• Tidak ada hasil yang ditemukan

7 UNSUR KEBUDAYAAN SUKU DAYAK MAKALAH Di

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "7 UNSUR KEBUDAYAAN SUKU DAYAK MAKALAH Di"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

7 UNSUR KEBUDAYAAN SUKU DAYAK

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia

Dosen Pengampu : Siti Nurbayani K, S.Pd., M.Si.

Disusun Oleh :

Carla Monica Iskandar 1301127

Dhenda Fildza F 1301113

Dzikra Nurhizkhy 1303482

Faisal Abda U 1304624

Neng Siti Mulyani 1301163

Rendy Mochamad Nur 1304426

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SOSIOLOGI

FAKULTAS PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA

BANDUNG

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji hanya bagi Allah, sebagaimana Dia telah mengagungkan nama-Nya dan kekuasaann-Nya Yang Mulia dan yang telah memberikan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Sholawat dan salam semoga dilimpahkan kepada penebar rahmat-Nya bagi seluruh alam, pembawa hujjah bagi segenap manusia, junjungan kita, penghulu dan teladan kita, kekasih dan maha guru kita Muhammad SAW, beserta keluarga dan para sahabatnya, juga bagi mereka yang menjalani dan membela (sunnah) nya sampai hari kiamat.

Adapun makalah tentang 7 Unsur Kebudayaan Suku Dayak ini telah penulis usahakan semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Penulis berterima kasih kepada Ibu Siti Nurbayani K, S.Pd., M.Si selaku dosen mata kuliah Studi Masyarakat Indonesia yang telah memberikan arahan serta bimbingannya dan juga kepada semua pihak dan sumber-sumber yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penulisan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini. Oleh karena itu kami mengharapkan pembaca untuk memberikan kritik dan saran yang bersifat membangun.

Terima kasih dan semoga makalah ini dapat memberikan sumbangsih positif bagi kita semua.

Bandung, Oktober 2014

(3)
(4)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Suku Dayak, sebagaimana suku bangsa lainnya, memiliki kebudayaan atau adat-istiadat tersendiri yang pula tidak sama dengan suku bangsa lainnya di Indonesia. Adat-istiadat yang hidup di dalam masyarakat Suku Dayak merupakan unsur terpenting, akar identitas bagi masyarakat Dayak. Kebudayaan dapat diartikan sebagai keseluruhan sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik dari manusia dengan belajar (Garna, 1996).

Jika pengertian tersebut dijadikan untuk mengartikan kebudayaan Dayak maka paralel dengan itu, kebudayaan Dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan dan hasil karya manusia Dayak dalam rangka kehidupan masyarakat Dayak yang dijadikan milik manusia Dayak dengan belajar. Ini berarti bahwa kebudayaan dan adat-istiadat yang sudah berurat berakar dalam kehidupan masyarakat Dayak, kepemilikannya tidak melalui warisan biologis yang ada di dalam tubuh manusia Dayak, melainkan diperoleh melalui proses belajar yang diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

(5)

bagi masyarakat Dayak; Ketiga, wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia, yang lazim disebut kebudayaan fisik, berupa keseluruhan hasil karya manusia Dayak, misalnya seperti rumah panjang dan lain-lain. Berdasarkan atas pemahaman itu, maka kebudayaan Dayak sangat mempunyai makna dan peran yang amat penting, yaitu merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses kehidupan orang Dayak. Atau dengan kata lain kebudayaan Dayak dalam perkembangan sejarahnya telah tumbuh dan berkembang seiring dengan masyarakat Dayak sebagai pendukungnya.

Dewasa ini, seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman, kebudayaan Dayak juga mengalami pergeseran dan perubahan. Hal ini berarti bahwa kebudayaan Dayak itu sifatnya tidak statis dan selalu dinamik; meskipun demikian, sampai saat ini masih ada yang tetap bertahan dan tak tergoyahkan oleh adanya pergantian generasi, bahkan semakin menunjukkan identitasnya sebagai suatu warisan leluhur. Dalam konteks ini, dan dalam tulisan ini bermaksud untuk mengupas kebudayaan yang terdapat dalam masyarakat Dayak, baik yang berupa kebudayaan material maupun non material.

B. Rumusan Masalah

1. Dimana lokasi, lingkungan alam dan demografi Suku Dayak? 2. Bagaimana asal mula dan sejarah Suku Dayak?

3. Bagaimana sistem bahasa masyarakat Suku Dayak? 4. Bagaimana sistem religi masyarakat Suku Dayak? 5. Bagaimana sistem kekerabatan masyarakat Suku Dayak? 6. Bagaimana sistem ekonomi masyarakat Suku Dayak? 7. Bagaimana sistem kesenian masyarakat Suku Dayak?

8. Bagaimana sistem peralatan / perlengkapan hidup masyarakat Suku Dayak? 9. Bagaimana sistem pengetahuan masyarakat Suku Dayak?

C. Tujuan Penulisan Makalah

1. Untuk mengetahui lokasi, lingkungan alam dan demografi Suku Dayak. 2. Untuk mengetahui asal mula dan sejarah Suku Dayak.

3. Untuk mengetahui sistem bahasa masyarakat Suku Dayak. 4. Untuk mengetahui sistem religi masyarakat Suku Dayak. 5. Untuk mengetahui sistem kekerabatan masyarakat Suku Dayak. 6. Untuk mengetahui sistem ekonomi masyarakat Suku Dayak. 7. Untuk mengetahui sistem kesenian masyarakat Suku Dayak.

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Lokasi, Lingkungan Alam, dan Demografi Suku Dayak

(7)

luas Pulau Jawa dan Madura. Namun daerah itu menurut sensus 1961 hanya berpenduduk 497.000 jiwa, jadi kepadatan penduduk rata-rata hanya 3.3 orang saja per tiap kilometer persegi. Sebagaian besar penduduknya terdiri dari orang Dayak yang terbagi atas beberapa suku bangsa seperti Ngaju, Ot Danum, Ma`anyan, Ot Siang, Lawangan, Katingan,dan sebagainya. Mereka ini berdiam di desa-desa sepanjang sungai-sungai besar dan kecil seperti sungai-sungai Barito, Kapuas, Kahayan, Katingan, Mentaya,Seruyan, dan lain-lain.

Penduduk Kalimantan Tengah selain orang Dayak yang merupakan penduduk asli daerah itu, ada pula keturunan orang-orang pendatang. Mereka ini adalah orang-orang Banjar, Bugis, Madura, Makasar, Melayu, Cina, dan lain-lain. Dalam makalah ini, kebudayaan penduduk pendatang itu tidak akan dijelaskan. Yang menjadi pokok pembicaraan dalam makalah ini adalah penduduk asli daerah tersebut yang terdiri dari orang Dayak. Tempat tinggal suku bangsa Dayak Ngaju adalah di sepanjang sungai-sungai besar Kalimantan Tengah seperti Kapuas, Kahayan, Rungan Manuhin, Barito, dan Katingan. Sedangkan tempat kediaman orang Dayak Ot Danum adalah selain disepanjang sungai-sungai besar seperti Kahayan, Rungan, Barito, dan Kapuas juga di hulu sungai-sungai dari Kalimantan Barat seperti sungai Melawi. Suku-suku bangsa Ngaju dan Ot Danum yang akan dibicarakan dalam makalah ini adalah mereka yang berdiam di sungai Kapuas dan Kahayan. Secara administratif kenegaraan, kediaman mereka ini termasuk bagian dari kabupaten Kapuas. Didaerah aliran sungai Kahayan suku bangsa Ngaju berdiam di sebelah hilir sedangkan suku bangsa Ot Danum di daerah hulu. Batas kediaman orang Ngaju dihulu Kahayan hanya samapai di Tumbang Miri saja sebagai desanya yang terakhir, sedangkan di hilir terus turun sampai ke muara sungai Kahayan. Letak kediaman orang Ot Danum adalah di hulu Kahayan, yaitu daerah sebelah utara Tumbang Miri. Jika desa-desa orang Ot Danum pada umumnya merupakan daerah eksklusif dari orang Ot Danum, maka sebaliknya desa-desa orang Ngajumakin ke hilir makin kemasukan orang-orang dari luar yang bukan Dayak.

(8)

Karau dan Ayu, orang Ma`anyan banyak bercampur dengan suku bangsa dayak lain, yaitu suku bangsa Lawangan, yang memang sudah mendiami wilayah itu sebelum orang Ma`anyan memasukinya. Mengenai hinungan ketiga suku nagsan tersebut, ada sarjana seperti Mallinckrodt yang menganggapnya berasal dari satu strams yaitu stamras der OtDanum. Mengani hal ini perlu dilakukan penelitian lebih dalam. Menurut pengakuan orang Ngaju, memang orang Ngaju berasal dari orang-orang Ot Danum juga, tetapi kemuadian karena mereka berdiam di daerah hilir, lambat laun mereka telah mengalami perubahan kebudayaan, sebagai akibat dari akulturasi dengan kebudayaan orang-orang pendatang. Kebenaran pendapat ini sudah tentuperlu diuji lagi, tatapi jika kita teliti sebentar memang tak dapat kita sangkal bahwa orang-orang Dayak di seluruh Kalimantan, terutama yang hidup dipedalaman sesungguhnya memiliki corak kebudayaan. kesatuan mereka ini adalah berdasarkan persamaan dalam beberapa unsur kebudayaan, yaitu misalnya mata pencaharian hidup yang berdasarkan perladangan. Mengenai jumlah penduduk dari ketiga suku-suku Dayak yang dibicarakan dalam makalah ini, kami hanya memperoleh bahan dari Ot Danum dab Ma`anyansaja, sedangkan dari orang Ngaju tidak. Jumalah penduduk Ot Danum kurang lebih adalah 5.900 jiwa dan jumlah penduduk Ma`anyan diantara 3.000 sampai4.000 jiwa.

Orang-orang Dayak di Kalimantan Tengah mendiami desa-desa yangterletak jauh satu dari yang lain, di tepi-tepi atau eekat sunagi-sungai besar dan kecil dari provinsi itu. Komunikasi antara satu desa dengan desa lain pada umumnya melalui air, dan jarang sekali melalui darat. Hal ini disebabkan karena daerah dimana desa-desa itu didirikan masih merupakan daerah hutan tropis dansemak belukar bawah yang padat. Untuk mengunjungi suatu desa, orang harus merapatkan perahunya pada sebuah tempat berlabuh yang dibuat dari balok-balok.Satu desa pada umumnya mempunyai sekitart 100-500 rumah.

(9)

daerah-daerah suku bangsa Ot Siang dan Murung. Di daerah sungai Kahayan hanya di daerah suku bangsa Ot Danum saja yang masih terdapat rumah betang.

Bentuk rumah yang paling umum kini terdapat di Kalimantan Tengah adalah rumah-rumah yang lebih kecil yang didiami oleh satu samapai lima keluarga batih yang berkerabat, yaitu yang terdiri dari satu keluarga batih senior ditambah dengan keluarga batih anak-anaknya, baik laki-laki maupun yang perempuan, yang dapat kita sebut keluarga luas yang utrolokal. Pada orang Ma`anyan, rumah demikian disebut lewu.

B. Asal Mula dan Sejarah Suku Dayak

Suku Dayak adalah suku asli Kalimantan yang hidup berkelompok yang tinggal di pedalaman, gunung, dan sebagainya. Kata Dayak itu sendiri sebenarnya diberikan oleh orang-orang Melayu yang datang ke Kalimantan. Orang-orang Dayak sendiri sebenarnya keberatan memakai nama Dayak, sebab lebih diartikan agak negatif. Padahal, semboyan orang Dayak adalah “Menteng Ueh Mamut”, yang berarti seseorang yang memiliki kekuatan gagah berani, serta tidak kenal menyerah atau pantang mundur.

Pada tahun 1977-1978 saat itu, benua Asia dan pulau Kalimantan yang merupakan bagian nusantara yang masih menyatu, yang memungkinkan ras mongoloid dari asia mengembara melalui daratan dan sampai di Kalimantan dengan melintasi pegunungan yang sekarang disebut pegunungan “Muller-Schwaner”. Suku Dayak merupakan penduduk Kalimantan yang sejati. Namun setelah orang-orang Melayu dari Sumatra dan Semenanjung Malaka datang, mereka makin lama makin mundur ke dalam.

Belum lagi kedatangan orang-orang Bugis, Makasar, dan Jawa pada masa kejayaan Kerajaan Majapahit. Suku Dayak hidup terpencar-pencar di seluruh wilayah Kalimantan dalam rentang waktu yang lama, mereka harus menyebar menelusuri sungai-sungai hingga ke hilir dan kemudian mendiami pesisir pulau Kalimantan. Suku ini terdiri atas beberapa suku yang masing-masing memiliki sifat dan perilaku berbeda.

Suku Dayak pernah membangun sebuah kerajaan. Dalam tradisi lisan Dayak, sering disebut ”Nansarunai Usak Jawa”, yakni sebuah kerajaan Dayak Nansarunai yang hancur oleh Majapahit, yang diperkirakan terjadi antara tahun 1309-1389 . Kejadian tersebut mengakibatkan suku Dayak terdesak dan terpencar, sebagian masuk daerah pedalaman. Arus besar berikutnya terjadi pada saat pengaruh Islam yang berasal dari kerajaan Demak bersama masuknya para pedagang Melayu sekitar tahun 1608 .

(10)

Watang Amandit, Labuan Lawas dan Watang Balangan. Sebagain lagi terus terdesak masuk rimba. Orang Dayak pemeluk Islam kebanyakan berada di Kalimantan Selatan dan sebagian Kotawaringin, salah seorang Sultan Kesultanan Banjar yang terkenal adalah Lambung Mangkurat sebenarnya adalah seorang Dayak (Ma’anyan atau Ot Danum).

Tidak hanya dari nusantara, bangsa-bangsa lain juga berdatangan ke Kalimantan. Bangsa Tionghoa diperkirakan mulai datang ke Kalimantan pada masa Dinasti Ming tahun 1368-1643. Dari manuskrip berhuruf kanji disebutkan bahwa kota yang pertama di kunjungi adalah Banjarmasin. Tetapi masih belum jelas apakah bangsa Tionghoa datang pada era Bajarmasin (dibawah hegemoni Majapahit) atau di era Islam.

Kedatangan bangsa Tionghoa tidak mengakibatkan perpindahan penduduk Dayak dan tidak memiliki pengaruh langsung karena mereka hanya berdagang, terutama dengan kerajaan Banjar di Banjarmasin. Mereka tidak langsung berniaga dengan orang Dayak. Peninggalan bangsa Tionghoa masih disimpan oleh sebagian suku Dayak seperti piring malawen, belanga (guci) dan peralatan keramik.

Sejak awal abad V bangsa Tionghoa telah sampai di Kalimantan. Pada abad XV Raja Yung Lo mengirim sebuah angkatan perang besar ke selatan (termasuk Nusantara) di bawah pimpinan Chang Ho, dan kembali ke Tiongkok pada tahun 1407, setelah sebelumnya singgah ke Jawa, Kalimantan, Malaka, Manila dan Solok. Pada tahun 1750, Sultan Mempawah menerima orang-orang Tionghoa (dari Brunei) yang sedang mencari emas. Orang-orang Tionghoa tersebut membawa juga barang dagangan diantaranya candu, sutera, barang pecah belah seperti piring, cangkir, mangkok dan guci (Sarwoto kertodipoero,1963)

C. Sistem Bahasa

Bahasa yang sering dipakai oleh suku dayak dalam kehidupan sehari-hari dibagi 2, yaitu : 1. Bahasa Pengantar

Seperti pada umumnya bagian negara Indonesia yang merdeka lainnya, masyarakat Kalimantan Tengah menggunakan bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar. Bahasa Indonesia telah digunakan untuk sebagai bahasa pengantar di Pemerintahan dan pendidikan.

2. Bahasa sehari-hari

(11)

beberapa sub-suku bangsa. Bahasa Dayak Ngaju adalah bahasa dayak yang paling luas digunakan di Kalimantan Tengah, terutama didaerah sungai Kahayan dan Kapuas, bahasa Dayak Ngaju juga terbagi lagi dalam berbagai dialeg seperti seperti bahasa Dayak Katingan dan Rungan. Selain itu bahasa selain itu bahasa Ma’anyan dan Ot’danum juga banyak digunakan. Bahasa Ma’anyan banyak digunakan didaerah aliran sungai Barito dan sekitarnya sedangkan bahasa Ot’danum banyak digunakan oleh suku dayak Ot’danum di hulu sungai Kahayan dan Bahasa Barito timur bagian Tengah-Selatan bagian Tengah :

- Bahasa Barito Barat bagian Utara - Bahasa Kohin

- Bahasa Dohoi

- Bahasa Siang-Murung

- Bahasa Barito barat bagian Selatan - Bahasa Bakumpai

- Bahasa Ngaju - Bahasa Kahayan

D. Sistem Religi

Golongan islam merupakan golongan terbesar, sedangkan agama asli dari penduduk pribumi adalahagama Kaharingan. Sebutan kaharingan diambil dari Danum Kaharingan

(12)

golongan mahluk halus yang mempunyai suatu peranan peting dalam kehidupan orang dayak yaitu roh nenek moyang (ngaju liau). Menurut mereka jiwa (ngaju hambaruan) orang yang mati meninggalkan tubuh dan menempati alam sekeliling tempat tinggal manusia sebagai liau sebelum kembali kepada dewa tertinggi yang disebut Ranying.

Kepercayaan terhadap roh nenek moyang dan mahluk-mahluk halus tersebut terwujud dalam bentuk keagamaan dan upacara-upacara yang dilakukan seperti upacara menyambut kelahiran anak, upacara memandikan bayi untuk pertama kalinya, upacara memotong rambut bayi, upacara mengubur, dan upacara pembakaran mayat. Upacar pembakaran mayat pada orang ngaju menyebutnya tiwah (Ot Danum daro Ma’anyam Ijambe ). Pada upacara itu tulang belulang (terutama tengkoraknya) semua kaum kerabat yang telah meninggal di gali lagi dan dipindahkan ke suatu tempat pemakaman tetap, berupa bangunan berukiran indah yang disebut sandung.

C. Sistem Kekerabatan

Sistem kekerabatan orang Dayak Kalimantan Tengah, didasarkan pada prinsip keturunan ambilineal, yang menghitungkan hubungan kekerabatan melalui laki-laki maupun wanita. Pada masa dahulu, kelompok kekerabatan yang terpenting masyarakat mereka adalah keluarga ambilineal kecil yang timbul kalau ada keluarga luas yang utrolokal, yaitu sebagai dari anak-anak laki-laki maupun perempuan sesudah kawin membawa keluarganya masing-masing, untuk tinggal dalam rumah orang tua mereka, sehingga menjadi suatu keluarga luas.

Pada masa sekarang, kelompok kekerabatan yang terpenting adalah keluarga luas utrolokal yang menjadi isi dari suatu rumah tangga. Rumah tangga ini berlaku sebagai kesatuan fisik misalnya dalam sistem gotong royong dan sebagai kesatuan rohanian dalam upacara-upacara agama kaharingan. Kewarganegaraan dari suatu rumah tangga tidak statis, karena keanggotaannya tergantung pada tempat tinggal yang ditentukan sewaktu ia mau menikah, padahal ketentuan itu dapat diubah menurut keadaan setelah menikah. Jika orang bersama keluarganya kemudian pindah dari rumah itu, pertalian fisik dan rohani dengan rumah tangga semula pun turut berubah.

(13)

Perkawinan yang dianggap sumbang (sala horoi dalam bahasa Ngaju) adalah perkawinan antara saudara yang ayah-ayahnya adalah bersaudara sekandung ( patri-parallel cousin), dan terutama sekali perkawinan antara orang-orang dari generasi yang berbeda misalnya antara seorang anak dengan orang tuanya, atau antara seorang gadis dengan mamaknya.

Upacara adat dalam system kekeraabatan Suku Dayak : 1. Perkawinan

Prosesi tradisi pernikahan Dayak Ngaju dilangsungkan dengan berbagai tahap. Perkawinan adat ini disebut Penganten Mandai. Dalam iring-iringan, seorang ibu yang dituakan dalam keluarga calon mempelai pria, membawa bokor berisi barang hantaran. Sedangkan pihak keluarga calon mempelai wanita menyambutnya di balik pagar. Sebelum memasuki kediaman mempelai wanita. Masing-masing dari keluarga mempelai diwakilkan oleh tukang sambut yang menjelaskan maksud dan tujuannya datang dengan mengunakan bahasa Dayak Ngaju. Namun sebelum diperbolehkan masuk, rombongan mempelai pria harus melawan penjaga untuk bisa menyingkirkan rintangan yang ada di pintu gerbang. Kemudian setelah dinyatakan menang pihak pria, maka tali bisssa digunting kemudian di depan pintu rumah, calon mempelai pria harus menginjak telur dan menabur beras dengan uang logam. Yang maksud dan tujuannya supaya perjalanan mereka dalam berumah tangga aman, sejahtera dan sentosa. Setelah duduk di dalam ruangan, terjadi dialog diantara kedua pihak. Masing-masing diwakilkan (Haluang Hapelek). Diatas tikar (amak badere), disuguhkan minuman anggur yang dimaksudkan supaya pembicaraan berjalan lancar dan keakraban terjalin di kedua belah pihak.

Sebelum dipertemukan dengan calon mempelai wanita, calon mempelai pria terlebih dulu menyerahkan barang jalan adat yang terdiri dari palaku (mas kawin), saput pakaian, sinjang entang, tutup uwan, balau singah pelek, lamiang turus pelek, buit lapik ruji dan panginan jandau.

Sesuai dengan adat yang berlaku, sebelum kedua mempelai sah secara adat, mereka harus menandatangani surat perjanjian nikah, yang disaksikan oleh orang tua kedua belah pihak. Dan bagi para hadirin yang menerima duit turus, dinyatakan telah menyaksikan perkawinan mereka berdua. Sebelum acara berakhir, masing-masing keluarga memberikan doa restu kepada pengantin (tampung rawar). Dilanjutkan dengan hatata undus, saling meminyaki antara dua keluarga ini sebagai tanda sukacita, dengan menyatukan dua keluarga besar.

(14)

Menurut tradisi di kalangan masyarakat Dayak , pada saat melahirkan biasanya diadakan upacara memukul gendang/gimar dan kelentangan dalam nada khusus yang disebut Domaq. Hal itu dimaksud agar proses kelahiran dapat berjalan dengan lancer dan selamat. Setalah bayi lahir, tali pusar dipotong dengan menggunakan sembilu sebatas ukuran lutut si bayi dan kemudian diikat dengan benang dan diberi ramuan obat tradisional, seperti air kunyit dan gambir. Alas yang digunakan untuk memotong tali pusar, idealnya diatas uang logam perak atau bila tidak ada adapat diganti dengan sepotong gabus yang bersih. Langkah berikutnya bayi dimandikan, setelah bersih dimasukkan kedalam Tanggok/Siuur yang telah dilapisi dengan daun biruq di bagian bawah. Sedangkan di bagian atas, dilapisi daun pisang yang telah di panasi dengan api agar steril. Kemudian bayi yang telah dimasukan dalam Siuur itu, dibawa kesetiap sudut ruangan rumah, sambil meninggalkan potongan-potongan tongkol pisang yang telah disiapkan pada setiap ruangan tadi. Hal Itu dimaksudkan agar setiap makhluk pengganggu tertipu oleh potongan tongkol pisang itu sebagai silih berganti. Setelah itu, bayi tersebut dibawa kembali ke tempat tidur semula, kemudian disekeliling bayi dihentakan sebuah tabung yang terbuat dari bambu berisi air, yang disebut Tolakng, sebanyak delapan kali, dengan tujuan agar si bayi tidak tuli atau bisu nantinya. Setelah mencapai usia empat puluh hari, diadakan upacara Ngareu Pusokng, atau Ngerayah dalam bentuk upacara Belian Beneq, selama dua hari. Hal itu dimaksud untuk membayar hajat, sekaligus mendoakan agar si bayi sehat dan cerdas, serta berguna bagi keluarga dan masyaraka. Pada upacara ini juga merupakan awal dari diperbolehkannya si bayi di masukan dan ditidurkan dalam ayunan ( Lepas Pati ). Sebelum bayi berumur dua tahun, diadakan upacara permandian atau turun mandi di sungai untuk yang pertama kalinya. Pada upacara ini tetap dipergunakan Belian Beneq, selama satu hari, dengan maksud memperkenalkan si adak kepada dewa penguasa air yaitu Juata, agar kelak tidak terjadi bahaya atas kegiatan anak tersebut yang berkaitan dengan air (Nyengkokng Ngeragaq). 3. Kematian

Tradisi penguburan dan upacara adat kematian pada suku bangsa Dayak diatur tegas dalam hukum adat. Sistem penguburan beragam sejalan dengan sejarah panjang kedatangan manusia di Kalimantan. Dalam sejarahnya terdapat tiga budaya penguburan di Kalimantan :

(15)

- penguburan dengan wadah kayu, anyaman bambu, atau anyaman tikar. Ini merupakan sistem penguburan yang terakhir berkembang.

Penguburan tidak lagi dilakukan di gua. Di hulu Sungai Bahau dan cabang-cabangnya di Kecamatan Pujungan, Malinau, Kalimantan Timur, banyak dijumpai kuburan tempayan-dolmen yang merupakan peninggalan megalitik. Perkembangan terakhir, penguburan dengan menggunakan peti mati (lungun) yang ditempatkan di atas tiang atau dalam bangunan kecil dengan posisi ke arah matahari terbit.

Masyarakat Dayak mengenal tiga cara penguburan, yakni : - dikubur dalam tanah.

- diletakkan di pohon besar biasanya untuk anak bayi dikarenakan terdapat getah yang dianggap sebagai air susu ibu.

- dikremasi dalam upacara tiwah. Prosesi penguburan

1. Tiwah adalah prosesi penguburan sekunder pada penganut Kaharingan, sebagai simbol pelepasan arwah menuju lewu tatau (alam kelanggengan) yang dilaksanakan setahun atau beberapa tahun setelah penguburan pertama di dalam tanah.

2. Ijambe adalah prosesi penguburan sekunder pada Dayak Maanyan. Belulang dibakar menjadi abu dan ditempatkan dalam satu wadah.

3. Marabia

4. Mambatur (Dayak Maanyan) 5. Kwangkai Wara

D. Sistem Ekonomi

Sistem ekonomi bagi orang Dayak di Kalimantan Tengah terdiri atas empat macam, yaitu berladang, berburu, mencari hasil hutan dan ikan, menganyam. Dalam berladang mereka mengembangkan suatu sistem kerja sam dengan cara membentuk kelompok gotong-royong yang biasanya berdasarkan hubungan tetanggaan atau persahabatan. Masing-masing kelompok terdiri atas 12-15 orang yang secara bergiliran membuka hutan bagi-bagi ladang masing-masing anggota. Apabila kekurangan tenaga kerja laki-laki maka kaum wanita dapat menggantikan pekerjaan kasar itu, misalnya membuka hutan, membersihkan semak-semak, dan menebang pohon-pohon.

(16)

1. Pada bulan Mei, Juni atau Julio rang menebang pho-pohon di hutan, setelah penebangan batang kayu, cabang, ranting, serta daun dibiarkan mengering selama 2 bualan.

2. Bulan Agustus atau September seluruh batang, cabang, ranting, dan daun tadi harus dibakar dan dan bekas pembakaran dibiarkan sebagai pupuk.

3. Waktu menanam dilakukan pada bulan Oktober.

Bulan Februari dan Maret, tibalah musim panen, sedangkan untuk membuka ladang kembali, orang Dayak melihat tanda-tanda alam seperti bintang dan sebagainya serta memperhatikan alamat-alamat yang diberikan oleh burung-burung atau binatang-binatang liar tertentu. Jika tanda-tanda ini tidak dihiraukan maka bencana kelaparan akibat gagalnya panen akan menimpa desa. Alat yang sering digunakan untuk menganyam adalah kulit rotan yang berupa tikar. Pakaian asli Dayak adalah Cawat yang terbuat dari kulit kayu.

D. Sistem Kesenian 1. Tari-Tarian

a. Tari Gantar

Tarian yang menggambarkan gerakan orang menanam padi. Tongkat menggambarkan kayu penumbuk sedangkan bambu serta biji-bijian didalamnya menggambarkan benih padi dan wadahnya. Tarian ini cukup terkenal dan sering disajikan dalam penyambutan tamu dan acara-acara lainnya.Tari ini tidak hanya dikenal oleh suku Dayak Tunjung namun juga dikenal oleh suku Dayak Benuaq. Tarian ini dapat dibagi dalam tiga versi yaitu tari Gantar Rayatn, Gantar Busai dan Gantar Senak/Gantar Kusak.

b. Tari Kancet Papatai / Tari Perang

Tarian ini menceritakan tentang seorang pahlawan Dayak Kenyah berperang melawan musuhnya. Gerakan tarian ini sangat lincah, gesit, penuh semangat dan kadang-kadang diikuti oleh pekikan si penari. Dalam tari Kancet Pepatay, penari mempergunakan pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dilengkapi dengan peralatan perang seperti mandau, perisai dan baju perang. Tari ini diiringi dengan lagu Sak Paku dan hanya menggunakan alat musik Sampe.

c. Tari Kancet Ledo / Tari Gong

(17)

seorang gadis bagai sebatang padi yang meliuk-liuk lembut ditiup oleh angin. Tari ini dibawakan oleh seorang wanita dengan memakai pakaian tradisionil suku Dayak Kenyah dan pada kedua tangannya memegang rangkaian bulu-bulu ekor burung Enggang. Biasanya tari ini ditarikan diatas sebuah gong, sehingga Kancet Ledo disebut juga Tari Gong.

d. Tari Kancet Lasan

Menggambarkan kehidupan sehari-hari burung Enggang, burung yang dimuliakan oleh suku Dayak Kenyah karena dianggap sebagai tanda keagungan dan kepahlawanan. Tari Kancet Lasan merupakan tarian tunggal wanita suku Dayak Kenyah yang sama gerak dan posisinya seperti Tari Kancet Ledo, namun si penari tidak mempergunakan gong dan bulu-bulu burung Enggang dan juga si penari banyak mempergunakan posisi merendah dan berjongkok atau duduk dengan lutut menyentuh lantai. Tarian ini lebih ditekankan pada gerak-gerak burung Enggang ketika terbang melayang dan hinggap bertengger di dahan pohon.

e. Tari Leleng

Tarian ini menceritakan seorang gadis bernama Utan Along yang akan dikawinkan secara paksa oleh orangtuanya dengan pemuda yang tak dicintainya. Utan Along akhirnya melarikan diri kedalam hutan. Tarian gadis suku Dayak Kenyah ini ditarikan dengan diiringi nyanyian lagu Leleng.

f. Tari Hudoq Kita’

Tarian dari suku Dayak Kenyah ini pada prinsipnya sama dengan Tari Hudoq dari suku Dayak Bahau dan Modang, yakni untuk upacara menyambut tahun tanam maupun untuk menyampaikan rasa terima kasih pada dewa yang telah memberikan hasil panen yang baik. Perbedaan yang mencolok anatara Tari Hudoq Kita’ dan Tari Hudoq ada pada kostum, topeng, gerakan tarinya dan iringan musiknya. Kostum penari Hudoq Kita’ menggunakan baju lengan panjang dari kain biasa dan memakai kain sarung, sedangkan topengnya berbentuk wajah manusia biasa yang banyak dihiasi dengan ukiran khas Dayak Kenyah. Ada dua jenis topeng dalam tari Hudoq Kita’, yakni yang terbuat dari kayu dan yang berupa cadar terbuat dari manik-manik dengan ornamen Dayak Kenyah.

g. Tari Serumpai

(18)

h. Tari Belian Bawo

Upacara Belian Bawo bertujuan untuk menolak penyakit, mengobati orang sakit, membayar nazar dan lain sebagainya. Setelah diubah menjadi tarian, tari ini sering disajikan pada acara-acara penerima tamu dan acara kesenian lainnya. Tarian ini merupakan tarian suku Dayak Benuaq.

i. Tari Kuyang

Sebuah tarian Belian dari suku Dayak Benuaq untuk mengusir hantu-hantu yang menjaga pohon-pohon yang besar dan tinggi agar tidak mengganggu manusia atau orang yang menebang pohon tersebut.

j. Tari Pecuk Kina

Tarian ini menggambarkan perpindahan suku Dayak Kenyah yang berpindah dari daerah Apo Kayan (Kab. Bulungan) ke daerah Long Segar (Kab. Kutai Barat) yang memakan waktu bertahun-tahun.

k. Tari Datun

Tarian ini merupakan tarian bersama gadis suku Dayak Kenyah dengan jumlah tak pasti, boleh 10 hingga 20 orang. Menurut riwayatnya, tari bersama ini diciptakan oleh seorang kepala suku Dayak Kenyah di Apo Kayan yang bernama Nyik Selung, sebagai tanda syukur dan kegembiraan atas kelahiran seorang cucunya. Kemudian tari ini berkembang ke segenap daerah suku Dayak Kenyah.

l. Tari Ngerangkau

Tari Ngerangkau adalah tarian adat dalam hal kematian dari suku Dayak Tunjung dan Benuaq. Tarian ini mempergunakan alat-alat penumbuk padi yang dibentur-benturkan secara teratur dalam posisi mendatar sehingga menimbulkan irama tertentu.

m. Tari Baraga’ Bagantar

Awalnya Baraga’ Bagantar adalah upacara belian untuk merawat bayi dengan memohon bantuan dari Nayun Gantar. Sekarang upacara ini sudah digubah menjadi sebuah tarian oleh suku Dayak Benuaq.

2. Rumah Adat

(19)

penginapan dan ruang tamu. Pada kiri kamam ujung atap dihiasi tombak sebagai penolak mara bahaya.

3. Pakaian Adat

Pakaian adat pria Kalimantan Tengah Berupa tutup kepala berhiaskan bulu-bulu enggang, rompi dan kain-kain yang menutup bagian bawah badan sebatas lutu. Sebuah tameng kayu dengan hiasan yang khas bersama mandaunya berada di tangan. Perhiasan yang dipakai berupa kalung-kalung manikdan ikat pinggang. Wanitanya memaki baju rompi dan kain (rok pendek) tutup kepala berhiasakan bulu-bulu enggang, kalung manic, ikat pinggang, danbeberapa kalung tangan.

F. Sistem Peralatan/Perlengkapan Hidup

Dalam kehidupan sehari-hari orang suku Dayak sudah menggunakan alat-alat yang sudah sedikit maju (berkembang) seperti dalam berburu orang dayak sudah memakai alat-alat yang berkembang seperti :

1. Sipet / Sumpitan Merupakan senjata utama suku dayak. Bentuknya bulat dan berdiameter 2-3 cm, panjang 1,5 – 2,5 meter, ditengah- tengahnya berlubang dengan diameter lubang ¼ – ¾ cm yang digunakan untuk memasukan anak sumpitan (Damek).Ujung atas ada tombak yang terbuat dari batu gunung yang diikat dengan rotan dan telah di anyam. Anak sumpit disebut damek, dan telep adalah tempat anak sumpitan.

2. Lonjo / Tombak. Dibuat dari besi dan dipasang atau diikat dengan anyaman rotan dan bertangkai dari bambu atau kayu keras.

3. Telawang / Perisai. Terbuat dari kayu ringan, tetapi liat. Ukuran panjang 1 – 2 meter dengan lebar 30 – 50 cm. Sebelah luar diberi ukiran atau lukisan dan mempunyai makna tertentu. Disebelah dalam dijumpai tempat pegangan.

(20)

5. Dohong Senjata ini semacam keris tetapi lebih besar dan tajam sebelah menyebelah. Hulunya terbuat dari tanduk dan sarungnya dari kayu. Senjata ini hanya boleh dipakai oleh kepala-kepala suku, Demang, Basi.

G. Sistem Pengetahuan

1. Dalam berpakaian dulu orang suku Dayak sering menggunakan ewah (cawat) untuk pakaian asli laki-laki Dayak yang terbuat dari kulit kayu dan Kaum wanita memakai sarung dan baju yang terbuat dari kulit kayu, sedangkan pada masa sekarang orang Dayak di Kalimantan Tengah Sudah berpakaian legkap seperti : laki-laki memakai hem dan celana dan kaum wanita memakai sarung dan kebaya atau bagi anak muda memakai rok potongan Eropa.

2. Zaman dulu para wanita sering menggunakan anting yang banyak agar semakin panjangnya daun telinga semakin cantik wanita tersebut, para lelakinya sering menggunakan tato bahwa semakin banyaknya tato ditubuh lelaki tersebut maka ia akan terliahat gagah dan ganteng.

3. Terkadang mereka sering menggunakan bahasa inggris untuk komunikasi tetapi masih bersifat pasif.

4. Menggandalkan atau menggunakan rasi bintang untuk mengetahui apakah cocok untuk bertanam atau berladang.

BAB III PENUTUP

A. Simpulan

B. Saran

(21)

budaya kita sendiri dan mulai memberikan wawasan kepada anak-anak sejak dini agar memahami beragam budaya yang ada di Negeri tercinta ini.

(22)
(23)

Prosesi tradisi pernikahan Suku Dayak

(24)

Mandau, senajata khas Suku Dayak

Rumah Betang, yaitu rumah adat Suku Dayak

(25)

Referensi

Dokumen terkait

Batako mutu A2 adalah bata beton yang digunakan hanya untuk konstruksi.. seperti tersebut dalam jenis A1, hanya permukaan dinding

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kelayakan LKS inkuiri tema hujan asam untuk IPA SMP yang ditinjau dari hasil validasi terhadap kriteria kesesuaian dengan

Ringkasan: Penelitian ini merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan beberapa manfaat dari pembuatan lubang biopori dan sampah organik yang tersimpan didalam

Adakah alat dan bahan lain yang dapat d Adakah alat dan bahan lain yang dapat digunakan untuk membuat model atau karya igunakan untuk membuat model atau karya

Selama bulan April 2013, sebanyak dua kelompok pengeluaran mengalami penurunan indeks harga yang mengakibatkan deflasi di Kota Kupang. Kelompok bahan makanan

Nilai maksimum ROE dimiliki oleh PT Bentoel International Investama sebesar 1,63 pada tahun 2014 memiliki profitabilitas tertinggi, berarti perusahaan tersebut

Mengingat senyawa fitokimia yang dikandung oleh buah Kawista bermanfaat sebagai pengobatan, maka perlu dilakukan penelitian untuk membuktikan bahwa buah Kawista

Pada penelitian ini untuk mengetahui pengaruh filtrat daun lamtoro sebagai sumber nitrogen terhadap kualitas nata de cassava, dilihat dari parameter ketebalan,