kuku (kuku). Sedangkan unsure yang lemah adalah o beli (darah), o eme (kencing) o undo ( sum-sum, otak), o ramo (daging). Mereka mengajarkan bahwa unsure-unsur yang kuat berasal dari laki-laki dan dari ayah, sedangkan unsure-unsur yang lemah berasal dari perempuan dan dari ibu, dan bahwa kedelapan unsur ini diikat, dipertemukan dan dipersatukan dengan o ani (kulit).

2. Klasifikasi dua pada alam

Klasifikasi mereka mengenai alam pada dasarnya berorientasi pada system-sistem klasifikasi dua pada manusia. Sedangkan sistem klasifikasi dua lainnya adalah  berdasarkan mengenai klasifikasi dua pada manusia dan pada alam kedua-duanya.

Atas dasar itu mereka membagi ala mini dalam bentuk dua unsure yakni:

a. Hanu morae-tade (alam nyata)

Alam nyata terdiri dari lahuene (langit) dan wuta’aha (bumi), yang masing-masing dibatasi oleh losoano oleo (timur) dan tepuliano oleo (barat), ulu iwoi (utara) dan para iwoi (selatan). Di langit terdapat oleo (matahari), o wula (bulan), o seru (awan) dan ousa (hujan), o kila (kilat), dan o bundu (Guntur), o pua (angin) dan berese (petir). Sedangkan dipermukaan terdapat wuta (tanah), dan I woi (air), kolele (binatang), o osu (gunung) dan anggalo (lembah), tono (manusia) dan o wali (jin)

(29)

Alam gaib terdiri dari unsure-unsur sangia mbu’u (dewa langit) dan guruno o wuta sangiano wonua (dewa bumi), sangia I losoano oleo( dewa timur) dan sangia I tepuliano oleo (dewa di barat), sangia I ulu iwoi ( dewa di utara) dan sangia I para iwoi (dewa di selatan), sangia I puri wuta (dewa dasar bumi) dan sangia I asaki ndahi I naambara ikia (dewa seberang laut)

3. Klasifikasi dua pada binatang dan tumbuh-tumbuhan

Kategori laki-laki dan perempuan juga nyata dalam dunia binatang, seperti o dahu (anjing) dan o donga (rusa), o meo (kucing) dan doeke (tikus), o singgo (elang) dan omanu (ayam), bokeo (buaya) dan o Ika (ikan), o hada (kera), dan kolopua (kura-kura). Demikian halnya dalam dunia tumbuh-tumbuhan, seperti o ue (rotan) dan o hao ( akar), o bite (sirih) dan I nea (pinang). Duria dan suai (mentimun), kowuna (bamboo), dan o wulo (buluh), daria dan o kudu (kencur), o lanu (agel) dan o naha (pandan), rorano (jenis tumbuhan batang) dan towo’a (jenis tumbuhan serat). Kata  pertama dari tiap pasangan kata diatas adalah kategori laki-laki, dan kata keduannya

adalah kategori perempuan.

Sistem Pengetahuan Orang Tolaki

Seperti halnya dengan banyak suku bangsa di dunia, orang Tolaki juga mengenal adanya klasifikasi simbolik. Bentuk klasifikasi simbolik yang paling mendasar pada  banyak suku bangsa adalah klasifikasi dua (dual classification), misalnya klasfikasi

dua berdasarkan Yang (laki-laki) dan Ying (perempuan) dalam kebudayaan cina, klasifikasi dua dalam air dan tanah pada orang miwok di California, dan sebagainya.

(30)

1. Klasifikasi dua pada manusia

Mula-mula mereka membagi manusia ke dalam dua unsur, yakni o kanda (tubuh kasar, jasmani) dan penao (tubuh halus, jiwa, rohani). Kedua unsur dasar ini masing-masing dibagi lagi dalam beberapa unsur. Jasmani terdiri dari dua unsur, yakni unsur yang kuat dan unsur yang lemah. Unsur yang kuat adalah o wuku (tulang), o uha (urat), o wu (rambut), dan o kuku (kuku). Sedangkan unsur yang lemah adalah o beli (darah), o eme (kencing), o undo (sumsum, otak), o ramo (daging). Mereka mengajarkan bahwa unsur-unsur yang kuat berasal dari laki-laki dan dari ayah, sedangkan unsur-unsur yang lemah berasal dari perempuan dan dari ibu, dan bahwa kedelapan unsur ini diikat, dipertemukan dan di persatukan oleh o ani (kulit).

Demikian halnya dengan tubuh halus atau rohani terdiri dari pombangudu (pemikiran) dan pombenasa (perasaan), ponggu (penglihat) dan pombodea (pendengaran), po'ai (penciuman) dan ponami-nami (rasa lidah), po'ehe (kehendak) dan pmbehawa (pengingat).

Empat unsur pertama adalah aspek laki-laki dan empat unsur berikutnya adalah aspek  perempuan. Kedelapan unsur rohani ini diikat, dipertemukan dan dipersatukan oleh

ate pute (hati nurani).

Adapun kulit yang mengikat delapan unsur jasmani, dan hati nurani yang mengikat delapan unsur jiwa adalah berasal dari laki-laki, yaitu ayah. Secara hakiki, mereka menyebutkan, unsur-unsur rohani berasal dari Tuhan Allah. Itulah sebabnya mereka  berkata "o limo ari ine ama, o omba ari ine ina, o sio ari ine Ombu Ala Ta'ala" yang

artinya lima unsur dari ayah, empat unsur dari ibu, sembilan unsur dari Allah Taala.

Mereka juga mengenal adanya klasifikasi dua pada bagian luar tubuh manusia, yakni :

(31)

- I moeri (di kiri) - I ra'I (di depan)

- I bunggu (dibelakang) - I wawo (diatas)

- I lolu (di bawah) - I luara (di luar) - I une (di dalam)

Semuanya terdiri dari delapan unsur dan yang diikat, dipertemukan, dan dipersatukan oleh o puhe (pusat di perut). Juga unsur-unsur kanan, depan, atas, dan luar adalah aspek-aspek laki-laki sedangkan unsur-unsur kiri, belakang, bawah, dan dalam adalah aspek-aspek perempuan.

Unsur kulit yang mempersatukan delapan unsur jasmani, demikian juga unsur hati nurani yang mempersatukan delapan unsur rohani dan unsur pusat yang mempersatukan delapan unsur bagian luar tubuh manusia, ketiga-tiganya diikat, dipertemukan, dan dipersatukan oleh unsur puri busi yaitu tulang ekor. Bagi orang Tolaki, tulang ekor harus senantiasa dijaga kebersihannya dan kesuciannya dari najis karena menurut mereka apabila unsur ini tidak bersih, atau tidak suci maka akibatnya seluruh unsur jasmani dan rohani manusia ikut ternod a.

Jumlah keseluruhan unsur dari pembagian diatas adalah 28 buah, tiga kerangka unsur yang terdiri atas empat unsur yang masing-masing sebagai penengah, mediasi, dan satu unsur pemersatu dari semua unsur. Jumlah ini juga terlukisa dalam salah satu unsur dekorasi sarung orang Tolaki.

2. Klasifikasi dua pada alam

Klasifikasi mereka mengenai alam pada dasarnya berorientasi pada sistem-sistem klasifikasi dua pada manusia. Sedangkan sistem klasifikasi dua lainnya adalah  berdasarkan mengenai klasifikasi dua pada manusia dan pada alam kedua-duanya.

(32)

a. Hanu morae-tade atau alam nyata

Alam nyata terdiri dari lahuene (langit) dan wuta'aha (bumi), yang masing-masing dibatasi oleh losoano eleo (timur) dan tepuliane oleo (barat), ulu iwoi (utara) dan para iwoi (selatan). Di langit terdapat oleo (matahari) dan o wula (bulan), o seru (awan) dan o usa (hujan), o kila (kilat) dan o bundu (guntur), o pua (angin) dan berese (petir). Sedangkan di permukaan bumi terdapat wuta (tanah) dan iwoi (air), kolele (binatang) dan hanu toro (tumbuh-tumbuhan), o osu (gunung) dan anggalo (lembah), tono (manusia) dan o wali (jin).

Unsur-unsur seperti langit, timur, utara, matahari, awan, kilat, dan selanjutnya unsur-unsur seperti tanah, binatang, gunung, dan manusia adalah aspek-aspek laki-laki. Sedangkan pasangannya bumi, barat, selatan, bulan, hujan, guntur, dan selanjutnya unsur-unsur air, tumbuh-tumbuhan, lembah, dan jin adalah aspek-aspek perempuan. Semua unsur tersebut berada dan berlangsung pada liputan ole-oleo (siang) dan o wingi (malam) yang masing-masing mempunyai aspek-aspek laki-laki dan  perempuan.

 b. Hanu nda kini (alam gaib)

Kebudayaan Tolaki membagi alam gaib atas unsur-unsur sangia mbu'u (dewa langit) dan guruno o wuta sangiano wonua (dewa bumi), sangia I losoano oleo (dewa di timur) dan sangia I tepuliano oleo (dewa di barat), sangia I ulu I woi (dewa di utara) dan sangia i para iwoi (dewa di selatan), sangia i puti wuta (dewa dasar bumi) dan sangia i asaki ndahi i naambara ikia (dewa di seberang laut).

Dewa langit, dewa di timur, dewa di utara, dan dewa di dasar bumi adalah dewa-dewa yang dipandang sebagai aspek laki-laki, dan pasangannya dewa bumi, dewa di barat, dewa di selatan dan dewa diseberang laut adalah aspek perempuan. Kedelapan dewa tersebut berada di bawah kekuasaan Ombu samena (Tuhan yang sesungguhnya) atau Ombu Ala Ta'ala (Tuhan Allah).

Seperti halnya unsur-unsur dari klasifikasi dua pada manusia, yang saling dipertentangkan satu sama lain karena unsur-unsur itu berbeda dari segi bentuk, sifat, status dan fungsinya begitu pula unsur-unsur dari klasifikasi dua pada alam. Langit dan bumi dipertentangkan karena berbeda bentuknya, yang satu melengkung ke  bawah dan yang lain rata, yang satu berwarna putih dan yang satu lagi berwarna

Referensi

Dokumen terkait

Orang-orang Batak atau orang-orang Sumatera Utara merupakan kelompok etnis yang terdiri dari pribumi asal Sumatera Utara,pribumi pendatang ke daerah Sumatera Utara,dan warga Negara