GAMBARAN KADAR ELEKTROLIT (Na
+,K
+)
PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
IZAK PARIURY
N121 07 018
PROGRAM KONSENTRASI
TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
GAMBARAN KADAR ELEKTROLIT (Na
+,K
+)
PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
SKRIPSI
untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar sarjana
IZAK PARIURY N121 07 018
PROGRAM KONSENTRASI
TEKNOLOGI LABORATORIUM KESEHATAN FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
iii
GAMBARAN KADAR ELEKTROLIT (Na
+,K
+)
PADA PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)
IZAK PARIURY
N121 07 018
Disetujui oleh :
Pembimbing Utama, Pembimbing Pertama,
Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt.
NIP. 1957032 198512 2 001
Usmar, S.Si, M.Si, Apt NIP. 19710109 199702 1 001
iv
PENGESAHAN
GAMBARAN KADAR ELEKTROLIT (Na
+,K
+) PADA
PENDERITA GAGAL GINJAL KRONIK (GGK).
Oleh IZAK PARIURY
N121 07 018
Dipertahankan dihadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Pada Tanggal Agustus 2013
Panitia Penguji Skripsi :
1. Ketua : Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si.,Apt ...
2. Sekretaris : Dra.Christiana Lethe, M.Si., Apt. ...
3. Anggota : Sumarheni, S.Si., M.MSc., Apt. ...
4. Ex.Officio : Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt ...
5. Ex.Officio : Usmar, S.Si., M.Si., Apt. ...
Mengetahui :
Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
Prof. Dr. Elly Wahyudin, DEA, Apt.
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini adalah karya saya sendiri, tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu Perguruan Tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Apabila di kemudian hari terbukti bahwa pernyataan saya ini tidak benar, maka skripsi dan gelar yang diperoleh, batal demi hukum.
Makassar, Agustus 2013 Penyusun,
Izak Pariury
vi
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala pujian hormat dan syukur hanya bagi Tuhan Yesus, yang
telah mempercayakan penulis untuk mengerjakan studi dan
menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.
Sungguh banyak kendala yang penulis hadapi dalam rangka
penyusunan skripsi ini. Namun berkat dukungan dan bantuan berbagai
pihak, akhirnya penulis dapat melewati kendala-kendala tersebut. Oleh
karena itu, penulis dengan tulus menghaturkan banyak terima kasih dan
penghargaan yang setingi-tingginya kepada:
1. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin Prof. Dr. Elly
Wahyudin, DEA., Apt, Wakil Dekan I Prof. Dr. Gemini Alam, M.Si., Apt,
Wakil Dekan II Prof. Dr. rer.nat. Marianti A. Manggau, Apt., dan Wakil Dekan III Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si., Apt.
2. Pembimbing utama Drs. H. Kus Haryono, MS., Apt, pembimbing
pertama Dr. Agnes Lidjaja, M.Kes., Apt, dan pembimbing kedua
Usmar, S.Si., M.Si., Apt.
3. Kepala Laboratorium Klinik Rumah Sakit Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar, dr. Mutmainnah, Sp.PK, beserta seluruh staf laboratorium.
4. Ketua Program Konsentrasi Teknologi Laboratorium Kesehatan
Fakultas Farmasi UNHAS Bapak Subehan, M.Pharm.Sc., Ph.D, Apt
beserta seluruh staf atas segala fasilitas yang diberikan dalam
vii
5. Drs. H. Hasyim Bariun, M.Si., Apt dan Drs. Abd. Muzakkir Rewa, M.Si,,
Apt selaku Penasihat Akademik, terima kasih atas bimbingan dan
arahan yang diberikan selama menjalani perkuliahan.
6. Seluruh dosen dan staf Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin
secara khusus Ibu Dra. Christiana Lethe, M.Si., Apt terima kasih atas
perhatian, dan dorongan serta semangat yang diberikan.
7. Ayahanda Esau Pariury S.H. dan Ibunda Rosita M. Pariury-Nahumury
Terima kasih atas seluruh kasih sayang dan jerih lelah yang diberikan.
Serta saudariku Yodelia Pariury S.E yang selalu memberi dukungan
moril dan materil.
8. Teman-teman dan seluruh komponen Persekutuan Mahasiswa Kristen
Oikumene Filadelfia FMIPA_Farmasi UNHAS, Persekutuan
Mahasiswa Kristen Maluku, dan Youth Gereja Mawar Sharon
Makassar
9. Kelompok Tumbuh Bersama (KTB) Elroi, Alnes A.L. Salamahu, S.Si,
dan Yondri N. tasidjawa S.Si, serta CG (Connect Group) FOG,
Yanesda Dalli S.Si, Henrikus Irawan, ,. Terima kasih atas dukungan
doa dan semangat yang diberikan.
10. Teman-teman Spoi7, terkhususnya Muh.Rizman Naim, chipit., Yenti
Purnama Sari, Leonardo, Jufrianti Matalapu, Arfandi, Hendra.
11. Kakak-kakak TLK angkatan 2005, 2006, D3 TLK angkatan 2009,
viii
12. Teman sekaligus saudara Yondri, William, Thesa, Mariska, Andre,
Ejon, Kin, Egbert, Rifky, Aron, Yanti dan Nando .
Terima kasih yang sama Penulis ucapkan kepada semua
pihak yang tidak dapat disebutkan, semoga Tuhan memberkati kita
sekalian. Akhirnya semoga karya ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan. Amin.
Makassar, Agustus 2013
ix
ABSTRAK
Telah dilakukan penelitian gambaran kadar elektrolit (Na+,K+) pada penderita gagal ginjal kronik (GGK). Di laboratorium Rumah Sakit Umum Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis gambaran kadar elektrolit (Na+, K+) pada penderita gagal ginjal kronik (GGK). Penelitian ini merupakan studi observasional dengan pendekatan cross sectional menggunakan sampel serum yang diambil dari pasien yang telah memenuhi kriteria sampel penelitian. Sampel serum diperiksa dengan metode kolorimetri enzimatik,. Jumlah sampel sebanyak 35 yang terdiri dari 21 (60%) laki-laki dan 14 (40%) perempuan, yang seluruhnya merupakan pasien gagal ginjal kronik (GGK). Kelompok usia pada penelitian ini adalah kelompok usia lebih dari 40 tahun. Jumlah pasien lebih banyak yang mengalami penurunan (hipo) pada kadar Natrium yaitu sebesar 57,14 % dan nilai elektrolit Kalium (K+) cenderung normal yaitu sebesar 60 %. Hasil analisa statistik dengan
chi-square antara Natrium (Na+), Kalium (K+) terhadap pasien gagal ginjal kronik (GGK) menyatakan ada hubungan yang bermakna (p < 0,05).
x
ABSTRACT
A research has been done to overview electrolyte levels (Na+, K+) in patients with chronic renal failure (CRF). In the laboratory of General Hospital Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. The purpose of this research was to analyze the levels of electrolytes (Na+, K+) in patients with chronic renal failure (CRF). This research is an observational study with cross-sectional approach using serum samples taken from patients who have met the criteria of the research sample. Serum samples were examined by enzymatic colorimetric method,. There are 35 samples, consist of 21 (60%) men and 14 (40%) of the women, all patients have a chronic renal failure (CRF). Age group in this research is the age group over 40 years. Number of patients more likely to have decreased (hypo) the levels of sodium in the amount of 57.14% and the value of the electrolyte potassium (K +) to normal is equal to 60%. The results of statistical analysis with the chi-square between Natrium (Na+), Kalium (K+) to patients with chronic renal failure (CRF) said there was a significant (p <0.05).
xi DAFTAR ISI H Haallaammaann HALAMAN PENGESAHAN ... iv PERNYATAAN ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... ix
ABSTRACT ... x
DAFTAR ISI ... xi
DAFTAR TABEL ... xiv
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN……….. xvii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5
II.1 Uraian Umum Tentang Ginjal ... 5
II.1.1 Anatomi Fisiologi Ginjal ... 5
II.1.2 Fungsi Dan Kerja Ginjal ... 7
II.1.3 Ginjal Dalam Mengatur Cairan Dan Elektrolit ... 9
II.2 Gagal Ginjal Kronik ... 9
II.3 Cairan Tubuh Dan Elektrolit ... 13
II.3.1 Keseimbangan Cairan Tubuh Dan Elektrolit ... 13
xii
II.4 Cairan Tubuh ... 15
II.5 Elektrolit ... 16
II.5.1 Pembagian Elektrolit ... 17
II.5.2 Natrium (Na+) dan Kalium (K+) ... 18
BAB III PELAKSANAAN PENELITIAN ... 21
III.1 Jenis Penelitian ... 21
III.2 Tempat Dan Waktu Penelitian ... 21
III.2.1 Tempat Penelitian ... 21
III.2.1 Waktu Penelitian ... 21
III.3 Populasi Penelitian ... 21
III.4 Sampel Dan Cara Pemilihan Sampel ... 21
III.5 Perkiraan Besar Sampel ... 21
III.6 Kriteria Sampel ... 22
III.6.1 Kriteria Inklusi ... 22
III.6.2 Kriteria Eksklusi ... 22
III.7 Definisi Operasional ... 22
III.8 Alat Dan Bahan Penelitian ... 23
III.8.1 Alat Penelitian ... 23
III.8.2 Bahan Penelitian ... 23
III.9. Prosedur Kerja ... 23
III.9.1 Pengambilan Darah ... 24
III.9.2 Prosedur Kerja ABX Pentra 400 ... 24
xiii
III.10 Analisis Data ... 25
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26
IV.1 Hasil Penelitian ... 26
IV.2 Pembahasan ... 27
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 33
V.1 Kesimpulan ... 33
V.2 Saran ... 33
DAFTAR PUSTAKA ... 34
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Batasan penyakit gagal ginjal kronik ... 11
2. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 26
3. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan umur ... 26
4. Uji statistik CHI- SQUARE ... 27
5. Tabel Penelitian ... 38
xv DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1. Ginjal ... 6 2. Struktur Nefron ... 6 3. Proses difusi ... 14 4. Proses Osmosis ... 15
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1. Skema kerja penelitian ... 36
2. Gambar penelitian ... 37
3. Tabel penelitian ... 38
4. Hasil uji statistik CHI-SQUARE dengan SPSS versi 19 ... 39
xvii
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/singkatan Arti
GGK Gagal Ginjal Kronik
CRF Cronic Renal Failure
BUN Blood Urea Nitrogen
SLG Systemic Lupus Erythematosus
LFG Laju Filtrasi Glomerulus
TBW Total Body Water
ADH Antidiuretic Hormone
ESRD End Stage Renal Disease
ACTH Adrenocorticotropik Hormone
Na+ Ion Natrium
1
BAB I PENDAHULUAN
Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam
mempertahankan kestabilan lingkungan dalam hidup. Ginjal mengatur
keseimbangan cairan tubuh, elektrolit, dan asam-basa dengan cara filtrasi
darah, reabsorpsi selektif air, elektrolit dan nonelektrolit, serta
mengekskresi kelebihannya sebagai urin. Selain itu ginjal juga
mengeluarkan produk sisa metabolisme seperti urea, kreatinin, dan asam
urat serta zat yang tidak diperlukan. Jika fungsi ginjal telah mengalami
gangguan yang berlangsung lama dan sifatnya ireversibel maka ginjal
akan masuk ketahap gagal ginjal. (1)
Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah salah satu masalah kesehatan
saat ini, karena selain insidensi dan prevalensinya yang semakin
meningkat, juga pengobatan pengganti ginjal yang harus dijalani oleh
penderita gagal ginjal merupakan pengobatan yang sangat mahal. Di
seluruh dunia pada tahun 1996 diperkirakan sekitar satu juta orang
penderita GGK menjalani pengobatan pengganti ginjal (hemodialisis,
dialisis peritoneal atau transplantasi), dimana jumlah ini akan meningkat
menjadi dua juta orang pada tahun 2011. Dari jumlah ini 70% berada di
negara-negara yang secara sosio-ekonomi telah maju dan mempunyai
program asuransi kesehatan yang mencakup hampir seluruh
2
Dilaporkan penyakit gagal ginjal kronik bervariasi yaitu sekitar 20%
di Jepang dan di Amerika Serikat, 6,4% sampai 9,8% di Taiwan, 2,6%
sampai 13,5% di Cina, 17,7% di Singapura, dan 1,6% sampai 9,1% di
Thailand. Survei komunitas yang dilakukan oleh perhimpunan Nefrologi
Indonesia menunjukkan 12,5% populasi sudah mengalami penurunan
fungsi ginjal. (3)
Elektrolit sangat penting secara fisiologis dan dapat kita pantau
terdapat didalam fase air plasma. Kadar intrasel elektrolit tentu saja
sangat penting, tetapi hal ini tidak mudah diukur dengan metode-metode
yang ada di laboratorium klinik. Perlu diingat bahwa kadar Kalium
cenderung sangat tinggi didalam sel (sekitar 475,5 mg/dl) dan rendah
diluar sel (sekitar 15,85 mg/dl), sedangkan Natrium rendah didalam sel
dan tinggi diluar sel. Perbedaan dalam konsentrasi ion ini menghasilkan
perbedaan voltase listrik dikedua sisi membran pada sel otot dan saraf
menentukan potensial aksi dan inisiasi kontraksi otot. (6)
Suatu bukti penting yang harus diingat dalam mempertimbangkan
pengaturan keseluruhan ekskresi natrium atau ekskresi elektrolit apa saja
adalah bahwa pada kondisi normal, ekskresi oleh ginjal ditentukan oleh
asupan. Bila gangguan fungsi ginjal tidak terlalu berat, keseimbangan
natrium dapat dicapai terutama melalui penyesuaian intrarenal dengan
perubahan volume cairan ekstraselular yang minimal atau penyesuaian
3
Pengaturan keseimbangan Kalium terutama bergantung pada
ekskresi oleh ginjal karena jumlah yang diekskresikan dalam feses hanya
sekitar 5 - 10 persen dari asupan kalium. Pengaturan keseimbangan
Kalium yang normal membutuhkan penyesuaian ginjal terhadap ekskresi
Kaliumnya dengan cepat dan tepat untuk variasi asupan yang besar,
seperti juga pada kebanyakan elektrolit. (7)
Kurangnya produksi urin (Oliguria) terjadi akibat efek hormon
antidiuretik dan aldosteron, yang keduanya disekresi sebagai respon
terhadap penurunan volume cairan tubuh. Respon ginjal terhadap
penurunan volume cairan tubuh adalah menahan Natrium dan air.
Akibatnya, diekskresikan urin yang pekat dalam jumlah yang sedikit. Urin
yang mengandung Natrium dalam konsentrasi rendah tidak selalu berarti
ada defisit volume cairan yang sesungguhnya. Peningkatan kadar ureum
atau BUN (blood urea nitrogen) pada pasien gagal ginjal kronik (GGK),
mencerminkan adanya peningkatan reabsorbsi urea ditubulus ginjal yang
menyertai reabsorbsi Natrium dan air ditubulus ginjal. (5)
Penggunaan diuretik secara berlebihan yang menghambat
kemampuan ginjal untuk mempertahankan Natrium, dan beberapa jenis
penyakit ginjal yang mengeluarkan Natrium, juga menyebabkan berbagai
derajat hiponatremia. (9)
Hiponatremia juga dapat terjadi sehubungan dengan kelebihan
retensi air, yang mengencerkan Natrium dalam cairan ekstraselular, yaitu
4
sekresi berlebihan dari hormon antidiuretik, yang menyebabkan tubulus
ginjal mereabsorpsi air lebih banyak, dapat meneyebabkan terjadinya
hiponatremia dan overhidrasi. (9)
Berdasarkan latar belakang diatas, maka dibuat rumusan masalah
dalam penelitian ini yaitu bagaimana gambaran kadar elektrolit (Na+,K+)
pada penderita gagal ginjal kronik (GGK).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis gambaran kadar
elektrolit (Na+, K+) pada penderita gagal ginjal kronik (GGK).
Manfaat penelitian ini adalah untuk menambah informasi dan untuk
melihat bagaimana gambaran kadar elektrolit (Na+, K+) pada penderita
gagal ginjal kronik (GGK) serta membantu dokter dalam penegakan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Uraian umum tentang ginjal II.1.1 Anatomi Fisiologis Ginjal
Ginjal terletak dibagian belakang abdomen atas, di belakang
peritoneum, di depan dua iga terakhir, dan tiga otot besar (transversus
abdominis, kuadratus lumborum, dan psoas mayor). Ginjal dipertahankan
dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yang tebal. Kelenjar adrenal
terletak diatas kutub masing-masing ginjal. (1)
Ukuran ginjal pada manusia sangat kecil, anatomi juga sangat
sederhana, akan tetapi tanggung jawabnya terhadap kesehatan tubuh
sangat besar. Ginjal normal manusia ada 2 buah berwarna merah
keunguan, berbentuk seperti biji kacang merah dengan ukuran panjang
sekitar 11 cm dan lebar 6 cm dengan ketebalan kurang lebih 3,5 cm
serta berat sekitar 120 - 170 gram (rata-rata 150 gram) dengan lekukan
yang menghadap ke dalam. (13,14)
Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan ginjal kiri karena
tertekan ke bawah oleh hati. Lokasi ginjal terletak di punggung sebelah
belakang (lebih mengarah dekat tulang belakang) sedikit di atas pinggang,
di dalam rongga perut. Kedua ginjal dilapisi oleh lemak yang berguna
6
Gambar 1. Ginjal. (Sumber : http://www.omahxamthoneplus.com/wp-content/uploads/ 2013/03/Ginjal-Manusia.jpg)
Kedua ginjal bersama-sama mengandung kira-kira 2.400.000
nefron, dan tiap nefron dapat membentuk urin sendiri. Pada dasarnya
nefron terdiri dari suatu glomerulus dimana cairan difiltrasikan, dan
suatu tubulus panjang tempat cairan yang difiltrasikan tersebut diubah
menjadi urin dalam perjalanannya ke pelvis ginjal. (9)
Gambar 2. Struktur Nefron (Sumber : http://dc439.4shared.com/doc/jCSt1Oga/preview_
html_dc48bd2.jpg) Tubulus proksimal Kapsula Bowman Glomerulus Arteriol eferen Arteriol aferen Kapiler jaringan tubulus sekitarnya Tubulus distal Dari arteri ginjal Kapiler glomerulus Saluran pengum pul Tubulus distal Tubulus proksimal Tubulus proksimal Arteriol eferen Kapsula Bowman Arteriol aferen Menuju pembuluh darah ginjal Menuju panggul ginjal Hansa henle
7
Fungsi dasar nefron adalah untuk membersihkan, atau
menjernihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki ketika ia
mengalir melalui ginjal tersebut. Zat-zat yang harus dikeluarkan terutama
meliputi produk akhir metabolisme seperti urea, kreatinin,dan asam urat.
Selain itu banyak zat lain, seperti ion natrium, ion kalium, ion klorida, dan
ion hidrogen yang cenderung terkumpul di dalam tubuh dalam jumlah
yang berlebihan. (9)
II.1.2 Fungsi dan Kerja Ginjal
Beberapa fungsi ginjal antara lain :
1. Mengatur keseimbangan pH darah
2. Meregulasikan tekanan darah. Ginjal menghasilkan enzim renin yang
bertugas mengontrol tekanan darah dan keseimbangan elektrolisis.
Renin mengubah protein dalam darah menjadi hormon angiotensin.
Selanjutnya angiotensin akan diubah menjadi aldosterone yang
mengabsorbsi sodium dan air ke dalam darah.
3. Memproses vitamin D sehingga dapat distimulasi oleh tulang.
4. Membuang racun dan produk buangan / limbah dari darah. Racun di
dalam darah diantaranya urea dan uric acid. Jika kandungan kedua
racun ini terlalu berlebihan, akan mengganggu metabolisme tubuh.
5. Menjaga kebersihan darah dengan meregulasi seluruh cairan
(air dan garam) di dalam tubuh. (13)
Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi
8
dengan mengubah ekskresi air dan solut dimana kecepatan filtrasi yang
tinggi memungkinkan pelaksanaan fungsi ini dengan ketepatan yang
tinggi. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi
glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus. Fungsi ginjal yang lainnya
antara lain mengekskresikan bahan-bahan kimia tertentu (obat-obatan dan
sebagainya), hormon-hormon dan metabolit lain. (12)
Proses kerja ginjal :
1. Darah yang akan disaring dialirkan melalui arteri ginjal masuk ke
dalam ginjal yang di dalamnya terkandung air dan larutan lain.
Sebagian larutan yang tidak terfiltrasi akan kembali ke sirkulasi ke
dalam vena.
2. Proses filtrasi / penyaringan dimana darah kemudian masuk ke kapiler
glomerulus. Dinding kapiler dari glomerulus memiliki pori-pori untuk
filtrasi atau penyaringan. Di dalam glomerulus ini zat terlarut dan air di
saring dan menghasilkan filtrate glomeruli (urin primer) untuk
disalurkan ke kapsul Bowman.
3. Filtrat glomeruli yang mengandung zat yang masih dapat dipakai oleh
tubuh misalnya asam amino, glukosa, air dan garam di bawa ke
tubulus proksimal, lengkung henle, dan tubulus distal untuk melalui
proses reabsorbsi (peyerapan kembali).
4. Cairan reabsorpsi tersebut melalui proses augmentasi dimana terjadi
9
Hidrogen (H+), ion Klorida (Cl-), racun dan sisa obat yang tidak
terpakai.
5. Urin lalu menuju saluran pengumpulan pada medulla yang bermuara
di pelvis renal pada rongga ginjal. Urin lalu di alirkan ke ureter menuju
kandung kemih dan disalurkan ke uretra. (14)
II.1.3 Ginjal dalam mengatur cairan dan elektrolit
Perubahan cairan dan elektrolit pada saat kreatinin menurun,
dimana kemampuan untuk memekatkan atau mencairkan urine terganggu.
Pembatasan asupan air dapat mengakibatkan kontraksi volume dan
cairan hipernatremia, sebaliknya jika asupan garam dan air berlebihan,
dapat terjadi hiponatremia, edema ataupun keduanya. (11)
Cairan tubuh beserta zat-zat atau elektrolit / ion-ion yang
terlarut di dalamnya selalu cenderung berubah-ubah oleh karena adanya
proses metabolisme. (11)
Di lain pihak supaya tetap konstan maka ginjal ikut membantu
mempertahankan jumlah elektrolit atau ion-ion dalam batas-batas tertentu,
sehingga tidak timbul kegoncangan di dalam tubuh dan inilah
merupakan salah satu fungsi ginjal proses hemostasis yaitu dengan cara
pemekatan atau pun pengenceran urine, proses counter current di dalam
ginjal. (11)
II.2 Gagal ginjal kronik
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat
10
filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang, dan berat.
Gagal ginjal kronik terjadi akibat penyakit ginjal primer (misalnya
glomerulonefritis kronis, pielonefritis kronis, ginjal polikistik) maupun
penyakit ginjal sekunder (misalnya nefropati hipertensi, nefropati diabetik,
nefropati obstruktif akibat batu saluran kemih). (17,18)
Penyebab gagal ginjal kronik di bagi dalam 3 kelompok, yaitu :
1. Penyebab prerenal :
Penyebab prerenal berupa gangguan aliran darah ke arah ginjal
sehingga ginjal kekurangan suplai darah. Kurangnya suplai darah
mengakibatkan kekurangan oksigen yang pada gilirannya
menyebabkan kerusakan jaringan ginjal.
2. Penyebab renal
Penyebab renal berupa gangguan atau kerusakan yang mengenai
jaringan ginjal sendiri seperti kerusakan akibat penyakit diabetes
mellitus, hipertensi, penyakit sistem kekebalan tubuh seperti Systemic
Lupus Erythematosus (SLE), peradangan, keracunan obat, kista
dalam ginjal, berbagai gangguan aliran darah di dalam ginjal yang
merusak jaringan ginjal.
3. Penyebab postrenal
Penyebab post renal berupa gangguan atau hambatan aliran keluar
(output) urin sehingga terjadi aliran balik urin ke arah ginjal yang dapat
menyebabkan kerusakan ginjal. (13)
11
pemeriksaan laboratorium. Pengukuran kadar kreatinin serum dilanjutkan
dengan penghitungan nilai laju filtrasi glomerulus dapat mengidentifikasi
pasien yang mengalami penurunan fungsi ginjal. (4)
Penyakit ginjal kronik adalah kerusakan ginjal yang terjadi selama
lebih dari 3 bulan, berdasarkan kelainan patalogis atau petanda kerusakan
ginjal seperti proteinuria. Jika tidak ada tanda kerusakan ginjal, diagnosis
penyakit ginjal kronik ditegakkan jika nilai laju filtrasi glomerulus kurang
dari 60ml/menit/1,73m2 , seperti yang terlihat pada tabel 1. (15)
Tabel 1. Batasan penyakit gagal ginjal kronik
1. kerusakan ginjal > 3 bulan, yaitu kelainan struktur atau fungsi ginjal, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus berdasarkan:
- kelainan patalogik
- petanda kerusakan ginjal seperti proteinuria atau kelainan pada pemeriksaan pencitraan
2. laju filtrasi glomerulus < 60 ml/menit/1,73m2 selama > 3 bulan dengan atau tanpa kerusakan ginjal
Sumber : Rindiastuti Yuyun., Deteksi Dini dan Pencegahan penyakit Gagal Ginjal Kronik. Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS. Available from :
http://yuyunrindi.files.wordpress.com /2008/05/deteksi-dini-dan-pencegahan-penyakit-gagal-ginjal-kronik.pdf.html
Pada pasien dengan penyakit ginjal kronik, klasifikasi stadium
ditentukan oleh nilai laju filtrasi glomerulus, yaitu stadium yang lebih tinggi
menunjukkan nilai laju filtrasi glomerulus yang lebih rendah. Klasifikasi
tersebut membagi penyakit ginjal kronik dalam lima stadium. (15)
a) Stadium I : Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau meningkat
(>90 ml/min/1.73m2). Fungsi ginjal masih normal tapi telah terjadi
12
b) Stadium II : Penurunan LFG ringan yaitu 60-89 ml/min/1.73m2 disertai
dengan kerusakan ginjal. Fungsi ginjal menurun ringan dan ditemukan
abnormalitas patologi dan komposisi dari darah dan urin.
c) Stadium III : penurunan LFG sedang yaitu LFG 30-59 ml/min/1.73 m2.
Tahapan ini terbagi lagi menjadi tahapan IIIA (LFG 45-59) dan
tahapan IIIB (LFG 30-44). Saat pasien berada dalam tahapan ini telah
terjadi penurunan fungsi ginjal sedang.
d) Stadium IV : penurunan LFG berat yaitu 15-29 ml/menit/1.73 m2,
terjadi penurunan fungsi ginjal yang berat. Pada tahapan ini dilakukan
persiapan untuk terapi pengganti ginjal.
e) Stadium V : Gagal ginjal dengan LFG , 15 ml/menit/1.73m2,
merupakan tahapan kegagalan ginjal tahap akhir. Terjadi penururnan
fungsi ginjal yang sangat berat dan dilakukan terapi pengganti ginjal
secara permanen. (19)
Gagal ginjal kerap tanpa keluhan sama sekali. Bahkan tidak sedikit
penderita mengalami penurunan fungsi ginjal hingga 90% tanpa di dahului
keluhan. Beberapa tanda atau gejala gagal ginjal yaitu :
1. Kencing terasa kurang dibandingkan dengan kebiasaan sebelumnya.
2. Kencing berubaha warna, berbusa, atau sering bangun malam untuk
kencing.
3. Napas bau karena adanya kotoran yang mengumpul dirongga mulut.
4. Gatal-gatal, utamanya di kaki
13
karena ginjal tidak bisa membuang air yang berlebihan.
6. Kehilangan nafsu makan , mual dan muntah.
7. Rasa pegal dipunggung. (13,20)
II.3 Cairan Tubuh Dan Elektrolit
II.3.1 Keseimbangan Cairan Tubuh Dan Elektrolit
Keseimbangan cairan dan elektrolit mencakup komposisi dan
perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang
terdiri dari air dan zat terlarut. Elektrolit adalah zat kimia yang
menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika
berada dalam larutan. Cairan dan elektrolit masuk kedalam tubuh melalui
makanan, minuman, dan cairan intravena dan didistribusikan keseluruh
bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu
dengan yang yang lainnya; jika salah satu terganggu, maka demikian pula
yang lainnya. Oleh karena itu, cairan dan elektrolit harus dibicarakan
secara bersamaan. (7)
Cairan dan elektrolit menciptakan lingkungan intraselular dan
ekstraselular bagi semua sel dan jaringan tubuh, sehingga
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit dapat terjadi pada semua
golongan penyakit. Gangguan cairan dan elektrolit berkaitan dengan
penyakit sistemik mayor maupun dengan beberapa penyakit sistemik
14
II.3.2 Transport Cairan dalam Tubuh
a. Difusi
Pergerakan molekul melintasi membran semipermiabel dari
kompartemen berkonsentrasi tinggi menuju kompartemen rendah. Difusi
cairan berlangsung melalui pori-pori tipis membran kapiler. Laju difusi
dipengaruhi: ukuran molekul, konsetrasi larutan, dan temperatur larutan.
Gambar 3. Proses difusi
b. Filtrasi
Proses perpindahan cairan dan solut (substansi yang terlarut
dalam cairan) melintasi membran bersama-sama dari kompartemen
bertekanan tinggi menuju kompartemen bertekanan rendah. Contoh
Filtrasi adalah pergerakan cairan dan nutrien dari kapiler menuju cairan
interstitial di sekitar sel.
c. Osmosis
Pergerakan dari solven (pelarut) murni (air) melintasi membran sel
dari larutan berkonsentrasi rendah (cairan) menuju berkonsentrasi tinggi
(pekat).
15
Gambar 4. Proses Osmosis
d. Transpor Aktif
Proses transpor aktif memerlukan energi metabolisme. Proses
tranpor aktif penting untuk mempertahankan keseimbangan natrium dan
kalsium antara cairan intraseluler dan ekstraseluler. Dalam kondisi
normal, konsentrasi natrium lebih tinggi pada cairan intraseluler dan kadar
kalium lebih tinggi pada cairan ekstraseluler. (6)
II.4 Cairan Tubuh
Cairan tubuh meliputi cairan darah, plasma jaringan, cairan sinovial
pada persendian, cairan serebrospinal pada otak dan medula spinalis,
cairan dalam bola mata (aqueous humor dan vitreous humor), cairan
pleura, dan berbagai cairan yang terkandung dalam organ.
Fungsi cairan dalam tubuh manusia, antara lain;
Sebagai alat transportasi nutrien, elektrolit dan sisa metabolisme
Sebagai komponen pembentuk sel, plasma, darah, dan komponen tubuh yang lainya
Sebagai pengatur suhu tubuh dan lingkungan seluler. (6) Cairan tubuh terbagi menjadi:
16
a) Cairan intraselular
Cairan yang terkandung di antara sel disebut cairan intraselular. Pada
orang dewasa, sekitar dua per tiga dari cairan dalam tubuhnya
terdapat di intraselular (sekitar 27 liter rata-rata untuk dewasa laki-laki
dengan berat badan sekitar 70 kilogram), sebaliknya pada bayi hanya
setengah dari berat badannya merupakan cairan intraselular.
b) Cairan ekstraselular
Cairan yang berada di luar sel disebut cairan ekstraselular. Jumlah
relatif cairan ekstraselular berkurang seiring dengan usia. Pada bayi
baru lahir, sekitar setengah dari cairan tubuh terdapat di cairan
ekstraselular. Setelah usia 1 tahun, jumlah cairan ekstraselular
menurun sampai sekitar sepertiga dari volume total. Ini sebanding
dengan sekitar 15 liter pada dewasa muda dengan berat rata-rata 70
kg. (10)
II.5 Elektrolit
zat terlarut dalam cairan tubuh meliputi elektrolit dan non-elektrolit.
Non elektrolit adalah zat terlarut dan tidak terurai dalam larutan dan tidak
bermuatan listrik, non-elektrolit terdiri dari protein, urea, glukosa, oksigen,
karbon dioksida, dan asam-asam organik. (7)
Garam yang terurai didalam air menjadi satu atau lebih
partikel-partikel yang bermuatan, disebut sebagai ion atau elektrolit. Elektrolit
17
(Mg++), Klorida (Cl-), Bikarbonat (HCO3 -), Fosfat (HPO4=), dan Sulfat
(SO4=).
Elektrolit adalah suatu zat yang larut atau terurai ke dalam bentuk
ion-ion dan selanjutnya larutan menjadi konduktor elektrik, ion-ion
merupakan atom-atom bermuatan elektrik. Elektrolit umumnya berbentuk
asam, basa atau garam. Elektrolit merupakan senyawa yang berikatan ion
dan kovalen polar. Sebagian besar senyawa yang berikatan ion
merupakan elektrolit sebagai contoh ikatan ion NaCl yang merupakan
salah satu jenis garam yakni garam dapur. (21)
II.5.1 Pembagian Elektrolit
Larutan elektrolit menghantarkan aliran listrik. Ion-ion yang
bermuatan positif disebut kation, dan ion-ion yang bermuatan negatif
disebut anion. Contohnya : Natrium Klorida (NaCl), terurai dalam larutan
menjadi Na+ (kation) dan Cl- (anion). (7)
Jumlah kation dan anion dalam larutan adalah selalu sama (diukur
dalam miliekuivalen).
Kation
Kation utama dalam cairan ekstraselular adalah Natrium (Na+),
sedangkan kation utama dalam cairan intraselular adalah Kalium (K+).
Suatu sistem pompa terdapat di dinding sel tubuh yang memompa
18
Anion
Anion utama dalam cairan ekstraselular adalah Klorida (Cl-) dan
Bikarbonat (HCO3-), sedangkan anion utama dalam cairan intraselular
adalah ion Fosfat (PO4-). (10)
II.5.2 Natrium (Na+) dan Kalium (K+)
a. Natrium (Na+)
Natrium sebagai kation utama didalam cairan ekstraseluler dan paling
berperan di dalam mengatur keseimbangan cairan. Kadar Natrium
plasma: 135-145mEq/liter. Kadar Natrium dalam plasma diatur lewat
beberapa mekanisme:
Left atrial stretch reseptor
Central baroreseptor
Renal afferent baroreseptor
Aldosterone (reabsorpsi di ginjal)
Atrial natriuretic factor
Sistem renin angiotensin
Sekresi ADH
Perubahan yang terjadi pada air tubuh total (TBW=Total Body Water) Kadar natrium dalam tubuh 58,5mEq/kgBB dimana + 70% atau
40,5mEq/kgBB dapat berubahubah. Ekresi Natrium dalam urine 100
-180mEq/liter, faeces 35mEq/liter dan keringat 58mEq/liter. Kebutuhan
19
Natrium dapat bergerak cepat antara ruang intravaskuler dan
interstitial maupun ke dalam dan keluar sel. Apabila tubuh banyak
mengeluarkan Natrium (muntah, diare) sedangkan pemasukkan terbatas
maka akan terjadi keadaan dehidrasi disertai kekurangan natrium.
Kekurangan air dan natrium dalam plasma akan diganti dengan air dan
natrium dari cairan interstitial. Apabila kehilangan cairan terus
berlangsung, air akan ditarik dari dalam sel dan apabila volume plasma
tetap tidak dapat dipertahankan terjadilah kegagalan sirkulasi. (10)
Pada kebanyakan orang normal, ginjal sangat fleksibel dalam
ekskresi Natrium sebagai respons terhadap asupan Natrium yang sangat
bervariasi. Pasien gagal ginjal kronik kehilangan kemampuan ginjal yang
fleksibel itu, sehngga dapat dikatakan kemampuan ginjalnya untuk
mengekskresikan Natrium yang bervariasi itu terganggu. (7)
b. Kalium (K+)
Kalium merupakan kation utama (99%) di dalam cairan intraseluler,
dan berperan penting di dalam terapi gangguan keseimbangan air dan
elektrolit. Jumlah Kalium dalam tubuh sekitar 53 mEq/kgBB dimana 99%
dapat berubah-ubah sedangkan yang tidak dapat berpindah adalah
Kalium yang terikat dengan protein didalam sel. (10)
Kadar Kalium plasma 3,5 - 5,0 mEq/liter, kebutuhan setiap hari 1 - 3
mEq/kgBB. Keseimbangan Kalium sangat berhubungan dengan
konsentrasi H+ ekstraseluler. Ekskresi Kalium lewat urine 60 - 90
20
Ekskresi Kalium melalui ginjal dipengaruhi oleh aldosteron, Na+
tubulus distal, dan laju pengaliran urine. Sekresi aldosteron terangsang
oleh jumlah Na+ yang mencapai tubulus distal dan peningkatan kadar K+
serum diatas normal, dan tertekan bila kadarnya menurun. Sebagian
besar K+ yang difiltrasi oleh glomerulus akan direabsorbsi pada tubulus
proksimal. Aldosteron yang meningkat menyebabkanlebih banyak K+ yang
tersekresi kedalam tubulus distal sebagai penukar bagi reabsorbsi Na+
atau H+. K+ yang tersekresi akan diekskresikan dalam urine. Sekresi K+
dalam tubulus ginjal juga bergantung pada arus pengairan, sehingga
peningkatan jumlah cairan yang terbentuk pada tubulus distal (poliuria)
21
BAB III
PELAKSANAAN PENELITIAN
III.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian adalah observasi laboratorium dengan pendekatan
cross sectional tentang gambaran kadar elektrolit (Na+, K+) pada pasien gagal ginjal kronik (GGK).
III.2 Tempat dan Waktu Penelitian III.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
III.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari 2013.
III.3 Populasi Penelitian
Populasi adalah semua pasien gagal ginjal kronik yang melakukan
pemeriksaan kadar elektrolit (Na+, K+) di RSUP Dr.Wahidin Sudirohusodo
Makassar.
III.4 Sampel dan Cara Pemilihan Sampel
Sampel adalah semua populasi terjangkau yang memenuhi kriteria
inklusi dan kriteria ekslusi penelitian.
III.5 Perkiraan Besar Sampel
Besar sampel diperkirakan berdasarkan rumus Simple Random
Sampling :
Keterangan :
z2 PQ
n =
22
z = nilai standar untuk 0,05 = 1,96
P = proporsi variabel yang diteliti = 0,1
Q = 1- P = 0,9
d = tingkat ketepatan absolut yang dikehendaki = 0,1
n = besar sampel
1,962 x 0,1 x 0,9
n =
0,12
n = 3,8416 x 0,09/0,01
n = 0,345/0,01 = 34,57 dibulatkan menjadi 35 sampel
III.6 Kriteria Sampel III.6.1 Kriteria Inklusi
1. Pasien gagal ginjal kronik dengan kadar kreatinin lebih besar dari 4,2
mg/dl dan kadar ureum darah lebih besar dari 57 mg/dl.
2. Pasien gagal ginjal kronik dengan usia lebih dari 40 tahun.
3. Pasien tidak sedang menjalani terapi elektrolit.
III.6.2 Kriteria Eksklusi
Sampel darah hemolisis, sampel beku, ikterik dan lipemik.
III.7 Definisi Operasional
1. Pasien gagal ginjal kronik (GGK)
Pasien yang telah didiagnosa oleh dokter atau berdasarkan rekam
medik telah menderita gagal ginjal kronik.
2. Pengukuran kadar elektrolit (Na+, K+) dalam sampel serum
menggunakan alat ABX Pentra, dengan prinsip spektrofotometri. Hasil
dinyatakan dalam satuan mg/dl.
3. Ikterik adalah Serum yang berwarna kuning cokelat.
23
III.8 Alat dan Bahan Penelitian III.8.1 Alat Penelitian
Alat yang digunakan yaitu, untuk pengambilan darah
menggunakan: jarum, holder, tabung darah, tourniquet, alat untuk
pemeriksaan kadar Natrium (Na+) dan Kalium (K+) , meliputi : pipet mikro,
tabung mikro, rak tabung, rak sampel, alat automatik ABX Pentra 400.
III.8.2 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan, yaitu : sampel serum, etanol 70 %, kapas,
dan reagen pemeriksaan, meliputi : Reagen Natrium (Na+), Reagen
Kalium (K+).
III.9 Prosedur Kerja
III.9.1 Pengambilan Darah
Tempat pengambilan darah dibersihkan dengan alkohol 70% dan
dibiarkan sampai menjadi kering lagi. Jika memakai vena dalam fossa
cubiti; ikatan pembendung dipasang pada lengan atas dan diminta agar
mengepal dan membuka tangannya berkali-kali agar vena jelas terlihat.
Pembendungan vena tidak perlu dengan ikatan erat-erat, bahkan
sebaiknya hanya cukup erat untuk memperlihatkan dan agak menonjolkan
vena. Kulit ditusuk dengan jarum yang telah dipasang pada holder,
kemudian tabung darah dimasukkan kedalam holder dengan hati-hati agar
tidak menggerakkan jarum. Ketika darah mulai mengalir kedalam tabung
darah, pembendungan dilepaskan atau diregangkan. Posisi holder dan
24
volume darah telah mencukupi, tabung darah dilepaskan dari holder,
kemudian diletakkan kapas di atas jarum dan jarum ditarik perlahan-lahan.
Setelah selesai, pasien diminta menekan tempat pengambilan darah
selama beberapa menit dengan kapas tadi, kemudian diberi plester.
III.9.2 Prosedur Kerja ABX Pentra 400
Alat automatik ABX Pentra 400 menggunakan prinsip
spektrofotometri dengan panjang gelombang tertentu sesuai parameter
yang diperiksa. Untuk pemeriksaan kadar Natrium (Na+) menggunakan
panjang gelombang 365 nm dan pemeriksaan kadar Kalium (K+)
menggunakan panjang gelombang 578 nm. Prosedur kerja alat meliputi
pemeriksaan kondisi alat, menghidupkan (ON/Power) alat, control dan
kalibrasi alat, analisa sampel, serta mematikan (OFF) alat.
III.9.3 Cara Kerja
1. Persiapan sampel
Sampel yang digunakan dalam pemeriksaan elektrolit Natrium (Na+),
Kalium (K+) adalah serum. Setelah pengambilan darah sebanyak 3 ml,
tabung darah segera disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm selama 15
menit serta sampel diberi label identitas pasien dengan jelas.
2. Pemeriksaan Natrium (Na+) dan Kalium (K+)
Pemeriksaan dilakukan dengan alat automatis ABX Pentra 400. Sampel
serum dimasukkan dalam tempat sampel kemudian diletakkan pada rak
sampel sesuai dengan nomor pemeriksaan. Reagen dimasukkan dalam
25
pemeriksaan. Data identitas pasien dan jenis pemeriksaan dimasukkan
melalui keyboard. Setelah itu alat akan melakukan pemeriksaan secara
automatik sesuai program yang dijalankan. Hasil pemeriksaan yang
diperoleh dalam bentuk print out.
III.10 Analisis Data
Data diolah dengan menggunakan SPSS versi 19 dan disajikan
26
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1. Hasil Penelitian
Telah dilakukan penelitian terhadap pasien gagal ginjal kronik
(GGK) di Rumah Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar pada periode bulan
Januari 2013 sebanyak 35 sampel.
Tabel 2. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan jenis kelamin Jenis Kelamin Frekuensi Persentase
Laki-laki Perempuan 21 14 60 % 40 % Total 35 100%
Angka penderita gagal ginjal kronik (GGK) pada laki-laki sebanyak
21 pasien (60%) lebih tinggi dibandingkan dengan angka penderita gagal
ginjal kronik (GGK) perempuan yaitu sebanyak 14 pasien (40%).
Tabel 3.Karakteristik subyek penelitian berdasarkan umur
Kelompok Umur (Tahun) Jumlah Persentasi 41 – 50 51 – 60 61 – 70 ≥ 71 11 12 9 3 31,4 % 34,2 % 25,7 % 8,7 % Total 35 100%
Berdasarkan tabel diatas, pasien yang mengalami gagal ginjal
kronik (GGK) tertinggi pada kategori usia 51-60 tahun dan terendah pada kategori kelompok tahun ≥ 71.
27
Tabel 4. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan penurunan kadar, normal dan peningkatan kadar Natrium (Na+)
Natrium (Na+) Presentase (%)
Penurunan (hipo) kadar 20 57,14 %
Normal 13 37,14 %
Peningkatan (hiper) kadar 2 5,72 %
Total 35 orang 100 %
Berdasarkan tabel diatas, jumlah pasien lebih banyak yang
mengalami penurunan (hipo) pada kadar Natrium yaitu sebesar 57,14 %,
yang mengalami peningkatan (hiper) sebesar 5,72% sedangkan pasien
dengan kadar Natrium normal sebesar 37,14 %.
Tabel 4. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan penurunan kadar, normal dan peningkatan kadar Kalium (K+)
Kalium (K+) Presentase (%)
Penurunan (hipo) kadar 4 11,43 %
Normal 21 60 %
Peningkatan (hiper) kadar 10 28,57 %
Total 35 orang 100 %
Berdasarkan tabel diatas, jumlah pasien dengan kadar kalium
normal lebih tinggi yaitu sebesar 60 %, yang mengalami peningkatan
(hiper) sebesar 28,57 %, sedangkan yang mengalami penurunan (hipo)
sebesar 11,43 %.
Tabel 5. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan penurunan kadar, normal dan peningkatan kadar pada laki-laki
Natrium (Na+) Kalium (K+)
Penurunan (hipo) kadar 15 3
Normal 5 13
Peningkatan (hiper) kadar 1 5
28
Tabel 6. Karakteristik subyek penelitian berdasarkan penurunan kadar, normal dan peningkatan kadar pada perempuan
Natrium (Na+) orang Kalium (K+)
Penurunan (hipo) kadar 5 1
Normal 8 8
Peningkatan (hiper) kadar 1 5
Total 14 orang 14 orang
Table 7. Uji statistik CHI-SQUARE
Elektrolit nilai P
Natrium (Na+) 0,006
Kalium (K+) 0,015
IV.2 Pembahasan
Ginjal merupakan tempat utama dalam pengaturan ekskresi
Natrium (Na+). Hanya sebagian kecil (sekitar 1%) dari filtrasi Natrium (Na+)
yang terekskresikan didalam urine, namun jumlah ini mempengaruhi
keseluruhan keseimbangan Natrium (Na+). (21)
Ginjal juga memiliki peranan yang penting dalam pengendalian
keseimbangan Kalium (K+). Kalium (K+) direabsorbsi oleh tubulus
proksimal dan lengkung henle, dan disekresikan oleh duktus kortikal.
Ketidakmampuan ginjal mengekskresi Kalium (K+) dapat menyebabkan
hiperkalemia sedangkan ekskresi Kalium (K+) yang berlebih dapat
menimbulkan hipokalemia. (21)
Hanya sedikit pemeriksaan yang diperlukan untuk mengetahui
status cairan dan elektrolit, yang secara fisiologis terkait dengan status
29
tersering mencakup elektrolit Natrium (Na+), Kalium (K+), Klorida (Cl-), dan
Bikarbonat (HCO3-). (8)
Pemeriksaan kadar elektrolit (Na+, K+) pada pasien gagal ginjal
kronik (GGK) di Rumah sakit Dr.Wahidin Sudirohusodo Makassar pada
bulan Januari 2013 telah dilakukan terhadap 35 sampel. Jenis penelitian
bersifat cross-sectional study yaitu pengukuran kadar elektrolit (Na+, K+)
hanya dilakukan sekali dalam waktu yang bersamaan.
Ada beberapa faktor risiko biologis yang tidak dapat diubah, yaitu
usia, jenis kelamin, genetik dan riwayat keluarga. Salah satu dari faktor
tersebut adalah jenis kelamin. Angka kejadian penderita gagal ginjal kronik
(GGK) lebih tinggi pada laki-laki (60%) dibandingkan dengan perempuan
(40%), Penelitian Jaladerany, Cowell, dan Geddes (2006) pada pasien
penyakit gagal ginjal kronis di Inggris yang menunjukkan hal yang sama,
peneliti mendapatkan bahwa jumlah laki-laki lebih banyak dari pada
perempuan. Prevalensi laki-laki lebih besar daripada perempuan karena
aktivitas laki-laki lebih banyak, sedangkan perempuan lebih sering
menunda dialisis dibanding pria karena kesibukannya dalam pekerjaan
mengurus rumah tangga. (19)
Subjek penelitian berdasarkan umur yang dikelompokkan ke dalam
beberapa kelompok umur. Kelompok umur 41 – 50 tahun sebanyak 11 (31,4 %) pasien, kelompok umur 51 - 60 tahun sebanyak 12 (34,2 %)
pasien, kelompok umur 61 - 70 tahun sebanyak 9 (25,7 %) pasien, kelompok umur ≥ 71 tahun atau lebih sebanyak 3 (8,7 %) pasien. Pada
30
umumnya penurunan fungsi ginjal mulai terjadi pada saat seseorang mulai
memasuki usia 30 tahun dan pada 60 tahun fungsi ginjal menurun sampai
50% yang diakibatkan karena berkurangnya jumlah nefron dan tidak
adanya kemampuan untuk regenerasi. Oleh karena itu, dari data tersebut
dapat diketahui bahwa pertambahan umur turut menjadi faktor risiko
terjadinya penyakit GGK. (14)
Pada pemeriksaan laboratorium elektrolit darah akan menunjukan
penurunan kadar Natrium dan peningkatan kadar Kalium darah. Keadaan
hiponatremia dapat ditemukan pada pasien GGK yang mengalami deplesi
cairan atau dehidrasi. Sedangkan hiperkalemia merupakan komplikasi
GGK, umumnya sering terjadi pada pasien dengan ESRD (end stage renal
disease). (22)
Kekurangan Natrium dapat terjadi karena beberapa abnormalitas.
Mungkin terdapat penyakit ginjal yang disertai pengeluaran garam
(salt-losing renal disorder) atau penyakit ginjal lain yang mengganggu
kemampuan ginjal mengatur elektrolit. Suatu gangguan yang sering terjadi
adalah kelainan diuretik dalam jangka panjang pada pasien serta
pembatasan asupan garam. Pada bagian endokrin, kegagalan hipofisis
mengeluarkan ACTH atau kegagalan organ targetnya, korteks adrenal,
mengeluarkan aldosteron dapat menyebabkan pengeluaran garam.
Sekresi hormon antidiuretik yang tidak sesuai dari hipofisis posterior
31
tubuh. (8) Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang diperoleh dimana
nilai Natrium (Na+) lebih rendah (hiponatremia).
Hiperkalemia dapat terjadi pada kerusakan jaringan seperti pada
cedera mekanis yang berat. Selain itu, pasien dengan gagal ginjal dan
gangguan ekskresi Kalium dapat mengalami kelebihan Kalium apabila
asupan Kalium melalui makanan tidak dibatasi. (8) Pada hasil penelitian
didapat nilai Kalium (K+) yang lebih cenderung normal, hal ini disebabkan
karena adanya pembatasan asupan Kalium yang lazimnya dilakukan pada
pasien gagal ginjal kronik (GGK).
Untuk mengetahui gambaran kadar elektrolit (Na+,K+) Pada
penderita gagal ginjal kronik (GGK) dilakukan uji statistik parametrik
menggunakan uji chi-square dengan nilai α = 5% (tingkat kepercayaan 95%), dengan bantuan Software SPSS for Windows versi 19 yang hasil
pengujiannya dapat dilihat pada tabel 4. Pembacaan hasil uji statistik
ber-dasarkan probabilitas dengan cara menentukan hipotesis statistik maka:
Ho : Tidak ada hubungan yang bermakna antara kadar elektrolit (Na+,K+)
pada penderita gagal ginjal kronik (GGK).
H1 : Ada hubungan yang bermakna antara kadar elektrolit (Na+,K+) Pada
penderita gagal ginjal kronik (GGK)
Penentuan kesimpulan probabilitas atas hipotesis statistik sebagai berikut:
jika probabilitas (Significancy) > 0,05, maka Ho : diterima dan jika
32
Pada tabel 4 didapatkan hasil berdasarkan uji statistik chi-square
pada data hasil penelitian diperoleh nilai p pada Natrium (Na+) yaitu
0,006, sedangkan nilai p pada Kalium (K+) yaitu 0,015.
Dengan demikian, Ho ditolak. Dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat
perbedaan yang bermakna antara kadar elektrolit (Na+,K+) Pada penderita
33
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
V.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh kesimpulan
bahwa
1. Jumlah pasien lebih banyak yang mengalami penurunan (hipo)
pada kadar Natrium (Na+), yaitu sebesar 57,14 % dan nilai elektrolit
Kalium (K+) cenderung normal yaitu sebesar 60 %.
2. Terdapat hubungan yang bermakna antara nilai elektrolit Natrium
(Na+), Kalium (K+) dengan pasien gagal ginjal kronik (GGK) dimana
nilai p < 0,05.
V.2. Saran
Sebaiknya dilakukan penelitian lebih lanjut dengan melihat hubungan
pemeriksaan kadar elektrolit terhadap tingkatan stadium dari penyakit
34
DAFTAR PUSTAKA
1. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Vol. 2. Ed 6. Terjemahan oleh Pendit BU, Hartanto H,
Wulansari P, Mahanani D A. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2003. Hal. 865-868
2. Sitti HS. Perbandingan Kadar Kreatinin Pada Penderita Gagal Ginjal Sebelum Dan Sesudah Hemodialisa. Makassar: Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Hasanuddin. 2012. hal. 18
3. Susalit E. Diagnosis dini penyakit ginjal kronik. Jakarta: RSUPN. Dr. Cipto Mangunkusumo. 2009.
4. Sean CM, Sean A, And Petrie MR. Too Much of a Good Thing: A
Woman with Hypertension and Hypokalemia. Clinical chemistry 55:12.
2009. 2093-2097.
5. Irawan M.A. Polton Sport Science & Performance Lab. Vol.1. Jakarta. 2007. Available as Pdf file
6. Faqih M.U. Cairan Dan Elektrolit Dalam Tubuh. Tuban: Stikes NU Tuban. 2009. Available as Pdf file
7. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses
Penyakit. Vol. 1. Ed 6. Terjemahan oleh Pendit BU, Hartanto H,
Wulansari P, Mahanani DA. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. 2003.
8. Sacher RA, McPherson RA. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Ed.11. Terjemahan oleh Pendit BU &Wulandari D.
Jakarta: EGC. 2004. 327.
9. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Ed.9. Terjemahan Setiawan I. Jakarta: EGC.1997. 459,469.
10. Widya W.H. Terapi Cairan Dan Elektrolit Prioperatif. Bandung: Fakultas Kedokteran Universitas Padjajaran. 2007. Available as Pdf file
11. Noorazizah. Perbedaan Kadar Fe/TIBC, Eritrosit Sebelum Dan
Sesudah Hemodialisa. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
35
12. Sutanto P. Klasifikasi Stadium Gagal Ginjal Kronik pada Pria yang
menderita Gagal Ginjal Kronik Berdasarkan Perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus di RSMH Palembang. Palembang. 2003 Available as pdf
from :http://thebenez.wordpress.com
13. Colvy J, Aendy, editor.Gagal Ginjal “Tips Cerdas Mengenali &
Mencegah Gagal Ginjal. Yogyakarta: Penerbit DAFA Publishing. 2010
14. Fransisca K. Waspadalah 24 Penyebab Ginjal Rusak. Jakarta: Penerbit Cerdas Sehat. 2011
15. Rindiastuti Y. Deteksi Dini dan Pencegahan penyakit Gagal Ginjal
Kronik. Mahasiswa Fakultas Kedokteran UNS. Available as pdf from :
http://yuyunrindi.files.wordpress.com/2008/05/deteksi-dini-dan-pencegahan-penyakit-gagal-ginjal-kronik.pdf.html
16. Mima M.H.,Pamela L.S. Keseimbangan Cairan, Elektrolit, & Asam
Basa. Ed. 2. Jakarta: EGC. 2004
17. Mansjoer A. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius FK-UI. 2001. hal. 531
18. Hardjoeno H. Interpretasi Hasil Tes Laboratorium Diagnostik.. Makassar: Lembaga Penerbitan Universitas Hasanuddin. 2003. Hal. 137, 141
19. .Erwinsyah. Hubungan antara Quick of Blood (Qb) dengan Penurunan
Kadar Ureum dan Kreatinin Plasma pada Pasien CKD Yang Menjalani Hemodialisis Di RSUD Raden Mattaher Jambi. Universitas Indonesia.
2009. Available as Pdf file
20. Gandasoebrata R. Penuntun Laboratorium Klinik. Cetakan 11. Jakarta: Dian Rakyat. 2004. Hal 7- 8, 128-131.
21. Tanner G.A. Renal Physiologi and Body Fluids. Chapter 23. Medical Physiologi. Available as Pdf file.
22. Oktariza C. Karakteristik Pemeriksaan Laboratorium Pada Pasien Gagal Ginjal Kronik di Rumah Sakit Bhakti Yudha Depok periode Januari 2008 – Desember 2010. Jakarta: Skripsi Kedokteran Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta. 2011. Hal. 3
36
Pasien gagal ginjal kronik (GGK)
Dilakukan pengambilan darah vena sebanyak 3 ml menggunakan vacuteiner
Disentrifus dengan kecepatan 3000 rpm Selama 15 menit.
LAMPIRAN I
Skema Kerja Penelitian
Sampel Penelitian Darah Serum Kadar elektrolit Na+,K+ (mg/dl) Analisis Data Pembahasan Kesimpulan
Diminta persetujuan untuk menjadi sampel penelitian sesuai kriteria sampel dengan mengisi inform consent
Dilakukan pemeriksaan elektrolit Na+, K+ pada alat ABX Pentra 400 Plus
37
LAMPIRAN II Gambar Alat Penelitian
Ket: Alat automatik ABX Pentra 400 untuk pemeriksaan elektrolit
38
LAMPIRAN III Tabel Penelitian
No. NAMA PASIEN (SINGKATAN)
KADAR Natrium (Na+) mmol/L Kalium (K+) mmol/L 1. TN. A.M 133 3,9 2. NY. K 148 2,6 3. TN.K.K 125 5,3 4. TN. Y.S.T 138 5,6 5. TN. M 131 4,4 6. TN.M.P 139 4,3 7. NY. H 130 4,1 8. TN. S 135 4,5 9. TN.M 140 3,8 10. TN.A.S 130 3,3 11. TN.M.B 122 3,1 12. TN.M.H 120 5,8 13. TN.P 135 4,1 14. NY.M 136 5,2 15. TN.S.Y 112 4,2 16. TN.J.P 127 4,2 17. TN.B.H 138 4,7 18. NY.D.S 143 3,9 19. NY.H 126 4,2 20. NY.I.H.T 136 6,4 21. NY.M 139 6,5 22. NY.K 141 5,6 23. NY.L.A.S 141 4,6 24. NY.A 130 3,5 25. TN.S 148 4,8 26. TN.B.S 129 3,7 27. TN.D.R.U 104 3,1 28. NY.T 139 4,0 29. TN.M.G.N 126 5,8 30. TN.M 135 3,6 31. NY.M 137 6,4 32. NY.Y 131 4,5 33. NY.A.T 118 4,7 34. TN.Y.S.T 138 5,5 35. TN.P.T 127 3,6 Ket:
*Nilai normal Natrium (Na+): 136-145 mmol/l *Nilai normal Kalium (K+): 3,5-5,1 mmol/l
39
LAMPIRAN IV Hasil Uji Statistik
Uji 2 Beda Pada Pemeriksaan Natrium (Na+), Kalium (K+)
CHI-SQUARE NATRIUM (Na+)
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 46.467a 25 .006
Likelihood Ratio 62.356 25 .000
Linear-by-Linear Association 8.429 1 .004
N of Valid Cases 70
a. 52 cells (100.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is .50.
CHI-SQUARE KALIUM (K+)
Chi-Square Tests
Value df Asymp. Sig. (2-sided)
Pearson Chi-Square 42.844a 25 .015
Likelihood Ratio 55.433 25 .000
Linear-by-Linear Association 4.327 1 .038
N of Valid Cases 70
40
LAMPIRAN V
Komposisi Reagen Pemeriksaan
Reagen Natrium
1. 60 ml larutan presipitasi
Uranyl asetat 19 mmol/l
Magnesium asetat 140 mmol/l
2. 60 ml Reagen warna
Aqmmonium thioglycolate 550 mmol/l
Ammonia 550 mmol/l
3. 2 ml standar
Natrium (Na+) 150 mmol/l
Reagen kalium
1. 50 ml presipitan
Trichloroacetic 0,3 mmol/l
2. 50 ml Reagen TPB-Na
Natrium tetraphenylboron 0,2 mmol/l
3. 50 ml Reagen NaOH
Natrium hidroksida 2 mmol/l
4. 5 ml standar