• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stadium lanjut (Tanjung,dkk., 2007). Hoplamazin (2006) menyebutkan definisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. stadium lanjut (Tanjung,dkk., 2007). Hoplamazin (2006) menyebutkan definisi"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Luka Kanker

2.1.1 Definisi Luka Kanker

Luka kanker merupakan luka kronik yang berhubungan dengan kanker stadium lanjut (Tanjung,dkk., 2007). Hoplamazin (2006) menyebutkan definisi luka kanker sebagai kerusakan integritas kulit yang disebabkan infiltrasi sel kanker. Luka kanker disebabkan oleh pertumbuhan sel kanker sampai menembus lapisan dermis dan/atau epidermis kulit, sehingga menonjol keluar atau bentuknya menjadi tidak beraturan. Sel kanker yang menonjol keluar kulit umumnya berupa benjolan yang keras, sukar digerakkan, berbentuk seperti jamur atau bunga kol, mudah terinfeksi sehingga menyebabkan lendir, cairan dan bau yang tidak sedap (Diananda, 2009) .Luka kanker terjadi ketika kanker yang tumbuh dibawah kulit merusak lapisan kulit sehingga terbentuk luka. Seperti pertumbuhan kanker, luka kanker juga akan menyebabkan penghambatan dan merusak pembuluh darah tipis, dimana daerah tersebut kekurangan oksigen. Hal ini akan menyebabkan kulit dan jaringan menjadi mati (nekrosis). Selain jaringan menjadi nekrosis, bakteri atau kuman juga akan mudah menginfeksi luka sehingga luka akan berbau (Naylor, 2002).

Luka kanker merupakan luka kronik yang sukar sembuh. Luka kronik adalah luka yang gagal mengalami perbaikan untuk mngembalikan integritas fungsi dan anatomi sesuai dengan tahap dan waktu yang normal. Seperti luka yang lainnya, luka kanker juga mengalami tahapan proses penyembuhan luka. Luka kanker ada pada tahap poliferasi yang memanjang dimana akan terjadi penurunan fibroblast,

(2)

penurunan produksi kolagen dan berkurangnya angiogenesis kapiler. Oleh karena itu luka kanker terus ada pada kondisi hipoksia panjang yang kemudian menjadi nekrotik (Pudner, 1998).

2.1.2 Patofisiologi Luka Kanker

Luka kanker berhubungan dengan infiltrasi dan poliferasi sel kanker menuju epidermis kulit. Tumor ini dapat tumbuh secara cepat lebih kurang 24 jam dengan bentuk seperti cauliflower (Naylor, 2002). Luka kanker dapat pula berkembang dari tumor local menuju epithelium (Kalinski,dkk., 2005). Selain itu, luka kanker dapat terjadi akibat metastase kanker (Sciech, 2002).

Sel kanker akan tumbuh terus menerus dan sulit untuk dikendalikan. Sel kanker dapat menyebar melalui aliran pembuluh darah dan permeabilitas kapiler akan terganggu sehingga sel kanker dapat berkembang pada jaringan kulit . Sel kanker tersebut akan terus menginfiltrasi jaringan kulit, menghambat dan merusak pembuluh darah kapiler yang mensuplai darah ke jaringan kulit. Akibatnya jaringan dan lapisan kulit akan mati (nekrosis) kemudian timbul luka kanker, infiltrasi sel kanker dapat dilihat pada gambar (Naylor, 2003).

(3)

Jaringan nekrosis merupakan media yang baik untuk pertumbuhan bakteri, baik bakteri aerob atau anaerob (Bale,dkk., 2004). Cooper dan Grey (2005) menyebutkan bahwa proporsi bakteri anaerob yang relatif tinggi pada luka kanker. Bakteri anaerob berkolonisasi pada luka kanker dan melepaskan volatile fatty acid sebagai sisa metabolik yang bertanggung jawab terhadap malodor dan pembentukan eksudat pada luka kanker (Kalinski,dkk., 2005).

2.1.3 Gejala Luka Kanker

Gejala yang sering ditemukan pada luka kanker diantaranya adalah malodor dan eksudat (Tanjung,dkk., 2007).

2.1.3.1 Malodor

Malodor merupakan sensasi yang dirasakan reseptor olfactory yang terletak dibelakang hidung. Produksi odor pada luka kanker selalu dirasakan dan dapat menstimulasi reflek gag maupun muntah. Malodor pada luka kanker merupakan sumber bau yang menyengat bagi pasien, keluarga, maupun petugas kesehatan (Kalinski,dkk., 2005).

Penyebab malodor sebenarnya belum diketahui, namun beberapa hal yang berkontribusi terhadap malodor sudah menjadi postulat yaitu terjadinya infeksi, kolonisasi bakteri anaerob, dan nekrosis pada jaringan (Bale,dkk., 2004). Bakteri anaerob yang berhubungan dengan malodor yaitu: Bacteroides spp, Prevotella spp, Fusobacterium nucleatum, Clostridium perfringens, dan Anaerobic cocci (Draper, 2005). Volatile fatty acid sebagai hasil akhir metabolisme dari kolonisasi bakteri anaerob merupakan hal yang menimbulkan malodor pada luka kanker (Kalinski,dkk., 2005)

(4)

Pengkajian malodor masih tergolong subyektif karena tergantung dari penilaian seseorang untuk mengenal bau dengan lebih baik. Menurut Bates-Jensen wound assessment tool (Bates-Jensen & Sussman, 1998) beberapa kriteria yang dapat memonitor bau dan dapat membantu dalam pengkajian dan evaluasi perawatan yaitu ; Bau kuat : bau tercium kuat dalam ruangan (6- 10 langkah dari pasien) dengan balutan tertutup.Bau sedang : bau tercium kuat dalam ruangan (6-10 langkah dari pasien) dengan balutan terbuka.Bau ringan : bau tercium bila dekat dengan penderita pada saa balutan dibuka. Bau tidak ada : bau tidak tercium saat disamping penderita.

Malodor juga dapat diukur menggunakan skor odor dari skala analog visual. Malodor dari luka kanker pasien diberi skor 0 – 10 ; 0 = tidak ada bau, 1 – 4 = bau sedikit ofensif, 5 – 8 = bau cukup ofensif , 9 – 10 = bau sangat ofensif (Kalinski,dkk., 2005)

2.1.3.2 Eksudat

Luka kanker juga mengeluarkan eksudat yang berlebihan dan tidak terkontrol. Peningkatan permeabilitas pembuluh darah dan sekresi faktor permeabilitas vaskular oleh sel tumor merupakan penyebab pengeluaran eksudat yang berlebihan. Produksi eksudat juga akan meningkat ketika terjadi infeksi dan rusaknya jaringan karena protease bakteri (Naylor, 2002).

Eksudat adalah setiap cairan yang merupakan filter dari system peredaran darah pada daerah peradangan. Komposisinya bervariasi, tetapi umumnya terdiri dari air dan zat-zat yang terlarut pada cairan sirkulasi utama seperti darah. Dalam hal ini, darah akan berisi beberapa protein plasma, sel darah putih, trombosit dan

(5)

sel darah merah (apabila terjadi kasus kerusakan vascular lokal) (Crisp & Taylor, 2001).

Jumlah eksudat juga dapat diukur dengan menggunakan alat ukur yang diambil dari Bates-Jensen wound assessment tool (Bates-Jensen & Sussman, 1998). Hasil pengukuran dikategorikan berdasarkan proporsi balutan yang terpapar eksudat. Jumlah eksudat diukur dengan membagi area menjadi 4 bagian. Kategori pengukuran digambarkan sebagai berikut:

Tidak ada = jaringan luka tampak kering

Kurang = jaringan luka tampak lembab, tidak terdapat eksudat yang diukur pada balutan

Kecil = jaringan luka tampak basah, kelembaban terdistribusi pada luka, drainase pada balutan ≤25%

Sedang = jaringan luka tampak jenuh, drainase dapat terdistribusi pada luka, drainase pada balutan >25% s.d. ≤75%.

Besar = jaringan luka basah, drainase bebas, dapat terdistribusi pada luka, drainase pada balutan ≥ 75%.

2.2 Perawatan Paliatif

Perawatan paliatif adalah perawatan kesehatan terpadu yang bersifat aktif dan menyeluruh, dengan pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya untuk mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, juga memberikan dukungan kepada keluarganya. Mesti pada akhirnya pasien meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya. Jadi, tujuan utama perawatan paliatif bukan untuk menyembuhkan.

(6)

Dan yang ditangani bukan hanya penderita tetapi juga keluarganya (Diananda, 2009)

Menurut dr. Maris A Witjaksono, dokter palliative Care Rumah Sakit Dharmais, Jakarta, dalam buku Seluk Beluk Kanker (Diananda, 2009), prinsip-prinsip perawatan paliatif sebagai berikut:

1. Menghargai setiap kehidupan.

2. Menganggap kematian sebagai proses normal. 3. Tidak mempercepat atau menunda kematian.

4. Mengahargai keinginan pasien dalam setiap pengambilan keputusan. 5. Menghilangkan nyeri dan gejala lain yang mengganggu.

6. Mengintegrasikan aspek psikologis, sosial, dan spiritual. 7. Menghidari tindakan medis yang sia-sia.

8. Memberikan dukungan yang diperlukan agar pasien tetap aktif sesuai dengan kondisinya sampai akhir hayat.

9. Memberikan dukungan kepada keluarga dalam masa duka cita 2.3 Antibiotik

Antibiotik ialah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, yang dapat menghambat atau membasmi mikroba jenis lain. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antimikroba yang bersifat menghambat pertumbuhan mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakteriostatik, dan ada yang bersifat membunuh mikroba, dikenal sebagai aktivitas bakterisid (Ganiswara, 1995)

Berdasarkan mekanisme kerjanya, antimikroba dibagi dalam lima kelompok (Ganiswara, 1995) :

(7)

2. Menghambat sintesis dinding sel mikroba 3. Mengganggu permeabilitas dinding sel mikroba 4. Menghambat sintesis protein sel mikroba

5. Menghambat sintesis atau merusak asam nukleat mikroba.

Setelah dokter menetapkan perlu diberikan antimikroba pada pasien, langkah berikutnya ialah memilih jenis antimikroba yang tepat, serta menentukan dosis dan cara pemberiannya. Dalam memilih jenis antimikroba yang tepat harus dipertimbangkan factor sensitivitas mikrobanya terhadap antimikroba, keadaan tubuh hospes dan factor biaya pengobatan (Ganiswara, 1995)

2.4 Metronidazol 2.4.1 Pengertian

Metronidazol (1b-hidroksi-etil)2-metil-5-nitroimidazol, ditemukan pada tahun 1950. Dikembangkan menjadi antibiotik yang sering dan sangat penting dalam menangani infeksi yang disebabkan oleh bakteri anaerob (Hauser, 2007)

Injeksi metronidazol adalah larutan steril, isotonis, dalam Air untuk injeksi yang didapar , mengandung metronidazol, tidak kurang dari 90,0% dan tidak lebih dari 110,0% dari jumlah yang tertera pada etiket (Depkes RI, 1995). 2.4.2 Mekanisme Kerja Metronidazol

Metronidazol merupakan molekul kecil yang dapat melakukan difusi pasif kedalam bakteri. Komponen yang sangat penting dari struktur metronidazol adalah nitro group yang tersambung pada ring siklik. Nitro group ini harus mengalami reduksi untuk mengaktifkan metronidazol. Nitro group dari metronidazol diperkirakan membentuk radikal bebas yang berefek pada kerusakan molekul DNA bakteri sehingga bakteri mati (Hauser,2007)

(8)

Metronidazol topikal bekerja dengan cara berikatan pada DNA bakteri dan mengganggu replikasi bakteri ( Bale,dkk., 2004 ).

Dalam sel atau mikroorganisme metronidazol mengalami reduksi menjadi produk polar. Hasil reduksi ini mempunyai aksi antibakteri dengan jalan menghambat sintesa asam nukleat sehingga mengahambat replikasi bakteri (Hauser, 2007). Kelompok nitroimidazol seperti metronidazol mampu memecah pita ganda DNA menjadi fragmen-fragmen DNA. Metronidazol mampu menghambat pertumbuhan bakteri anaerob dan protozoa.

Mekanisme metronidazol dalam memecah DNA menjadi beberapa fragmen

2.4.3 Manfaat Metronidazol

Metronidazol bekerja efektif baik lokal maupun sistemik. Metronidazol telah digunakan secara luas sebagai agen topikal untuk mengatasi gejala luka kanker (Bale,dkk., 2004). Metronidazol topikal efektif mengatasi luka dengan eksudat dan tidak menimbulkan rasa nyeri ataupun tidak enak (Kalinski, dkk., 2005).

Metronidazol bekerja efektif dalam menangani malodor pada luka kanker yang identik dengan infeksi anaerob. Formulasi metronidazol gel topikal yang

(9)

telah dikembangkan efektif dalam menagani bau dari luka kanker yang sangat ofensif (Martindale, 1988).

2.5 Larutan

Larutan adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat kimia yang terlarut, misal: terdispersi secara molekuler dalam pelarut yang sesuai atau campuran pelarut yang saling bercampur. Karena molekul-molekul dalam larutan terdispersi secara merata, maka penggunaan larutan sebagai bentuk sediaan umumnya memberikan jaminan keseragaman dosis dan memiliki ketelitian yang baik jika larutan diencerkan atau dicampur (Depkes RI, 1995)

2.5.1 Infus Intravenus

Infus intravenus adalah sediaan steril berupa larutan atau emulsi, bebas pirogen dan sedapat mungkin dibuat isotonis terhadap darah, disuntikkan langsung kedalam vena dalam volume relatif banyak. Infus intravenus tidak diperbolehkan mengandung bakterisida dan zat dapar. Larutan infus intravenus harus jermih dan bebas partikel (Depkes RI, 1979)

2.5.2 Irigasi

Irigasi adalah larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan luka terbuka atau rongga-rongga tubuh. Pemakaiannya secara topikal, tidak boleh digunakan secara parenteral (Depkes RI, 1995)

2.5.3 Larutan Topikal

Larutan topikal adalah larutan yang biasanya mengandung air tetapi seringkali mengandung pelarut lain, seperti etanol dan poliol, untuk penggunaan topikal pada kulit (Depkes RI, 1995)

(10)

2.6 Bakteri Anaerob

Bakteri anaerob adalah bakteri yang tidak dapat tumbuh pada lingkungan yang kaya akan oksigen. Sebagian besar organisme ini tumbuh normal pada rongga mulut manusia, saluran gastrointestinal dan saluran genital wanita. Infeksi dari bakteri ini sering diikuti dengan kerusakan permukaan mukosa dimana bakteri ini tumbuh (Hauser, 2007).

Bakteri anaerob menyerang tubuh manusia dengan cara mengeluarkan racun yang berbahaya. Beberapa racun yang dihasilkan dari species clostridial diketahui luas merupakan salah satu racun berbahaya (Hauser, 2007).

2.7 Drug Related Problem (Masalah Terkait Obat)

2.7.1 Definisi

DRPs adalah suatu kejadiaan yang tidak diinginkan yang dialami oleh pasien yang mana melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat dan itu sebenarnya atau berpotensi berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan pasien (Cipolle , dkk., 1998).

DRPs terdiri dari Actual DRPs dan Potential DRPs. Actual DRPs adalah masalah yang sedang terjadi berkaitan dengan terapi obat yang sedang diberikan pada penderita. Sedangkan Potential DRPs adalah masalah yang diperkirakan akan terjadi yang berkaitan dengan terapi obat yang sedang digunakan oleh penderita. Ketika sebuah DRPs terdeteksi, maka sangat penting untuk merencanakan bagaimana cara mengatasinya. Kita harus memberikan skala prioritas untuk DRPs tersebut, yang manakah yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Prioritas masalah tersebut didasarkan pada risiko yang mungkin timbul

(11)

pada penderita. Hal- hal yang harus diperhatikan dalam menentukan skala prioritas DRPs adalah :

a. Masalah yang manakah yang dapat diselesaikan atau dihindari segera , dan yang manakah yang dapat diselesaikan kemudian.

b. Masalah yang merupakan bagian dari tugas atau tanggung jawab seorang farmasis.

c. Masalah yang dapat diselesaikan dengan cepat oleh seorang farmasis dan penderitanya.

d. Masalah yang dalam penyelesaiannya, memerlukan bantuan dari tenaga kesehatan lainnya (dokter, perawat, keluarga penderita, dan lain- lain) (Seto, 2001).

2.7.2 Kategori Drug Related Problem

Macam- macam Drug Related Problem

Kemungkinan penyebab Drug Related Problem

Mebutuhan terapi tambahan obat

Terapi obat yang tidak perlu

1. Pasien mempunyai kondisi medis baru yang

membutuhkan terapi awal pada obat. 2. Pasien mempunyai penyakit kronik yang

membutuhkan terapi obat berkisinambungan.

3. Pasien mempunyai kondisi kesehatan yang membutuhkan parmakoterapi kombinasi untuk mencapai efek sinergis atau potensiasi.

4. Pasien dalam keadaan risiko

pengembangkan kondisi kesehatan baru yang dapat dicegah dengan penggunaan alat pencegah penyakit pada terapi obat dan/atau tindakan pra medis.

1. Pasien yang sedang mendapatkan

pengobatan yang tidak tepat indikasi pada waktu itu.

2. Pasien yang tidak sengaja maupun sengaja kemasukan sejumlah racun dari obat atau

(12)

Terapi salah obat

Dosis terlalu rendah

Reaksi obat yang merugikan

kimia,sehingga menyebabkan rasa sakit pada waktu itu.

3. Pengobatan pada pasien pengkonsumsi obat, alkohol dan rokok.

4. Kondisi kesehatan pasien lebih baik diobati dengan terapi tanpa obat.

5. Pasien yang mendapatkan beberapa obat untuk kondisi yang mana hanya satu terapi obat yang terindikasi.

6. Pasien yang mendapatkan terapi obat untuk pangobatan yang tidak dapat

dihindarkan dari reaksi efek samping yang disebabkan dengan pengobatan lainnya. 1. Pasien dimana obat tidak efektif.

2. Pasien yang mempunyai riwayat alergi. 3. Pasien penerima obat yang paling tidak

efektif untuk indikasi pengobatan. 4. Pasien dengan faktor risiko pada

kontraindikasi penggunaan obat.

5. Pasien menerima obat efektif tetapi least costly.

6. Pasien menerima obat efektif tetapi tidak aman.

7. Pasien yang tekena infeksi resisten terhadap obat yang digunakan.

8. Pasien menerima kombinasi produk yang tidak perlu dimana single drug dapat memberikan pengobatan yang tepat. 1. Pasien menjadi sulit disembuhkan dengan

terapi obat yang digunakan.

2. Dosis yang digunakan terlalu rendah untuk menimbulkan respon.

3. Konsentrasi obat dalam serum dibawah range teraupetik yang diharapkan.

4. Waktu prophylaxis (presugikal) antibiotik diberikan terlalu cepat.

5. Dosis dan fleksibilitas tidak cukup untuk pasien.

6. Terapi obat berubah sebelum teraupetik percobaan cukup untuk pasien.

7. Pemberian obat terlelu cepat.

1. Pasien yang faktor risiko yang berbahaya bila obat digunakan.

(13)

Dosis terlalu tinggi.

Kepatuhan

interaksi dengan obat lain/makanan pasien.

3. Efek dari obat dapat diubah oleh substansi makanan pasien.

4. Efek dari obat dapat diubah penghambat enzim/ pemacu obat lain.

5. Efek dari obat dapat diubah dengan pemindahan obat dari binding site oleh obat lain.

6. Hasil labboratorium dapat berubah karena gangguan obat lain.

1. Pasien dengan dosis tinggi

2. Konsentrasi obat dalam serum pasien diatas range terapuetik obat yang diharapkan.

3. Dosis obat meningkat terlalu cepat. 4. Obat, dosis, rute, perubahan formulasi

yang tidak tepat.

5. Dosis dan interval flexibility tidak tepat 1. Pasien tidak menerima aturan pakai obat

yang tepat (penulisan, obat, pemberian, pemakaian)

2. Pasien tidak menuruti rekomendasi yang diberikan untuk pengobatan.

3. Pasien tidak mengambil obat yang diresepkan karena mahal.

4. Pasien tidak mengambil beberapa obat yang diresepkan karena tidak mengerti. 5. Pasien tidak mengambil beberapa obat

yang diresepkan secara konsisten karena merasa sudah sehat.

(Cipolle, dkk., 1998)

2.8 Rumah Sakit

2.8.1 Definisi Rumah Sakit

Rumah sakit adalah salah satu sarana kesehatan tempat menyelenggarakan upaya kesehatan dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam menghadapi dan menangani masalah medik untuk pemulihan dan pemeliharaan kesehatan yang baik. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk

(14)

memelihara dan meningkatkan kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat dan tempat yang digunakan untuk menyelenggarakannya disebut sarana kesehatan. Sarana kesehatan berfungsi melakukan upaya kesehatan dasar, kesehatan rujukan dan atau upaya kesehatan penunjang. Upaya kesehatan diselenggarakan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (promotif), pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang diselenggarakan secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan (Siregar, 2004).

2.8.2 Fungsi Rumah Sakit

Rumah sakit mempunyai beberapa fungsi, yaitu menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medik dan non medik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, pelayanan rujukan upaya kesehatan, administrasi umum dan keuangan. Maksud dasar keberadaan rumah sakit adalah mengobati dan perawatan penderita sakit dan terluka. Sehubungan dengan fungsi dasar ini, rumah sakit memberikan pendidikan bagi mahasiswa dan penelitian yang juga merupakan fungsi yang penting. Fungsi keempat yaitu pencegahan penyakit dan peningkatan kesehatan juga telah menjadi fungsi rumah sakit. Jadi empat fungsi dasar rumah sakit adalah pelayanan penderita, pendidikan, penelitian dan kesehatan masyarakat (Siregar, 2004).

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan metode alokasi biaya bersama pada produk sampingan, maka terdapat kesimpulan yang berguna bagi pabrik Tahu

Hasil verifikasi metode penentuan kadar TSAI dalam tetes tebu metode Lane Eynon diperoleh nilai presisi (%RSD) sebesar 0,87 % telah memenuhi kriteria seksama, nilai

Studi Pengkajian Tentang Pemanfaatan Search Engine Optimization (SEO) untuk Meningkatkan Peringkat pada Hasil Pencarian di Search Engine. YOSI

Selain itu, film yang digunakan merupakan film yang ditujukan untuk anak-anak, sementara anak-anak dan kapitalisme merupakan dua hal yang sangat berlawanan, atas latar

Untuk perancangan suatu separator horizontal diperlukan untuk menghitung nilai ketebalan dinding pada shell, ketebalan head, dll. Adapun beberapa rumusan yang digunakan

Sehingga, dapat dikatakan pada uji pemanasan pati ini seluruh zat yang diujikan mengandung polisakarida maupun disakarida yang terurai menjadi monosakarida, yaitu zat

Yang dikatakan adil bermakna jelas dan transaparan yaitu bahwa sebelum pekerja dipekerjakan harus dijalaskan terlebih dahulu bagaimana upah yang akan diterimanya. Sesungguhnya

Sesuai dengan kriteria diterima atau ditolaknya hipotesis maka dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa menerima hipotesis yang diajukan terbukti atau dengan kata lain variabel