1 BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN A. Karakterisitik Responden
Responden dalam penelitian ini sebanyak 80 orang petani kacang tanah yang terdiri dari 40 orang petani responden berasal dari Desa Rompegading Kecamatan Cenrana dan 40 orang petani responden berasal dari Desa Sawaru Kecamatan Camba . Kedua kecamatan dan kedua desa tersebut merupakan senteral pengembangan kacang tanah yang para petaninya sudah lama mengusahakan kacang tanah dan dilakukan secara turun temurun. Data Karakteristik responden disajikan pada Lampiran 1.
Analisis karakteristik petani responden meliputi golongan, umur, tingkat pendidikan, jumlah tanggungan keluarga, luas lahan garapan.
1. Umur Responden
Kemampuan berpikir dan bekerja para petani dalam menjalankan usahataninya sangat dipengaruhi oleh umur petani. Pada umumnya petani yang berumur muda dan sehat mempunyai kemampuan fisik yang lebih kuat serta relatif lebih mudah memerima inovasi dibanding dengan petani yang berumur lebih tua. Oleh sebab itu perbedaan umur yang dimiliki oleh seorang petani dapat dijadikan sebagai salah satu indikator untuk menilai tingkat kemampuan kerjanya, sedangkan petani yang berumur tua mempunyai kemampuan fisik yang sudah berkurang, tetapi mempunyai pengalaman kerja yang lebih banyak sehingga berhati-hati dalam menerapkan inovasi baru.
2 lebih produktif. Tabel 5.1 memperlihatkan rata-rata tingkat golongan umur petani responden di Kabupaten Maros.
Tabel 5.1. Tingkat Golongan Umur Petani Responden No Golongan Umur Jumlah
Responden
Persentase persen
1 2 3 4
1 2 3 4 5 6
< 15 15 - 25 26 - 35 36 - 45 46 - 55 > 55
1 16 21 22 11 9
1,25 20,00 26,25 27,50 13,75 11,25
Total 80 100,00
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden terdapat 70 orang petani responden yang termasuk petani berumur produktif yaitu umur 15 – 55 tahun (87,50 %) dan hanya 10 petani responden atau (12,50 %) yang tergolong dari segi umur kurang produktif, Dengan demikian dapat digambarkan bahwa golongan umur bagi petani kacang tanah di Kabupaten Maros tidaklah menjadi hambatan dalam mengembangkan usahatani kacang tanah dimasa-masa yang akan datang.
2. Tingkat Pendidikan Responden
3 Tabel 5.2 di bawah ini menunjukkan tingkat pendidikan petani responden dari 80 responden terdapat 40 orang ( 50 %) mempunyai tingkat pendidikan SD atau sederajat, tamat SLTA/sederajat 22 orang (27,50 %), tamat SLTP/sederajat 11 orang (13,75 %). Disamping itu terdapat lima orang (6,25 %) petani responden yang tidak sekolah/belum tamat SD, dan terdapat dua orang (2,50 %) yang memiliki pendidikan sarjana. Keadaan demikian akan memberikan pengaruh terhadap kemajuan dalam berbagai bidang pertanian terutama dalam pengembangan kacang tanah di Kabupaten Maros.
Tabel 5.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden
No Tingkat Pendidikan Jumlah Responden
Persentase (%)
1 2 3 4
1 2 3 4 5 6
Tidak /Belum Tamat SD Tamat SD/Sederajat Tamat SLTP/Sederajat Tamat SLTA/Sederajat Tamat Diploma /Sederajat Sarjana (S1 )
5 40 11 22 - 2
6,25 50,00 13,75 27,50
- 2,50
Total 80 100,00
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016 3. Tanggungan Keluarga Responden
4 Tabel 5.3 di bawah ini menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden terdapat 32 orang (40,00 %) yang memiliki tanggungan keluarga antara 4 – 5 orang, 29 orang (36,25%) yang memiliki tanggungan keluarga antara 2 – 3 orang, dan sebanyak 12,25 persen (10 orang) yang memiliki tanggungan keluarga 0 – 1 orang. Dengan demikian memberikan indikasi bahwa petani responden rata-rata memiliki jumlah tanggungan keluarga yang tidak terlalu besar sehingga tidak merupakan penghambat dalam pengembangan komoditas kacang tanah dimasa-masa yang akan datang di Kabupaten Maros.
Tabel 5.3. Jumlah Tanggungan Keluarga Petani Responden
No Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah Responden
Persentase (%)
1 2 3 4
1 2 3 4 5
< 2 2 - 3 4 - 5 > 5
10 29 32 9
12,50 36,25 40,00 11,25
Total 80 100,00
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016.
4. Luas Lahan Garapan
Luas lahan garapan petani berpengaruh pada aktivitas petani dan produksi usahataninya. Luas lahan garan petani responden bervariasi antara 0,10 hektar sampai dengan 2,00 hektar dan untuk jelasnya dapat dilihat pada Tabel Lampiran 3 dan Tabel 5.4.
5 antara 0,50 – 1,00 hektar dan hanya 4 orang ( 5,00 % ) yang memiliki lahan garan lebih besar 1,00 hektar.
Tabel 5.4. Luas Lahan Garapan pada Lahan Sawah Petani Responden
No Luas Lahan Garapan Jumlah Responden
Persentase (%)
1 2 3 4
1 2 3
< 0,50 Ha 0,50 - 1,00 Ha > 1,00 Ha
22 54 4
27,50 76,50 5,00
Total 80 100,00
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2006
Tabel 5.5 di bawah ini menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden dengan luas lahan garapan 54,22 hektar berdasarkan status kepemilikan terdapat 88,66 persen ( 48,07 Ha ) adalah lahan garapan milik petani responden sendiri dan 7,38 persen ( 4,00 Ha ) adalah lahan garapan petani responden dengan sitem sewa serta 3,97 persen ( 2,15 Ha ) adalah lahan garapan petani responden dengan sitem bagi hasil.
Tabel 5.5. Luas Lahan Garapan pada Lahan Sawah Petani Responden Berdasarkan Status Kepemilikan Lahan
No Status Lahan Garapan
Luas Lahan ( Ha)
Persentase (%)
1 2 3 4
1 2 3
Milik Sendiri Sewa
Bagi Hasil
48,07 4,00 2,15
88,66 7,38 3,97
Total 54,22 100,00
6 Berdasarkan Tabel 5.4 dan Tabel 5.5 di atas dapat disimpulkan bahwa dengan tingkat persentase 76,50 persen petani responden memiliki luas lahan garapan antara 0,50 – 1,00 hektar dan tingkat persentase status kepemilikan lahan 88,66 persen adalah milik petani responden menunjukkan bahwa peluang petani untuk meningkatkan pendapatan dalam berusahatani kacang tanah sangat besar.
B. Ketersediaan Sarana / Prasarana Teknologi
1. Lahan Pertanian
Perluasan areal tanah adalah merupakan salah satu upaya untuk meningkatan produksi dan produktivitas kacang tanah serta merupakan faktor pemberi peluang terbesar dalam upaya peningkatan produksi kacang tanah. Penanaman kacang tanah di Kabupaten Maros umumnya dilakukan pada lahan sawah yaitu ditanam setelah padi dengan pola penanaman adalah padi - kacang tanah – palawija/hortikultura lainnya dengan IP 300 atau padi – kacang tanah dengan IP 200.
7 Tabel 5.6. Jumlah Traktor yang ada di Kabupaten Maros sebagai
Penunjang Pengolahan Tanah
No Kecamatan Sumber Data : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura
Kabupaten Maros , 2016
8 Tabel 5.7. Luas Lahan Sawah dan Lahan Kering Kecamatan Cenrana Kabupaten Maros yang Dirinci Menurut Desa
No Desa /Kelurahan
Potenis Lahan Sumber Data : Kecamatan Cenrana dalam Angka, 2015.
Tabel 5.7 di atas menunjukkan bahwa luas lahan sawah di Kecamatan Cenrana 2.001 hektar dan lahan kering seluas 1.580 hektar ini menunjukkan bahwa peluang untuk pengembangan kacang tanah ditinjau dari segi lahan cukup tersedia yang tersebar pada tujuh desa/keluarahan, Begitu juga di Kecamatan Camba dengan luas lahan sawah 1.815,62 hektar dan lahan kering seluas 1.567,92 hektar yang lahannya tersebar pada enam desa dan dua kelurahan dari segi lahan cukup tersedia untuk pengembangan kacang tanah.
9 penyebab rendahnya produksi kacang tanah di Indonesia disebabkan karena pemanfaatan lahan pertanian yang belum optimal
Tabel 5.8. Luas Lahan Sawah dan Lahan Kering Kecamatan Camba Kabupaten Maros yang Dirinci Menurut Desa
No Desa Sumber Data : Kecamatan Camba dalam Angka, 2015.
2. Benih
Pengadaan benih bermutu varietas unggul yang tepat jumlah, waktu dan standar yang ditetapkan merupakan salah satu syarat utama yang harus dipenuhi bila pertanaman kacang tanah ditujukan untuk mencapai produksi tinggi. Ketersediaan benih unggul di tingkat petani seringkali masih merupakan kendala utama bila akan dilakukan upaya intensifikasi peningkatan produksi (Harsono, 1993).
10 Tabel 5.9 Jumlah Petani Responden yang Memperoleh Benih Kacang
Tanah di Tempat Penjualan Sarana Produksi
N
o Tempat Mendapatkan Benih
Jumlah Responde
n
Persentase (%)
1 2 3 4
1 2 3 4 5 6
Kios/Toko/Pasar di Tingkat Desa Kios/Toko/Pasar di Tingkat Kecamatan Kios/Toko/Pasar di Tingkat Kabupaten Kios/Toko/Pasar di Tingkat Propinsi Tanam Sendiri
Penangkaran Kelompok
0 40 1 2 24 13
0,00 50,00 1,25 2,50 30,00 16,25 Total 80 100,00 Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
11 3. Pupuk
Upaya untuk meningkatkan produktivitas , produksi dan kualitas hasil perlu dikembangkan anjuran pemupukan berimbang, Agar petani dapat lebih mudah menerapkan anjuran paket teknologi pemupukan maka sarana produksi seperti pupuk harus tersedia dan terjangkau oleh petani (Soegiyanto dan Hadmadi, 1977).
Tabel 5.10 di bawah ini menunjukkan bahwa penyaluran pupuk dan pestisida Kecamatan Camba dilakukan oleh lima penyalur pupuk, 9 pengencer pupuk dan pestisida, dan lima koperasi tani, Sedangkan di Kecamatan Cenrana terdapat tiga unit pengencer dan satu unit koperasi tani. Penyalur, pengencer, Koperasi Tani pada kedua kecamatan Setiap Kecamatan di Kabupaten Maros
No Kecamatan Penyalur Pengencer Koptan Sumber Data : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultuta Kabupaten
12 Tabel 5.10 di bawah ini menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden, 24 orang petani responden mendapatkan atau memperoleh pupuk Urea/ZA pada kios/toko/pasar ditingkat kecamatan, 30 orang petani responden memperoleh pupuk Urea/ZA dari kelompok tani, sedangkan pupuk TSP dan KCL petani belum menggunakannya pada usahatani kacang tanah, Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketersediaan pupuk terutama Urea/ZA di tingkat petani cukup tersedia, sedangkan pupuk TSP dan KCL yang umumnya hanya dapat diperoleh di tingkat kabupaten serta harga yang belum terjangkau oleh petani menunjukkan tingkat ketersediannya masih kurang,
Tabel 5.11. Jumlah Petani Responden yang Memperoleh Pupuk di Tempat- Tempat Penjualan Sarana Produksi
No Tempat
Mendapatkan Pupuk
Jumlah Responden
Urea / ZA TSP KCL
1 2 3 4 5
1
2
3
4
5
6
Kios/Toko/Pasar di Tingkat Desa Kios/Toko/Pasar di Tingkat Kecamatan Kios/Toko/Pasar di Tingkat Kabupaten Kios/Toko/Pasar di Tingkat Propinsi Kelompok Tani / Koperasi Tani Tidak mendapatkan karena tidak
menggunakan pupuk
0 24 11 0
30
15
0 0 7 0
0
73
0 0 7 0
0
73
Total 80 80 80
13 Tingginya harga TSP dan KCI serta belum terdapatnya pengencer pupuk TSP dan KCL ditingkat Kecamatan dan desa menyebabkan para petani belum bisa menerapkan pemupukan berimbang sesuai anjuran , sehingga dapat mempengaruhi produksi kacang tanah yang dihasilkan, Menurut Sudaryono (1997), bahwa apabila unsur hara dalam tanah kurang dan tidak tersedia bagi tanaman dapat menyebabkan rendahnya produksi polong yang dihasilkan tanaman baik secara kualitas maupun kuantitasnya,
4. Pengairan (Pemanfaatan Air)
Pada fase awal pertumbuhan, fase pembungaan dan fase pengisian polong tanaman kacang tanah membutuhkan pengairan yang memadai apalagi pada musim kemarau (Anonim, 2003 ).
Tabel 5.12. Jumlah Pompa Air pada Setiap Kecamatan di Kabupaten Maros Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Maros , 2016
14 tersedia dalam jumlah yang sesuai sehingga penyediaan air pada pertanaman kacang tanah dapat terjamin sesuai dengan kebutuhan.
Tabel 5.12 di atas menunjukan bahwa jumlah parasarana pompa air yang terdapat di Kabupaten Maros adalah sebanyak 829 unit , dan kecamatan yang paling banyak memiliki pompa air adalah Kecamatan Bantimurung sebanyak 318 unit ( 38,36 % ) pompa air, dan urutan yang kedua adalah Kecamatan Camba sebanyak 128 unit ( 15,44 % ) pompa air, Kecamatan Simbang 121 unit (14,60 %) pompa air , Kecamatan Mandai sebanyak 41 unit ( 4,95 % ) pompa air, Kecamatan Bontoa 39 unit (4,70 %) pompa air, dan Kecamatan Cenrana 22 unit (2,65 ) pompa air.
Berdasarkan jumlah pompa air yang ada di Kabupaten Maros maka dapat disimpulkan bahwa prasana pompa air cukup tersedia dan sangat mendukung dalam pengembangan usahatani kacang tanah di Kabupaten Maros,
Tabel 5.13 di bawah ini menunjukan bahwa luas lahan pertanian di Kabupaten Maros yang didasarkan pada jenis pengairan yang tersedia yaitu lahan sawah seluas 25.780,40 hektar yang terdiri dari pengairan teknis 5.477,38 hektar, pengairan ½ teknis 1.537,95 hektar, pengairan desa 5.189,86 hektar , dan sawah tadah hujan 13.575,21 hektar , dan lahan kering seluas 23.140,07 hektar yang terdiri dari ladang 20.069,44 hektar , pekarangan 3.070,63 hektar.
15 Tabel 5.13. Luas Lahan Pertanian Kabupaten Maros Berdasarkan Jenis Pengairan yang dirinci menurut Kecamatan
No Kecamatan
Irigasi Lahan Kering Lahan Sawah
+
Jumlah Ladang Pekara- Rangan
Total 5.477,38 1.537,95 5.189,86 13.575,21 25.780,40 20.069,44 3.070,63 23.140,07 48.920,47
51 hektar, pekarangan 227,85 hektar. Sedangkan pada Kecamatan Cenrana luas lahan sawah 2.001 hektar yang terdiri dari sawah pengairan ½ teknis 736 hektar, pengairan desa 499 hektar, sawah tadah hujan 766 hektar, dan lahan kering 1.580 hektar, ladang 1.342,48 hektar, pekarangan 237,52 hektar.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Luas lahan pertanian yang didasarkan pada ketersedian prasarana pengairan baik pengairan teknis, pengairan ½ teknis dan pengairan desa sangat tersedia dan dapat menunjang dan menjamin tingkat ketersediaan air dalam pengembangan usahatani kacang tanah di Kabupaten Maros.
5. Pestisida
Serangan hama/penyakit pada tanaman kacang tanah merupakan salah satu kendala dalam upaya meningkatkan produksi kacang tanah, Walaupun pestisida belum banyak digunakan pada kacang tanah, tetapi pestisida merupakan salah satu alternatif yang diandalkan oleh petani dalam mengendalikan hama/penyakit,
52 Tabel 5.14. Jumlah Petani Responden yang Memperoleh Pestisida
di Tempat-Tempat Penjualan Sarana Produksi
No Tempat Mendapatkan Benih Jumlah Responden
Persentase (%)
1 2 3 4
1 2 3 4 5
Kios/Toko/Pasar di Tingkat Desa Kios/Toko/Pasar di Tingkat Kecamatan Kios/Toko/Pasar di Tingkat Kabupaten Kios/Toko/Pasar di Tingkat Propinsi Kelompok Tani
0 57 0 0 23
0,00 71,25 0,00 0,00 28,75 Total 80 100,00 Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016,
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ketersediaan sarana pestisida di tingkat kecamatan dan tingkat petani sudah cukup tersedia, sehingga dalam menerapkan anjuran paket teknologi cukup tersedia, mudah diperoleh dan harga yang bisa terjangkau oleh petani,
6. Pasar
Usaha peningkatan produksi kacang tanah dengan cara intensifikasi menghendaki pula perbaikan pemasaran hasil, agar diperoleh pendapatan yang lebih besar, Menurut Mosher, 1991 bahwa pemasaran adalah merupakan salah satu syarat pokok dalam pembangunan pertanian.
53 Harga kacang tanah pada saat panen raya sangat rendah karena karena para pedagang kewalahan menampung kacang tanah yang dihasilkan oleh petani, sedangkan petani sangat membutuhkan uang untuk menunjang biaya hidupnya sehingga dengan harga berapapun petani akan menjual produksi kacang tanahnya.
Tabel 5.15. Harga Jual Kacang Tanah yang Diperoleh oleh Petani Responden
No Harga Jual ( Rp/kg)
Jumlah Responden
Persentase (%)
1 2 3 4
1 2 3 4 5
< 21.000 21.000 - 22.200 22.250 - 23.450 23.500 - 24.700 > 24.700
15 4 10 47 4
18,75 5,00 12,50 58,75 5,00
Total 80 100,00
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
Tabel 5.15 menunjukkan bahwa dari 80 orang petani responden, 47 orang ( 58,75 %) petani responden menjual kacang tanah dengan harga kisaran antara Rp 23.500 - Rp 24.700,- per kg , 10 orang (12,50 %) petani responden menjual hasil produksi kacang tanah dengan harga antara Rp 22.250 - Rp 23.450,- per kg dan 19 orang (23,75 %) petani responden menjual hasil produksinya dengan harga di bawah Rp 22.250.- per kg.
54 C. Intensitas Penyuluhan, Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap
Petani terhadap Penerapan Paket Teknologi
1. Tingkat Penerapan Petani terhadap Paket Teknologi Produksi
Paket teknologi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah paket teknologi produksi pada kacang tanah yaitu penggunaan benih unggul, pemupukan berimbang, pemanfaatan air, penyiangan/pembumbunan, pengendalian hama/penyakit (OPT) yang mengacu pada Anjuran Paket Teknologi Produksi yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Maros sebagaimana pada Tabel 5.16 di bawah ini.
Tabel 5.16. Anjuran Paket Teknologi Produksi untuk Pengembangan Komoditi Kacang Tanah di Kabupaten Maros
No Uraian Anjuran Teknologi
1 2 3
1 Benih Jumlah Mutu Varietas
80 – 100 kg
Baru, Sehat , berlabel Unggul
2 Pengolahan Tanah Olah tanah sempurna 3 Jarak Tanam (cm)
Cara Tanam
40 X 20; 40 X 15; 40 X 10; 25 X 25 ; 25 x 20 ; 20 X 20,
1-2 Biji /lubang, ditugal 4 Pemupukan
Z A Urea TSP KCL
25 – 50 kg/ha( tanpa Urea) 25 – 50 kg/ha (tanpa ZA) 50 – 100 kg/ha
55 5 Penyiangan
Pembumbunan
Umur 10 HST, dan 25 HST (sebelum berbunga)
Pada saat penyiangan kedua
7 Pengairan Pada saat tanam, berbunga dan pengisian polong,
8 Pengendalian Hama/Penyakit
Perlindungan tanaman dilakukan dengan prinsip PHT yaitu
Penggunaan benih yang sehat dan varietas yang tahan hama/penyakit Penggunaan musuh alami Pemantauan pertanaman
secara rutin
Penggunaan pestisida secara bijaksana
Sumber Data : Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Maros ( Anonim, 2016 )
Data hasil skoring tingkat penerapan teknologi disajikan pada Tabel Lampiran 2. Hasil pengolahan data menunjukkan bahwa total skor tingkat penerapan petani terhadap lima komponen paket teknologi produksi dari 80 orang responden adalah bervariasi dengan kisaran antara enam sampai dengan 13 poin dan rata-rata skor adalah 10,48 poin .
56 mempunyai nilai skor di bawah 10,48 poin dan secara umum belum melaksanakan teknologi secara tepat sesuai dengan anjuran.
Tingkat penerapan teknologi produksi yang kategori tinggi dan kategori rendah yang dilaksanakan oleh petani di Kecamatan Cenrana dan Kecamatan Camba dalam melaksanakan usahatani kacang tanah dapat dilihat pada Tabel 23 di bawah ini.
Tabel 5.17. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Penerapan Teknologi Produksi
Tingkat Penerapan Rata-rata Skor
Jumlah Petani (Orang)
Persentas e ( % )
Tinggi Rendah
≥ 10,48 < 10,48
43 37
53,75 46,25
Total - 80 100,00
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
57 berlebel disebabkan karena rata-rata kacang tanah yang dijadikan benih oleh petani adalah kacang tanah komsumsi yang dijual bebas di pasaran tampa melalui seleksi langsung, dan tidak mengetahui asal usul yang digunakan oleh petani hanya diperoleh dari pasar tampa melalui seleksi, begitu juga benih yang diperoleh dengan cara menanam sendiri yaitu para petani menanam benih yang tidak mempunyai berkualitas yang benihnya ditanaman secara turun temurun tanpa melalui proses penangkaran yang benar .
Menurut Van den Ban & Hawkins (1999) bahwa jika orang tidak benar menggunakan sarana produksi seperti benih dan pupuk maka sarana produksi yang benar tersebut akan beralih kearah yang keliru dan selanjutnya dikatakan bahwa penggunaan yang benar dan tepat waktu akan memberikan peningkatan pendapatan yang besar bagi petani.
Munawir (1996) mengatakan bahwa salah satu penyebab rendahnya produksi kacang tanah adalah karena para petani belum menerapkan teknologi secara sempurna seperti belum menggunakan varietas unggul, pemupukan yang belum sesuai atau belum berimbang. Tinggi rendahnya pemakaian sarana produksi sangat ditentukan oleh kemudahan mendapatkan dan kemampuan daya beli petani untuk memperoleh sarana produksi yang dibutuhkan (Pasandaran , dkk., 1989).
2. Intensitas Penyuluhan
58 Data hasil penelitian tingkat intensitas penyuluhan yang diterima petani responden disajikan pada Tabel Lampiran 1. Hasil pengolahan data disajikan pada Tabel 5.18 .
Tabel 5.18. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Intensitas Penyuluhan
Intensitas Penyuluhan
Rata-rata Skor
Jumlah Petani (Orang)
Persentase ( % ) Tinggi
Rendah
≥ 1,61 < 1,61
34 46
42,50 57,50
Total - 80 100,00
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
Tabel 5.18 di bawah ini menunjukkan bahwa dari jumlah responden sebanyak 80 orang, dikategorikan petani yang mempunyai intensitas tinggi adalah responden yang memiliki skor lebih besar atau sama dengan 1,61 poin yaitu sebanyak 34 orang atau 42,50 persen, sedangkan yang dikategorikan intensitas rendah adalah responden yang memiliki skor kurang dari 1,61 poin yaitu sebanyak 46 orang atau 57,50 persen, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat intensitas penyuluhan yang diterima petani kacang tanah di Kabupaten Maros tergolong masih rendah .
3. Tingkat Pengetahuan Petani
59 penyuluh dengan keadaan usahataninya, serta pengetahuan yang diperoleh secara turun temurun.
Data hasil penelitian tingkat pengetahuan petani disajikan pada Tabel Lampiran 3. Hasil pengolahan data tingkat pengetahuan petani responden disajikan pada Tabel 5.19 di bawah ini.
.
Tabel 5.19 Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pengetahuan terhadap Teknologi Produksi
Tingkat Pengetahuan
Rata-rata Skor
Jumlah Petani (Orang)
Persentase ( % ) Tinggi
Rendah
≥ 13,66 < 13,66
53 27
66,25 33,75
Total - 80 100,00
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
Tabel 5.19 menunjukkan bahwa dari jumlah responden sebanyak 80 orang, dikategorikan berpengetahuan tinggi adalah responden yang memiliki skor lebih besar atau sama dengan 13,66 poin yaitu sebanyak 53 orang (66,25 %) petani responden, sedangkan yang dikategorikan berpengetahuan rendah adalah responden yang memiliki skor kurang dari 13,66 poin yaitu sebanyak 27 orang (33,75 %), petani responden. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat pengetahuan petani kacang tanah di Kabupaten Maros sudah tergolong tinggi
4. Tingkat Keterampilan Petani
60 Tabel 5.20 di bawah ini diperoleh bahwa dari jumlah responden sebanyak 80 orang, dikategorikan bahwa responden yang mempunyai keterampilan tinggi adalah responden yang memiliki skor lebih besar atau sama dengan 13,09 poin. Dikategorikan keterampilan tinggi adalah sebanyak 47 orang (58,75%) petani responden, sedangkan yang dikategorikan keterampilan rendah adalah responden yang memiliki skor kurang dari 13,09 poin yaitu sebanyak 33 orang (41,25 %) petani responden. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tingkat keterampilan petani kacang tanah di Kabupaten Maros tergolong tinggi.
Tabel 5.20. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Tingkat Keterampilan terhadap Teknologi Produksi
Tingkat Keterampilan Rata-rata Skor
Jumlah Petani (Orang)
Persentas e (% )
Tinggi Rendah
≥ 13,09 < 13,09
47 33
58,75 41,25
Total - 80 100,00
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
5. Sikap Petani
Data hasil penelitian sikap petani terhadap teknologi produksi disajikan pada Tabel lampiran 5. Hasil pengolahan data skor gabungan sikap petani terhadap paket teknologi disajikan pada Tabel 5.21 di bawah ini
61 mempunyai skor kurang dari 160,44 poin dan dikategorikan mempunyai sikap negatif terhadap paket teknologi produksi. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa petani kacang tanah di Kabupaten Maros mempunyai sikap yang positif terhadap paker teknologi produksi yang dianjurkan oleh Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Maros
Tabel 5.21. Jumlah dan Persentase Petani Responden Berdasarkan Sikap Terhadap Paket Teknologi Sikap Petani Rata-rata Skor Jumlah Petani
(Orang)
Persentase (% )
Positif Negatif
≥ 160,44 < 160,44
49 31
61,25 38,75
Total - 80 100,00
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016 .
D. Hubungan antara Intensitas Penyuluhan, Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap Petani dengan Tingkat Penerapan Paket Teknologi
1. Hubungan antara Intensitas Penyuluhan dengan Tingkat Penerapan Teknologi Produksi
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat intensitas penyuluhan yang diterima petani dengan tingkat penerapan teknlogi produksi dapat dilihat pada Tabel 5.22 di bawah.
62 13 orang (16,25 %) petani responden yang memiliki intensitas penyuluhan tinggi dengan tingkat penerapan rendah.
Tabel 5.22. Hubungan antara Tingkat Intensitas Penyuluhan dengan Tingkat Penerapan Teknologi Produksi
Intensitas Penyuluhan
Tingkat Penerapan Teknologi Produksi
Total
Tinggi Rendah
N % N % N %
Tinggi
Rendah
21
22
26,25
27,50
13
24
16,25
30,00
34
46
42,50
57,50
Total 43 53,75 37 46,25 80 100
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
C= 1,019 nilai X2hitung = 0,948 dan nilai X2tabel (0,95 db 1) = 3,841
Intensitas penyuluhan rendah sebanyak 46 orang (57,50 %) petani responden terdiri dari 22 orang (27,50 %) petani responden yang mempunyai tingkat intensitas penyuluhan rendah dan tingkat penerapan teknologi tinggi, 24 orang (30 %) petani responden memiliki intensitas penyuluhan rendah dan tingkat penerapan teknologi rendah.
Hasil analisis Uji Chi-Kuadrat diperoleh nilai X2
hitung = 1,019 dan nilai X2
tabel (0,95 db 1) = 3,841, Jadi X2hitung = 1,019 lebih kecil dari X2
tabel = 3,841, maka dapat disimpulkan bahwa hubungan antara tingkat intensitas penyuluhan yang diterima oleh petani dengan tingkat penerapan teknologi tidak nyata . Hal ini disebabkan karena masih rendahnya frekwesi pelaksanaan penyuluhan serta kurang tersedianya sarana produksi. Hal ini sejalan yang dikemukakan oleh Mosher dalam Van den Ban & Hawkins (1999) bahwa penyuluhan hanya bisa berjalan efektif apabila memenuhi 5 syarat yaitu :
63 b. Teknologi pertanian yang terus menerus berubah
c. Tersedianya infut dan alat-alat pertanian di tingkat lokal
d. Insentif produksi yang menguntungkan petani untuk memproduksi lebih banyak
e. Sarana transportasi dari desa ke desa.
2. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Petani dengan Tingkat Penerapan Teknologi Produsi Kacang Tanah
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat penerapan teknlogi produksi dapat dilihat pada Tabel 5.23. Tabel 5.23. Hubungan antara Tingkat Pengetahuan Petani
Dengan Tingkat Penerapan Teknologi
Tingkat Pengetahuan
Tingkat Penerapan Teknologi
Produksi Total
Tinggi Rendah
N % N % N %
Tinggi Rendah
35 8
43,75 10,00
18 19
22,50 23,75
53 27
66,25 33,75
Total 43 53,75 37 46,25 80 100
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
X2
hitung = 8,130 X2tabel (0,95 db 1) = 3,841 C= 0,303 nilai Cmaks= 0,707
64 %) petani responden yang memiliki tingkat pengetahuan tinggi dengan tingkat penerapan rendah.
Tingkat pengetahuan rendah sebanyak 27 orang ( 33,75 %) petani responden yang terdiri dari delapan orang (10 %) petani responden yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah dan tingkat penerapan teknologi tinggi, 19 orang (23,75 %) petani responden tingkat pengetahuan rendah dan tingkat penerapan teknologi rendah.
Hal ini dapat disimpulkan bahwa petani dengan tingkat pengetahuan tinggi maka tingkat penerapan terhadap teknologi juga tinggi, sebaliknya petani dengan tingkat pengetahuan rendah menyebabkan tingkat penerapan terhadap teknologi juga rendah. Menurut Van den Ban & Hawkins (1999) bahwa petani yang tidak memiliki pengetahuan dan wawasan yang luas terhadap teknologi tidak akan mampu memecahkan masalahnya sendiri, tetapi petani yang cukup memiliki pengetahuan atau sikap telah berubah akan mampu memecahkan masalah dan tujuan yang ingin dicapai..
Hasil analisis Uji Chi-Kuadrat diperoleh nilai X2
hitung = 8,130 dan nilai X2tabel (0,95 db 1) = 3,841, Jadi X2hitung = 8,130 lebih besar dari X2
tabel = 3,841, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dengan tingkat penerapan teknologi yang sangat nyata. Untuk mengetahui dejarat hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat penerapan digunakan
Koefisien Kontigensi C .
65 keuntungan yang lebih besar. Sumber pengetahuan dan informasi itu biasanya didapat dari petani-petani lain, organisasi penyuluh milik pemerintah, perusahaan swasta yang menjual sarana produksi, organisasi petani, jurnal usahatani, radio, tv, media masa lainnya (Van den Ban & Hawkins, 1999). Selanjutnya dikatakan bahwa pengetahuan bagi petani juga diperoleh dari pengalaman – pengalaman mereka sendiri yang diperoleh dalam menjalangkan usahataninya serta dapat diperoleh secara turun temurun.
3. Hubungan antara Tingkat Keterampilan Petani dengan Tingkat Penerapan Teknologi
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat keterampilan dan tingkat penerapan teknlogi dapat dilihat pada Tabel 5.24 di bawah ini.
Tabel 5.24. Hubungan antara Tingkat Keterampilan dengan Tingkat Penerapan Teknologi
Tingkat Keterampilan
Tingkat Penerapan Teknologi
Produksi Total
Tinggi Rendah
N % N % N %
Tinggi Rendah
31 12
38,75 15,00
16 21
20,00 26,25
47 33
58,75 41,25
Total 43 53,75 37 46,25 80 100
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
C= 0,259 C maks = 0 ,707
Tabel 5.24 menunjukkan bahwa dari 80 responden terdapat 47 responden ( 58,75 %) mempunyai keterampilan tinggi. Dari 47 responden tersebut terdapat 31 orang (38,75%) petani responden yang memiliki tingkat keterampilan tinggi dan tingkat penerapan
841 , 3
2
tabel X
692
,
5
2
66 tinggi, 16 orang (20 %) petani responden yang memiliki tingkat keterampilan tinggi dengan tingkat penerapan rendah.
Tingkat keterampilan rendah sebanyak 33 petani responden ( 41,25 %) yang terdiri dari 12 orang (15,00 %) petani responden yang mempunyai tingkat keterampilan rendah dan tingkat penerapan teknologi tinggi, 21 orang (26,25 %) petani responden tingkat keterampilan rendah dan tingkat penerapan teknologi rendah. Hal ini dapat disimpulkan bahwa petani yang memiliki tingkat keterampilan tinggi maka tingkat penerapan teknologi juga tinggi, sebalikya petani yang memiliki tingkat keterampilan rendah maka penerapan teknologinya juga rendah.
Hasil analisis Uji Chi-Kuadrat diperoleh nilai X2
hitung = 5,692 dan nilai X2
tabel (0,95 db 1) = 3,841, Jadi X2hitung = 5,692 lebih besar dari X2
tabel = 3,841, hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara tingkat keterampilan dengan tingkat penerapan teknologi yang sangat nyata, Untuk mengetahu dejarat hubungan antara tingkat pengetahuan dan tingkat penerapan digunakan
Koefisien Kontigensi C .
67 akan diaplikasikan maka penerapan teknologi tidak akan pernah terjadi.
6. Hubungan antara Sikap Petani dengan Paket Teknologi Produksi
Untuk mengetahui hubungan antara sikap petani dengan tingkat penerapan teknlogi produksi dapat dilihat pada Tabel 5.25 di bawah ini.
Tabel 5.25. Hubungan antara Sikap Pertani dan Tingkat Penerapan Teknologi Produksi
Sikap Petani
Tingkat Penerapan Teknologi
Produksi Total
Tinggi Rendah
N % N % N %
Positif Negatif
27 16
33,75 20,00
22 15
27,50 18,75
49 31
61,25 38,75
Total 43 53,75 37 46,25 80 100
Sumber Data : Data Primer Setelah Diolah Tahun 2016
X2hitung = 0,006 X2tabel (0,95 db 1) = 3,841
Tabel 5.25 menunjukkan bahwa dari 80 responden terdapat 49 orang (61,25 %) petani responden sikap positif terhadap teknologi. Dari 49 petani responden tersebut terdapat 27 orang (33,75 %) petani responden yang bersikap positif terhadap teknologi dengan tingkat penerapan tinggi, 22 orang (27,50 %) petani responden yang bersikap positif terhadap teknologi tetapi tingkat penerapan teknologi yang rendah.
68 teknologi yang tinggi, 15 orang (18,75 %) petani responden bersikap negatif terhadap teknologi dengan tingkat penerapan teknologi yang rendah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sikap petani terhadap teknolgi produksi dalam pengembangnan usatani kacang tanah di Kabupaten Maros adalah positif. Mosher (1991) mengatakan bahwa keluarga merupakan salah satu indikator yang menentukan tingkat sosial ekonomi petani. Faktor sosial ekonomi dapat berpengaruh terhadap seseorang untuk bersikap positif atau bersikap negatif terhadap teknologi yang ditawarkan kepadanya. Selanjutnya dikatakan oleh Ndraha (1997) bahwa sikap terhadap pekerjaan bisa berubah karena dipengaruhi oleh pengetahuan dan informasi, kesadaran akan kepentingan, jika kepentingan berubah maka sikap dapat berupah dari sikap positif menjasi sikap negatif atau sebaliknya.
Hasil analisis Uji Chi-Kuadrat diperoleh nilai X2
hitung = 0,006 dan nilai X2
tabel (0,95 db 1) = 3,841, Jadi X2hitung = 0,006 lebih kecil dari X2
tabel = 3,841, hal ini menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan antara sikap petani dengan tingkat penerapan teknologi yang sangat nyata. Hasil penelitian diperoleh bahwa tingkat pengetahuan dan tingkat keterampilan petani tergolong tinggi serta petani mempunyai sikap yang positif terhadap teknologi namun perilaku petani dalam penerepan teknologi masih menggunakan benih lokal, pemupukan seadanya.
69 Jadi untuk merubah perilaku petani kacang tanah secara utuh, agar mau menerapkan teknologi penggunaan benih bermutu, pemupukan berimbang khususnya di Kabupaten Maros, maka proses belajar bagi petani perlu digalakkan melalui usaha perubahan sikap baru, harus dilakukan pemberian pengetahuan baru, harus dijelaskan melalui latihan keterampilan baru dan harus diadakan penyediaan sarana baru yang cukup tersedia dan terjangkau oleh petani.
E. Implikasi Hasil Penelitian terhadap Kebijakan Perencanaan Pembangunan Pertanian
1. Ketersediaan Sarana/Prasarana Teknologi
Berbagai cara pembinaan yang perlu dilakukan oleh pemerintah Kabupaten Maros dalam pengembangan kacang tanah terutama dalam meningkatkan produktivitas kacang tanah. Dengan Memanfaatkan secara optimal sumber daya alam , sumber daya manusia serta tersedianya alsintan yang cukup memadai maka pengembangan kacang tanah memberikan harapan cukup besar sehingga petani dapat memperoleh tambahan pendapatan yang memadai.
70 Untuk itu perlu dilakukan berbagai upaya dan alternatif agar petani mau menyadari pentingnya pemakaian sarana/prasarana produksi yang lengkap dan penerapan teknologi secara baik dalam rangka peningkatan produktivitas kacang tanah dan pendapatan petani . Upaya-upaya tersebut antara lain :
a. Penyediaan benih bermutu/unggul dapat dilakukan dengan mendorong tumbuhnya penangkaran benih kacang tanah dalam kelompok tani, hal ini dapat ditempuh melalui kemitraan dengan Koptan, Gapoktan, UPB, BUMN atau pun usaha mandiri dari petani itu sendiri.
b. Penyediaan pupuk dan pestisida dapat dilakukan dengan kerjasama stake holder atau pemilik/distributor produk. Selain itu dapat juga dilakukan dengan membimbing petani membuat pupuk organik dari sisa-sisa tanaman/hewan, dan pestisida nabati/biologi untuk pengendalian OPT.
c. Penyediaan dan pendistribusian pupuk dan pestisida dari Lini I hingga Lini IV dan sampai kepada petani berjalan lancar dan dapat memenuhi prinsip enam tepat (jenis, waktu, lokasi, mutu, jumlah dan harga ), sehingga petani dapat memperoleh dan menerapapkan teknologi sesuai dengan anjuran.
d. Pengelolaan air harus diusahakan secara optimal (tepat jumlah , tepat waktu) dan efisien dalam rangka peningkatan produksi maupun dalam upaya perluasan areal melalui peningkatan indeks pertanaman (IP) atau penambahan luas baku lahan. Upaya ini dapat dilakukan dengan cara : (1) Pemberdayaan Petani Pemakai Air ( P3A), (2) penataan pola dan tata tanam yang tepat.
71 atau tahan kekeringa, sedangkan upaya pengamanan produksi dari dampak banjir yaitu melalui perbaikan saluran irigasi, pembangunan/perbaikan cek dam, penguatan tanggul-tanggul.
f. Untuk meningkatkan posisi tawar petani dapat dilakukan dengan mewujudkan sistem informasi pasar yang terbuka dan saling berhubungan antara pusat dan daerah sehingga data dan informasi tersebut dapat dimanfaatkan oleh pelaku agribisnis, pemerintah dan kelompok tani yang berkepentingan.
g. Agar petani mendapatkan jaminan harga yang layak , maka petani perlu dimotivasi untuk : (1) memasarkan produksinya secara terkoordinasai, baik melalui kelompok tani, koperasi maupun melalui lembaga pemasaran lainnya, (2) meningkatkan kerjasama/kemitraan antara petani dan industri olehan untuk meningkatkan efesiensi dan jaminan pemasaran, (3) Pemerintah perlu menyiapkan dana untuk menguasai hasil produksi pada saat panen raya agar petani tetap mendapatkan harga yang layak.
2. Intensitas Penyuluhan, Pengetahuan, Keterampilan dan Sikap Petani
Intensitas penyuluhan yang diterima petani masih tergolong rendah sehingga perlu upaya peningkatan frekuensi penyuluhan kepada petani terutama penyuluhan teknologi produksi pada kacang tanah yaitu pemanfaatan lahan, penggunaan pupuk, penggunaan benih bermutu/ unggul, pemanfaatan air, pengendalian OPT) sehingga diharapkan para petani dapat menerapkan teknologi sesuai dengan anjuran.
72 pengembangan usahatani kacang tanah di Kabupaten Maros, namun demikian tetap masih memerlukan pembinaan secara terencana dan berkelanjutan. Berbagai upaya dan alternatif yang digunakan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku petani agar mau menerapkan teknologi produksi secara baik dan benar adalah melalui : (1) Demplot, (2) Dem Farm, (3) Dem Area, (4) magang, dan lain-lain. Sedangkan untuk meningkatkan kemampuan, mempercepat penyebaran informasi, dan meningkatkan keyakinan petani terhadap teknologi dapat dilakukan melalui kaji terap. Tambahan pengetahuan dan kemampuan bagi agen penyuluh juga perlu ditingkatkan baik melalui pendidikan formal maupun non formal seperti latihan-latihan dan kursus-kursus, sehingga penyuluhan menjadi efektif, metode yang digunakan tepat, serta sesuai dengan sasaran dan kebutuhan.
Menurut Akhsan (1996) bahwa penyuluhan yang bermutu baik adalah penyuluhan yang memenuhi atau melebihi pemenuhan kebutuhan dan harapan-harapan pihak-pihak yang disuluh atau sasaran.
Untuk meningkatkan lalu lintas teknologi antara penyedia teknologi dan masyarakat petani sebagai pengguna teknologi maka perlu dikembangkan program pemasyarakatan dan kerjasama teknologi seperti Pos Pelayanan Teknologi Pedesaan (POSYANTEKDES), Warung Teknologi Desa (WARTEKDES), Gelar Teknologi Tepat Guna, dan Widyawisata Teknologi.