• Tidak ada hasil yang ditemukan

Umur Lelah

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Umur Lelah"

Copied!
76
0
0

Teks penuh

(1)

PENGECORAN SENTRIFUGAL HORIZONTAL

SKRIPSI

KONSENTRASI TEKNIK PRODUKSI

Diajukan untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Teknik

Disusun oleh: IVAN ARYANTO NIM. 0710620001-62

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA

FAKULTAS TEKNIK MALANG

(2)
(3)

i

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala berkah dan rahmat– Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan skripsi dengan judul “Pengaruh Kecepatan Putar Cetakan Dan Penambahan Serbuk Keramik Terhadap Umur Lelah Pipa Aluminium (Al-Mg-Si) Hasil Pengecoran Sentrifugal Horizontal”.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu persyaratan akademis yang harus diajukan untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik dari Jurusan Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Brawijaya. Atas selesainya skripsi ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Kedua orang tua saya Tjahyo Triyuwono dan Dian Variana serta adik saya Annisa Carina dan seluruh keluarga besar saya atas do’a, dukungan material dan spiritual yang telah diberikan selama ini.

2. Bapak Dr. Slamet Wahyudi, ST., MT. selaku Selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin Universitas Brawijaya.

3. Bapak Dr.Eng. Anindito P, ST., M.Eng. selaku Sekertaris Jurusan Teknik Mesin Universitas Brawijaya.

4. Bapak Dr.Eng. Yudy Surya Irawan, ST., M.Eng. selaku dosen pembimbing I. 5. Ibu Femiana Gapsari ST., MT selaku dosen pembimbing II.

6. Ibu Putu Hadi Setyarini, ST., MT. yang telah sabar menghadapi saya selama menjadi dosen wali.

7. Seluruh dosen Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya atas ilmu yang telah diberikan.

8. Seluruh karyawan di Jurusan Mesin Fakultas Teknik Universitas Brawijaya atas bantuanya dalam menyelesaikan seluruh kebutuhan administrasi.

9. Avita Ayu Permanasari yang telah sabar menemani dan membantu selama saya menyelesaikan penelitian dan selama perkuliahan.

10. Saudara-saudaraku “EKSTREME 07” Mesin Angkatan 2007 atas bantuanya menyelesaikan permasalahan kemahasiswaan.

11. Teman-teman seperjuangan Dimas Arda Candra dan Bayupurnama SD. 12. Teman-teman dan adik-adikku di Fakultas Teknik Universitas Brawijaya. 13. Saudara-saudaraku asisten, laboran, kepala Lab. Proses Produksi I Krisna,

(4)

Hatta, Ikhlas, Dio, Imam, Zena, Trendi, Yanuar dan terakhir Chandra atas bantuan selama menjadi asisten, Bapak Mudjiono dan Bapak Sugiarto ST., MT atas saran yang telah diberikan.

14. Seluruh pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu atas bantuan yang telah diberikan dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan untuk masukan di masa mendatang. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Malang, Januari 2012,

(5)

iii

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix RINGKASAN ... x BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 3 1.3 Tujuan Penelitian ... 4 1.4 Batasan Masalah ... 4 1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Penelitian Sebelumnya ... 5

2.2 Aluminium dan Paduannya ... 6

2.2.1 Sifat-Sifat Aluminium Paduan ... 6

2.2.2 Pengaruh Unsur Paduan ... 7

2.2.3 Paduan Al-Mg-Si ... 8

2.3 Prinsip Dasar Pengecoran ... 9

2.4 Pengecoran Sentrifugal ... 9

2.4.1 Pengecoran Sentrifugal Sejati ... 10

2.4.2 Pengecoran Semisentrifugal ... 10

2.4.3 Centrifuging ... 11

2.5 Sifat-Sifat Logam Cair ... 11

2.5.1 Perbedaan Antara Logam Cair dan Air ... 11

2.5.2 Kekentalan Logam Cair ... 12

2.6 Pembekuan Logam... 12

2.7 Kecepatan Putar Cetakan ... 15

2.8 Keramik... 16

2.9 Metal Matrix Composite (MMC) ... 16

(6)

2.10 Porositas ... 19

2.10.1 Perhitungan Porositas ... 20

2.10.2 Pengukuran Densitas Menggunakan Metode Piknometri ... 21

2.11 Fatigue ... 22

2.12 Bentuk dan Ukuran Benda Uji ... 23

2.13 Hipotesa ... 23

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 24

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2 Variabel Penelitian ... 24

3.3 Peralatan dan Bahan yang Digunakan ... 25

3.3.1 Peralatan yang digunakan ... 25

3.3.2 Bahan yang digunakan ... 31

3.4 Dimensi Cetakan ... 32

3.5 Instalasi Penelitian ... 32

3.6 Dimensi Benda Kerja ... 33

3.7 Dimensi Spesimen Uji Fatigue ... 33

3.8 Instalasi Alat Uji Fatigue (Rotary Cantilever Bending Fatigue Test) ... 33

3.9 Prosedur Penelitian ... 34

3.9.1 Prosedur penelitian ... 34

3.9.2 Prosedur pengambilan dan pengolahan data ... 35

3.10 Rancangan Penelitian ... 35

3.11 Diagram Alir Penelitian ... 37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Hasil ... 39

4.1.1 Data Umur Lelah Hasil Pengujian Fatigue ... 39

4.1.2 Pengaruh Kecepatan Putar Cetakan Terhadap Umur Lelah ... 40

4.1.3 Pengaruh Penambahan Serbuk Keramik Terhadap Umur Lelah ... 41

4.2 Pembahasan... 42

4.2.1 Analisa Pengaruh Kecepatan Putar Cetakan Terhadap Umur Lelah 42 4.2.2 Pengaruh Penambahan Serbuk Keramik Terhadap Umur Lelah ... 47

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 50

5.1 Kesimpulan ... 50

(7)

DAFTAR PUSTAKA ... 51 LAMPIRAN ... 53

(8)

vi

Gambar 2.1 Diagram fase Magnesium-Silikon pada paduan aluminium 8

Gambar 2.2 Pengecoran Sentrifugal Horizontal 10

Gambar 2.3 Pengecoran Semisentrifugal 11

Gambar 2.4 Centrifuging 11

Gambar 2.5 Skematis pendinginan dan distribusi temperatur logam paduan 13 Gambar 2.6 Ilustrasi skematis dari pembekuan logam 14 Gambar 2.7 Struktur yang dihasilkan dengan Centrifugal Casting a). Chill zone 15

b). Equiaxed zone c). Columnar zone 15

Gambar 2.8 Skema diagram yang menunjukkan penggolahan rute empat klasifikasi metal

matrix composite 18

Gambar 2.9 Skema diagram peralatan untuk metode penggolahan infiltrasi tekanan 18 Gambar 2.10 Skema diagram peralatan untuk teknik penambahan pusaran 19

Gambar 2.11 Skema Piknometri 21

Gambar 2.12 Siklus hubungan tegangan dan waktu 22 Gambar 2.13 Bentuk dan ukuran standar spesimen uji fatigue 23

Gambar 3.1 Dapur peleburan logam 25

Gambar 3.2 Cetakan Logam 26

Gambar 3.3 Mesin bubut T.U. CNC 2A 26

Gambar 3.4 Alat pengecoran sentrifugal 27

Gambar 3.5 Cawan tuang 27

Gambar 3.6 Infrared thermometer 28

Gambar 3.7 Digital tachometer 28

Gambar 3.8 Stopwatch 29

Gambar 3.9 Alat uji fatigue metode cantilever rotating bending 29

Gambar 3.10 Jangka sorong 30

Gambar 3.11 Gergaji 30

Gambar 3.12 Kamera digital 30

Gambar 3.13 Timbangan digital 31

Gambar 3.14 Dimensi Cetakan 32

(9)

Gambar 3.17 Dimensi spesimen dan keterangannya 33

Gambar 3.18 Instalasi alat uji fatigue 33

Gambar 4.1 Grafik pengaruh kecepatan putar cetakan (rpm) terhadap umur lelah (siklus) 40 Gambar 4.2 Grafik pengaruh penambahan serbuk keramik fraksi berat (%) terhadap umur

lelah (siklus) 41

Gambar 4.3 Grafik pengaruh kecepatan putar cetakan (rpm) terhadap porositas (%) 46 Gambar 4.4 Foto mikro daerah columnar hasil pengecoran sentrifugal horizontal 47 Gambar 4.5 A. Butiran logam yang dekat dengan serbuk keramik; B.butiran logam yang

(10)

viii

Tabel 2.2 Koefisien Kekentalan dan Tegangan Permukaan dari Logam 12 Table 3.1 Rancangan penelitian terhadap umur lelah aluminium paduan Al-Mg-Si hasil

pengecoran sentrifugal horizontal 36

Tabel 4.1 Data Umur Lelah Hasil Pengujian Fatigue (siklus) 39

(11)

ix Lampiran 1. Kegiatan Penelitian

Lampiran 2. Foto Mikro Daerah Columnar Dengan Pembesaran 100 kali Lampiran 3. Uji Komposisi Paduan Aluminium 6061

Lampiran 4. Uji Komposisi Serbuk Keramik Lampiran 5. Data Uji Tarik Hasil Coran

Lampiran 6. Perhitungan dan Tabel Prosentase Berat Unsur Lampiran 7. Tabel Periodik Unsur Kimia

(12)

x

2012, Pengaruh Kecepatan Putar Cetakan Dan Penambahan Serbuk Keramik Terhadap Umur Lelah Pipa Aluminium(Al-Mg-Si) Hasil Pengecoran Sentrifugal Horizontal, Dosen Pembimbing : Yudy Surya Irawan dan Femiana Gapsari M F.

Perkembangan teknologi pengecoran sangat pesat, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya produk hasil pengecoran. Dunia pengecoran saat ini banyak menggunakan aluminium terutama aluminium paduan Al-Mg-Si sebagai bahan dasar pipa dikarenakan memiliki titik cair rendah dan memiliki sifat ringan, dapat diperlakukan panas, mampu potong, mampu las dan tahan korosi. Berbagai macam cara telah dilakukan untuk mendapatkan hasil coran yang baik termasuk menggunakan pengecoran sentrifugal horizontal dan penambahan partikel lain pada coran semisal alumina, karbida dan lain-lain. Tujuan penelitian ini adalah mencari pengaruh kecepatan putar cetakan dan penambahan serbuk keramik terhadap umur lelah pipa aluminium (Al-Mg-Si) hasil pengecoran sentrifugal horizontal.

Metode penelitian yang digunakan adalah true experimental research. Penelitian ini menggunakan variasi kecepatan putar cetakan 900 rpm, 1200rpm, 1500 rpm, 1750 rpm dan variasi penambahan serbuk keramik fraksi berat sebesar 0%, 5%, 10%, 13%. Pada penelitian ini juga mengontrol suhu penuangan sebesar 800ºC , waktu putar cetakan 120 detik, ukuran serbuk keramik 50µm sampai 60µm dan pembebanan uji fatigue sebesar 50 MPa. Serbuk keramik dengan beberapa variasi yang telah disebutkan dicampurkan dengan aluminium cair kemudian campuran aluminium dan serbuk keramik dimasukkan ke dalam cetakan pada alat pengecoran sentrifugal horizontal dan diputar dengan variasi kecepatan putar yang telah ditentukan.

Dari penelitian yang telah dilakukan didapatkan hasil peningkatan kecepatan putar cetakan dan penambahan serbuk keramik 0%, 5%, 10% fraksi berat akan meningkatkan umur lelah. Umur lelah paling besar dimiliki hasil coran dengan menggunakan kecepatan putar cetakan 1750 rpm dengan penambahan serbuk keramik 10% fraksi berat sebesar 1572482 siklus pembebanan dan umur lelah paling kecil dimiliki hasil coran dengan menggunakan kecepatan putar cetakan 900 rpm dengan penambahan serbuk keramik 0% fraksi berat sebesar 269264 siklus pembebanan. Perbedaan umur lelah diakibatkan karena adanya porositas dan perbedaan ukuran butiran yang dihasilkan dari masing-masing penambahan serbuk keramik dan penggunaan kecepatan putar cetakan pada pengecoran sentrifugal horizontal.

Kata kunci: aluminium paduan Al-Mg-Si, pengecoran sentrifugal, serbuk keramik, kecepatan putar cetakan, umur lelah

(13)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Teknologi pengecoran di Indonesia berkembang sangat pesat, hal ini ditunjukkan dengan banyaknya produk yang dihasilkan dari teknologi pengecoran diantaranya adalah komponen-komponen mesin, alat rumah tangga, peralatan bengkel dan lain sebagainya. Teknologi ini digunakan karena kelebihanya yang dapat menghasilkan produk atau komponen-komponen yang rumit, presisi dan komplek diantaranya adalah pipa air, mesin kendaraan bermotor, alat bengkel, poros, pulley dan lain sebagainya.

Pada proses pengecoran cukup banyak memanfaatkan aluminium sebagai bahan dasar sebuah produk atau komponen-komponen. Hal ini dikarenakan aluminium memiliki titik cair rendah dan sifat-sifat yang menguntungkan diantaranya adalah ringan, penghantar panas yang baik dan lain sebagainya. Karena sifat-sifatnya tersebut aluminium banyak digunakan sebagai pengganti logam yang lain dengan fungsi produk atau komponen-komponen yang sama, contoh penggunaan aluminium pada proses pengecoran adalah sebagai bahan dasar pipa air, tube pada heat exchanger, pipa pengeboran (drill pipe), velg, tromol, selubung silinder, tutup silinder, rumah engkol, cincin torak, sambungan pipa, dan lain sebagainya.

Diantara berbagai jenis paduan aluminium, paduan Al-Mg-Si termasuk dalam jenis yang dapat diperlakukan panas dan mempunyai sifat mampu potong, mampu las dan tahan korosi yang cukup (Wiryosumarto, 2000). Unsur silikon (Si) dalam paduan aluminium berfungsi untuk memperbaiki sifat mampu cor. Dalam hal ini yang dapat diperbaiki adalah dengan cara mengurangi penyusutan coran sampai satu setengah dari penyusutan aluminium murni dan meningkatkan daya alirnya. Sedangkan magnesium (Mg) berfungsi meningkatkan daya tahan aluminium. Bila dipadukan dengan silikon maka daya tahan karatnya semakin besar. Unsur magnesium juga meningkatkan sifat mampu mesin dan mampu bentuk dari aluminium. Oleh karena itu paduan jenis ini banyak digunakan dalam pembuatan pipa air, panel pesawat terbang, dan komponen-komponen lain yang membutuhkan daya tahan karat tinggi.

Berbagai macam cara telah dilakukan untuk mengembangkan teknologi pengecoran agar dapat menghasilkan produk yang lebih baik, salah satunya adalah pengecoran sentrifugal. Pengecoran sentrifugal adalah suatu cara pengecoran di mana cetakan diputar

(14)

dan logam cair dituangkan ke dalamnya, sehingga logam cair tertekan oleh gaya sentrifugal dan kemudian membeku (Surdia, 1986: 3). Pada pelaksanaanya pengecoran sentrifugal juga dipengaruhi oleh cara penuangan logam cair, putaran, temperatur penuangan dan kepresisian design cetakan, serta kemampuan material cor untuk terbentuk sesuai cetakan (Surdia, 1986: 239). Berbagai macam metode pengecoran sentrifugal telah digunakan agar mendapatkan kualitas hasil coran yang baik, diantaranya metode pengecoran sentrifugal sejati, pengecoran semisentrifugal, dan sentrifuging (Rao, 1990: 234). Dari beberapa metode tersebut pengecoran sentrifugal sejati masih perlu dilakukan penelitian lebih mendalam, yang mana proses pengecorannya dilakukan pada cetakan yang berputar pada sumbu horizontal.

Dari proses penelitian oleh Agus Bambang Sunyoto (2009) yang mencari pengaruh kecepatan putar cetakan terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro aluminium paduan (Al-Zn) hasil pengecoran sentrifugal dengan memakai variasi kecepatan putar cetakan 600-1000 rpm bahwa semakin tinggi kecepatan putar cetakan dapat meningkatkan rata-rata kekuatan tarik dan kekuatan tarik tertinggi didapatkan pada putaran 1000 rpm dengan nilai kekuatan tarik sebesar 241,25 N/mm2.

Meskipun memiliki beberapa keunggulan daripada metode pengecoran logam yang lain, pengecoran sentrifugal juga memiliki beberapa kekurangan seperti, distribusi ketebalan dan kepadatan yang tidak merata akibat ketidakseimbangan antara gaya potensial gravitasi (fg) dengan gaya sentrifugal (fc), timbulnya segregasi dan struktur yang tidak homogen akibat laju pembekuan yang tidak merata antara bagian dalam dengan bagian yang dekat cetakan, timbulnya cacat coran seperti cacat gelembung dan cacat lubang jarum (Hanguang Fu, 2003). Beberapa kekurangan tersebut dapat menimbulkan retakan ataupun patah pada saat produk atau komponen-komponen hasil pengecoran sentrifugal menerima beban dinamis (pembebanan yang berulang-ulang atau berubah-ubah) yang biasa disebut dengan fatigue.

Pada dunia industri manufaktur, kerusakan akibat beban berlebih dan arah tegangan yang berubah-ubah banyak terjadi pada komponen berbentuk silindris misalnya poros, pipa air, pipa pengeboran (drill pipe), tube pada heat exchanger, velg, tromol, selubung silinder, tutup silinder, rumah engkol, cincin torak, sambungan pipa, dan lain sebagainya. Hampir semua komponen yang mengandung cacat atau retak pada materialnya mengalami siklus pembebanan yang bervariasi. Cacat ini biasa disebut dengan retak fatigue. Abrianto (2007) menunjukkan bahwa kegagalan yang diakibatkan oleh fatigue mencapai 50 sampai 90 persen dari semua kegagalan yang terjadi pada sebuah mekanisme mekanik.

(15)

Dari penelitian kelelahan yang terjadi pada pipa pengeboran berbahan dasar aluminium yang dilakukan oleh João Carlos Ribeiro Plácido (2005) menghasilkan pernyataan, bahwa material dengan hambatan mekanik yang tinggi dengan ductility yang rendah dapat mengurangi kemampuannya menyerap deformasi plastis permukaan sebelum fatigue. Penyebab utama retak pada cacat permukaan adalah kelebihan beban, untuk tegangan yang lebih tinggi membuktikan bahwa peningkatan selisih tegangan (melebihi 180MPa) mengurangi umur fatigue material secara perlahan.

Banyak cara telah dilakukan untuk meningkatkan kekuatan mekanik coran dengan mencampur aluminium dengan partikel alumina, silika, dan keramik. Tetapi untuk penambahan coran aluminium dengan serbuk keramik bekas atau limbah masih belum pernah di teliti pengaruhnya terhadap umur lelah komposit matrik aluminium. Telah kita ketahui bahwa salah satu hasil pengecoran sentrifugal berbahan dasar aluminium adalah pipa air, dan pada aplikasinya dibutuhkan kekuatan mekanik yang tinggi untuk menghasilkan umur lelah yang panjang akibat beban bergetar yang dihasilkan fluida yang mengalir di dalam pipa.

Berdasarkan kondisi-kondisi yang telah dijelaskan, maka menarik untuk dilakukan sebuah penelitian untuk mengetahui pengaruh kecepatan putar dan penambahan serbuk keramik terhadap umur lelah pada proses pembuatan pipa ataupun komponen-komponen silindris berbahan dasar aluminium paduan Al-Mg-Si dengan metode pengecoran sentrifugal horizontal. Dalam penelitian ini digunakan aluminium paduan Al-Mg-Si, karena paduan ini memiliki sifat mampu cor yang baik, mengurangi penyerapan gas dalam pengecoran dan meningkatkan mampu alirnya. Selain itu dapat meningkatkan ketahanan korosi (Surdia, 1999). Sedangkan fungsi keramik adalah sebagai filler untuk memperbaiki sifat mekanik dari aluminium paduan Al-Mg-Si, diharapkan komposit ini dapat meningkatkan umur lelah aluminium paduan Al-Mg-Si.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang diungkap dalam tugas akhir ini adalah bagaimana pengaruh kecepatan putar cetakan dan penambahan prosentase berat serbuk keramik terhadap umur lelah pada pipa aluminium paduan Al-Mg-Si hasil pengecoran sentrifugal horizontal?

(16)

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh putaran dan penambahan serbuk keramik terhadap umur lelah pipa aluminium paduan Al-Mg-Si hasil pengecoran sentrifugal horizontal.

1.4 Batasan Masalah

Agar dalam menganalisa pembahasan lebih terarah, maka perlu adanya batasan masalah. Jadi pembahasan lebih difokuskan pada:

1. Menggunakan serbuk keramik ukuran 50µm sampai 60µm.

2. Penambahan prosentase berat serbuk keramik sebesar 0%, 5%, 10% dan 13% (berdasarkan penelitian yang dilakukan Bonollo, et al, 2004. Pada penambahan alumina sebesar 15% didapatkan hasil kekerasan yang maksimal).

3. Temperatur penuangan yang digunakan 800°C (berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Tonny Nugroho S, 2000. Pada temperatur 800°C didapatkan hasil cacat permukaan coran paling minimum).

4. Kecepatan putar cetakan yang digunakan 900 rpm,1200 rpm,1500, dan 1750 rpm. 5. Waktu putar cetakan selama ±120 detik.

6. Produk coran yang diteliti berbentuk silinder berlubang.

7. Tegangan bending yang digunakan pada uji fatigue 2/3 dari tegangan yield. 8. Frekuensi pembebanan lelah 50 Hz (50 putaran/detik).

1.5 Manfaat Penelitian

Pada penelitian kali ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut:

1. Memberikan manfaat dalam dunia pengecoran logam terutama pengecoran sentrifugal horizontal.

2. Dapat menambah ilmu dan mengaplikasikan ilmu yang didapat selama perkuliahan.

3. Menambah reverensi di dunia pendidikan terutama di bidang produksi material. 4. Menjadi pembanding ataupun acuan untuk penelitian-penelitian selanjutnya.

(17)

5

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Penelitian Sebelumnya

Pada tahun 2000 Nugroho melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh temperatur penuangan aluminium paduan terhadap cacat permukaan pada proses pengecoran sentrifugal vertikal. Penelitian tersebut menggunakan aluminium paduan dengan standar AA (Aluminium Assosiation) nomor 443 dengan komposisi 93,75% Al, 5,25% Cu, 2,0% Fe. Hasil penelitian tersebut diketahui bahwa dengan bertambahnya temperatur penuangan jumlah cacat permukaan hasil coran cenderung bertambah. Dikarenakan kelarutan gas hidrogen semakin meningkat seiring dengan meningkatnya temperatur penuangan. Pada saat menggunakan temperatur penuangan 800ºC didapatkan jumlah cacat permukaan paling sedikit. Hal ini dikarenakan pada temperatur penuangan 800ºC kelarutan gasnya paling sedikit dibandingkan pada temperatur penuangan diatasnya, terutama gas hidrogen yang menyebabkan cacat lubang jarum.

Tahun 2004 Bonollo, et al, melakukan penelitian yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh pembuatan cilinder linears berbahan aluminium matrix composite hasil pengecoran sentrifugal. Hasil penelitian menyatakan bahwa gradien temperatur (temperatur aluminium – temperatur cetakan) yang rendah maka waktu pembekuan akan semakin lama. Temperatur cetakan yang terlalu rendah menyebabkan aluminium tidak memiliki cukup waktu untuk terdistribusi secara merata pada saat pembekuan sehingga akan menimbulkan ketebalan yang tidak merata dan menyebabkan porositas.

Tahun 2005 Plácido, et al, melakukan penelitian yang bertujuan untuk menganalisa kelelahan pipa pengeboran berbahan dasar aluminium. Pada penelitian ini menggunakan aluminium paduan (Al-Cu-Mg). Penelitian ini menghasilkan pernyataan bahwa material dengan hambatan mekanik yang tinggi dengan ductility yang rendah dapat mengurangi kemampuannya menyerap deformasi plastis permukaan sebelum fatigue. Penyebab utama retak pada cacat permukaan adalah kelebihan beban, untuk tegangan yang lebih tinggi membuktikan bahwa peningkatan selisih tegangan (melebihi 180MPa) mengurangi umur lelah material secara perlahan.

Sementara itu Sunyoto (2009), melakukan penelitian untuk mengetahui pengaruh kecepatan putar cetakan terhadap kekuatan tarik dan struktur mikro aluminium paduan (Al-Zn) hasil pengecoran sentrifugal. Penelitian ini dilakukan dengan memakai variasi

(18)

kecepatan putar cetakan 600-1000 rpm. Diketahui bahwa semakin tinggi kecepatan putar cetakan dapat meningkatkan rata-rata kekuatan tarik dan kekuatan tarik tertinggi didapatkan pada putaran 1000 rpm dengan nilai kekuatan tarik sebesar 241,25 N/mm2.

2.2 Aluminium dan Paduannya

Aluminium dan paduannya termasuk logam ringan yang mempunyai kekuatan tinggi dan tahan terhadap karat (Wiryosumarto, 2000). Paduan aluminium dapat digolongkan menjadi dua kelompok utama, yaitu:

1. Paduan Aluminium Tempa (Aluminum Wrought Alloy)

Paduan ini dibuat untuk dikerjakan dengan proses rolling, extruding, drawing, forming, forging dan sebagainya untuk menghasilkan bentuk yang diinginkan seperti pelat, lembaran atau kawat.

2. Paduan Aluminium Cor (Aluminum Casting Alloy)

Pada paduan ini, bentuk benda yang diinginkan diperoleh dari logam cair yang dituang pada cetakan dengan bentuk yang diinginkan dan dibiarkan membeku, sehingga didapatkan produk yang mendekati bentuk aslinya untuk kemudian di-finishing.

2.2.1 Sifat-Sifat Aluminium Paduan

Logam aluminium dapat dengan mudah dipadukan dengan logam lain. Paduan aluminium yang penting antara lain:

1. Paduan Al-Cu (seri 2xx.x)

Jenis paduan Al-Cu adalah jenis yang dapat diperlakukan panas. Dengan melalui pengerasan endapan atau penyepuhan sifat mekanis paduan ini dapat menyamai sifat dari baja lunak tetapi daya tahan korosinya lebih rendah bila dibandingkan jenis paduan lainnya.

2. Paduan Al-Cu-Mg (seri 3xx.x)

Paduan ini mengandung 4% Cu dan 0,5% Mg dan merupakan paduan yang memiliki kekuatan yang tinggi. Dalam penggunaannya biasa dipakai konstruksi pesawat terbang dan konstruksi lainnya yang membutuhkan perbandingan antara kekuatan dan berat yang cukup besar.

3. Paduan Al-Si (seri 4xx.x)

Paduan Al-Si adalah paduan yang sangat baik kecairannya dan memiliki permukaan coran yang sangat baik tanpa kegetasan. Sebagai tambahan, Si

(19)

memiliki ketahanan korosi yang baik, koefisien muai yang kecil, penghantar panas yang baik, dan ringan.

4. Paduan Al-Mg (seri 5xx.x)

Jenis ini termasuk paduan yang tidak dapat diperlakukan panas, tetapi mempunyai sifat yang baik dalam daya tahan korosi, terutama korosi oleh air laut dan sifat mampu lasnya yang baik.

5. Paduan Al-Mg-Si (seri 6xx.x)

Jenis ini termasuk paduan yang dapat diperlakukan panas, dan mempunyai sifat mampu potong, daya tahan korosi yang baik, serta sifat mampu lasnya baik. 6. Paduan Al-Zn (seri 7xx.x)

Jenis ini termasuk jenis paduan yang memiliki kekuatan tertinggi di antara paduan lainnya. Dapat diperlakukan panas dan daya tahan korosinya lebih baik apabila ditambah dengan unsur paduan. Penggunaan paduan ini yang paling besar adalah untuk bahan kontruksi pesawat udara.

2.2.2 Pengaruh Unsur Paduan

Penambahan unsur paduan dilakukan untuk memperbaiki sifat dari aluminium seperti yang dikehendaki. Sifat unsur paduan ini akan mempengaruhi kualitas dari aluminium. Berikut beberapa pengaruh penambahan unsur paduan dalam aluminium:

a. Tembaga (Cu)

Penambahan unsur Cu akan memperbaiki kualitas pengerjaan mesin pada Aluminium paduan. Selain itu, dengan atau tanpa paduan yang lain akan meningkatkan kekuatan dan ketahanan korosinya serta kekerasannya.

b. Silikon (Si)

Pengaruh paling penting dalam penambahan Silikon adalah sifat mampu cor. Dalam hal ini yang dapat diperbaiki adalah dengan cara mengurangi penyusutan coran sampai satu setengah dari penyusutan Aluminium murni, meningkatkan daya alirnya. Selain itu, paduan Silikon akan meningkatkan ketahanan korosinya, baik ditambah unsur lain ataupun tidak.

c. Magnesium (Mg)

Digunakan untuk meningkatkan daya tahan karat aluminium. Bila dipadukan dengan silikon maka daya tahan karatnya semakin besar. Unsur magnesium juga meningkatkan sifat mampu mesin dan mampu bentuk dari aluminium.

(20)

d. Besi (Fe)

Penambahan besi dimaksudkan untuk mengurangi penyusutan. Tetapi kandungan besi yang besar juga akan menyebabkan struktur butir yang kasar dan hal ini dapat diperbaiki dengan menambah sedikit Mn dan Cr.

e. Mangaan (Mn)

Penambahan Mangaan akan meningkatkan daya tahan karat Aluminium dan bila dipadukan dengan Mg akan memperbaiki kekuatan Aluminium.

2.2.3 Paduan Al-Mg-Si

Paduan Aluminium-Magnesium-Silikon (Al-Mg-Si) termasuk dalam jenis yang dapat diperlakupanaskan dan mempunyai sifat mampu potong, mampu las dan tahan korosi yang cukup (Wiryosumarto, 2000). Jika magnesium dan silikon dipadukan bersama aluminium, maka akan terbentuk Magnesium Silikat (Mg2Si), kebanyakan paduan aluminium

mengandung Si, sehingga penambahan magnesium diperlukan untuk memperoleh efek pengerasan dari Mg2Si. Tetapi sifat paduan ini akan menjadi getas, sehingga untuk

mengurangi hal tersebut, penambahan dibatasi antara 0,03% -0,1% (Heine, 1985: 320). Diagram fase Magnesium-Silikon pada paduan aluminium ditunjukkan pada Gambar 2.1.

Gambar 2.1 Diagram fase Magnesium-Silikon pada paduan Aluminium Sumber: Heine, 1985

Pada diagram terlihat bahwa kelarutan Mg2Si semakin menurun terhadap kelarutan

aluminium yakni dari temperatur tinggi ke temperatur rendah. Kelarutan Mg2Si dalam

aluminium/fasa α terjadi sampai 16% pada 595ºC. Selain itu, titik cair terendah untuk mencairkan Al-Mg-Si pada temperatur 595ºC dengan komposisi 13% Mg2Si dan 87% Al.

(21)

2.3 Prinsip Dasar Pengecoran

Prinsip dasar pengecoran logam yaitu mencairkan logam kemudian menuangkan logam cair tersebut kedalam sebuah cetakan, dimana cetakan tersebut memiliki sebuah ruang atau cavity yang mempunyai bentuk sesuai dengan logam yang akan dibuat, kemudian dibiarkan dingin sehingga membeku. Dalam pengecoran logam terdapat beberapa urutan kegiatan yang harus dilakukan diantaranya adalah membuat cetakan, pencairan logam, penuangan logam, pembersihan hasil coran dan pemeriksaan hasil coran.

2.4 Pengecoran Sentrifugal

Pada dasarnya proses pengecoran sentrifugal dilakukan dengan cara menuangkan logam cair kedalam cetakan yang berputar, karena pengaruh gaya sentrifugal benda coran akan terlempar ke sisi dalam dinding cetakan hingga padat dan membeku. Umumnya cara ini cocok untuk benda cor yang simetris. Cetakan yang digunakan dalam pengecoran sentrifugal yaitu cetakan permanen yang biasanya terbuat dari besi atau baja dan grafit. Di bawah pengaruh gaya sentrifugal ini benda coran akan mengalami pemadatan dan membeku. Pemadatan ini akan semakin mengecil pada radius yang semakin kecil, karena gaya sentrifugal yang bekerja juga semakin kecil. Pada pengecoran sentrifugal logam cair bergerak rotasi sepanjang sumbu horizontal maupun vertikal. Pada pengecoran sentrifugal gaya sentrifugal pada logam cair yang berputar adalah sebanding dengan radius putar dan kuadrat dari kecepatan putarnya (Zemansky, 1985: 135),

Fc = m.ω2.r (2-1)

dengan:

Fc = Gaya sentrifugal (N)

m = Massa benda cor (kg) r = Radius cetakan (m)

= Kecepatan putar (rad/s)  1 rad/s = 9,55 r/min (rpm)

Pengecoran sentrifugal cukup luas penggunaannya diantaranya pada pembuatan pipa, rumah metal bantalan luncur, macam-macam bantalan, selubung silinder dan sebagainya. Pengecoran sentrifugal dapat dikelompokkan menjadi tiga metode, antara lain (Djaprie, 1990: 118)

(22)

1. Pengecoran sentrifugal sejati 2. Pengecoran semisentrifugal 3. Centrifuging

2.4.1 Pengecoran Sentrifugal Sejati

Pengecoran sentrifugal sejati digunakan untuk membuat pipa, dan objek simetris lainnya. Prinsip kerjanya dengan cara cetakan diputar mengelilingi sumbu horizontal atau vertikal, dan logam cair dituangkan ke dalamnya. Akibat adanya gaya sentrifugal, logam cair terlempar ke arah luar dan tertekan pada permukaan cetakan bagian dalam sehingga terbentuk rongga silindris. Besar putaran yang digunakan bervariasi antara 600 – 3000 rpm (Jain, 1979: 51).

Pengecoran sentrifugal dengan sumbu horizontal metodenya mirip dengan proses pembuatan pipa. Diameter dalam merupakan silinder sempurna yang memerlukan permesinan sedikit saja. Proses pengecoran sentrifugal horizontal dapat dilihat pada gambar 2.2 berikut ini:

Gambar 2.2 Pengecoran Sentrifugal Horizontal Sumber : De Garmo, 1996 : 36

2.4.2 Pengecoran Semisentrifugal

Pada proses pengecoran semisentrifugal cetakan diisi penuh dan berputar pada sumbu vertikal. Bila diperlukan dapat digunakan penambah atau inti. Saat logam cair dituang maka logam cair tersebut akan terdorong oleh gaya sentrifugal sehingga dihasilkan benda coran yang mempunyai kepadatan tinggi dibagian luar namun bagian tengahnya kurang. Cara ini dapat dimanfaatkan untuk membuat benda dengan lubang ditengah seperti roda. Bagian tengah nantinya diselesaikan dengan pemesinan. Proses pengecoran semisentrifugal dapat dilihat pada gambar 2.3 dibawah ini:

(23)

Gambar 2.3 Pengecoran Semisentrifugal Sumber : De Garmo, 1996 : 36 2.4.3 Centrifuging

Centrifuging dapat digunakan untuk membuat beberapa benda hasil coran sekaligus, cetakan dibuat dengan beberapa rongga cetakan untuk masing-masing benda coran. Logam cair dituangkan di bagian tengah cetakan. Di sekelilingnya terdapat beberapa rongga cetakan yang dihubungkan secara radial dengan bagian tengah. Gaya sentrifugal yang bekerja pada logam cair ketika cetakan berputar menghasilkan benda cor yang padat. Pada gambar 2.4, dengan sekali tuang dihasilkan lima benda cor sekaligus. Metode centrifuging dapat digunakan baik bentuk simetris maupun bentuk tidak tertentu. Cara ini banyak digunakan dalam bidang kedokteran gigi untuk membuat rahang emas.

Gambar 2.4 Centrifuging Sumber : De Garmo, 1996 : 36 2.5 Sifat-Sifat Logam Cair

2.5.1 Perbedaan Antara Logam Cair dan Air

Logam cair adalah cairan seperti air, tetapi berbeda dari air dalam beberapa hal. Pertama, kecairan logam sangat tergantung pada temperatur. Logam cair akan cair pada temperatur yang tinggi, sedangkan pada temperatur yang rendah berbeda dengan air, terutama pada keadaan dimana terdapat inti-inti kristal.

(24)

Kedua, berat jenis logam cair lebih besar dari pada berat jenis air. Berat jenis air adalah 1 kg/l sedangkan besi cor 6,8 sampai 7 kg/l, paduan Aluminium 2,2 sampai 2,3 kg/l dan paduan timah 6,6 sampai 6,8 kg/l. Oleh sebab itu dalam segi alirannya juga akan sangat berbeda, aliran logam mempunyai kelembaman dan gaya tumbuk yang lebih besar dari pada air.

Ketiga, air menyebabkan permukaan dinding cetakan basah, sedangkan logam cair tidak. Oleh karena itu ketika logam cair mengalir di atas permukaan cetakan pasir maka logam cair tidak akan meresap ke dalam pasir asalkan jarak antara partikel-partikel pasir cukup kecil.

2.5.2 Kekentalan Logam Cair

Kekentalan logam cair tergantung pada temperatur dimana pada temperatur tinggi kekentalan logam cair menjadi rendah sebaliknya pada temperatur rendah kekentalan logam cairnya menjadi tinggi. Proses pengentalan logam cair akan semakin bertambah cepat jika logam cair didinginkan, pada saat logam cair terbentuk inti-inti kristal. Juga dapat dikatakan kekentalan logam cair akan bertambah sebanding dengan pertambahan inti kristal.

Tabel 2.2 Koefisien Kekentalan dan Tegangan Permukaan dari Logam

Sumber : Surdia, 1999 : 12 2.6 Pembekuan Logam

Logam paduan membeku pada range temperatur, bukan pada titik temperatur tertentu. Pembekuan dimulai ketika temperatur turun dibawah liquiditas dan selesai ketika mencapai solidus. Pada range temperatur ini logam dalam keadaan pasta (Kalpakijan. S, 1990: 280). Ilustrasi skematis dari proses ini ditunjukkan pada Gambar 2.5 dibawah ini.

(25)

Gambar 2.5 Skematis pendinginan dan distribusi temperatur logam paduan Sumber : Kalpakjian S, 1990 : 280

Semua logam pada proses pembekuan membentuk kristal, yaitu susunan teratur (ordered) atom-atom yang berulang (repetitive) dalam suatu ruang. Proses ini dapat dijelaskan sebagai berikut.

Pada proses pengecoran, solidifikasi terjadi saat logam cair bersentuhan dengan cetakan, dimana terjadi gradien temperatur yang tinggi, sehingga temperatur bagian luar logam cair lebih rendah daripada bagian dalam, sehingga inti kristal mulai terbentuk dari bagian yang dekat dengan cetakan, lalu berkembang kebagian dalam, dari bentuk kecil lalu membesar sepanjang arah logam cair. Inti tersebut kemudian membentuk butir sepanjang luasan logam cair dan berbentuk kolom-kolom, dan pada akhirnya memadat seluruhnya.

Secara detail pada proses pengintian akan timbul banyak inti sehingga banyak pula muncul dendrite, yang masing-masing memiliki arah/orientasi yang berbeda-beda. Dendrit akan berkembang lebih besar sehingga nantinya akan menyinggung dendrite-dendrite lain (tetangganya) yang juga berkembang. Permukaan singgung ini disebut batas butir (grain boundary), sedangkan kristal yang dibatasi oleh batas butir disebut butir. Jika keadaan memungkinkan (misalnya energi yang tersedia cukup besar), satu butir dapat terus berkembang melintasi batas butir, dalam arti bahwa atom-atom dari butir lain (yang kurang stabil) akan mengikuti orientasi butir tersebut. Apabila keadaan ini berlangsung terus maka

(26)

pada akhirnya akan terdapat satu butir saja. Jika logam didinginkan dengan lambat, maka dendrite memiliki waktu cukup untuk tumbuh, sehingga akan terbentuk butir-butir yang besar. Sebaliknya, pendinginan logam secara cepat akan menimbulkan butir-butir yang kecil. Perbedaan ukuran butir menyebabkan perbedaan sifat mekanik.

Gambar 2.6 Ilustrasi skematis dari pembekuan logam Sumber : Surdia, 1999 : 14

Umumnya ada tiga daerah yang bisa ditemui pada pembekuan logam coran, antara lain: a. Daerah Pembekuan Cepat (Chill Zone)

Daerah ini berada paling luar yang mana lebih dipengaruhi oleh heat removal. Struktur ini terbentuk pada kontak pertama antara dinding cetakan dengan melt pada saat dituang ke dalam cetakan. Dibawah suhu lebur beberapa inti terbentuk dan tumbuh kedalam cairan. Suhu cetakan yang mulai naik memungkinkan kristal yang membeku menyebar meninggalkan dinding karena pengaruh aliran cairan. Dan apabila suhu penuangan yang cukup tinggi dimana cairan yang berada tengah – tengah coran tetap diatas temperatur leburnya sehingga dapat menyebabkan kristal yang dekat dengan daerah tersebut mencair lagi meninggalkan dinding cetakan. Hanya kristal yang berada pada dinding cetakan yang tumbuh menjadi chill zone.

b. Columnar Zone

Columnar zone merupakan struktur yang tumbuh setelah gradien suhu pada dinding cetakan turun dan kristal pada chill zone tumbuh secara dendritik dengan arah yang tegak lurus dengan dinding cetakan. Batas permukaan antara struktur kolumnar dengan cairan dapat berbentuk selular maupun selular dendritik. c. Equiaxed Zone

Struktur ini terdiri dari butiran yang bersumbu sama yang arah acak. Asal dari butiran ini adalah mencairnya kembali lengan dendrit. Bila suhu disekitar masih

(27)

tinggi, setelah cabang dendrit tersebut terlepas dari induknya dan tumbuh menjadi dendrit yang baru.

Pada pengecoran sentrifugal terjadi struktur campuran yang disebut sebagai mixed struktur yang merupakan kombinasi antara struktur columnar dan equiaxed. Pengaruh rotasi akibat cetakan diputar baik dengan cara centrifugal casting menyebabkan terjadinya struktur columnar pada bagian dasar dan struktur equiaxed pada bagaian tengah. (Rusli, 1995: 82).

Gambar 2.7 Struktur yang dihasilkan dengan Centrifugal Casting a). Chill zone b). Equiaxed zone c). Columnar zone

Sumber : Rusli, 1995 : 82 2.7 Kecepatan Putar Cetakan

Kecepatan putar cetakan pada proses pengecoran merupakan banyaknya putaran yang dilakukan cetakan tiap satuan waktu. Kecepatan putar cetakan ini berkaitan langsung dengan proses solidifikasi dari logam cair ketika logam cair dituangkan kedalam cetakan. Hal ini dikarenakan kecepatan putar berhubungan dengan gaya sentrifugal, dari persamaan (2-1) dapat diketahui bahwa kecepatan putar berbanding lurus dengan gaya sentrifugal, semakin besar kecepatan putar maka gaya sentrifugal juga semakin besar. Adanya gaya sentrifugal dimana arahnya meninggalkan pusat putaran akan menekan logam cair ke dinding cetakan sehingga didapatkan struktur coran yang rapat dan padat. Selain itu menyebabkan terjadinya struktur columnar pada bagian dasar dan struktur equaxed pada bagian tengah serta mengakibatkan putusnya cabang dendrit yang berfungsi sebagai grain refiner, begitu juga akibat solute enrichment. Putusnya cabang dendrit adalah akibat dari viscous force (Rusli, 1995: 81).

Adanya kecepatan putar maka logam cair akan lebih cepat menumbuk cetakan, maka akan didapatkan struktur coran yang lebih rapat dan padat serta waktu untuk proses solidifikasi lebih lama sehingga stuktur butiran lebih homogen.

(28)

2.8 Keramik

Keramik pada awalnya berasal dari bahasa Yunani yaitu keramikos yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses pembakaran. Tetapi saat ini tidak semua keramik berasal dari tanah liat. Definisi pengertian keramik terbaru mencakup semua bahan bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat (Anonymous a, 2011).

Sifat keramik tergantung pada lingkungan geologi dimana bahan diperoleh, secara umum strukturnya sangat rumit dengan sedikit elektron-elektron bebas. Keramik memiliki sifat rapuh keras dan kaku. Pada umumnya keramik memiliki kekuatan tekan lebih baik dari pada kekuatan tariknya.

Pada dasarnya keramik diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1. Keramik tradisional yaitu keramik yang dibuat dengan menggunakan bahan alam, seperti kuarsa, kaolin, dan lain sebagainya. Yang termasuk keramik ini adalah: barang pecah belah (dinnerware), keperluan rumah tangga (tile, bricks), dan untuk industri (refractory).

2. Keramik halus (fine ceramics) atau biasa disebut keramik teknik yaitu keramik yang dibuat dengan menggunakan oksida-oksida logam atau logam, seperti: oksida logam (Al2O3, ZrO2, MgO,dll). Penggunaannya: elemen

pemanas, semikonduktor, komponen turbin, dan pada bidang medis.

2.9 Metal Matrix Composite (MMC)

Metal matrix composite adalah material komposit dengan minimal dua bagian penyusun yang salah satunya adalah logam. Material yang lain mungkin logam yang berbeda atau bahan yang lain, seperti keramik atau senyawa organik. Ketika setidaknya terdapat tiga material yang ada, maka disebut hybrid composite. MMC merupakan pelengkap sebuah keramik logam (Anonymous b, 2011). Matriks sendiri merupakan material yang bersifat kokoh dimana reinforcement melekat. Ini berarti terdapat jalur yang melewati matrix ke setiap titik pada material, tidak seperti dua material yang dijepit bersamaan. Dalam aplikasinya matriks biasanya berupa logam ringan seperti Aluminium, Magnesium, Tembaga dan Titanium.

1. Aluminium matrix composite (AMC)

MMC jenis ini adalah yang paling banyak dijumpai, biasanya mengandung Aluminium seri 2xxx dan seri 6xxx. AMC sering diperkuat menggunakan alumina, silikon karbida (SiC), grafit, dan serat alumina. AMC memiliki beberapa sifat yaitu kekuatan yang tinggi bahkan pada suhu tinggi, kekakuan

(29)

yang tinggi, kepadatan rendah, konduktifitas termal tinggi, ketahanan abrasi yang baik. MMC jenis ini biasa digunakan untuk pembuatan komponen-komponen otomotif.

2. Magnesium matrix composite

MMC jenis ini biasanya diperkuat oleh silikon karbida (SiC). Magnesium matrix composite memiliki sifat-sifat yang khas yaitu kepadatannya rendah, kekakuan tinggi, tahan aus dan kekuatan baik. MMC jenis ini biasa digunakan untuk pembuatan suku cadang pesawat.

3. Copper matrix composite

Biasanya diperkuat oleh serat karbon, silikon karbon, tungsten, stainless steel, dan partikel silikon karbida. Sifat-sifat yang dimiliki MMC jenis ini adalah koefisien ekspansi termal yang rendah, kekakuan yang tinggi, koduktor listrik yang baik, konduktifitas termal yang tinggi dan tahan aus. MMC jenis ini biasa digunakan untuk pembuatan komponen listrik.

4. Titanium matrix composite

Titanium matrix composite diperkuat oleh serat silikon karbida, titanium borida dan titanium karbida. Titanium matrix composite memiliki sifat kekakuan yang tinggi, kekuatan tinggi, resistensi retak baik, stabilitas termal yang baik, dan ketahanan aus yang tinggi. MMC jenis ini biasa digunakan untuk pembuatan komponen turbin.

2.9.1 Klasifikasi Metode Pengolahan MMC

Saat ini telah banyak metode pengolahan untuk MMC yang telah dikembangkan. Sebuah klasifikasi sederhana dari metode ini ke dalam keadaan padat, cair, dan gas. Metode in situ ditunjukkan pada gambar 2.8. Beberapa proses MMC tidak dapat diklasifikasikan ke dalam salah satu klasifikasi, tetapi dapat dikaitkan dengan salah satu darinya. Pada bagian ini akan dibahas proses dalam keadaan cair.

(30)

Gambar 2.8 Skema diagram yang menunjukkan penggolahan rute empat klasifikasi metal matrix composite

Sumber : Cantor, 2004: 113

Proses pengolahan infiltrasi tekanan ditujukkan pada gambar 2.9. Sebuah pemanasan awal preform terbuat dari serat keramik atau partikel yang ditempatkan pada pemanasan awal cetakan. Logam cair dituangkan dalam cetakan dan diinfiltrasi preform oleh aplikasi mekanik bertekanan tinggi melalui tekanan, dan solidifikasi sementara berlangsung saat sistem dibawah tekanan. Dengan proses ini, komposit dengan reinforcement yang basah ini diperoleh, bahkan jika sudut kontak antara serat dan logam lebih besar dari pada 90o. Dalam proses infiltrasi yang sama, tekanan pada logam cair dapat dihasilkan gaya sentrifugal.

Gambar 2.9 Skema diagram peralatan untuk metode penggolahan infiltrasi tekanan Sumber : Cantor, 2004: 114

(31)

Teknik keadaan cair yang kedua untuk memproduksi MMC ditunjukkan pada gambar 2.10, adalah proses pemberian pusaran. Logam cair terganggu oleh pisau dan bentuk pusaran dalam logam. Reinforcement ditambahkan ke permukaan pusaran dan digabungkan dengan logam cair. Masalah utama dari proses ini adalah logam cair susah menyatu dengan serat keramik dan partikel.

Gambar 2.10 Skema diagram peralatan untuk teknik penambahan pusaran Sumber : Cantor, 2004: 114

2.10 Porositas

Porositas dapat terjadi karena terjebaknya gelembung-gelembung gas pada logam cair ketika dituangkan kedalam cetakan. Porositas pada produk cor dapat menurunkan kualitas benda tuang. Salah satu penyebab terjadinya porositas pada penuangan logam adalah gas hidrogen. Porositas oleh gas hydrogen dalam benda cetak paduan Aluminium akan memberikan pengaruh yang buruk pada kekuatan, serta kesempurnaan dari benda tuang tersebut. Penyebabnya antara lain kontrol yang kurang sempurna terhadap absorsi gas dengan logam selama peleburan dan penuangan.

Faktor-faktor penting yang berhubungan dengan pembentukan porositas gas antara lain ialah:

 Unsur-unsur gas atau sumber gas yang terkandung dalam paduan.

 Tekanan udara yang berlebih.

 Temperatur cetakan.

 Teknik dan kondisi peleburan.

 Teknik atau cara pengeluaran gas dari logam cair.

(32)

 Uap air dalam udara.

 Permeabilitas cetakan.

 Uap air yang terkandung dalam cetakan

 Sumber-sumber gas yang terkandung dalam cetakan

 Bentuk saluran penuangan ataupun kecepatan penuangan

Pada proses penuangan, hidrogen yang larut selama peleburan akan tertinggal setelah proses pembekuan karena kelarutannya pada fase cair lebih tinggi dari pada fase padat. Gas dikeluarkan dari larutan akan terperangkap pada struktur padat. Gas tersebut bernukliasi pada cairan selama pembekuan dan diantara fase padat-cair.

2.10.1 Perhitungan Porositas

Perhitungan prosentase porositas yang terjadi dapat diketahui dengan membandingkan densitas sampel atau apparent density dengan densitas teoritis atau true density (Taylor, 2000), yaitu:

(2-1)

dengan:

%P = Prosentase porositas (%)

ρs = Densitas sampel atau Apparent Density ( gr/cm3).

ρth = Densitas teoritis atau True Density ( gr/cm3).

Di dalam pengukuran prosentase porositas yang terdapat dalam suatu coran digunakan perbandingan dua buah densitas yaitu True density dan Apparent Density.

True Density

Kepadatan dari sebuah benda padat tanpa porositas yang terdapat di dalamnya. Didefinisikan sebagi perbandingan massanya terhadap volum sebenarnya (gr/ ).

persamaan yang ada pada standar ASTM E252-84 yaitu:

(2-3)

dengan:

ρth = Densitas teoritis atau True Density ( gr/cm3).

ρAl, ρCu, ρFe, etc = Densitas unsur ( gr/cm3).

(33)

Apparent Density

Berat setiap unit volum material termasuk cacat (void) yang terdapat dalam material yang diuji (gr/ ). Standar ASTM B311-93 sebagaimana beikut:

(2-4)

dengan:

ρs = Densitas sampel atau Apparent Density ( gr/cm3).

ρw = Densitas air ( gr/cm3).

Ws = Berat sampel di luar air (gr)

Wb = Berat keranjang di dalam air (gr)

W sb = Berat sampel dan keranjang di dalam air (gr)

2.10.2 Pengukuran Densitas Menggunakan Metode Piknometri

Piknometri adalah sebuah proses membandingkan densitas relatif dari sebuah padatan dan sebuah cairan. Jika densitas dari cairan diketahui, densitas dari padatan dapat dihitung. Proses dapat digambarkan secara skematik dalam gambar 2.11

Gambar 2.11 Skema Piknometri Sumber: Taylor, 2000

Tiga pengukuran berat yang dibuat adalah Ws = pengukuran berat kering (dry weight), Wsb = pengukuran berat apung keranjang dan sampel, dan Wb= pengukuran berat apung keranjang. Pada gambar 2.11, pengukuran berat apung dibuat dengan menggantungkan sampel menggunakan suatu keranjang kawat dalam sebuah bejana berisi cairan yang disangga oleh sebuah penyeimbang yang menggunakan kawat penggantung.

(34)

2.11 Fatigue

Fatigue (kelelahan) pada logam dapat diartikan sebagai patahnya logam akibat pembebanan berulang dalam sejumlah siklus. Menurut ASTM (American Society of Testing Material), fatigue didefinisikan sebagai proses perubahan yang progresif pada struktur secara permanen di lokasi tertentu atau terlokalisir yan disebabkan oleh siklus beban berulang (stress atau strain), dengan akumulasi dari perubahan ini akan mengakibatkan retak (crack) ataupun patah (fracture). Proses terjadinya kelelahan melalui tiga kejadian, yaitu:

1. Naiknya tegangan pada daerah retak yang dapat menimbulkan adanya konsentrasi tegangan yang kemudian akan terjadi bentukan plastis. Kemudian terjadi retak mikro pada daerah tersebut.

2. Retak mikro akan berkembang dan jika pembebanan berulang diteruskan, retak akan merambat.

3. Setelah retak merambat cukup jauh, maka beban yang bekerja hanya akan didukung oleh penampang sisa yang belum retak dan akhirnya terjadi final fracture.

Kekuatan lelah suatu logam mempengaruhi umur lelah dari suatu logam dan untuk memperkirakannya ada beberapa faktor yang diperhitungkan salah satunya adalah pembebanan. Parameter pembebanan yang berpengaruh terhadap kelelahan logam adalah tegangan rata-rata, σm dan tegangan amplitudo, σa serta frekwensi pembebanan seperti

yang ditunjukkan pada siklus tegangan dan waktu pada gambar 2.12 berikut ini:

Gambar 2.12 Siklus hubungan tegangan dan waktu Sumber : Abrianto, 2007: 12

Tegangan amplitudo:

Sa = σa = (σmax - σmin) / 2 (Abrianto, 2007: 12) (2-5)

Tegangan rata-rata:

(35)

Rasio tegangan:

R = σmin / σmax (Abrianto, 2007: 12) (2-7)

Besarnya tegangan rata-rata yang bekerja akan menentukan terhadap besarnya tegangan amplitudo yang diijinkan untuk mencapai suatu umur lelah tertentu. Bila tegangan rata-rata sama dengan 0 atau rasio tegangan sama dengan -1, maka besarnya tegangan amplitudo yang diijinkan adalah nilai batas lelahnya (Se). Dengan demikian jika tegangan rata-ratanya semakin besar maka tegangan amplitudonya harus diturunkan. Perbandingan dari tegangan amplitudo terhadap tegangan rata-rata disebut rasio amplitudo (A=Sa/Sm),

2.12 Bentuk dan Ukuran Benda Uji

Benda uji yang digunakan pada umumnya mempunyai penampang lingkaran atau segi empat dengan ujung lebih tebal sebagai tempat penjepitan agar patahan yang terjadi berkurang pada bagian ini dan bagian yang terpengaruh oleh pembebanan bagian tengah diberi ukuran khusus. Untuk spesimen uji fatigue telah diatur pada ASTM E606-92, ASTM E466 dan ASM sebagai berikut

Gambar 2.13 Bentuk dan ukuran standar spesimen uji fatigue

2.13 Hipotesa

Aluminium paduan Al-Mg-Si ditambah dengan serbuk keramik maka serbuk keramik berfungsi sebagai penghambat pergeseran atom ketika aluminium mengalami tegangan. Tetapi bila penambahan serbuk keramik berlebih akan mengakibatkan fluiditas logam cair menurun dan juga mengakibatkan pembekuan logam lebih lama sehingga ukuran butiran logam menjadi lebih besar. Peningkatan putaran cetakan coran mengakibatkan meningkatnya gaya sentrifugal dan logam cair bergerak meninggalkan pusat putaran dan menekan dinding cetakan sehingga struktur butiran mengecil. Penambahan serbuk keramik dan peningkatan putaran dapat menambah umur lelah aluminium paduan Al-Mg-Si.

(36)

24

METODOLOGI PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian eksperimental nyata (true experimental research) yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh kecepatan putar dan penambahan serbuk keramik terhadap umur lelah pada pipa berbahan Al-Mg-Si hasil pengecoran sentrifugal horizontal. Dengan asumsi variabel yang lain konstan. Kajian literatur dari berbagai sumber baik dari buku, jurnal yang ada di perpustakaan maupun dari internet juga dilakukan untuk menambah informasi yang diperlukan.

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Tempat yang digunakan untuk melakukan penelitian yang akan dilakukan pada bulan Oktober s/d Desember 2011adalah:

 Laboratorium Pengecoran Logam Teknik Mesin Universitas Brawijaya untuk proses pengecoran benda kerja.

 Laboratorium CNC Teknik Mesin Universitas Brawijaya untuk proses pembuatan spesimen.

 Laboratorium Pengujian Bahan Teknik Mesin Universitas Brawijaya untuk pengujian kekuatan tarik dan foto mikro.

 Laboratorium Sentral Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Malang untuk pengujian komposisi serbuk keramik.

3.2 Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang besarnya ditentukan sebelum penelitian. Variabel bebas yang digunakan adalah:

 Kecepatan putar cetakan : 900 rpm, 1200 rpm, 1500 rpm, 1750 rpm.

 Penambahan serbuk keramik : 0%, 5%, 10% dan 13% fraksi berat. 2. Variabel terikat

Variabel terikat adalah variabel yang besarnya bergantung dari variabel bebas. Variabel terikatnya yaitu:

(37)

 Umur lelah 3. Variabel kontrol

Variabel terkontrol adalah variabel yang nilainya dikonstankan. Dalam hal ini yang menjadi variabel terkontrol adalah:

 Temperatur penuangan : 800°C

 Waktu pemutaran cetakan : 120 detik

 Ukuran serbuk keramik : 50µm sampai 60µm

 Tegangan bending uji fatigue : 50 MPa

3.3 Peralatan dan Bahan yang Digunakan 3.3.1 Peralatan yang digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dapur peleburan logam

Spesifikasi alat:

Merk, Buatan : Nabertherm, Jerman tahun 1990

Model : T20/13

Temperatur maksimum : 1300 ºC

Daya : 13 kW

Tegangan : 330 V Frekwensi : 50 Hz

(38)

2. Cetakan logam.

Gambar 3.2 Cetakan Logam

3. Mesin bubut T.U. CNC 2A. Spesifikasi mesin:

Merk, Buatan : EMCO, Austria Tegangan : 220 – 240 V

Daya : 700 W

Frekwensi : 50/60 Hz

(39)

4. Alat pengecoran sentrifugal

Gambar 3.4 Alat pengecoran sentrifugal

5. Cawan tuang (ladel).

Gambar 3.5 Cawan tuang

6. Infrared thermometer

Alat yang digunakan untuk mengukur temperatur penuangan dengan spesifikasi sebagai berikut:

Merk : Krisbow KW06-304 Batas uji : -50 ºC sampai 750 ºC

(40)

Gambar 3.6 Infrared thermometer

7. Digital tachometer

Alat yang digunakan untuk mengukur kecepatan putar cetakan pengecoran sentrifugal dengan spesifikasi sebagai berikut:

Merk, Buatan : Fuji, Jepang

Batas uji : 5 rpm sampai 99999 rpm Akurasi : 0,05 % +1

(41)

8. Stopwatch.

Alat yang digunakan untuk mengukur lama pemutaran cetakan dan waktu yang dibutuhkan spesimen uji fatigue untuk menerima beban bending hingga patah.

Gambar 3.8 Stopwatch

9. Alat uji fatigue metode cantilever rotating bending

Gambar 3.9 Alat uji fatigue metode cantilever rotating bending

10. Jangka sorong.

Alat yang digunakan untuk mengukur dimensi pipa hasil coran dan spesimen uji fatigue dengan spesifikasi sebagai berikut:

Merk, Buatan : Tricle Brand, China Batas ukur : 0 – 150 mm

(42)

Ketelitian : 0,05 mm

Gambar 3.10 Jangka sorong

11. Gergaji.

Gambar 3.11 Gergaji

12. Kamera digital. Spesifikasi:

Merk : PENTAX Optio M60 Resolusi : 10 megapixels

Optical zoom : 5 kali

Gambar 3.12 Kamera digital Sumber: Anonymous c, 2011

(43)

13. Timbangan digital.

Alat yang digunakan untuk mengukur berat aluminium, serbuk keramik, pipa hasil coran dan spesimen uji fatiguedengan spesifikasi sebagai berikut: Merk, buatan : Mettler, Switzerland

Model : PJ 3000

Gambar 3.13 Timbangan digital

3.3.2 Bahan yang digunakan

Bahan spesimen yang digunakan adalah:

1. Aluminium paduan Al-Mg-Si dengan komposisi sebagai berikut: 97,63% Al; 0,661% Si; 1,023% Mg

2. Serbuk keramik dengan komposisi 38,7% Si; 28,4%Fe; 11,2%Ca; 9,9%Al

(44)

3.4 Dimensi Cetakan

Gambar 3.14 Dimensi Cetakan

3.5 Instalasi Penelitian

(45)

3.6 Dimensi Benda Kerja

Gambar 3.16 Dimensi Benda Kerja Sebelum Finishing

3.7 Dimensi Spesimen Uji Fatigue

Gambar 3.17 Dimensi spesimen dan keterangannya

3.8 Instalasi Alat Uji Fatigue (Rotary Cantilever Bending Fatigue Test)

Gambar 3.18 instalasi alat uji fatigue

Keterangan instalasi alat uji fatigue: 1. Motor listrik

2. Flexible coupling 3. Bearing

(46)

4. Chuck 5. Spesimen 6. Bearing beban 7. Poros 8. Batang beban 9. Beban 10. Saklar 11. Sumber listrik 3.9 Prosedur Penelitian 3.9.1 Prosedur penelitian

Langkah-langkah yang diambil dalam penelitian ini adalah: 1 . Studi literature.

2 . Persiapan percobaan, yaitu menyiapkan dapur peleburan dan menyiapkan alat-alat, yaitu memasang cetakan dan mesin pemutar cetakan.

3 . Meleburkan Al-Mg-Si sampai temperatur 900°C.

4 . Menambahkan serbuk keramik sesuai prosentase yang diinginkan (0%, 5%, 10%, 13%).

5 . Penuangan logam cair kedalam cetakan yang berputar yaitu sebagai berikut:

 Pengecoran pertama dilakukan dengan menuangkan logam cair yang telah ditambahkan serbuk keramik kedalam cetakan yang berputar dengan kecepatan 900 rpm selama 120 detik dan selanjutnya dilakukan pembongkaran cetakan.

 Pengecoran kedua dilakukan dengan menuangkan logam cair yang telah ditambahkan serbuk keramik kedalam cetakan yang berputar dengan kecepatan 1200 rpm selama 120 detik dan selanjutnya dilakukan pembongkaran cetakan.

 Pengecoran ketiga dilakukan dengan menuangkan logam cair yang telah ditambahkan serbuk keramik kedalam cetakan yang berputar dengan kecepatan 1500 rpm selama 120 detik dan selanjutnya dilakukan pembongkaran cetakan.

 Pengecoran keempat dilakukan dengan menuangkan logam cair yang telah ditambahkan serbuk keramik kedalam cetakan yang berputar dengan

(47)

kecepatan 1750 rpm selama 120 detik dan selanjutnya dilakukan pembongkaran cetakan.

6 . Melakukan finishing cacat sirip (bila ada) pada benda hasil coran 7 . Pemberian kode pada spesimen.

3.9.2 Prosedur pengambilan dan pengolahan data

Dari hasil coran dilakukan pengujian untuk mengetahui besarnya umur lelah sebagai berikut:

1. Mengambil benda kerja hasil coran dengan variasi putaran 900 rpm dan serbuk keramik 0%.

2. Pembuatan spesimen uji fatigue. 3. Pengambilan data:

a. Menyiapkan alat uji fatigue.

b. Menyiapkan spesimen yang akan diuji.

c. Melakukan pengujian fatigue dengan pembebanan 50 MPa d. Mencatat waktu yang dibutuhkan sampai spesimen patah.

4. Melakukan pengulangan langkah 1 sampai 3 untuk benda kerja hasil coran dengan variasi putaran 1200 rpm, 1500 rpm, 1750 rpm.

5. Melakukan pengulangan 1 sampai 4 untuk spesimen dengan penambahan serbuk keramik 5%, 10%, 15%.

6. Pengolahan data hasil pengujian

7. Melakukan analisa dan pembahasan dari data-data yang diperoleh. 8. Mengambil kesimpulan.

3.10 Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini akan mencari pengaruh dua faktor variasi kecepatan putar dan variasi serbuk keramik terhadap umur lelah Aluminium paduan Al-Mg-Si hasil pengecoran sentrifugal. Dimana faktor variasi kecepatan putar terdiri dari 4 faktor. Faktor variasi serbuk keramik terdiri dari 4 faktor. Rancangan penelitian dari penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1 sebagai berikut:

(48)

Table 3.1 Rancangan penelitian terhadap umur lelah aluminium paduan Al-Mg-Si hasil pengecoran sentrifugal horizontal

Dengan:

X = Data umur lelah

Xij = Data pengamatan yang berupa data umur lelah pada perlakuan variasi

kecepatan putar ke-i dan penambahan serbuk keramik ke-j. Kecepatan Putar Cetakan Serbuk Keramik 0% 5% 10% 13% 900 X11 X12 X13 X14 1200 X21 X22 X23 X24 1500 X31 X32 X33 X34 1750 X41 X42 X43 X44

(49)

3.11 Diagram Alir Penelitian

Ya

Tidak Mulai

- Studi Literatur

- Alat dan Bahan

- Pembuatan Cetakan

Persiapan mesin sentrifugal dengan kecepatan putar cetakan 900 rpm, 1200 rpm, 1500 rpm, dan 1750 rpm Persiapan Dapur Listrik Peleburan Alumunium Paduan (Al-Mg-Si)

Proses penuangan Aluminium Paduan (Al-Mg-Si) ke cetakan mesin sentrifugal

Apakah semua variasi sudah dilakukan?

Benda hasil coran

A

(50)

A

Finishing

Pembuatanspesimen uji fatigue

Pengujian fatigue

Data hasil pengujian kekuatan tarik

Analisa

Kesimpulan

Selesai Pembahasan

(51)

39

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Data Umur Lelah Hasil Pengujian Fatigue

Dari hasil pengujian dengan menggunakan mesin uji fatigue didapatkan data berupa waktu yang di butuhkan spesimen untuk menerima beban hingga patah (menit). Dari data tersebut diolah menjadi umur lelah yang dilihat dari jumlah siklus pembebanan yang dialami spesimen hingga patah dengan mengalikan besar putaran motor (rpm) dan waktu yang dibutuhkan spesimen untuk menerima beban hingga patah (menit). Data umur lelah spesimen dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut ini:

Tabel 4.1 Data Umur Lelah Hasil Pengujian Fatigue (siklus) Kecepatan putar cetakan (rpm) Keramik (%) Putaran Motor (rpm) Lama Patah

(menit) Jumlah Siklus

900 0 2945 91,4308333 269.263,8041 5 2945 171,7016667 505.661,4083 10 2944 203,9211667 600.343,9148 13 2945 152,8611667 450.176,1359 1200 0 2950 322,4925 951.352,875 5 2950 343,7705 1.014.122,975 10 2944 399,794 1.176.993,536 13 2944 333,2491667 981.085,5468 1500 0 2945 405,576 1.194.421,32 5 2945 417,6575 1.230.001,338 10 2944 437,3113333 1.287.444,565 13 2945 406,4858333 1.197.100,779 1750 0 2945 447,2495 1.317.149,778 5 2944 493,3565 1.452.441,536 10 2945 533,9496667 1.572.481,768 13 2945 457,4106667 1.347.074,413

(52)

Dari data pada tabel 4.1 dapat diketahui kecenderungan pengaruh kecepatan putar cetakan dan penambahan serbuk keramik terhadap umur lelah pipa aluminium paduan (Al-Mg-Si) hasil pengecoran sentrifugal horizontal. Umur lelah paling pendek dimiliki oleh hasil coran dengan kecepatan putar cetakan 900 rpm dan penambahan serbuk keramik 0% fraksi berat sedangkan umur lelah paling panjang dimiliki hasil coran dengan kecepatan putar cetakan 1750 rpm dan penambahan serbuk keramik 10% fraksi berat.

4.1.2 Pengaruh Kecepatan Putar Cetakan Terhadap Umur Lelah

Untuk mengetahui pengaruh kecepatan putar cetakan terhadap umur lelah pipa aluminium paduan (Al-Mg-Si) bisa kita lihat pada gambar 4.1 berikut ini:

Gambar 4.1 Grafik pengaruh kecepatan putar cetakan (rpm) terhadap umur lelah (siklus)

Pada grafik bisa kita lihat peningkatan umur lelah yang dihasilkan beberapa variasi kecepatan putar cetakan yang diberikan pada masing-masing prosentase penambahan serbuk keramik fraksi berat. Bisa kita lihat bahwa umur lelah paling pendek pada masing-masing penambahan serbuk keramik adalah dengan menggunakan kecepatan putar cetakan 900 rpm dengan penambahan serbuk keramik 0% sebesar 269.264 siklus, penambahan

0 200000 400000 600000 800000 1000000 1200000 1400000 1600000 1800000 900 1200 1500 1750 Um u r S p esim en ( S ik lu s)

Kecepatan Putar Cetakan (rpm)

Serbuk Keramik 0% Serbuk Keramik 5% Serbuk Keramik 10% Serbuk Keramik 13%

(53)

serbuk keramik 5% sebesar 505.661 siklus, penambahan serbuk keramik 10% sebesar 600.344 siklus dan penambahan serbuk keramik 13% sebesar 450.176 siklus. Dengan meningkatnya kecepatan putar cetakan maka umur lelah akan semakin meningkat sampai dengan penggunaan kecepatan putar cetakan sebesar 1750 rpm dengan penambahan serbuk keramik 0% sebesar 1.317.149 siklus, penambahan serbuk keramik 5% sebesar 1.452.442 siklus, penambahan serbuk keramik 10% sebesar 1.572.482 siklus, penambahan serbuk keramik 13% sebesar 1.347.074 siklus.

4.1.3 Pengaruh Penambahan Serbuk Keramik Terhadap Umur Lelah

Pengaruh penambahan serbuk keramik fraksi berat (%) terhadap umur lelah (siklus) pipa aluminium paduan (Al-Mg-Si) dapat dilihat pada gambar 4.2 berikut ini:

\

Gambar 4.2 Grafik pengaruh penambahan serbuk keramik fraksi berat (%) terhadap umur lelah (siklus)

Pada grafik bisa kita lihat bagaimana pengaruh beberapa variasi penambahan serbuk keramik terhadap umur lelah pada masing-masing kecepatan putar cetakan yang digunakan. Peningkatan umur lelah terjadi pada penambahan serbuk keramik sebesar 0% fraksi berat sampai dengan penambahan serbuk keramik sebesar 10% fraksi berat

0 400000 800000 1200000 1600000 2000000 0% 5% 10% 13% Um u r Lel ah (Si kl u s) Kadar Keramik (%) 900 rpm 1200 rpm 1500 rpm 1750 rpm

(54)

kemudian turun pada penambahan serbuk keramik sebesar 13% fraksi berat. Umur lelah paling pendek dimiliki oleh hasil coran dengan penambahan serbuk keramik 0% fraksi berat atau tanpa penambahan serbuk keramik pada saat menggunakan kecepatan putar cetakan 900 rpm sebesar 269.264 siklus, kecepatan putar cetakan 1200 rpm sebesar 951.353 siklus, kecepatan putar cetakan 1500 rpm sebesar 1.194.421 siklus dan kecepatan putar cetakan 1750 rpm sebesar 1.317.149 siklus. Penambahan serbuk keramik hingga 10% fraksi berat mengakibatkan bertambahnya umur lelah pada saat menggunakan kecepatan putar cetakan 900 rpm sebesar 600.344 siklus, kecepatan putar cetakan 1200 rpm sebesar 1.176.994 siklus, kecepatan putar cetakan 1500 rpm sebesar 1.464.085 siklus dan kecepatan putar cetakan 1750 rpm sebesar 1.572.482 siklus. Peningkatan umur lelah yang telah terjadi pada penambahan serbuk keramik 0% sampai 10% fraksi berat berubah menjadi menurun ketika menggunakan penambahan serbuk keramik 13% fraksi berat pada saat menggunakan kecepatan putar cetakan 900 rpm sebesar 450.176 siklus, kecepatan putar cetakan 1200 rpm sebesar 981.086 siklus, kecepatan putar cetakan 1500 rpm sebesar 1.197.101 siklus dan kecepatan putar cetakan 1750 rpm sebesar 1.347.074 siklus.

4.2 Pembahasan

4.2.1 Analisa Pengaruh Kecepatan Putar Cetakan Terhadap Umur Lelah

Pada data berupa grafik pada hasil penelitian telah diketahui bahwa semakin meningkat kecepatan putar cetakan maka akan meningkatkan umur lelah hasil pengecoran sentrifugal horizontal, dalam hal ini peningkatan kecepatan putar cetak menggunakan variasi 900 rpm, 1200 rpm, 1500 rpm dan 1750 rpm. Kenaikan umur lelah yang terjadi diakibatkan oleh penurunan porositas yang terjadi pada hasil coran. Porositas sendiri diakibatkan karena adanya gelembung-gelembung gas yang terjebak diantara butiran logam hasil coran saat logam cair dituang ke dalam cetakan. Data porositas dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut ini:

Gambar

Diagram fase Magnesium-Silikon pada paduan aluminium ditunjukkan pada Gambar 2.1.
Gambar 2.3 Pengecoran Semisentrifugal  Sumber : De Garmo, 1996 : 36  2.4.3  Centrifuging
Tabel 2.2 Koefisien Kekentalan dan Tegangan Permukaan dari Logam
Gambar 2.5 Skematis pendinginan dan distribusi temperatur logam paduan  Sumber : Kalpakjian S, 1990 : 280
+7

Referensi

Dokumen terkait

Jika pada putaran kedua menunjukan keberhasilan siswa maka pada putaran ketiga guru akan menggunakan alat bantuan kepada siswa dalam melakukan gerakan guling belakang dengan

(4) Pemberian pelayanan kesehatan reproduksi remaja melalui penerapan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR) atau pendekatan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Integratif di

Baik untuk roadmap air bersih, roadmap air limbah, maupun roadmap persampahan untuk setiap subjek yang dibuat dapat di”klik” dan akan langsung terhubung dengan

sering g adala# tulang&t adala# tulang&tulang pan!ang. Pada ulang pan!ang. Pada anak&a anak&anak" nak" sarkom sarkoma a e$ing merupakan tumor 

Dari hasil penelitian yang dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Kassi Kassi kecamatan Rapoocini Kota Makassar tentang pengaruh pemberian bakpao rumput laut substitusi

lainnya tersebut adalah biaya yang masih harus dibayar pada saat laporan 23.

Hidrolisis asam pekat menghasilkan gula yang tinggi (90% dari hasil teoritik) dibandingkan dengan hidrolisis asam encer, dan dengan demikian akan menghasilkan etanol yang lebih

Pelaksanaan kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal atau bukan niaga luar negeri tidak sesuai dengan persetujuan terbang (flight..