• Tidak ada hasil yang ditemukan

, akselerasi mesin lebih baik, dan tarikan lebih ringan (Nazef dkk,2007).

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan ", akselerasi mesin lebih baik, dan tarikan lebih ringan (Nazef dkk,2007)."

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENGARUH JUMLAH KATALIS DAN SUHU REAKSI PADA

TRANSESTERIFIKASI BIJI NYAMPLUNG MENGGUNAKAN DUA REAKTOR

KONTINYU

Muhammad Rachimoellah, Ainul Yakin, Nani Sari Putri

Laboratorium Biomassa dan Konversi Energi

Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknologi Industri, Institut Teknologi Sepuluh Nopember

Surabaya 60111

E–mail : prof_rachimoellah@yahoo.com; ainul_yk@chem-eng.its.ac.id

;

Puks_sari@yahoo.com ABSTRAK

Biodiesel bisa diperoleh melalui reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Esterifikasi dilakukan untuk mereaksikan FFA (free fatty acid) membentuk crude biodiesel dan hasil samping berupa air. Sedangkan untuk transesterifikasi dilakukan untuk mereaksikan TGS (triglycerides) membentuk crude biodiesel juga dan hasil samping berupa gliserol. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh jumlah katalis dan suhu reaksi pada transesterifikasi biji nyamplung terhadap yield crude Fatty Acid Methyl Ester menggunakan dua reaktor kontinyu. Variabel penelitian meliputi variabel tetap, variabel berubah dan variabel respon. Variabel tetap meliputi rasio H3PO4 sebesar 0,5% dari volume minyak, waktu reaksi esterifikasi 120 menit dan transesterifikasi 45 menit, temperatur reaksi esterifikasi 60oC, rasio H2SO4 sebesar 0,6% dari minyak, dan ratio molar minyak terhadap methanol sebesar 1:6 pada esterifikasi dan transesterifikasi, sedangkan variabel berubah meliputi jumlah katalis basa yaitu NaOH sebesar 0,4%; 0,6%; 0,8%; 1% berat dari minyak dan temperatur reaksi transesterifikasi sebesar 40oC, 50oC, 60oC, dan untuk variabel respon berupa yield crude Fatty Acid Methyl Ester. Penelitian ini dilakukan dengan beberapa tahap. Tahap pertama yaitu pretreatment awal yang dilakukan dengan pengepresan mekanis biji nyamplung dan penghilangan gum. Sedangkan tahap selanjutnya yaitu tahap reaksi yang terdiri dari reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Dan untuk proses selanjutnya adalah proses pencucian menggunakan air dengan suhu ±60oC dan dilanjutkan dengan proses penghilangan kadar air melalui pemanasan pada suhu 110oC selama 10 menit. Tahap terakhir yaitu tahap analisa kadar dan yield dari crudeFatty Acid Methyl Ester itu sendiri dengan Gas Chromatography (GC). Yield tertinggi diperoleh pada jumlah katalis NaOH sebesar 1% dan pada suhu 60oC dengan kadar ester sebesar 99,171% dan yield sebesar 87,036%.

Kata kunci: crude Fatty Acid Methyl Ester, biji nyamplung, reaktor transesterifikasi kontinyu PENDAHULUAN

Bahan bakar minyak adalah sumber energi dengan konsumsi yang terbesar untuk saat ini diseluruh dunia jika dibandingkan dengan sumber energi lainnya. Tetapi saat ini dunia mengalami krisis bahan bakar minyak, harga minyak mentah dunia terus meningkat. Banyak Negara, terutama Indonesia mengalami masalah kekurangan bahan bakar minyak (dari bahan bakar fosil) untuk negaranya sendiri. Stok minyak mentah yang berasal dari fosil ini terus menurun sedangkan jumlah konsumsinya terus meningkat setiap tahunnya sehingga perlu dicari alternatif bahan bakar lain terutama dari bahan yang terbarukan. Salah satu alternatifnya adalah biodiesel sebagai pengganti solar.

Biodiesel secara umum adalah bahan bakar mesin diesel yang terbuat dari bahan terbarukan atau secara khusus merupakan bahan bakar mesin diesel yang terdiri atas ester alkil dari asam-asam lemak. Biodiesel dapat dibuat

dari minyak nabati dan merupakan bahan bakar mesin diesel yang berupa ester metil/etil asam-asam lemak yang berasal dari sumberdaya hayati. Biodiesel ini diharapkan dapat menggantikan solar sebagai bahan dasar mesin diesel. Keuntungan-keuntungan dari biodiesel adalah angka setananya lebih tinggi dari angka setana solar, gas buang hasil pembakaran biodiesel lebih ramah lingkungan karena hampir tidak mengandung gas SO

x, akselerasi mesin lebih baik, dan tarikan lebih ringan (Nazef dkk,2007).

Dengan memanfaatkan ke agrarisannya, yang dimiliki oleh Indonesia, maka dikembangkanlah energi alternatif berbasis nabati yang diharapkan ramah terhadap lingkungan. Salah satunya adalah minyak nyamplung yang dapat digunakan sebagai pengganti bahan bakar solar. Minyak nyamplung yang berasal dari tanaman nyamplung yang dikenal dengan nama bintangur atau dalam bahasa latin disebut Calophyllum inophyllum.

(2)

2

Tumbuhan ini adalah tumbuhan liar yang banyak tumbuh di Indonesia, sehingga sangat mudah didapatkan. Tumbuhan ini umumnya digunakan kayunya untuk kebutuhan konstruksi, furniture, kapal,dan lain-lain. Sedangkan getah dari kulit kayunya bisa dijadikan obat. Sedangkan biji buah nyamplung sering dianggap tidak berguna, ternyata bisa dimanfaatkan sebagai sumber bahan bakar alternatif minyak tanah. Tanaman nyamplung tersebut memiliki biji yang berpotensi menghasilkan minyak nyamplung, terutama biji yang sudah tua. Kandungan minyaknya mencapai 50-70% dan mempunyai ketahanan bakar enam kali lipat lebih lama dibandingkan minyak tanah (Heyne, 1987).

Biji nyamplung dapat dikonversi menjadi biofuel dengan rendemen yang tinggi (diperkirakan mencapai 65%) dan dalam pemanfaatannya diduga tidak akan berkompetisi dengan kepentingan untuk bahan pangan. Tanaman nyamplung tumbuh dan tersebar merata secara alami di Indonesia, regenerasi mudah dan berbuah sepanjang tahun menunjukkan kemampuan daya survival yang tinggi terhadap lingkungan (Rahmansyah Ajie dkk, 2009).

Metode yang digunakan untuk mengkonversi minyak menjadi ester adalah dengan reaksi transesterifikasi dengan katalis basa, konversi minyak menjadi ester dengan proses transesterifikasi akan mengalami hambatan jika bahan baku minyak masih mengandung asam lemak bebas yang tinggi, karena akan terjadi reaksi penyabunan (saponifikasi) sehingga yield Fatty Acid Methyl Ester (FAME) menurun dan mempersulit proses pemisahan antara FAME dengan glyserol (Ma dan Hanna,1999).

Minyak yang mengandung asam lemak bebas (FFA) tinggi (>2%) perlu dilakukan proses esterifikasi dengan katalis asam untuk menurunkan kadar asam lemak bebas sampai sekitar 2% kemudian dilanjutkan proses transesterifikasi dengan katalis basa (Ramadhas dkk,2004).

METODOLOGI

Penelitian ini dibagi menjadi beberapa tahap. Tahap pertama merupakan tahap persiapan yang bertujuan untuk mendapatkan crude oil biji nyamplung sebanyak – banyaknya yang meliputi pengepresan mekanik biji nyamplung dan penghilangan gum. Pada proses pengepresan biji

nyamplung dilakukan dengan memisahkan daging biji dengan tempurungnya yang dilanjutkan dengan menjemur biji nyamplung dibawah sinar matahari selama ±1 minggu. Dan mengepres biji nyamplung menggunakan screw press. Pada proses penghilangan gum dilakukan dengan memanaskan 200 ml minyak biji nyamplung hingga suhu 50C dengan hot plate (pemanas) kemudian ditambahkan H3PO4 dengan rasio berat sebesar 0,5% dari berat minyak biji nyamplung dan memanaskan minyak kembali sambil diaduk selama 30 menit. Setelah itu memisahkan minyak biji nyamplung (lapisan atas) dengan kotoran yang tidak terlarut yang terkandung di dalam minyak (lapisan bawah) di dalam corong pemisah

Tahap selanjutnya merupakan tahap reaksi esterifikasi dan transesterifikasi. Sebelum melakukan tahap reaksi esterifikasi terlebih dahulu dilakukan pengujian kadar asam lemak bebas dalam minyak. Jika hasilnya > 2 % maka reaksi esterifikasi harus dilakukan. Tahap reaksi ini dimulai dengan menentukan berat dan molar minyak yang diperoleh dari degumming. Setelah itu memasukkan campuran katalis H2SO4 (0,6% berat dari berat minyak) dan methanol (rasio molar 6:1 terhadap minyak) pada labu leher dua yang dilengkapi refluk kondenser, kemudian memanaskan campuran tersebut pada suhu 60C selama 120 menit. Selama proses berlangsung dilakukan analisa %FFA dan reaksi dihentikan sampai %FFA <2% dan mendiamkan sampel sampai terbentuk dua lapisan dalam corong pemisah. Setelah itu memisahkan lapisan atas dan bawah, dimana lapisan bawah berupa pretreated oil untuk reaksi selanjutnya dan lapisan atas berupa air, sisa methanol dan sisa katalis H2SO4 akan dibuang.

Sedangkan untuk tahap reaksi transesterifikasi dilakukan dengan mengukur volume pretreated oil dan membuat larutan sodium metoksida (CH3ONa) dalam erlenmeyer dengan cara mencampurkan NaOH (0,4 ; 0,6 ; 0,8 ;1)% dari berat minyak dengan methanol (rasio molar 6:1 terhadap minyak). Setelah itu menyalakan dan mengatur suhu pada dua reaktor kontinyu yang dilanjutkan dengan memasukkan larutan sodium metoksida (CH3ONa) dan pretreated oil kedalam tangki penampung masing-masing dan mengatur flow rate feed masuk kedalam reaktor. Setelah itu mereaksikan campuran tersebut secara kontinyu pada suhu sesuai variabel (40C, 50C, 60C) selama 45

(3)

3

menit. Selanjutnya melakukan pemisahan produk biodiesel (crude FAME) dan gliserol dengan menggunakan corong pemisah.

Tahap selanjutnya merupakan tahap pemurnian biodisel yaitu proses pencucian yang dilakukan dengan mengukur volume biodisel yang terbentuk dari proses transesterifikasi kemudian mencucinya dengan air hangat (± 60oC) sebanyak 30% volume dari biodiesel tersebut. Setelah itu melakukan pengadukan dengan stirrer selama 5 menit yang dilanjutkan dengan memisahkan crude FAME dan impurities dengan menggunakan corong pemisah. Produk yang diinginkan terletak pada bagian atas, dan lapisan bawah yang merupakan impurities dan sisa reaktan dibuang. Proses pencucian ini dilakukan beberapa kali sampai air pencuci tidak keruh. Setelah itu mengurangi kandungan air dalam biodiesel dengan pemanasan pada suhu 110oC selama 10 menit. Proses dihentikan setelah warna crude FAME terlihat lebih jernih dan sudah tidak terlihat lagi kandungan air di dalam biodiesel. Dan untuk tahap terakhir yaitu analisa kadar ester dan yield dari crude biodiesel dengan menggunakan Gas Chromatography (GC).

1 2 3 4 5 6 7 8 9 11 10 12 13

Gambar 1. Seperangkat alat transesterifikasi Keterangan gambar :

1. Reaktor transesterifikasi berpengaduk 2. Tangki penampung minyak

3. Tangki penampung campuran methanol + NaOH

4. Tiang penyangga 5. Jacket pemanas

6. Valve aliran keluar reaktor 7. Indikator suhu

8. Statif dan klem holder 9. Pompa

10. Tombol power 11. Pengatur suhu

12. Motor penggerak stirrer 13. Power supplay motor

HASIL PENELITIAN

Crude biodiesel yang diperoleh selanjutnya dianalisa kadar ester dan yield dengan memakai alat gas chromatography (GC). Jenis Gas Chromatograhy (GC) yang digunakan adalah Gas Chromatograhy (GC) - 7900 dengan column diamensions yaitu TM-5 x 0,53mm x 1 µm. Senyawa yang digunakan pada hasil analisa ini berupa senyawa miristat, palmitat, linoleat, oleat, dan stearat methyl ester karena senyawa tersebut merupakan kandungan terbesar yang terdapat pada bahan minyak biji nyamplung.

Berikut merupakan hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan.

Tabel 1. Pengaruh penambahan konsentrasi katalis basa NaOH terhadap yield

crude FAME pada suhu 60oC

No Konsentrasi katalis NaOH (% wt oil) Massa Bahan (gram) Massa Produk (gram) Yield (%) 1. 2. 3. 4. 1 0,8 0,6 0,4 262,867 262,867 262,867 262,867 230,703 185,726 166,561 157,163 87,036 68,806 58,499 53,317 Tabel 2. Pengaruh penambahan konsentrasi katalis basa NaOH terhadap

yieldcrude FAME pada suhu 50oC

No Konsentrasi katalis NaOH (% wt oil) Massa Bahan (gram) Massa Produk (gram) Yield (%) 1. 2. 3. 4. 1 0,8 0,6 0,4 262,867 262,867 262,867 262,867 222,984 183,354 161,534 154,305 83,108 66,416 56,290 52,187 Tabel 3. Pengaruh penambahan konsentrasi katalis basa NaOH terhadap yield

crude FAME pada suhu 40oC

No Konsentrasi katalis NaOH (% wt oil) Massa Bahan (gram) Massa Produk (gram) Yield (%) 1. 2. 3. 4. 1 0,8 0,6 0,4 262,867 262,867 262,867 262,867 197,053 178,115 160,591 147,652 69,863 60,899 52,369 43,022 PEMBAHASAN

Pada penelitian ini proses reaksi yang dilakukan adalah reaksi esterifikasi dan reaksi transesterifikasi menggunakan dua reaktor kontinyu dengan katalis NaOH pada konsentrasi (0,4-1)% berat minyak biji nyamplung dan suhu

(4)

4

reaksi (40-60)oC. Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh penambahan konsentrasi katalis NaOH dan suhu reaksi dengan menggunakan dua reaktor kontinyu yang disusun seri terhadap yield crude FAME dengan variabel pada proses reaksi transesterifikasi yaitu variabel konsentrasi katalis NaOH 0,4%; 0,6%; 0,8%; 1% berat minyak nyamplung dan variabel suhu reaksi 40oC, 50oC, 60oC.

IV.2.1 Pretreatment Bahan Baku

Penelitian ini menggunakan bahan berupa buah nyamplung yang diperoleh dari daerah sumenep dipulau Madura dan daerah sepanjang di kabupaten Sidoarjo. Untuk mengolah bahan supaya menjadi minyak biji nyamplung maka perlu dilakukan pengeringan untuk menghilangkan kadar air dalam biji dengan dijemur di bawah terik sinar matahari selama kurang lebih selama 1 minggu supaya biji nyamplung dapat lebih kering dimana kandungan minyak pada biji nyamplung sekitar 40% – 73% (Hambali,Erliza.2007). Minyak biji nyamplung kering akan diambil dengan dilakukan pengepresan mekanik menggunakan screw press. Dari hasil pengepresan biji nyamplung kering sebanyak 6 kg didapatkan minyak sekitar 3000 ml, sehingga rendemen dari biji nyamplung diperoleh sebesar 46,94%. Berikut adalah tabel proses pretreatment pada bahan biji nyamplung.

Setelah minyak diambil dengan pengepresan mekanik menggunakan screw press dilakukan proses pembuatan crude FAME dengan tahap awal yaitu proses degumming yang bertujuan untuk menghilangkan getah yang masih terkandung pada minyak biji nyamplung dengan menambahkan H3PO4 p.a sebanyak 0,5% berat minyak yang disertai dengan pengadukan dan pemanasan selama 30 menit pada 50oC, namun setelah dilakukan proses degumming pada pembuatan crude FAME ini tidak dihasilkan getah atau lendir yang terdiri dari phospatida, protein, air dan karbohidrat yang nampak terpisah pada bahan setelah dilakukan pengendapan selama 1 hari sehingga untuk pembuatan berikutnya tidak dilakukan proses degumming karena karakterisrik bahan tidak mengandung getah yang perlu dipisahkan dari minyak biji nyamplung.

IV.2.2 Proses Esterifikasi

Pada proses esterifikasi bertujuan untuk menurunkan kadar asam lemak bebas (FFA) sampai sekitar 2% karena salah satu syarat dari

reaksi transesterifikasi pada pembuatan biodiesel adalah kandungan asam lemak bebas dari minyak kurang dari 2% (Knothe.G, 2005). Menurut penelitian dari Crane sylvie pada tahun 2005 menyebutkan bahwa asam lemak bebas (FFA) akan direaksikan dengan methanol (molar rasio minyak : methanol sebesar 1 : 6) untuk diubah menjadi ester menggunakan katalis asam karena bahan baku mengandung asam lemak bebas yang tinggi (FFA) yaitu sebesar 5,10%. Sedangkan bahan baku minyak biji nyamplung yang digunakan untuk penelitian ini mengandung asam lemak bebas sebesar 5,64% dan katalis asam berupa asam sulfat (H2SO4). Pada reaksi esterifikasi ini, dilakukan pada suhu 60oC dengan methanol (molar rasio minyak : methanol sebesar 1 : 6) dan dilakukan pengujian FFA selama proses esterifikasi berlangsung yang bertujuan untuk mengetahui nilai penurunan kadar FFA pada bahan baku. Untuk penurunan kadar FFA yang dihasilkan berdasarkan analisa yang dilakukan yaitu pada t = 0 menit nilai %FFA sebesar 5,64% ± 0,23 menjadi 1,95% ± 0,084 pada t = 120 menit yaitu pada akhir proses esterifikasi sehingga minyak dapat diproses untuk tahap berikutnya. Setelah itu minyak hasil esterifikasi dipisahkan menggunakan corong pemisah dengan didiamkan selama 12 jam, sampai terbentuk dua lapisan yaitu lapisan atas merupakan methanol, air, sisa katalis (H2SO4) dan lapisan bawah merupakan pretreated oil (methyl ester dan trigliserida), selanjutnya lapisan bawah akan digunakan untuk proses transesterifikasi.

IV.2.3 Proses Transesterifikasi

Proses transesterifikasi merupakan reaksi dari trygliserida dengan methanol (molar rasio minyak : methanol sebesar 1 : 6) untuk diubah menjadi FAME dan gliserol menggunakan katalis basa berupa natrium hidroksida (NaOH) pellet yang dilarutkan kedalam methanol (molar rasio minyak : methanol sebesar 1 : 6), jumlah katalis NaOH sesuai dengan variabel reaksi yaitu (0,4; 0,6; 0,8; 1)%berat minyak hasil esterifikasi pada suhu reaksi sesuai variabel yaitu 40oC, 50oC,dan 60oC selama 45 menit menggunakan dua reaktor kontinyu yang dipasang secara seri. Pada proses ini terlihat bahwa kondisi optimum reaksi transesterifikasi adalah pada saat variabel 1 %berat minyak hasil esterifikasi dengan temperatur 60oC, pada variabel ini diperoleh yield crude FAME sebesar 87,036%. Hal ini menunjukkan bahwa FFA yang terkandung pada minyak biji nyamplung sudah terkonversi

(5)

5

menjadi biodiesel. Yield biodiesel tertinggi pada variabel konsentrasi katalis NaOH 1% berat minyak dengan suhu reaksi 60oC hal ini telah sesuai dengan literatur yang menyebutkan bahwa konsentrasi NaOH yang tinggi akan mempercepat rate reaksi dan meningkatkan banyaknya produk yang dihasilkan pada reaktor kontinyu berpengaduk atau CSTR yang disusun seri, reaktor kontinyu memiliki potensi yang baik untuk memproduksi biodiesel dalam industri (Leevijit T, 2008).

Setelah proses transesterifikasi selesai crude FAME yang dihasilkan akan dipisahkan dari gliserol (produk samping) menggunakan corong pemisah yang mana fase crude FAME (produk utama ) berada pada lapisan atas dan fase gliserol berupa produk samping dari pembuatan biodiesel berada pada lapisan bawah, gliserol ini mengendap kebawah secara perlahan pada corong pemisah, hal ini karena gliserol memiliki nilai densitas yang lebih tinggi (ρ gliserol = 0,90934 gram/ml) dari crude FAME (ρ crudeFAME = 0,89279 gram/ml). Biodiesel yang dihasilkan belum murni karena masih terkontaminan oleh sisa katalis, sisa methanol dan trygliserida yang tidak bereaksi, sabun dan sisa gliserol oleh karena itu crude FAME dari hasil transesterifikasi masih harus dilakukan tahap pemurnian yaitu dilakukan pencucian terhadap crude FAME .

Setelah crude FAME dipisahkan dari gliserol maka proses selanjutnya dilakukan pencucian crude FAME menggunakan air pada suhu 60oC, banyak air yang digunakan untuk pencucian sebesar 30% dari volume crude FAME yang dihasilkan. Setelah itu dilakukan pengadukkan dengan stirrer magnetic selama 5 menit. Proses pencucian ini bertujuan untuk menghilangkan kontaminan dalam biodiesel hasil transesterifikasi, pencucian dilakukan sampai air pencuci tidak keruh lagi (bening), hal ini menunjukkan bahwa pH crude FAME telah netral. Setelah crude FAME dipisahkan dari air pencuci maka, proses selanjutnya adalah penghilangan kadar air yang masih terkandung pada crude FAME dari sisa pencucian yaitu dengan dilakukan pemanasan pada suhu sebesar 110oC pada produk selama 10 menit dengan dilakukan pengadukan menggunakan stirrer magnetic sampai air yang terkandung menguap (Venkanna, B.K.; Reddy, C. Venkataramana.2009). Hal ini ditandai dengan warna Crude FAME yang lebih jernih.

IV.2.3.1 Pengaruh penambahan konsentrasi katalis basa terhadap kadar ester dan yield pada crude FAME

Penambahan katalis basa dilakukan pada proses transesterifikasi pembuatan crude FAME dari minyak biji nyamplung. Katalis basa yang digunakan yaitu natrium hidroksida (NaOH) dengan konsentrasi variabel katalis sebesar (0,4;0,6;0,8;1)%wt minyak biji nyamplung hasil esterifikasi. Dari variabel tersebut, NaOH akan dilarutkan kedalam methanol (rasio molar minyak : methanol yaitu 1:6) untuk membuat larutan natrium metoksida sebelum direaksikan kedalam minyak pada proses transesterifikasi. Proses reaksi transesterifikasi dilakukan dengan menggunakan dua reaktor kontinyu berpengaduk yang dipasang secara seri. Adapun pengaruh besarnya penambahan konsentrasi katalis basa (NaOH) terhadap kadar ester dan yield crude FAME pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 4.1 Grafik pengaruh Penambahan Konsentrasi Katalis Basa terhadap Kadar Ester Crude FAME.

Dari grafik 4.1 hubungan katalis NaOH (%wt) terhadap kadar ester crude FAME diatas dapat diketahui bahwa penambahan konsentrasi katalis basa NaOH cukup berpengaruh terhadap besarnya % kadar ester pada crude FAME yang dihasilkan. Penambahan katalis basa sebesar dari 0,4%wt hingga 1%wt memberikan pengaruh kenaikan nilai ester yang sebanding yaitu semakin besar penambahan konsentrasi katalis basa NaOH maka semakin tinggi pula kadar ester yang terkandung dalam crude FAME. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kandungan %kadar ester yang terkecil adalah penambahan katalis basa pada konsentrasi 0,4%wt dengan suhu reaksi 40oC pada proses transesterifikasi maka nilai kadar esternya sebesar 76,592% sedangkan %kadar ester yang tertinggi adalah crude FAME pada penambahan konsentrasi katalis basa NaOH sebesar 1%wt dengan suhu reaksi 60oC pada proses transesterifikasi dengan nilai %kadar ester

70 80 90 100 0,2 0,4 0,6 0,8 1 1,2 K a da r E st er Crude F AM E ( %) Katalis NaOH (%wt) 40 ⁰C 50 ⁰C 60 ⁰C

(6)

6

sebesar 99,171%, hal ini menunjukkan bahwa penambahan katalis yang semakin besar maka semakin tinggi pula kadar ester yang terkandung dalam crude FAME.

Gambar 4.2. Grafik pengaruh Penambahan Konsentrasi Katalis Basa terhadap Yield Crude FAME

Dari grafik 4.2 hubungan katalis NaOH %wt terhadap yield crude FAME %dapat diketahui bahwa penambahan katalis basa NaOH mempengaruhi terhadap besarnya yield yang diperoleh pada proses pembuatan crude FAME, hal ini dapat dilihat bahwa dengan penambahan konsentrasi katalis basa NaOH dari 0,4%wt hingga 1%wt telah memberikan nilai yang sebanding lurus dengan nilai yield yang dihasilkan yaitu dengan semakin besarnya konsentrasi katalis basa yang diberikan maka nilai yield yang diperoleh juga akan semakin besar pula. Pada grafik diatas dapat diketahui bahwa nilai yield yang terkecil adalah saat temperatur reaksi 40oC dengan konsentrasi katalis terendah yaitu 0,4%wt nilai yield ini sebesar 43,022% sedangkan untuk nilai yield yang tertinggi adalah saat temperatur reaksi 60oC dengan penambahan konsentrasi katalis basa sebesar 1%wt dengan nilai yield sebesar 87,036%.

IV.2.3.2 Pengaruh temperatur reaksi terhadap kadar ester dan yield pada crude FAME

Temperatur reaksi sangat berpengaruh terhadap proses pembuatan crude FAME, besar atau kecilnya temperatur reaksi yang diberikan akan mempengaruhi nilai kadar ester dan yield yang dihasilkan. Pada penelitian ini reaksi transesterifikasi dilakukan di dua reaktor kontinyu berpengaduk yang disusun seri yang dioperasikan pada temperatur tertentu, adapun variabel temperatur reaksi yang digunakan adalah sebesar 40oC, 50oC, dan 60oC. Pada tabel dibawah dapat diketahui kondisi temperatur optimum yang diberikan pada proses

transesterifikasi yang ditandai dengan semakin tingginya kadar ester dari crude FAME dan banyaknya yield yang dihasilkandari penelitian ini, adalah dapat dilihat sebagai berikut :

Gambar 4.3 Grafik pengaruh Temperatur Reaksi terhadap Kadar Ester Crude FAME Dari grafik 4.3 hubungan temperatur reaksi (oC) terhadap kadar ester crude FAME (%) dapat dilihat pada gambar diatas yang mana semakin tinggi temperatur reaksi maka semakin besar pula kadar ester crude FAME yang dihasilkan. Temperatur pada reaksi transesterifikasi ini yang diberikan adalah 40oC , 50oC dan 60oC dari hasil penelitian ini diperoleh bahwa kadar ester yang terkecil adalah saat temperatur reaksi sebesar 40oC dengan nilai kadar ester sebesar 76,592% ;85,723% ; 89,875% dan 93,197% sedangkan untuk nilai kadar ester yang tertinggi adalah saat temperatur reaksi 60oC yaitu sebesar 89,178%; 92,324%; 97,385%; dan 99,171% dari hasil yang diperoleh maka dapat diketahui bahwa kondisi optimum reaksi adalah saat temperatur reaksi sebesar 60oC hal ini karena pada temperatur 60oC adalah temperatur dimana telah mendekati titik didih dari methanol yaitu sebesar 64,5 oC sehingga methanol dapat bereaksi seluruhnya sehingga dapat memberikan hasil ester yang lebih maksimal sehingga akan menaikan nilai konversi dari reaksi tersebut, dengan naiknya konversi maka % kadar ester yang dihasilkan juga akan semakin naik pula.

40 50 60 70 80 90 0,2 0,7 1,2 Yield Crude F AM E (%) Katalis NaOH (%wt) 40 ⁰C 50 ⁰C 60 ⁰C 70 75 80 85 90 95 100 30 50 70 K a da r E st er Crude F AM E ( %) Temperatur Reaksi (C) 0,4%wt NaOH 0,6%wt NaOH 0,8%wt NaOH 1%wt NaOH

(7)

7

Gambar 4.4 Gambar pengaruh Temperatur

Reaksi terhadap Yield Crude FAME

Pada grafik 4.4 hubungan antara temperatur reaksi (oC) terhadap yield crude FAME (%) dapat dilihat pada gambar diatas yang mana telah diperoleh hasil yang menunjukkan nilai yang berbanding lurus yang mana semakin besar temperatur reaksi pada proses transesterifikasi maka semakin besar pula nilai yield crude FAME yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat pada gambar yaitu kenaikan nilai yield searah dengan bertambah besarnya nilai temperatur yang diberikan pada proses reaksi transesterifikasi. Untuk nilai yield yang terendah adalah pada saat temperatur reaksi 40oC diperoleh nilai yield untuk berbagai konsentrasi katalis basa yaitu sebesar 69,863%; 60,899% ; 52,369% dan 43,022% sedangkan yield optimum diperoleh saat suhu reaksi sebesar 60 oC untuk berbagai konsentrasi katalis basa yaitu sebesar 87,036%; 68,806%, 58,499% dan 53,317%. Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa kondisi reaksi optimum adalah saat suhu reaksi 60oC, methanol dapat bereaksi seluruhnya sehingga dapat memberikan hasil ester yang lebih maksimal hal ini akan menaikan nilai konversi dari reaksi tersebut, dengan naiknya konversi maka % yield crude FAME yang dihasilkan semakin tinggi pula

KESIMPULAN

Kesimpulan yang bisa diambil dari penelitian ini bahwa minyak biji nyamplung dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan crude FAME melalui reaksi transesterifikasi dengan menggunakan dua reaktor kontinyu. Semakin tinggi konsentrasi katalis basa NaOH yang ditambahkan maka semakin besar pula kadar ester dan yield crude FAME yang dihasilkan. Nilai kadar ester dan yield tertinggi diperoleh pada variabel konsentrasi katalis 1%wt dan temperatur reaksi 60oC dengan nilai kadar

ester sebesar 99,171% dan yield crude FAME sebesar 87,036%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bradshaw, George Burt.; Meuly,Wlater.C. 1944. “Preparation of Detergent”. US Patent Office 2,360,844. USA.

2. Crane, Sylvie; Aurore, Guyle`ne; Joseph, Henry; Mouloungui, Ze´phirin; Bourgeois, Paul. 2005. “Composition of Fatty Acids Triacylglycerols and Unsaponifiable Matter in Callophyllum callaba L. Oil from Guadeloupe”. Phytochemistry Vol. 66 : 1825 – 1831. 3. Destianna, Mescha; Zandy, Agustinus;

Nazef; Puspasari, Soraya. 2007. “Intensifikasi Proses Produksi Biodiesel”. Institut Teknologi Bandung & PT. Rekayasa Industri. Bandung. 4. Firman M, Dr. Ir; Tuanakota Agnes, Msi,

Ir; Rachmansyah, Ajie, S.Hut, Tb. 2009. “Rencana Aksi Pengembangan Energi Alternatif Berbasis Tanaman Nyamplung 2010-2014”.

5. Fonseca, Felipe A.S.; Vidal-Vieira, José A.; Ravagnani, Sergio P. 2010. “Transesterification of vegetable oil : simulating the replacement of batch reactors with continuous reactors”. Bioresource Technology 101 : 8151-8157.

6. Freedman, B.; Pryde.E.H.; Mounts. T.L.1984. “Variables Affecting the Yields of Fatty Esters from Transesterfied Vegetable Oils”

7. Fristian, Peter. 2010.”Continuous Stirrer – Tank Reactor”.

8. Gerpen, J. Van; Shanks, B.; and Pruszko, R.; Clements, D; Knothe, G. 2004. “Biodiesel Production Technology”. National Renewable Energy Laboratory (NREL). Colorado.

9. Hambali, Erliza dan Armansyah. 2007. “Teknologi Bioenergi”. Agromedia Pustaka. Jakarta.

10. Heyne, k. 1987. “Tumbuhan berguna Indonesia”, jilid 3,Badan Litbang Kehutanan, Jakarta.

11.Ketaren, S. 1986. “Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan”. UI Press. Jakarta.

12.Leevijit, T.; Tongurai, C.; Prateepchaikul, G.; Wisutmethangoon, W. 2008. “Performance test of a 6-stage

40 50 60 70 80 90 30 50 70 Y ie ld C rude F A M E (%) Temperatur Reaksi (C) 0,4%wt NaOH 0,6%wt NaOH 0,8%wt NaOH

(8)

8

continuous reactor for palm methyl ester production”. Bioresource Technology 99 : 214-221.

13. Ma; Fangrui; Hanna; M.A. 1999. “Biodiesel production : a review”. Bioresource Technology 70 : 1-15. 14. Mittlebach, M.; Remschmidt, Claudia.

2004. “Biodiesel The Comprehensive Handbook”. Boersedruck Ges.m.bH. Vienna.

15. Panitia Teknis Energi Baru dan Terbarukan (PTEB). 2006. “Biodiesel”. Standar Nasional Indonesia. Jakarta. 16. Perry; Robert, H. 1999. “Perry’s

Chemical Engineers’ Handbook, seventh edition”. McGraw-Hill Inc. New York. 17. Ramadhas, A.S.; Jayaraj, S.;

Muraledharan, C. 2004. “Biodiesel Production From high FFA Rubber Seed Oil”. Fuel 84 : 335 – 340.

18. Sudradjat. 2005-2008. “Pembuatan biodiesel dari biji nyamplung (Calophyllum inophyllum)”. Pusat penelitian dan pengembangan hasil hutan.

19. Soerawidjaja, Tatang H.;Prakoso, Tirto.;Reksowardojo, Iman K. 2005.”Prospek, Status, dan Tantangan Penegakan Industri Biodiesel di Indonesia”.

www.km.itb.ac.id/symposium.

20. Venkanna, B.K.; Reddy, C. Venkataramana. 2009. “Biodiesel Production and Optimization from Calophyllum inophyllum Linn Oil (honne oil) – A Three Stages Method”. Bioresource Technology 100 : 5122-5125.

21. www.gbanalysts.com 22. www.journeytoforever.com

Referensi

Dokumen terkait

Adapun masalah penelitian yang akan diungkap adalah (1) jenis kolokasi apa yang banyak ditemukan dalam penerjemahan buku bacaan anak dwibahasa Indonesia-Inggris

Larson (1989: 3) menyatakan penerjemahan sebagai pengalihan makna dari bahasa sumber ke bahasa sasaran melalui langkah yaitu; (1) mempelajari leksikon, struktur gramatikal,

62 Batuan Inti Penyimpan Minyak dan Gas Bumi kontan, yaitu memaksimumkan dana tersebut dan cadangan minyak yang dapat diperoleh dengan menjaga operasi sumur melalui

Pada luka insisi operasi dilakukan infiltrasi anestesi local levobupivakain pada sekitar luka karena sekresi IL-10 akan tetap dipertahankan dibandingkan tanpa

Metode yang digunakan tim pelaksana dalam melaksanakan kegiatan pengabdian masyarakat ini adalah menggunakan metode perancangan sebuah media, dengan memberikan informasi

Anggaran biaya operasional tahunan merupakan suatu rencana rangkaian kegiatan operasional untuk satu tahun yang dibuat dan dilakukan masing-masing departemen yang

Bahasa Melayu satu dengan yang lain menjadi berbeda atas dasar seting etnis yang beragam, demikian pula kedaerahan yang menjadi landasan adanya perbedaan yang bahkan

Dengan hormat kami informasikan bahwa dalam rangka implementasi kurikulum 2013 di tahun anggaran 2014, Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan