• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Kebijakan Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Analisis Kebijakan Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

Analisis Kebijakan Penjaminan Mutu Pendidikan

Tinggi dalam UU No. 12 Tahun 2012 tentang

Pendidikan Tinggi

Aidil Ikhsan(1), Yulherniwati(2) (1)

Jurusan Teknik Industri, Fakultas Teknologi Industri Universitas Bung Hatta (2) Jurusan Teknologi Informasi, Politeknik Negeri Padang

(1)

aidil_ikhsan@yahoo.com

ABSTRAK

Dengan diberlakukannya MEA 31 Desember 2015 maka kompetisi negara negara Asia menjadi terbuka. Untuk bisa mengambil kesempatan tersebut, kualitas sumber daya manusia sangat menentukan daya saing bangsa. Pendidikan tinggi sebagai pilar utama kualitas sumberdaya manusia belum mampu memberikan hasil yang diharapkan.Tujuan pendidikan tinggi belum tercapai, mutu pendidikan tinggi masih rendah dan pengingkatannya tidak sesuai dengan yang diharapkan. Menurut UU no 12 2012 pasal 53 menyatakan bahwa: Sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi terdiri atas : a) sistem penjaminan mutu internal (SPMI) yang dikembangkan oleh Perguruan Tinggi; dan b) sistem penjaminan mutu eksternal (SPME) yang dilakukan melalui akreditasi. Untuk meningkatkan system penjaminan mutu dikembangkan empat alternative yang kemudian dipilih dengan menggunakan metoda multi dimensional scaling dengan enam criteria yaitu biaya, efektifitas, efek ganda dan ektsternalitas, hambatan, serta fisibilitas.. Hasil analisisi, terpilih alternative solusi yaitu kebijakan yang bersifat operasional (teknis / pelaksanaan) berkaitan dengan Lembaga Pelayanan Perguruan Tinggi. Kebijakan ini untuk mengatur tentang peran dan mekanisme pada Lembaga Pelayanan Perguruan Tinggi dalam membantu perguruan tinggi melaksanakan penjaminan mutu..

Kata kunci— Pendidikan Tinggi, Analisis kebijakan, penjaminan mutu, Multi Dimensi Scaling.

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dengan diberlakukannya MEA 31 Desember 2015 maka kompetisi negara negara Asia menjadi terbuka. Untuk bisa mengambil kesempatan tersebut, kualitas sumber daya manusia kita akan sangat menentukan daya saing. Untuk menjamin kualitas pendidikan tinggi di indonesia telah diterbitkan Landasan peraturan UU no 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi khususnya pada Bab III. tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi. Setelah diberlakukan selama lima tahun, perlu kiranya dilakukan analisis lebih jauh tentang kebijakan apa yang perlu diambil agar tujuan pendidikan dapat tercapai. Sampai saat ini peringkat perguruan tinggi di indonesia masih jauh tertinggal dari negara tetangga di asia tenggara secara umum.

Undang undang pendidikan tinggi Pendidikan Tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah yang mencakup program diploma, program sarjana, program magister, program doktor, program profesi, program spesialis, dan program sub spesialis yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia. Adapun Tujuan Pendidikan Tinggi Menurut PP No. 60 Tahun 1999 tentang Pendidikan Tinggi (PT), Pasal 2, adalah : 1). Menyiapkan peserta didik menjadi anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik dan/atau profesional yang dapat menerapkan, mengembangkan dan/atau memperkaya khasanah ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian; 2) Mengembangkan dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan, teknologi dan/atau kesenian serta mengupayakan penggunaannya untuk meningkatkan taraf kehidupan masyarakat dan memperkaya kebudayaan nasional.

(2)

Mutu pendidikan tinggi adalah tingkat kesesuaian antara penyelenggaraan pendidikan tinggi dengan standar pendidikan tinggi. Standar Pendidkan Tinggi terdiri atas Standar Nasional Pendidikan Tinggi yang ditetapkan pemerintah dan Standar Pendidikan Tinggi yang ditetapkan perguruan tinggi dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Standar Nasional Pendidikan Tinggi merupakan Satuan standar yang meliputi standar nasional pendidikan, ditambah dengan standar penelitian, dan standar pengabdian kepada masyarakat. Standar Pendidikan Tinggi terdiri atas sejumlah standar dalam bidang akademik dan nonakademik yang melampaui Standar Nasional Pendidikan Tinggi. Standar Nasional Pendidikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan yang diperbaharui dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2013 Tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan menyatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan (SNP) terdiri atas : Standar isi; Standar proses; Standar kompetensi lulusan; Standar pendidik dan tenaga kependidikan; Standar sarana dan prasarana; Standar pengelolaan; Standar pembiayaan, dan Standar penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.

Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi, merupakan kegiatan sistemik untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi secara berencana dan berkelanjutan. Adapun tujuan sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi adalah untuk mendapatkan pendidikan bermutu. Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi telah diatur dalam UU no 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi, Bab III Penjaminan Mutu, yang terdiri dari beberapa bagian yaitu Sistem Penjaminan Mutu, Standar Pendidikan Tinggi, Akreditasi, Pangkalan Data Pendidikan Tinggi, dan Lembaga Layanan Pendidikan Tinggi.

B. Rumusan masalah

Pendidikan tinggi belum memberikan hasil yang diharapkan, yaitu tujuan pendidikan tinggi belum tercapai, mutu pendidikan tinggi masih rendah dan tidak meningkat. Dapat disimpulkan bahwa penjaminan mutu pendidikan tidak berjalan dengan semestinya. Hal ini ditandai dengan : 1. Tingginya korupsi di Indonesia. Menurut survei Transparency International tahun 2012,

Indonesia menempati urutan 118 dari 176 negara (diurutkan dari yang terbersih hingga terkorup). Dibandingkan dengan negara-negara di regional ASEAN, Indonesia berada di bawah Singapura (5), Brunei Darussalam (46), Malaysia (54) dan Thailand (88). Indonesia hanya lebih baik bila dibandingkan dengan Vietnam (123), Laos (160) dan Myanmar (172) (http://cpi.transparency.org).

2. Peringkat perguruan tinggi Indonesia di dunia tidak meningkat, Pada pemeringkatan THE dan SJT tidak terdapat perguruan tinggi di Indonesia yang masuk dalam top 500. Pada QS WUR tahun 2015 terdapat 9 (sembilan) perguruan tinggi Indonesia dalam top 800. (laporan tahunan 2015 Kemen RISTEK dan DIKTI)

3. Hasil akreditasi PT belum banyak yang mendapat nilai A. Di tahun 2013 dari hasil akreditasi institusi oleh BAN-PT terhadap 30 perguruan tinggi dihasilkan sebanyak 8 perguruan tinggi dengan nilai A (yaitu ITB, UI, IPB, UII, UGM, UMY, UMM, Unhas), 10 perguruan tinggi dengan nilai B, 2 perguruan tinggi dengan nilai C.

Usaha untuk memecahkan masalah tersebut sudah tertuang dalam sejumlah kebijakan sebelumnya hingga yang berlaku sampai sekarang, yaitu :

1. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 13/PUU-VI I 2008 menyatakan pemerintah harus menyediakan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya 20 persen dari APBN dan APBD untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional. Hasilnya : kebijakan ini belum dilaksanakan sepenuhnya.

2. Dilaksanakannya sistem penjaminan mutu yang terdiri dari Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI), Sistem Penjaminan Mutu Eksternal (SPME) melalui Akreditasi, dan Pangkalan Data Perguruan Tinggi (PDPT) (sebelumnya EPSBED), berdasarkan PP no 63. Tahun 2009 dan UU no 12 tahun 2012. Hasilnya : a) Sistem Penjaminan Mutu Internal belum memperlihatkan korelasi positif dengan mutu pendidikan tinggi atau nilai akreditasi

(3)

yang diperoleh. b) Tidak adanya tindak lanjut untuk meningkatkan nilai akreditasi / Nilai akreditasi yang diperoleh cendrung tidak meningkat.

3. Adanya bantuan pemerintah kepada perguruan tinggi dalam melaksanakan penjaminan mutu yang didasarkan pada PP no 19 2005 pasal 92 ayat 1 : “Menteri Pendidikan Nasional mensupervisi dan membantu perguruan tinggi melaksanakan penjaminan mutu”. Bantuan ini berupa :

a. Penerbitan Buku Pedoman Implementasi Sistem Penjaminan Mutu (Tahun 2008) mengenai pedoman penjaminan mutu pendidikan tinggi yang dilakukan oleh dan atas inisiatif perguruan tinggi masing-masing, Penerbitan Buku Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT) (Tahun 2010) yang merupakan revisi dari buku sebelumnya, yang mencakup SPMI, SPME, PDPT. Hasilnya : masih banyak perguruan tinggi yang tidak menjalankan secara komprehensif.

b. Sudah adanya aturan dalam UU no 12 Tahun 2012 yaitu Bab III Penjaminan Mutu, Bagian Kelima tentang pembentukan Lembaga Layanan Pendidikan di wilayah yang membantu penjaminan mutu. Hasilnya : belum terlihat implementasinya, karena belum ada kebijakan yang sifatnya lebih mendukung operasional dan teknis pelaksanaan. Kebijakan yang sudah ada sebenarnya sudah memberikan arah dan dasar yang baik bagi penjaminan mutu pendidikan tinggi, namun implementasi dari kebijakan-kebijakan di atas pada kenyataannya tidak efektif meningkatkan mutu, sehingga perlu diperkuat dan dilengkapi.

C. Maksud dan Tujuan

1) Maksud

Sesuai dengan latar belakang masalah yang telah disajikan di atas, masalah yang dianalisis adalah pelaksanaan penjaminan mutu pendidikan tinggi berdasarkan Bab III UU no 12 tahun 2012 belum efektif, sehingga tujuan pendidikan tinggi belum tercapai.

2) Tujuan

Analisis ini bertujuan untuk mendapatkan kebijakan dalam penjaminan mutu pendidikan tinggi agar menghasilkan pendidikan tinggi yang bermutu yang pada akhirnya mencapai tujuan pendidikan tinggi. Ukuran efektifitas kebijakan ini dapat dilihat dari : (1) meningkatnya peringkat perguruan tinggi Indonesia di dunia; dan (2) meningkatnya nilai akreditasi.

3) Ruang lingkup

Pemangku kepentingan utama yang mempengaruhi secara signifikan pelaksanaan Penjaminan Mutu PendidikanTinggi Dalam UU No. 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi adalah (1) Perguruan Tinggi, (2) Masyarakat (3) Pemerintah.

Potensi solusi dalam analisis ini adalah setiap upaya untuk meningkatkan efektifitas penjaminan mutu berdasarkan UU no 12 tahun 2012 yang memperhitungkan lamanya proses implementasi, biaya implementasi dan tingkat efektifitasnya.

II. METODOLOGI

Dalam analisis kebijakan ini, pendekatan analisis yang digunakan adalah pendekatan valuatif dan normatif. Pendekatan valuatif ditekankan pada pertanyaan “Apakah manfaat dari kebijakan yang ada?” sehingga dihasilkan informasi yang evaluatif tentang kebijakan penjaminan mutu pendidikan tinggi yang sudah dan sedang dijalankan. Sedangkan pendekatan normatif ditekankan pada pertanyaan “Apakah yang harus diperbuat?” sehingga dihasilkan suatu rekomendasi tindakan berkaitan dengan kebijakan penjaminan mutu pendidikan tinggi.

Analisis kebijakan yang dilakukan terdiri dari tiga tahap yaitu 1) perumusan masalah, 2) peramalan masa depan kebijakan dan 3) rekomendasi kebijakan. Tahap perumusan masalah dilakukan dengan pendekatan Synecties yaitu mengenalkan kesamaan antarmasalah, dipadukan dengan Brainstorming untuk menghasilkan generalisasi ide. Tahap peramalan masa depan kebijakan yang dilakukan merupakan peramalan ekstrapolasi, dimana ramalan didasarkan pada ekstrapolasi hari ini ke masa depan, menghasilkan suatu proyeksi. Tahap rekomendasi kebijakan

(4)

menggunakan analisis cost-effectiveness. Rasionalitas yang mendasari pilihan kebijakan adalah rasionalitas substantif, yaitu kombinasi dari pilihan efektif, pilihan efisiensi dan pilihan akseptabilitas.

Potensi solusi yang dadapatkan dari proyeksi dalam analisis ini adalah setiap upaya untuk meningkatkan efektifitas kebijakan penjaminan mutu berdasarkan UU no 12 tahun 2012 yang memperhitungkan lamanya proses implementasi, biaya implementasi dan tingkat efektifitasnya. 4 (empat) alternatif kebijakan yang akan dievaluasi untuk memecahkan masalah adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan untuk menskenariokan semua SDM di perguruan tinggi (dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa) untuk peduli mutu, misalnya:

 Sosialisasi secara berkelanjutan dengan mengeksplorasi kemungkinan penggunaan berbagai sarana sosialisasi yang tersedia.

 Semua pejabat struktural harus mendapatkan pelatihan penjaminan mutu di awal masa jabatan ataupun secara rutin

 Pencanangan bulan mutu

 Pembuatan slogan yang dirumuskan secara singkat dengan bahasa sederhana, tetapi tepat sasaran untuk memotivasi semua dosen, tenaga kependidikan, dan mahasiswa agar bekerja sesuai dengan standar.

 Penetapan sistem rewards and punishment dalam rangka implementasi SPMI kepada semua unit kerja dan semua SDM.

2. Kebijakan tentang peningkatan mutu SDM pelaksana SPMI di perguruan Tinggi, dengan cara :

 Memberikan pelatihan SDM sehingga menghasilkan SDM yang akhirnya betul-betul menguasai dan mampu mengeksekusi hingga terbentuk gugus kendali di beberapa orang. Hendaknya tercipta SDM professional yang mempunyai sertifikat kompetensi dalam merencanakan, melaksanakan dan mengevaluasi penjaminan mutu. Memberikan kompensasi yang sesuai, sehingga SDM pada SPMI tidak lagi mengejar jabatan eksekutif, karena jabatan di bidang SPMI juga sudah merupakan jenjang karir dan posisinya strategis dalam Perguruan Tinggi.

3. Kebijakan tentang bantuan dan pendampingan kepada perguruan tinggi untuk meningkatkan hasil akreditasinya. Pembinaan dapat berupa bantuan dan pendampingan dapat dilakukan oleh pemerintah, atau oleh perguruan tinggi yang nilai akreditasinya lebih tinggi kepada perguruan tinggi yang nilai akreditasinya lebih rendah.

4. Membuat kebijakan yang bersifat operasional (teknis / pelaksanaan) berkaitan dengan Lembaga Pelayanan Perguruan Tinggi. Kebijakan ini untuk mengatur tentang peran dan mekanisme pada Lembaga Pelayanan Perguruan Tinggi dalam membantu perguruan tinggi melaksanakan penjaminan mutu.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Perbandingan alternatif dilakukan berdasarkan biaya, efektifitas, efek ganda dan ektsternalitas, hambatan, serta fisibilitas. Nilai perbandingan merupakan nilai relatif terhadaf alternatif yang lain. Deskripsi dan hasil perbandingan dapat dlihat pada tabel 1.

Keterangan : 1 = Sangat Rendah/Kecil, 2 = Rendah/Kecil, 3 = Sedang, 4 = Tinggi/Besar, 5 = Sangat Tinggi/Besar

(5)

Tabel 1 Nilai perbandingan

Alternati f Hemat Biaya Efektifita s

Efek ganda Eksternalitas Sedikitnya Hambatan Fisibilitas Tota l 1 3.2 4.7 4.6 4.8 3.2 3.3 23.8 2 3.8 3.2 2.9 3.3 4.8 3.9 21.9 3 3.1 3.8 4.2 3.9 3.9 4.3 23.2 4 4.9 4.9 4.8 4.8 4.8 4.9 29.1 B. Pembahasan 1) Alternatif 1

Biaya sangat besar karena melibatkan berbagai pihak dan strategi. Waktu lebih lama. Efektifitas sangat besar karena bila sudah tumbuh budaya peduli mutu, semua pihak menyadari pentingnya mutu dan memahami bagaimana mekanisme agar pendidikan menghasilkan mutu yang baik, maka penjaminan mutu akan dilakukan secara bersama-sama tanpa paksaan pihak lain, dan semua pihak dapat saling membantu dan saling mengingatkan. Hambatan sangat besar dan fisibilitas lebih rendah dibandingkan alternatif yang lain karena berkaitan dengan upaya merubah budaya, maka kemungkinan ada penolakan-penolakan. Menumbuhkan kesadaran mutu butuh waktu dan upaya yang tidak sedikit dan keterlibatan banyak pihak. Efek ganda sangat besar karena budaya peduli mutu sangat berperan meningkatkan moral, produktifitas, kinerja. Ketika suatu budaya mutu sudah tumbuh, maka manfaat beruntun di berbagai aspek kehidupan akan didapatkan. Eksternalitas besar karena dapat meningkatkan daya saing SDM Indonesia di dunia.

2) Alternatif 2

Biaya besar. Waktu lebih singkat dari alternatif 1. Fisibilitas lebih tinggi dari alternatif 1 karena pihak yang terlibat lebih terbatas. Efektifitas sedang, karena baru mencakup SDM pelaksana di lembaga penjaminan mutu perguruan tinggi, tetapi masih belum mencakup pihak eksekutif dan SDM perguruan tinggi lainnya. Jika sejumlah pelaksana SPMI di setiap perguruan tinggi sudah menguasai dan dapat menjalankan SPMI dengan baik, maka dapat berfungsi sebagai gugus kendali. Dengan demikian SPMI diharapkan akan berjalan dengan semestinya dengan basis SDM lembaga penjaminan mutu perguruan tinggi yang kuat. Hambatan paling rendah dbandingkan alternatif yang lain karena lingkup tidak besar dan jumlah pihak yang terlibat tidak banyak. Efek ganda sedang, karena pelatihan lebih berdampak langsung kepada staf yang dilatih, dan tidak berdampak secara langsung kepada yang lain. Eksternalitas sedang, sejalan dengan efektifitas dan efek ganda yang sudah dijelaskan sebelumnya.

3) Alternatif 3

Biaya sangat besar. Waktu hampir sama dengan alternatif 2. Fisibilitas hampir sama dengan alternatif 2. Efektifitas lebih besar dari alternatif 2, karena interaktifitas dan diskusi dalam program bantuan dan pendampingan tentunya lebih intens. Pelaksanaan secara langsung dibantu dan didampingi sehingga diharapkan hasil akreditasi dapat ditingkatkan dengan upaya yang lebih terarah, lebih memaksimalkan potensi dan mengatasi kelemahan yang ada, dan mendapat transfer pengetahuan serta masukan yang konkret tentang praktik baik untuk mencapai standar yang ditentukan. Hambatan lebih besar dari alernatif 2. Hambatan dapat berasal dari komitmen pihak-pihak yang terlibat. Efek ganda dan Eksternalitas lebih besar dari alternatif 2.

4) Alternatif 4 :

Biaya sedang, karena di dalam lembaga sudah ada biaya rutin ditambah insentif-insentif. Waktu lebih singkat dari alternatif 1, namun bisa jadi lebih lama dari alternatif 2 dan 3 mengingat persiapan yang lebih menyeluruh. Fisibilitas paling tinggi, karena sifatnya kokoh, melembaga, diatur pemerintah dalam UU dan produk hukum lainnya sehingga lebih dapat dipatuhi dan diterima perguruan tinggi. Efektifitas besar, karena dapat menjadi solusi yang lebih komprehensif (dengan terpadunya pelatihan, bantuan dan pendampingan serta adanya akses ke PDPT). Hambatan paling kecil dibandingkan alternatif lain. Hambatan dapat berupa kurang seriusnya

(6)

perguruan tinggi yang dibina, dan kemungkinan ada kesulitan mendapatkan staf profesional dan berkompeten di bidang penjaminan mutu perguruan tinggi, dalam jumlah yang cukup di wilayah tertentu. Efek ganda dan Eksternalitas sama besar dengan alternatif 1.

IV. PENUTUP

Alternatif yang dipilih sebagai rekomendasi kebijakan adalah Alternatif 4, yaitu membuat kebijakan yang sifatnya operasional tentang pemberdayaan Lembaga Pelayanan Perguruan Tinggi sebagai perwakilan pemerintah di wilayah untuk membantu perguruan tinggi dalam melaksanakan penjaminan mutu. Alternatif ini dipilih karena berdasarkan kriteria-kriteria evaluasi, alternatif ini mendapatkan skor tertinggi. Dapat disimpulkan bahwa fisibilitas, efektifitas, efek ganda dan eksternalitasnya termasuk yang paling tinggi, biaya dan hambatannya termasuk yang paling rendah.

DAFTAR PUSTAKA

Dunn, William N, 2003, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. http://www. Lintasgayo.com. Dikti Sosialisasi Undang-Undang Baru di ISI Padangpanjang.

http://kampus.okezone.com/read/2013/09/09/373/863131/large http://cpi.transparency.org/cpi2012/

Laporan Tahunan Kementerian Riset, teknologi dan Pendidikan Tinggi , 2015

Pedoman Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi , Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi,Direktorat Jender al Pembelajaran dan Kemahasiswaan Direktorat Penjaminan Mutu 2016

Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Repulik Indonesia Nomor 13 tahun 2015 Sistem Penjaminan Mutu Perguruan Tinggi (SPM-PT). Kementrian Pendidikan Nasional, Direktorat

Pendidikan Tinggi. 2010.

Tentang Rencana Strategis Kementerian Riset , Teknologi dan Pendidikan Tinggi Tehun 2015-2019 . UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Republik Indonesia. 2012.

Gambar

Tabel 1 Nilai perbandingan  Alternati f  Hemat Biaya  Efektifitas

Referensi

Dokumen terkait

Dengan berdasarkan pada hasil dari implementasi metode peramalan menggunakan Jaringan Syaraf Tiruan Backpropagation dalam peramalan tingkat suku bunga pinjaman di

Sistem Pendidikan Nasional Pasal 20 UU dan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 62 Tahun 2016 tentang Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan Tinggi

adalah kegiatan sistemik penjaminan mutu pendidikan tinggi oleh setiap perguruan tinggi secara otonom untuk mengendalikan dan meningkatkan penyelenggaraan pendidikan tinggi

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pengujian hipotesis maka dapat disimpulkan bahwa: terdapat pengaruh pelaksanaan strategi pembelajaran Index Card

Merujuk Peraturan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Nomor 62 tahun 2016 tentang sistem penjaminan mutu pendidikan tinggi, Sistem Penjaminan Mutu Internal

• Merupakan layanan untuk masyarakat (khususnya entitas Perguruan Tinggi) agar lebih memahami Sistem Penjaminan Mutu Internal (SPMI) dan Sistem Penjaminan Mutu Pendidikan

Ikatan jembatan kation (dalam Sparks, 1995) Pada Gambar 1.9, anion-anion organik secara normal ditarik oleh muatan negatif permukaan liat, maka jerapan asam humat dan fulvat