• Tidak ada hasil yang ditemukan

Usulan Perbaikan Kualitas Dengan Metode Spc

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Usulan Perbaikan Kualitas Dengan Metode Spc"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

4. Tidak adanya pelatihan yang terstruktur dan terencana dengan baik, akibatnya proses produksi khususnya setting mesin kurang dapat dilakukan dengan baik.

5. Terlalu banyak material recycle akibatnya aliran material yang masuk ke cetakan/mold kurang lancar sehingga terjadi cacat.

6. Proses pemanasan material tidak baik dan tidak ada prosedur standar proses pemanasan material akibatnya suhu material terlalu panas sehingga terjadi air trap (udara yang terjebak) dan produk menjadi cacat.

7. Kapasitas produksi tidak sesuai dengan jumlah mesin yang ada, sehingga terkadang tonase mesin yang dipakai tidak sesuai. Akibatnya clamping force menjadi lemah dan produk menjadi cacat.

3). Pembuatan FMEA (Failure Modes And Effect Analysis)

Setelah penyebab-penyebab timbulnya cacat dimensi pada proses injection teridentifikasi dengan diagram sebab akibat dan akar penyebabnya teridentifikasi dengan digram Cause Failure Mode Effect (CFME), maka langkah analisa yang dilakukan berikutnya adalah menganalisa kegagalan proses yang potensial, dan mengevaluasi prioritas resiko untuk nantinya membantu menentukan tindakan yang sesuai pada tahap implementasi. Untuk menghasilkan produk yang baik dengan variasi seminimal mungkin, semua akar penyebab permasalahan dari tiap modus kegagalan yang ada harus dieliminasi. Tetapi tentunya terdapat perbedaan tingkat pengaruh tiap modus kegagalan. Penyebab dari modus kegagalan yang memberikan resiko lebih besar bagi terciptanya produk berkualitas harus dieliminasi. Untuk itulah digunakan sebuah tools Six Sigma yang disebut Failure Modes and  Effect Analysis (FMEA) yang akan membantu perencanaan perbaikan kualitas dengan mengidentifikasi faktor-faktor proses yang kritis.

Data-data yang digunakan untuk membuat Failure Modes and Effect  Analysis (FMEA) ini diambil dari hasil analisa akar permasalahan yang

didokumentasikan dalam diagram Cause Failure Mode Effect (CFME). Untuk membedakan antara modus kegagalan (modes of failure), penyebab (cause of failure), dan efek (effect of failure), maka diambil 3 kotak terakhir dari tiap-tiap analisis akar penyebab masalah masing-masing sebagai cause of   failure, mode of failure dan effect of failure. Karena hal inilah pembuatan

diagram CFME sebaiknya dilakukan sebelum membuat Failure Modes and  Effect Analysis (FMEA), yaitu agar tiap modus kegagalan proses dapat teridentifikasi dengan lebih mudah dan tidak terjadi kerancuan dalam menentukan apa yang seharusnya menjadi cause of failure, mode of failure, dan effect of failure.

Angka-angka bobot yang digunakan pada Failure Modes and Effect  Analysis (FMEA) ini didapat dari hasil diskusi subyektif pihak-pihak terkait terutama petugas   production control dan quality control. Pembobotan dibuat berdasarkan skala pembobotan yang serupa dengan skala pembobotan yang digunakan dalam program Six Sigma General Electric (GE). Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) yang dibuat terbatas pada proses yang

(2)

diteliti dan karena analisa penyebab cacat tidak dilakukan hingga tahap produksi akhir maka tingkat severity  (severitas) atau pengaruh modus kegagalan yang potensial bagi konsumen eksteral diubah menjadi tingkat severitas bagi tercapainya produk yang berkualitas (khususnya produk yang bebas cacat silver dan short shoot).

Pada tabel Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) tersebut diisikan nilai-nilai Frequency of Occurrence (seberapa sering modus kegagalan terjadi), Degree of Severity  (seberapa besar pengaruh modus kegagalan pada terjadinya cacat dimensi), dan chance/ probabilty  of  detection (seberapa besar kemungkinan modus kegagalan terdeteksi dan diantisipasi dengan proses pengawasan yang ada) dalam skala1-10. Penjelasan untuk tiap angka terdapat pada tabel 4.7. Jika ketiga angka tersebut dikalikan akan didapat nilai resiko (Risk of Priority Number /RPN). RPN menggambarkan nilai resiko yang terjadi. Tindakan perbaikan utama yang harus dilakukan adalah tindakan untuk mengatasi modus kegagalan dengan nilai resiko paling tinggi. Karena itu nilai resiko (RPN) diberi nilai urut (rank). Dari tabel Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) dihasilkan beberapa modus kegagalan yang memiliki nilai resiko tertinggi :

Rank 1, RPN 294

Pendinginan pada cetakan/mold  yang kurang sempurna, sangat mempengaruhi cacat silver  dan short shoot karena panasnya cetakan akan membuat aliran material terhambat ataupun udara akan terjebak ( air trap) sehingga produk cacat akan mungkin sekali terjadi. Kapasitas produksi yang tinggi membuat sulitnya proses perawatan ideal.

Rank 2, RPN 288

Setting mesin menjadi faktor yang tidak kalah pentingnya. Unsur-unsur dalam setting mesin antara lain : Suhu I, II, III pada screw . Pressure/tekanan, kecepatan aliran material, kecepatan gerakan moving  plate.

Rank 3, RPN RPN 252

Komposisi material yang tidak sesuai adalah salah satu penyebab cacat silver  dan short shoot. Material yang terlalu panas dan komposisi material recycle yang terlalu banyak dicampur dengan material dasar membuat aliran material menjadi terhambat. Akibatnya material tidak dapat memenuhi seluruh ruang dalam cetakan. Hasilnya akan menjadi cacat short shoot atau silver . Cacat silver cenderung terjadi karena adanya udara yang terjebak.

(3)

Fase improve atau tahap perbaikan berkaitan dengan penentuan dan implementasi solusi-solusi berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan sebelumnya pada fase analyze. Pada penelitian ini, aktivitas yang dilakukan pada fase improve adalah penentuan solusi-solusi atau tindakan-tindakan untuk mengatasi permasalahan banyaknya cacat silver dan short shoot pada proses injection. Pada tahap inilah penulis memberikan masukan-masukan mengenai usaha perbaikan proses berdasarkan hasil analisa yang telah didapatkan dari tahap sebelumnya. Pada proyek penerapan six sigma, setelah diketahui apa yang dapat dilakukan maka tindakan itu akan diimplementasikan sebagai usaha untuk meningkatkan kualitas produk dan mengeliminasi segala biaya yang tidak memberikan nilai tambah ( non value added cost).

Penentuan Solusi Permasalahan dengan Tabel Action Planning for Failure  Modes berdasarkan urutan Prioritas (rank)

 Action Planning for Failure Modes dibuat untuk menentukan tindakan yang paling sesuai untuk dilakukan terutama untuk modus-modus kegagalan yang memilki nilai resiko kegagalan tinggi. Data yang digunakan adalah hasil yang telah didapatkan dari analisa Failure Modes and Effect Analysis (FMEA) dengan melihat urutan prioritas (rank) dari modus-modus kegagalan yang paling penting untuk diberi perhatian. Selanjutnya dibuatlah solusi-solusi yang sesuai untuk mengeliminasi akar penyebab permasalahan.

Pada tabel  Action Planning for Failure Modes diatas, penyebab dari modus kegagalan dituliskan di samping tabel modus kegagalan dengan tujuan agar solusi potensial yang ditentukan dapat mengarah langsung pada penyebab kegagalan tersebut. Solusi-solusi tersebut selanjutnya dapat diimplementasikan dalam proyek penerapan six sigma. Perbaikan-perbaikan yang dilakukan berdasarkan solusi-solusi tersebut diharapkan dapat meningkatkan nilai sigma proses yang digunakan sebagai tolak ukur kualitas proses untuk menghasilkan produk yang berkualitas. Setelah solusi diimplementasikan pada range waktu tertentu nilai-nilai matrix harus dihitung kembali, dan jika nilainya tidak mengalami perbaikan maka hasil analisa yang dilakukan kurang tepat, dan analisa permasalahan harus dilakukan kembali dengan cermat.

Selain berdasarkan prioritas resiko, upaya perbaikan yang akan dilakukan harus realitas dan memerlukan pertimbangan waktu dan biaya serta teknis yang akurat sebelum diimplementasikan dan disesuaikan dengan kondisi perusahaan. Hal ini menjadi batasan yang tidak akan dibahas pada laporan penelitian ini.

3.5. Control

Fase control atau tahap pengendalian adalah tahap yang bertujuan untuk terus mengevaluasi dan memonitor hasil-hasil dari tahapan sebelumnya atau hasil implementasi yang telah dilakukan pada fase improve. Tahap ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa kondisi yang

(4)

sudah diperbaiki dapat berlangsung terus menerus atau berkesinambungan, dan tidak berjalan dalam waktu yang singkat saja. Setelah solusi-solusi implementasi pada fase improve untuk meningkatkan performa proses, maka fase control menjaga agar performa proses tersebut tidak menurun kembali. Pada fase ini penulis berusaha memberikan masukan pada perusahaan tentang cara pengendalian dan pengawasan ( monitoring) proses. Aktivitas yang dilakukan pada tahap ini adalah melakukan pemeriksaan terhadap standar pengukuran performa proses yang digunakan dan melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen atau laporan-laporan yang diperlukan.

IV. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan metode SPC untuk mengurangi cacat bending pada proses injection di PT. Indonesia Epson Industry, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Berdasarkan diagram Pareto yang dibuat dari data customer 

claim, diperoleh bahwa cacat appearance yang paling banyak mendapat keluhan yaitu mencapai 76.14%. Dan setelah diteliti, ternyata dari cacat appearance tersebut yang paling banyak terjadi pada part scale PF adalah cacat bending yaitu mencapai 67.5%. Dengan demikian pernyataan permasalahan untuk  project charter ini adalah “Peningkatan kualitas produk plastik yang disebabkan oleh banyaknya cacat bending pada part Scale PF.

2. Nilai kemampuan proses injection yang merupakan kemampuan

proses yang digunakan yaitu nilai sigma dan yield . Dari hasil perhitungan didapat nilai defect per unit (DPO) sebesar 0.02061 dan nilai sigma sebesar 3.5 σ. Nilai opportunity level yield  adalah sebesar 98.81%. Dari

hasil ini ditetapkan target untuk mencapai nilai sigma diatas 4σ, karena

target perusahaan untuk menjadi top level company  yang memiliki standar kualitas yang tinggi.

3. Dari hasil analisa dapat diketahui penyebab cacat silver dan short

shoot pada proses injection dapat digolongkan menjadi 4 kategori, yaitu manusia, mesin, material, dan metode.

4. Dari hasil analisa resiko kegagalan menggunakan Failure Modes

and Effect Analysis (FMEA) dapat diidentifikasi beberapa modus kegagalan yang memiliki nilai resiko (risk priority number /RPN) tinggi dan dari hasil analisa yang dibuat berdasarkan resiko FMEA dapat diidentifikasi beberapa solusi potensial yang bisa diimplementasikan untuk memperbaiki performa proses dan meningkatkan nilai kemampuan proses.

5. Hasil penelitian ini juga akan mempengaruhi kualitas produk

(5)

menghasilkan produk yang bebas cacat silver  dan short shoot, maka penggunaan metodologi yang sama juga dapat diterapkan pada proses lain.

V. DAFTAR PUSTAKA

Barnes, Ralph M, 1980, Motion and Time Study Designed Measuremant of  Work, United State of America: John Wiley & Sons Inc.

Besterfield, Dale H , 1995, Total Quality Management, New Jersey: Prentice Hall In

Charbonneau, Harvey C., dan Golden L. Webster, 1995, Industrial Quality  Control, New Jersey: Prentice Hall Inc

Company Profile PT. Shinto Kogyo Indonesia

Duaharme, Dirk, Six Sigma Survey: Breaking Through the Six Sigme Hype. www.qualitydigest.com/nov01/html/sigsigmaarticle.html

Besterfield, Dale H , 1995, Total Quality Management, New Jersey: Prentice Hall Inc

Fergusson, Lynn, GE Six Sigma Quality Overview , www.ge.com/ sixsigma Gasperz, Vincent. 2002, Pedoman Implementasi Program Six Sigma

Terintegrasi dengan ISO9001: 2000, MBNQZ, dan HACCP, Jakarta, PT. Gramedia Pustaka Utama

Harry, Mikel dan Richard Schroeder. Six Sigma, The Breakingthrough Management Strategy Revolutioning The World’s Top Corporations, New York: Doublay Inc.

Hunt, Daniel V. 1993, Managing for Quality , Integrating Quality and  Business Strategy , Technology Research Corporation

Nasution, MN., 2001, Manajemen Mutu Terpadu, Jakarta: Ghalia Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Hasil analisis menggunakan metode FMEA (failure mode and effect analysis) pada defect label menunjukkan penurunan nilai RPN setelah adanya perbaikan berdasarkan fishbone diagram,

pelestarian budaya sert a minat dari penikmat seni budaya, maka perlu adanya upaya unt uk menghadirkan dan menghidupkan kembali museum budaya provinsi ini

RALS memiliki indikator Macd Stoc osc dan Rsi mengindikasikan pola Uptrend, RALS berhasil menembus Resistance di level harga 1160 sehingga terbuka peluang untuk menguji

Sango Ceramics Indonesia, mendapatkan resiko kegagalan proses produksi terbesar dalam nilai RPN (Risk Priority Number ) dari metode FMEA yang kemudian dianalisis kembali

Risk Priority Number (RPN). Team harus melakukan corrective action untuk item dengan RPN yang tinggi. 2) Secara umum perhatian khusus harus dilakukan pada item dengan

Statistical Process Control (SPC) dan Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) merupakan metode penyelesaian masalah yang dapat digabungkan untuk menekan, mengendalikan,

Adapun usulan perbaikan yang dapat dilakukan untuk melakukan proses perbaikan defect Thickness, Tensile Strength, dan Smoothness berdasarkan RPN (Risk Priority Number)

Dari hasil perhitungan FMEA diatas dapat dijelaskan bahwa perawatan pada mesin hanya dilakukan saat mesin mengalami kerusakan mendapatkan RPN (Risk Priority Number)